Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang
disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Jalan masuk kedalam
tubuh biasanya melalui inhalasi, atau yang pada umumnya adalah dengan
meminum susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Tuberkulosis telah dan masih
menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini. Tuberkulosis merupakan
suatu penyakit infeksi yang berefek pada paru paru, kelenjar getah bening,
tulang dan persendian, kulit, usus dan organ lainnya. Salah satu dari jenis
tuberkulosis ini adalah tuberkulosis kutis.1
Seperti halnya tuberkulosis paru, tuberkulosis kutis terutama terdapat
di negeri yang sedang berkembang. Faktor predisposisi terjadinya tuberkulosis
kutis diantaranya adalah kemiskinan, gizi kurang, penggunaan obat-obatan
secara

intravena,

dan

status

imunodefisiensi.

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi timbulnya penyakit ini sering terkait dengan faktor


lingkungannya ataupun pekerjaannya. Tuberkulosis kutis menyerang tanpa
memandang jenis kelamin dan umur. Tetapi, insiden terbanyak terjadi antara
dekade 1-2.1,2
Bentuk-bentuk yang dahulu masih terdapat sekarang telah jarang
terlihat, misalnya tuberkulosis kutis papulonekrotika, tuberkulosis kutis
gumosa, dan eritema nodosum.2
Pada pengobatan TB kutis, khemoterapi merupakan pengobatan
pilihan, Pengobatan tuberkulosis kutis tefdiri atas kom-binasi: INH,
rifampisin, ethambutol atau streptomisin. Lama pengobatan paling sedikit 9
bulan.3
B. Tujuan penulisan
Melakukan penulisan ilmiah mengenai definisi, etiologi, klasifikasi,
faktor resiko, gejala dan tanda, penegakan diagnosa, hingga penatalaksana dan
1

pencegahan TBC Kutis sebagai upaya dini dalam menurunkan angka


kejadian dan kematian yang berkaitan dengan kasus demensia.
C. Manfaat Penulisan
Hasil referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi penulis dan mahasiswa lain yang sedang mencari bahan referensi
referat ini, dapat mengetahui lebih jelas tentang TBC Kutis dan
menambah wawasan serta ilmu pengetahuan mengenai kasus tersebut.
2. Bagi penulis dapat menjadi bahan dokumentasi materi kasus, penambah
referensi dan bahan bacaan TBC Kutis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Definisi
Tuberkulosis kutis adalah tuberkulosis pada kulit yang di Indonesia
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan mikobakteria atipikal.2

B.

Epidemiologi
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) skrofuloderma
merupakan bentuk yang tersering yang didapat (84%), disusul tuberkulosis
2

kutis verukosa (13%), bentuk-bentuk yang lain jarang ditemukan. Lupus


vulgaris yang dahulu dikatakan tidak terdapat ternyata ditemukan, meskipun
jarang. Bentuk tersebut dahulu merupakan bentuk yang tersering terdapat di
negeri beriklim dingin (Eropa). Di Amerika Serikat sejak dahulu jarang
terdapat tuberkulosis kutis.2
Faktor predisposisi terjadinya tuberkulosis kutis diantaranya adalah
kemiskinan, gizi kurang, penggunaan obat-obatan secara intravena, dan status
imunodefisiensi. Tuberkulosis kutis pada umumnya ditemukan pada bayi dan
orang dewasa dengan status imunodefisiensi. Frekuensi terjadinya penyakit ini
pada wanita dan pria adalah sama. Penyakit ini dapat terjadi di belahan dunia
manapun, terutama di Negara Negara berkembang dan negara tropis. Di
negara berkembang termasuk Indonesia, tuberculosis kutis sering ditemukan.
Penyebarannya dapat terjadi pada musin hujan dan diakibatkan karena gizi
yang kurang dan sanitasi yang buruk. Prevalensinya tinggi pada anak anak
yang

mengonsumsi

susu

yang

telah

terkontaminasi

Mycobacterium

bovi .Tuberkulosis kutis dapat ditularkan melalui inhalasi, ingesti, dan


inokulasi langsung pada kulit dari sumber infeksi. Selain manusia, sumber
infeksi kuman tuberkulosis ini juga adalah anjing, kera dan kucing.3,4
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini sering
terkait dengan faktor lingkungannya ataupun pekerjaannya. Biasanya penyakit
ini sering ditemukan pada pekerjaan seperti ahli patologi, ahli bedah, orangorang yang melakukan autopsi, peternak, juru masak, anatomis, dan pekerja
lain yang mungkin berkontak langsung dengan M. tuberculosis ini, seperti
contohnya pekerja laboraturium. Sekarang, dimasa yang semakin efektifnya
pengobatan tuberkulosis sistemik, tuberkulosis kulit semakin jarang ditemui.
Data insiden dari penyakit ini menurut beberapa rumah sakit memperkirakan
angka sekitar 1-4%, walaupun itu bukan menggambarkan keadaan yang
sesungguhnya. Di negara-negara barat, frekuensi yang terbanyak terjadi
adalah bentuk lupus vulgaris. Sedangkan untuk daerah tropis seperti
Indonesia, yang paling sering terjadi adalah skrofuloderma dan tuberkulosis

kutis verukosa. Tuberkulosis kutis menyerang tanpa memandang jenis kelamin


dan umur. Tetapi, insiden terbanyak terjadi antara dekade 1-2.1,2
C.

Etiologi
Tuberkulosis kutis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini juga dapat disebabkan oleh
Mycobacterium bovis dan terkadang juga dapat disebabkan oleh vaksin
Bacillus Calmette-Guerin. Tuberkulosis kutis terjadi saat bakteri mencapai
kulit secara endogen maupun eksogen dari pusat infeksi. Klasifikasi
tuberculosis kutis yaitu tuberculosis kutis yang menyebar secara eksogen
(inokulasi tuberculosis primer, tuberculosis kutis verukosa), secara endogen
(Lupus vulgaris, skrofuloderma, tuberculosis kutis gumosa, tuberculosis
orifisial, tuberculosis miliar akut) dan tuberkulid (Liken skrofulosorum,
tuberkulid papulonekrotika, eritema nodosum). Tuberkulosis kutis, seperti
tuberkulosis paru, terutama terjadi di negara yang sedang berkembang.
Insidensi di Indonesia kian menurun sejalan dengan menurunnya tuberkulosis
paru. Hal itu tentu disebabkan oleh kian membaiknya keadaan ekonomi.
Bentuk-bentuk yang dahulu masih terdapat sekarang telah jarang terlihat,
misalnya tuberkulosis kutis papulonekrotika, tuberkulosis kutis gumosa, dan
eritema nodusum.5

D.

Bakteriologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman yang bersifat aerob
dan merupakan patogen pada manusia, dimana bakteri ini bersifat tahan asam
sehingga biasa disebut bakteri tahan asam (BTA), dan hidupnya intraselular
fakultatif. Artinya, bakteri ini tidak mutlak harus berada didalam sel untuk
dapat hidup. Mikobakterium tuberkulosis mempunyai sifat-sifat yaitu
berbentuk batang, tidak membentuk spora, aerob, tahan asam, panjang 2-4/
dan lebar 0,3-1,5/, tidak bergerak dan suhu optimal pertumbuhan pada 370 C.
Bakteri ini merupakan kuman yang berbentuk batang yang lebih halus
4

daripada bakteri Mycobekterium leprae, sedikit bengkok dan biasanya


tersusun satu-satu atau berpasangan.6
E.

Klasifikasi
Klasifikasi tuberkulosis kutis menurut Pillsburry dengan sedikit
perubahan:1,2,3
1. Tuberkulosis Kutis Sejati
Tuberkulosis kutis sejati berarti kuman penyebab terdapat pada kelainan
kulit disertai gambaran histopatologis yang khas.
a. Tuberkulosis kutis primer
Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulous chancre)
TBC kutis primer terjadi karena infeksi eksogen pada penderita yang
belum pernah terpapar dengan M. Teubercukosis dan tidak mempunyai
imunitas terhadap kuman TB.
b. Tuberkulosis kutis sekunder
TBC kutis sekunder merupakan reinfeksi baik lokal maupun sistemik
pada individu yang pernah terinfeksi dengan kuman TB sebelumnya.

Tuberkulosis kutis miliaris


Jenis ini timbul akibat perluasan secara hematogen pada penderita
TB yang mempunyai imunitas jelek, paling sering pada penderita
HIV/AIDS. Biasanya dijumpai pada bayi dan anak-anak, juga bisa
pada dewasa.

Skrofuloderma
Skrofuloderma timbulnya akibat penjalaran per kontinuitatum dari
organ dibawah kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis.
Sering berasal dari KGB, juga dapat berasal dari sendi dan tulang.

Tuberkulosis kutis verukosa


Infeksi pada jenis ini terjadi secara eksogen, jadi kuman langsung
masuk ke dalam kulit, oleh karena itu tempat predileksinya berada
pada tungkai bawah, kaki dan yang tersering yaitu di lutut. Pada

penderita tuberkulosis aktif dapat mengalami autoinokulasi dari


sputumnya.

Tuberkulosis kutis gumosa


Tuberkulosis kutis ini terjadi akibat penjalaran secara hematogen,
biasanya dari paru. Kelainan kulit berupa guma, yakni infitrat
subkutan, sirkumskrip dan kronis, kemudian melunak dan bersifat
destruktif.

Tuberkulosis kutis orifisialis


Disebut juga tuberkulosis kutis ulserosa. Lokasinya disekitar
orifisium dan terjadi akibat berkontak langsung dengan sputum,
feses atau urin yang mengandung kuman. Predileksinya pada
mulut, sekitar anus dan genitalia. Timbulnya bentuk ini disebabkan
kekebalan yang sangat kurang. Berupa ulkus dengan dinding yang
bergaung dan sekitarnya livid.

Lupus Vulgaris
Timbul pada penderita dengan imunitas baik dan pernah terinfeksi
kuman tuberkulosis. Dapat terjadi karena perluasan limfogen atau
hematogen

dari

lesi

skrofuloderma

atau

vaksinasi

BCG.

Mempunyai gambaran klinis yang berupa kelompok nodus


eritematosa yang berubah warna menjadi kuning pada tes diaskop
(apple jelly colour).

2. Tuberkulid
Tuberkulid merupakan reaksi id, yaitu kelainan kulit akibat alergi.
Pada kelainan kulit tidak ditemukan kuman penyabab, kuman tersebut
terdapat pada tempat lain di dalam tubuh, biasanya di paru. Tes tuberkulin
memberikan hasil positif.
a. Bentuk Papul

Lupus Miliaris Diseminatus Fasiei

Mengenai muka, timbulnnya secara bergelombang. Pada diaskopi


memberikan gambaran apple jelly colour seperti pada lupus
vulgaris.

Tuberkulid Papulonekrotika
Bentuk tuberkulid ini biasanya simetrik pada bagian ekstensor dan
anggota badan, berupa papula atau nodul kemerahan dengan
nekrosis ditengahnya, kemudian menjadi krusta yang melekat.
Dalam beberapa minggu sembuh, meninggalkan sikatriks atrofi
dikelilingi hiperpigmentasi di sekitarnya.

Liken skrofulosorum
Merupakan bentuk tuberkuloid dengan erupsi likhenoid. Kelainan
kulit berupa beberapa papul miliar, warna dapat serupa dengan
kulit atau kemerahan (eritematosa).
Terutama terdapat pada anak-anak. Tempat predilesi pada dada,
perut, punggung dan daerah sakrum.
b. Bentuk granuloma dan ulseronodus
Eritema Nodosum (E.N.)
Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen terutama pada
ekstremitas bagian ekstensor yang diatasnya terdapat eritema.
Banyak penyakit yang dapat memberikan gambaran klinis sebagai
E.N., yang sering adalah lepra sebagai Eritema Nodosum
Leprosum, reaksi id karena Streptococcus B hemoliticus, alergi
obat secara sistemik dam demam reumatik.
Eritema Induratum (E.I.) Bazin
Kelainan kulit juga berupa eritema dan nodus-nodus indolen seperti
pada E.N., tetapi tempat predileksinya pada ekstremitas bagian
fleksor. Perbedaan lain, pada E.I. terjadi supurasi sehingga
membentuk ulkus-ulkus. Kadang-kadang tidak mengalami supurasi
tetapi regresi sehingga terjadi hipotrofi. Perjalanan penyakit kronik
residif.
7

Tuberkulosis kutis sejati berarti kuman penyebab terdapat


pada kelainan kulit isertai gambaran histopatologik yang khas.
Tuberkulosis kutis primer berarti kuman masuk pertama kali ke
dalam tubuh. Tuberkulid merupakan reaksi id, yang berarti
kelainan kulit akibat alergi. Pada kelainan tersebut tidak ditemukan
kuman penyebab, tetapi kuman tersebut terdapat pada tempat lain
di dalam tubuh, biasanya di paru. Pada tuberkulid tes tuberkulin
memberi hasil positif.
F.

Patogenesis
Cara infeksi dari kuman M. Tuberculosis ini ada 6 macam yaitu
penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai
penyakit tuberkulosis, misalnya skrofuloderma, inokulasi langsung pada kulit
sekitar orifisium alat dalam yang dikenai penyakit tuberkulosis, misalnya
tuberkulosis kutis orifisialis, penjalaran secara hematogen, misalnya
tuberkulosis kutis miliaris, penjalaran secara limfogen, misalnya lupus
vulgaris, penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit
tuberkulosis, misalnya lupus vulgaris, atau bisa juga kuman langsung masuk
ke kulit yang resistensi lokalnya telah menurun atau jika ada kerusakan kulit,
contohnya tuberkulosis kutis verukosa.
Hal-hal yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik adalah sifat
kuman, respon imun tubuh saat kuman ini masuk kedalam tubuh ataupun saat
kuman ini sudah berada didalam tubuh serta jumlah dari kuman tersebut.
Respon imun yang berperan pada infeksi M. tuberculosis adalah respon
imunitas selular. Sedangkan peran antibodi tidak jelas atau tidak memberikan
imunitas.
Bila terjadi infeksi oleh kuman M. Tuberculosis ini, maka kuman ini
akan masuk jaringan dan mengadakan multiplikasi intraseluler. Hal ini akan
memicu terjadinya reaksi jaringan yang ditandai dengan datang dan
berkumpulnya sel-sel leukosit dan dan sel-sel mononuklear serta terbentuknya
granuloma epiteloid disertai dengan adanya nekrosis kaseasi ditengahnya.
8

Granuloma yang terbentuk pada tempat infeksi paru disebut ghonfocus dan
bersamaan kelenjar getah bening disebut kompleks primer adalah tuberculous
chancre. Bila kelenjar getah bening pecah timbul skrofuloderma.4
G.

Imunologi
Ternyata terdapat kolerasi antara bentuk-bentuk tuberkulosis kutis dan
imunitas. Stokes dkk mengadakan pembagian tuberkulosis kutis berdasarkan
imunitas sebagai berikut:2
1. Hiperergik, positif dengan tuberkulin pengenceran tinggi (1:1.000.000 atau
kurang) termasuk:

Liken skrofulosorum

Tuberkulosis kutis verukosa

Lupus vulgaris

2. Normogenik, positif dengan tuberkulin pengenceran sedang (1:100.000)


termasuk;

Lupus vulgaris

Skrofuloderma

Sebagian kecil Tuberkulid papulonekrotika

Sebagian eritema induratum

Inokulasi tuberkulosis primer (setelah minggu ke 3-4)

3. Hipoergik, tidak bereaksi atau bereaksi lemah dengan tuberkulin


pengenceran rendah (1:1.000 atau lebih):

Sebagian besar tuberkulid papulonekrotika

Sebagian kecil eritema induratum

Lupus miliaris diseminatus fasiei

4. Anergik ( tidak bereaksi):

H.

Kompleks primer stadium dini

Tuberkulosis kutis miliaris lanjut

Gambaran Klinis dan Diagnosis Banding1,7,8,9


1. Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)
9

Kompleks lesi primer meliputi kulit dan nodus limfatikus


terutama pada bayi dan anak-anak. Jalan masuk basil tuberkel adalah
paru-paru, luka kecil, kuku yang terbuka, atau luka tusuk. Afek primer
dapat berbentuk papul, pustul atau ulkus indolen, berdinding tergaung
dan disekitarnya livid. Masa tunas 2-3 minggu, limfangitis dan
limfadenitis timbul beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah afek
primer, pada waktu tersebut reaksi tuberkulin menjadi positif.
Keseluruhannya merupakan kompleks primer. Pada ulkus tersebut dapat
terjadi indurasi, karena itu disebut tuberculous chancre. Makin muda
usia penderita makin berat gejalanya. Bagian yang sering terkena adalah
wajah dan ekstremitas yang berhubungan dengan limphadenopaty
regional. Biasanya ditemukan pada daerah kulit yang mudah terkena
trauma.

2. Tuberkulosis kutis miliaris


Tipe ini biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak dengan status
imunokompromise. Fokus infeksi terdapat secara khusus pada paru-paru
atau selaput otak. Terjadi karena penjalaran ke kulit dari fokus di badan.
Reaksi terhadap tuberkulin biasanya negatif (anergi). Ruam berupa
10

eritema berbatas tegas, papul, vesikel, pustul, skuama atau purpura yang
menyeluruh. Pada umumnya prognosisnya buruk.
3. Skrofuloderma
Tuberkulosis

kutis

murni

sekunder

yang

terjadi

secara

pekontinuitatum dari jaringan di bawahnya, misalnya kelenjar getah


bening, otot dan tulang. Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak
dan dewasa muda pada bagian kulit yang berada diatas nodus limfatikus
dan daerah yang kelihatan tulangnya. Perjalanan penyakit termasuk
keluhan utama dan keluhan tambahan. Dimulai dengan infeksi sebuah
kelenjar yang selanjutnya menjadi berkembang menjadi periadenitis.
Beberapa kelenjar kemudian dapat meradang, sehingga membentuk
suatu kantong kelenjar klier packet. Pada stadium selanjutnya terjadi
perkejuan dan perlunakan, mencari jalan keluar dengan menembus kulit
diatasnya, dengan demikian terbentuk fistel. Fistel tersebut kian melebar,
membentuk ulkus yang mempunyai sifat-sifat khas.
4. Tuberkulosis kutis verukosa
Tipe ini terjadi terutama pada orang dewasa, anak-anak dan
individu yang resisten terhadap terjadinya inokulasi eksternal basil
tuberkel. Infeksi terjadi secara eksogen, jadi kuman masuk ke dalam
kulit, oleh sebab itu tempat predileksinya pada tungkai bawah dan kaki,
tempat yang lebih sering mendapat trauma. Gambaran klinis biasanya
berbentuk bulan sabit akibat penjalaran secara serpiginosa, yang berarti
penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti penyembuhan di jurusan yang
lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikuler di atas kulit yang
eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat sikatriks.

11

5.

Tube
rkul
osis
kutis

gumosa
Tuberkulosis ini terjadi akibat penjalaran secara hematogen,
biasanya dari paru. Kelainan kulit berupa infiltrat subkutan, berbatas
tegas yang menahun, kemudian melunak dan bersifat destruktif. Pada
awalnya kulit berwarna normal dan lama-kelamaan menjadi merah
kebiruan. Lesi tersebar berbentu makula dan papul berukuran kecil atau
lesi berwarna kemerahan. Kadang-kadang vesikuler danterdapat krusta.
6. Tuberkulosis kutis orifisialis
Pada umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit tuberkulosa
pada organ-organ dalam. Sesuai dengan namanya maka lokasinya di
sekitar orifisium. Pada tuberkulosis paru dapat terjadi ulkus di mulut,
bibir atau di sekitarnya. Pada tuberkulosis saluran cerna, ulkus dapat
ditemukan di sekitar anus. Pada tuberkulosis saluran kemih, ulkus dapat
ditemukan di sekitar orifisium uretra eksternum. Ulkus berdinding
tergaung, kemerahan, hemoragik, purulen dan sekitarnya livid.

12

7.

7. Lupus vulgaris
Lupus vulgaris merupakan bentuk yang sering dan mengenai
terutama pada bagian yang sering terpapar misalnya pada wajah dan
ekstremitas. Cara infeksi dapat secara endogen atau eksogen. Gambaran
klinis yang umum adalah kelompok nodus eritematosa yang berubah
warna menjadi kuning pada penekanan (apple jelly colour). Nodusnodus tersebut berkonfluensi berbentuk plak, bersifat destruktif, sering
terjadi ulkus. Pada waktu terjadi involusi terbentuk sikatriks. Bila
mengenai muka tulang rawan hidung dapat mengalami kerusakan.
Penyembuhan spontan terjadi perlahan-lahan di suatu tempat, tetapi
terjadi perjalanan di tempat lain, yang dapat ke perifer atau serpiginosa.

8.
Lupus milliaris diseminatus fasiel
13

Mengenai muka, timbulnya secara bergelombang. Ruam berupa


papul-papul bulat, biasanya diameternya tidak melebihi 5 mm,
eritematosa kemudian meninggalkan sikatriks. Pada diaskopi memberi
gambaran apple jelly colour seperti pada lupus vulgaris.
9. Tuberkulosis papulonekrotika
Lesi tipe ini terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa yang
menderita TB pada bagian tubuh lain. Keadaan ini terjadi karena adanya
reaksi alergi terhadap basil tuberkel. Basil menyebar secara hematogen
pada orang dengan satus imunitas sedang atau baik, akan tetapi fokus
tuberkulosis secara klinis tidak aktif pada saat terjadinya erupsi, dan
pasien sedang berada dalam keadaan sehat. Selain berbentuk
papulonekrotika juga dapat berbentuk papulopustul. Tempat predileksi
pada muka, anggota badan bagian ekstensor, dan badan. Mula-mula
terdapat papul eritematosa yang timbul secara bergelombang, membesar
perlahan-lahan dan kemudian menjadi pustul, lalu memecah menjadi
krusta dan membentuk jaringan nekrotik dalam waktu 8 minggu, lalu
menyembuh dan meninggalkan sikatriks., kemudian timbul lesi-lesi
baru. Lama penyakit dapat bertahun-tahun.

10. Liken skrofulosorum

14

Lesi biasanya terjadi di daerah leher pada anak yang menderita


tuberkulosis tulang atau nodus limfatikus. Kelainan kulit terdiri atas
beberapa papul miliar, warna dapat serupa dengan kulit atau eritematosa.
Mula-mula tersusun tersendiri, kemudian berkelompok tersusun sirsinar,
kadang-kadang di sekitarnya terdapat skuama halus. Tempat predileksi
pada dada, perut, punggung dan daerah sacrum. Perjalanan penyakitnya
dapat berbulan-bulan dan residif, jika sembuh tidak meninggalkan
sikatriks.
11. Eritema nodusum
Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen terutama pada
ekstremitas bagian ekstensor. Diatasnya terdapat eritema. Banyak
penyakit yang juga dapat memberi gambaran klinis sebagai Eritema
Nodusum., yang sering: lepra sebagai eritema nodusum leprosum, reaksi
yang terjadi karena Streptococcus B Hemolyticus, alergi obat secara
sistemik, dan demam reumatik.
12. Eritema induratum
Eritema induratum adalah suatu peradangan kronis dari
pembuluh darah arteri dan vena bersifat jinak, dan disertai nekrosis
lemak.

Kelainan

kulit

berupa

nodus-nodus

indolen.

Tempat

predileksinya pada daerah fleksor. Terjadi supurasi sehingga terbentuk


ulkus-ulkus. Kadang-kadang tidak mengalami supurasi, tetapi regresi
sehingga terjadi hipotrofi berupa lekukan-lekukan. Perjalanan penyakit
kronik residif.

Tabel 1. Diagnosis

banding
tuberkulosis kutis
15

Tuberkulosis chancre

Sindrom Chancriform yaitu syphilis


primer dengan disertai chancre, penyakit
cat-scratch, sporotrichosis, tularemia,
infeksi M. marinum.

Tuberkulosis kutis verukosa

Kromomikosis, nevus verukosa, dan


frambusis stadium II, veruka vulgaris,
infeksi M. marinum, pyoderma,
chromomycosis, bromoderma, lichen
planus hipertrofik, dermatosis aktinik
hipertropik.

Lupus Vulgaris

Sarkoidosis, lymphocytoma,lymphoma,
lupus eritematosus kutaneus kronik,
syphilis tersier, leprosy, blastomycosis,
leismaniasis lupoid dan pioderma.

Scrofuloderma

Aktinomikosis, hidradenitis supurativa,


limfopatia venereum, infeksi jamur.

Tuberkulosis kutis gumosa

Pannikulitis, infeksi jamur infasive,


hidradenitis, syphilis tersier.

Tuberkulosis kutis orifisialis

I.

Ulkus aphthous, histoplasmosis, syphilis.

Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis kutis didasarkan atas anamnesis riwayat TB,
pemeriksaan bakteriologik (untuk menentukan etiologinya), pemeriksaan
histopatologik (untuk menegakkan diagnosis), dan tes tuberkulin. Ada juga
yang menyebutkan bahwa Reaksi berantai polimerase (polymerase chain
reaction) dapat dipakai untuk menentukan etiologi. Tetapi kerugiannya tidak
dapat mendeteksi kuman hidup, jadi kultur masih tetap merupakan baku
emas.10

J.

Penatalaksanaan
16

Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru.


Untuk mencapai hasil yang baik hendaknya diperhatikan syarat-syarat yaitu
pengobatan harus dilakukan secara teratur tanpa terputus agar tidak cepat
terjadi resistensi dan pengobatan harus dalam kombinasi. Dalam kombinasi
tersebut INH disertakan, diantaranya karena obat tersebut bersifat bakterisidal,
harganya murah dan efek sampingnya langka. Sedapat-dapatnya dipilih paling
sedikit 2 obat yang bersifat bakterisidal, dan keadaan umum diperbaiki.
Pemilihan obat tergantung pada keadaan ekonomi penderita, beratringannya penyakit, dan adakah kontraindikasi. Dosis INH (H) pada anak 10
mg/Kg BB, pada orang dewasa 5mg/Kg BB, dosis maksimum 400 mg sehari.
Rifampisin (R) 10 mg/kg BB paling lama diberikan 9 bulan. Bila digunakan Z
hanya selama 2 bulan, kontraindikasinya penyakit hepar. Pirazinamid (Z) 25
mg/kg BB, streptomisin (S) 15 mg/kg BB, dosis maksimun streptomisin 90
gram. Ethambutol (E) 15 mg/kg BB.
Pada pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahapan, yaitu tahapan awal
(intensif) dan tahapan lanjutan. Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman
yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat
yang bersifat bakterisidal. Tahapan lanjutan ialah melalui kegiatan sterilisasi
membunuh kuman yang tumbuh lambat.
Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi
pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi
menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan
sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Selama fase
lanjutan diuperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang.
Efek sterilisasi obat untuk membersihkan sisa-sisa kuman dan mencegah
kekambuhan. Pada paien dengan sputum BTA positif ada resiko terjadinya
resistensi selektif. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase
lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Pada pasien
dengan sputum BTA negatif atau TB ekstrapulmoner tidak terdapat resiko
resistensi selektif karena jumlah bakteri di dalam lesi relatif sedikit.
17

Pengobatan fase awal dengan 3 obat dan fase lanjutan dengan 2 obat biasanya
sudah memadai. Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya
resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3
obat untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 diantara
obat yang diberikan haruslah yang masih selektif. Pengobatan standar dengan
INH, Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan pada wanita hamil dan
menyusui, dianjurkan pemberian piridoksin. Streptomisin tidak boleh
diberikan.
Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic
Society, fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin
10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB. diikuti
fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis
paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi
terhadap INH.
Tabel 2. Obat antituberkulosis yang ada di Indonesia: dosis, cara pemberian
dan efek sampingnya
Nama obat

Dosis

Cara pemberian

utama
INH

5-10 mg/kg BB

per os, dosis tunggal

Rifampisin

10 mg/kg BB

per os, dosis tunggal

Efek samping
neuritis perifer

waktu lambung kosong

gangguan hepar

Pirazinamid

20-35 mg/kg BB

per os dosis terbagi

gangguan hepar

Etambutol

bulan I/II 25 mg/

per os, dosis tunggal

gangguan N II

Kg BB,berikutnya
15 mg/kg BB
Streptomisin

25 mg/kg BB

per inj

gangguan N

VIII
Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan pada lupus vulgaris,
tuberkulosis kutis verukosa yang kecil, serta skrofuloderma pada ekstremitas
bawah.

18

Pengobatan

topikal

pada

tuberkulosis

kutis

tidak

sepenting

pengobatan sistemik. Pada skrofuloderma, jika ulkus masih mengandung pus


dikompres, misalnya dengan larutan kalium permanganas 1/5000.2,5,9
K.

Prognosis
Prognosis dari penyakit ini baik apabila pasien bersedia mengikuti
terapi dengan bersungguh-sungguh dan selalu menjaga kebersihan badan serta
lingkungan sekitarnya.

BAB III
PENUTUP

19

III.A. Kesimpulan
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang
disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Jalan masuk kedalam
tubuh biasanya melalui inhalasi, atau yang pada umumnya adalah dengan
meminum susu sapi yang tidak dipasteurisasi. Tuberkulosis telah dan masih
menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini.
Seperti halnya tuberkulosis paru, tuberkulosis kutis terutama
terdapat di negeri yang sedang berkembang. Faktor predisposisi terjadinya
tuberkulosis kutis diantaranya adalah kemiskinan, gizi kurang, penggunaan
obat-obatan secara intravena, dan status imunodefisiensi.
Bentuk-bentuk yang dahulu masih terdapat sekarang telah jarang
terlihat, misalnya tuberkulosis kutis papulonekrotika, tuberkulosis kutis
gumosa, dan eritema nodosum.
Pada pengobatan TB kutis, khemoterapi merupakan pengobatan
pilihan, Pengobatan tuberkulosis kutis tefdiri atas kom-binasi: INH,
rifampisin, ethambutol atau streptomisin. Lama pengobatan paling sedikit 9
bulan.
III.B. Saran
Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis
paru. Untuk mencapai hasil yang baik hendaknya diperhatikan syarat-syarat
yaitu pengobatan harus dilakukan secara teratur tanpa terputus agar tidak
cepat terjadi resistensi dan pengobatan harus dalam kombinasi.
Penatalaksanaan TBC Kutis secara menyeluruh melibatkan seluruh
anggota keluarga terdekat. Dengan demikian kepada anggota keluarga perlu
diberikan penyuluhan, agar penderita dapat dirawat dengan sebaik-baiknya.
Melihat angka prevalensi masalah TBC Kutis yang semakin
meningkat, maka pemerintah diharapkan untuk mengembangkan suatu
instrumen untuk skrining maupun diagnosis, sehingga dapat dimulai studi

20

multi-senter di Indonesia untuk mengetahui profil serta problem TBC Paru


di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tuberkulosis Kutis. Tersedia di: http://medicom.blogdetik.com/2009/03/11/
tuberkulosis-kutis-2/
21

2. Djuanda, Adhi. Tuberkulosis Kutis. Dalam: Djuanda, A; Hamzah, M;


Boediarja, SA; editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta;
FKUI, 2007: 64-72
3. Tuberkulosis Kutis.

Tersedia

di:

http://medlinux.blogspot.com/2007/12

/tuberkulosis- kutis.html
4. Tuberkulosis Atipikal. Tersedia di: http://surgeryprocedure.info/articles/lesiprimer-tuberkulosis-pada-anak-berupa
5. Wolff, Klaus; et al. Tuberculosis and Infections with Atypical Mycobacteria.
In: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Edition. New York;
McGraw-Hill, 2008: 1769-78
6. Herchline, Thomas E; et al. Tuberculosis, 2011. Available at: http: //emedicine
.medscape.com/article/230802-overview
7. Skrofuloderma. Tersedia di: http://

www.scribd.com/

doc/58012392

Skrofuloderma
8. Partogi, Donna. Tuberkulosis Kutis Verukosa, 2008. Tersedia di: http://
repository .usu.ac.id/bitstream/123456789/3414/1/08E00849.pdf
9. Mycobacterial Skin Infections Tuberculosis of The Skin. Available at: http:
//www.drmhijazy.com/english/chapters/chapter07.htm
10. Coexistence of Tuberculosis Verrucosa Cutis with Scrofuloderma, 2007.
Available at: http://journals.tubitak.gov.tr/medical/issues/sag-08-38-5/sag-385-20-0712-27.pdf
11. Price. A, Wilson. L. M. Tuberkulosis paru. Dalam : Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Bab 4, Edisi VI, Jakarta : ECG, 2004: 852-64.
12. Abdul A, et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis ed 2.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.
13. American Thorachic society. Diagnostic standards and classification of
tuberculosis in adults and children. Am j respire crit care med vol 161. 2000;
p: 1376-1395.
14. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Tuberculosis : pedoman diagnostic dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta ; indah offset citra grafika, 2006.
15. Sylvia A. Loraine M. Patofisiologi : Konsep klinis Proses-proses penyakit vol.
2 ed 6. Jakarta ; ECG, 2005.

22

Anda mungkin juga menyukai