ALGALOGI
OLEH: L. JAPA
Pendahuluan
Alga adalah kelompok organisme berklorofil yang paling sederhana,
multiseluler (makro-alga) dan uniseluler (mikro-alga) berkoloni atau soliter. Alga
termasuk group tumbuhan aquatic purba. Makro-alga termasuk tumbuhan Thallus,
dan mikro-alga lebih dikenal dengan fitoplankton. Satu jenis atau lainnya telah berada
sejak lebih dari 2 milyar tahun yang lalu, akan tetapi sampai saat ini masih ditemukan
species-species baru. Beberapa ahli taksonomi menganggap alga sebagai protoctista
(protista), tapi sekarang pendekatan ini sudah tidak dipakai lagi. Sampai saat ini sudah
dikenal sekitar 23.000 species alga. Alga dipelajari dalam cabang ilmu pengetahuan
tersendiri yaitu algalogi, atau disebut juga phycology (bahasa Greek: Phycos = Alga dan
Logos = Ilmu Pengetahuan). Algalogi adalah istilah yang telah di sesuaikan dengan
istilah dalam bahasa Indonesia.
1. Karakteristik Alga
a. Prokariot dan Eukaryot, mengandung nukleus (satu nukleus/uninucleate)
b. Bersel banyak (multiseluler) dan bersel tunggal (uniseluler)
c. Berupa thallus, menyendiri atau berkoloni
d. Berbinding sel terbuat dari sellulosa
e. Berklorofil
f. Autotrof (photosynthetik dan membuat karbohidrat dengan menggunakan sinar
matahari)
g. Mempunyai banyak variasi struktur (1) berupa unisellular , (2) berupa multisellular
dan sangat besar.
h. Hidup sebagai benthos atau sebagai plankton (fitoplankton)
2. Perbandingan Alga dengan Tumbuhan Tingkat Tinggi
Sama-sama bersifat autotroph, berfigmen klorophil a, b, dan c, dan figmen
carotenoid, berdinding sel sellulosa atau tidak sellulosa, lingkungan hidup perairan,
symbiotik, daratan, catatan fosil 500 mya, 250 mya, dan siklus hidup pergantian
generasi bervariasi
Tiga dasar utama perbedaan alga dengan tumbuhan eukaryot lainnya. 1).
Struktur tubuh: Alga tidak memiliki spesialisasi untuk organ akar, batang dan daun
(tidak berpembuluh), potosynthethic porsi alga adalag thallus dan melekat pada medium
tumbuhnya dengan bulu-bulu serupa rhizoid. Alga dimasukkan ke dalam group
thallophyta. Tumbuhan tinggi memiliki sistem pembuluh (Tracheophyta). 2). Embryo:
Untuk sebagian besar alga, sperma dan telur begabung di dalam air dan zigot
berkembang menjadi alga baru tanpa pelindung. Tumbuhan tinggi, zigot didalam
embryo terlindung dalam tubuh induknya (embryophyta). 3). Struktur reproduksi:
Gamet-gamet dihasilkan di dalam satu sel, tanpa ada sel steril sebagai selubung gamet.
3. Ekologi Alga
Alga dapat ditemukan dimana saja di bumi. Jelasnya, dimana ada sinar yang
memungkinkan terjadinya fotosinthesis disana bisa dijumpai alga.
a. Tumbuh pada banyak tempat: (1) Semua lingkungan laut, (2) Lingkungan air tawar,
(3) Tanah, (4) Batuan (organisme cryptoendolithic), (5) Kulit kayu, (6) Udara
(awan), (7) Debu yang berterbangan
b. Symbiosis: (1) Lichen, (2) Beberapa tumbuh sebagai penghasil makanan
endosymbiont pada: protozoa, spong, karang, siput laut (sea slugs) dan sebagainya
c. Produser utama pada banyak habitat perairan: (1) Khususnya di samudera (lautan),
(2) Menghasilkan semua makanan untuk ekosistem, (3) Semua organisme lainnya
bertumpu pada alga.
Kehidupan di perairan air laut masih dapat dijumpai pada kedalaman 2000 meter
di bawah permukaan air. Antartic merupakan tempat yang sempurna untuk
mempelajari marine science. Konsentrasi alga mencapai 1000 kali lebih tinggi pada
daerah dekat permukaan es dibanding dengan daerah di kolom air di bawah es. Teori
oceanography pertama kali diperkenalkan pada tahun 1873.
Faktor yang mempunyai pengaruh sangat berarti terhadap laut adalah temperatur
(perbedaan suhu), revolusi dan angin. Revolusi dapat dimengerti karena sesungguhnya
kehirupan organisme itu bersifat dinamis, selalu berubah silih berganti.
a. Angin
Merupakan faktor besar terhadap kestabilan perairan laut. Bumi menerima
energi panas Matahari sehingga terjadi perbedaan panas pada permukaan bumi yang
selanjutnya menyebabkan angin berhembus dari daerah beriklim panas (tropik
misalnya) ke daerah beriklim dingin (kutub).
Pergerakan angin ini menyebabkan terjadi arus. Arah arus umumnya sejalan
dengan arah angin, kecuali arus yang terjadi karena perbedaan tekanan akibat perbedaan
suhu. Air dari Anthartic yang dingin dan kaya oksigen bergerak kebawah keberbagai
wilayah samudera. Air ini sangat essensial bagi kehidupan organisme di laut. Akan
tetapi, terjadinya panas global menyebabkan kandungan oksigen air tersebut menjadi
berkurang yang selanjutnya akan berpengaruh sangat serius bagi kehidupan laut. Akibat
serius tersebut akan semakin menjadi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu diperkirakan
200-300 tahun yang akan datang, mungkin akan tidak ada kehidupan lagi di laut atau
paling tidak kehidupan akan sangat sulit dan menjadi sangat kecil jumlahnya.
b. Temperatur
Temperatur bervariasi karena kedalaman dan musim. Pada zona campuran,
temperatur lebih panas terutama disebabkan oleh radiasi sinar Matahari secara langsung.
Temperatur untuk pertumbuhan maksimum juga bervariasi antara satu spesies dengan
spesies lainnya. Temperatur berngaruh terhadap kommunitas fitoplankton. Fitoplankton
memerlukan temperatur lebih tinggi untuk pertumbuhan optimalnya dapa kultur
daripada di alam bebas. Temperatur juga erak kaitan dengan salinitas. Salinitas
cendrung naik pada temperatur tinggi (musim panas), penguapan besar. Sel-sel spesies
alga daerah tropik lebih berornamentasi disamping karena beradaptasi dengan habitat
perairan yang bersalinitas tinggi, juga mereka hidup pada temperatur air yang lebih
panas.
4. Suksesi Spesies Fitoplankton
Merupakan perubahan spesies fitoplankton di dalam sebauh habitat perairan.
Berhubungan erat dengan faktor fisika, faktor kimia dan faktor biologi.
a. Faktor Fisika (temperatur)
Telah diurai secara ringkas pada pembahasan terdahulu.
b. Faktor Kimia
Lebih banyak berhubungan dengan faktor nutrisi. Alga sebagaimana dengan tumbuhan
tingkat tinggi membutuhkan makronutrien dan mikronutrien.
Crusial makronutrien meliputi Oksigen (O), Karbon (C), Nitrogen (N), fosfor
(P), dan Silikon (Si) (untuk group alga/dinophyta tertentu). Oksigen berasal dari air dan
karbon berasal dari CO2. Perbandingan oksigen dengan karbondioksida adalah 1 : 1
ketika produk fotosyntesis adalah gula, tetapi menjadi 1 : 4 jika produk fotosyntesis
adalah protein dan/atau lemak. Nitrogen tersedia dalam empat bentuk berbeda: N2 dapat
difiksasi oleh alga hijau biru, NO3- paling melimpah di laut, NO2- sedikit memerlukan
energi untuk pengolahannya baru bisa dimanfaatkan, dan NH 4+ (sama halnya dengan
NO2- ). Fosfor tersedia dalam bentuk yang paling utama adalah phosphate (PO4),
keberadaannya bergantung pada musim dan kedalaman. Silikon, tersedia dalam bentuk
SiO4- (silicate). Ketersediaan elemen ini juga dipengaruhi oleh musim dan kedalaman.
Mikro (minor)-nutrien meliputi Fe, Mn, Mg, Cu, Zn, Mo, termasuk vitamin
misalnya B1, dan B12. Setidaknya fitoplankton memerlukan 10 jenis nutrien.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Group alga
Diatom berkoloni kecil
Crysophyta
Dinoflagellata musim panas
Crysophyta musim gugur
Diatom musim gugur
Memerlukan
B12
Thiamin dan biotin
B12
Thiamin dan biotin
B12
Mengeluarkan
Thiamin dan biotin
B12
Thiamin dan biotin
B12
Thiamin dan biotin
dihindari lagi. Oleh karena itu apa yang dikenal dengan red tide sekarang ini telah
banyak dilaporkan terjadi dimana-mana diseluruh dunia.
c. Faktor Biologi
Suksesi fitoplankton berhubungan dengan faktor biologi lebih bersifat perubahan bentuk
Adaptasi terhadap lingkungan biologisnya. 1) Simbion, satu dinoflagellata dapat
mengubah statusnya dari heterotrop ke autotrop jika bersimbisosis dengan group alga
lainnya yang berklorogil. 2) Parasitisme, misalnya spesies Copepod hanya memakan
spesies alga tertentu (makan secara selektif). 3) Niche hyperspace dan r dan K
strategi. Keduanya merupakan faktor penting dalam menentukan komposisi
kommunitas fitoplankton. Spesies r, biasanya kecil-kecil, tumbuh sangat cepat dan
sangat effesien dalam hal nutrien. Spesies K, sebaliknya besar-besar, pertumbuhannya
sangat lambat tapi cukup effesien dalam hal energi dan cahaya.
d. Adaptasi Cahaya
Dapat dengan jelas dilihat dari warna makroalga (seaweed). Dikenal tiga bentuk
adaptasi cahaya oleh kommunitas alga: 1) Adapatasi Chromatic, speseies berbeda
berdasarkan responnya terhadap perbedaan warna cahaya. Hijau Coklat Merah. 2)
Pigmen larut dalam air, sebagai tambahan adaptasi chromatic. Cahaya hijau
menyebabkan lebih banyak pigmen warna merah, sebaliknya cahaya merah
menyebabkan lebih banyak pigmen berwarna biru. 3) Melipatgandakan pigmen sama,
misalnya alga jari manusia mati (Death man fingger algae) berwarna hitam karena
menyerap semua jenis cahaya untuk dapat bertahan hidup pada kedalaman yang sangat
limit dengan qualitas dan quantitas cahaya.
5. Reproduksi
Pengetahuan tentang reproduski alga masih belum lengkap dan sebagian besar
terfokus terbatas pada tiga divisio yaitu Rhodophyta, Phaeophyta dan Chlorophyta.
Lainnya sangat terbatas pada spesies tertentu, genus dan family.
Reproduksi aseksual umumnya terjadi pada konsisi baik/menguntungkan untuk
pertumbuhan dan seksual umumnya terjadi pada kondisi lingkungan kurang
menguntungkan. Model reproduksi seksual seperi ini bertolak belakang dengan seperti
yang terjadi pada organisme lain, khususnya manusia.
a. Aseksual
Dapat terjadi dengan banyak cara. Bentuk reproduksi aseksaul paling sederhana
adalah pembelahan biner seperti yang terjadi pada Euglena. Bentuk pembelahan yang
sedikit lebih kompleks dari sekedar pembelahan dari satu individu menjadi dua individu
baru (biner) adalah yang dialami oleh umumnya diatom. Perpisahan dua teka diatom
karena pembelahan diikuti dengan pembentukan dinding sel baru pada masing-masing
teka yang lepas. Dengan cara ini, sel baru yang menerima dinding sel yang lebih kecil
akan menjadi lebih kecil dari induknya. Jika ukuran sel terkecil sudah tercapai, sel
tersebut berhenti melakukan pembelahan dan cendrung mengadakan perkawinan
(reproduksi seksual) untuk mencapai ukuran sel normal kembali seperti induknya.
Pembelahan (reproduksi aseksual) diatom dapat berlangsung lebih dari 5 tahun.
Bentuk lain dari reproduksi aseksual alga adalah fragmentasi sederhana seperti
yang terjadi pada filamentous alga. Misalnya spesies Cyanophyta, Oscilatoria. Posisi
dimana fragmentasi akan terjadi ditandai oleh sebuah sel mati. Perpisahan kedua bagian
filamen yang dibatasi oleh sel mati tersebut menghasilkan filamen yang lebih pendek.
Pada spesies lain, memodifikasi sel somatisnya dengan penebalan dinding sel yang
kemudian berubah bentuk dan fungsi sebagai resting spores yang dapat tetap hidup
dan dalam kondisi dorman bahkan sampai sel-sel somatis lainnya telah mati.
Spora aseksual terdiri dari dua: 1) Mitospora, senantiasa terbentuk melalui
proses mitosis, 2) meiospora, terjadi melalui meiosis dan merupakan salah satu tahap
reproduski seksual (akan dibahas lebih luas).
Mitospora, karena dihasilkan oleh satu induk, maka satu sama lain termasuk
dengan induknya adalah sama secara genetik. Populasi yang terbentuk dengan genetik
sama kemudian disebut Clone. Sel khusus yang menghasilkan mitospora disebut
sporangia. Mitospora yang dapat bergerak bebas disebut zoospora dan yang sebaliknya
disebut aplonospora. Jumlah spora yang terbentuk tergantung spesiesnya, tetapi
biasanya 16 sampai 64 spora, yang sebagian besar berbentuk seperti buah pear atau
jambu dan/atau bulat. Mitospora yang bergerak mempunyai flagella 2 atau 4 atau
banyak juga tergantung spesiesnya. Pergerakan dan periode aktifnya dipengaruhi oleh
cahaya. Setelah periode aktifnya habis, mereka mengendap dan menetap di dasar
habitatnya (kolam, atau kultur dsb) dan flagellanya hilang yang kemudian diikuti
dengan pembelahan sel dan berkembang menjadi talus baru.
b. Seksual
Perkembangbiakan secara seksual bertanggung jawab terhadap variasi individu
didalam sebuah populasi. Semua individu dalam populasi berbeda genetiknya termasuk
dengan induknya. Generasi seksual cendrung lebih adaptif terhadap kondisi
lingkungannya dibanding dengan generasi aseksual.
Reproduksi seksual diketahui sebagai peleburan gamet (setiap adalah gamet
haploid). Sebuah sel yang terbentuk dari hasil peleburan gamet adalah zigot yang
diploid (2n kromomosom). Dengan pembelahan sel, zigot berkembang menjadi
organisme diploid yang disebut generasi sporofit". Pada generasi sporofit inilah
kemudian dihasilkan meiospora haploid (n kromosom) melalui meiosis. Meiosis terjadi
pada sel yang berbeda dengan pada siklus seksual yang kemudian disebut meiocytes,
(meiosit).
Seperti halnya mitospora, meiospora juga ada yang bergerak (mobil) dan ada
yang tidak bisa bergerak (immobil). Baik yang bergerak maupun yang tidak akan
berkecambah jika kondisi lingkungan menguntungkan (sesuai) yang kemudian
berkembang menjadi individu baru yang disebut generasi gametofit. Gametofit
memproduksi sel-sel seksual (gamet) pada sel gametangia. Pada sebauh dametangia
dapat terbentuk 16 sampai 32 sel secara mitosis. Pada alga uniseluller, seperti alga hijau
bergerak, Chlamidomonas, sel-sel tersebut adalah secara nyata seperti sel-sel vegetatif
(induknya), tetapi relatif lebih kecil. Demikian juga dengan yang terjadi pada beberapa
filamentous alga (alga benang), mislanya Ulothrix. Sebuah sel vegetatif dapat
menghasilkan 8 sampai 64 sel-sel berflagella, yang terbentuk pada sporangium. Ketika
8 sel sudah terbentuk, mereka beraksi sebagai spora yang bergerak (zoospora) yang
berkecambah langsung menjadi individu baru yang haploid pada tubuh gametofitnya.
Akan tetapi ketika jumlahnya semakin banyak, mereka cendrung berkelakuan seperti
gamet yang kemudian bersatu/bergabung sepasang-sepasang membentuk sel-sel diploid
(zigot).
Gamet-gamet Chlamidomonas dan Ulothrix, adalah sama persis antara satu
dengan lainnya maka disebut isogamet. Peleburan isogamet disebut isogamy. Oleh
karena itu Chlamidomonas dan Ulothrix disebut organisme isogamous. Pada spesies
lain, gamet-gamet berbeda ukurannya, yang satu lebih kecil dari yang lainnya. Gamet
seperti ini disebut anisogamet (heterogamet), yang peleburannya disebut anisogamy
atau heterogamy. Spesies penghasil anisogamet kemudian disebut anisogamous. Spesies
yang menghasilkan gamet yang bukan saja berbeda ukurannya tetapi juga berbeda
derajat/tingkat pergerakannya dan dihasilkan oleh gametangium yang berbega juga. Selsel gamet yang banyak, kecil dan bergerak (sperma) diproduksi pada tipe gametangium
yang disebut antheridium. Selanjutnya, sel-sel gamet yang jumlahnya terbatas, lebih
besar dan tidak bergerak (telur) diproduksi pada oogonium. Peristiwa bersatunya gamet
seperti ini disebut oogamy yang dijumpai pada makroalga misalnya: Laminaria, Fucus
dan Polysiphonia. Berbeda lagi dengan reproduksi seksualnya Spirogyra.
Perkembangbiakan seksual Spirogyra diawali oleh persinggungan antara dua dinding
sel filamen yang berdekatan. Pelekatan dua dinding dilanjutkan dengan bersatunya isi
sel ke salah satu sel. Hasil peleburan isi sel tersebut adalah zygospora. Zygospora
selanjutnya akan berkecambah dan berkembang menjadi individu baru. Kedua
Spirogyra induk, baik yang menerima maupun yang memberi isi sel secara langsung
juga melakukan reproduksi aseksual melalui fragmentasi sel.
a). Meiosis: (1) Pengurangan inti pembelahan (perubahan dari diploid (2n) menjadi
haploid (n) atau dua copy materi genetik menjadi satu copy. (2) Khromosom: (a).
Disortir kembali, (b) diseleksi secrara rendom, (c) Persilangan dapat terjadi, (d)
Keduanya mempunyai kombinasi baru untuk karakteristik genetik (genotypes), (e)
Mungking mengarah ke kombinasi baru daripada karakteristik fisik (phenotypes), (f)
Mungkin mempengaruhi ketahanan organisme-seleksi alam. (3) Mulai dengan satu sel,
berakhir dengan empat sel: (a) Sel-sel induk: diploid (2n), dua copy materi genetik
identik dengan sel-sel lain di dalam tubuh, (b) Sel-sel baru (anakan): Haploid (n) yang
mungkin mengandung kombinasi genetik baru, dan berbeda dari sel induk, serta tidak
semua sama b). Reproduksi mirip/sama dengan reproduksi hewan
c). Reproduksi mirip/sama dengan reproduksi tumbuhan
6. Klasifikasi
Sebagian besar berdasarkan warna (figmen fotosintetik), materi cadangan dan
flagella dinding sel.
Alga merupakan group tumbuhan yang sangat heterogen. Satu yang paling
mendasar perbedaan antara group alga adalah struktur khloroplasnya. Alga hijau dan
merah mempunyai plastida sederhana dengan dua membran luar sementara group lain
alga mempunyai plastida komplek dengan tiga atau lebih membran penghubung.
a. Divisi Bacillariophyta (diatom)
Lebih mudah dikenal dengan Diatom (bahasa Greeck, di = dua; tom = potong).
Diatom berwarna coklat keemasan karena banyak mengandung senyawa fucoxanthin
(Raven et al., 1992). Bacillaria (bacil = batangan), telah dibicarakan sejak tahun 1786.
Divisio Bacillariophyta, kelas Bacillariophyceae terdiri dari dua ordo, lima subordo, 21
family (Simonsen, 1979; Ross, 1982) dan 5500 sampai 10.000 spesies (Hostetter dan
Stoemer, 1971). Simetri sel diatom anggota ordo centrales dan fennales dapat dilihat
pada Gambar 1 di bawah ini.
Ordo centrales
Ordo pennales
Gambar 1. Perbandingan simetri valve sel diatom ordo centrales dan pennales
Diatom termasuk organisme eukaryot sejati. Setiap sel diatom telah secara nyata
memiliki nukleus, thylakoid band, girdle thylakoid, kloroplas dengan dua membran dan
juga endoplasmik retikulum (ER).
Kedua ordo yang dimaksud adalah centrales dan fennales. Ordo centrales terdiri
dari satu subordo, Discineae dan satu family, Coscinodisceae. Contoh-contohnya adalah
Melosira, Cyclotella, Stephanodiscus, Skeletonema, Thalassiosira, Rhizosolenia, dsb.
Ordo fennales memiliki 4 subordo yaitu Araphidineae, Raphidineae,
Monoraphidineae dan Birophidineae. Subordo Araphidineae salah satu familynya yang
paling terkenal adalah Fragillariaceae dengan contoh-contohnya adalah Fragillaria,
Synedra, Tabellaria, Asterionella dan Diatoma. Subordo Raphidineae, family
Eunatiaceae dengan wakil-wakilnya adalah Eunatia dan Peronia. Subordo
Monoraphidineae, family Acnanthaceae dengan contoh-contohnya Coconeis dan
Acnanthes. Subordo Birophidineae dengan 4 family populernya adalah 1) Family
Naviculaceae dengan contoh-contoh Navicula, Cyrosigma, Cymbella, Comphoneria dan
Amphora; 2) Family Epithemiaceae, contohnya Epithemia dan Rhophalodia; 3) Family
Nizschiaceae, contohnya Nitzschia, Hantzschia dan Pseudo-nitzschia; 4) Family
Surriellaceae, contohnya Suriella, Camplylodis dan Cymatopleu.
Ordo Fennales bukan saja berbeda bentuk selnya dengan ordo Centrales, tetapi
juga berbeda gamet reproduksinya. Sel sperma dan sel telur diatom ordo Centrales
memiliki ukuran yang sama besar (isogamet). Sebaliknya dengan gamet (sel sperma dan
sel telur) untuk diatom ordo Fennnales sedikit berbeda ukurannya (anisogamet), sel
sperma lebih kecil dibanding sel telur. Seksual reproduksi kedua ordo diatom ini terjadi
bila ukuran terkecil selnya telah tercapai terutama sebagai akibat dari pembelahan
vegetatif. Pertumbuhan diatom paling tidak satu kali pembelahan setiap hari. Pada
beberapa spesies dapat membelah sampai 5 kali sehari.
10
11
Kelas Prasionphyceae dari divisio Euglenophyta mempunyai bintik mata (eye spot)
sebagai sensor fotosyntesis. Bintik mata terletak pada posisi bagian kepala dengan
warna coklat sampai merah.
12
infrared (IR). Air bersifat melepaskan cahaya panjang gelombang merah. Warna kolom
air banyak ditentukan oleh qualitas air itu sendiri. Sedangkan alga melepaskan cahaya
panjang gelombang hijau. Ini dapat dimengerti karena sebagian besar alga mempunyai
klorofil a.
d. Ringkasan Divisi Alga
1). Divisi Chrysophyta
Memiliki klorofil a, b, c dan karotenoid termasuk fucoxanthin. Cadangan
makanannya berupa karbohidrat chrysolaminarin. Tidak berdinding sel atau terdiri dari
sellulose dengan sisik silika. Ada sekitar 6650 spesies yang masih hidup.
a. Klas Chrysophyceae (alga keemasan), sebagian besar merupakan organisme
bersel tunggal. Meliputi sekitar 500 spesies.
b. Klas Xanthophyceae (alga hijau kuning), umumnya bersel tunggal, tak bergerak,
dan berklorofil a dan c, tetapi tidak memiliki fucoxabthin. Ada sekitar 550
spesies.
c. Klas Bacillariophyceae (diatom), group Chrysophyta yang berscangkang
(bershell) silika dobel. Diatom berklorofil a dan c serta memiliki fucoxanthin.
Yang masih hidup sekitar 5600 spesies. Sejumlah lebih besar lagi telah punah.
2). Divisi Pyrrophyta (Dinoflagellata)
Dikenal juga dengan divisio Dinophyta. Group alga ini memiliki klorofil a dan c
dan karotenoid. Cadangan makanannya berupa zat tepung (amilum). Berdinding sel
yang terdiri dari selllulosa. Meliputi lebih dari 1100 spesies yang sebagian besar
berflagella dua.
3). Divisi Euglenophyta
Sekitar sepertiga dari 40 genus yang diperkirakan memiliki kloroplast, dengan
klorofil a dan c dan karotenoid. Sisanya bersifat heterotropik dan besar kemungkinan
merupakan anggota dari phylum Zoomastigina. Cadangan makanan mereka berupa
paramylon (karbohidrat tak seperti biasanya). Biasanya mereka memiliki satu flagellum
dan sebuah kontraktil vakuola. Ada lebih dari 800 spesies yang sebagian besar hidup
pada air tawar.
4). Divisi Rhodophyta (alga merah)
Utamanya adalah alga laut dan berklorofil a dan phycobilin. Karbohidrat
cadangan makannya adalah zat tepung (amilum). Dinding selnya tersusun atas sellulosa
dan kalsium karbonat. Meliputi lebih dari 4000 spesies.
5). Divisi Phaeophyta (alga coklat)
Alga ini bersel banyak (multiselluler), berklorofil a dan c dan berfucoxanthin.
Karbohidrat cadangan makannya berupa laminarin, berinding sel sellulosa dan asam
alginat dalam matrik dinding selnya. Sebagian besar alga coklat merupakan anggota
dari ordo Laminariales. Ada sekitar 1500 spesies.
13
14
warna air menjadi merah, biru, coklat dan sebagainya (populer disebut sebagai red
tides). Kejadian seperti ini banyak sekali dilaporkan terjadi di pantai utara India, barat
daya Afrika, California selatan, Texas, Florida, Peru dan Jepang. Faktor pemicu
terjadinya blooms tersebut adalah dialaminya hari panjang pada musim panas (summer),
suhu atau temperatur, air masuk dari daratan, pendangkalan, eutropikasi, tingginya
konsentrasi nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3) dan phosphor dalam bentuk phosphat
(PO4).
Red tides umumnya disebabkan oleh species Gymnodinium atau Gonyaulax.
Keduanya mampu menghasilkan racun yang larut dalam air dan berpotensi
mempengaruhi sistem syaraf hewan dan manusia. Racunnya 10 kali lebih efektif dari
sianida. Sepanjang periode tahun 1947 diperkirakan 500 juta ikan mati di perairan
Florida.
Akhir-akhirnya ini, keadaan blooms alga di beberapa tempat di belahan bumi
telah diadopsi sebagai pertunjukan untuk touris (pariwisata). Karena dalam kondisi
seperti itu sudah tentu banyak spesies berbahaya (beracun) yang muncul maka cukup
mengganggu aktivitas wisata lainnya seperti berenang.
2). Penghasil gas dan uap air
Selanjutnya dalam aktivitas fotosintesis mereka menghasilkan gas oksigen (O 2)
dan air (H2O) dalam bentuk uap air. Oksigen yang dihasilkan selanjutnya sangat penting
untuk pembentukan air dan atmosfere bumi. Kedua jenis produk sampingan ini
mempunyai arti yang sangat penting bagi atmosfere bumi. Perubahan iklim secara
global dilaporkan disuport oleh aktivitas alga, misalnya dengan produksi O 2nya yang
kemudian membentuk awan.
Fitoplankton laut juga merupakan penyerap utama gas karbon dioksida (CO2)
atmosfere (Harder et al., 1995). Harder (1996) lebih lanjut juga menyimpulkan, bahwa
lautan mempunyai peranan kunci dalam kaitannya dengan panas global (global
warming).
3). Biologi kontrol
Khususnya diatom merupakan indikator tingkat polusi lingkungan perairan
semenjak ditemukan pertumbuhannya terhambat karena polusi (Vinyard, 1979). Dengan
kata lain, diatom umumnya dipergunakan sebagai indikator biologi untuk memonitor
kualitas air.
4). Simbion
Telah umum dikenal, bahwa beberapa sepesies alga tertentu mempunyai
kemampuan untuk hidup berdampingan bersama dengan organisme lain. Misalnya
Zooxantellae dengan hewan karang, Annabaena dan cyanophyceae lainnya dengan
Azolla, dan beberapa jenis lainnya dengan jamur. Simbiosis alga tertentu dengan jamur
menghasilkan bentuk baru yang lebih dikenal dengan likenes. Dalam bentuk likenes,
kedua organisme yang hidup bersama-sama saling menguntungkan satu sama lainnya
dan masing-masing organisme menjadi lebih tahan misalnya terhadap situasi
kekeringan.
15
16
17
5). Forensik
Tergantung seberapa banyak diatom tumbuh pada mayat, dapat diketahui telah
berapa lama seseorang terbunuh.
6). Architec
Ide untuk membuat design bangunan yang lebih kuat dan kokoh telah banyak
diadopsi dari struktur silika sel diatom.
c. Kandungan gizi
1). Protein
Sprirulina (alga hijau) mengandung protein tambahan sangan baik dan banyak
(72 % berat keringnya). Kandungan protein sebesar ini sebanding dengan 10 ton per
acre (1 acre sama dengan 4.050 m2) Spirulina. Dengan demikian kandungan protein
Spirulina jauh lebih besar dengan hanya 0.16 ton untuk gandum atau sapi per satuan
luas yang sama (satu acre). Spirulina telah dikenal sebagai pakan ayam yang sangat
baik.
2). Vitamin
Alga kaya dengan berbagai vitamin seperti vitamin A, D, B, B12, E, riboflavin,
niacin, asam pantothenic dan asam folic (asam folat).
8. Sisi Negatif Keberadaan Alga
Racun adalah salah satu bentuk produk sekunder aktivitas fitoplankton. Ada
beberapa jenis racun, DSP, PSP dan ASP (Domoic acid). ASP (amnesic shellfish
poisoning) juga dikenal dengan nama DAP (domoic acid poisoning) dihasilkan oleh
genus Pseudo-nitzschia. DSP (diarrhetic shellfish poisoning) dan PSP (paraletic
shellfish poisoning) adalah dua type keracunan shellfish. DSPdihasilkan dinflagellata
dan PSP diproduksi oleh diatom. Satu lagi type racun yang dihasilkan oleh
dinoflagellata adalah Ciguatera.
Mikro-flora (fitoplankton) mempunyai peranan yang sangat besar, sebagai dasar
utama jaring-jaring makanan pada ekosistem perairan (Harder et al., 1995). Namun
dibalik itu, sejak beberapa puluh tahun lalu telah banyak dilaporkan kasus-kasus akibat
negatif dari kehadiran mikro-flora ini. Misalnya, ikan mati masal sampai ratusan ton
terjadi di Jepang, Kanada, Amerika, Inggris dan New Zealand dilaporkan disebabkan
oleh mikro-flora. Belum lagi kasus keracunan sampai meninggalnya sejumlah orang di
beberapa negara maju (Kanada, Amerika Serikat, Jepang, Inggris dsb), adalah juga
karena mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi racun organisme ini.
Pada skala global mendekati 2000 kasus keracunan manusia (15 % berakibat
fatal) karena makan ikan dan shellfish dilaporkan setiap tahun (Hallegraeff, 1999).
Kasus pertama keracunan manusia karena memakan shellfish (kerang) terkontaminasi
racun alga terjadi pada tahun 1793 di British Columbia (Hallegraeff, 1999). Kasus PSP
yang terjadi di Indonesia dilaporkan oleh Adnan (1984). Kasus serupa dilaporkan terjadi
di Ambon pada tahun 1992 dengan tiga orang anak meninggal dan 33 sakit setelah
memakan shellfish (Ngurah et al., 1995). Suku Indian lokal menganggap suatu yang
tabu mengkonsumsi kerang ketika air laut menjadi bioluminescent akibat bloomingnya
18
dinoflegellata (Hallegraeff, 1999).Pada awal tahun 1993 terjadi 180 kasus sakit karena
NSP terjadi di New Zaeland, menyebabkan hilangnya $NZ 4,5 juta ditambah
menurunnya permintaan domestik shellfish sampai 25 % (Hallegreaff, 1999). Kasus
keracunan microcystin jenis racun yang dihasilkan oleh cyanobacteria, Microcystis
aeruginosa terjadi di Armidle NSW Australia pada tahun 1981 karena jeleknya
perlakuan pengolahan air minum (Falconer, 1999).
Kejadian-kejadian pahit ini telah mendorong banyak ilmuan mencurahkan
perhatiannya untuk meneliti mulai dari identifikasi spesies yang berbahaya dan beracun,
sampai kepada pola kemunculannya serta rantai efek keracunannya.
Dalam banyak laporan hasil penelitian, beberapa jenis mikro-flora dapat
membahayakan kehidupan organisme lain dengan tiga cara utama yaitu kontak fisik,
efek kimiawi, dan persaingan.
a. Kontak Fisik
Kontak fisik dengan jenis tertentu dapat mengakibatkan luka (terjadinya
pendarahan) terutama organ insang karena tertusuk duri (chaeta) dari diatom genus
Bactriastrum dan Chaetoceros. Diatom ini dapat sampai ke insang karena terbawa oleh
aliran masuknya air selama pernafasan. Dalam kondisi blooming, dimana konsentrasi
sel lebih pekat, maka semakin besar efek melukainya.
b. Kontak Kimiawi
Efek negatif secara kimiawi terjadi karena racun sebagai produk sekunder
aktivitas fisiologis mikro-flora (fitoplankton). Kelompok mikro-flora yang
menghasilkan racun adalah genus Nitzschia, Pseudo-nitzschia, Dinophysis, Gonyaulax,
Microcystis, Peridinium dan Prorocentrum sangat mematikan sifatnya. Hallegraeff
(1999), menyimpulkan paling kurang 40 dari 300 spesies mikro-flora laut adalah
penghasil racun yang terakumulasi pada ikan dan kerang-kerangan, dan zat racun yang
dihasilkan dapat berupa, senyawa alkaloid, polyester sampai asam amino dan peptida.
Genus Pseudo-nitzschia menghasilkan racun yang disebut asam domoic (domoic acid)
Horner et al., (1997) dan Bates et al., (1998), yang juga dikenal dengan ASP (Horner et
al., 1997). Domoic acid mulai diproduksi pada fase stationer dan berlangsung sampai
beberapa hari (Dauglas et al., 1997). Microcystis aeruginosa menghasilkan microcystin
yang dapat menyebabkan kerusakan hati (Falconer, 1999).
Keracunan mikro-flora meliputi PSP (paralytic shellfish poisoning), DSP
(Diarrhetic shellfish poisoning), NSP (neurotoxic shellfish poisoning), ASP (amnesic
shellfish poisoning), dan CFP (ciguatera fish poisoning). Hallegraeff (1999)
menyimpulkan PSP terjadi karena memakan bivalvia shellfish atau ikan pemakan
plankton, DSP, ASP dan NSP karena memakan shellfish, dan CFP karena memakan ikan
kerang tropika. PSP dan DSP adalah dua tife keracunan shellfish dihasilkan oleh mikroflora kelompok dinoflagellata (Wang et al., (1993) dan Fritz et al., (1992). Fenomena
pertama DSP didokumentasikan di Jepang (Fritz et al., 1992). Racun ini menyebabkan
sakit serius dan kematian manusia di Kanada pada tahun 1987 (Bates et al., 1998).
Dinoflagellata yang bertanggung jawab terhadap DSP adalah Dinophysis fortii
(Jepang), D. acuminata (Eropah), D. acuta dan D. norvegica (Scandinavia), D. mitra,
19
20
21
Bates, S.S., D.L. Garrison, and R.A. Horner, 1998, Bloom Dynamics and Physiology of
Domoic-Acid Producing Pseudo-nitzschia Species, In: The Physiological Ecology of
Harmful Algal Blooms, D.M. Anderson, A.D. Cembella and G.M. Hallegraeff (Editors),
NATO-ASI Series Vol. G.41, Springer-Verlag, Heidelberg, pp. 267-292.
Battarbee, R.W., D.F. Charles, S.S. Dixit, dan I. Renberg, 1999, In: E.F. Stoermer dan J.P. Smol
(Editors), The Diatoms: Aplications for the Environmental and Earth Sciences,
Cambridge University Press.
Belcher, J.H., and E.M.F. Swale, 1976, A Beginners Guide to Freshwater Algae, Institude of
Terrestrial Ecology Natural Environmental Research Council, Cambridge, London.
Chapman, V.J., 1970, Seaweeds and Their Uses, Methuen and Co.
Clayton, M.N., and King, R.J. (Editors), 1990, Biology of Marine Plants, (2nd edition),
Longman Cheshire, Pty. Ltd., Australia.
Cox, Eileen, J., 1996, Identification of Freshwater Diatoms from Live Material, Chapman and
Hall, London, Weinheim, New York, Tokyo, Melbourne, Madras.
Douglas, D.J., E.R. Kenchington, C.J. Bird, R. Pocklington, B. Bradford, and W. Silvert, 1997,
Accumulation of Domoic Acid by the Sea Scallop (Placopecten magellanicus) Fed
Cultured Cells of Toxic Pseudo-nitzschia multiseries, Canadian Journal of Fisheries
Aquatic Science, 54: 907-913.
Falconer, I.A., 1999, Cyanobacterial Tozins in dringking water: Health and safety Aspects,
Microbiology Australia: Official Journal of the Australian Society for Microbiology Inc.,
20(2): 6-7.
Fritz, L., M.A. Quilliam, J.L.G. Wright, A.M. Beale, and T.M. Work, 1992, An Outbreak of
Domoic Acid Poisoning Attributed to the Pinnate Diatom Pseudo-nitszchia australis,
Journal of Phycology, 28: 439-442.
Fuhrer, B., Christianson, I.G., Clayton, M.N., and Alexancer, B.M., 1981, Seaweeds of
Australia, Reed Pty Ltd., Sydney.
Hallegraeff, G.M., 1999, Algal Toxins off Our Coast, Microbiology Australia: Official Journal
of the Australian Society for Microbiology Inc., 20(2): 6-7.
Hallegraeff, G., Anderson, D.M., and Cembella, A.D., (Editors), 1995, Manual on Harmful
Marine Microalgae, IOC-UNESCO Manuals and Guides.
Harder, D.P., R.C. Worrest, H.D. Kumar, and R.C. Smith, 1995, Effects of Increased Solar
Ultraviolet Radiation on Aquatic Ecosystems, Ambio, 24(3): 174-180.
Harris, G.P., 1986, Phytoplankton Ecology, Structure, Function and Fluctuation, Chapman
and Hall Ltd., London, New York.
Horner, R.A., D.L. Garrison, and F.G. Plumley, 1997, Harmful Algal Blooms and Red Tide
Problems on the U.S. West Coast, Limnology and Oceanography, 42(5, part 2): 10761088.
Jan Stevenson, R., Bothwell, M.L, and Lowe, R.L., 1996, Algal Ecology Freshwater Benthic
Ecosystems, Academic Press.
Japa, L., 2000, Seasonal Succession of Phytoplankton Communities in Lombok Indonesian
Coastal Waters, with Emphasis on Species of the Diatom Genera Pseudo-nitzshia and
Thalassiosira, Thesis Program Master, Universitas Tasmania.
Landesberg, J.H., G.H. Balazs, K.A. Steidinger, D.G. Baden, T.M. Work, D.J. Russell, 1999,
The Potential Role of Natural Tumor Promouters in Marine Turtle Fibropapillomatosis,
Journal of Aquatic Animal Health, 11: 199-210.
Lassus, P., Arzul, G., E. Erard, Gentien, P., and Marcaillou, C., (Editors), 1995, Harmful
Marine Algal Blooms: Proceedings of the Sixth International Conference on Toxic
Marine Phytoplankton, October 1993, Nantes, France, Technique & DocumentationLavoisier, Intercept Ltd. New York.
22
Lebour, M.V., 1930, The Planktonic Diatoms of Northern Seas, Adlard and Son, Limited,
London.
Lee, R.E., 1999, Phycology (3rd edition, in press), Cambridge University Press.
Mason, C.F., 1991, Biology of Freshwater Pollution, 2nd Edition Essex: Longman Group (FE)
Ltd.
Medlin, L.K., and Priddle, J., 1990, Polar Marine Diatoms, British Antarctic Survey,
Cambrodge, London.
Meksumpun, S., S. Montani, K. Ichimi, K. Tada, S. Yoshimatsu, and T. Okaichi, 1995,
Relationships between the Biochemical Composition and the Environmental Conditions
of Gymnodinium sp. Red Tide in the Seto Inland Sea, In: Harmful Marine Algal Blooms:
Proceedings of the Sixth International Conference on Toxic Marine Phytoplankton,
October 1993, Nantes, France, P. Lassus, G. Arzul, E. Erard, P. Gentien, and C.
Marcaillou (Editors), Technique & Documentation-Lavoisier, Intercept Ltd, New York.
Michael, P., 1984, Ecology Methods for Field and Laboratory Investigations, Tata McGraw-Hill
Publ. Co. Ltd., Toronto.
Ngurah, N. W., T. Sidabutar, K. Matsuoka, T. Ochi, M. Kodama, and Y. Fukuyo, 1995, Notes on
the Occurrence of Pyrodinium in Eastern Indonesian Waters, In: Abstracts of Seventh
International Conference on Toxic Phytoplankton July 12-16, 1995, Sendai, Japan.
Pentecost, A., 1984, Introduction to Freshwater Algae, The Richmond Publishing Co. Ltd,
England.
Queguiner, R., and P. Treguer, 1984, Studies on the Phytoplankton in the Bay of Brest (Western
Europe). Seasonal Variations in Composition, Biomass and Production in Relation to
Hydrological and Chemical Features (1981-1982), Botanica Marina, 27: 449-459.
Raven, P.H., R.F. Evert dan S.E. Eichhorn, 1992, Biology of Plants, 5 th eddition, Worth
Publishers Inc., USA.
Reguera, B., J. Marino, M.J. Campos, I. Bravo, S. Fraga, and A. Carbonell, 1993, Trends in the
Occurrence of Dinophysis spp. in Galician Waters, In: Toxic Phytoplankton Blooms in the
Sea, Proceedings of the Fifth International Conference on Toxic Marine Phytoplankton,
Newport, Rhode Island, U.S.A., 28 October-1 November 1991, Smayda, T.J., and Y.
Shimizu (Editors), Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam.
Reynolds, C.S., 1984, The Ecology of Freshwater Phytoplankton, Cambridge University Press,
Cambridge, UK.
Riegman, R., A. Rowe, A.A.M. Noordeloos, and G.C. Cadee, 1993, Evidence for
Eutrophication Induced Phaeocystis sp. Blooms in the Marsdiep Area (the Netherlands),
In: Toxic Phytoplankton Blooms in the Sea, Proceedings of the Fifth International
Conference on Toxic Marine Phytoplankton, Newport, Rhode Island, U.S.A., 28 October1 November 1991, Smayda, T.J., and Y. Shimizu (Editors), Elsevier Science Publishers
B.V., Amsterdam.
Round, F.E., R.M. Crawford, dan H. Simola, 1990, The Diatom: Biology and Morphology of
the Genera, Cambriage University Press, Cambridge, UK.
Smayda, T.J., and Shimizu, Y., (Editors), 1993, Toxic Phytoplankton Blooms in the Sea,
Proceedings of the Fifth International Conference on Toxic Marine Phytoplankton,
Newport, Rhode Island, U.S.A., 28 October 1 November 1991, Elsevier Science
Publisher B.V., Amsterdam.
Stoermer, E.F. dan J.P. Smol (Editors), 1999, The Diatoms: Applications for the Environmental
and Earth Sciences, Cambride University Press, United Kingdom.
Taylor, F.J.R. (Editor), 1987, The Biology of Dinoflagellates, Botanical Monographs, Blackwell
Scientific Publications.
Tomas, C.R. (Editor), 1996, Identifying Marine Diatoms and Dinoflagellates, Academic Press.
23
Van den Hoek, C. Mann, D.G., and Jahns, H.M., 1995, Algae: An Introduction to Phycology,
Cambridge University Press.
Vinyard, W.C., 1979, Diatoms of North America, Mad River Press, Inc., California.
Wang, R., L. Maranda, P.E. Hargraves, and Y. Shimizu, 1993, Chemical Variation of Nitzschia
pungens as Demonstrated by the Co-occurrence of Domoic Acid and Bacillariolides, In:
Toxic Phytoplankton Blooms in the Sea, Proceedings of the Fifth International
Conference on Toxic Marine Phytoplankton, Newport, Rhode Island, U.S.A., 28 October1 November 1991, Smayda, T.J., and Y. Shimizu (Editors), Elsevier Science Publishers
B.V., Amsterdam.
Wetzel, R.G., 1983, Limnology, 2nd Edition, New York, NY: CBS College Publishing.
Womersley, H.B.S., 1984, The Marine Benthic Flora of Southern Australia. Pt.1. Clorophyta,
Government Printer, Adelaide.
Womersley, H.B.S., 1987, The Marine Benthic Flora of Southern Australia. Pt.2. Phaeophyta,
Government Printer, Adelaide.
Womersley, H.B.S., 1994, The Marine Benthic Flora of Southern Australia. Pt.3A.
Rhodophyta (Bangiophyceae and Florideophyceae), Government Printer, Adelaide.
Womersley, H.B.S., 1996, The Marine Benthic Flora of Southern Australia. Pt.3B.
Rhodophyta (Gracilariales, Rhodymeniales, Corallinales, Bonnemaisoniales),
Government Printer, Adelaide.
24
1. Tingkat klasifikasi
A. Filogeni
a). Taxonomy modern
b). Cladogram
c). Indikasi hubungan evolusi
2. Sejarah klasifikasi tumbuhan
A. Theophrastus
a). Murid Plato
b). Klasifikasi berdasarkan morphologi daun
c). 600 species tumbuhan
d). 400 sebelum meshi
B. Dioscorides
a). 600 species tumbuhan
b). 100 setelah meshi
c). Klasifikasi hanya tanaman obat-obatan
d). Bertahan selama 1500 tahun
C. Herbalist
a). Klasifikasi berdasarkan dioscorides
b). Kerjasama antara lagenda dan dongeng
c). Menghasilkan dokrin outobiographi
D. Linnaeus
a). 7300 species tumbuhan
b). Tahun 1723
c). Klasifikasi tumbuhan secara profesional (digaji melakukannya)
d). Pergi ke lapangan dan mengidentifikasi banyak tumbuhan baru
e). Sistem penamaan binomial
f). Klasifikasi berdasarkan
(a). Bagian jantan bunga (primer)
(b). Bagian betina bunga (sekunder)
(c). Bagian-bagian lainnya (tersier)
3. Lima kerajaan (kingdom) tumbuhan
A. Monera
a). Bakteri
b). Organella tidak bermenbran
(a). Nukleus
(b). Ribosom
(c). dan lain-lain
B. Protoctista (Protista)
C. Fungi (Jamur)
D. Plantae (Tumbuhan)
a). Klorophil
(b). Hijau
b). Berdinding sel
25
26
27
A. Karakteristik
a). Prokaryot
(a). Organel-organelnya (mitokondria, khloroplast, nukleus dan
lain-lain) tidak mempunyai membran
b). Biasanya uniseluler
(a). Sederhana
(b). Kecuali cyanobakteri
c). Reproduksi
(a). Dengan fissi atau budding
(b). Beberapa perubahan daripada material genetik
d). Kecil
(a). Sebagian besar 1-5 mm
(b). Beberapa cyanobakteri lebih besar dari 3 mm (1000 kali lebih
besar daripada kebanyakan bakteri)
B. Lingkungan
a). Daratan: tanah, salju, sedimen, dan lapangan es di pegunungan tinggi
(glaciers)
b). Air
(a) Air tawar (kali, danau, es, streams (air mengalir deras))
(b) Air bergaram (samudera, estuaries (muara), marshes (payau))
c). Dalam organisme
(a) Tumbuhan (bintil akar, penyakit)
(b) Binatang (usus, penyakit)
(c) Fungi (mengarah ke antibiotik0
d). Lingkungan ekstrem
(a). Batu kuning kolam sulfur/belarang
(b). Di dalam batu (batu dalam di barat-selatan Pacific, organisme
endolithik di Antarctica)
(c). Tengah palung samudera (sebagai produser primer untuk
ekosistem-ekosistem ini)
C. Ekologi
a). Peranan ekologis
(a). Autotrophik (membuat sendiri makanannya melalui
photosynthesis dan atau chemosynthesis)
(c) Heterotrophik (memakan organisme lainnya melalui
dekomposisi, penyakit, hubungan symbiotik (saling makan
dan fiksasi nitrogen))
b). Hasil metabolisme
(a). Lebih berbagi-bagi daripada semua gabungan Eukaryote
(b). Senyawa organik sederhana (organik standar dekomposisi,
penyakit)
(c). Senyawa organik komplek (PCB-polychlorinated benzene
dan Chlordane)
(d). Senyawa anorganik (batu-batuan)
c). Siklus nutrisi
28
29