Anda di halaman 1dari 24

BAB I

STATUS PASIEN

I.IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. Sulaiman Ali

Jenis Kelamin

: laki -laki

Umur

: 41 tahun

Status

: Menikah

Suku

: Aceh

Agama

: Islam

Alamat

: Peudawa

Pekerjaan

: Nelayan

No.CM

:1035467

Tanggal masuk

:11 agustus 2014

Tanggal Keluar

:13 agustus 2014

II. ANAMNESIS PASIEN


Keluhan Utama

: Nyeri tengkuk

Keluhan Tambahan

: nafsu makan menurun, berat badan menurun, mual, pusing,


sakit kepala, lemas, kulit terasa gatal-gatal.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri tengkuk yang dirasakan lebih kurang 1 bulan
yang lalu dan memberat sebelum pasien masuk ke rumah sakit. Nyeri tengkuk yang dirasakan
menjalar hingga ke tangan kiri seperti perasaan kebas-kebas.
Pasien juga mengeluhkan nafsu makan nya berkurang hingga ia merasa badannya
lemas, dan berat badan turun hingga 10 kg hingga pasien tampak semakin kurus.kemudian
pasien juga merasakan mual, pusing, sakit kepala, dan kulit terasa gatal-gatal.
Pasien juga mengaku pernah dicuci darah dan menggunakan insulin untuk diabetes.
Cuci darah terakhir kali dilakukan pasien pada pertengahan bulan tujuh tahun 2014 di
Malaysia.
1

Riwayat Penyakit Dahulu

: Hipertensi dan Diabetes millitus

Riwayat Penyakit Keluarga

: Disangkal

Riwayat Pemakaian Obat

: Insulin dan Obat anti hipertensi

III. STATUS PRESENT


Keadaan Umum

: Lemah

Anemia

: (+)

Kesadaran

: Compos Mentis

Sianosis

: (-)

Vital Sign

Dipsnoe

: (-)

Tekanan Darah

: 160/90 mmHg

Edema

: (-)

Nadi

: 90 x/menit

Ikterus

: (-)

Frekuensi Napas

: 20 x/menit

Temperatur

: 36,3 C

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Kepala
Mata

: Refleks Cahaya (+/+), pupil : bulat, sentral, isokor


Konjungtiva palpebra Inf anemis (+/+), Sklera Ikterik
: sekret (-), perdarahan (-), tanda radang (-)
: sekret (-), perdarahan (-), napas cuping hidung (-)
: tampak pucat dan kering
: beslag (-), tremor (-), papil lidah atrofi (-)
: Tonsil dalam dalam batas normal, faring hiperemis (-)

Telinga
Hidung
Bibir
Lidah
Tenggorokan
2. Leher
Pembesaran KGB
: (-)
Kelenjar Tyroid
: Tidak Teraba pembesaran
Tekanan Vena Jugularis : (-)
3. Axilla
: Pembesaran KGB axilla (-)
4. Toraks Depan
Inspeksi
Simetris (-), Retraksi (-)
Palpasi
Stem Fremitus
Lap. Paru Atas
Lap. Paru Tengah

Paru kanan = paru kiri


Paru kanan = paru kiri

Lap. paru Bawah

Paru kanan = paru kiri

Perkusi
Paru Kanan

Paru Kiri

Lap. Paru Atas

sonor

sonor

Lap. Paru Tengah

sonor

sonor

Lap. paru Bawah

sonor

sonor

Auskultasi
Suara Nafas Pokok

Paru Kanan

Paru Kiri

Lap. Paru Atas

Vesikular

Vesikular

Lap. Paru Tengah

Vesikular

Vesikular

Lap. paru Bawah

Vesikuler

Vesikuler

Suara Tambahan

Paru Kanan

Paru Kiri

Lap. Paru Atas

Rh (-), Wh (-)

Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru Tengah

Rh (-), Wh (-)

Rh (-), Wh (-)

Lap. paru Bawah

Rh (-), Wh (-)

Rh (-), Wh (-)

5. Toraks Belakang
Inspeksi
Simetris (+), Retraksi (-)

Palpasi
Stem Fremitus
Lap. Paru Atas

Paru kanan = paru kiri

Lap. Paru Tengah

Paru kanan = paru kiri

Lap. paru Bawah

Paru kanan = paru kiri

Perkusi
Paru Kanan

Paru Kiri

Lap. Paru Atas

sonor

sonor

Lap. Paru Tengah

sonor

sonor

Lap. paru Bawah

sonor

Sonor

Auskultasi
Suara Nafas Pokok

Paru Kanan

Paru Kiri

Lap. Paru Atas

Vesikular

Vesikular

Lap. Paru Tengah

Vesikular

Vesikular

Lap. paru Bawah

Vesikuler

Vesikuler

Suara Tambahan

Paru Kanan

Paru Kiri

Lap. Paru Atas

Rh (-), Wh (-)

Rh (-), Wh (-)

Lap. Paru Tengah

Rh (-), Wh (-)

Rh (-), Wh (-)

Lap. paru Bawah

Rh (-), Wh (-)

Rh (-), Wh (-)

6. Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas-batas jantung
Atas : ICS III
Kanan : Linea Para Sternalis Dextra
Kiri

Auskultasi

: 2 cm Medial Linea Mid Klavikularis Sinistra

: MI >M2 A2 >A1
P2 > P1 A2 >P2

7. Abdomen
Inspeksi

: Simetris (+), distensi (-)

Palpasi

: Nyeri tekan di ulu hati

Perkusi

Hepar

: Tidak Teraba pembesaran

Lien dan ginjal

: Tidak Teraba Pembesaran

: Tympani (+)
4

Auskultasi : Peristaltik (+)


8. Eksrtemitas Superior
9. Eksrtemitas Inferior

: Edema (-), Sianosis (-), Clubbing (-)


: Edema (-), Sianosis (-), Clubbing (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hitung Jenis
LED
Hematokrit
Bilirubin Total
Bilurubin direct
SGOT
SGPT
Alkali Fosfarase
Protein Total
Albumin
Globulin
Ureum Darah
Creatinin Darah
Uric Acid Darah
Cholesterol Total
KGDN
KGD 2 PP
KGD S

12 AGUSTUS 2014
7,0 gr/dl
6400 mm/3
176
27,7 %
+++
354,7 mg/dl
14,35 mg/dl
243 mg/dl

VI. RESUME
Seorang laki-laki 41 tahun datang ke rumah sakir umum IDI dengan keluhan nyeri
tengkuk yang dirasakan lebih kurang 1 bulan yang lalu dan memberat sebelum pasien masuk
ke rumah sakit. Nyeri tengkuk yang dirasakan menjalar hingga ke tangan kiri seperti perasaan
kebas-kebas.
Pasien juga mengeluhkan nafsu makan nya berkurang hingga ia merasa badannya
lemas, dan berat badan turun hingga 10 kg hingga pasien tampak semakin kurus.kemudian
pasien juga merasakan mual, pusing, sakit kepala, dan kulit terasa gatal-gatal.
5

Pasien juga mengaku pernah dicuci darah dan menggunakan insulin untuk diabetes.
Cuci darah terakhir kali dilakukan pasien pada pertengahan bulan tujuh tahun 2014 di
Malaysia.
Dari vital sign didapatkan tekanan darah 160/90 mmHg dan dari pemeriksaan visik
pada conjungtiva palpebra inferior anemis. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium
didapatkan hb 7,0 gr/dl, protein total +3, kreatinin 14,35 mg/dl, ureum 354,7 mg/dl, KGDs
243 mg/dl dan CCT 4,4 ml/menit.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Chronic kidney disease ec nefropati diabeticum


Chronic kidney disease ec hipertensi nefropati
Chronic kidney disease ec glomerulo nefritis kronik
Chronic kidney disease ecpenyakit ginjal obstruktif infeksi

VIII. DIAGNOSIS SEMENTARA

Chronic kidney disease ec nefropati diabeticum + DM tipe 2 + Hipertensi Stage 2

IX. PENATALAKSANAAN
Planing Terapi

Diet ginjal 750 kkal, 100 gram protein


Bedrest total
IVFD RL 20 gt/I
Inj Ranitidin 50 mg/8jam IV
Captropil 12,5 mg 2x1 tab
Amlodipin 50 mg 1x1 tab
Glimepirid 2 mg 1x1 tab
Balance cairan 0

Planing monitoring

Pemeriksaan darah lengkap


KGDs

Planing edukasi

Menjelaskan secara detail tentang penyakit yang di derita pasien


Memberi penjelasan kepada pasien bahwa pasien harus dilakukan hemodialisis
6

Memberi penjelasan bahwa obat harus di minum secara teratur


Meberi penjelasan tentang Konsumsi makanan Bergizi
Memberi penjelsan untuk menjaga kebersihan dan hygine diri

FOLLOW UP HARIAN PASIEN ( Tn. Sulaiman Ali 41 tahun)


Tanggal
12/08/2014

S
O
Kebas-kebas, susah Sens : compos mentis

A
Chronic

Px:

tidur, selera makan TD : 160/90 mmhg

kidney

Ureum, kreatinin,

meningkat,

disease ec urinalisa,

saat HR : 87 x/i

BAK sakit, perih RR :22 x/i


diulu hati.

nefropati

T :36,5 0C

ginjal

USG
saluran

kemih.

P/F

Th /
Diet ginjal
IVFD RL

Abdomen : nyeri
tekan di bagian perut.

10

gtt/i
Inj. Ranitidine

KGDs : 243 mg/dl

amp /12 jam


Inj ondasetron
amp/8 jam
Captropil 25 mg
2x1
Amlodipin

25

mg 2x1
Glimepirid 2 mg
1x1
Alprazolam
13/080201

Sakit ulu hati, kaki Sens : compos mentis


7

Chronic

0,25 mg 1x1
Planning : Pasien

terasa

berdenyut- TD : 160/90 mmhg

kidney

dirujuk

ke

denyut sampai ke HR : 76 x/i

disease ec Lhokseumawe

lutut, susah tidur, RR :22 x/i

nefropati

sakit

bahu

pada

T :36,5 0C

dilakukan

hemodialisis

bagian kanan, BAK P/F


saat berkemih,

untuk

RS

Th /

Abdomen :

nyeri

tekan di bagian perut


Hasil lab
Ureum : 354,7 mg/dl
Kreatinin:14,35mg/dl
KGDs

:168 mg/dl

Diet ginjal
IVFD RL

10

gtt/i
Inj. Ranitidine
amp /12 jam
Inj ondasetron
amp/8 jam
Captropil 25 mg
2x1
Amlodipin

25

mg 2x1
Glimepirid 2 mg
1x1
Alprazolam
0,25 mg 1x1

BAB II
PENDAHULUAN

2.1 latar belakang


Ginjal memiliki fungsi yang penting bagi tubuh yaitu membersihkan tubuh dari
bahan-bahan sisa hasil pencernaan atau yang di produksi oleh metabolisme dengan cara
mengekskresikannya kedalam urine, sementara zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh
dikembalikan lagi kedalam darah. Selain itu, ginjal juga memiliki fungsi utama yang tidak
kalah pentingnya yaitu untuk mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh. Produk sisa
metabolism yang dibuang oleh ginjal antara lain urea (dari metabolism asam amino),
kreatinin (dari keratin otot), asam urata (dari asam nukleat), produk akhir pemecahan
hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolic sebagai hormon. Ginjal juga membuang
sebagian toksin dan zat asing lainnya.1
Gagal ginjal adalah suatu kondisi dimana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya
secara normal. Pada kondisi normal, pertama-tama darah akan masuk ke glomerulus dan
mengalami penyaringan melalui pembuluh darah halus yang disebut kapiler. Di glomerulus,
zat-zat sisa metabolisme yang sudah tidak terpakai dan beberapa yang masih terpakai serta
cairan akan melewati membrane kapiler, sedangkan untuk sel darah merah, protein dan zatzat yang berukuran besar akan tetap tertahan didalam darah. Filtrate (hasil penyaringan) akan
terkumpul dibagian ginjal yang disebut kapsula bowmen. Selanjutnya, filtrate akan diproses
didalam tubulus ginjal. Pada tubulus ginjal, air dan zat-zat yang masih berguna yang
terkandung dalam filtrate akan diserap lagi dan akan terjadi penambahan zat-zat sampah
metabolism lain kedalam filtrate, hasil akhir dari proses ini adalah urin.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)


3.1.1 Definisi 1.2.3.4
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat
(biasanya berlangsung beberapa tahun). Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak masa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit
parenkim ginjal difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik.
Kriteria gagal ginjal kronik :

Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
structural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG) dengan manifestasi :
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau

urin, atau kelainan tes pencitraan (imaging tests)


Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.

3.1.2 Epidemiologi 6.7


The

National

Health

and

Nutrition

Examination

Survey

(NHANES

III)

memperkirakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronik pada orang dewasa di amerika
serikat 11% (19,2 juta), 3,3% (5,9 juta), sudah tahap 1; 3% (5,3 juta), telah tahap 2; 4,3% (7,6
juta) sudah stadium 3; 0,2% (400.000) memiliki stadium 4; dan 0,2% (300.000) memiliki
tahap 5.
Selanjutnya, prevalensi penyakit ginjal kroniktahap 1-4 meningkat dan 10% tahun
1988-1994 menjadi 13,1% pada tahun 1999-2004 peningkatan ini sebagian disebabkan oleh
peningkatan prevalensi diabetes dan hipertensi, 2 penyebab paling umum dari penyakit ginjal
kronis. Survey perhimpunan nefrologi Indonesia menunjukkan, 12,5% dari populasi
mengalami penurunan fungsi ginjal. Secara kasar itu berarti lebih dari 25 juta penduduk.
Diseluruh dunia tahun 2005, ada 1,1 juta orang menjadi dialisis kronik.
10

Tingkat insiden ginjal stadium terakhir (ESRD) telah meningkat terus internasional
sejak tahun 1989. Amerika serikat memiliki tingkat insiden ESRD, diikuti oleh jepang.
Jepang memiliki prevalensi tertinggi perjuta penduduk, dengan amerika serikat menggambil
tempat kedua.
3.1.3 Etiologi 3.4.6
Berdasarkan data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesia Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak, yaitu
glomerulonefritis (25%), diabetes mellitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%).
Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya
tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologitertentu pada
glomerulu.
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan menjadi primer
dan sekunder. Glomerulonefritis primer bila penyakit dasarnya berasal dari ginjal itu
sendiri, sedangkan glomerulonefritis sekunder bila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik (LES),
myeloma multiple atau amiloidosis. Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin
tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan urin rutin atau
keluhan ringan atau keadaan darurat medic yang harus memerlukan terapi pengganti
ginjal.
Diabetes mellitus
Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes
melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan
adanya perubahan minum yang jadi lebih banyak , buang air kecil lebih sering
ataupun berat badan menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa
diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar
glukosa darahnya.
Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi di bagi menjadi 2 yaitu hipertensi esensial atau
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder atau
yang disebut juga hipertensi renal
Ginjal polikistik
11

Polikistik berarti banyak kista. Kista itu sendiri adalah suatu rongga berdinding epitel
dan berisi cairan atau material semisolid. Pada keadaan ini ditemukannya banyak
kista-kista yang tersebar pada kedua ginjal, baik di korteks maupun di medulla. Selain
oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau
penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetic yang paling sering
ditemukan.
3.1.4 Faktor resiko 3.4.5
Factor resiko terjadinya gagal ginjal kronis adalah :

Orang tanpa factor resiko ginjal sebaiknya orang yang sudah berumur >40 tahun

memeriksakan fungsi ginjalnya secara keseluruhan.


Orang yang beresiko tinggi
Penderita hipertensi, diabetes mellitus, riwayat gagal ginjal, batu saluran kemih
berulang, obesitas, kolestrol tinggi dan merokok adalah orang yang perlu

mewaspadai kemungkinan terkena penyakit ginjal kronik


Berat badan lahir rendah
Bayi yang berat lahirnya <2.300 gram beresiko menderita penyakit ginjal kronik

pada suatu masa.


Pendidikan rendah
Ada kecendrungan atau resiko lebih tinggi mengalami gangguan ginjal pada orang

berpendidikan rendah, terutama menyangkut gaya hidup yang kurang sehat.


Pendapatan rendah
Orang yang berpenghasilan rendah rentan mengalami infeksi. Penyebabnya
karena mereka tidak mengkonsumsi makanan sehat.

3.1.5 Klasifikasi 3.6


Klasifikasi gagal ginjal kronik didasarkan atas 2 hal yaitu atau dasar derajat (stage)
penyakit dan atasa dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas
dasar LFG, yang dihitung dengan menggunakan rumus Cockeroft-Gault sebagai beikut :
(140-umur) x berat badan *)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
LFG (ml/mnt/1,73 m2) =
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit

12

Derajat

Penjalasan

LFG (ml/mnt/1,73 m2)

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

90

Kerusakan ginjal dengan LFG

ringan

60-89

Kerusakan ginjal dengan LFG

sedang

30-59

Kerusakan ginjal dengan LFG

berat

15-29

Gagal ginjal

< 15 atau dialysis

Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi


Penyakit
Penyakit ginjal diabetes
Penyakit ginjal non diabetes

Tipe mayor (contoh)


Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit glomerulus (penyakit autoimun, infeksi sistemik,
obat, neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi,mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracxunan obat)

Penyakit pada transplantasi

Penyakit kistik (ginjal polikistik)


Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu :
Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal
Selama stadium ini, kreatinin serum dan kadar BUN normal, penderita asimptomatik.
Gangguan ginjal hanya dapat diketahui dengan tes pemekatankemih dan tes GFR yang
teliti.
Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal
Pada stadium ini dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. GFR
besarnya 25% dari normal. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari
normal. Gejala nokturia atau berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat
dari kegagalan pemekatan) mulai timbul.
Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir
13

Sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau rusak atau hanya sekitar 200.000 nefron
saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal. Kreatinin serum dan
BUN akan meningkat dengan mencolok. Gejala-gejala karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu oliguria karena
kegagalan glomerulus, sindrom uremik.
3.1.6 Patofisiologi

3.5.6

Phatogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan : (1) merupakan
mekanisme pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang mendasari kerusakan selanjutnya
seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulonefritis atau pajanan zat toksin
pada penyakit tubulus ginjal dan interstitium, (2) merupakan mekanisme kerusakan progresif,
ditandai adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang tersisa.
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara structural dan
fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi kompensatori akibat hiperfiltrasi adaptif
diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas penurunan fungsi nefron. Beberapa hal juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Pada stadium paling dini dari penyakit gagal ginjal kronik terjadi terjadi kehilangan
daya cadang ginjal pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau bahkan meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif,
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
60% pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai dari terjadi keluhan
pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang, dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah, anemia dan sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi saluran
14

kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan cairan seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius dan pasien memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialysis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan samapai pada stadium gagal ginjal.

3.1.7 Pendekatan Diagnostik 2.3.6


Gambaran klinis
Gambaran klinis pasien gagala ginjal kronik meliputi :
Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi dan lain sebagainya.
Syndrome uremia, yang terdiri dari lemak, latergi, anoreksia,

mual,

muntah,nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic


frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
Gambaran laboratoris
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatininserum, dan
penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockorf-Gault. Kadar
kreatinin serum saja tidak bias dipergunakanuntuk memperkirakan fungsi ginjal.
Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
asam urat, hiper atau hipokalemia, hipokalesemia,, dan asidosis metabolik.
Kelainan urinalisa meliputi proteinuri, hematuria, leukosuria, isostenuria.
Gambaran radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
Foto polos abdomen, bias tampak batu radio opak.
Piolografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bias melewati
fliter glomerulus, disamping terjadinya kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik
oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
Piolografi antegrad dilakukan sesuai dengan indikasi.
Ultrasonografi ginjal bias memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista dan massa.
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal
15

Biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal
yang masih mendekati normal, dimana diagnosis non inasif tidak bias ditegakkan.
Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,
prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsy ginjal indikasi dan
kontra indakasi dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil,
ginjal polipstik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan
darah, gagal nafas dan obesitas.

3.1.8 Penatalaksanaan 3.4.6


Penatalaksanaa penyakit ginjal kronik meliputi :

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya


Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal kronik sesuai dengan
derajatnya, dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan derajatnya

Derajat
1

LFG
(ml/mnt/1,73m2)
90

Rencana tatalaksanaan
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil

2
3
4
5

60-89
30-59
15-29
<15

risiko kardiovaskuler
Menghambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya


Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal
yang masih normal secara ultrasonografi, biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal
dapat menetukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah
16

menurun sampai 20-30% normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak
bermamfaat.
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed
factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Factor-faktor komorbid ini antara lain,
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius,
obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
Menghambat perburukan fungsi ginjal
Factor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Ada 2 cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini, yaitu :
Pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein ini mulai dilakukan pada LFG
60 ml/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu
dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari dan jumlah kalori yang diberikan
sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan pemantauan teratur terhadap status nutrisi
pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan.
Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh
tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, sehingga
dapat mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut uremia. Dengan
demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom
uremik. Selain itu, asupan protein yang berlebih juga akan mengakibatkan perubahan
hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus
(intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas perburukan
fungsi ginjal.
Terap farmakologis
Terapi ini digunakan untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Saat ini diketahui
secara luas bahwa proteinuria merupakan factor resiko terjadinya perburukan fungsi
ginjal.
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan terapi dan terapi penyakit kardiovaskuler
adalah pengendalian diabetes, pengendalian anemia dan terapi terhadap kelebihan cairan
dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi
terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.
Terapi pengganti ginjal
1. Dialysis
a. Hemodialisis
Indikasi hemodialisi adalah :
17

LFG <5 ml/menit


Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
Serum kreatinin >6 mEq/L
Ureum darah > 200 mg/Dl
Ph darah <7,1
Anuria berkepanjangan (>5 hari)
Fluid overload
b. Dialysis Peritoneal (DP)
DP intermiten (DP)
DP mandiri berkesinambungan (DPMB)
2. Transplantasi (HD)
a. TG donor hidup (TGDH)
b. TG donor jenazah
3.1.9 Komplikasi 5.8.9
Komplikasi penyakit ginjal kronik
Deraja

Penjelasan

LFG

t
1
2

Kerusakan ginjal dengan LFG normal


Kerusakan
ginjal
dengan
dengan

(ml/mnt)
90
60-89

penurunan LFG ringan


Penurunan LFG sedang

30-59

Penurunan LFG berat

15-29

Gagal ginjal

<15

komplikasi

Tekanan darah

Hiperfosfatemia
Hipokalcemia
Anemia
Hiperparatiroid
Hipertensi
Hiperhomosistinemia
Malnutrisi
Asidosis metabolic
Cendrung
Hiperkalemia
Dislipidemia
Gagal jantung
Uremia

a. Anemia pada penyakit ginjal kronik


Anemia terjadi pada 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada
penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh desifiensi eritripoetin. Hal-hal lain
yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah
(misal, perdarahan saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat
18

terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh susbtansi
uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat
kadar hemoglobin 10 g% atau hematokrit 30%, meliputi evaluasi terhadap status
besi (kadar besi serum/ serum iron, kapasitas ikat besi total / Total iron binding
capacity, ferritin

serum),

mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit,

kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya.


Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, disamping
penyebab lain bila ditemukan pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang
dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi harus selalu mendapat perhatian,
karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfusipada
penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan
pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan perburukan fungsi ginjal.
Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.
b. Asites pada Gagal Ginjal Terminal
Penderita gagal ginjal terminal (GGT) dengan hemodialisis (HD) kronik dapat
berkembang menjadi asites. Asites yang terjadi sampai sekarang masih merupakan
komplikasi dan problem penting, oleh karena prognosisnya jelek. Penyebab dari
berbagai penelitian yang sudah ada tidak diketahui, tetapi apapun penyebabnya
sepertiga dari penderita biasanya meninggal 1 tahun setelah terdiagnosa sebagai asites
nefrogenik.
Penyebab asites pada penderita GGT dengan HD kronik sering dihubungkan
dengan penyakit hepar kronik, gagal jantung kongestif, peritonitis, tuberculosis
peritoneum, perikarditis konstriktiva dan hiperparatiroid. Bila ternyata dalam evaluasi
tidak didapatkan faktor lain yang menyebabkan asites pada penderita disebut asites
nefrogenik.
Insiden asites pada penderita GGT dengan HD kronik tidak diketahui dengan
pasti. Penelitian Wang F dkk di Chicago, mendapatkan 8 penderita asiter dari 60
penderita GGT dengan HD kronik selama 4 tahun. Gabriel dkk,selama 7 tahun
penelitian

mendapatkan 6 penderita asites dari 197 penderita GGT dengan HD

kronik. Pathogenesis asites ini tidak diketahui dengan pasti, sehingga terapi yang
diberikan tidak bias maksimal dan hasilnya kurang memuaskan.

19

Secara garis besar pembentukan asites dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal
maupun sistemik. Adapun faktor lokal yang berperan adalah aliran darah sinusoid dan
system kapiler pembuluh darah usus. Sedangkan faktor sistemik adalah faktor yang
bertanggung jawab pada system kardiovaskular dan ginjal yang menyebabkan retensi
natrium dan air (akibat aktivasi rennin-angiotensin-aldosteron).
Pathogenesis asites pada penderita GGT dengan HD sampai sekarang masih
belum diketahui dengan pasti. Hal penting yang menyokong terbentuknya asites pada
GGT dengan HD adalah sebagai berikut :

Kelebihan cairan jangka panjang yang disertai dengan kongesti hepar sehingga

akan meningkatkan tekanan hidrostatik hepatica.


Perubahan permeabilitas membrane peritoneum.
Gangguan resorbsi kelenjar limfe peritoneum.
Hal-hal lain, seperti hipoalbumin, hiperparatiroid sekunder, gagal jantung
kongestif, perikarditis konstriktif, pancreatitis, sirosis hepatis dengan
hipertensi porta.
Akumulasi cairan asites terjadi mungkin oleh banyak factor, yaitu peningkatan

tekanan kapiler hidrostatik oleh karena kelebihan cairan dan penurunan tekanan
onkotik oleh karena hipoalbumin bersama dengan gangguan permeabilitas peritoneum
oleh karena peritoneal dialisis sebelumnya.
Perbandingan

konsentrasi

albumin

serum

dengan

albumin

asites

mencerminkan gangguan tekanan hidrostatik dan ini dapat memperkirakan penyebab


dari asites. Hasil perbandingan < 1,1 penyebab asites biasanya peritonitis, keganasan,
pancreatitis, sindrom nefrotik, sedangkan jika hasil perbandingan > 1,1 kemungkinan
terjadi peningkatan tekanan hidrostatik dan biasanya penyebabnya adalah sirosis
hepatis dan gagal jantung kongestif.

3.1.10 Prognosis
Faktor prognosis yang mempengaruhi meliputi komplikasi penyakit seperti anemia,
asidosis metabolic, hiperkalemia, tekanan darah yang cenderung tidak normal, edema, edema
paru, fluktuasi berat badan dan penyakit dasar batu ginjal, glomerulonefritik, hipertensi,
diabetes mellitus dan penyakit dasar lainnya. Faktor umur, jenis kelamin dan frekuensi

20

hemodialisa juga perlu dipertimbangkan sebagai sebab kematian, maka perlu diselidiki factor
yang mempengaruhi dan hubungan antar faktor kematian.

BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosa pasien ditegakkan berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa pasien, awalnya hanya di dapatkan tanda dan gejala
dari penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yaitu berupa adanya nyeri tengkuk yang
21

menjalar ke tangan kira seperti perasaan kebas-kebas, kemudian nafsu makan menurun, berat
badan menurun, mual, pusing, sakit kepala, lemas, kulit terasa gatal-gatal dan adanya riwayat
penggunaan insulin dan obat hipertensi. Kemudian setelah di gali lagi baru di ketahui
bahwasanya pasien mengaku telah 2 kali cuci darah dalam 1 minggu (hanya 2 kali), muka
sembab, sesak saat istirahat dan saat beraktifitas, sakit diseluruh bagian perut dan muka
tampak pucat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada mata sclera ikterik dan konjungtiva
palpera inferior anemis. Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan anemia dengan hb 7,0
g/dl, ureum 354,7 mg/dl, kreatinin 14,35 mg/dl, dan glukosa urin +2, urobilinigen 0,2 eu/dl,
dan protein urin +3 yang terdapat pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
Pasien ini digiagnosis penyakit ginjal stage 5 karan pasien memerlukan terapi
hemodialisis yang dilakukan pasien 2 kali. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini
yaitu berupa menurunkan tekanan darah dan control kadar gula darah.

BAB IV
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak masa
nefron ginjal. Hal ini disebabkan glomerulonefritis, diabetes mellitus,hipertensi dan ginjal
22

polikistik. Factor resikon terjadinya gangguan ginjal kronik dapat berupa penderita hipertensi,
diabetes mellitus, riwayat gagal ginjal, batu saluran kemih berulang, dan kolestrol tinggi.
Gambaran klinis pasien gagala ginjal kronik meliputi :
Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi dan lain sebagainya.
Syndrome uremia, yang terdiri dari lemak, latergi, anoreksia,

mual,

muntah,nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic


frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
Terapi pengganti ginjal
1. Dialysis
a. Hemodialisis
Indikasi hemodialisi adalah :
LFG <5 ml/menit
Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
Serum kreatinin >6 mEq/L
Ureum darah > 200 mg/Dl
b. Dialysis Peritoneal (DP)
DP intermiten (DP)
DP mandiri berkesinambungan (DPMB)
2. Transplantasi ginjal
c. TG donor hidup (TGDH)
d. TG donor jenazah
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton,A.C, dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta :
EGC.
2. William F. Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta : EGC.
3. Suwitra, K. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam , jilid II,edisi V, Jakarta : FKUI
4. Hoffbrand, A. V. Pettit, J, E, & Moss, P, A, H, 2005 Kapita Selekta Hematologi. Edisi
4. Jakarta : EGC.
5. Roesli, R. 2008. Hipertensi, diabetes dan gagal ginjal di Indonesia. Hipertensi dan
Ginjal. USU press Medan.
6. Price, Sylvia Anderson, Lorraine M, Wilson 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi VI. Volume 2. Jakarta : EGC
23

7. Suharto. 2005. Penerapan model PH Cox pada Studi pasien Gagal Ginjal Kronis
dalam

http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?=jiptunair-gdl-s2-2004-suharto-969-cox.

Diunduh tanggal 29-08-2014.


8. The National Health and Nutrition Exammination Survey (NHANA III) Diunduh
tanggal 29-08-2014 dari http://www.cdc.gov/nchs.htm.

24

Anda mungkin juga menyukai