Anda di halaman 1dari 9

Sistemik Lupus Eritematosus

Metta
10.2010.204
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email : mochichin@yahoo.com

Pendahuluan
Lupus
autoimun

Eritematosus
yang

Sistemik

ditandai

adanya

(SLE)

adalah

inflamasi

penyakit

tersebar

rematik

luas,

yang

mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh.1


Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimun
kronik

yang

ditandai

oleh

terbentuknya

antibodi-antibodi

terhadap

beberapa antigen diri yang berlainan.2 Penyakit ini berhubungan dengan


deposisi autoantibodi dan kompleks imun, sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan.1

Anamnesis
Pada penyakit SLE dalam kasus skenario 6, diketahui pasien dalam
keadaan

kesadaran

compos

mentis,

sehingga

dapat

dilakukan

autoanamnesis. Pada anamnesis hal yang pasti diajukan pertama kali


adalah mengenai identitas dari pasien. Setelah itu kita menanyakan
keluhan utama dari pasien tersebut. Pada skenario yang diberikan, pasien
datang dengan keluhan lemah, nyeri pada jari-jari kedua tangan, serta
kaku wajah pada pagi hari. Rambut pasien juga terasa banyak rontok, dan
wajahnya seringkali memerah bila sebenta saja terpapar sinar maahari.

Untuk memperkuat kemungkinan diagnosis terhadap penyakit


pasien, pertanyaan-pertanyaan yang dapat kita ajukan adalah antara
lain :

Sejak kapan keluhan pasien terjadi


Apakah ada keluhan penyerta lainnya
Apakah melakukan pekerjaan tertentu yang kemungkinan dapat

menyebabkan keluhan terjadi


Apakah ada anggota keluarganya yang mengalami hal yang sama

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pertama adalah pemeriksaan
tanda-tanda vital, yaitu, mengukur tekanan darah, menghitung frekuensi
denyut nadi dan pernafasan, dan mengukur suhu tubuh, dengan diketahui
tekanan darah pasien 110/70 mmHg, denyut nadi 82x/menit, frekuensi
nafas 18x/menit, dan suhu 37C.
Pemeriksaan fisik yang kedua adalah dengan melakukan inspeksi
dan palpasi. Dengan inspeksi, dokter dapat melihat kesadaran pasien
compos mentis dan pasien mengalami konjungtiva anemis, dan pada
leher tidak nampak kelenjar getah bening yang membesar. Lalu palpasi
dilakukan

dengan

menanyakan

meraba

apakah

ada

bagian
nyeri

yang

atau

dikeluhkan

tidak.

Status

pasien
lokalis

dan

pasien

menyatakan bahwa, pada manus dextra, phalanx proximal digiti II- IV,
terdapat nyeri gerak dan nyeri tekan, tapi oedem dan kalor negatif. Begitu
pula dengan manus sinistra.
Pemeriksaan Penunjang

Tes darah lengkap


Tes LED
Tes Antibodi Antinukear (ANA)
Antibodi antinuklear (ANA) dapat mengidentifikasi autoantibodi

terhadap DNA, histon, atau antigen nuklear yang dapat larut. Titer ANA
homogen juga merupakan indeks yang berguna untuk memantau
perkembangan LES. Jika pola pewarnaan tersebar lebih ke arah membran
2

nuklear, tempat DNA asli terkonsentrasi, pola ini disebut pola pewarnaan
perifer atau tepi dan biasanya merupakan aktifitas indeks LES yang dapat
diandalkan.3
Pemeriksaan rutin menunjukkan jumlah leukosit normal atau rendah
khususnya limfosit dan protein C-reaktif (C-reactive protein/CRP) yang
normal atau sedikit meningkat. Kedua pengukuran ini tinggi pada
vaskulitis sistemik. Laju endap darah dan kadar imunoglobulin meningkat.
Antibodi terhadap DNA rantai ganda (Double stranded DNA/ dsDNA)
ditemukan pada hampir 90% penderita penyakit aktif. Kadar komplemen
serum (terutama pada fraksi C3 dan C4) rendah, terutama pada lupus
nefritis. Didapatkan antibodi antifosfolipid serta antibodi terhadap antigen
nuklear yang bisa diekstraksi (Anti-Ro, Anti-La, Anti-Sm, Anti-RNP).4
Tingkat aktivitas penyakit ditentukan dengan titrasi dsDNA dan
kadar komplemen yang rendah serta peningkatan LED. Berkembangnya
infeksi bisa ditunjukkan oleh peningkatan leukosit dan CRP.4
Working Diagnosis
Sistemik Lupus Eritematosus
Diagnosis SLE, dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan
laboratorium. American College of Rheumatology (ACR), pada tahun 1982,
mengajukkan 11 kriteria untuk klasifikasi SLE, dimana bila didapatkan 4
kriteria, maka diagnosis SLE dapat ditegakkan. Kriteria tersebut adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Ruam malar
Ruam diskoid
Fotosensitifitas
Ulserasi di mulut atau nasofaring
Atritis
Serositis, yaitu pleuritis atau perikarditis
Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten>0,5 gr/hari, atau adalah

silinder sel
8. Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejag atau psikosis
9. Kelainan hematologik, yaitu anemia hemolitik, atau lekopenia atau
limfopenia atau trombositopenia

10.

Kelainan imunologik, yaitu sel LE positif atau anti DNA positif,

atau anti Sm positif atau tes serologik untuk sifilis yang positif palsu
11.
Antibodi antinuklear (ANA) positif.
12.

Kecurigaan akan penyakit SLE bila dijumpai 2 (dua) atau

lebih keterlibatan organ sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu


:
1. Jender wanita pada rentang usia reproduksi
2. Gejala konsitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan
penurunan berat badan
3. Muskuloskeletal: atritis, atralgia, miositis
4. Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rash), fotosensitivitas,
SLEi membrana mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura,
5.
6.
7.
8.
9.

urtikaria, vaskulitis.
Ginjal: hematuria, proteinuria, cetakan, sindroma nefrotik
Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen
Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal, SLEi parenkhim paru
Jamtung: perikarditis, endokarditis, miokarditis
Retikulo-endotel:
organomegali
(limfadenopati,
splenomegali,

hepatomegali
10.
Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia
11.
Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik,
mielitis transversa, neuropati kranial dan perifer.1
13.

Differential Diagnosis

14.

Reumatoid Atritis

15.

Atritis reumatoid (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis


yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan
penyambung yang biasanya mengalami kerusakan pertama kali
adalah membran sinovial, yang melapisi sendi. Pada RA, inflamasi
tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi di sekitarnya,
termasuk kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa. Akhirnya,
ligamen dan tendon mengalami inflamasi. Inflamasi ditandai oleh
akumulasi

sel

darah

putih,

aktivasi

komplemen,

fagositosis

ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis,


membran sinovial mengalami hipertrofi dan menebal sehingga
4

menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel


dan respons inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh
jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat
menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan
pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat
merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas.2
16.

Awitan RA ditandai oleh gejala umum inflamasi, berupa


demam, keletihan, nyeri tubuh, dan pembengkakan sendi. Nyeri
tekan sendi dan kekakuan sendi terjadi, mula-mula karena inflamasi
akut dan kemudian akibat pembentukan jaringan parut. Sendi
metakarpofalangeal dan pergelangan tangan biasanya adalah sendi
yang pertama kali terkena. Kekakuan terjadi lebih parah pada pagi
hari dan mengenai sendi secara bilateral. Dapat terjadi penurunan
rentang gerak, deformitas sendi, dan kontraksi otot. Nodulus
reumatoid ekstrasinovial terbentuk pada sekitar 20% individu yang
mengalami RA. Pembengkakan ini terdiri atas sel darah putih dan
debris sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan
tekanan. Nodulus biasanya terbentuk di jaringan subkutan di atas
siku dan jari tangan.2

17.

Penatalaksanaan pada kasus RA adalah sebagai berikut :

Sendi yang mengalami inflamasi diistirahatkan


Periode istirahat setiap hari
Kompres panas dan dingin bergantian
Pemberian suplemen minyak ikan (cod liver oil) sebagai NSAID-

sparing agents
Pemberian edukasi dan pendekatan multidisiplin pada penderita
Pembedahan dipertimbangkan bila: 1. Terdapat nyeri berat yang
berhubungan

dengan

kerusakan

sendi

yang

ekstensif,

2.

Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang

berat, 3. Ada ruptur tendon.


Pemberian obat anti-inflamasi
mengendalikan

nyeri,

non

glukokortikoid

steroid

(OAINS)

untuk

dosis

rendah

atau

intraartikular, dan DMARD.1,2


5

18.

Etiologi

19.

Etiologi SLE tidak diketahui, tapi melibatkan faktor lingkungan


dan genetik yang multiple.5 Faktor Genetik diduga berperanan
penting dalam predisposisi penyakit ini. Pada kasus SLE yang terjadi
secara sporadik tanpa identifikasi faktor genetik, berbagai faktor
lingkungan diduga terlibat atau belum diketahui faktor yang
bertanggung jawab.1

20.

Wanita lebih cenderung mengalami SLE dibandingkan pria


karena peran hormon seks. SLE dapat dicetuskan oleh stres, sering
berkaitan dengan kehamilan atau menyusui.2

21.

Patofisiologi
22.

Lupus

Eritematosus

Sistemik

(LES)

adalah

suatu

penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh terbentuknya antibodiantibodi terhadap beberapa antigen diri yang berlainan Antibodiantibodi tersebut biasanya adalah IgG atau IgM dan dapat bekerja
terhadap asam nukleat pada DNA atau RNA, protein jenjang
koagulasi, kulit, sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Kompleks antigen antibodi dapat mengendap di jaringan kapiler
sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III, kemudian terjadi
peradangan kronik.2
23.
24.

Gejala Klinis
Berikut ini adalah gejala konstitusional dari SLE, antara

lain:

Kelelahan
Penurunan berat badan
Demam
Lain-lain, seperti rambut rontok, hilang nafsu makan, pembesaran

kelenjar getah bening, bengkak, sakit kepala, mual dan muntah


Manifestasi muskuloskeletal nyeri otot (myalgia), nyeri sendi

(atralgia), atau atritis


Manifestasi kulit ruam kulit
6

Manifestasi paru radang intersisial parenkim paru (pneumonitis),


emboli paru, hipertensi pulmonum, pendarahan paru, atau shrinking

lung syndrome.
Manifestasi
kardiologis

endokardium, atau-pun pembuluh darah koroner


Manifestasi renal pada umumnya tidak tampak sebelum terjadi

kegagalan ginjal atau sindroma nefrotik


Manifestasi gastrointestinal tidak spesifik pada penderita LES

pada

perikardium,

miokardium,

karena dapat merupakan cerminan keterlibatan berbagai organ

pada penyakit ini ata sebagai akibat pengobatan


Manifestasi Neuropsikiatrik sulit ditegakkan karena gambaran

klinis yang begitu luas


Manifestasi Hemik-Limfatik

Limfadenopati

baik

menyeluruh

ataupun terlokalisir sering dijumpai pada penderita LES ini.


25.

Penatalaksanaan

26.

Penyuluhan

dan

intervensi

psikososial

sangat

penting

diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita SLE, terutama pada


penderita yang baru terdiagnosis. Hal ini dapat dicapai dengan
penyuluhan langsung kepada penderita atau dengan membentuk
kelompok

penderita

yang

bertemu

secara

berkala

untuk

membicarakan masalah penyakitnya.1


27.

Pada umumnya, penderita SLE mengalami fotosensitifitas,


sehingga penderita harus diingatkan untuk tidak terlalu banyak
terpapar oleh sinar matahari. Mereka dinasihatkan untuk selalu
menggunakan krem pelindung sinar matahari, baju lengan panjang,
topi atau payung, bila akan berjalan di siang hari.1

28.

Obat

anti

inflamasi

non

steroid

mungkin

cukup

untuk

mengurangi gejala pada sendi.x Obat anti-inflamasi termasuk aspirin


atau obat anti inflamasi non steroid lainnya digunakan untuk
mengobati demam dan atritis.2
29.

Kortikosteroid sistemik digunakan untuk mengobati atau

mencegah patologi ginjal dan susunan saraf pusat.2


7

30.

Obat anti inflamasi seperti metotrexate, dan obat

sitotoksik (azatioprin) digunakan jika steroid tidak efektif atau gejala


berat.2
31.

Obat antimalaria (misalnya hidroklorokuin) digunakan bila


yang mendominasi adalah penyakit kulit dan sendi. Pemberiannya
dapat menyebabkan opasitas pada lensa mata, yang secara klinis
tidak serius (menghilang apabila obat dihentikan), dan degenerasi
retina yang jarang timbul, namun irreversible. Gangguan pada kulit
bisa dibantu dengan preparat tabir surya dan steroid topikal.4

32.

Pengaturan kehamilan sangat penting pada penderita SLE,


terutama penderita dengan nefritis, atau penderita yang mendapat
obat-obat

yang

merupakan

kontraindikasi

untuk

kehamilan,

misalnya obat antimalaria atau siklofosfamid. Kehamilan juga dapat


mencetuskan eksaserbasi akut SLE dan memiliki risiko tersendiri
terhadap fetus. Oleh sebab itu pengawasan aktifitas penyakit harus
lebih ketat selama kehamilan.1
33.

Komplikasi

Gagal ginjal adalah penyebab tersering kematian pada penderita


LES. Gagal ginjal dapat terjadi akibat deposit kompleks antibodiantigen pada glomerulus disertai pengaktifan komplemen resultan
yang menyebabkan cedera sel, suatu contoh reaksi hipersensitivitas

tipe III.
Dapat terjadi perikarditis (peradangan kantong perikardium yang

mengelilingi jantung)
Peradangan membran pleura yang mengelilingi paru dan dapat

membatasi pernapasan. Sering terjadi bronkitis


Dapat terjadi vaskulitis di semua pembuluh serebrum dan perifer.
Komplikasi susunan saraf pusat termasuk stroke dan kejang.
Perubahan kepribadian, termasuk psikosis dan depresi, dapat
terjadi. Perubahan kepribadian mungkin berkaitan dengan terapi
obat atau penyakitnya.2

34.

Prognosis
8

35.

Angka harapan hidup lima tahun lebih dari 95% kecuali bila
telah mengenai ginjal. Kematian biasanya timbul akibat penyakit
aktif yang menyeluruh, sepsis, atau penyakit kardiovaskular.4

36.

Kesimpulan

37.
38.

Daftar Pustaka

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar


ilmu penyakit dalam. edisi 5 jilid III. Jakarta: Interna Publishing;
2009.h. 2565, 2568-73.
2. Corwin E.J. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009. h. 167-9,
347-8.
3. Sacher, Ronald A. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium.
Jakarta: EGC; 2004. h. 229.
4. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran
klinis.Jakarta: Erlangga;2007. h. 142.
5. Davey, Patrick. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. h.
395.
39.
40.
41.

Anda mungkin juga menyukai