Inos
Inos
TINJAUAN TEORI
A. Phlebitis
1.
Pengertian
Dalam pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya
komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi
intravena
adalah
komplikasi
sistemik
dan
komplikasi
lokal.
2.
Klasifikasi Phlebitis
Pengklasifikasian
phlebitis
didasarkan
pada
faktor
yang
lebih
asam
untuk
mencegah
terjadinya
digunakan
dalam
nutrisi
parenteral
lebih
bersifat
flebitogenik.
Osmolalitas diartikan sebagai konsentrasi sebuah larutan
atau jumlah partikel yang larut dalam suatu larutan. Pada orang
sehat, konsentrasi plasma manusia adalah 285 10 mOsm/kg H20
(Sylvia, 1991). Larutan sering dikategorikan sebagai larutan
isotonik, hipotonik atau hipertonik, sesuai dengan osmolalitas
total larutan tersebut dibanding dengan osmolalitas plasma.
Larutan isotonik adalah larutan yang memiliki osmolalitas total
sebesar 280 310 mOsm/L, larutan yang memliki osmolalitas
kurang dari itu disebut hipotonik, sedangkan yang melebihi
disebut larutan hipertonik. Tonisitas suatu larutan tidak hanya
berpengaruh terhadap status fisik klien akaan tetapi juga
berpengaruh terhadap tunika intima pembuluh darah. Dinding
tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan
pada saat
Pathogen
Coagulase-negatif Staphylococcus
S Aureus
Enterococcus
Gram-negatif rods
E coli
Enterobacter
P aeruginosa
K pneumoniae
Candida species
1986 - 1989
27
16
8
19
6
5
4
4
8
1992 - 1999
37
13
13
14
2
5
4
3
8
10
prosedur
pemasangan
atau
penusukan
harus
11
3.
SKOR
0
1
KEADAAN AREA
PENUSUKAN
Tempat suntikan tampak sehat
Salah satu dari berikut jelas
a. Nyeri area penusukan
b. Adanya eritema di area
penusukan
Dua dari berikut jelas ;
a. Nyeri area penusukan
b. Eritema
c. pembengkakan
PENILAIAN
Tak ada tanda phlebitis
Mungkin
phlebitis
tanda
dini
Stadium moderat
phlebitis
12
Stadium lanjut
thrombophlebitis
kulit.
Untuk
pemilihan
larutan
antisepsis,
CDC
Rotasi katheter.
May dkk (2005) melaporkan hasil
pemberian Perifer
13
disimpulkan bahwa
kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak
ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control and Prevention
menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk
membatasi potensi infeksi.
d.
Aseptic dressing
INS merekomendasikan untuk penggunaan balutan yang
transparan sehingga mudah untuk melakukan pengawasan tanpa
harus memanipulasinya. Penggunaan balutan konvensional masih
bisa dilakukan, tetapi kassa steril harus diganti tiap 24 jam.
e.
Kecepatan pemberian
Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus
larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun,
ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan
osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika
durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam
untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan
dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150
330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter yang
sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus
yang diinginkan, dengan filter 0.45mm. Katheter harus diangkat bila
terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih
relevan dalam pemberian infus sebagai jalan masuk obat, bukan
terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral.
f.
Titrable acidity
Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang dibutuhkan
untuk menetralkan pH larutan infus. Potensi phlebitis dari larutan
infus tidak bisa ditaksir hanya berdasarkan pH atau titrable acidity
sendiri. Bahkan pada pH 4.0, larutan glukosa 10% jarang
menyebabkan perubahan karena titrable acidity nya sangat rendah
14
15
3. Larutan Hipertonik
Cairan infus yang memiliki tekanan osmotik lebih tinggi dari plasma darah
disebut hipertonik. Contohnya adalah cairan manitol.
Berdasarkan besar molekul yang terkandung dalam suatu larutan,
cairan infus dapat dibedakan menjadi :
1. Cairan koloid.
Mempunyai ukuran molekul yang besar, sehingga tidak akan keluar dari
membrane kapiler. Contohnya adalah larutan albumin dan steroid.
2. Cairan kristaloid.
Ukuran molekulnya lebih kecil disbanding cairan koloid. Cairan ini
berfungsi untuk mengisi sejumlah volume cairan kedalam plasma (volume
expander). Misalnya cairan NaCl 0,9% dan RL.
Sedangkan berdasarkan komposisi yang terkandung dalam suatu
cairan infus, dapat dibedakan menjadi :
1. Cairan elektrolit
Cairan ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan akan beberapa elektolit
tubuh yang mengalami kekurangan, misalnya NaCl, RL, Ringer Asetat.
2. Cairan nutrisi
Untuk cairan ini komposisi yang ada dalam larutan diberikan untuk
memberikan dukungan nutrisi (PT Otsuka Indonesia, 2009).
C. Nutrisi Parentral
1. Pengertian
Istilah untuk pemberian cairan nutrisi yang diberikan secara
parenteral ada bermacam macam. Istilah Intravenous Hyperalimentasion
(IVH) sering dihubungkan dengan pemberian asam amino dan cairan
hiperosmoler dekstrosa yang banyak, yang menghasilkan produksi
nitrogen dalam proses katabolisme. Total Parenteral Nutrition (TPN)
sering diartikan pemberian semua kebutuhan nutrisi melalui jalur
intravena. Suplemental Parenteral Nutrition (SPN)
adalah pemberian
16
Absolut
Kondisi saluran pecernaan yang tidak adekuat.
Short Bowel Syndrome ( oleh karena prosedur operasi)
Illeus paralitik.
17
18
yang dapat digunakan secara perifer untuk beberapa hari. Asam amino
tidak mempunyai efek samping yang berat. Meskipun demikian asam
amino dosis tinggi harus dihindari pada Encephalopathy hepatis.
(Labeda.Ibrahim, 2001)
19
dengan
kadar
thrombophlebitis
dan
yang
kecil
thrombosis
untuk
vena.
mengurangi
Juga
terjadinya
memperlancar
metabolisme lemak.
f. Larutan All in one
Larutan-larutan all-in-one (juga disebut dengan larutan Threein-one) merupakan pengembangan terapi TPN yang paling besar saat
ini. Larutan asam amino, larutan dextrosa hypertonik dan emulsi lemak
dicampur didalam satu komposisi dan diberikan sebagai infus.
Keuntungan dari jenis ini adalah:
20
Dengan
21
Bukti
Hiperglikemia
Hipoglikemia
KAD
Harus dengan
prosedur aseptik.
b. Jalur vena perifer.
Thrombophlebitis merupakan komplikasi tersering dari TPN perifer.
22
D. Kerangka Teori
Faktor Kimia
1. pH cairan.
2. Osmolaritas
cairan.
Faktor Mekanik
1. Bahan Kateter
2. Ukuran kateter.
3. Lama pemasangan
(time in situ)
4. Lokasi pemasangan.
5. Tehnik Pemasangan
KEJADIAN PHLEBITIS
Faktor Bakteri
1. Tindakan aseptic tidak
adekuat.
2. Peralatan infus yang
tidak steril.
3. Perawatan balutan
Post Infus
1. Kondisi vena
2. Tehnik
pemasangan
3. Pasien
Retardasi
Mental
Faktor Lain
1. Jenis Kelamin.
2. Status nutrisi.
Gambar 2.1
INS, 2006 ; CDC, 2002.
23
E. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
1. Osmolaritas
cairan.
2. Lokasi
pemasangan.
3. Perawatan
balutan.
4. Jenis Kelamin
Kejadian Phlebitis
Gambar 2.2
Keterangan
: area penelitian
24
F. Variabel Penelitian
1. Variabel dependen
kejadian phlebitis.
2. Variabel independen
ini
bertujuan
mendiskripsikan
mengenai
fenomena
yang
ditemukan, baik berupa faktor resiko maupun efek atau hasil. Data hasil
penelitian disajikan apa adanya (Sastroasmoro, 2008).
25