Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
Luka adalah keadaan hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan
(Mansjoer, 2001). Rusaknya kontinuitas atau kesatuan jaringan tubuh yang
biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan. Luka adalah
terganggunya intregitas normal dari kulit dan jaringan dibawahnya (Kozier,
1992). Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat
proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai
organ tertentu ( Potter & Parry, 2005).
2. Etiologi
a. Mekanik
Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi
tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk
Benda tumpul
Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
b. Non Mekanik
Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
Trauma fisika
Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion
primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan
heat cramps.
Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin

diantaranya hyperemia, edema dan vesikel,


Luka akibat trauma listrik
Luka akibat petir
Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2001)
Radiasi

3. Klasifikasi
a. Berdasarkan derajat kontaminasi
Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi,
yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut
berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,
traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian

kondisi luka tersebut tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan

terjadinya infeksi luka sekitar 1%-5%.


Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam
kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun
luka tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi

luka sekitar 3% - 11%.


Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka
menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka
terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka

maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.


Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung
jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen.
Luka

ini

bisa

sebagai

akibat

pembedahan

yang

sangat

terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan


trauma lama (Saman, 2011; Ismail, 20011)
b. Berdasarkan kedalaman dan luas luka
1) Stadium I (luka superfisial/ non blancing erythema)
Yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit
2) Stadium II (partial thicknes)
Yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas
dari dermis. Merupakan luka superfisial dan adanya tanda tanda klinis
seperti abrasi, blister, atau lubang yag dangkal
3) Stadium III (full thicknes)
Yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis
jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak
melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul
secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya
4) Stadium IV (full thickness)
Yaitu luka full thicknes yang telah mencapai lapisan otot, tendon, dan
tulang dengan adanya destruksi/ keusakan yang luas (Baroroh, 2011)
c. Berdasarkan penyebab
1) Luka akibat kekerasan benda tumpul
Vulnus kontusio/ hematom

Adalah luka memar yaitu suatu pendarahan dalam jaringan bawah


kulit akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh

kekerasan tumpul
Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi)
adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan
dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak
dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas,
terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul. Walaupun
kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat memberikan
petunjuk kemungkinan adanya kerusakan hebat pada alat-alat
dalam tubuh. Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan
dalam jenis:
Luka lecet gores
Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan
permukaan kulit
Luka lecet serut (grzse)/geser (friction abrasion)
Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan
permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/

miring terhadap kulit


Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)
Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul

secara tegak lurus terhadap permukaan kulit.


Vulnus laseratum (luka robek)
luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping
biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini
dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana
bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa

menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.


2) Luka akibat kekerasan setengah tajam
Vulnus Morsum
Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki
bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang
menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan
hewan tersebut
3) Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam
Vulnus scisum (luka sayat atau iris)
Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis
lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada
aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda
tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur

Vulnus punctum (luka tusuk)


Luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang
biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya
tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan
benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek

tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.


4) Vulnus scloperotum (luka tembak)
Adalah luka yang disebabkan karena tembakan senjata api (Mansjoer,
2001). Luka tembak menyebabkan kerusakan pada jaringan dan
organ yang berada dibawahnya (Kartikawati, 2011).
5) Luka akibat trauma fisika dan kimia
Vulnus combutio
Adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun
sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang
tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit
yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan
epitel kulit dan mukosa (Mansjoer, 2000)
4. Manifestasi Klinik
Menurut black (1993) manifestasi vulnus adalah sebagai berikut:
Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur

terjadi seperti: rotasi pemendekan tulang, penekanan tulang.


Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi

darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur


Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
Tenderness/keempukan
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari

tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.


Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya

saraf/perdarahan)
Pergerakan abnormal
Krepitasi
a. Vulnus kontusio

Memar
Pendarahan tepi : pendarahan tidak diumpai pada lokasi yang
bertekanan, tetapi pendarahan akan menepi sehingga bentuk

pendarahan akan menepi sesuai dengan bentuk celah antara kedua

kembang yang berdekatan (Mansjoer, 2000)


Dilihat dari permukaan kulit tampak darah berwarna hitam kebiruan,
setelah sekitar dua hari terjadi perubahan pigmen darah menjadi

warna kuning (Kartikawati, 2011)


b. Vulnus eksoriasi

Hilangnya

epitel

dan

lapisan

dermis

atau

subkutan

hal

ini

menyebabkan luka tampak kuning, putih, merah muda atau berdarah


tergantung pada jaringan yang terekspos /rusak (Kartikawati, 2011)
c. Vulnus laseratum

Bentuk luka tidak beraturan


Tepi tidak rata
Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di

daerah yang berambut


Sering tampak luka lecet
Memar disekitar luka
d. Vulnus morsum

Luka mempunyai tepi rata


Dapat berbentuk luka lecet tekan berbentuk garis terputus-putus,

hematoma atau luka robek dengan tepi rata


Luka gigitan masih baik strukturnya sampai 3 jam pasca trauma,
setelah itu dapat berubah bentuk akibat elastisitas kulit (Mansjoer,

2000)
e. Vulnus scisum

f.

Luka lebar tapi dangkal


Luka menembus lapisan atas kulit atau lapisan dermis ke struktur

yang lebih dalam (Kartikawati, 2011)


Vulnus punctum

Kedalaman luka melebihi panjang luka


Kerusakan pembuluh darah tepi
g. Vulnus sclerotum

Luka tembak menimbulkan kerusakan jaringan pada organ yang

berada dibawahnya
Peluru dapat menghancurkan tulang dan menyebabkan cidera lebih

lanjut
Peluru dari senapan menyebabkan kerusakan lebih besar (Mansjoer,

2000; Kartikawati, 2011)


h. Vulnus combutio

Luka bakar derajat 1


Kerusakan pada epidermis, kulit kering, kemerahan, nyeri sekali,
sembuh, dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut

Luka bakar derajat 2


Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema,
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh
dalam, 28 hari tergantung komplikasi infeksi.

Luka bakar derajat 3

Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah
keputih-putihan,

dan

hitam

keabu-abuan, tampak kering,


lapisan

yang

rusak

tidak

sembuh sendiri maka perlu


Skin graff.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah lengkap
untuk mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika terdapat fraktur
atau dicurigai terdapat benda asing (Kartika, 2011)
Vulnus combustion:
Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi sehubungan
dengan perpindahan/ kehilangna cairan. Selanjutnya penurunan Ht
dan SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas

tehadap endothelium pembuluh darah


GDA
Penurunan PaO2/ peningkatan PaCo2 mungkin terjadi pada retensi
karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan
penurunana

ginjal

dan

kehilangan

mekanisme

kompensasi

pernapasan
Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera
jaringan/ kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemi
dapat terjadi bila mulai diuresis; magnesium mungkin menurun

BUN/ keratin
Peninggian menunjukan penurunan perfusi ginjal; namun keratin
dapat meningkat karena cidera jaringan
Urin
Adanya albumin, Hb, dan immunoglobulin menunjukan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan protein. Warna hitam kemerahan pada

urin sehubungan dengan mioglobulin


Bronkoskopi
Berguna dalam diagnose luas cidera inhalasi; hasil dapat meliputi

edema, pendarahan, dan/ tukak pada saluran pernapasan


EKG
Tanda iskemia miokardial/ disritmia dapat terjadi pada luka bakar
listrik

Vulnus morsum

gigitan ular
Pada pemeriksaan darah dapat dijumpai hipoprototrombinemia,
trombositopenia, hipofibrinogenemia dan anemia
Pada foto rontgen thoraks dapat dijumpai emboli paru dan atau
edema paru

gigitan anjing
Tes antibodi netraslisasi rabies yang positif

Proses penyembuhan luka


1) Fase inflamsi atau lagphase
Berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi pendarahan. Trombosit dan
sel

radang

ikut

keluar.

Trombosit

mengeluarkan

prostaglandin,

tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam amino tertentu yang


mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh
darah dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi Vasokontriksi dan
proses penghentian pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah
secara diapedisis dan menuju dareh luka secara khemotaksis. Sel mast
mengeluarkan serotonin dan histamin yang meninggikan permeaabilitas
kapiler, terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tandatanda radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan
kotoran dan kuman.
2) Fase proliferasi atau fase fibriflasi

Berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Terjadi proses proliferasi dan


pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-sel mesenkim. Fibroblas
menghasilkan mukopolisakarid dan serat kolangen yang terdiri dari asamasam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisekarida mengatur
deposisi serat-serat kolangen yang akan mempertautkan tepi luka. Seratserat baru dibentuk, diatur, mengkerut, yang tidak perlu dihancurkan
dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh
sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru: membentuk
jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan
granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah
menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan
yang rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan
granulasi berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah
proses pendewasaan penyembuhan luka
3) Fase remodeling
Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan lebih dari satu tahun.
bergantung pada kedalaman dan keluasan luka. Jaringan parut terus
melakukan reorganisasi dan akan menguat setelah beberapa bulan.
Namun, luka yang telah sembuh biasanya tidak memilikidaya elastis yang
sama dengan jaringan yang digantikannya. Dikatakan berakhir bila tandatanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis,
lemas, tidak ada rasa sakit maupun gatal (Potter & Perry, 2005).
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
1) Usia
Anak dan orang dewasa lebih cepat lebih cepat penyembuhan luka
daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis,
penurunan fungsi hati yang dapat mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah
2) Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian metabolisme
pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya Protein, Karbonhidrat, Lemak,
Vitamin dan Miniral (Fe, Zn) Bila kurang nutrisi diperlukan waktu untuk
memperbaiki status nutrisi setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang

gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena


supply darah jaringan adipose tidak adekuat
3) Infeksi
Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam percepatan
penyembuhan luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri. Dengan
adanya infeksi maka fase-fase dalam penyembuhan luka akan terhambat.
4) Sirkulasi dan oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Saat
kondisi fisik lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi jaringan sel
tidak berjalan lancar. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan
jaringan lemak yang memiliki sedikit pembuluh darah berpengaruh
terhadap kelancaran sirkulasi dan oksigenisasi jaringan sel. Pada orang
gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit
menyatu, lebih mudah Infeksi dan lama untuk sembuh. Aliran darah
dapat terganggu pada orang dewasa yang mederita gangguan pembuluh
darah prifer, hipertensi atau DM. Oksigenasi jaringan menurun pada
orang yang menderita anemia atau gangguan pernafasan kronik pada
perokok.
5) Keadaan luka
Kedaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan
cepat. Misalnya luka kotor akan lambat penyembuhannya dibanding
dengan luka bersih
6) Obat
Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik
yang lama dapat membuat tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka.
Dengan

demikian

pengobatan

luka

akan

berjalan

lambat

dan

membutuhkan waktu yang lebih lama


Pertolongan pertama pada luka
1) Hemostasis
Mengontrol pendarahan akibat laserasi dengan cara menekan luka
dengan menggunakan balutan steril. Setelah pendarahan reda,
tempelkan sepotong perban perekat atau kasa diatas luka laserasi
sehingga memungkinkan tepi luka menutup dan bekuan darah
terbebtuk. Luka laserasi yang lebih serius haarus di jahit oleh dokter.
2) Pembersihan luka

3) Factor pertumbuhan (penggunaan obat)


4) Perlindungan
Memberikan balutan steril atau bersih dan memobilisasi bagian tubuh
(potter & perry, 2005)
Penatalaksanaan pada pasien

Penggunaan universal standar precaution

Perhatikan kepatenan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi

Melengkapi pengkajian survey primer dengan cara mengevaluasi


tingkat kesadaran pasien, ukuran, dan reaksi pupil

Mengidentifikasi

adanya

luka

lain

yang

mungki

memerlukan

perawatan

Mengontrol pendarahan dengan cara penekanan langsung pada area


luka, elevasi

Mengidentifikasi adanya syok hemoragik

Mengkaji status imunisasi tetanus pada pasien

Menilai kondisi hipotermia, terutama pada saat kulit kehilangan bagian


yang luas (Kartika, 2011).

6. Patofisiologi

Etiologi vulnus

Mekanik : benda tajam,


benda tumpul,
tembakan/ledakan, gigitan
binatang

Non mekanik:
bahan kimia, suhu tinggi, radiasi

Kerusakan integritas
jaringan
Kerusakan intergritas
kulit
Rusaknya barrier

Traumatic jaringan
Kerusakan pembuluh
Terputusnya kontinuitas

darah

jaringan

pertahanan primer

Pendarahan berlebih
Kerusakan syaraf perifer

Terpapar lingkungan

Resiko tinggi infeksi

Keluarnya cairan tubuh


Stimulasi neurotransmitter
(histamine, prostaglandin,
bradikinin)

Nyeri akut

Pergerakan terbatas

Gangguan mobilitas fisik

Resiko syok :hipovolomik

ansietas

Gangguan pola tidur

7. Komplikasi
Kerusakan arteri:
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan

reduksi, dan pembedahan.


Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang

menekan otot, saraf, dan pembuluh darah


Infeksi
Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi


Kontraktur
Hipertropi jaringan parut
Menurut Parry & Potter (2005) komplikais dari penyembuhan luka adalah
sebagai berikut:
Pendarahan (hemoragi)
Pendarahan terjadi setelah homeostasis menunjukan lepasnya jahitan
operasi, keluarnya bekuan darah, infeksi atau erosi pembuluh darah
oleh benda asing (mis, drainage). Hipovolemia mungkin tidak cepat
tampak, sehingga balutan jika mungkin harus sering dilihat selama 48
jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika
terjadi perdarahan yang berlebihan, penambahan tekanan luka steril
mungkin diperlukan. Pemberian cairan & intervensi pembedahan

mungkin diperlukan.
Infeksi
Ivasi bakteri dapat terjadi pada saat trauma selama pebedahan atau
setelah pembedahan. Gejala berupa adanya purulent, peningkatan
drainage, nyeri, kemerahan,bengkak disekeliling luka,peningkatam

suhu, dan peningkatan leukosit


Dehiscense
Dehisens adalah terpisahnya lapisan luka secara parsial atau total
Eviserasi
Merupakan terpisahnya lapisan luka secara total dan dapat
menimbulkan evisera (keluarnya organ visceral melalui luka yang
terbuka). Ketika terjadi hal ini maka harus segera ditutup dengan

balutan steril yang lebar kompres dengan normal saline untuk

mencegah masuknya bakteri


Fistula
Merupakan saluran abnormal yang berada diantara 2 buah organ atau
diantara organ dan bagian luar tubuh

4) Masalah Keperawatan
Data
Etiologi
DS:
Benda tajam, tumpul, suhu
Kien mengatakan
tinggi, bahan kimia
nyeri

Perlukaan pada kulit


DO:

Proses
inflamasi
Terdapat luka

pada
bagian
Pelepasan substansi kimia
tubuh
(histamine, bradikinin)
Posisi
tubuh

Stimulasi
ujung
saraf
menahan nyeri

Grimace
Nyeri
Gelisah
Peningkatan
RR & HR
DS:
Klien melaporkan
nyeri pada daerah
perlukaan
DO:
Kerusakan lapisan

Benda tajam, tumpul, suhu

Masalah
Nyeri akut

Kerusakan integritas

tinggi, bahan kimia

Traumatic jaringan

Kerusakan intergritas jaringan

jaringan

Traumatic jaringan

Kerusakan pembuluh darah

Pendarahan berlebihan

Resiko syok
Perlukaan pada jaringan kulit

Kerusakan epidermis, dermis

Fungsi kulit sebagain

Resiko syok hipovolemik

integument,
subkutan
DS:
DO:
Pendarahan

DS:
DO:
Kerusakan pada
jaringan kulit

pertahanan primer hilang

Resiko infeksi

Resiko infeksi
Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan factor mekanik (tekanan,
robekan, friksi)
c. Resiko syok
d. Resiko infeksi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Diagnosa
Nyeri akut

Tujuan dan kriteria hasil


Intervensi
Setelah
dilakukan 1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi,

berhubungan

tindakan

dengan agen cidera

selama 1x24 jam nyeri

fisik

dapat terkontrol

keperawatan

intensitas (skala 0-10) lamanya.


2. Berikan tindakan kenyamanan dasar

Rasional
1. Memberikan informasi untuk membantu
dalam menentukan pilihan/keefektifan
intervensi
2. Menurunkan ketegangan otot

(mis pijatan pada erea yang tidak

KH:

sakit)
3.
Berikan tindakan kenyamanan:
Mampu mengontrol nyeri
(tahu
mampu
tehnik

penyebab

nyeri,

menggunakan
nonfarmakologi

untuk mengurangi nyeri,


mencari bantuan)

membantu pasien melakukan posisi


yang nyaman, mendorong
penggunaan relaksasi/ latihan nafas
dalam, aktivitas terapiutik
4. Tingkatkan tirah baring

Melaporkan bahwa nyeri 5. Kolaborasi pemberian analgesic


sesuai dengan tingkat nyeri
berkurang
dengan
6. Evaluasi respon klien terhadap
menggunakan
pemberian obat
manajemen nyeri
Kerusakan integritas

Setelah dilakukan tidakan

jaringan

kepoerawatan selama

1. Observasi luka : lokasi, dimensi,


kedalaman luka, karakteristik,warna

3. Memfokuskan kembali perhatian,


meningkatkan relaksasi, dan
meningkatkan rasa control yang dapat
menurunkan ketergantungan
farmakologis
4. Tirah baring mungkin diperlukan pada
fase akut
5. Membantu menurunkan intensitas nyeri
6. Menentukan keefektifan obat

1. Untuk menentukan intervensi


selanjutnya

berhubungan

3x24 jam kerusakan

cairan, granulasi, jaringan nekrotik,

dengan factor

integritas jaringan pasien

tanda-tanda infeksi lokal, formasi

mekanik

teratasi
KH:

Perfusi jaringan

kering

normal

3. Lakukan tehnik perawatan luka

Tidak ada tanda-

dengan steril
4. Ubah posisi klien setiap 2 jam,

tanda infeksi
Ketebalan dan tekstur

2.

traktus
2. Jaga kulit agar tetap bersih dan

cairan yang dapat menyebabkan


3.

mikroorganisme
4.

berikan latihan pasif/ aktif

Perubahan posisi
dilakukan untuk mencegah tekanan
pada jaringan, latihan rentang gerak
bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi

Menunjukkan

5. Berikan stimulasi pada daerah

terjadinya proses

sekitar luka (massase)


6. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet

penyembuhan luka

eksoriasi kulit atau jaringan


Menurunkan
kemungkinan kontaminasi

jaringan normal

Mencegah akumulasi

pada jaringan dan mencegah kelemahan


otot
5.

TKTP, vitamin
6.

Membantu proses
penyembuhan luka secara alami
Meningkatka
kesehatan jaringan, mempercepat

Resiko syok

Setelah dilakukan

hipovolemik

intervensi keperawatan
selama 1x 24 jam syok
hipovolomik tidak terjadi

1. Monitor kehilangan darah secara


tiba-tiba, keparahan dehidrasi, dan
pendarahan persisten
2. Cegah kehilangan darah berlebih

proses penyembuhan luka


1. Deteksi dini memungkinkan intervensi
lebih lanjut
2. Memberikan tekanan pada area
pendarahan membantu menghentikan

KH:
Tanda-tanda vital

seperti memberikan tekanan pada

dalam batas normal

area yang mengalami pendarahan


3. Monitor tanda/ gejala hipovolemik

(HR 60-80x/min, TD

(mis. Peningkatan rasa haus, HR,

120/90 mmHg, RR 16-

perubahan status mental,

20x/min)
Tidak didapatkan

perubahan respirasi, penurunan

penurunan status

pendarahan
3. Takikardi, hiperventilasi, adanya
perubahan status mental, sianosi perifer
merupakan manifestasi hipovolemik.
Deteksi dini
4. Cairan kristaloid berfungsi untuk
mengembalikan cairan elektrolit. Cairan

perfusi perifer)
4. Kolaborasi pemberian cairan IV
seperti cristaloid (RL) atau koloid

mental

(WB, dekstran, plasmanat,

koloid berfungsi untuk mengembalikan


tekanan osmotik
5. Memenuhi volume sirkulasi darah,
memperbaiki kadar hemoglobin dan

albumin)sesuai indikasi
5. Kolaborasi pemberian transfusi

protein serum

produk darah (sel darah merah,


fresh frozen plasma/ platelet) sesuai
Resiko infeksi

Setelah dilakukan

indikasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi

tindakan keperawatan
selama 2x24 jam infeksi

2.

drainase purulent dan

Untuk

sistemik dan lokal

menentukan intervensi yang akan

Pertahankan teknik aseptif

dilakukan

tidak terjadi
- Klien bebas dari tanda
infeksi
Luka bebas dari

1.

2.

Memperkecil
resiko terjadinya infeksi/ komplikasi

3. Cuci tangan setiap sebelum dan


sesudah tindakan keperawatan

lebih lanjut
3.

Mempertahan

eritema
-

4. Inspeksi kulit dan membran mukosa


terhadap

kemerahan,

kan prinsip sterilMenghilangkan

panas,

drainase

kontak dengan kuman penyakit


4.

5. Observasi drainase dari luka dan

Kemerahan,
panas, kondisi drainase adalah

catat cairan drainase, warna serta

indicator perkembangan kondisi

jumlahnya

infeksi

6. Kolaborasi terapi antibiotik

5.

Adanya
drainase dapat meningkatkan resiko
untuk infeksi yang diindikasikan
adanya eritema dan cairan drainase
purulent

6.

Mecegah
terjadinya infeksi

Evaluasi
Diagnosa 1: nyeri
Klien mengatakan nyeri berkurang
Klien dapat menggunakan tehnik relaksasi untuk mengontrol nyeri
Ekspresi wajah tampak rileks
TTV dalam batas normal
Diagnosa 2: kerusakan integritas jaringan
Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi
Menunjukan proses penyembuhan luka
Diagnosa 3: resiko syok
Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 120/90, RR 16-20x/min, nadi
60-100x/min, suhu 36,5-37,5 C)
Tidak terjadi perubahan status mental
Diagnosa 4: resiko infeksi
Luka bebas dari drainase purulent dan eritema
Luka bebas dari tanda infeksi
Referensi
Baroroh, Dewi B. 2011. Konsep luka. (Online), http://s1- keperawatan.umm.
ac.id/files/file/konsep%20luka.pdf
Dongoes, Marlyn E. 2008. Nursing Diagnosis Manual; Planing, Individualizing,
and Documenting Client Care: Davis Plus
Kartikawati, Dewi. 2011. Dasar-dasar keperawatan gawat darurat. Jakarta:
Salemba Medika
Ismail. 2011. Luka dan Perawatannya. (Online), http://blog.umy.ac.id/topik/
files/2011/12/Merawat-luka.pdf
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
NANDA. 2010. Diagnosis Keperawatan; Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC
Potter & Parry. Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses, dan Praktik:
Jakarta: EGC
Saman. 2011. Konsep Luka dan Perawatan Luka, (Online) http://akpertolitoli.
com/files/upload/rawat-luka.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31496/6/Chapter%20II.pdf

Komponen pengkajian primer


Komponen

Pemeriksaan

Tindakan

Airway

Periksa apakah jalan napas paten atau tidak

Periksa vokalisasi

Ada tidaknya aliran udara

Periksa adanya suara napas abnormal; stidor,

Periksa dan atur jalan napas untuk


memastikan kepatenan

snoring, gurgling

Identifikasi dan keluarkan benda asing


(darah,

muntahan,

benda

asing)

obstruksi

jalan

secret,

yang

ataupun

menyebabkan

napas

baik

parsial

maupun total

Pasang

orofaringeal

nasofaringeal

airway

mempertahankan

kepatenan

airway/
untuk
jalan

napas
beathing

Periksa ada tidaknya pernapasan efektif dengan

Pertahankan dan lindungi servical kolar


Auskultasi suara napas

3M (Melihat naik turunnya dinding dada,

Atur posisi pasien untuk

mendengar suara napas, dan merasakan

memaksimalkan ekspansi dinding dada

hembusan napas)

Beri oksigen

Warna kulit

Beri bantuan napas dengan

Identifikasi pola pernapasan abnormal

menggunakan masker/ bag valve mask

circulation

Periksa adanya penggunaan otot bantu

(BVM)/ endotrakeal tube (ETT) jika

pernapasan, deviasi trakea, gerakan dinding dada

perlu.

yang asimetris

Tutu luka jika didapatkan luka tebuka

Periksa pola napas pasien; adanya tachypnea/

Berikan terapi untuk mengurangi

bradipneal/ tersenggal-senggal/ pasien bias

bronkospasme/ adanya edema

berbicara dalam satu kalimat penuh atau tidak,

pulmunal dan lain-lain

adanya pernapasan cuping hidung


Periksa denyut nadi, kualitas, dan karakternya

Periksa adanya gangguan irama jantung/


abnormalitas jantung dengan atau tanpa EKG

tindakan

CPR/

defibrilasi

sesuai dengan indikasi

Lakukan tindakan penenangan pada


pasienyang mengalami disritmia

Periksa pengisian kapiler, warna kulit dan suhu


tubuh, serta adanya diaporesis

Lakukan

Bila ada pendarahan lakukan tindakan


penghentian pendarahan

Pasang jalur IV

Ganti volume darah/ cairan yang hilang


dengan cairan kristaloid isotonic atau
darah

Anda mungkin juga menyukai