Anda di halaman 1dari 29

Republik Maluku

Selatan (RMS)
Sejarah Wajib
(XII IIS 3)

Kelompok 4:

Dita Calista Anastasia

Brimanti Jaya

Camelia Fikrillah

Muhamad Octafian

Rizkiawan Saputra

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena rahmat dan
perkenan-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah sejarah tentang Republik Maluku
Selatan. Untuk menambah pengetahuan kami tentang sejarah Republik Maluku Selatan.
Sejarah adalah guru kehidupan, karena dengan belajar sejarah siswa diharapkan dapat
belajar dari pengalamannya orang lain untuk dibandingkan dengan pengalaman sendiri dan
dijadikan bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dan menentukan sikap untuk
menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
Dengan belajar sejarah menanamkan kesadaran terhadap persatuan dan kesatuan
bangsa dan solidaritas serta semangat persaudaraan.
Kami berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi siapa saja. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu kami meminta maaf
bila ada kesalahan dalam kata-kata maupun penulisan.
Jakarta, 12 Agustus 2015
Penyusun

Kelompok 4

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................1
DAFTAR ISI ...................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................3
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................3
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan ...................................................................5
1.3 Rumusan Masalah ......................................................................................5
1.4 Sistematika Penulisa ..................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN ..........................................................................6
2.1 Latar Belakang Terjadinya Republik Maluku Selatan ...............................6
2.2 Sejarah Pemberontakan Republik Maluku Selatan.....................................6
2.3 Berakhirnya Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) ................9
2.4 Tokoh-tokoh yang terlibat Pemberontakan Republik Maluku Selatan.......9
2.5 Peran Belanda dalam Pembentukan Republik Maluku Selatan..................11
BAB III PENUTUP ....................................................................................26
3.1 Kesimpulan ................................................................................................26
3.2 Saran ..........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................27

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang berdirinya RMS

Ir. J A Manusama dalam bukunya Om Recht en Vrijheid (Memperjuangkan Kemerdekaan)


menulis: Ketika terjadi kapitulasi oleh Jepang pada 15 Agustus 1945, kebangkitan
kemerdekaan hampir di seluruh Indonesia tumbuh sementara masyarakat Maluku Selatan
bersikap apatis dan tidak perduli satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat terjadi karena
selama ini masyarakat disini terkucil dan tidak pernah tersentuh oleh pengenalan
nasionalisme dengan kaum nasionalis dari Maluku yang berada di Jawa yang tak pernah
berhubungan sejak sebelum Perang Dunia II.
Kendati ketika proklamasi Republik Indonesia tercetus, disambut sangat entusias oleh
kaum nasionalis asal Ambon seperti Mr Latuharhary, Oom Piet de Queljoe dan Sam Malessy.
Tetapi sebagian besar dari militer KNIL asal Ambon yang umumnya menjadi tahanan masa
pendudukan Jepang di Jawa bersikap sama dengan masyarakat di Maluku Selatan. Sementara
pemuda-pemuda asal Maluku di Jawa Herman Pieters, Domingus Nanlohy, Leo Lopulisa,
Gerrit Latumahina, Gerrit Siwabessy dan banyak lainnya- dengan spontaan ikut masuk dalam
barisan perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan juga memasuki TKR. Begitu pula dua
perwira eks KNIL seperti Julius Tahja dan J Muskita bergabung dengan Republik. Bahkan
mereka juga membentuk kesatuan asal Maluku dan turut berperan dalam TNI. Sementara
sebagian lainnya juga menjadi pasukan pengawal Presiden.
Ketika pasukan Sekutu mendarat di Ambon dan mengambil kekuasaan dari Jepang,
penduduk Ambon yang sebagian besar buta politik, menyambut pasukan Sekutu dan

kembalinya kolonialisme Belanda. Dengan cepat Belanda menguasai dan mengendalikan


pemerintahan, dan membentuk sistem pemerintahan federal yang merupakan yang pertama
diterapkan di Indonesia. Bersama dengan beberapa kumpulan pulau-pulau lainnya terbentuk
kelompok Maluku Selatan. Kemudian berkembang dengan pengadaan status otonomi dengan
dibentuknya lembaga Zuis-Molukken Raad (ZMR) (Dewan Maluku Selatan). Pada bulan
April 1946 untuk pertama kalinya dilakukan pertemuan ZMR. Dewan ini terdiri dari 28
pilihan dan 7 anggota yang ditunjuk. Juga terdapat dari penduduk yang ikut mendukung
proklamasi kemerdekaan Indonesia 1945 duduk sebagai anggota dewan.
Termasuk pula pemuka Republik, seperti Urbanus Pupella. Salah seorang Republik,
dokter J B Sitanala, pemberantas penyakit lepra dan dikenal di dunia internasional juga
berada di Ambon.
Pada masa pendudukan Jepang, ia berada di Jawa, tetapi pada 1946 ia kembali ke
Ambon . ZMR di pimpin oleh residen Belanda, P M Vissers. Pada 24 Desember 1946, pada
konferensi akbar di Denpasar, Bali terbentuk Negara Indonesia Timur. Pada 11 Maret 1947,
ZMR memutuskan untuk menjadi bagian dari NIT. Tetapi putusan itu ternyata tidak mendapat
dukungan sepenuhnya, hingga pada 1950, waktu RMS di dirikan baru diputuskan untuk
menjadi bagian dari NIT.
Para pendiri RMS yang terakhir ini pada awal 1950 tak ingin bergabung dengan
Indonesia Timur yang diperkirakan akan bergabung dalam negara kesatuan RI Proklamasi
1945.
Hingga awal 1950 di Ambon terdapat 3 partai politik. Yang pertama adalah Partai Indonesia
Merdeka (PIM) oleh Urbanus Pupella. Partai ini bertujuan untuk menggabungkan Ambon
dalam kesatuan Republik Indonesia . Yang kedua adalah Gabungan Sembilan Serangkai
(GSS), yang kepemimpinan dan kepengurusannya terdiri dari pemimpin-pemimpin kampungkampung ataupun raja-raja yang berhaluan konservatif dan pendukung-pendukung nya adalah
para ambtenaar atau pegawai-pegawai administrasi pemerintah yang tidak ingin
menggabungkan diri dalam kesatuan Republik Indonesia . Partai yang ketiga adalah Gerakan
Democrat Maluku Selatan (GDMS) pimpinan J A Manusama, yang kemudian menjadi
Presiden RMS. Partai ini juga ingin berdiri sendiri dan terpisah dari kesatuan RI.
Orang-orang Ambon umumnya sangat lugu dan memiliki rasa kesetiakawanan yang
tinggi. Hal ini tergambar pada pandangan Ernst Utrecht dalam bukunya, berpendapat:
Berbicara mengenai dunia politik, pada umumnya masih asing bagi masyarakat Maluku
dan belum membudaya. Orang Ambon baru sibuk bilamana ia sendiri, keluarganya atau
teman-temannya terancam, dan bersikap spontan tanpa memahami permasalahannya dahulu
dalam mengambil keputusan. Sikap dan pembawaan ini hingga ia mudah menjadi korban
politik praktis. Padahal mereka sangat setia dan dalam unsur-unsur keagamaan, rajin kerja
di kantor, dan pembawaannya dalam pergaulan sangat ceria dengan siapapun yang
disenanginya.
Ketika pada 1945, Belanda kembali menguasai Ambon, langsung dibangun dengan
pembangunan rumah-rumah, pertokoan dan gedung-gedung perkantoran hingga Ambon ini
mulai berbentuk sebagai kota . Kota yang sempat botak, karena pada masa peperangan
pohon-pohon kenari di tebang untuk digunakan sebagai kayu baker. Sebagai hasilnya,
menjelang penyerahan kedaulatan kehidupan Ambon sudah menjadi lebih baik, dan kota
Ambon mulai menjadi indah dan kehidupan menjadi tenang, karena kegiatan ekonomi sudah

membaik. Bahkan lebih baik di banding dengan kota-kota besar di Indonesia , terutama Jawa
dan Sumatra yang hancur sebagai akibat dari revolusi. Sementara Ambon tidak pernah
mengalami revolusi sosial ataupun revolusi fisik setelah pasca Perang Dunia II.
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan
1.2.1
1.
2.
3.
4.
5.

Maksud Penulisan
Adapun maksud dari makalah kami tentang Republik Maluku Selatan, yaitu :
Ingin mengetahui apa itu Republik Maluku Selatan.
Ingin mengetahui kapan Pembentukan Republik Maluku Selatan.
Ingin mengetahui akhir Republik Maluku Selatan.
Ingin mengetahui tokoh-tokoh yang berada dibalik Pembentukan Republik Maluku Selatan.
Ingin mengetahui peran Belanda dalam Pembentukan Republik Maluku Selatan.

1.2.2

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah tentang Pemberontakan Republik Maluku Selatan
adalah :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah.
2. Untuk menambah poin-poin dalam pembelajaran.
3. Untuk mengetahui lebih dalam tentang Pemberontakan Republik Maluku Selatan.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini berupa pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah pengertian RMS?
2. Sejak kapan Pemberontakan RMS berlangsung?
3. Kapan akhir Pemberontakan RMS?
4. Sebutkan tokoh-tokoh yang berada di balik Pembentukan RMS?
5. Bagaimana peran Belanda dalam Pembentukan RMS?
1.4 Sistematika Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB II
6

PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Terjadinya Republik Maluku Selatan
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada
25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu
Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS
dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas
pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan,
Belanda.
2.2 Sejarah Pemberontakan Republik Maluku Selatan
Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang bekas
prajurit KNIL dan pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S. Soumokil bekas jaksa
agung Negara Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama
dan J.H. Manuhutu. Pemerintah Pusat yang mencoba menyelesaikan secara damai, mengirim
tim yang diketuai Dr. J. Leimena sebagai misi perdamaian ke Ambon. Tapi kemudian, misi
yang terdiri dari para politikus, pendeta, dokter dan wartawan, gagal dan pemerintah pusat
memutuskan untuk menumpas RMS, lewat kekuatan senjata. Dibentuklah pasukan di bawah
pimpinan Kolonel A.E. Kawilarang.
Pada 14 Juli 1950 Pasukan ekspedisi APRIS/TNI mulai menumpas pos-pos penting
RMS. Sementara, RMS yang memusatkan kekuatannya di Pulau Seram dan Ambon, juga
menguasai perairan laut Maluku Tengah, memblokade dan menghancurkan kapal-kapal
pemerintah. Pemberontakan ini berhasil digagalkan secara tuntas pada bulan November 1950,
sementara para pemimpin RMS mengasingkan diri ke Belanda. Pada 1951 sekitar 4.000
orang Maluku Selatan, tentara KNIL beserta keluarganya (jumlah keseluruhannya sekitar
12.500 orang), mengungsi ke Belanda, yang saat itu diyakini hanya untuk sementara saja.
RMS di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni 2007
beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang
Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April 2008 John Watilette perdana
menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat bahwa mendirikan republik
merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi
kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang menurunkan tulisan
tentang antipati terhadap Jakarta menguat. Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan
melemahnya keingingan memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur yang
bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan dengan Maluku hanya menyangkut soal sosial
ekonomi. Perdana menteri RMS (bermimpi) tidak menutup kemungkinan Maluku akan
menjadi daerah otonomi seperti Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih
kemerdekaan penuh.
Krisis Politik
Tetapi keadaan berubah sejak awal 1950 dengan munculnya krisis politik di Ambon .
Bermula ketika Urbanus Pupella, pimpinan PIM mengeluarkan pernyataan tidak ingin masuk
dalam federasi, tetapi mau bergabung dengan Republik Indonesia . Pada 19 Januari 1950 tiba
anggota-anggota militer Paratroep asal Ambon pulang kampung dan mendarat di Ambon .
Sebelumnya pasukan-pasukan ini ketika berada di Makassar sudah terkontaminasi oleh Mr.
Christiaan Soumokil, Jaksa Agung RIS yang anti-RI melakukan provokasi kepada pasukanpasukan khusus baret merah dan hijau asal Ambon ini.

Kegiatan provokasi yang dilakukan oleh Soumokil karena dibiarkan oleh Kolonel
Schotborgh, Komandan tentara Belanda di Makassar. Schotborgh juga menjadi penyebab
terjadinya kerusuhan di Makassar karena membiarkan Soumokil menghasut Kapten Andi
Azis melakukan aksi pemerontakan di Makassar .
Ambon menjadi tegang dengan kembalinya pasukan-pasukan khusus asal Ambon
yang sebagaian besar terkena disersi, giat melakukan konfrontasi dengan barisan PIM dari
Pupella yang saling berlawanan. Konflik di Ambon pun tidak terhindar ketika pada 19
Februari 1950 terjadi perkelahian antara anggota-anggota PIM yang pro-Republik dengan
anti-Republik yang di dukung oleh pasukan-pasukan khusus ini. Pemerintah Ambon ketika
itu berubah menjadi negara Polisi yang juga berpihak pada kelompok anti-Republik. Dalam
peristiwa berdarah ini menimbulkan 19 orang korban. Konflik kemudian menyebar dimanamana tanpa bisa dicegah. Pada 12 Maret 1950, kepala desa Asilusu, Ibrahim Tangko, anggota
PIM, di datangi 10 orang anggota polisi yang langsung mengeroyok dan menyiksanya. Begitu
pula pada 17 Maret, di desa yang sama, Awat Betawi, juga anggota PIM didatangi anggotaanggota polisi yang menyiksanya hingga pingsan.
Yang tak kalah tragisnya adalah pada hari yang sama di desa Wakasihu, pimpinan
PIM setempat, Ohorella, dan ibunya juga harus mengalami siksaan tidak manusiawi. (Teu
Lususina, Ambon ).
RMS di dirikan
Di Ambon mulai muncul desas-desus bahwa wilayah Indonesia Timur sudah di kuasai oleh
pasukan Jawa (baca APRIS), dan menurut rencana pasukan TNI dari Jawa akan menyerbu
Ambon pada akhir Maret. Desas-desus ini menimbulkan kepanikan, terutama di kalangan
pemerintahan dan kalangan fungsionaris pedesaan. Kemudian pada 5 April muncul berita
yang sangat menyenang pemimpin-pemimpin anti-Republik bahwa pasukan TNI dari
Batalyon Worang akan memasuki kota Makassar . Tak lama kemudian tersiar berita bahwa
seorang Kapten Bugis muda, bernama Andi Azis bersama batalyonnya telah menduduki kota
Makassar dalam usaha untuk mempertahankan kota ini dari serbuan Batalyon Mayor H V
Worang. Aksi pemberontakan Andi Azis di Makassar di ikuti dengan seksama dan penuh
kecemasan oleh kalangan anti-Republik di Ambon . Situasi Ambon menjadi tak menentu
ketika mengetahui Andi Azis sudah ditangkap dan Makassar sudah aman dari
pemeberontakan setelah Kolonel Alex Kawilarang di angkat menjadi Panglima territorial
Indonesia Timur.
Pada 18 April 1950, J A Manusama, yang ketika itu menjabat direktur urusan sekolah-sekolah
menengah di Ambon, memprakarsai rapat umum di Ambon untuk menenangkan keadaan.
Pada 21 April terdengar kabar bahwa Andi Azis dengan resmi menjadi tahanan. Sebelumnya
ia datang ke Jakarta yang katanya di janjikan akan dibebaskan bila melapor kepada
pemerintah.
Penahanan Andi Azis membuat para pemimpin RMS melakukan pertemuan khusus
membahas situasi dan keadaan di Indonesia Timur. Dari pertemuan itu muncul ide pemisahan
diri dari Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pada 23 April 1950, Sersan Mayor (KNIL) Ibrahim Ohorella, Sersan Mayor Sapulete
bersama Ir Manusama memprakarsai pertemuan dengan wakil-wakil militer, polisi dan sipil
untuk melakukan persiapan dan menyusun konsep kemerdekaan Maluku Selatan terlepas dari

Republik Indonesia Serikat dengan mencetuskan proklamasi Republik Maluku Selatan. Pada
esok harinya, konsep ini diajukan untuk mendapat persetujuan dari Kongres Rakyat yang
berlangsung di gedung pemerintah di Batugadjah dan dihadiri sekitar 6000 pengunjung, yang
secara aklamasi disetujui.
Konsep proklamasi itu kemudian di bacakan pada 25 April 1950 dan di tandatangani oleh J H
Manuhutu dan A Wairizal.
Teks proklamasi RMS berbunyi:

Proklamasi ini diumumkan kepada Nederlandse Hoge Commissaris


(Komisaris Tinggi Belanda) di Jakarta pada tanggal 26 April 1950 melalui
telegraf. Terjemahan dari teks ini juga dicatat dalam Nota omtrent de
ontwikkeling in Indonesie (Catatan tentang pembangunan di Indonesia)
yang diserahkan oleh Pemerintah Belanda kepada Tweede Kamer Staten
Generaal (dewan perwakilan rakyat) pada tanggal 23 Mei 1950.

Proklamasi

Kemerdekaan Maluku Selatan

Memenuhi kemauan jang sungguh, tuntuan dan desakan rakjat Maluku Selatan, Maka
dengan ini kami proklamir KEMERDEKAAN MALUKU SELATAN, defakto dejure, Yang
berbentuk Republik, lepas dari dari pada segala perhubungan ketatanegaraan Negara
Indonesia Timur dan RIS, beralasan NIT sudah tidak sanggup mempertahankan
Kedudukannya sebagai Negara Bahagian selaras dengan peraturan2 Mutamar Denpasar
Jang masih sjah berlaku, djuga sesuai dengan keputusan Dewan Maluku Selatan Tertanggal
11 Maret 1947, sedang RIS sudah bertindak bertentangan dengan Keputusan2 KMB dan
Undang2 Dasarnya sendiri.
Ambon, 25 April 1950 Pemerintah Maluku-Selatan,
J H Manuhutu
A Wairizal
2.3 Berakhirnya Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemberontakan Republik Maluku Selatan sudah berakhir tetapi masih ada beberapa
orang yang masih mengakui RMS dan sampai detik ini RMS masih tetap eksis dan
mempunyai presiden transisi bernama Simon Saiya.
2.4 Tokoh-tokoh yang terlibat Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof. Johan
Manusama, pemimpin kedua Frans Tutuhatunewa turun pada tanggal 25 april 2009. Kini
John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda. Dr. Soumokil mengasingkan
diri ke Pulau Seram. Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi hukuman mati
oleh pengadilan militer, dan dilaksanakan di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 12 April 1966.
Pada
26
April
terbentuk
pemerintahan
RMS
dengan
susunan:
J H Manuhutu sebagai
Presiden;
A Wairizal (Pimpinan
Dewan
Rakyat
dan
pimpinan departemen);
Mr
Soumokil
(Luar
Negeri);
D J Gasperz (Dalam
Negeri);
J Toule (Kehakiman);
J
B
Pattiradjawane
(Keuangan);
SJH Norimarna (ekonomi);
H F Pieter (lalu-lintas dan
Pengairan),
P W Lokollo (sandangpangan) ;

10
Gambar 1 Presiden pertama RMS,
J.H. Manuhutu

A Nanlohy (pertahanan) ;
Ir J A Manusama (Pendidikan)
dr Th Pattiradjawane (Kesehatan);
dan Z Pesuwarissa (Penerangan) .

Pada 2 Mei 1950, di atas gedung pemerintah, berkibar bendera nasional RMS empat
warna, biru-putih, hijau dan merah dari hasil kesepakatan pemuka-pemuka desa (raja-raja).

Bendera Maluku Selatan

endera Republik Maluku Selatan (Benang Raja) adalah perlambang negara dan
persatuan rakyat. Empat corak warna; biru, putih, hijau, dan merah tersebut dipilih
bukan tanpa maksud. Justru masing-masing warna memiliki makna secara
mendalam:

11

Biru
Warna biru melambangkan lautan Maluku Selatan yang penuh dengan kekayaan alam, seperti
ikan, mutiara, teripang, dan rumput laut. Laut dan kekayaan di dalamnya berperan penting
dalam kehidupan sehari-hari di Maluku Selatan. Warna biru melambangkan pula kesetiaan
rakyat Maluku Selatan kepada tanah air mereka.
Putih
Warna putih melambangkan kemurnian dan kesucian perjuangan rakyat Maluku Selatan serta
kedamaian yang selalu ingin dihadirkan oleh rakyatnya. Warna putih juga menggambarkan
pantai-pantai di Maluku Selatan, di mana ombak berdebur tak hentinya.
Hijau
Warna hijau melambangkan kesuburan dari kepulauan Maluku Selatan sebagai tempat
tumbuhnya hasil-hasil alam, di antara lain sagu, kelapa, pala, dan cengkeh yang merupakan
tumbuhan khas Maluku.
Merah
Warna merah melambangkan darah rakyat Maluku Selatan yang telah tertumpah dalam
perjuangan menghadapi para penjajah. Warna merah yang adalah warna pokok ini merupakan
asa asal mula segala aspek kehidupan bertumbuh. Yang terkenal pula adalah kain
berang, kain berwarna merah yang dipakai sebagai ikat kepala ataupun dipakai melingkari
leher atau tangan. Warna ini melambangan keberanian rakyat Maluku Selatan.
Ukuran bendera ini ialah 2 : 3, dibagi ke dalam empat bagian yang berbentuk sebagai
berikut (dari kiri ke kanan): biru 1/9 bagian, putih 1/9 bagian, hijau 1/9 bagian, dan merah
6/9 bagian.
2.5 Peran Belanda dalam Pembentukan Republik Maluku Selatan (RMS)
Oleh karena kemerdekaan RMS yang di Proklamirkan oleh sebagian besar rakyat
Maluku, pada tanggal 24 April 1950 di kota Ambon, ditentang oleh Pemerintah RI dibawah
pimpinan Sukarno - Hatta, maka Pemerintah RI meng-ultimatum semua para aktifis RMS
yang memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan untuk menyerahkan diri
kepadda pemerintah RI, sehingga semua aktifis RMS itu ditangkapi oleh Pasukan-pasukan
Militer yang dikirim dari Pulau Jawa.
Karena adanya penangkapan yang dilakukan oleh militer Pemerintah RI, maka para
pimpinan teras RMS tersebut, ber-inisiatif untuk menghindar sementara ke Negeri Belanda,
kepindahan para pimpinan RMS ini mendapat bantuan sepenuhnya dari Pemerintah Belanda
pada saat itu. Dengan adanya kesediaan bantuan dari Pemerintah Belanda untuk mengangkut
sebagian besar rakyat Maluku dengan biaya sepenuhnya dari Pemerintah Belanda, maka
sebagian besar rakyat di Maluku yang beragama kristen, memilih dengan kehendaknya
sendiri untuk pindah ke Negeri Belanda. Pada waktu itu, Ada lebih dari 15.000 rakyat
Maluku yang memilih pindah ke negeri Belanda.
Pindahnya sebagian rakyat maluku ini, oleh Pemerintahan Sukarno-Hatta, diissukan
sebagai "PENGUNGSIAN PARA PENDUKUNG RMS", lalu dengan dalih pemberontakan,
pemerintah RI menangkapi para Menteri RMS dan para aktifisnya, lalu mereka dipanjarakan
dan diadili oleh pengadilan militer RI, dengan hukuman berat bahkan dieksekusi Mati.
Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan,
seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah RMS di

12

Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di Ambon berjalan lancar terkendali.
Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno tidak bisa berpangku tangan menyaksikan
semua aktivitas rakyat Maluku, sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh
pimpinan dengan semua jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah
RMS yang berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal
dokumentasi dan bukti perjuangan RMS, para pendukung RMS membentuk apa yang disebut
Pemerintahan RMS di pengasingan.
Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978 terjadi
peristiwa Wassenaar, dimana beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan serangan
kepada Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh
Press di Belanda dikatakanlah peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan para aktifis RMS di
Belanda. Ada yang mengatakan serangan ini disebabkan karena pemerintah Belanda menarik
dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan teror ini dilakukan
karena pendukung RMS frustasi, karena Belanda tidak dengan sepenuh hati memberikan
dukungan sejak mula. Di antara kegiatan yang di lansir Press Belanda sabagai teror, adalah
ketika di tahun 1978 kelompok RMS menyandera 70 warga sipil di gedung pemerintah
Belanda di Assen-Wassenaar.
Selama tahun 70an, teror seperti ini dilakukan juga oleh beberapa kelompok
sempalan RMS, seperti kelompok Komando Bunuh Diri Maluku Selatan yang dipercaya
merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu dekat) Pemuda Maluku Selatan Merdeka.
Kelompok ini merebut sebuah kereta api dan menyandera 38 penumpangnya di tahun 1975.
Ada juga kelompok sempalan yang tidak dikenal yang pada tahun 1977 menyandera 100
orang di sebuah sekolah dan di saat yang sama juga menyandera 50 orang di sebuah kereta
api. Sejak tahun 80an hingga sekarang aktivitas teror seperti itu tidak pernah dilakukan lagi.

Angkatan Perang RMS dibentuk


Pada 9 Mei di Ambon oleh tentara-tentara eks KNIL dengan menggunakan cara tentara
Belanda mendirikan Angkatan Perang Republik Maluku Selatan (APRMS). Kekuatan ini di
topang oleh barisan sukarela yang umumnya terdiri dari anak-anak muda usia 16 tahun keatas
yang militant dan fanatic mempertahankan RMS. Pada Juni 1950 pucuk pimpinan APRMS
dibentuk yang terdiri dari Sersan Mayor Samson sebagai Panglima dan Sersan-Mayor
Pattiwael sebagai Kepala Staf APRMS. Anggota-anggota Staf antara lain adalah SersanMayor Kastanja dan Sersan Mayor Pieter dan Sersan Aipassa. Kesemua mereka ini adalah
prajurit-prajurit KNIL tua yang kemudian mendapat pangkat dari Kolonel hingga Mayor.
Pulau Seram juga mendapat tempat sebagai basis pertahanan, hingga juga terbentuk satuan
kekuatan militer dengan sebutan Tentara Panah terdiri dari sekitar 10.000 orang.
Ketika RMS diproklamirkan, beberapa minggu kemudian, diantara serdadu-serdadu KNIL
asal Maluku memasuki APRMS dan jumlahnya berkisar 4.000 personal dan melikuidasi dari
garnisun di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa.
Mereka menyatakan solider dengan RMS dan menolak di pindahkan ke APRIS, untuk itu
menuntut di demobilisasi dan di pindahkan di daerah-daerah non-RIS, apakah di wilayah
RMS ataupun di Papua.

13

Tuntutan mereka ini ditolak oleh Belanda yang tidak mau lagi direpotkan setelah peristiwa
pemberontakan Andi Azis yang dilakukan oleh kalangan militer KNIL asal Ambon di
Makassar. Untuk itu banyak diantara pasukan KNIL asal Ambon di Makassar di evakuasi ke
Jawa, dan disana mereka di kosentrasikan pada 5 daerah garnisun, masing-masing: Jakarta ,
Bandung , Surabaya , Malang dan Semarang .
Merekapun mendapat pilihan, demobilisasi di Jawa atau ikut bersama APRIS membebaskan
Maluku dari RMS.
Yang menolak, hingga pada kelima garnisun itu dibentuk panitia untuk melayani dan
mengatasi mereka yang membangkang.
Untuk mengatasi keadaan, pihak militer Belanda melakukan pendekatan dengan Perwakilan
Rakyat Maluku, hingga satu delegasi di pimpin Sersan-Mayor Aponno di kirim ke Negeri
Belanda untuk berunding dengan pemerintah Belanda.
Ketika pada 26 Juli 1950, KNIL secara resmi dibubarkan oleh pemerintah Belanda, yang
sehari sebelumnya, semua personal eks KNIL diberhentikan. Walau begitu ke-4000 pasukan
pembangkang yang pro RMS berada di bawah tanggung jawab militer Belanda. Pemerintah
Belanda melarang dilakukannya demobilisasi di wilayah Indonesia bagi para pembangkang.
Untuk mengatasinya, tidak ada pilihan, yakni mengangkut mereka ke Negeri Belanda, dengan
beaya satu juta gulden untuk setiap kapal. Untuk itu, oleh pemerintah Belanda yang tidak
mendukung ataupun mengakui RMS menekan delegasi Aponno di tekan untuk menerima
putusan ini, dan tidak dibenarkan dikembalikan ke Ambon .
Sebagai hasilnya pada bulan Maret/April 1951, prajurit-prajurit eks KNIL di berangkatan ke
Negeri Belanda terdiri dari: 6 pendeta militer; 3 perwira ajudan; 35 sersan-mayor; 372 sersan
dan fourier; 821 kopral dan 2341 serdadu. Secara keseluruhan bersama isteri-isteri dan anakanak berjumlah 12.500 orang.
Pada 8 Juni 1950 diputuskan untuk membentuk Perwakilan RMS di Luar Negeri.
Sebelumnya, pada 27 April 1950 pihak RMS menunjuk dr J P Nikijuluw sebagai pimpinan
perwakilan RMS di luar negeri dengan P W Lokollo sebagai Wakilnya dibantu Komisaris
pemerintah, I A Lebelauw. Ketiga mereka ini berada di Negeri Belanda.
Pada 16 Oktober 1950 pihak RMS mengirim kawat kepada dr Nikijuluw dan memberi kuasa
sebagai delegasi RMS ke Dewan Keamanan PBB dan menunggu laporan dari pihak UNCI
mengenai Masalah RMS yang katanya akan di kirim ke Dewan Keamanan. Sebulan
sebelumnya pada 4 September 1950, dalam sidang Parlemen RMS di Ambon ditetapkan pada
pasal I UUD RMS berbunyi: Republik Maluku Selatan adalah Negara sah, yang bebas dan
merdeka sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. (Bung Penonton: De Zuid Molluksi
Republiek, 1977).
Departemen Luar Negeri RMS di Ambon mengeluarkan pernyataan yang isinya mengatakan:
RMS sedang berusaha berhubungan dengan Amerika Serikat, terutama dengan Australia
untuk berembuk dalam usaha untuk melakukan Pertahanan dan keamanan bersama di
Pasifik-Selatan menghadapi kemungkinan ancaman agresi komunis. Untuk hal itu, RMS
berusaha menghubungi AS ataupun Australia dengan menawarkan beberapa tempat

14

strategis bagi penempatan pangkalan-pangkalan militer dan penempatan kekuatan armadaarmada laut mereka.
Pernyataan ini mendapat kecaman dari Urbanus Pupella yang mengatakan merupakan
pengkhianatan terhadap rakyat Maluku.
Pada 15 Juli 1950 pihak pimpinan RMS mengatakan, negara dalam darurat, Staat van Oorlog
en Beleg (SOB) untuk seluruh wilayah Sulawesi Selatan.
Tetapi pada 8 Agustus 1950, secara resmi pemerintah RMS membentuk Dewan Parlemen
Sementara. Dewan ini terdiri dari 75 anggota, terdiri dari 60 kepala-kepala desa dan 15
orang-orang yang dikenal masyarakat. W A Lokollo di tunjuk menjadi ketua menggantikan S
Tjokro dari PIM.
Selanjutnya RMS menjadi negara Polisi di pimpin oleh Komisaris H J Malaiholo yang tak
lama kemudian meninggal dan kedudukannya diganti oleh seseorang bernama Filippus yang
memimpin intelijen militer. Selain itu juga dibentuk Dewan Konstitusi yang mulai aktif pada
4 September 1950.
Beberapa tahun kemudian ketika mereka di adili Wairizal dan Manuhutu oleh Pengadilan
militer Indonesia , kedua mereka ini mengakui bahwa mereka dipaksa untuk menandatangani
teks proklamasi ini. Dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan, ternyata tidak satupun secara
bulat terjadi persetujuan dibentuknya RMS oleh kalangan masyarakat Maluku sendiri. (Ernst
Utrecht).
Reka-yasa Soumokil yang gagal
Ternyata pengadaan RMS di reka-yasa oleh Mr Christiaan Soumokil yang sering bersikap
eksentrik dan bahkan juga tidak senang pada Negara Indonesia Timur, dan lebih berpihak
pada kembalinya kolonialisme Belanda.
Lagi pula pembentukan RMS sama sekali bukan aspirasi dari masyarakat Maluku Selatan.
Sementara dibawah prakarsa PIM, pada umumnya para pimpinan politik, kepala-kepala desa,
pemuka-pemuka agama baik Kristen maupun Islam, sepakat untuk menempatkan Maluku
Selatan sebagai bagian dari RIS yang di bentuk pada 27 Desember 1949 setelah penyerahan
kedaulatan pada hari yang sama.
Untuk meraih ambisinya, Soumokil melakukan kegiatan kampanye, dan pertama-tama
berkunjung ke Kupang di Timor dan kemudian ke Manado untuk mempengaruhi masyarakat
di sana . Tetapi tujuannya sama sekali tidak berhasil hingga ia mendarat di Ambon pada 14
Desember. Kesemuanya dengan menggunakan fasilitas Belanda yang diberikan oleh Kolonel
Schotborg untuk mempengaruhi agar Indonesia Timur tidak bergabung dengan Republik.
Setelah berada di Ambon , Soumokil giat melakukan penyusunan rencana mempertahankan
RMS dari penyerbuan pasukan APRIS. Sehari setelah cetusan proklamasi, pihak RMS
melakukan perekrutan pada pemuda-pemuda sebagai sukarelawan mempertahankan RMS
dari APRIS. Selain Ambon, juga berusaha menarik simpati di berbagai kepulauan. Tetapi
kampanye RMS tidak mendapat sambutan dari penduduk di Buru , Aru, Banda, Kei dan
Tanimbar.

15

Sementara dukungan terbanyak diperoleh dari penduduk kota Ambon, Seram dan beberapa
pulau lainnya sekitar Ambon , dan juga pulau-pulau seputar Maluku Tengah.
Cetusan proklamasi RMS kurang mendapat sambutan, terutama di kalangan pelajar-pelajar
dan kalangan ilmuan Ambon di luar Ambon, terutama di Jawa dan Sumatra karena
memahami pandangan-pandangan nasionalisme. Pendukung RMS umumnya terdapat
dikalangan militer KNIL asal Ambon .
Umumnya militer pro RMS yang terkena demobilisasi menolak untuk masuk sipil di Jawa.
Banyak diantara mereka ini, mau tidak mau, dipaksa oleh Belanda dan di angkut ke Negeri
Belanda. Begitu hebatnya provokasi Soumokil hingga memerlukan waktu cukup lama untuk
meredakan keadaan.
Misi Perdamaian Leimena yang gagal
Waktu itu Kementerian Pertahanan belum lama mengangkat Kolonel Alex Kawilarang
sebagai Panglima TT-IT. Selain sibuk melakukan organisasi militer untuk ekspedisi, juga giat
menghadapi pemberontakan oleh pasukan-pasukan KNIL disersi asal Maluku di Makassar.
Sambil merampungkan organisasi APRIS yang untuk pertama kali melakukan ekspedisi di
luar Jawa, dan mengatasi aksi militer eks KNIL di Sulawesi Selatan, pemerintah Jakarta
mengutus misi perdamaian ke Maluku pimpinan dr Leimena ke Ambon dengan maksud
melakukan pendekatan dengan gembong-gembong RMS.
Menteri Republik Leimena di dampingi, ahli medis dari Surabaya, dr C A Rehatta, Ir
Putuhena, dan Menteri Penerangan Federal, Peloepessy.
Pada 1 Mei 1950, dengan kapal korvet Hang Tuah milik ALRI rombongan misi perdamaian
ini berangkat ke Ambon . Kepergian mereka ditehui oleh pimpinan RMS, dan mengirim
kawat ke Jakarta , bersedia berunding tidak di kapal, tetapi melalui komisi internasional.
Balasan kawat ini tidak ditanggapi oleh Jakarta dan kapal Hang Tuah sudah terlihat berlabuh
di Teluk Ambon. RMS mengeluarkan syarat bila mengirim delegasinya ke kapal.
Pada 6 Mei 1950, Kantor-berita Antara melaporkan mengenai misi Leimena sebga(i berikut:
Makassar , 5 Mei 1950. Seperti telah diberitakan mengenai Misi-Ambon pimpinan Dr
Leimena, yang pada hari Kamis jam 11 malam telah tiba di Makassar .
Pada Jumat pagi Dr Leimena pada jumpa pers mengatakan bahwa kapal Hang Tuah
yang membawa rombongan misi hanya berada kurang dari satu jam di Teluk Ambon, dan
berlabuh dekat mercu suar.
Syahbandar pelabuhan Ambon yang bertindak sebagai pengubung membawa surat dari
pimpinan Pemerintah Maluku Selatan yang diminta agar misi ini langsung menjawab.
Tetapi tak sampai satu jam, sebelum pihak misi damai dapat menjawab surat itu, syahbandar
itu langsung di panggil oleh orang-orang di darat untuk kembali ke darat.
Pada surat itu pihak RMS mengatakan mengusulkan agar dalam perundingan itu,
menempatkan RMS sebagai negara yang berdaulata, yang tidak mungkin dapat dilakukan
oleh misi RIS.

16

Leimena sangat kecewa dengan sikap saudara-saudara Ambon ini, dan mengatakan:
Padahal misi ini adalah antara sesame Putra Bangsa untuk sama-sama berembuk dan
mengatasi permasalahan secara damai.
Waktu syahbandar kembali ke darat, terlihat jelas dari korvet, pejabat itu dipukuli sampai
babak belur oleh prajurit KNIL dari pasukan Baret Hijau.
Peristiwa perlakuan pejabat-pejabat RMS ini sangat menyayat hati Leimena dan kawankawan sesama asal Ambon . Karena yang dihadapinya adalah orang-orang dungu yang buta
politik yang membawa derita terhadap masyarakat banyak di Maluku.
Walau begitu, Dr. Leimena masih berusaha melakukan pendekatan dan meminta kapal Hang
Tuah berlayar ke Saparua dengan maksud untuk menemui Manus Pattiradjawane, pimpinan
setempat. Tetapi disana juga pihak penguasa RMS di Saparua melarang kapal merapat.
Padahal Pattiradjawane adalah saudara ipar dari Gubernur Maluku, Johannes Latuharhary,
namun ikatan keluarga tidak meluluhkan kekerasan sikap RMS hingga memutuskan tali
persaudaraan.
Blunder dari Radio RRI Jakarta
Masih lagi di coba untuk melakukan pendekatan dengan pengadaan misi damai kedua. Tetapi
ini pun gagal sebelum di mulai.
Hal ini terjadi oleh siaran dari Radio RRI di Jakarta yang kurang di awasi. Waktu itu
diumumkan tentang percobaan pengiriman misi perdamaian kedua.
Tetapi sang penyiar mengakhiri siaran itu dengan menggunakan kata ancaman jika misi
kedua ini tidak diterima, akan di daratkan 15.000 tentara TNI. Perkataan ancaman pada
siaran itu secara psikologis merupakan kesalahan besar. Karena ketika itu TNI sama sekali
belum punya persiapan untuk mendarat.
Dan, benar saja, beberapa hari kemudian, Radio RMS mengumumkan, mereka tidak gentar
sekalipun 150.000 tentara TNI akan mendarat. Karena waktu itu Panglima TT-IT sedang
sibuk menempatkan pasukan-pasukan TNI di tempat-tempat yang perlu di seluruh pulau
Sulawesi, Morotai dan Ternate (Maluku Utara), pulau-pulau Nusatenggara dari Bali sampai
Timur. Juga di Tamimbar, Aru dan Kei di Maluku Selatan. Di tempat-tempat ini keadaan
aman, kecuali di kota Makassar .
Sesudah peristiwa pertempuran bulan Mei 1950, terasa sekali keadaan masih eksplosif.
Selama pasukan KNIL asal Ambon masih bersenjata dan memperlihatkan sikap provokatif,
Komandan Sektor Makassar, Letkol Soeharto harus siaga 24 jam sehari dengan sebagian dari
pasukannya terhadap suatu serangan mendadak. Untuk menyelesaikan masalah RMS, perlu di
datangkan pasukan baru dari Jawa, dan di kirim batalyon Mayor Soeradji dan batalyon Mayor
Pelupessy. (Alex Kawilarang: Untuk Sang Merah Putih, 1988).
Blokade Laut APRIS dan kegagalan misi Schotborgh mengendalikan Tentara KNIL
Manusama pada bukunya, Om Recht en Vrijheid mengungkapkan bahwa kegagalan misi
perdamaian Leimena berlanjut dengan rencana pemerintah Jakarta melakukan aksi blokade

17

laut terhadap RMS. Tetapi karena di Ambon terdapat orang-orang Belanda, hingga
pemerintah RIS menghubungi Komisariat Tinggi Belanda di Jakarta untuk mengorganisir
proses evakuasi.
Pada 8 Mei 1950 di Ambon datang dua misi Belanda; misi sipil oleh Van Hoogstraten dan
Deinse, misi militer pimpinan Kolonel Schotborgh. Kedua misi ini bertujuan melakukan
evakuasi terhadap militer, ambtenaren dan orang-orang sipil Belanda. Pihak RMS membantu
misi-misi ini dengan lancar hingga kesemua warga negara Belanda ini berangkat dengan
kapal Kota Intan dari Ambon menuju Jakarta . Tugas Kolonel Schotborgh tak hanya
berurusan dengan evakuasi, tetapi juga harus mencegah agar pasukan pasukan eks KNIL dari
Ambon tidak terlibat dengan urusan Republik Maluku Selatan, yang merupakan instruksi
langsung dari Panglima tentara Belanda di Jakarta, memerintahkan semua tentara KNIL di
konsinyir dan masuk tangsi-tangsi militer.
Mereka yang melanggar akan menerima sangsi akan di peact dan semua hak-haknya di cabut,
demikian Kantor Berita Aneta. Tetapi usaha Schotborgh sebagai Komandan Teritorial
Indonesia Timur dengan mendekati dan meyakinkan tentara-tentara KNIL asal Ambon tidak
membawa hasil. Bahkan sebagian besar dari mereka ini langsung mundur dari dinas KNIL
dan mendaftarkan diri menjadi tentara RMS.
APRIS Mulai Memerangi RMS
Setelah memperoleh jumlah pasukan yang cukup, Panglima Kawilarang mulai menggerakan
kekuatan APRIS menuju perairan Maluku di minggu keempat bulan Mei. Sasaran pertama
adalah pendaratan di pulau Buru dan Seram Selatan. Dengan taktik demikian, pusat RMS di
Ambon lambat laun terisolasi.
Waktu itu pasukan penyerbu TT-TI belum lagi memiliki LCM (Landing Craft Medium) dan
LCVP (Landing Craft Vehicles dan Personnel). Kedua landing craft ini cocok untuk
mendarat jika ada perlawanan. APRIS waktu itu hanya punyak LCI (Landing Craft Infantry)
yang tak dapat begitu mendekati pantai seperti LCVP dan LCM.
Lagi pula, jika LCI sudah kandas dekat pantai, tentara hanya bisa mendarat seorang demi
seorang lewat dua jembatan sempit sebelah kiri dan kanan dari bagian muka LCI.
Dalam bukunya, Kawilarang mengatakan: Sebelum mendarat di Pulau Buru dan Seram
kami perlu mengadakan latihan pendaratan dengan LCI di suatu pulau dekat Makassar .
Latihan ini antara lain diadakan dengan dua kompani dari Bataltyon Suradji yang
direncanakan akan mendarat dulu di Buru. Waktu LCI kandas dan kami turun, air laut
sampai dada saya. Kapten Leo Lopulisa dan Mayor laut Alex Langkay malahan masuk laut
yang lebih dalam lagi. Belum lagi prajurit-prajurit dari Batalyon Suradji. Waktu sedang
melangkah ke darat, saya dengar seorang prajurit sambil batuk berteriak pada temannya,
Lho, air laut asin. Jangan heran, mereka datang dari Solo, belum pernah masuk laut.
Tetapi saya juga berpikir, pasukan pendaratan ini belum benar-benar merupakan seaborne
forces.
Sesudah empat hari berlayar dari Makassar, pasukan APRIS tiba di utara Pulau Buru
pertengahan Juli 1950. Ombak tinggi sekali dan hampir seluruh seaborne force, yaitu
Batalyon Pelupessy dan dua kompani Batalyon Soeradji, mabuk laut. Maklum hanya dengan
dua LCI dan satu LST (Landing Ship Tanks). Di utara Buru mereka rendez-vous (berkumpul)

18

dengan kapal Waikelo yang membawa Batalyon 3 Mei pimpinan Mayor Mengko dari Manado
.
Esok harinya dua kompani Batalyon Suradji mendarat dahulu kira-kira lima kilometer
sebelah barat Namlea. Tidak ada perlawanan. Menyusul pendaratan Batalyon Pelupessy yang
akan maju ke Namlea. Ternyata pasukan ini mendapat hadangan dan menderita korban.
Selain itu hampir seluruh pasukan merasa lemas. Karena pada umumnya selama empat hari
muntah-muntah. Waktu pendaratan, ransom makan, berupa biscuit laut untuk dua hari,
basah dan tak bisa dimakan.
Kawilarang putuskan, supaya Batalyon 3 Mei, yang masih segar dan sehat karena diangkut
dengan kapal besar Waikelo, untuk menyerbu Namlea. Hal ini terjadi di pagi hari, pada hari
ketiga. Pada serangan ini Prajurit Banteng jatuh sebagai korban pertama dan Sersan Mayor
Tandayu luka. Senjata-senjata yang ditinggalkan di markas RMS antara lain berupa beberapa
brengun. Pasukan penyerbu sangat hati-hati mendekati markas dan gudang RMS itu. Ternyata
tidak ada booby trap.
Keesokan hari tiba dengan kapal korvet, Letkol Slamet Rijadi, Komandan Pasukan Maluku.
Iapun gembira karena bertemu dengan Mayor Soeradji, bekas bawahannya.
Disamping itu, datang juga Kapten M Jusuf yang akan menjadi ajudan Panglima Kawilarang.
Kemudian di rencanakan untuk menduduki Piru dahulu oleh Batalyon 3 Mei.
Kota Piru di dekati dari dua jurusan. Waktu sore hari tiba di sana , pasukan RMS sudah
mengosongkannya. Sebelumnya dikirimkan tiga orang tentara eks RMS yang di tawan ke
sana untuk meyakinkan pasukan RMS supaya bergabung dengan APRIS atau menyerah.
Ternyata waktu Piru di duduki, ketiga orang itu sudah di tembak mati oleh komandan
pasukan RMS di Piru, Nussy. Salah seorang yang dibunuh malahan Lestiluhu, komandan
pasukan RMS di Buru, yang ditawan pasukan APRIS di Namlea. Ia adalah anggota Baret
Hijau punya banyak teman di Batalyon 3 Mei, dimansa satu peleton juga terdiri atas bekas
anggota Baret Hijau dan Baret Merah. Dua hari kemudian pasukan APRIS mendarat di teluk,
kira-kira tiga kilometer sebelah utara Amahai, dengan dua kompani dari Batalyon Soeradji.
Letkol Slamet Rijadi selalu berada di depan. Sesudah pertempuran kurang lebih dua jam,
Amahai pun di duduki. Letkol Slamet Rijadi sebagai komandan pasukan Maluku, sementara
kepala staf Mayor Herman Pieters mengkonsolidasi pasukannya. Juga dikepulauan Banda
dan bagian selatan Pulau Seram sudah di kuasai pasukan APRIS. Batalyon Abdullah sudah
menempatkan pasukan APRIS di kepulauan Tamimbar, Kei, Aru hingga kepulauan Geser dan
beberapa tempat di Seram Selatan. Mayor Abdullah gugur dalam salah satu pendaratan di
Seram Selatan. Ternyata pasukan RMS dapat menyeberangkan sebagian pasukannya dengan
perahu-perahu ke Pulau Seram dan menyerang Amahai. Tetapi serangan ini dapat di patahkan
oleh pasukan Mayor Soeradji.
Pertempuran empat hari di Makassar (5-9 Agustus) sempat memperlambat operasi militer
APRIS ke Ambon selama sekitar satu bulan, sementara pasukan tambahan dari Jawa sudah
berdatangan. Rencana penyerbuan selanjutnya adalah mendaratkan pasukan di HitulamaHitumesing , di utara pulau Ambon, dan pasukan lain di Tulehu dibagian timur dan sesudah
dua pasukan bertemu di Paso, menyerang kota Ambon dari utara dan ada lagi pasukan lain
yang akan menduduki lapangan terbang di sebelah barat pulau Ambon .

19

Yang akan mendarat di Hitulama dan Hitumesing adalah pasukan Mayor Jusmin dengan di
pimpin oleh Letkol Soediarto. Pasukan 3 Mei pimpinan Mayor Mengko akan mendarat di
Tuleho.
Dalam pendaratan di Tuleho, Letkol Slamet Rijadi mendarat di sebelah selatan Tuleho dan
Kolonel Kawilarang bersama Kapten Jusuf, Leo Lopulisa, Joost Muskita dan Kapten
Claproth di sebelah utara Tulehu. Untuk pendaratan itu, APRIS sudah terima 10 LCM. Enam
LCM akan digunakan untuk Tulehu dan empat lainnya untuk Hitu.
Alex Mamusung, merupakan wartawan foto perang dari Indonesia Press Photo Service
(Ipphos) yang turut meliput operasi penumpasan RMS melalui lensa foto sangat bermanfaat
mengisi lembaran sejarah.
Sejak pertempuran- pertempuran di Makassar, Buru, Piru, Amahai dan Ambon ia selalu ikut
meliput dan mendokumentasi secara visual.
Dari hasil karya foto, wartawan foto perang ini pada 17 Agustus 195, ia dianugerahi bintang
oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Pendaratan APRIS di Ambon
Pada 28 September 1950 pendaratan berlangsung di Tulehu dan Hitu di pantai utara. Invasi
APRIS berkekuatan 6 batalyon infantry dengan menggunakan kapal-kapal amfibi LCM
yang di dukung oleh tembakan-tembakan dari 4 kapal korvet dan dua pembom B-25.
Pada pendaratan itu terjadi peristiwa tragis. Menurut pasukan cadangan yang menonton dari
atas kapal Waikelo, melihat ketika pendaratan LCM dan keluarnya pasukan 3 Mei dari LCM
sesudah kandas, merupakan suatu pemandangan yang tidak akan mereka lupakan.
Kolonel Kawilarang menceritakan: Sesudah pendaratan, saya bersama pasukan maju ke
Tulehu. Begitu juga Slamet Rijadi. Lalu kami berkelompok di Tulehu dan terus maju menuju
Ambon . Tetapi baru saja kira-kira satu kilometer dari Tulehu kami sudah mendapat
perlawanan hebat. Dalam pertempuran ini 20 anggota 3 Mei gugur. Waktu itu ajudan
saya, Kapten Jusuf, berkata dengan suara risau, Kijk, Soekirmo is geraakt (Liha,t
Soekirmo kena). Soekirmo, ajudan Slamet Rijadi itu tersenyum-senyum saja, seperti tidak
menderita apa-apa. Sambil memegang lengan yang tergantung dengan tangan lain, ia
berjalan ke Tulehu. Sayapun kaget melihatnya bercampur bangga atas kekuatannya. Baru
pada jam 3 sore pasukan maju lagi, tetapi delapan kilometer kemudian, di suatu tempat,
dengan hutan lebat sebelah kanan kami, terjadi lagi pertempuran. Sedang hari sudah mulai
menggelap. Lalu kami tidur di sebelah jalan, di pinggir hutan, dalam keadaan basah kuyup,
karena hujan lebat mengguyur kami. Saya melihat Slamet Rijadi, ajudan lainnya, Soendjoto,
Jusuf dan Muskita, semuanya kedinginan. Sementara itu kami sudah tahu bahwa Letkol
Soediarto gugur di Hitulama/Hitumesing . Ia gugur sebelum mendarat. Masih di atas LCM,
waktu kandas dan pintu LCM dibuka, ia kena tembakan di perutnya. Dalam keadaan luka
parah sempat di bawa ke kapal rumah sakit, Waibalong dan di operasi oleh Mayor Dokter
Soejoto. Peluru menembus enam usus dan waktu sedang di operasi, Letkol Soediarto
menghembuskan nafasnya terakhir.
Penyerbuan ke Ambon berlanjut. Gerakan pasukan Mayor Jusmin, dibantu pasukan Mayor
Soerjo Soebandrio, terhenti dekat Telaga Kodok, karena ada perlawanan hebat dari RMS.

20

Gerakan dari Tulehu diteruskan, tetapi juga sangat lamban, karena terus menerus di
perlamban oleh sniperfire RMS, dan di daerah itu sulit sekali untuk melambung.
Sesudah beberapa hari baru pasukan APRIS tiba di Suli.
Pihak pertahanan RMS di Ambon ketika itu berkekuatan 700 pasukan bersenjata lengkap,
menghadapi pasukan penyerbu melalui perlawanan cukup gigih.
Korban di pihak pasukan pendarat tidak sedikit, dan senjata-senjata mereka ini berpindah
tangan untuk memperkuat 1.200 pasukan RMS memperoleh senjata, hingga pertempuran
sengit berlangsung antara 30 September hingga 1 Oktober 1950 untuk kemudian dikuasai
oleh APRIS.
Perlawanan gerilyawan RMS turut memperlambat gerakan pasukan APRIS memasuki
Ambon . Letkol Slamet Rijadi sempat kecolongan, ketika di pagi hari, ia mengemudikan jeep
dari Tulehu menuju Suli.
Seorang anggota RMS mencoba menghentikan jeep-nya sambil menembak dari samping.
Nasib baik bagi Slamet Rijadi, karena saat ditembak, dengan gerakan refleks ia memutar
badannya. Tetapi lengannya kena dari jarak satu meter. Masih untung lagi, tulangnya tidak
kena. Malahan ia sempat menghentikan jeep, melompat keluar untuk mengejar si penembak.
Tetapi orang yang menghadang dan menembaknya dengan sigap sudah lari menghilang
masuk hutan.
Di awal November datang pasukan tambahan dari Jawa melalui Makassar , yakni pasukan
Kapten Poniman dan pasukan Mayor Lukas Kustarjo. Untuk itu rencana penyerbuan kota
Ambon disusun. Pasukan Poniman akan mendarat di selatan kota Ambon sementara pasukan
Lukas Kustarjo di sebelah utara. Sesudah itu Batalyon 3 Mei akan menduduki daerah
pegunungan tenggara kota Ambon . Sementara itu pasukan Mayor Jusmin dan Mayor Soerjo
Soebandrio menyerang dari Telaga Kodok menuju ke jurusan Paso dan sebagian ke lapangan
terbang. Detasemen Kapten Faah akan mendarat di pantai selatan Teluk Baguala, tidak jauh
dari sebelah timur Paso dan dari Waitatiri maju pasukan-pasukan dari Kapten Claproth,
Mayor Worang, Kapten Mahmud Pasha, Mayor Soeradji. Letkol Slamet Rijadi dan Kapten
Muskita ikut dengan pasukan yang berangkat ke Waitatiri. Kolonel Kawilarang akan
berangkat dengan kapal dari Tulehu, bersama dengan pasukan akan mendarat dekat kota
Ambon. Mayor Achmad Wiranatakoesoemah akan memimpin pasukan ini, sementara Letkol
Daan akan diperbantukan kepada Kawilarang.
Kekuatan APRIS terdiri dari tiga korvet, yakni, Patiunus dengan Mayor Laut Rais,
Banteng yang membawa Kolonel Kawilarang dan Rajawali yang bertugas melindungi
pendaratan jika perlu. Perwira liaison ALRI adalah Mayor Alex Langkay. Selain itu masih
ada dua bomber B-25 dari AURI dengan pilot Mayor Noordraven dan Letnan Ismail. Pada 2
November, sehari sebelum berangkat dari Tulehu, Kawilarang bertemu dengan Menteri
Leimena yang datang dari Jakarta bersama Ir Putuhena dan Dokter Rehatta.
Mereka di utus oleh Pemerintah Jakarta untuk mencoba melakukan misi perdamaian yang
ketiga dengan RMS. Mereka juga berharap agar supaya tugas APRIS cepat selesai dan
sedapat mungkin dengan sedikit korban. Secara khusus harus dijaga, jangan sampai rakyat
Maluku yang sudah banyak menderita dan tidak bersalah, menjadi korban dalam pertempuran
di Ambon . Tetapi sayang harapan ini tak dapat terlaksana dan sudah terlambat. Karena

21

perang sudah terjadi sejak 28 September dan pihak RMS tidak akan mau berunding. Lagi
pula mereka berada dalam posisi kocar-kacir. Pertempuran dalam kota selalu makan banyak
korban jiwa dan juga harta. Sebagian besar rumah akan hancur atau terbakar.
Pada 3 November di pagi hari, pasukan Kapten Poniman mendarat di kota Ambon bagian
selatan. Disini Kapten Sumitro gugur. Nasib serupa dialami Letnan Komar, yang kena
tembakan dan langsung tersungkur. Musuh waktu itu sempat maju lagi sambil menusuk mati
beberapa prajurit APRIS yang ketinggalan dan luka-luka. Rupanya musuh mengira Komar
sudah mati. Padahal ia berpura-pura tidak bernafas lagi. Seorang RMS mendekatinya sambil
berkata kepada temannya, Ini orang Ambon . Beta ambil arlojinya saja.
Letnan Komar baru tertolong sewaktu pasukan APRIS maju lagi dan berhasil menghalau
musuh.
Pasukan Mayor Lukas Koestaryo mendarat tepat di benteng Victoria , di sebelah utara
pelabuhan. Sebelum pukul 11.00 pasukan Mayor Lukas, Kapten Poniman dan Batalyon 3 Mei
sudah menduduki sebagian besar kota Ambon dekat pantai. Mayor Achmad
Wirahadikoesoemah dengan stafnya berada di pelabuhan.
Sementara itu pasukan dari Waitatiri sudah sampai di Paso dan bertemu dengan Detasemen
Faah dan kemudian juga dengan pasukan yang datang dari Telag Kodok. Letkol Slamet
Rijadi dengan pasukan Mayor Worang dan Kapten Claproth hari itu sudah berada dekat
Halong. Esok harinya, 4 November 1950, mereka meneruskan gerakan ke kota Ambon dan
sampai di utara kota pukul 15.00. Sementara itu, di sekitar Fort Victoria , pada pukul 12.00
siang hari itu, keadaan berubah. Pasukan RMS dengan panser menyerang Fort itu hingga
dekat pelabuhan. Waktu itu pasukan APRIS terpisah di sebelah utara kota Ambon , di
Batumerah. Untung tak lama kemudian datang pasukan Slamet Rijadi dan mematahkan
serangan RMS.
Slamet Rijadi Gugur
Tiba-tiba saja Panglima Kawilarang menerima kabar yang mengangetkan. APRIS menderita
korban yang sangat berarti, Letnan Kolonel Slamet Rijadi kena tembak.
Alex Kawilarang mengisahkan: Saya tidak melihat sendiri bagaimana Slamet Rijadi waktu
kena tembak itu. Tetapi saya dengar, bahwa ia sempat dibawa ke kapal (rumah sakit)
Waibalong di Tulehu. Kemudian saya mendapat keterangan, bahwa ia belum bisa di
operasi, karena masih kena shock. Laporan kemudian menceritakan adegan sebelumnya,
yakni pada 4 November 1950 itu, Letkol Slamet Rijadi bergerak dari Galala ke Batumerah,
di tepi kota Ambon . Tindakan ini diambil oleh Slamet Rijadi karena suasana dan keadaan
dalam kota masih menunjukkan adanya oertempuran antara pihak RMS dengan pasukan
Mayor Achmad Wiranatakoesoemah. Slamet Rijadi berhasil memasuki kota dan segera
terlibat dalam pertempuran yang sengit Letkol Slamet Rijadi berada di depan duduk di
atas tank. Kemudian, nasib menentukan, serentetan tembakan bern dari seorang RMS
mengenai perutnya dengan parah. Peluru kena di metal dari belt-nya (ikat pinggang) dank
arena itu jadi dum-dum. Lukanya besar. Akibat luka-luka yang amat parah itu akhirnya
Letkol Slamet Rijadi gugur. Dokter Abdullah, yang turut serta dalam serangan ke Maluku
Selatan ini, meninggalkan sebuah laporan berbentuk sajak mengenai gugurnya Slamet Rijadi
ini: Tanggal 4 November/ Jam 21 seperempat/ Overste Slamet/ telah mangkat/ Terkabullah

22

kehendaknya/ Oleh Tuhan Yang Maha Esa/ Ia ingin mati muda. Semoga Tuhan/ Menerima
arwahnya/ Sebagai umat/ Yang teguh beriman/ Amin.
Jenasah Letkol Slamet Rijadi di makamkan di pekuburan Pasir Putih di Tulehi. Sepuluh
tahun kemudian jenasahnya dipindahkan ke makam pahlawan Kapaha, yang letaknya sekitar
3 km sebelah timur kota Ambon
Joop Warouw menggantikan posisi Slamet Rijadi membebaskan Ambon
Pada 7 November 1950, tiga hari setelah Letkol Slamet Rijadi gugur, Kolonel Kawilarang
mengirim kabar ke Manado dan Makassar, dan meminta supaya Letkol Joop Warouw segera
datang ke Ambon untuk mengisi posisi Slamet Rijadi sebagai Komandan Pasukan Maluku.
Pada 8 November, Kawilarang sebagai Panglima keliling kota Ambon sebelah utara dan
timur laut untuk menemui Kapten John Somba dan Letnan Wim Tenges. Kedua mereka ini
dari Batalyon Mayor Hein Kimby Worang.
Kepada mereka Kawilarang menugaskan untuk menyerang di sore hari dan mengembalikan
hubungan dengan pasukan APRIS di pelabuhan, dan harus berhasil! Dari Kapten Jusuf,
Kawilarang mendapat keterangan mengenai ucapan Somba yang mengatakan: Tidak perlu
panglima bicara dengan kami dan memberi semangat. Perintah saja sudah cukup. Kami
laksanakan.
Pada hari itu juga, di sore hari, Batalyon 3 Mei yang juga di dukung Batalyon Worang
berhasil menguasai seluruh kota dan pinggirannya, sesudah kompani Kapten Somba merebut
Fort Victoria dan sambil berlarian maju terus, mengembalikan hubungan dengan pasukan
APRIS di pelabuhan. Kompani Letnan Tenges, lebih ke sebelah timur kota , dapat
berhubungan dengan pasukan 3 Mei dan dengan pasukan yang baru tiba via pelabuhan di
bawah pimpinan Mayor Soetarno.
Pada 9 November, Panglima Kawilarang memeriksa kota yang sebagian besar kota hancur.
Ternyata pada hari itu juga Letkol Warouw sudah berada di Ambon . Sejak itu pun ia
memegang komandan pasukan Maluku dan Mayor Herman Pieters sebagai Kepala Staf.
Warouw datang dengan kapal terbang ke Buru, dan dari sana ia naik kapal laut ke Ambon .
Pasukan musuhpun terdesak dan menjauhi kota Ambon dan memindahkan kekuatan di
Seram.
Pada 16 November 1950 bandar udara Laha berhasil di kuasai oleh pasukan APRIS.
Musuh kebanyakan lari ke Soya diatas, untuk terus ke Seram. Pihak RMS berusaha
bergerilya di Haruku dan Saparua, tetapi dapat di duduki oleh APRIS tanpa ada korban.
Pada 25 November 1950, Kolonel Kawilarang tiba di Ambon setelah lebih dari dua minggu
berada di Makassar . Ketika berada di Ambon, suasana sudah lain, lebih ramai orang di
jalan-jalan dan kota sudah bersih, walau sebagian besar rumah-rumah rusak. Kawilarang
bertemu dengan Dokter J B Sitanala, ayah dari Mayor Sitanala, komandan APRIS di Bali.
Kalau berbicara ia selalu berterus terang dan kepada Kawilarang ia mengatakan: Tahun
1942 Jepang datang di Ambon selama dua hari mengambil barang milik rakyat. Tahun 1945

23

pasukan Australia datang dan selama tujuh hari mengambil barang rakyat. Tahun 1950 TNI
datanf dan setelah selama 14 hari mengambil barang rakyat, baru ada tindakan.
Kawilarang tak dapat berkomentar karena masih banyak advonturier dalam tubuh TNI.
Mengenai para pelaku RMS, banyak yang kocar-kacir. Beberapa menteri seperti Gasperz dan
Tom Pattiradjawane menyerahkan diri.
Presiden Manuhutu dan beberapa menteri lainnya bersama beberapa perwira APRMS lainnya
melarikan diri ke pulau Seram melalui Rutung dan Hutumuri untuk melanjutkan perlawanan.
Juga terdapat Wairizal, Soumokil, Manusama, Ohorella, Pesuwarissa, Henk Pieter dll.
Di Seram dibentuk pemerintah perjuangan dengan susunan: Presiden Manuhutu, PM Wairizal
merangkap Menteri Dalam Negeri, Mr. Dr. Soumokil (Menteri Luar Negeri merangkap
Menteri Kehakiman), Manusama (menteri pertahanan), Ohorella (Menteri Sandang-pangan) ,
G H Apituley (Menteri Keuangan), M A Tetelepta (Menteri Pendidikan, Z Pesuwarissa
(Menteri penerangan dan sosial), dokter M Haulussy (Menteri kesehatan) dan Henk Pieter
(Menteri Lalu-lintas dan pengairan).
Pucuk pimpinan APRMS yang tersisa membentuk kekuatan organisasi militer gerilya.
Organisasi bersenjata ini di pimpin oleh Kolonel Tahapary sebagai Panglima, Kolonel W F
Sopacua sebagai Kepala Staf, sementara Kolonel Nussy dan Kolonel Sopamena menjabat
sebagai staf. Selain Staf juga mengangkat Penasehat, yakni Letkol I J Tamaela.
Tetapi perang gerilya RMS justru menjadi kemahiran Panglima Kawilarang dan perwiraperwira TNI lainnya waktu melawan pasukan Belanda di Jawa dan Sumatra . Para gerilyawan
RMS di Seram tidak diberi peluang untuk istirahat dan digempur terus. Akibatnya banyak
dari RMS menjadi korban, terutama di kalangan pasukan dan pucuk pimpinan APRMS.
Juga banyak menteri terbunuh. Sementara Manusama dan Wairizal melarikan diri ke
Papua.
Kekuatan RMS berhasil dipadamkan
Jatuhnya Fort Victoria pada 8 November 1950 secara definitif telah menghancurkan
kelanjutan RMS. Padahal banyak di antara elit-elit politik yang membentuk ataupun
mendukung RMS tidak sadar mereka ini adalah korban verdeel-en-heerst- politiek (politik
adu domba) yang di terapkan oleh kolonial Belanda untuk saling membunuh di antara anakanak bangsa penghuni gugusan nusantara ini.
Bagi RMS untuk membentuk suatu negara juga waktunya sangat singkat, dan tanpa melalui
suatu proses yang memerlukan waktu pendalaman yang cukup lama untuk membentuk suatu
bangsa. Lagi pula pengadaan RMS hanya melalui emosi sentimen, dan hanya menjadi korban
impulsif dari kalangan yang tidak meraih kepentingannya.
Sementara itu komandan pasukan Maluku di pertengahan 1951 dari Letkol Joop F Warouw
diganti oleh Kolonel Soeprapto Sokowati, sementara Warouw kembali ke Manado
melanjutkan posisinya sebagai Komandan KOPASUMU.
Kawilarang memeriksa Batalyon Matalatta dan Batalyon Rivai di Seram. Ia perhatikan cara
mereka bergerak sebagai pasukan anti-gerilya.

24

Kawilarangpun bertanya siapa yang memberi latihan? Merekapun menjawab: Kapten


Muskita. Sebab, Vuursdiscipline- nya (disiplin menembak) juga hebat, Mereka terus mobil,
dan tidak memberikan kesempatan pada musuh untuk beristirahat. Kawilarangpun teringat
pada ilmu itu yang pernah dipelajarinya, Beter meer zweet dan bloed. (Lebih baik banyak
keringat dari pada darah). Begitulah cara perang anti-gerilya.
Yang tidak mengetahui ilmu itu, kadang-kadang mereka mau mengambil jalan pintas, supaya
cepat. Padahal di lapangan yang terbuka, seringkali itu berbahaya. Sebab itu lebih baik
mengambil jalan berkeliling tetapi aman, dan bisa menyerang mendadak daripada mengambil
jalan pintas tetapi terbuka dan gampang ditembak dan disergap musuh.
Pulau Seram luas sekali dan hutannya lebat. Anti-gerilya setengah mati mencari gerilya di
sana , dan ini tentu memakan waktu lama. Pada permulaan November 1951 Kawilarang di
pindahkan ke Jawa Barat untuk menjabat sebagai Panglima TT-III Siliwangi. Sebenarnya
tugas belum selesai dan masih berada di Seram, dan gemobng RMS, Mr Soumokil masih
bertahan dan menyembunyikan diri dari kejaran TNI.
Baru pada 12 Desember 1963, Soumokil tertangkap di dekat Wahai, Seram Utara bagian
tengah oleh prajurit-prajurit dari Batalyon Endjo, Siliwangi.

25

Gambar 2 Eksekusi Hukuman Mati Dr Soumokil

Riwayat petualangan gembong RMS, Mr Dr. Soumokil yang menjadi penyebab


pemberontakan Andi Azis di Makassar dan pemerontakan RMS berakhir dengan di jatuhi
hukuman mati oleh Mahkmah Militer Luar Biasa di Jakarta pada 22 April 1964.

26

BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April
1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia
masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap
sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada
November 1950 lewat kekuatan senjata.
Pada 14 Juli 1950 Pasukan ekspedisi APRIS/TNI mulai menumpas pos-pos penting
RMS. Sementara, RMS yang memusatkan kekuatannya di Pulau Seram dan Ambon, juga
menguasai perairan laut Maluku Tengah, memblokade dan menghancurkan kapal-kapal
pemerintah.
Pemberontakan ini berhasil digagalkan secara tuntas pada bulan November 1950,
sementara para pemimpin RMS mengasingkan diri ke Belanda adalah Prof. Johan
Manusama. Komunikasi antara Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan para
Birokrat di Ambon berjalan lancar membuat pemerintahan Sukarnosehingga mengeluarkan
perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua jajarannya, sehingga pada
akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda sebagai Pemerintah
RMS dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS

5.2 Saran
Alangkah baiknya kita mempelajari dan mengetahui sejarah-sejarah tentang
pemberontakan dunia khususnya Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).
Dari pemberontakan tersebut kami dapat mengetahui bahwa Pemberontakan
Republik Maluku Selatan banyak sekali kisah-kisahnya pada masa lampau.

27

DAFTAR PUSTAKA

http://wikipedia.com
http://wimaneapdekmanews.blogspot.com/2012/03/sejarah-terbentuknya-republikmaluku.html
http://www.indonesiamedia.com/2010/10/07/sejarah-maluku-hingga-rms-chapter-1/
http://www.republikmalukuselatan.nl/in/content/home.html
Buku LKS Sejarah Kelas XII Semester I
http://wikipedia
Agung Leo dan Aris Listiyani Dwi. 2009. Mandiri Sejarah. Jakarta: Erlangga

28

Anda mungkin juga menyukai