Anda di halaman 1dari 551

Imam Tanpa Bayangan

Saduran : Tjan ID

Sumber DJVU : Abu Keisel


Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/

http://kang-zusi.info/

Jilid 1
1
MALAM sunyi menyelimuti se!uruh puncak gunung
Tiam Cong, angin berhembus sepoi-sepoi menggoyangkan
ranting serta dedaunan.
Seorang kakek tua diiringi seorang pemuda lambatlambat berjalan menuju keatas puncak dibawah cahaya
rembulan yang cerah.
Rupanya sianak muda itu merasa tidak sabar, seraya
mendongak serunya:
"Ayah, berapa lama lagi jalan yang harus ditempuh??
kenapa siang ceng kan belum kelihatan juga?"
"Hoei-jie! cuma berjalan saja kok kau tidak sabaran"
Tegur sang ayah sambil berhenti. "Bukankah di hari-hari
biasa sering ku ajarkan kepadamu bahwa jadi seorang lelaki
janganlah takut menemui kesulitan? Dimana bisa sabar,
sabarlah selalu. Kau cuma jalan begini dekatpun kau tidak
sabar bagaimana mungkin kau bisa lakukan perbuatan
besar?"
"Tia sudah sudahlah, cuma karena urusan kecil kembali
kau kuliahi diriku..."
"Hoei-jie !" kata kakek itu dengan wajah serius- "Tahun
ini kau sudah genap berusia tujuh belas tahun, kau barus
tahu bagaimana caranya menjaga diri, janganlah selalu
menggantungkan ayahmu. Kau harus tahu suetu saat ayah
bakal tinggatkan dirimu, coba kalau kau tidak tahu apa-apa
bagaiman kau bisa lanjutkan hidupmu!". Hoei-jie
membungkam dan tundukkan kepalanya.

"Bocah ! kau harus tahu bahwa kita keluarga Pek adalah


keturunan lelaki sejati yang tidak sudi tunduk kepada orang
lain dan minta belas kasihan dari orang....."
"Aku akan selalu ingat perkataanmu ayah, akan kuingat
bahwa aku adalah keturunan keluarga Pek!"
Diluanya berkata begitu sementara dalam hati pikirnya:
"Tidak belajar Silatpun sama saja aku dapat menjadi
seorang lelaki sejati, kenapa aku harus belajar silat ??".
"Kau harus ingat pula" kembali kakek itu berkata,
"Bahwa kau adalah putra sipedang penghancur sang surya
Pek Tiang Hong, kau tidak beleh mencemarkan nama
keluarga pek kita..."
"Aku tahu! aku adalah Pek In Hoei putra dari siPedang
Penghancur Sang Surya Pek Tiang Hong salah satu dari
Tiong-goan San Siok. Tiga Bintang Daratan Tiong-goan,
selama hidup aku tidak akan melupakannya, tapi .. kenapa
aku harus belajar silai ??
"Kali ini aku akan serahkan dirimu kepada ciangbunjien, agar ia didik dirimu baik baik, tujuan yang terutama
bukan lain ingin paksakan dirimu untuk merasakan
kesunyian diatas gunung sehingga menciptakan suatu watak
yang tenang bagi dirimu, nanti setelah berjumpa dengan
Ciang-bun suhengmu, bersikaplah sewajarnya, jangan
sampai dipandang rendah orang."
"Soal ini aku mengerti"
"Nah, kalau begitu ayoh kita berangkat, mumpung
sembahyang malam belum selesai kita masuk kekuil."
Berbicara sampai disitu, laksana Kilat kakek itu bergerak
kembali meneruskan perjalanannya.

Pek In Hoei angkat bahu, dengan perasaan apa boleh


buat ia ikut dibelakang ayahnya.
Mendadak........ terdengar bentakan keras berkumandang
datang, tatkala Pek Tian Hong ayah dan anak dua orang
hendak menyeberangi sebuah jembatan dari balik kegelapan
muncul dua sosok bayangan manusia yang, menghalangi
jalan pergi mereka.
"Siapa kalian? " Bentak kedua orang berdandan too-jien
itu. "Apa maksud kalian mendatangi Tiam Cong??".
"Loohu adalah Pek Tian Hong I".
Dua orang toojien itu segera memencarkan diri, seraya
mempersiapkan senjata seru mereka hampir berbareng :
"Pedang sakti dilangit Selatan........".
"Hawa menembusi Tiam Ciang!" sambung Pek Tian
Hong dengan cepat badannya bergerak diikuti cahaya
pedang berkilauan menciptakan delapan titik cahaya tajam
yang meletik diangkasa.
Kedua orang toojien itu melengak. akhirnya dengan
penuh rasa hormat serunya kembali:
"Tecu sekalian menghunjuk hormat buat Susiok Couw"
"Ehmmmm, apakah Ciangbunjien ada didalam kuil ??" .
"Tengah malam nanti risngbnn snhu baru akan selesai
dari semedinya.........."
"Ooooouw, tidak aneb kalau penjagaan disekitar gunung
malam ini begitu ketat.. ." Dalam pada itu Pek In Hoei telah
loncat kesisi ayahnya, sambil memandang kedua orang
toojien tadi tanyanya: "Tia apa yang telah terjadi ??".
Ciangbun suhengmu sedang bersemedi,tengah malam
nanti ia baru selesai dengan latihannya. aku lihat terpaksa

kita harus menunggu sejenak!" kembali kakek itu berpaling


dan tanyanya lagi:
Ciangbunjien bersemedi didalam gua belakang bukit
ataukah didaiam kamar rahasia kuil
"Soal ini tecu kurang jelas !*
"Baiklah. mari kita menuju kekuil!" setelah merandek
sejenak, ujarnya kembali "Apakah Hian Song ada didalam
kuil??".
"Hian Song serta Hian Pak susiok dua orang telah pergi
melindungi keselamatan Ciangbun suhu!".
"Hhmmmm ! baik baiklah jaga diri" kata Pek Tian Hong
seraya mengangguk kepada In Hoei serunya, "Bocah, ayoh
kita terangkat!"
Pek In Hoei tidak banyak bicara, diikutinya sang ayah
meianjutkan perjalanan keatas gunung, baru saja mereka
membelok pada satu sudut tebing mendadak lerdengar
ledakan ditengah udara diikuti berkilauannya cahaya merah yang sangat terang.
"Bocah, tak usah kuatir" bisik Pek Tian Hong sambil
tepuk bahu putranya." petasan adara itu adalah tanda
peringatan kepada semua murid Tiam Cong-pay yang
berjaga didalam hutan agar memberi jalan kepada kita".
Sekarang Pek In Hoei baru tahu apa sebab toojien itu
melepaskan petasan udara.
Dengan cepat mereka berdua lewati sebuah hutan song
yang lebat dan tiba disebuah jalan batu yacg datar.
"Dari sini sampai kekiul Siang Cing Koan, perjalanan
akan semakin mudah lagi " kata sang kakek.
Belum habis ia berkata tampak sesosok bayangan laksana
kilat meluncur ke bawah.

Sungguh
"Susiok!" terdengar Toojicn itu berseru
kebetulan sekali kehadiran susiok pada malam ini.
"Hian Song, apa yang telah terjadi ??' tegur Pek Tian
hong dengan alis berkerut, Kenapa sikapmu gugup dan
terburu2??'.
"Ketika semedi tadi ciangbun suheng telah muntah darah
secara tiba-tiba, hingga kini keadaannya makin bertambah
parah"
"Apa ?? Hian Ching, dia.."
Tanpa berpikir panjang lagi Tian Hong enjotkan
badannya, laksana kiiat meluncur kedepan dan lenyap
dibalik kegelapan.
Ditengah kesunyian terdengar suaranya berkumandang
datang dari tempat kejauhan : "Hoei jie, ikutilah
suhengmu
Oooouw..." Pek In Hoei menyahut, ia berpaling
memandang sekejap wajah toosu itu selalu tanyanya "Hian
Song suheng, kenapa cianghunjien muntah darah terus
menerus??".
Hian Song Toojien agak tertegun, kemudian jawabnya :
"Karena kurang cermat di dalam latihannya, awan murni
dalam tubuh Cianbunjien telah mengalir kedalam urat
sehingga mengakibatkan dia menemui jalan api menuju
neraka"
"Lalu apa yang disebut jalan api menuju mereka ??"
Rupanya Hian Song Toojien tidak menyangka kalau Pek
In Hoei bisa mengejutkan pertanyaan seperti itu, ia
melengak.
"Benarkah kau adalah putra dari Pek su- siok ??".

"Kenapa?? aku adalah Pek In Hoei. Suheng ! apakah kau


lidak tahu.".
"Susiok sudah ada enam belas tahun lama nya tak
pernah mengunjungi Tiam Cong, pinto aku..."
"Aaaaaa, tidak aneh kalau kau curiga kepadaku" sela Pek
In Hoei sambil tertawa. "Tahun ini aku baru berusia tujuh
belas tahun. sudah tentu Suheng tidak ingat kepada ku
lagi".
Tatkala menyaksikan Pek In Hoei dapat lari bersanding
disisinya sewaktu naik kepuncak, kembali Hian Song
Toojien merasa tercengarg tegurnya :
"Sute. ilmu meringankan tububmu.."
"Ayah suruh aku belajar silat, tapi watak ku tidak suka
melihat darah dan paling benci perbuatan yang
mengandung unsur bunuh membunuh, maka aku tidak,
sudi belajar ilmu pedang, sebaliknya untuk memenuhi
desakan ayahku maka aku belajar ilmu meringankan tubuh"
"Kau tidak bisa main ilma pedang? "Hian Song makin
keheranan, sambil garuk garuk kepalanya ia bergumam.
"Sungguh aneh sekali, susiok tersohor didalam duria
persilatan sebagai sipedang penghancur sang surya, sedang
kau malah sama sekali tidak mengerti akap ilmu pedang."
"Apa anehnya? tiap manusia punya cita cita yang
berbeda lagi pula tabiatkupun berbeda, tcihadap ilmu silat
aku memang t'dak genang tapi terhadap ilmu sastra aku
suka sekali".
"Lalu apa maksudmu naik kegunung ,"
Pek In Hoei tertawa getir.
"Ketika ayah melihat aku tak mau belajar Silat maka aku
dibawa naik kegunung. ia mau serahkan aku kepada

ciangbun toa suheng dan minta dia yang paksa aku untuk
belajar silat, juslru karena persoalan inila hatiku jadi
jengkel, eeei siapa tahu ciangbunjien mengalami jalan api
menuju neraka . . . inilah yang dinamakan pucuk dicinta
ulam tiba, sekarang aku tak usah belajar silat lagi."
Dengan perasaan melegak Hian song Too tiang menatap
wajih si anak muda itu tajam tajam.
"Apa jeleknya belajar silat ?" aku benar benar tak
mengerti kenapa sute bisa punya pikiran demikian l".
"Apa kebaikannya belajar itu suheng coba kau jawab".
Kembali Hian Song Toojien dibikin melongo, termenung
seijenak hio jawabnya:
"Belajar silat dapat menguatkan badan, dapat digunakan
untuk membela din bahkan bisa angkat nama didalam
dunia persilatan coba lihat seperti susiok, ia dengan
mengandalkan ilmu pedang penghancur sang surya bersama
sama Golok berontok rembulan dari Ling Lam. Ke Hong
serta Bintang kejora menuding langit Koen Thian Bong dari
Hoo Kok disebut sebagai Tiga Bintang dari daratan
Tionggoan, betapa bangganya mereka, apa jeleknya belajar
silat ?".
Pek in Hoei tersenyum,
"Aku suka keadaan yang tenang, tiada ambisi dalam
hatiku untuk menjagoi dunia persilatan. ... bicara sampai
disitu mendadak ia membungkam.
"Ayoh teruskan perkataanmu sute sebelum kau sebutkan
faktor kejelekan apakah yang didapat seseorang yang
belajar silat?"
"Seorang yang belajar silat dia akan terlibat dalam
dendam sakit hati antara setsama orang kangouw, setiap

hari hidupnya tidak tenang lagi pula harus merasakan


penderitaan dikala berlatih, merasakan siksaan sera
kesusahan yang banyak dalam badan, sekalipun akhirnya
berhasil namun setiap saat bisa di bayangi pula keadaan
jalan api menuju neraka seperti ciangbun sekarang Hian
Song suheng caba kau jawab benar tidak perkataanku ini?"
Untuk beberapa saat lamanya Hian Song Toojien dibikin
tertegun dan bungkam dalam seribu bahasa, lama sekali ia
biru mendengus.
"Hmmm, kalau seseorang takut akan penderitaan, apa
gunanya ia hidup dikolong langit ?"
Bicara sampai disitu toojien tersebut segera merpercepat
larinya dan tinggalkan Pek In Hoei seorang diri di belakang.
Menyaksikan dirinya ditinggal seorang diri, Pek In Hoei
teriawa getir dalam hati pikirnya :
"Siapa bilang aku takut menderita ?? justu aku berkata
begini agar supaya ayah tidak paksa aku belajar silat lagi.
Hmmmmm, kau tidak perdulikan aku, dianggapnya aku
lantas takut??".
Selangkah demi selangkah ia teruskan perjalanannya
seorang diri naik keatas gunung.
Angin malam berhembus kencang membuat udara
makin dingin, embun menyelimuti angkasa membuat baju
serta sepatu sianak muda itu jadi basah dan lembab.
Memandang rembulan nun jauh disana di kelilingi oleh
bintang yang bertaburan memanncarkan cahaya hitam. Pek
In Hoei menghela napas panjang.
Malam begini indah sungguh, suatu saat yang tepat
untuk membuat bait bait syair...

"Heeeeh... heeeeeh... heeee... sungguh romantis tindak


tanduk saudara..." tiba terdengar jengekan tertawa dingin
berkumandang datang dari arah depan.
Dengan cepat Pek in Hoei mendongak, terlihatlah
seorang lelaki muda sambil bertolak pinggang berdiri
dihadapannya, waktu itu ia sedang memandang kearahnya
sambil menjengek sinis.
"Aku hendak naik kekuil Siang Ciang Koan" sahut sang
anak muda sambil memandang bangunan megah jauh di
belakang lelaki muda itu.
"Naik kekuil Siang Ciang Koan ? siapa kau ? mau apa
datang kepartai Tiam Cong kami ?".
"Kurang ajar, kenapa orang ini tak pakai aturan?" Pikir
Pek in Hoei dengan alis berkerut tatkala dilihatnya sinar
mata orang itu berputar tiada hentinya kembali ia
membathin :
"Sinar mata orang ini tidak jujur, jelas me rupakan
manusia licik, tapi siapakah dia ??".
Ketika lelaki muda itu menyaksikan dandanan Pek In
Hoei adalah seorang pelajar, sekalipun dalam hati curiga
pertanyaan masih diajukan dengan ramah, siapa tahu
sianak muda itu tidak mempcrdulikan dirinya hal ini
membuat ia jadi naik pitam.
Wajahnya berubah hebat, ketika sinar matanya terbentur
dengan matanya kembali ia tertegun, badannya mundur
setengah langkah kebelakang. dengan rasa terperanjat
pikirnya :
"Ternyata diapun seorang jago lihay yang punya tenaga
Iweekang amat sempurna, cuma saja kepandaian tersebut
tidak diperlihatkan."

Laksana kilat pedangnya diloloskan dari dalam sarung


sambil putar pedangnya menciptakan selapis cahaya tajam
ia lindungi dada sendiri.
Pek In Hoei sendiripun kaget melihat tingkah laku Orang
itu, ia mundur selangkah kebelakang seraya berteriak ;
"Kau... kau... apa yang hendak kau lakukan ?".
Kembali lelaki muda itu melengak, tapi dengan cepat ia
mendengus.
"Hmmm. perduli kau benar benar punya kepandaian
atau tidak, pokoknya kuhadiah kan dahulu sebuah tusukan
!".
Tangannya diayun, diiringi serentetan cahaya pedang ia
tusuk jalan darah Hian Kie diatas dada Pek In Hoei,
Pemuda kita tak menyangka kalau ia bakal ditusuk,
sambil barteriak buru-buru badannya loncat empat depa
kesamping uutuk meloloskan diri dari maut.
Melihat ujung pedangnya mengenai sasaran kosong,
lelaki muda itu maju lebih kedepan, dengan jurus Pekikan
burung Hong menggertakkan Selat pedangnya laksana kilat
meluncur kemuka.
Breeeet.. baju bagian dada Pek In Hoei kena dibabat
sampai robek panjang,
"Eeeeei... eeei... apa yang hendak kamu lakukan..."
Teriak sianak muda itu sambil loncat kesana kemari
meioloskan diri dari babatan pedang lawan.
"Haaaa... haaaaa... haaaa..." lelaki itu tertawa keras.
"Aku masih mengira kau punya kepandaian silat yang bisa
diandaikan sehingga punya nyali anjing yang besar untuk
menaiki Tiam cong, tak tahunya kamu adalah manusia

goblok ! ini hari jangan harap kau bisa lolos dari ujung
pedang aku orang she- Cia dalam keadaan hidup-hidup"
"Hey... aku tak pernah belajar silat, aku datang untuk
mencari ciangbunjien..."'
"Cia Koen mendengus dingin, serangan pedangnya
semakin gencar, laksana hembusan angin puyuh ia kurug
tubuh Pek In Hoei dibawah cahaya pedangnya..
"Bangsat ! kalau kau punya nyali ayoh sekalian bunuh
diriku" Teriak Pek In Hoei penuh kegusaran.
"Haaaaa... baaaaa... haaaaa... justu akan kusuruh kau
saksikan kelihayan dari ilmu pedang Tiam Cong Pay kami
!"
Segenap pakaian yang dikenakan Pek In Hoei telah
robek dan hancur termakan sambaran pedang lawan,
menerima penghinaan yang belum pernah dirasakan
sepanjang hidupnya ini, dengan mendongkol ia berteriak
lalu menerjang kearah ujung senjata tawan.
Rupanya Cia Koen tidak mengira kalau Pek In Hoei bisa
bertindak begini, menyaksikan ia menubruk kedepan,
pedangnya langsung didorong kemuka untuk menusuk
perut sianak muda itu.
Disaat yang paling kritis itulah, tiba tiba terdengar suara
bentakan keras berkumandang datang dari samping disusul
munculnya sesosok bayangan manusia.
Bentakan itu keras bagaikan guntur membelah bumi,
tatkala Pek in Hoei tertegun itulah sesulung angin puyuh
menggulung tiba menghantam tubuhnya hingga terjengkang
ke samping.
Taaang... percikan bunga api muncrat ke angkasa,
pedang Cia Koen kena ditangkis dan hampir2 saja lepas

dari cekalannya, ia jadi terperanjat, sambil mundur buru2


sinar mata nya berpaling kearah bayangan manusia tadi
Tampaklah secang toosu tua berwajah keren tahu2 sudah
berdiri seram dihadapannya
"Suhu Dengan rasa kaget ia berseru.
"Binatang! kau mau berontak?" hardik toosu tua itu
dengan gusarnya.
"Suhu ! kau. . . kau . . . "
"Manusia goblok!" maki toosu tua itu sambil perseni
sebuah tempelengan keatas wajah Cia Koen. "Matamu
sudah buta? masa-dengau susiok sendiripun tidak kenal?"
"Susiok? siapakah susiok tecu?"
"Hemmm ! saat ini sipedang Penghancur sang surya Pek
Tian Hong susiok-couw mu ada dia tas gunung, apakah kau
binatang tidak tahu kalau saudara itu adalah sauwya nya ?
"Susiok-couw ada diatas gunung?? lalu..."
"Ayoh cepat berlutut dan minta ampun kepada susiokmu
" bentak toosu tua itu lagi
Dengan tersipu2 Cia Koen simpan kembali pedangnya
kedaiarn sarung, lalu sambil berlutut memberi hormat
katanya :
"Siauw susiok harap kau suka maafkan tecu yang telah
membuat kesalahan kepada dirimu barusan"
"Binatang!" terdengar toosu tua itu mendengus kembali.
"Apa itu susiok cilik susiok gede? akan kuhukum dirimu
dengan peraturan perguruan !"
"Dengan wajah serius tambahnya. "Barang siapa yang
berani kurang ajar terhadap angkatan lebih tua dia harus

,dihukum mati, ayoh cepat berlutut untuk menerima


hukuman"
Pada saat ini kendati rasa gusar dan mendongkol dalam
hati Pek ln Hoei belum hilang, namun ia tidak tega
menyaksikan Cia Koen dibunuh oleh toosu tua itu. Maka
buru2 dicegahnya "Suheng. ampunilah jiwanya untuk kali
ini. Kesalahan bukan terieiak pada dirinya saja, dia
memang betul2 tidak kenal siapakah aku !"
Mendengar perkataan itu, toosu tua tadi lantas berseru
kepada muridnya :
"Ayoh cepat berterima kasih kepada susiokmu atas
pengampunannya"
"Susiok terima kasih atas pengampunanmu" Buru2 Cia
Koen memberi hormat.
"Aku harap dikemudian hari janganlah kau bersikap
begitu kasar terhadap orang yang baru kau temui, barang
siapa yang bisa diampuni jiwanya ampunilah sebanyak
mungkin l"
"Terima kasih atas nasehat dari susiok "
"Binatang, ayoh cepat enyah dari sini" hardik toosu
tersehut.
Dengan pandangan mendendam dan benci Cia Koen
melirik sekejap kearah Pek In Hoei lalu berlalu dari situ.
Melihat sinar mata orang itu, Pek ln Hoei kerutkan
dahinya.
"Rupanya dia masih mendendam kepada ku, aku lihat
jiwanya picik dan jelek sekali" pikirnya.
Dalam pada itu toosu tua tadi sudah masukkan kembali
pedangnya kedaiam sarung, kepada sianak muda itu
ujarnya

"Selamanya binatang itu selalu berbuat kasar dan


berangasan, bilamana ia sudah berbuat kasar terhadap sute,
harap kau jangan pikirkan didalam hati".
Pek in Hoei berpaling, tatkala mcnjumpai sitoosu itu
sudah tua, ia lantas menegur :
"Suheng, kau adalah......"
"Pinto adalah Hian Pak, sekarang susiok berada didaiam
kuil, dia suruh aku datang kemari untuk mengundang sute
masuk kedalam kuil."
"Ooouw... . kirarya kau adalah Sam suheng, apa yang
sedang diperbuat ayahku
"Ciangbunjin mengalami jalan api menuju neraka, dan
muntah darah terus menerus, sekarang susiok sedang
berusaha menolong jiwanya"
"Kalau begitu ayoh cepat kita kesana!" Hian Pak Tojien
mengiakan, di bawah pimpinannya merekapun lantas
berangkat kekuil Siang Ciang Koan.
Setelah melewati tembok tinggi masuklah mereka berdua
kedalam ruangan kuil, suasana kuilitu terang benderang
oleh cahaya lampu, duapuluh orang toosu duduk bersila
dikedua belah samping ruangan, ketika menyaksikan Hian
Pak serta Pek In Hoei berjalan masuk, dengan pandangan
tercengang mereka sama-sama melirik sekejap namun tak
seorang diantaranya buka suara maupun menunjukkan
suatu gerak gerik.
Hian Pak Toojien mejabawa Pek In Hoei melewati
halaman belakang dan tiba diujung bangunan, seraya
menuding kearah sebuah lantai berbentuk barisan Pat-kwa
ujarnya : "Disitulah suheng bersemedi, aaiii siapa sangka ia
Menggeleng kepala dan menghela napas panjang.

Perlahan-lahan ia berjalan masuk kelantai berbentuk


barisan Pat-kwa tadi, setelah melewati kedudukan Koen
dan Soen mendadak tangannya menghantam keras ke
muka.
Diiringi suara nyaring, sebuah batu besar gera bergeser
kebelakang dan muncullah sebuah gua diatas permukaan
tanah.
"Ciangbunjien ada didalam gua, sute mari ikut aku
masuk kedalam !" Dengan mengikuti anak tangga yang
menunjuk kebawah Pek In Hoei berjalan vnssulr -dalam
gua, ampu lentera tampak- tergac- ng di.kedua belah
dinding membuai suasana : lorong tersebut terang
benderang.
"Bila kau telah berjumpa dengan susiokcouw, untuk
sementara waktu lebih baik jangan kau ungkap peristiwa
yang barusan jadi."Pesan Hian Pak Tojen. "Sebab pada saat
ini ia sedang mengerahkan tenaga dalamnya untuk
menolong jiwa Ciangbun suheng, sedikit kurang cermat
bukan saja menggagalkan usahanya selama ini, bahkan...."
"Tentu soal itu aku mengerti, tak usah suheng kuatirkan
!"
Hian Pak Toojien tidak banyak bicara lagi, ia dorong
sebuah pintu rahasia dan berjalan masuk kedalam.
"Apakah Pek sute ada diluar?" tampak Hian Song
Toojien munculkan diri dan menegur.
"Benar. Pek sute sudah datang bagaimana keadaan
suheng ??
Hian Soog Toojien geleng kepala dan masuk kedalam.
Pek In Hoei ikut melangkah masuk kedalam ruangan,
terlihat olehnya ayahnya sedang duduk bersila diatas tanah

dengan wajah pucat dan keringat membasahi seluruh


tubuhnya.
Disisi Pek Tian Hong berbaring seorang toosu setengah
baya dengan basab penuh tetesan darah, wajahnya pucat
dan matanya terpejam rapat.
Suasana diliputi keheningan yang mecekam, lama sekali
baru terdengar toosu setengah baya tadi mendehem dan
menggeliat.
Pada saat itulah Pek Tian Hong membuka matanya
melirik sekejap kearah putranya, kemudian memandang
toojien setengah baya yang berada disisinya sambil
menegur:
"Hian Cing, bagaimana perasaanmu ? Apa kau merasa
rada baikkan ?"
Toojien itu buka matanya dan tertawa getir.
"Susiok Kiranya kaupun berada diatas gunung"
"Hian Cing l Apakah kau tidak dengarkan nasehatku dan
menempuh bahaya untuk melatih ketiga buah jurus sakti itu
Hian Cing toojien menghela napas dan mengangguk,
sambil bangun sahutnya;
"Sebenarnya Sutit hendak andalkan keteguhan hatiku
untuk meliwati dua gerakan terakhir dan menguasai ketiga
buah jurus sakti tersebut, siapa tahu mendadak aliran hawa
murni dalam tubuhku menyabang, seandainya susiok tidak
kebetulan datang kemari, aku ...
"Sejak ciangbun Susiok Si Soat-Cu bersama sama ketua
delapan partai besar lainnya lenyap dibukit gunung CingShia, kendati tiga jurus sakti perguruan kita masih tetap
tersimpan namun jurus kedelapan dan jurus kesembilan
telah lenyap, hal ini menghancurkan kekuatan ilmu pedang

itu sendiri yang mengakibatkan ilmu pedang tadi tak dapat


menjagoi kolong langit lagi. . ."
la merandek sejsnak untuk tukar napas kemudian
sambungnya;
Kalau tidak ilmu pedang penghancur sang surya dari
partai Tiam Cong kami pasti akan menjadi ilmu tersakti di
kolong jagat.
Hian Ceng Toojien tundukkan kepala dan membungkam
dalam seribu bahasa, Pek Tian Hong menghela napas
panjang katanya lagi:
"Kali ini sigolok perontok rembulan Ke Hong telah kirim
surat kepaduku yang isinya mengatakan, ketika ia sedang
mengunjungi seorang sahabatnya digunung Cing-Shia tanpa
sengaja ia telah dapatkan sebuah pedang mustika yang
mana mirip sekail dengan pedang sakti penghancur sang
surya partai kita."
Hian Cing Toojien berseru tertahan, ia angkat kepalanya
dan menatap wajah Pek Tian Hong tajam tajam.
Hian Song serta Hian Pak pun sama sama menunjukan
rasa kagetnya, mereka semua pusatkan perhatiannya kearah
Pek tian Hong untuk menantikan penjelasan selanjutnya.
Kakek she Pek itu termenuig sebentaar, lalu katanya lagi
Berhubung berita ini datangnya sangat mendadak lagi
pula sangat mengejutkan maka sebelum bertindak aku
sudah pikirkan persoalan ini sangat lama. Empat puluh
tahun berselang, supek bersama pedang mustika itu lenyap
digunung Cing-Shia, demi keutuhan pedang mustika tadi
bagi partai kita. maka sesudah mendengar kabar tersebut
mau tak mau aku harus berangkai kegunung Cing-Shia
untuk melihat keadaan"

"Susiok, kau memang sudah seharusnya pergi kesitu!"


sela Hian cing dengan wajah serius.
"Benar. Aku memang seharusnya berangkat kegunung
Cing-Shia tap sebelum berangkat kesitu aku memikirkan
pula nasib Hoei-jie . "
Bicara sampai di sana kakek tua itu melirik seke'ap
kearab Pek In Hoeii, tatkala dilihatnya pakaian yang
dikenakan putranya hancur berantakan segera tanyanya:
"Hoei-jie, apa yang telah terjadi?"
"Aku ketika aku naik keatas gunung tadi telah terjadi
sedikit salah paham dengan muridnya Hian Pak suheng"
"Hmmmm ! Selama ini kau tak pernah sudi belajar silat
sekarang kau tentu bisa menyadari bukan betapa
pentingnya belajar silat kalau kau tak bisa silat maka
selamanya akan dianiaya orang!" la lirik sekejap kearah
Hian Pak, lalu kepada Hian Cing Toojien katanya kembali
,.Aku terlalu memanjakan putraku, hal ini jadi membuat ia
jadi terlalu menuruti watak sendiri, kupaksa dia belajar silat
namun setiap kali ia selalu tolak perintahku dengan
mengatakan belajar silat itu menimbulkan pertumahan
darah. aaaaai .... karena itu aku tidak tega membiarkan dia
seorang diri berada dirumah, sebelum aku berangkat
kegunung Cing-Shia kubawa dia datang kemari; dengan
harapan kau suka memaksanya belajar ilmu silat
Mendengar perkataan itu Hian Cing Toojien melirik
sekejap kearah Pek In Hoei, lalu tersenyum.
Siauw sute punya bakat yang sangat baik untuk belajar
silat, kenapa dia tolak permintaanmu Sungguh aneh sekali."
Maka dari itu kau harus, baik baik mendidik dirinya,
jangan terlalu menurut kemauannya, jangan dengarksn
alasannya dan jangan dengarkan perdebatannya ...

"Tapi ayah . . . setiap perkataan yang kuucapkan


semuanya pakai aturan dan my suk diakal"
"Hramm Sudahlah, tak usah kau perlihatkan kelihaian
debatmu ! Semuanya ini
salahku kenapa dahulu terlalu
biarkan kau belajar ilmu sastra sehingga akhirnya
menjadikan kau seorang kutu buku !"
"Susiok, kau boleh legakan hatimu" sela Hian Cing
sambil tersenyum. "Aku pasti akan berusaha keras
mendidik siauw sute.". "Baiklah kalau begitu aku titip
putraku untuk sementara waktu, dalarn sebulan kemudian
aku pasti sudah kembali kegunung Tiam Cong, semoga
Ciangbunjien baik baik jaga diri dan cepat sehat kembali"
"Terima kasih atas bantuan susiok menyembubkan luka
dalamku . . ."
Pek In Hoei tidak menyangka kplau ayahnya saat itu
juga mau pergi, buru-buru teriaknya:
"Ayah kau hendak pergi" Pek Tian Hong mengangguk,
"Hmmm, kau harus ingat baik baik perkataan yang
kusampaikan padamu waktu ada di tengah jalan. janganlah
kau anggap diatas gunung bagaikan dirumahmu sendiri."
"Ayah Aku sudah bukan georang bocah, kau ..."
"Aku merasa selalu berharap agar kau bersikap dewasa,
janganlah turuti kemauan sendiri"
Bicara sampai disitu ia lantas loncat keluar dari ruangan,
dalam sekejap mata banyangan tubuhnya telah lenyap
dibalik kegelapan.
Malam makin kelam .... suasana makin sunyi ....... udara
amat dingin membuat semua penghuni, dijagad terlelap
dalam tidurnya dengan nyenyak.

Ditengah kesunyian yang mencekam seluruh jagad


itulah, tiba-tiba tampak sesosok bayangan manusia laksana
kilat berkelebat kearah ruang kuil dan berhenti didepan
pintu goa.
Memandang batu berbentuk barisan Patkwa itu ia
tertawa dingin, dengan gampang orang itu loncat kesisi
pintu gua dan menerobos masuk keruang bawah tanah.
Sementara Itu Hian Cing Toojin yang ada dalam ruangan
masih duduk bersila sambil mengatur pernapasan. Dengan
gerakan lincah orang tadi menyelinap kedaiam ruangan,
sinar buas tampak memancar keluar dari balik wajahnya
yang kerudung.
Lama sekali ia berdiri didepan pintu sambil menatap
tubuh Hian Cing Toojien yang ada didalam, tubuhnya
perlahan2 bergerak makin mendekati pembaringan.
"Hmmimm" tiba2 Hian Cing Totiang buka matanya dan
mendengus.
Melihat ciangbunjien dari partai Tlam Cong ini
mendusin, laksaca kilat orang berkerudung itu loncat
kedepam sambil mengirim sebuah pukulan kearah dada
lawan.
Hian Cing mengegos kesamping, bajunya dikebaskan
kemuka mengunci datangnya ancaman.
Bruk! di tengah bentrokan keras, tubuh Hian Cing
terdorong hingga jatuh keatas pembaringan, air mukanya
berubah hebat, darah segar menetes keluar dari mulutnya.
Sementara itu orang berkerudung tadi pun kena didorong
mundur oleh angin pukulan lawan sehingga terhuyung dua
langkah kebelakang, airmukanya berubah, jengeknya sambil
tertawa seram

"Luka dalammu belum sembuh, Heeeh .... heeeeh ....


heeeeeh .... dengan adanya peristiwa ini, bukankah bantuan
dari Pek Tian Hong tadi hanya sia2 belaka"
Seluruh tubuh Hian Cing Toojien tergetar keras,
sepasang matanya melotot bulat2, sambil menatap wajah
orang itu hardiknya
"Siapa kau?"
Orang berkerudung itu mundur kebelakang, pedangnya
diloloskan dari sarung digetarkan dan menciptakan tiga
kuntum bunga pedang.
"Haaaaaa? ilmu pedang Bunga terbang, kau adalah
anggota perguruan Boe Liang Tiong ?"
"Heech . . . heaeeh .... heeeh .... sedikitpun tidak salah,
aku adalah anggota perguruan Boe Liang Tiong dari
propinsi Tiam Hay sebelah utara". "Apa maksudmu datang
kemari?"
"Enam puluh tahun berselang tujuh puluh orang anggota
perguruan Boe Liang Tiong dibunuh habis dalam
semalaman oleh Si Soat Cu, sekarang aku datang untuk
menuntut balas!"
Air muka Hian Cing Toojien berubah hebat, keringat
dingin sebesar kacang kedelai menetes keluar tiada
hentinya, begitu tegang hati toosu ini sampai tangannyapun
gemetar keras.
"Hmmm, coba bayangkan, sejak enam puluh tahun
berselang nama perguruan Boe Liang Tiong lenyap dan Bulim, seluruh anggotanya hampir mati binasa semua,
dendam sedalam lautan seperti ini kenapa tidak kubalas"
suaranya makin lama semakin keras, akhirnya dengan nada
penuh kebencian ujarnya lagi :

"Hutang darah bayar darah, dendam kesumat yang


sudah terpendam selama enam puluh tahun lamanya akan
kutuntut pada malam ini juga. Mulai besok pagti dalam
dunia persilatan akan kehilangan nama partai Tiarn Cong
Pay, sejak kini dalam dunia Kangouw tidak akan ada lagi
murid partai Tiarn Cong yang berkelana."
"Sungguh keji hatimu..." desis Hian Cing Totiaog dengan
badan gemetar keras.
"Hmmm. inilah yang dinamakan pembalasan dendam
dengan cara apa ysng pernah kalian lakukan !"
Hian Cing Toojien mendengus dingin, tiba2 sepasang
telapaknya menyambar kedepan, dengan segenap tenaga ia
tubruk tubuh orang berkerudung itu.
Cahaya pedang berkelebat-lebat, diiringi jeritan ngeri
yang menyayatkan hati tubuh Hian Cing Toojien roboh
tercengkang diatas tanah, sepasang kakinya sebatas lutut
tahu2 ditebas kutung oleh senjata lawan, darah berceceran
seketika membasahi meluruh lantai
"Haaaaa& . . . haaaah....haaa..."
"Hian Cing Loo-too. kau tidak pernah menyangka bukan
bakal mengalami nasib yang demikian mengenaskan ?
Hmmmm tahukah kau siapa aku?"
Dengan badan gemetar keras per-lahan 2 Hian Cing
Toojien angkat kepala dan memandang manusia
berkerudung itu dengan sinar mata membenci.
Orang berkerudung itu tertawa lantang. tangannya
meraba keatas wajah dan perlahan-lahan melepaskan kain
kerudung itu.
Haaaa kau Jerit Hian Cing Toojiere, "Cia Koen kiranya
kau"

"Heee...... heeee... kau tidak akan menyangka bukan?"


Hian Cing Tootiang merasakan hatinya seperti di tusuk2
dengan jarum, kembali ia muntah darah segar.
"Sepasang mata Hian Pak sute benar2 buta, ternyata ia
terima kau sebagai muridnya!"
"Tutup mulut!" bentak Cia Keen, sinar matanya
memancarkan napsu membunuh yang berkobar-kobar. "hey
toosu tua hidung kerbau, sebelum ajalmu tiba kau harus
tahu bahwa suhuku Go Kiam Lam adalah ketua dari
perguruan Boe Liang Tiong, demi membalas dendam atas
sakit hatinya selama enam puluh tahun ini, dia telah angkat
setan tua itu sebagai gurunya, ini hari adalah saat kami
untuk menumpas segenap anggota partai Tiam Cong"
Hian Cing Toojien tertawa sedih.
"Suhu .. suhu l" teriaknya dengan suara serak. "Karena
belas kasihanmu tempo dulu kau telah mendatangkan bibit
kehancuran bagi perguruan kita"
"Haaa...haa.... haa salah suhunu sisetan tua itu kenapa ia
punya mata tak berbiji ..."
Hian Cing Tootiang melotot bulat, kembali ia muntah
darah segar, wajahnya semakin pucat.
Pada saat Itulah pintu rahasia kembali terbuka, Hian Pak
Toojin dengan satu tangan? mencekal pedang tangan lain
membawa sebutir batok kepala berjalan masuk kedalam
ruangan.
"Koen-jie , bagaimana keadaannya?" tanya toojien itu
dengan wajah penuh napsu membunuh.
"Toosu tua hidung kerbau ini sudah hampir mati "
Dalam pada itu Hian Cing Too tiang dengan sepasang
mata merah membara memandang wajah Hian Pak tajam2,

tatkala dilihatnya batok kepala yang berada dalam cekalan


toosu tersebut, sambil kertak gigi pekiknya:
"Hian Pak, hatimu benar benar keji "Hmmm, aku bukan
Hian Pak, aku ada Go Kiam Lam, cianbunjien ketujuh
belas dari perguruan Boe-Liang Tiong !"
Dengan wajah yang sinis ia angkat batok kepala itu,
kemudian sambungnya lebih jauh:
"Batok kepala ini adalab batok kepala iri Hian Song,
nanti akupun akan tebas batok kepalamu kemudian bawa
pulang batok kepala kalian kegunung Boe-Liang-San?
Untuk menyembahyangi arwah dari anggota perguruan
kami"
Hian Cing Toojien merasa sengat sedih hampir seluruh
darahnya telah mengalir keluar. namun ia tetap
mempertahankan diri untuk melototi musuhnya.
Hmmm. segenap anggota partai Tiam Cong bakal binasa
semua terbunuh oleh jago2-jago lihay yang tehh
kupersiapkan teilebih dahulu dari propinsi Tiam-Hay serta
anggota perguruan seratus racun, sejak, kini partai Tiam
Cong bakai lenyap dari Bulim !" kembali Go Kiam Lam
berkata dengan nada dingin.
Baru saja ia selesai berkata, mendadak terdengar seruan
kaget berkumandang dari luar pintu, diikuti munculnja
sesosok bayangan manusia masuk kedalam ruangan.
Orang itu adalah Pek in Hoei, dengan sinar mata kaget
dan terceogang ia saksikan pemandangan yang sangat
mengerikan itu sepasang alisnya mengerut sedang mulutnya
terkancing rapat.
Melihat kehadiran sianak muda itu. Go Kiam Lam
segera mendengus dingin

"Hmmm, malam ini kaupun tak boleh ampuni jiwanya !"


"Sute, cepat malarikan diri" buru buru Hian Cing
Toojien berteriak keras, "Ingat baik baik, kau harus
membalas dendam bagi partai Tiam-Cong kita."
Belum habis ia berkata, tiba tiba Go Kiam lam meloncat
kedepan. Ditengah berkelebatnya cahaya pedang dada Hian
Cing Tootiang itu ditusuk hingga tembus, darah muncrat
keempat penjuru dan nyawa ketua partai Tiam Cong inipun
melayang dari raganya.
Dua titik air mata jatuh menetes diatas pipi Pek In Hoei,
ia tutup pintu ruangan kemudian lari keluar dari ruang
rahasia tersebut.
"Engkau hendak lari kemana !" hardik Go Tuam Lam.
"Koen-jie! Cepat kejar keparat cilik itu dan bunuh dirinya
jangan tinggalkan seorang musuhpun diatas gunung ini"
Cla Kun menyahut, ia jejakan kakinya dan segera
mengejar keluar dari ruangan.
Dalam pada itu Pek In Hoei yang telah berada diluar
segera saksikan suatu pemandangan yang sangat
mengerikan, dibawah sorotan cahaya lampu tampak mayat
bergelimpangan dimana mana, jeritan ngeri berkumandang
disana sini, darah segar, kutungan anggota badan
menggenangi seluruh lantai suasana betul betul
menyeramkan.
Pek In Hoei bergidik, bulu roma pada bangun berdiri,
tanpa berpikir panjang ia ari ke belakang kuil. Dia tahu, ini
hari dengan menggunakan kesempatan dikala Hian Cing
Toojien ketua dari partai Tiam-Cong mengalami penderita
jalan api menuju neraka, anggota perguruan Boe LiangTiong bekerja sama dengan perguruan seratus Racun telah

menyerang partai Tiam-Cong dan membasmi seluruh


anggotanya.
Sambil berlari otaknya berputar terus, pikirnya:
"Seumpama aku bukan untuk pertama kali datang
kegunung Tiarn-Cong dan malam ini aku tak bisa tidur
mungkin akupun lelah mereka bunuh. sungguh
mongerikan..."
Rupanya ketika ia diantar Hian Pak Toojien kekamarnya
untuk tidur, secara lapat lapat ia dapat saksikan tingkah
laku tosu itu rada gugup dan tidak tenang, wajahnya diliputi
kebengisan dan kebuasan karena ingin tahu maka timbul
niatnya untuk mengintip kelakuan toosu itu,
Tetapi sewaktu ia lari keluar dari halaman , bayangan
toosu itu telah lenyap dari pandangan, maka terpaksa ia
berjalan seorang diri dibawah sorotan cahaya remabulan
serta hembusan arngin malam yang sejuk.
Makin jalan sianak muda ini semakin jauh meninggalkan
tempatnya semula, ia masuki hutan bambu dan akhirnya
tiba dibelakang bukit, dimana tubuhnya terperosok kedalam
sebuah selokan hingga seluruh badannya basah kuyup.
Melihat bajunya basah, kembali sianak muda ini
kekamarnya dengan maksud hendak ganti pakaian. Siapa
tahu pada saat itulah ia saksikan jeritan lengking bergema
dimana mana, suasana dalam kuil amat kacau, banyak
toosu lari simpang siur menyelamatkan diri.
la jadi kaget, cepat cepat pemuda Itu lari kedalam kuil
dan menuju keruang rahasia dimana Pek in Hoei semakin
terperanjat lagi sebab dilihatnya pintu rahasia sudah
bergeser dan terbuka lebar.
Tanpa berpikir panjang lagi masuklah ia kedalarn goa,
dan dengan mata kepala sediri ia saksikan Hian Cing

Toojien dibunuh serta dengar sendiri pula Cia Koen


mernbeberkan rahasianya. Diam diam ia kertak gigi,
pikirnya: Go Kiam Lam sungguh lihai, agar bisa membasmi
seluruh anggota partai Tiam Cong ternyata ia sudi jadi
anggota partai berdiam diri selama puluhan tahun lamanya
Sementara otaknya masih berputar, ia telah menuruni
sebuah bukit dan menerobos, kedalam hutan bambu,
"Keparat cilik, kau hendak melarikan kemana!" bentakan
nyaring berkumandang dari arah belakang. Cengan cepat ia
berpaling, tampaklah. Cia Koen sambil mencekal pedang
telah berada kurang lebih dua tombak dibelakangnya.
Ia jadi sangat terperanjat, tergopoh gopoh badannya
menyusup kesebelah kiri dan masuk kedalam hutan.
Pada saat inilah dia baru merasakan manfaat dari ilmu
meringankan tubuh yang dipaksakan ayahnya pada hari
hari biasa, atau paling sedikit dia masih bisa mengandalkan
kepandaian tersebut untuk meloloskan diri dari kejaran
musuh.
Secara lapat lapat timbul rasa sesal dalam hatinya, ia
menyesal kenapa tidak belajar ilmu pedang atau ilmu
pukulan sehingga sekarang harus dikejar kejar orang seperti
anjing.
Namun
begitu
terbayang
akan
mayat
yang
bergelimpangan diatas tanah serta genangan darah yang
amis yang memuakkan, rasa sesal yang muncul dalam
hatinya seketika juga lenyap tak berbekas. Sambaran angin
pedang terasa mendesir dibelakang tubuhnya dengan gugup
ia berguling2 kebelakang. Tampaklah Cia Koen sambil
ayunkan pedang membentak keras
"Keparat cilik she Pek sekalipun kau lari keujung
langitpun akan kukejar terus sampai ketangkap keadaan

disekitar sini aku bih paham dari pada drimu, kau hendak
lari kemann lagi??"
Suatu ingatan mendadak berkelebat dalam benak Pek In
Hoei, pikirnya :
"Keadaan medan disekeliling sini aku memang tidak
paham sekarang aku cuma bisa lari dengan mengandalkan
lebatnya hutan ini sudah dilewati lalu tiba-tiba ia teringat
akan selokan kecil diusana ia terjerumus tadi, hatinja jadi
sangat girang, buru2 ia tentukan arah dan lari kemuka
dengan kencangnya.
Pohon demi pohon dilewati dengan cepat semak demi
semak diterobosi dengan seksama akhirnya sampailah Pek
in Hoei ditepi selokan tersebut, tanpa banyak bicara ia
jatuhkan diri keatas tanah dan menggelinding masuk
kedalam selokan, seluruh tubuhnya dibenamkan kedalam
air, hanya kepalanya saya yang muncul diatas permukaan
air sambil memperhatikan keadaan disekeliling situ.
Bau asap berhembus datang membuat hidungnya amat
pedas, memandang jilatan api yang berkobar membakar
kuil Siang Cing Koan tak tahan air mala jatuh berlinang
membasahi wajahnya, rasa dendam menyelimuti hatinya,
sambil meremas kepalan gumamnya dengan penuh rasa
benci : "Orang-orang itu harus dibunuh ! aku harus
berangkat kegunung Cing Shia untuk msngabarkan
peristiwa ini kepada ayah, aku harus basmi habis segenap
anggota dari perguruan Boe Liang Tong!"
Terbayang pula akan mayat-mayat yang begelimpangan
didepan kuil Siang Cing Koan, kembali ia tutupi wajahnya
sambil berbisik :
"Membunuh orang ditengah malam buta, kemudian
melepaskan api membakar mayat2 itu hingga musnah
Oooh! Betapa kejinya perbuatan mereka

"Koen-jie tiba-tiba terdengar suara Go Kiam Lam


berkumandang didalam hutan itu
"Koen-jle. kau ada dimana ? "
Pek In Hoei terperanjat, buru-buru ia benamkan
kepalanya kedalam air hingga lenyap dari pandangan.
Baru saja ia tandukkan kepala, terdengar suara Cia Koen
menyahut daii balik semak - disebelah kirinya :
"Suhu! aku berada disini" Mendengar orang she Cia itu
berada hanya delapan depa dari sisinya, Pek In Hoei
semakin terperanjat, buru2 ia tahan napas dan semakin
menyembunyikan badan nya kedalam air.
Tampak Go Kiam Lam sambil mencekal pedang
meloncati selokan tadi, ia bertanya kembali :
"Apa kerjamu duduk disana ??" "Aku sedang memeriksa
jejak keparat cilik itu"
"Telur busuk! masa untuk menangkap seorang.keparat
cilik yang tak bisa siiatpun kau tidak mampu, pekerjaan apa
lagi yarg dapat kau lakukan"
"Disekeliling tempat ini tiada tempat yang bisa
digunakan untuk menyembunyikan diri, lagipula air dalam
selokan itu ada racunnya, tidak mungkin dia loncat
kedalam sana, aku pikir cuma disekitar semak belukar itu
saja ia dapat menyembunyikan diri, maka aku terus
menerus memeriksa sekeliling tempat itu"
Perkataan tersebut sangat mengejutkan hati Pek In Hoei,
hampir saja ia loucat keluar dari selokan tersebut, tapi
setelah dipikirnya sejenak ia tetap tak berkutik dari tempat
semula.
"Kenapa kau tidak punya pikiran untuk melepasksn api
ditempat ini" Terdengar Go Kiam Lam berseru setelah

berpikir sejenak. Setelah rerumputan disekeliling sini


terbakar, triasa keparat cilik itu tidak akan lari keluar"
"Suhu, aku sudah berpikir hendak menggunakan api, tapi
dengan demikian seluruh gunung Tiam Cong-san bakal
musnah, pemandangan indahpun akan ikut punah "Hmmm
! justru aku pingin menghancur leburkan seluruh Tiam
Cong Pay, perduli amat dengan pemandangan indah segala
Mendengar ancaman itu Pek In Hoei bergidik, batinya
berdebar-debar keras pikirnya :
"Tadi mereka mengatakan air dalam selokan ini ada
racunnya, terhadap ancaman itu aku tidak takut sebab
kemungkinan benar mereka sengaja menggertak diriku Tapi
sekarang mareka mau membakar gunung, seandainya hal
ini benar-benar terjadi bukankah aku bakal mati terbakar
Sementara dia masih memikirkan cara untuk melarikan
diri, terlihatlah jilatan api mulai berkobar disckeliling
tempat itu "Haaah - . . . haaah . . .. . haaah ... dengar Go
Kiam Lam tertawa terbabak- balak. "Dendam kesumat yang
telah kupendam selama enam puluh tahunpun akhirnya
berhasil kubalas juga, sejak kini Langit selatan adalah
daerah kekuasaan perguruan Liang Tiong kira"
"Suhu! kita masih punya seorang musuh tangguh yaitu
sipedang Penghancur Sang surya Pek Tian Hong"
"Heeeh.. . heeeh .. . heeeh ... dia tak mengikat tali
permusuhan dengan orang2 kangouw, kau tak usah
pikirkan itu lagi, sigolok perontok Rembulan dan si Bintang
Kejora menuding Langit menghadapi dirinya. Muridku,
ayoh berangkat"
Suaranya makin lama semakin jauh dan akhirnya lenyap
dari pendengaran, namun Pek In Hoei masih tetap
membenamkan diri didalam selokan.

"Golok Perontok Rembulan si Bintang Kejora menuding


langit " gumamnya seorang diri "Aku harus pergi mencari
ayah dan memberi tahukan peristiwa ini kepadanya"
0oodwoo00
Jilid 2
Sianak muda itu menjerit keras, setelah loncat keluar dari
selokan, ia segera lari secepat cepatnya turun gunung.
Napasnya mulai tersengkal-sengkal larinya jadi lebih
lambat, memandang cahaya api nun jauh di puncak
gunung, tanpa terasa air mata jatuh berlinang-linang
Banyak bukit serta selokan telab dilewati, namun ia
masih terus lari... terus jalan menjauhkan diri dari gunung
Tiam Cong. Suasana amat gelap, rembulan diangkasa
Lenyap tertutnp awan hitam... bahkan bintangpun lenyap
tak berbekas...
Guntur tiba tiba menyambar dan membelah bumi
diiringi suaranya yang keras, kilat berkilauan, angin
berhembus makin kencang, hujanpun turun dengan
derasnya membasahi permukaan bumi, seakan-akan air
hujan tersebut hendak membersihkan noda darah yang
telah mengotori jagat.
Seluruh wajah, rambut serta pakaian Pek In Hoei basah
kuyup tersiram air hujan, begitu deras hujan yang turun
membuat sepasang matanya hampir2 saja tak dapat
dipentangkan.
Kepalanya mulai pening, badannya limbung tak
bertenaga dan kakinya gentayangan lemas ...... tapi ia coba

terus lari... lari... namun baru saja melangkah beberapa


tindak, badannya gontai dan roboh keatas tanah... Pingsan
Hujan semakin deras, namun matanya terasa tak
sanggup dibuka kembali, ketegangan serta lelah semalam
suntuk membuat sianak muda itu tak kuasa
mempertahankan diri ia roboh tak sadarkan diri.
Entah berapa lama sudah lewat, tiba2 ia tersentak oleh
suara nyanyian yang amat merdu, begitu lembut dan halus
suara itu membuat ia sadar kembali dari impiannya.
Sepasang matanya perlahan-lahan dipentangkan, tampak
bulu burung merak yang indah menghiasi sekujur tubuhnya,
ia tertidur di atas loteng yang dibangun dari bambu.
buIu burung merak ingatan ini berkelebat dalam
benaknya, dengan rasa girang segera gumamnya. "Aku
tidak mati ! Aku belum mati ! sebab orang mati tak akan
bisa melihat bulu bururg Merak.
Dengan cepat ia meroncat untuk bangun, tapi baru
sedikit saja badannya bergerak mulutnya segera meringis
kesakitan seluruh tulang serta persendiannya terasa linu
bagaikan retak.
Namun akhirnva ia berhasil juga untuk bangun dan
duduk disisi pembaringan sebab nyanyian yang amai merdu
tadi menimbulkan rasa ingin tahu dalam hatinya.
"Siapa yang sedang menyanyi ?? begitu merdu suaranya".
Perlahan-lahan Pek In Hoei bangun berdiri, tampak
cahaya sang surya memancar masuk lewat jendela
menyinari sepatunya yang penuh lumpur serta dua tapak
kaki yang kotor.
Ia jadi tertegun, pikirnya "Bukankah kemarin malam aku
roboh taidak sadarkan diri diatas tanah berlumpur?
sekarang... aku kok berada diatas loteng yang indah ??

sungguh aneh sekali, siapakah pemilik loteng ini ? apakah


orang yang senang menyanyi itu.
Dengan menahan rasa Imu dan sakit pada seluruh
badannya, selangkah demi selangkah sianak muda itu turun
dan loteng berjalan menuju kearah berasalnya suara
nyanyian itu.
Hutan yang rindang terbentang didepan mata, kuntum
bunga yang segar dan menyiarkan bau wangi tersebar
dimana-mana membuat suana terasa nyaman dan syahdu...
Pek In Hoei tarik napas dalam, ia berjalan menembusi
kebun bunga . . hutan rindag dan terus maju kedepan.
"Aaaaaah ! bukankah tempat ini ada dipropinsi Tiam
Hay sianak muda itu berseru tertahan.
Puncak gunung nan hjau terbentang didepan mata, tinggi
dan runcing menjulang
ketengah angkasa, sebuah telaga dengan air yang jernih
bagaikan membentang ditepi bukit, pemandangannya &aat
indah dan menawan hati.
Seekor kijang kecil segera menarik perhatian Pek in
Hoei, ia alihkan sinar matanya keatas binatang kecil itu,
perlahan lahan didekatinya binatang itu, namun kijang tadi
segera mendusin akan bahaya yang mengancam dengan
lincahnya "Ia" lari masuk kehutan
Pek in Hoei tercengang, ia melangkah masuk kebutan
disitulah suara nyanyian yang berkumandang merdu tadi
tiba tiba lenyap tak berbekas.
"Siauw Hoa... siauw Hoa... kau hendak ke mana??? ayoh
cepat kembali ..... suara yang merdu itu tiba tiba menggema
di angkasa.

"Wah, bukankah suara ini suara dari yang menyanyi


tadi" pikir Pek in hoei.
Ranting dan daun bergoyang, dari balik hutan muncullah
seorang gadis muda yang sangat cantik, ia membawa
sebuah cangkul dari perak serta sebuah keranjang bambu
berwarna hijau.
(Oo-dwkz-oO)
2
SUNGGUH cantik gadis ini batin sianak muda itu
dengan hati berdebar keras.
Gadis itu mempunyai sepssang mata yang indah
bagaikan bintang Timur, hidung yang mancung, bibir yang
kecil mungil serta biji mata yang gede.
Baru saja ia berjalan keluar dari hutan segera berjumpa
dengan Pek In Hoei yang sedang berdiri termagu2.
Melihat sikap sianak muda itu. Teriaknya:
"Hey, siapa suruh kau berjalan keluar"
Pek In Hoei menengok kekanan kekiri mecarikan orang
yang sedang diajak bicara oleh gadis itu tak sesosok
bayanganpun kelihatan. Ia baru mengerti bahwa gadis
manis tersebut Sedang ajak dia berbicara, merah jengah
selembar wajahnya
"Oooo
nona !" serunya sambil bongkokan badan
memberi hormat, rasa sakit tiba2 enyerang pinggangnya,
pemuda itu menjerit2 jatuh terjengkang keatas tanah.
Menyaksikan sianak muda itu roboh gadis manis itu
tertawa cekikkan, ia maju menghampiri dan berseru.

"Apa itu nona atau bukan, sudah kubilang kalau


badanmu sedang keracunan dan seluruh badan lak
bertenaga, kenapa kau tinggalkan loteng datang kemari ....
Hmmm, enakkan rasanya kalau jatuh terjengkang !"
"Nona, sejak kapan kau peringatkan diriku ???"' tanya
sang pemuda sambil merangkak bangun.
"Tadi pagi, waktu kau masih tidak sadarkan diri
bukankah sudah kukatakan kepadamu?"
Pek In Hoei tertawa getir.
Kalau toh sudah mengerti kalau aku masih pingsan,
darimana bisa kudengar perkataanmu? mungkin nona ini
rada dogol?" pikirnya.
Dalam pada itu gadis tadi sudah letakkan cangkulnya
keatas tanah dan mengambil setangkai daun berwarna
merah dari keranjangnya.
"Pagi tadi sewaktu aku sedang pergi mencari bahan obat,
kutemui kau berbarirg di loteng bulu Merakku. Waaaah !
"bahkan kau sudafo bikin kotor lotengku. Mula2 hatiku
merasa tidak senang tapi setelah menjumpai hawa hitam
diatas wajahmu, aku tabu kalau kau jatuh tidak sadarkan
karena keracunan, maka akupun cepat pergi carikan obat
untuk memunahkan raCun dalam tubuhmu" suaranya
merdu tapi perkataannya cepat, seolah2 burung nuri yang
berkicau diatas pohon pada pagi hari yang cerah, membuat
pemuda kita jadi, melongo dan ter-mangu2. Aduuuuh . . .
sungguh merdu suaramu pujinya.
"Eeeeeei ....... kenapa sih kau?" tegur sang gadis dengan
alis berkerut kencang. Hey, dengarkan perkataanku!
masukkan daun ini kedalam mulutmu lalu kunyah hingga
lumat dan segera telan kedalam perut, kalau tidak kau telan

sebelum tengah hari nanti racun itu akan mulai bekerja


didalam tubuh mu dan kau bakal mati 1"
"Kau suruh aku makan rumput?." tanya Pek In Hoei
tersipu-sipu.
Meledaklah gelak tertawa gadis manis iiu begitu cantik
dara tersebut terutama sepasang dekiknya yang ada dipipi.
"Aku tahu kalau kau bukan kerbau atau kambing, tentu
saja aku tidak snruh kau makan rumput sambil tertawa.
"Maksudku, kalau kau kunyah rumput merah itu kedalam
mulut, keadaannya jauh lebih manjur dari pada dimasak
dan diminum dengan air !"
"Nona, benarkah aku Keracunan ??".
"Hmmm, kalau kau tidak percaya yaab sudahlah, syukur
kalau kaucepat mati !" bibir nya yang kecil segera
dicibirkan.
"Nona .... jangan marah jangan marah. Segera kumakan
rumput ini".
"Huuuu siapa suruh kau makan rumput?"
"Rumput itu adalah obat untuk memunahkan racun
dalam tububmu. Merah jengah sepasang wajah Pek In hei
akhirnya dengan tersipu-sipu ia masukan rumput tadi
kedalam mulut dan dikunyah dengan susah payah akhirnya
Pek In Hoei krhasil juga menelan rumput merah itu
kedalam perut melihat senyuman, yang mengiasi bibir gadis
itu, dengan jengkel segera serunya :
"Ooooooh pahit sekali ! eeeei kenapa kau menertawakan
aku ?? kiranya kau sedang menipu aku yaah?"
"Aku adalah anggota berguruan seratus racun, tidak
nanti kubohongi dirimu !".

"Perguruan seratus racun? apakah kau anggota dari


perguruan Seratus Racun ?" Tanya Pek In Hoei sangat
terperanjat.
Gadis manis itu mengangguk
"Benar ! dari mana kaupun tahu?"
Mendadak ia saksikan air muka Pek In Hoei berubah jadi
merah padam buru buru serunya:
"Cepat bongkokkan badanmu !".
Perut sianak muda itu mulai mengerutkan berbunyi keras
rasa sakit yang sukar di tahan menyerang segenap isi perut,
keringat sebesar kacang kedelai mengucekkan keluar
dengan derasnya sementara wajahnya berubah jadi merah
padam .
Tiba tiba ia pegang perutnya kencang kencang dan
muntahkan segumpal air berwarna kuning dari mulutnya,
bau amis dan busuk segera tersebar diangkasa membuat
yang mencium ikut merasakan perutnya mual.
Laksana kilat gadis itu sambar pergelangan angan sianak
muda itu, dalam sekali ayun ia lempar tubuhnya masuk
kedalam telaga.
Begitu tercebur kedalam air, rasa dingin yang luar biasa
menyerang kedalam iubuh, ia menggigil kedinginan . .
Tapi pada saat itu juga ia rasakan aliran hawa panas
bergerak dan lambungkan msnyambar keseluruh tubuh,
membuat hawa dingin yang semula membekukan badan
segera terusir lenyap.
Terdengar gadis muda itu tertawa cekikikan.
"Kau jadi orang tidak jujur, maka kau harus rasakan
sedikit kepahitan"

Tatkala menyaksikan tubuh Pek In Hoei sebenarnya


tenggelam sebentar lagi muncul diatas permukaan air,
seolah olah dia tak bisa berenang, buru2 tanyanya lagi :
"Hey, bisakah kau berenang ?"
"Kau tak usah urusi diriku".
"Hmmm! aku sengaja mau urusi dirimu, kau mau apa
??",
Serentetan cahaya berkelebat membelah bumi, tahu tahu
gadis itu sudah lemparkan sebuah ikat pinggang ketengah
telaga.
Pek In Hoei mesakan pandangannya jadi kabur, tahu
tahu tubuhnya sudah lepas dari telaga dan ditarik naik
keatas daratan.
Pada waktu itu seluruh badannya basah kuyup,
rambutnya kusut dan awut awutan tidak karuan, dengan
keadaan yang sangat mengenaskan ia melototi sianak gadis
itu.
"Hey, siapa namamu?" mendadak gadis itu menegar
dengan sepasang alis berkerut.
"Buat apa kau tanyakan persoalan ini" tukas Pek In Hoei
dengan hati mendongkol, "kenapa kau lempar diriku
kedalam air dingin?"
"Hmmm kau memang benar benar manusia yang tidak
tahu diri, tadi racun yang mengeram dalam tubuhmu baru
saja membuyar keluar, seanidainya kau tidak bsrendam,
dalam air maka hawa racun yang telah keluar tadi akan
mssuk kembali kedalam tubuhmu lewat pori pori didalas
kulit, jika sampai demikian keadaannya, bukankah usahaku
selama hampir setengah jam untuk memetikkan rumput
merah bagimu akan sia sia belaka?"

! kiranya kau sedang menolong


"Oooooooo
jiwaku, kalau begitu nona aku harus ucapkan banyak terima
kasih kepadamu!".
"Tak usah kau berterima kasih kepadaku^ jawab dulu
pertanyaan yang telah kuajukan tadi!".
"Cayhe bernama Pek In Hoei !".
"Pek In Hoei ? ? ?" gumam gadis itu, ia mendongak dan
memandang awan diatas langit.
"Kau maksudkan awan yang melayang ditengah angkasa
itu?".
"Nona, kau suka benar bergurau, nama cayhe memang
betul betul Pek In Hoei !".
"Sungguh Inilah namamu" ia berpikir sebentar lalu
ujarnya kembali
"Eeeeeeei ! kenapa kau tidak- menanyakan namaku?".
"Oooouw... masf maaf.. ! bolehkah cayhe mengetahui
nama besar nona ??
"Cisssss ! aku bernama Hee Siok Peng, Hey Pek In
Hoei I coba kaiakan bagus tidak namaku?".
"Bagus.... bagus nona punya nama yang sangat bagus
dan indah didengar. mata Hee Siok Peng dialihkan keatas
wajah sang pemuda yang basah kuyup, kemudian ujarnya :
"Kau benar benar seorang kutu buku, apa kau tidak
merasa tidak enak dengan baju basah kuyup, seperti itu ?".
pek In Hoei tertawa getir.
Apa gunanya aku ribut ? bukankah disinipun tak ada
pakaian yang cocok bagiku.
Hee Siok Peng berpikir sebentar, mendadak dengan
perasaan tercengang ia menegur:

"Eeeeeei . . . apa sebabnya kau jatuh tidak sadarkan diri


didepan loteng bambuku?".
Dingatkan kembali oleh gadis manis ini dalam benak Pek
In Hoei segera terbayang lagi peristiwa yang telah terjadi
kemarin malam, dimana ia saksikan sendiri Go Kiam Lam
sang ketua dari perguruan Boe Liang Tiong melakukan
penjagalan manusia secara besar besaran kemudian
membakar gunung Tiam Cong, lalu begaimana ia dikejar
hingga badan tersiksa dan akhirnya }atuh pingsan...
Ia menghela napas panjang. "Tempat manakah ini ?".
"Kau bukan orang propinsi In Lam ?." tempai ini adalah
Tiam Hay, apakah kau tidak tabu ? Hey sebenarnya kau
datang dari mana?".
"Aku datang dari gunung Tiam Cong !". "Kau berasal
dari partai Tiam Cong ?" seru Hee Siok Peng dengan mata
terbelalak Pek In Hoei ingin anggukkan kepala tapi setelah
dipikir sejenak akhirnya menggeleng. Aku mengerti bahwa
kau tidak pandai bersilat kata gadis itu. "Eeei
apakah
kau tidak ingsn belajar silat ?".
"Tidak! aku palmg benci belajar silat !". Mendadak ia
rasakan badannya sangat tidak nyaman karena baju yang
basah hampir merata semua diatas badannya, maka ia
kebaskan pakaian yang basah itu.
"Oouw! aku lupa kalau pakaianmu basah, ayoh cepat
ikuti diriku!"
Gadis itu ambil kembali cangkul serta keranjang
bambunya, lalu sambil melirik sekejap ke tubuh pemuda
tersebut katanya lagi:
Bukan saja kau mirip seorang kutu buku, kaupun seorang
manusia dungu, masa pakaian yang sudah basahpun tidak

tahu bagaimana harus diganti, apa lagi mau belajar silat.


Huuuuu ! bodohnya benar benar tak ketolngan lagi".
Pek In Hoei tidak memperdulikan ocehan gadis tersebut,
dalam hati diam diam pikirnya
"Siapa bilang aku tak tahu kalau bajuku basah? cuma aku
merasa tidak enak kalau sampai telanjang dihadapaomu.
Hmmm, sedang mengenai belajar silat . . . ayah yang
memaksapun aku tidak sudi apa lagi kau setiap manusia
punya ciia cita serta mendapat yang berbeda, siapa bilang
aku aku seorang manusia dungu?"
"Aku ingin membawa kau pergi kesuatu tempat yang
terindah dikolong langit dan memperkenalkan dirimu
dengan seorang manusia yang paling aneh didalam jagad,
maukah kau ikuti diriku ?" terdengar Hee Siok Peng
bertanya.
"Aku tak bica ikuti dirimu, aku masih urusan penting
yang harus dikerjakan hendak pergi kegunung Cing Shia"
Maukah kau melakukan sesuatu pekerjaan bagi diriku
kembali terdengar gadis itu bertanya.
Pek In Hoei angkat kepalanya ia merasakan sinar mata
yang amat tajam dari gadis cantk itu membuat jantungnya
berdebar keras merasa hatinya tak bisa menampik
permintaan dara secantik dan semanis itu. Maka ia
mengangguk. "Aku mau lakukan pekerjaaa bagimu' Kalau
begitu mari ikutlah aku pergi keladang harta dipuncak
gunung Pek-Giok hong '
"Gudang harta dipuncak Pek giok-hong?" rentetan
cahaya mata yang aneh dan sukar dilukisan dengan kata
kata memancar keluar dari balik mata sianak muda kita
"Perguruan Pek-Tok-Boen adalah milikmu ? ..."

"Betul Avahku Hee Ciong Lam adalar ketua dari


perguruan Seratus Racun"
Pek In Hoei tertegun, kemudian tanpa mengucapkan
sepatah kata pun ia putar badan dan pergi,
"Hey, kau hendak kemana?" seru Hee Siok Peng
melengak.
Pek In Hoei tidak menggubris, ia pura pura tidak
mendengar dan meneruskan langkahnya berlalu dari situ.
Pek In Hoei Kau adalah seorang manusia atau bukan"
"Apa katamu Mendengar makian tadi dengan gusar Pek
In Hoei berpaling.
"Aku telah menyelamatkan jiwamu sedang kaupun
sudah setuju untuk melakukan sesuatu pekerjaan bagiku
kenapa sekarang kau malah tinggal pergi? Sebagai seorang
lelaki jantan, seorang lelaki sejati, apa pernah diucapkan
keluar tak pernah diingkari kembali, apakah aku salah
memakimu?"
Begitu cepat perkataan itu diutarakan buat Pek In Hoei
berdiri menjublak, ia rasakan perkataan gadis manis itu
bagaikan berpuluh puluh batang pisau yang menusuk
hatinya, membuat mulutnya membungkam tak sanggup
mencucapkan sepatah katapun.
"Hmmm... Semula aku mengira kau adalah seorang
manusia jujur. Kembali gadis itu mengomel "Siapa tahu
kiranya kau adalah seorang manusia siauwjien yang pandai
mengingkari janji." Tanpa berpaling lagi ia ambil keranjang
obatnya dan berlalu dari situ.
Eecei... nona Hee, Nona Hee tunggu sebentar" cepat
cepat Pek In Hoei mengejar kedepan. "Aku suka mengikuti
dirimu pergi kepuneak Pek Giok Hong"

"Sungguh? Hee Siok Perg berhenti dan memandang


kearahnya dengan sinar mata kegirangan. "Kalau begitu
ayoh kita segera berangkat."
Ditengah jalan, sewaktu gadis itu menyaksikan Pck In
Hoei bisa mengimbangi gerakan larinya dengan begitu
ringan dan lincah dengan perasaan tercengang tegurnya:
"Kau perrah belajar ilmu silat?" "Tidak. Aku tidak suka
belajar siiat, cuma saja karena seringnya aku ikut ayahku
melakukan perjalanan maka gerakan kakiku dengan
sendirinya jadi enteng dan ringan. Apakah ada yang tidak
benar."
"Tidak ada. Sttt, jangan bersuara lagi ayoh ikuii dirikd!"
Tubuhnya segera berbelok kekanan dan kemuka, gerakao
tubuhnya lincah dan menawan, ditambah pula parasnya
cantik hal ini menambah keagungan gadis itu.
Memandang lekukan badannya yang padat mendadak
timbul suatu perasaan dalam hati Pek ln Hoei, pikirnya.
Belum pernah kutemui gadis secantik dan semenarik nona
ini dan akupun tak pernah bercakap2 dengan dara seayu itu
sungguh aneh kenapa hatiku bisa begitu tertarik dengan
dirinya ?
Sementara ia masih berpikir, mereka sudah melewati
sebuah hutan dan masuk kedalam sebuah selat sempit.
"Sekarang kita sedang melewati lorong raasa di belakang
gunung" terdengar Hee siok Peng berkata sambil menoleh
kebelakang.
"Didepan sana penuh dengan anggota guruan kami,
maka aku tak dapat membawa kau naik kepuncak Pek Giok
Hong lewat situ, sebab daerah sekitar sana telah dijadikan
daerah terlarang oleh ayahku."
"Lalu apa sebabnya kau membawa aku pergi kesana ?"

"Karena aku hendak minta pertolonganmu untuk


menolong seseorang"
Mendengar jawaban itu Pek in Hoei tertawa getir.
"Kau bukannya tidak tahu kalau aku sama sekali tidak
senang akan ilmu silat mana mungkin aku bisa menolong
orang lain? Jangan-jangan sebelum memasuki daerah
terlarang dari perguruan seratus racaa kalian, selembar
j;waku sudah keburu melayang!"
"Jangan kuatir Justru karena kau tidak mengerti ilmu
silat jiwa orang itu baru bisa ditolong, kalau tidak, buat spa
kubawa dirimu nak keatas gunung?"
"Eeei ! Sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Ada seorang manusia aneh yang mempunyai ilmu silat
sangat tinggi terkurung diatas sana. Ceritanya begini selama
hidup orang itu malang melintang didaiam persilatan
dengan andalikan Huncwee yang besar, tak pernah ia temui
tandingan, tetapi pada suatu hari ia telah berjumpa dengan
ayahku, orang itu tidak percaya dengan kepandaian
menggunakan racun ayahku, maka bertarunglah dia dengan
ayahku"
"Apakah mereka mempertaruhkan kepandaian racun
dari ayahmu?" Hec Siok Peng mengangguk. Si Huncwee
gede menganggap ilmu silatnya nomor wahid di kolong
langit, maka ia bertaruh bahwa ayahku tak bisa
meracuninya Siapa sangka dikala mereka berdua sedang
bercakap-cakap itulah ayah sudah melepaskan racunnya
membuat orang itu buru buru menutup pernapasan dan
berusaha mengusir racun tadi dari dalam tubuhnya"
Ketika bercerita sampai disana, sampailah kedua orang
itu didepan sebuah gua, gadis itu langsung masuk kedalam
gua tadi dan serunya:

"Hei. Hati hati !"


Dengan sangat hati hati Pek In Hoei menerobos masuk
kedalam gua, ia temukan gua itu sangat lebar sebuah tangga
batu menghubungkan mulut gua dengan ruang dalam.
"Ouw batu ini langsung menghubungkan tempat ini
dengan gudang harta" kembali Hee Siok Peng menjelaskan,
"Si Huncwo gede dikurung disana dan hingga kini tak bisa
keluar lagi'
berapa lama si Huocwee gede di dalam gua tersebut?"
"hgga kini sudah ada tujuh belas tahun lebih
"Apa? tujuh belas tahun sudah begitu lama?" seru Pek In
Hoei terkejut.Hee Siok Peng tersenyum.
"Ayahku sangat pintar, ia tahu bahwa kurungannya tak
mungkin bisa mengurung huncwee gede, maka ia lantas
bertaruh dengan dirinya, ia suruh orang itu menyanggupi
untuk naik sendiri kepuneak Pek-Giok hong kemudian
pintu goa ditutup oleh ayah dengan delapan lembar sarang
laba laba beracun. Dia harus menunggu sampai pada itu
hari ada seorang manusia yang tidak mengerti ilmu silat
membukakan sarang laba itu baginya, saat itulah dia baru
boleh bebas."
"Kalau begini keadaannya, bukankah sepanjang hidup ia
tak bisa keluar lagi dari gua itu ?" seru Pek In Hoei setelah
berpikir sejenak, coba kau bayangkan, seandainya ayahmu
tidak ingin ia lolos dari kurungannya mana sudi dia biarkan
seorang manusia yang tak mengerti ilmu silat mendekat
gudang hartanya ?"
Dengan sinar mata kagum Hee Siok Peng melirik sekejap
kearah Pek In Hoei.

"Sedikitpun tidak salah, justru dengan maksud itulah


maka ayahku menjadikan puncak Pek Giok Hong sebagai
tempat terlarang, siapapun dilarang mendekati tempat itu."
la merandek sejenak dan tambahnya "Sejak kecil aku
telah bertemu dengan dia, selalu Ingin melepaskan dirinya
tapi. aku tak berani berbuat demikian, sebab tak mungkin
bagi orang yang mengerti ilmu silat untuk membebaskan
dirinya."
"kenapa?" tanya Pek rn Hosi tercengang.
"Sstt ... !" tiba tiba Hee Siok Peng meletakkan
telunjuknya keatas bibir, ia hembuskan napas dan bisiknya
lirih jangan bicara lagi sekarang kita sudah tiba di puncak,
hati hati jangan sampai ketahuan ayahku."
Ia turunkan cangkulnya lalu perlahan lahan memanjat
keatas. Pek In Hoei membuntuti dari belakang itu
semuanya mereka harus lewati tujuh puluh buah lebih
undakan batu untuk mencapai puncak lorong.
Setibanya diatas Hee Siok Peng mendorong sebuah pintu
rahasia kemudian meloncat keluar tatkala dirasakan
keadaan aman baru loncat, keluar dari lorong rahasia. baru
saja Pek ln Hoei ikut loncat keluar dari dalam lorong,
segera terdengar suara bentakan keras berkumandang
datang.
"Bangsat acak kura kura, siapa kau ?"
"Hei Huncwee gede, aku !" sahut Hee Siok Peng sambil
munculkan diri dari balik pintu batu.
"Haaaah .... haaaah
haaaah cucu kura kura, hei
setan cilik kau berani membohongi aku? Terang terangan
aku tahu masih ada seorang keparat busuk disitu ! Ayoh
bilang siapa dia ?"

Hee Siok Peng menoleh kearah Pek ln Hui dan


menjulurkan lidahnya, kemudian sambi perlihatkan muka
setau ia tarik sianak muda itu untuk maju kedepan.
Kena ditarik oleh tangan sang gadis yang halus tanpa
terasa Pek In Hoei ikut maju kedepan.
"Sebetulnya simanusia huncwee gede itu baik atau orang
jahat ?" tanyanya kemudian.
Sebelum Hee Siok Peng sempat menjawab orang yang
ada didaiam sudah meraung gusar.
"Kurang ajar! Siapa berani menuduh aku hunewee gede
Ouwyang Gong adalah telur busuk ? Kurobek mulutnya
yang kumal."
"Hmmm ! Aku yang bicara kau mau apa?"
Mendengar seruan sianak muda itu, air muka Hee Siok
Peng berubah hebat, buru buru ia tarik tangan In Hoei dan
diajak ngeloyor dari tempat itu. Siapa sangka pada saat
itulah orang tadi tertawa terbahak bahak.
"Haaaah .. haaaah,, haaaaah .... mau lari kemaua ? Ayoh
kembali " gertaknya.
Seketika itu juga Pek In Hoei merasakan sekujur
badannya jadi kaku, diikuti munculnys serentatan tenaga
penghisap yang luar biasa menyedot badannya membuat
dia tanpa terasa terseret kebelakang.
Pemuda itu jadi kaget, buru buru ia meronta dengan
segenap tenaga namun usahanya sia sia belaka, bukan saja
ia gagal untuk meloloskan diri dari pengaruh sedotan
lawan, bahkan ia tertarik kebelakang makin cepat.
"Eeei hunewee gede apa yang hendak kau lakukan ? Dia
sama sekali tidak tahu akan ilmu silat?" teriak Hee Siok
Peng dengan hati gelisah.

"Apa ? Dia tidak mengerti ilmu silat?"


Bersamaan dengan terdengarnya teriakan itu, Pek in
Hoei merasakan daya hisap yang membelenggu sekujur
badannya lenyap sekeiika itu juga, badannya jadi kendor
dan tanpa bisa dicegah lagi ia mundur sempoyongan
kebelakang lalu jatuh terjengkang diatas tanah, saking
kerasnya ia terbanting kaki dan pinggangnya terasa nyeri
sakit.
Dengan penuh kegusaran ia mendongak Tampak
delapan lembar sarang laba laba memancarkan sinar
terpantek didepan pintu, dibelakang sarang laba laba tadi
muncul sepasang sepatu berbulu kambing yang besar dan
mengerikan.
Dengan cepat ia loncat bangun, tapi tatkala sinar
matanya membentur dengan tubuh orang itu kembali ia
dibikin terperanjat. Kiranya orang itu memakai kain mantel
bulu kambing yang panjangnya mencapai cmpat depa
dengan baju rangkapan dari kulit kambing pula ditambah
cambangnya yang lebat dan awut2ar, sekilas pandang dapat
dibilang dia tidak mirip manusia tapi lebih mirip dengan
seekor kambing tua.
Manusia aneh itu memiliki hidung gede yang mekar dan
berwarna merah membara serta sepasang mata yang sipit
dan kecil sehingga bentuknya bukan saja tidak sesuai
bahkan kelihatannya sangat aneh.
Sebuah Huncwee gede sepanjang empat depa dengan
luas keliling seperti lengan dicekal dalam genggaman,
seraya tertawa terbahak bahak seru orang itu:
"Hei cucu kura kura, anak kurang ajar Akhirnya kau
datang juga !."
"Kau kenal aku tanya Pek In Hoei melengak.

Perlahan lahan si Hancwee gede bangun dari


pembaringannya, menghisap huncwee nya dalam dalam
lalu menyemburkan segumpal asap putih yang tebal dan
bau pedas keatas wajah Pek ln Hoei hingga membuat sianak
muda itu jadi gelagapan dan terbatuk batuk.
"Keparat cilik, cucu kura kura! cuma semburan Huncwee
saja kau tak kuat, rupamu benar benar tak tahu akan ilmu
silat? bagus, bagus! hey setan cilik yang pintar kali ini kau
telah membantu diriku" Seru Ouwyang Gong seraya
busungkan perutnya yang buncit. walaupun Cayhe tidak
tahu akan ilmu silat belum tentu aku sudi menolong kau
untuk lolos dari kurungan" Gerutu Pek In Hoei sambil
mengusap airmatanya. Sebab menolong manusia macam
kau, sama artinya menuangkan bibit bencana bagi umat
manusia"
"Plaaaak! dengan hati mendongkol Ouwyang Gong
tepuk perutnya keras2. "Kentut nenekmu yang bau! bangsat
telur busuk. belum pernah aku orang she Ouwyang dimaki
orang seperti ini hari, kamu memang telur busuk cilik yang
memuakkan".
Huncwee gedenya diangkat lalu laksana titiran angin
puyuh ia ayun senjatanya kemuka menghajar jalan darab
bisu ditubuh Pek In Hoei, kemudian tangannya diayun dan
diputar, seketika itu juga badan sianak muda tadi kena
dihantam sampai mencelat kebelakang sejauh empat depa
dan jatuh terbanting diatas lantai keras.
"Hey ! Huncwee gede, epa yang hendak kau lakukan?"
Teriak Hee Siok Peng dengan hati gemas.
"Hnimm sialan kurang ajar belum pernah aku jumpai
keparat cilik yang dungu dan bloon macam dia, cucu kura
kura berani benar dia maki aku Hmmm! kalau menuruti

tabiatku pada masa lalu dari tadi nyawanya sudah


kucabut".
Hee Siok Peng tertawa geli.
"Masa sudah begitu tua, kau masih punya nyali untuk
layani seorang bocah cilik... hu... sungguh tidak tahu malu
kemudian dengan wajah serius, tambahnya
"Aku membawa dia datang kemari untuk menolong
dirimu kalau sampai kau bikin dia dongkol dan tak mau
membukakan sarang laba-laba bagimu.... aku tidak tahu
lhoo akan kulihat bagaimana caramu untuk berjalan keluar
dari situ Ouwyang Gong melegak, biji matanya brputar
putar dan akhirnya ia pentang mulut yang lebar tertawa
terbahak-bahak. Haaaaa .... haaaaa .... haaa . . . aku kan
cuma ajak dia bergurau saja, cuma guyon begitu saja lantas
dia marah sama aku !".
"Cissssss, siapa kesudian melihat tampangmu cengar
cengir macam kuda meringis"
Jengek Hee Siok Peng sambil mencibirkan bibirnya.
Ia maju menghampiri Pek In Hoei dan menariknya
bagun dari atas tanah.
"Jangan gubris dia lagi, dia sedang pura2 edan !'
"Hey, sahabat cilik, tadi aku cuma ajak kau guyon, tentu
kau tidak marah sama aku bukan ?" buru buru Ouwyang
Gong berteriak dengan hati gelisah.
Menyaksikan jenggot Ouw yang Gong tiada hentinya
bergetar ditambah pula wajahnya menunjukkan rasa sesal,
hawa gusar dan rasa mendongkol dalam hati Pek In Hoei
seketika itu juga lenyap tak berbekas, ia gelengkan
kepalanya."

"Sudah .... sudahlah, aku tak ingin banyak ribut dengan


dirimu, kau tak boleh panggil aku dengan sebutan sahabat
cilik aku bernama Pek In Hoei".
"Bagus .... bagus namamu Pek In Hoei memang sangat
bagus dan menarik !".
Seraya berkata matanya melirik Hee Siok Pcng dan
perlihatkan muka setan,
"Hey setan cilik yang pintar, hebat juga penglihatanmu ".
"Cisssss! kau situa bangka yang tidak tahu diri, makin tua
makin menjadi . . .
Saking malunya digoda, air muka gadis itu berubah jadi
merah jengah, tak sanggup ia teruskan kata katanya,
"Baik .... baiklah anggap saja perkataanku sebagai
kentut busuk yang baru dilepaskan !" tukas Ouw yang Gong
cepat.
Air muka Hee Siok Peng berubah semakin merah, sambil
mendepak-depakkan kakinya keatas tanah ia tarik tangan
Pek In Hoei untuk diajak pergi dari situ.
"Ayoh kita pergi dari sini? jangan pedulikan dia lagi biar
dia terkurung seratus tahun lagi
"Heeeee heeeeey heeeeey... jangan pergi dulu. jangan
pergi dulu
" Ouw Yang Gong jadi cemas." Pek in Hoei
coba kau kesinilah, aku hendak menyampaikan sesuatu
kepadamu !".
Sianak muda itu berhenti dan berpaling memandang
siorang tua aneh itu. "Pek In Hoei inginkah kau belajar silat
??? kalau mau, sekarang juga angkatlah aku sebagai
gurumu.
"Terima kasih atas kebaikanmu, aku tidak ingin belajar
silat".

"Apa ??? kau tidak mau belajar silat ? goblok.. Tolol...


Dogol... Blo'on...! hey cecunguk cilik dengan memiliki ilmu
silat, segala penjuru kolong langit bisa kau kunjungi,
Kenapa kau tidak mau menerima tawaranku"
Pek In Hoei tetap gelengkan kepalanya berulang ulang
kali,
"Watakku memang tidak suka belajar silat.
"Kalau kau tidak belajar silat, mana bisa Mengimbangi
kenakalan sisetan Cilik yang banyak itu? bukankah kau
bakal digoda dan dianiaya terus menerus olehnya?"
"Cissssss !" kembali Hee Siok Peng mendengus sambil
cibirkan bibirnya yang kecil. "Memang sudah jadi
kenyataan bahwa gading tidak akan didapatkan di tubuh
anjing! Huuuuu... sialan !"
Ouw yang Gong garuk garuk kepalanya sambil
menyengir, lama sekali ia putar otak akhirnya ujarnya lagi:
"Pek In Hoei, aku bisa menjadikan kau bagai manusia yang
paling kosen diseluruh kolong langit Dengan pandangan
menjengek Pek In Hoci melirik sekejap kearah Ouw yang
Gong lalu jawabnya :
"Kalau kau sendiri adalah manusia omor wahid di
kolong langit mengapa dirimu bisa di kurung orang
ditempat ini?"
"Apa maksudnya... maknya.. telur busuk... cucu kura
kura...."Kontan Ouw yang Gong mencak mencak dan
memaki kalang kabut. "Hee Giong Lam situa bangka jelek
itu adalah manusia terkutuk yang rendah martabatnya....".
"Hey, huncwee gede, kau berani memaki ayahku?" tukas
Hee Siok Peng naik darah.

"Eeeeeeeei .... eeeeeei ... aku salah omong baik . . baiklah


. . tadi aku memang sudah salah omong, aku lupa kalau
ayahmu adalah orang paling paling baik didalam jagat .
orang yang paling mulia kolong langit maaf yaah nona cilik
yah heeeeh heeeh"
Bicara sampai disitu orang tadi menghela nafas panjang,
tambahnya:
Selama hidup aku Cuma setu kali ini saja jatuh ke
cundang ditangan orang lain, siapa suruh aku adu
kepandaian melepaskan racun dengan Rasul Bisa Hee
Giongiok Lam kemari... serunya aku malah terkurung
didalam gua ini ... ..Neneknya aku bener bener lagi sial .... "
Tingkah laku Ouw-yang Gong yang lucu menggelikan
itu seketika memancing gelak tertawa dari Pek ln Hoei. tak
kuasa lagi pemuda itu tertawa terbahak bahak.
coba kau pikir" kembali Ouwyang gong mengomel.
"Dengan kepandaian silat yang kumiliki masa tidak
mampu untuk memutuskan kedelapan lembar sarang laba
laba itu ? Selama bidup aku paling mengutamakan pegang
janji sekarang iku sudah terlanjur berjanji selamanya tak
akan kusesali lagi. Begitu pula dengan peristiwa yang telah
terjadi, karena aku suiah terlanjur berjanji bahwa
seandainya bukan orang tak mengerti ilmu silat yang
membantu aku membuka serang laba laba tersebut aku
tidak akan keluar maka selama ini aku sabar terus menanti.
Eeeeei siapa tahu sekarang muncul kau yang tak tahu ilmu
silat hendak bantu aku untuk memutuskan sarang laba laba
itu, sebagai rasa terima kasihku aku hendak mewariskan
ilmu silatku kepadamu. Aaaaai.. tak tahunya kaupun tak
sudi menerima tawaranku ini"

la menghela napas panjang, kepalanya kembali digaruk


garuk, lama sekali si huncwee gede Ouw yang Gong
membungkam dalam seribu bahasa.
"Hei!" tiba-tiba ia berseru. Kau tak suka jadi muridku,
bagaimana kalau anggap saja aku sebagai sahabatmu? Akan
kuwariskan seluruh kepandaian silatku kepadamu
.bagaimana ? Tentu kau mau bukan?"
Hee Siok Peng mendengus dingin. Hmmm ! Huncwee
gede siasat setanmu itu kuketahui semua, kau hendak
hadiahkan seluruh kepadaian silatmu kepadanya? kau
sendiri berubah jadi tak pandai ilmu silat, dalam keadaan
begitu kau bisa putuskan sendiri sarang laba laba itu agar
tidak hutang budi sama orang lain. Hmm jangan mimpi kau
bisa berbuat begitu!"
Pek In Hoei yang ikut mendengarkan pembicaraan itu
segera tertawa getir. Aku memang betul betul tidak ingin
belajar ilmu silat."
Ia merandek sejenak lalu tambahnya:
"Tapi aku suka membantu kau untuk memutuskan
sarang laba laba itu"
"Sungguh ? Sungguhkah perkataanmu itu ? " Dengan
sepasang mata Terbelalak besar Ouw-yang Gong berteriak
kegirangan.
Pek ln Hoei manggut2, perlahan lahan ia maju
mendekati
sarang laba laba itu
dan
bersiap
memutuskannya, namun dengan cepat perbuatannya itu
dicegah oleh Hee Siok Peng
Sambil mengerdipkan matanya kearah pemuda itu, ujar
sang gadis.

Seandainya kau membantu dia untuk memutuskan


sarang laba laba itu, maka sekeluarnya dari kurungan dia
pasti akan memusuhi perguruan seratus racun kami, jikalau
dikemudian
hari
ayahku
mencari
kau
untuk
mempertanggung jawabkan persoalan ini apa yang hendak
kau lakukau?" Pek In Hoei kau tidak usah takut" teriak
Ouw yang Gong sambil putar huncwee gedenya sehingga
menimbulkan deruan angin puyuh yang amat santar. Kalau
rasul bisa sitelur busuk tua itu berani cari gara2 dengan
dirimu, maka sihuncwee gede akan hantam tubuhnya
sehingga ia terkencing2 saking takutnya!".
Menyaksikan Hee Siok Peng sedang melototi dirinya,
kakek tua itu buru-buru julurkan lidahnya dan
membungkam.
Lama sekali ia berdiam diri akhirnya sambil putar
sepasang biji matanya ia berkata:
Hey Pek In Hoei, kalau kau suka memutuskan sarang
laba laba itu dan menolong aku lolos dari kurungan, setelah
keluar dari tempat ini akan kululusksn tiga permintaanmu!"
Pek In Hoe tidak langsung menjawab, ia berpikir
sebentar kemudian mengangguk.
Baik ah ! kita tentukan dengan sepatah kata itu
Seraya berkata pemuda itu maju selangkah kedepan,
dalam Sekejap mata kedelapan lembar sarang laba-laba tadi
sudah dibetot sampai putus. Ouw yang Gong bersuit
nyaring, tubuhnya laksana hembusan angin puyuh
meluncur keluar dari dalam gua, diiringi huncwee gedenya
berputar kencang, bangunan gua itu seketika hancur
berantakan dan roboh keatas tanah ia tertawa terbahakbahak. teriaknya :

"Akhirnya aku berhasil juga lolos dari kurungan, ini hari


juga akan kuhajar sianak bisa, si cucu bisa dari Hee Giong
Lam si telur busuk tua itu "
Badannya berkelebat, sambil mengempit tubuh Pek In
oei bagaikan sambaran kilat loncat keluar dari gua dan lari
kearah puncak Pek-Giok Hong Waktu itu tengah bari sudah
tiba sang surya memancarkan cahayanya dengan terang.
Dari balik gua batu terdengar teriakan serta seruan Hee
Siok Peng berkumandang keluar, diikuti gadis itu muncul
sambil berlari-lari. Tapi, Pek In Hoei sudah dibawa Ouwyaug Gong loncat keluar dari gua terebut.
Selama hampir tujuh belas tahun lamanya Ouw- yang
Gong terkurung didaiam gua, sedikit kebebasanpun tak ada.
Kini setelah lolos dari kurungan, dengan amat girangnya ia
tertawa terbahak bahak dan lari kesana kemari seperti orang
gila.
Sungguh cepat lari orang aneh itu, Pek In Hoei yang
dibawa lari merasakan pandangannya kabur, undak
undakan batu yang menghubungkan bawah bukit dengan
mulut gua serasa berlalu dengan cepatnya, tekanan hawa
udara yang menyambar tubuhnya membuat dia jadi sesak
napas.
Mendadak sianak muda itu menyaksikan Hee Siok Peg
muncul dari balik gua dan segera terjun ke bawah bukit
tanpa mengikuti undak undakan batu itu.
Hatinya jadi sangat terperanjat.
"Siok Peng, kau...." jeritnya.
Waktu itu ouw-yang Gong mengempit tubuh Pek In
Hoei dengan tangan kirinya dia sedang siap meloncat
kebawah, rontaan si anak muda itu secara tiba tiba sangat

mengejutkan hatinya, hampir hampir saja cekalannya


terlepas.
"Neneknya, cucu kura kura, kau pingin cari mati."
kontan makian kotor meluncur keluar dari mulut kakek itu
kepitannya diperkencang, huncwee gede ditangan kanannya
mendadak meluncur kemuka menghantam undakan batu
Tring .... Ditengah percikan bunga api dengan meminjam
tenaga pantulan tadi daya luncur badannya yang amat cepat
seketika tertahan.
Dalam pada itu Pek in Hoei yang kena kempit Ouw-yang
Gong keras keras, merasakan tulang badannya seakan akan
mau patah, segera teriaknya keras keras:
"Aduuuh tulang badanku seakan akan mau remuk kena
jepitanmu yang keras eeei! Lepaskan aku... , cepat 1epaskan
aku .... "
"Bocah dungu, jangan ribut. aku sudah mengerti apa
yang sedang kau cemaskan."
Dengan enteng dan sebat badan mereka berdua berputar
satu lingkaran ditengah udara, lalu berjumpalitan dan
akhirnya melayang turun keatas permukaan tanah dengan
enteng, begitu tiba dibawah Pek In Hoei segera dilepaskan.
Separuh badan sianak muda itu terasa hampir kaku,
dengan langkah gentayangan ia mundur beberapa langkah
kebelakang, lalu dengan hati cemas perhatiannya dialih kan
keatas puncak.
Tampak tubuh Hee Siok Peng dengan ringannya sedang
melayang turun kebawah bajunya berkibar terhembus
angin, begitu cantik dan menarik seakan akan bidadari yang
baru turun dari kayangan.
Ouw-yang Gong tertawa terbahak bahak bajunya yang
lebar dikebaskan keatas, Segulung angin pukulan yang

lunak segera menghembus keluar, terasa pandaogan jadi


kabur tahu2 Hce Siok Peng telah tiba diatas permukaan
tanah.
Budak cilik, sungguh besar nyalimu Teriak Ouw-yang
Gong sambil menyambar pergelangan gadis itu. Berani
betul kau loncat turun dan tebing yang begitu tinggi bila kau
tidak takut patah tulang kakimu Hmmm kalau toh mau
mengejar anak laki2, masa nyawa seudiripun tidak diurusi
Wajah Hee Siok Peng yang semula pucat bias bagaikan
mayat seketika berubah jad merah padam setelah kena
dimaki oleh Ouw yang Gong, ia kebas tangannya
melepaskan diri dari cekalan manusia aneh itu, kemudian,
serunya jengkel :
"Cisss Makin tua tambah makin menjadi, dasar tua tua
keladi, omongannya makin lama makin tidak keruan, hati
hati kurobek lidahmu itu"
"Hmmm ! Kau berani berbuat begitu terhadap loohu ??
Heeeh . . ceeeh heeeh . seketika ini juga akan kubawa bocah
dungu tersebut pergi dari sini !"
"Kau berani ?" Dengus Hee Siok Peng dengan wajah
merah padam, sikapnya sangat aneh.
Rupanya sikap aneh gadis itu menakutkan hati Ouwyang Gong, wajahnya langsung berubah jadi serius
"Tidak berani... aku tidak akan berani berani lagi "
serunya berulang ulang kali.
Menyaksikan tingkah laku Ouw-yang Gong yang lucu
serta teringat sikap gelisah yang diperlihatkannya tadi,
dengan senyum malu Hee Siok Peng melirik sekejap kearab
Pek in Hoei.

Dalam pada itu sianak muda tadi sedang berdiri melongo


sambil memperlihatkan gerak gerik kedua orang itu, tatkala
melihat Hee Siok Peng tersenyum malu sambil melirik
kearahnya, ia makin tertegun, matanya sampai terbelalak
lebar dan mulut nya melongo
"Eeeei .... kenapa kau ??" Tegur sang gadis dengan cepat.
Pek In Hoei kaget, cepat cepat ia melengos kesamping
dengan muka merah jengah pada saat itu pula sianak muda
ini menemukan adanya sesosok bayangan hitam laksana
kilat melayang tiba.
Wajahnya makin terperanjat, mulutnya membuka makin
lebar Belum sempat ia berteriak Ouw yang Gong sudah
berkata:
"Hmm . dikoloog langit tidak ada gadis yang punya
muka begitu tebal macam kau, tidak aneh kalau si racun
tua...."
"Hmmm, siuler asap, kau berani memaki putriku ?"
Dengusan dingin berkumandang datang disusul munculnya
seorang kakek tua di tempat itu
"Neneknya. . cucu kura kura . . hey racun tua, kebetulan
sekali kedstanganmu ... " Teriak Ouw-yang Gong begitu
berjumpa dengan kakek berbaju hitam itu, huncweenya
langsung diayun ketengah udara menghantam batok kepala
orang itu.
Racun tua sialan, coba rasakan dulu kemplangan
huncweeku Ini"
Kakek tua berbaju hitam itu mendengus dingin,
badannya berkisar kesamping sejauh empat depa, kedua
jarinya diayun mendatar kemuka dan ... Criiit . . ! Ia
hantam datangnya ancaman buncwee itu.

Ouw-yang Gong mendesis rendah huncwee gedenya


mendadak ditekan kebawah, laksana seekor ular berbisa
senjata itu meletik kemuka lalu membabat kedua jari lawan.
Kakek tua berbaju hitam tu tidak sudi dirinya termakan
api dalam huncwee tersebut, sambil mencaci maki buru
buru ia melengos kesamping.
Ular asap sialan bajingan tua. hatimu betul betul amat
keji ... Ditengah bentakan keras, tangan kanannya berputar
membentuk satu lingkaran busur lima jari tangan kirinya
dipentang lebar lalu menghantam keluar dengan jarak ini
burung merak mementang sayap.
"Heeeb . heeeh . . heeee . ecee jurus burung merak
mementang sayap yang amat indah" Ejek Ouw-yang Gong
sambil tertawa aneh. "Coba kau lihat gerakan Ular racun
melepasku kentutku !"
Huncweenya digetarkan kemuka, serentetan bayangan
hitam segera menyapu udara seakan akan menempel diatas
telapak lawan ia bendung datangnya ancaman lima jari
lawan,
Jilid 3
MENGIKUTI bergesernya tubuh sekilas bau busuk
menyebar keangkasa, ampas tembakau yang masih terbakar
dalam lubang hunewee itu tahu tahu meluncur keluar,
menerobos sela sela telapak lawan menghantam dada
lawan. Kakek tua berbaju hitam itu tidak sempat berkelit,
seketika itu juga baju hitam bagian dadanya kena terhajar
ampas tembakau tadi dan mulai terbakar.

Dalam sekejap mata muncul sebuah lubang besar diatas


jubah hitam kakek itu untung dengan cepat ia berhasil
mendekamkan jilatan api sehingga selamatlah dia dari
ancaman terluka.
Terdengar Ouw yang Gong mendongak, dan tertawa
terbabak-bakak.:
".Haaaaaa...... haaaa...... haaaa........ racun?"
Tua sialan, bagaimana dengan gerakan Ular racun
melepaskan kentutk u ini? Air muka kakek tua berbaju
hitam itu kontan berubah jadi hijau membesi tangan
kanannya balik menyentil, ampas tembakau yang masih
menempel diatas bajunya segera rontok ke tanah.
"Ular asap tua kepandaian yang barusan kau tunjukkan
benar benar mencerminkan rendahnya martabatmu.
Hmmm, tak ubahnya seperti maling maling terkutuk."
Senyuman yang menghiasi wajah Ouw yang Gong
kontan lenyap tak berbekas, air muka nya berubah jadi
serius.
"Kentut busuk nenekmu . ... selama tujuh belas tahun
aku harus menekan rasa marigkel dan dongkolnya terhadap
dirimu, apa salahnya kalan sekarang kuperseni sebuah
ketukan keatas tubuhmu? jangan kau bangkitkan
kegusaranku....... Hmmmm ! dari
pada kubakar lembah racun tengikmu ini sehingga jadi
abu.
Dalam pada itu Pek In Hoei sudah dibikin melongo oleh
makian makian oang aneh ini, dengan alis berkerut
pikirnya :

"Orang tua ini benar benar seorang makhluk anen, kalau


bicara otaknya sama sekali tak pernah digunakan, bukan
saja makiannya kotor bahkan tidak pakai aturan . .
"Sedang Hee Siok Peng dengan wajah cemberut telah
berteriak ;
"Hey siluman tua, kau berani mencaci maki ayahku !".
"Hmm
mulai dulu

kalau bukan sibisa tua kentut neneknya yang


".

"Kau berani maki ayahku dengan kata kata yang kotor?


coba sekali lagi, akan kulihat
"Aaaaaaaaah... tidak berani, tidak berani nyonya muda,
harap kau suka maafkan diriku !
"Dengan menjulurkan lidahnya, cepat cepat Ouw yang
Gong menjura Menyaksikan tingkah laku yang aneh itu
Pek In Hoei merasa tercengang, ia heran kenapa Ouw yang
Gong yang memiliki kepandaian silat amat tinggi ternyata
begitu takut dengan Hee Siok Peng.
Sementara itu sikakek berbaju hitam itu sudah alihkan
sinar matanya kearah Pek In Hoei, ia mendengus dingin.
"Hey keparat cllik ! kaukah yang memutuskan sarang
laba laba dan melepaskan sisetan ular asap ini ?".
"Heeeeh... heeeeeh... hceceeh... kau kira aku bisa kau
kurung selama delapan puluh tahun Sehingga modar dalam
gua itu?" Ejek Ouw yang Gong dengan nada bangga. "Tak
nyana bukan akhirnya muncul juga seorang bocah yang tak
pandai ilmu silat untuk menolong aku lolos dari
kurungan?".
"Hmmm ! siapa kau ?? secara bagaimana kau bisa tiba
disini."

Kakek berbaju hitam ini tidak menanyakan apakah Pek


In Hoei pandai bersilat, jelas hal ini menunjukkan bahwa ia
percaya pada setiap patah kata yang diutarakan Ouw yang
Gong. Sebab selama tujuh belas tahun dengan andalkan
kedelapan lembar sarang laba laba itu ia berhasil
mengurung manusia aneh itu tidak mungkin setelah lewat
sebegini lama tiba tiba saja ia ingkar janji.
Pek In Hoei yang ditegur cuma melirik se kejap kearah
kakek berbaju hitam itu, kemudian sama sekali tidak
menggubris.
Air muka Kakek berbaju hitam itu kontan berubah jadi
membesi, kulit wajahnya berkerut kencang.
"Siok Peng, bagaimana caranya ia masuk kemari?"
hardiknya.
"Ayah, dia... dia..." merah jengah selembar wajah Hee
Siok Peng.
"Hmrnmmm ! kenapa dia ?? ayoh cepat jawab!".
Menyaksikan keadaan Hee Siok Peng yang patut
dikasihani, timbul perasaan tidak enak dalam hati Pek In
Hoei, dengan cepat ia ms nyela :
"Cayhe Pek In Hoei datang kemari dengan berjalan kaki
!"
"Darimana kau datang? bagaimana cara mu menyusup
kemari?" kembali kaksk berbaju hitam itu menghardik,
sementara tangan kanannya perlahan-lahan diangkatnya
keatas
Hey cucu monyet situa bangka berbisa, kau hendak
menganiaya bocah cilik" Teriak Ouw yang Gong.
"Reeeeeb... heeeeh... heeeh ... kau harus ingat bahwa dia
sama sekali tak mengerti akan ilmu silat !".

Telapak tangan kakek berbaju hitam yang diangkat


ketengah udara itu lambat laun berubah jadi hitam pekat,
dibawah sorotan sinar sang surya tampak sangat
mengerikan.
Heeeeeeh... heeeeeeh... heeeeeeh... ilmu pukulan
beracunmu tetap seperti sedia kala, sudahlah tak usah kau
pamerkan kekuatanmu di depan mata seorang boanpwee"
ejek
Ouw yang Gong kembali."Mari... mari.sini akan ku jajal
keiihayanmu itu, aku mau tahu apakah ilmu pukulau
beracunmu mendapat banyak kemajuan !'
Bicara sampai disini ia tarik Pek In Hoei kebelakangan
dan tambahnya ;
"Ayoh cepat menyingkir kesamping situa bangka berbisa
ini lebih keji dan seekor srigala, justru karena hatinya licik
dan pikirannya jahat itulah maka ia berbasil jadi ketua? dari
perguruan Seratus racun
"Apa ? dia adalah ketua dari perguruan! Seratus Racun??
Jadi Hee Siok Peng.....".
"Tolol benar kau ini apa kau benar tidak tahu kalau
sisetan cilik berakal cerdik itu adalah anak gadis tua bangka
ini? dia anak si Rasul bisa Hee Gicmg Lam".
Biji matanya berputar, dengsn bibir senyum tidak
senyum terusnya:
"Aku pun sama sekali tidak mengira kalau? situa bangka
beracun cucu kunyuk ini bisa mempunyai seorang anak
yang cantik jelita bagaikan sekuntum bunga mawar,
Heeeeeh...
heeeeeeeh... heeeeeeeeh..... rupanya inilah keuntungan
serta kejujuran nenek moyang cucu kunyuknya

Selama Ouw yang Gong, mengucapkan beberapa patah


kata itu, air muka si Rasul bisa Hee Gong Lam telah
berubah beberapa kali hampir hampir saja ia muntah darah
saking gusarnya. Sambil meraung keras teriaknya :
"Setan asep tua, rasain sebuah bogen mentahku !".
Padannya meluruk kedepan, segulung angin pukuian
yang tajam bagaikan bauatan golok disertai bau amis yang
memuakkan segera menyambar kemuka.
"Cepat mundur rada jauhan dari sini!' Seru Ouw yang
Gong sambil tarik Pek In Hoei mundur sepuluh langkah
kebelakang. .Jangan biarkan badanmu termakan oleh angin
pukulan beracunnya yang jahat
Sembari berbicara huncwee gedenya diselipkan kedalam
pinggang, lalu dengan mendorong sepasang telapaknya ia
sambut datangnya ancaman.
Angin pukulan berpusar yang maha dahsyat segera
menyambar kedepan, diiringi desiran tajam la sambut
datangnya serangan lawan.
Bruuuk .... Bruuuk . . . Buuuuk dalam tiga kali
bentrokan dahsyat badan Ouw yang Gong maju delapan
langkah kemuka secara beruntun, diatas permukaan
tanahpun muncul delapan buah bekas telapak kaki yang
dalam dan nyata.
Sungguh mengerikan telapak tangan Hee Giong Lam,
kian lama warna hitam yang muncul diatas tangannya
berubah semakin pekat, sorotan mata yang buas dan bengis
menyeramkan bagi yang memandang otot otot hijau yang
besar dan kasar menonjol keluar diseluruh badan.
"Hmmm !" Ouw yang Gong mendengus erat, bulu
kambing berwarna pulih diatas ekujur badannya pada
menegang keras, seakan2 duri landak yang menghadapi

bahaya. Butir2 keringat sebesar kacang kedele membosahi


wajah Hee Giong Lam, air muka semakin lama berubah
semakin pucat.
Tiba2 rambut Ouw yang Gong yang awut awutan
menegang semua, bagaikan banteng mengamuk ia
menerjang kemuka, sepasang telapak digetarkan keluar dan
bentaknya keras keras:
"Pergi kedalam liang kubur nenekmu!"
Kaki Hee Giong Lam jadi gontai, termakan oleh tenaga
dorongan yang maha dahsyat tadi kontan badannya
melayang sepuluh tombak kehelakang dan hampir2 saja
roboh keatas tanah.
"Hmmm! selama tujuh belas tahun tidak berjumpa,
ternyata ilmu pukulan beracunmu tak memperoleh
kemajuan apapun jua jengek manusia aneh itu seraya
menghembuskan napas panjang.
Badannya maju semakin kedepan,
huncweenya tiba2 ia membentak kembali :

seraya

ayun

"Coba kaupasn rasakan jurus seranganku ini ".


Bayangan huncwee menyambar lewat, dari suatu posisi
dan arah yang sangat aneh ia lepaskan satu serangan maut,
perawakan badannya yang tinggi berputar kencang
bagaikan sebuah kitiran, seketika itu juga bayangan
huncwee jadi kabur dan memusingkan pandangan
Hee Giong Lam mendengus berat, badan nya mundur
sempoyongan kemudian berjumpalitan sampai beberapa
kali, tak bisa dikuasai lagi badannya terlempar sejauh tujuh
kaki lebih.

"Ayah!" jerit Hee Siok Peng, Tak bisa ditahan tagi ia lari
menghampiri kakek tua itu.
Dengan wajah hijau membesi Hee Giong Lam loncat
bangun dari atas tanah,
"Kepandaian apakah yang kan pergunakan?" teriaknya.
"Heeeeeeh... heeeeeh... heeeeeh... kenapa sih? Oooh I
kurang cukup jatuh berjumpalitan sebanyak empat puluh
kali?" Ouw yang Gong sambil tertawa mcnyengir. "Hmmm!
seandainya aku tidak memandang diatas wajah putrimu
yang kau sayangi, dari tadi aku sudah suruh kau rebah
terlentang aiatas tanah l".
"Hmmm ini hari, kaupun jangan harap bisa keluar dari
lembah Seratus Racun dalam keadaan selamat sinar
matanya berkedip, tambahnya: "Disekitar tempat ini aku
sudah persiapkan dua ratus orang anggota perguruanku
mereka telah bersiap sedia menyambut kau dengan lima
buah basisan beracun. Heeeh..... heeeeeh..... heeeh . .
sekalipun kau punya, tidak nanti dapat lolos dari sini tanpa
kekurangan sesuatu apapun jua .Hee Giong Lam masih
ingatkah kau dengan perjanjian yang telah kita tetapkan
pada tujuh belas tahun berselang?"
.
"Siapa yang lupa dengan janji? bukankah kita sudah
berjanji asal kau dapat menahan daya kerja racunku selama
dua hari maka akulah yang dianggap kalah, kalau tidak kau
sendiri yang harus masuk kurungan, sebelum ada orang
yang tak pandai bersilat memutuskan sarang laba laba
diluar gua, kau tak boleh keluar dari tempat itu
"Haah...... haaah..... haaaaah....."

"sekarang? bukankah aku berhasil ditolong oleh seorang


yang tak mengerti silat dan berarti aku sudah bebas
merdeka
"Sedikitpun tidak salah" Dengan pandangan bengis dan
mendongkol Hee Giong Lam melirik sekejap ke arah Pek In
Hoei.
"Hey manusia laknat ! "Teriak Ouw yang Gong dengan
wajah senus. "Perbuatanmu ini. bukankah sama halnya
telah mengingkari janji?"
"Siapa yang ingkar janji? bukankah aku tak pernah
berkata bahwa aku akan melepaskan orang yang telah
menolong dirimu itu !"
Oow yang Gong melengak, hawa gusar seketika itu juga
memuncak, dengan alis berkerut makinya :
"Tua bangka beracun yang tak tahu diri, keturunan
kunyuk jelek! hebat sekali aroma tusukmu, tidak aneh kalau
Siauw Hong..."
"Apa kau bilang? kenapa dengan Siauw Hong?" Air
muka si rasul bisa Hee Giong Lam kontan berubah hebat,
sorotan mata bengis memancar keluar dari sepasang
matanya.
Rupanya Ouw yang Gong sadar bahwa ia sudah
terlanjur bicara, mulutnya segera membungkam sementara
tangan kirinya garuk garuk kepala yang tidak gatal.
Dalam pada itu Hee Giong Lam telah mendesak maju
semakin dekat, kembali ia berteriak:
"Hey siular asep tua, kalau kau tidak terangkan sampai
jelas maksud perkataan itu, ini hari juga aku akan mengadu
jiwa dengan dirimu, meskipun perguruan seratus racun

harus musnah, tidak menanti kubiarkan kau berlalu dari


sini!".
"Manusia she Hee I tak usah kau jua! lagak dihadapanku
! akan kusuruh kau rasakan lagi kelihayan dari jurus
membolak balik jagadku, agar kau rasakan lagi bagaimana
kalau badan terbanting sampai dua belas kali".
"Ehmmm, tak kunyana selama terkurung disini tujuh
belas tahun lamanya, ternyata kau berhasil melatih
kepandaian silat semacam ini
Matanya melotot, dengan gemas terusnya:
"Tapi kalau kau ingin mengandalkan kepandian tersebut
untuk tinggalkan tempat ini
hmmm masih belum cukup, kecuali kalau kau bisa
membinasakan segenap anak murid perguruan racunku !"..
"Ayah kenapa kau" Teriak Hee Siok Peng dengan badan
gemetar keras.
"Enyah dari sini!" Tukas Hee Giong Lam sambil balik
badan. "Siapa suruh kau banyak mulut ditempat ini?".
Hee Siok Peng kelihatan melengak dan berdiri melongo,
akhirnya sambil menutupi wajahnya menangis ia lari dari
situ.
Pek In Hoei jidi amat gusar menyaksikan hal tersebut,
mendadak ia maju kemuka dan membentak keras :
"Tunggu sebentar"
Dengan pandangan tercengang Hee Siok Peng berhenti
dan menoleh kebelakang, titik air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya yang halus.
Sinar mata Pek In Hoei perlahan-lahar beralih dari atas
tubuhnya yang halus keatas wajah Si Rasui Bisa Hee Giong

Lam, rasa gusar yang membara dalam hatinya


melenyapkan rasa jeri dan takut dalam hati sianak muda
ini, bentaknya dengan nada berat
"Kau seorang ketua dari suatu perguruan besar ternyata
tak bisa membedakan mana benar yang dan mana yang
salah, tidak menepati janji, sudah salah masih saja
menyusahkan Ouw yang cianpwee. Hmmm ! begitukah
tingkah laku seorang Bulim Cianpwee sungguh tidak tabu
malu ! pipimu betul betul tebal"
"Keparat cilik, apa kau bilang?" Teriak Hee Giong Lam
dengan gusarnya.
Aku bilang kau tidak tahu malu, martabat kau sangat
rendah, sudah tahu salah masih ngotot saja . Hmmm kau
hendak gunakan nyawa segenap anak murid perguruan
racunmu untuk kepentingan pribadi kau sendiri .
"In Hoei . . " jerit Hee Siok peng.
Sesosok bayangan hitam bagaikan seekor burung
rajawali, dengan disertai bau amis yang memuakkan
menggulung datang, begitu dahsyat daya tekanan itu
menghantam datang sehingga membuat mulut sianak muda
itu seketika terbungkam,
"Kawanan tikus, kau berani maini bokong!" hardik Ouw
yang Gong penuh kegusaran.
Serentetan bayangan huncwee menyambar keluar,
desiran angin pukulan yang maha dahsyat tadi seketika
terbendung, seakan akan hembusan angin yang berjumpa
dengan diniding besi, sama sekali tak dapat ditembus?.

Bayangan hitam kembali meluncur keluar dengan


tajamnya, diikuti bayangan pertama terlempar kebelakang
dan roboh ketanah.
"Aaaaaaah......" Di tengah jeritan ngeri yang
menyayatkan hati, telapak kiri Ouw yang Gong secara
beruntun telah saling beradu enam kali dengan telapak Hee
Giong Lam.
"Tua bangka berbisa yang tak tahu malu kau betul betul
manusia rendah yang tebal muka" makinya penuh
kemarahan. "Hmmm masa terhadap seorang bocah yang
tidak pandai bersilatpun kau tega turun tangan sekeji dan
sekejam itu !"Hee Giong Lam menyusut mundur kebelakang, dengan
cepat ia berpaling, tampak Tong-cu ruang tengah ketiga
anak buah si-cecak merah telah menggeletak mati diatas
tanah termakan sapuan dahsyat Ouw yang Gong.
la tertawa seram, suitan nyaring segera berkumandang
ditengah angkasa . . . dalam sekejap mata segenap anak
murid perguruan yang berdiri mengurung dikejauhan samasama meluruk datang.
"Atur barisan ular hijau dan berisan kelabang emas!",
Bentaknya keras, kemudian ia berpaling dan bertanya
"Tongcu Kodok putih Bong Giok Keng, di mana kau?".
"Bong Giok Keng menanti perintah " seorang kakek tua
berperawakan kurus kering tampil kedepan dan menjura.
"Kemarin malam kau sudah repot semalam gunung
Tiam Cong, sekarang boleh membawa segenap anak
buahmu untuk pergi beristirahai".
"Terima perintah dari boencu (ketua)" kakek kurus itu
memberi hormat." hadiah dua lembar Hok Leng berusia
seribu tabun serta iga keranjang tawon bersayap hitam

berekor emas dari Go Kiam Lam ketua dari perguruan Boe


Liang Tiong telah tecu bawa
pulang dan serahkan kepada Beng Tiang Keng.
Hok Leng adalah sejenis jamur yang besarnya seperti
kepalan berkulit hitam lagi berkerut dan berdaging putih
kemerah merahan jamur ini bisa dipakai sebagai bahan obat
"Ehmmm, aku sudah tahu, sekarang bcleh pergi
beristirahat".
Menyaksikan Si kodok putih Boog Giok Keng hendak
pergi dari situ. Pek in Hoei jadi gelisah, buru-buru teriak-ya
:
"Berhenti! apakah kau mendapat undangan dari Go
Kiam Lam uniuk pergi kegunung Tiam-cong.
Bong Giok Keng berpaling dan memandang sekejap
kearah Pek In Hoei dengan pandangan dingin, ia
mendengus dan wajahnya memperlihatkan pandangan
hina.
"Apakah tak ada anggota Tiam-cong-pay yang berhasil
lolos dari maut"
Kembali sianak muda itu bertanya. "Hmmm! Tiga ratus
orang anggota perguruan Tiam cong telah terbasmi semua
di muka bumi, tak seorangpun dianantara mereka berhasil
lolos dari cekikan racun atau api serta bacokan senjata.
Sejak kini partai Tiam-cong akan lenyap dari dunia
persilatan !."
Pek ln Hoei merasakan hatinya bergetar keras, kepalanya
langsung jadi pening, tangannya herkunang kunang dan
hampir saja ia jatuh tidak sadarkan diri. matanya basah
kobaran rasa dendam membakar dalam hatinya.

Dengan pandangan membenci ia awasi wajah Bong


Giok Keng, lalu serunya dengan keras :
"Akupun akan memusnahkan sejenap orang yang ada
didalam psrguruan beracun akan kulenyapkan perguruan
seratus racun ini dari muka bumi"
Ia perpaling kearah Hee Giong Lam, de ngan pandangan
gusar teriaknya kembali: Orang she Hee, tunggu saja
saatnya !"
"Heeeh.... heeeh....heeeh... keparat cilik Kaupun anggota
partai Tiam Cong?"
"Kau tak usah banyak bertanya, dalan lima tahun
mendatang aku pasti akan membunuh kau dengan
tanganku sendiri!"
"Ooouw.... tidak !" jerit Hee Siok Peng. "Pek Ia Hoei I
Kau tidak boleh ber buat begitu !"
"Bong Giok Keng.." bentak Hee Giok Lam, "Seret dia
pulang dan serahkan kepada gurunya
Bong Giok Keng mengiyakan, ia segera tangkap anak
gadis itu dan diseretnya pergi dari sana.
Dalam pada itu Pek In Hoei tidak berani terlalu lama
memandang kearah Hee Siok Peng yang digusur pergi
sambil menangis, ia sendiri tundukkan kepalanya rendahrendah titik airmatapun tanpa terasa mengalir keluar
membasahi wajahnya. Dalam hati ia bergumam seorang
diri:
"Antara aku dengan kau telah berubah menjadi musuh
besar, aku tak dapat berjumpa lagi dengan dirimu ...".
"Boiklah baik, sudahlah jangan menangis lagi." Buru buru
Ouw-yang Gong menghibur? sambil menepuk bahu
pemuda tersebut. Kalau kau benar benar senang dengan

onak itu, apa yang perlu kau takuti lagi? Aku pasti akan
memobntu dirimu dengan segenap tenaga."
"Heeh .. heeh ..... heeh....mau pergi dari sini? Tidak
gampang Jengek Hee Giong Lam dengan wajah bijau
membesi. Ini hari, jangan harap kalian bisa berlalu Sini
dalam keadaan selamat"
Ia ulapkan tangannya, para anggota perguruan seratus
racun sambil membawa sebuah tabung bambu perlahanlahan maju mendekat.
Sinar mata Ouw-yang Gong berkilat, dengan pandangan
remeh ejeknya:
"Kau hendak menggunakan binatang binatang berbisa itu
untuk menahan kami berdua, jangan mimpi disiang hari
bolong."
Hee Glong Lam tidak menggubris ocehan dari manusia
she Ouw-yang itu., kembali teriaknya keras keras "Ular
beracun keluar dari gua, kelabang emas terbang keangkasa"
Mengikuti teriakan tersebut, anak murid perguruan
seratus racun yang berada dibarisan paling depan sama
sama melemparkan tabung bambu yang mereka cekal
keatas tanah, dalam sekejap mata beratus ratus ekor ular
kecil berwarna emas menyusup keluar dari dalam tabung
bambu itu
"Ngiiing ... " suara aneh yang sangat memekikan tslinga
secara tiba tiba menggema diseluruh angkasa, cahaya
keemas emasan mulai menyelimuti udara dan entah berapa
ribu ekor binatang bersayap emas segera menutupi cahaya
sang surya.
Dengan cepat Pek in Hai menengok keatas ia lihat
binatang kelabang berwarna emas telah memenuhi seluruh

angkasa, bunyi aneh tadipun berasal dari makhluk beracun


ini, air mukanya kontan berubah bebat.
Ouw-yang Gong tidak menjadi gugup dengan cepat ia
merogoh kedalam sakunya ambil keluar sebuah benda
berwarna perak pada sianak muda itu serunya: "Hey bocah,
cepat kenakan tameng kulit emas berwarna perak ini
Pek In Hui sambut benda tersebut yang terbentuk kaus
singlet tapi lunak dan berwarna perak sementara ia masih
ragu ragu untuk mengenakannya dibadan, terdengar Hee
Giong Lam sudah membentak keras:
"Bajingan asep tua Kau berani mencuri mustika
pelindung badanku ?"'
Ouw-yang Gong tertawa mengejek, ia putar huncweenya
melindungi sekeliling tubuhnya, sedang kepada In Hoei
kembali ia berteriak "
"Bocah cilik, ayo cepat kenakan pakaian pelindung itu,
kalau tidak kau akan mati tergigit binatang beracun itu"
Pek In Hoei tidak berani membangkang lagi, cepat cepat
ia kenakan mustika pelindung badan itu keatas badannya.
Melihat sianak muda itu sudah mengena kan mustika
tadi dengan peouh rasa bangga Ouw-yang Gong berseru
lagi:
"Aku telah membuat sebuah lorong bawah tanah yang
menghubungkan ruangan itu dengan gudang hartamu,
semua barang sang paiing berharga dan paling bagus dalam
gudang itu sudah kuambil semua I
"Hmmm...... coba kau lihat, hioloo kecil dari ahala
Toan, piring porselen dari jaman dinasti Han .... "

Sambil berbicara satu demi satu ia ambil keluar barang


barang antik yang tak ternilai harganya itu, setelah
ditunjukkan segera dimasukkan kembali kedalam saku.
Hee Gioag Lam sebagai ketua perguruan seratus racun
memiliki ilmu menggunakan racun yang sangat lihay
sehingga disebut orang sebagai Rasul bisa, selama hidup
belum pernah ia dihina dan dibikin malu orang seperti ini
hari, setelah tadi dibikin jungkir balik dan sekarang diejek
pula dengan kenyataan yang memalukan, darah panasnya
kontan bergolak, hampir hampir saja ia muntah darah.
Mimpipun si Rasul bisa tidak pernah menyangka kalau
Ouw yang Gong bisa menggali sebuah terusan dibawah
tanah yang menghubungkan tempat dimana ia dikurung
dengan gudang harta bahkan mencuri barang barang antik
kesayangannya, untuk sesaat saking dongkolnya tak sepatah
katapun bisa diucapkan keluar.
Melihat musuhnya dibikin keki Ouw-yang
semakin kegirangan, kembali ia mengejek:

Gong

"Kita sudah hidup bersama hampir tujuh belas tahun


lamanya, menurut peraturan sudah sepantasnya kalau kau
beri sedikit hadiah kepadaku sebagai tanda mata atau
kenangan dari peristiwa ini, karena berpikir begitu maka
aku lantas memilih sendiri barang barang yang kusenangi
untuk dijadikan sebagai tanda mata. "
"Heei tua bangka beracun, perbuatanku ini tentu saja
tidak salah bukan dan aku kira tidak sampa melanggar tata
kesopanan bukan?".
"Kentut nenekmu yang busuk !" desis Hee Giong Lam,
dengan wajah merah membara
ayun tangannya kebawah dan teriaknya :

"Tongcu laba laba hitam Liong Cay Thian, Tongcu ular


hijau Gi Peng, Tongcu kelabang emas Ku Hong, Tongcu
kadal biru Bong Ci Pauw, dengarkan perintah"
Empat orang kakek tua yang memakai empat macam
warna baju berbeda dan berdiri di belakangnya segera sama
sama menjura.
"Menanti titah dari Boen-cu"
Cincin besar berukirkan kepala setan yang dikenakan
pada jari tengah tangan kanannya segera digetarkan
kesamping hingga memancarkan cahaya kebiru biruan,
dengan wajah berkerut menahan emosi, teriaknya dengan
suara dalam :
"Atur Barisan besar selaksa racun "
.
Si Tongcu laba-laba hitam Liong Cay Thian bersuit
panjang, dengan cepat badannya berjumpalitan kearah
sebelah utara, disusul Si Tongcu ular hijau Ci Peng
mendengus dingin, badannya bergeser kearah Timur, Si
Tongcu kelabang emas Ku Hong bersuit aneh, ia loncat
kearah Selatan, sedang si Tongku kadal biru tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun bergeser kearah Barat.
Gerak gerik mereka dilakukan sangat cepat, dalam
sekejap mata segenap anak murid perguruan seratus racun
telah berdiri pada posisinya masing masing, semua
perhatian dicurahkan ketengah kalangan dimana Ouw yang
Gong berdiri sambil cengar cengir.
Ini hari, aku akan membuat mayat kalian tidak utuh,
akan kuhancurkan kamu berdua hingga jadi abu...." jerit
Hee Giong Lam sambil gigit bibir.

"Tua bangka beracun yang keji, kau sudah kurung diriku


begitu lama, membuat aku merasa kesepian dan tersiksa
seorang diri, ini hari aku tidak membunuh kau sudah
untung, masa sekarang malahan kan yang mau
menghancurkan kami otakmu sebenarnya ada dimana?".
Hee Giong Lam tidak ambil perdulikan, ia membentak
keras. Dalam sekejap mata irama seruling yang lembut dan
merdu merayu berkumandang diangkasa, mengikuti itu ular
ular yang ada disekeliling sanapun sama-sama angkat
kepala dnn merangkak kedepan.
Suara dengungan memenuhi angkasa, kelabang emas
yang jumlahnya entah berapa itiupun sama-sama mulai
melancarkan serangan udara yang luar biasa bebatnya.
Ouw yang Gong membentak keras, telapak kiri diputar
satu lingkaran besar lalu menghantam keluar, angin
pukulan tajam bagaikan babatan golok seketika itu juga
berpuluh puluh ekor kelabang emas jatuh berhamburan
keatas tanah.
Sementara itu tangan yang !ain dengan cepat merogoh
kedalam saku ambil keluar sebuah botol porselen berwarna
hijau.
"Setan asep tua apa yang kau keluarkan?" Bentak Hee
Giong Lam gusar.
"Hmmm I dupa wangi liur naga dari Lam Hay".
Sambil berkata dengan cepat ia buka tutup botol porselen
itu kemudian menuangkan sejenis bubuk kedalam pipa
huncweenya.
"Cepat tarik semua kelabang emas yang ada diudara "
Dengan hati cemas Rasul bisa berteriak,

"Heeeeeeeeb..... heeeeeeeh...... heeeeh....... Sayang sekali


peringatanmu sedikit rada terra bat
Sambil menjengek batu api yang telah disiapkaa segera
menyulut bubuk putih tersebut segulung asap berbau wangi
seketika yebar keempat penjuru....
Tercium bau wangi itu, kelabang kelabang yang sedang
mempersiapkan serangan lari secara besar besaran itu
mendadak gaduh lalu kacau balau, sayapnya sama sama
terkatup dan satu demi satu jatuh rontok diatas tanah.
Pek In Hoei sendiri seketika merasakan dadanya jadi
lapang begitu mencium bau wangi
yang amat tebal itu, tanpa terasa ia menghisap bau wangi
tadi dalam dalam
Sinar mata Ouw yang Gong berkilat, menyaksikan Pek
In Hoei sedang menghirup udara dalam dalam, dengan
gusar ia memaki telapaknya langsung diayun menggampar
pip sianak muda itu.
"Ploocoook! tubuh Peh In Hoei mencelat kebelakang dan
hampir saja jatuh terjengkang, alisnya kontan berkerut.
"Eeeeei..... kenapa kau goblok aku?"
"Nenekmu cucu kura kura ! kau ingin modar? kau
anggap bau dupa liur naga ini boleh dihisap dalam dalam?
apa kau tidak lihat bagaimana nasib kelabang kelabang itu?
Dengan hati kaget Pek In Hoei mendongak ia lihat
kelabang emas semula memenuhi
angkasa sekarang sudah tinggal separuh, sekian besar
diantara mereka jatuh rontok ketanah sedang sisanya
tercerai berai keempat ujuru berusaha untuk melarikan diri,
namun terlihat bahwa sayap mereka kelihatan daya
kerjanya begitu lemah dan tak

bertenaga.
"Aaaaaai....dupa..... dupa..... ini"
Dupa liur naga dari Lam Hay merupakan benda yang
terutama untuk melawan binatang binatang racun semacam
itu, meski demikian manusiapun tak boleh terlalu banyak
menghirup, sebab kalau tidak urat urat nadi akan mengerut
dan akhirnya mati binasa.
Dalam pada itu sambil menggigit bibir merasa gusar Hee
Giong Lam menyaksikan binatang kelabangnya rontok
ketanah persatu, ia makin mendongkol lagi setelah
menjumpai ular ular beracunnya pada melingkar ditanah
tak berani berkutik.
Seluruh badannya jadi gemetar, matanya melotot besar,
mulutnya menggetar dan kepalannya diremas remas
menahan keros
Ouw yang Gong melirik sekejap kearah lawannya, lalu
ejeknya :
"Hey tua bangka beracun kau tidak akan menyangka
bukan kalau aku berhasil mendapatkan dupa liur naga ini
dari dalan gua hartamu? haaasah .... haaaa....... haaaaah ....
inilah yang dinamakan membalas dendam dengar cara
seperti apa yang pernah kau lakukan kepadaku"
Hee Giong Lam berteriak keras, ia tak kuat menahan
diri, darah segar muncrat keluar dari mulutnya.
Tongcu kelabang emas Ku Hong menyaksikan kejadian
itu berseru tertahan, cepat cepat ia loncat kesisi tubuh
ketuanya.
Boencoe, kenapa kau ?" tegurnya cemas.

Hee Giong Lara menggeleng, sambil membesut noda


darah dari bibirnya ia berseru:
"Kalian cepat kembali kepos!sinya masing masing, ini
hari aku bersumpah akan membinasakan dirinya dengan
tanganku sendiri, kalau tidak rasa dendam dan sakit hatiku
sukar ditahan lagi!"
Tongcu kelabang emas melirik sekejap kearah Ouw-yang
Gong lalu berbisik :
"Boen-cu, apakah kau hendak mengeluarkan ilmu Racun
sakti tanpa bayangan mu 7?."
"Kau cepat menyingkir kebelakang !" bentak Hee Giong
Lam.
Ia segera bersuit aneh, mengikuti suitan tadi segenap
anggota perguruan seratus racun sama-sama mengundurkan
diri dari sana, dalam sekejap mata bukan saja semua orang
sudah berlalu bahkan ular2 beracun yang masih mengeram
dialas tanshpun pada menyembunyikan diri kedalam balik
rerumputan.
Kini hanya tinggal empat orang kakek tua dengan berdiri
delapan tombak dibelakang kalangan saja memperhatikan
situasi disitu dengan wajah keren dan serius.
Ouw-yang Gong sendiripun menunjukkan sikap yang
waspada, ia cekal huncweenya erat erat lalu bergumam:
Racun sakti tanpa bayangan .... " Dia angkat kepala dan
bertanya;
Hey tua bacgka beracun, permainan setan apa yang
sedang kau persiapkan Apakah kau hendak menggertak aku
dengan perkataanmu itu?"
Hee Giong Lam tidak menjawab, ia kepal telapaknya
kencang kencang, dengan sinar mata bengis diawasinya

wajah Ouw-yang Gong tajam tajam sementara badannya


selangkah demi selangkah maju kemuka.
Sedikit banyak Ouw-yang Gong keder juga dibikinnya,
dengan cepat ia dorong Pek In Hoei kebelakang.
"Cepat menyingkir kesamping, rupanya tua bangka
beracun ini akan ajak aku beradu jiwa !"
Mendadak terdengar Hee Giong Lam membentak keras,
badannya berputar cepat bersamaan dengan bergetarnya
jubah hitam yang ia kenakan, badannya mencelat keteagah
udara.
Cepat cepat Onw-yang Gong geser kakinya sehingga
berhadapan dengan Rasul bisa Hee Giong Lam, tatkala
menjumpai jubah hitam yang dikenakan lawannya berkibar,
kencang, suatu ingatan dengan tepat berkelebat dalam
benaknya:
"Aduuuh celaka !" serunya tertahan. "Rupanya cucu
setan keturunan kunyuk ini hendak menyebarkan bubuk
beracun dengan meminjam kekuatan hembusan angin .... "
Ia segera membentak pula, badannya mencelat keatas,
huneweenya berputar dan dalam sekejap mata mengirim
delapan buah serangan kilat.
Angin pukulan menderu deru, bagaikan hembusan
topan, menggulung dan menyapu kedepan laksana ombak
ditengah samudra hebat dan mengerikan sekali.
Hee Giong Lam mendengus dingin, kesepuluh jarinya
disentil kedepan dan sepuluh jalur desiran angin tajam
segera meluncur kemuka.
Ouw yang Gong bersuit nyaring, berada ditengah udara
badannya bergeser enam depa kesampiog berusaha
meloloskan diri dari damparan angin serangan.

Hee Giong Lam mengebaskan jubah lebarnya, segulung


angin halus dengan cepat menggulung kemuka membawa
bau harum semerbak ....
Begitu tercium bau harum tadi kontan Ouw-yang Gong
merasakan dadanya jadi sesak seluruh badannya jadi gatal
gatal.
IA MENJERIT keras, huncweenya segera diayun
kemuka dengan cepat, dengan sebuah gerakan yang aneh
tapi lihay ia balas menghajar badan musuh. Kraak .... bruuk
.' Huncweenya berbasil menghajar robek jubah hitam Hee I
Giong Lam dan menghantam jalan darah Kie-tong-biat
dibawah ketiaknya.
Hee Giong Lam mendengus berat, badannya yang masih
berada dltengah udara . tak dapat dikuasai lagi, hingga ia
terbanting keras keras keatas permukaan tanah.
Dalam pada itu Ouw-yang Gong dengan suatu gerakan
yang amat manis pun sudah bersalto diudara dan melayang
keatas tanah.
Dalam waktu yang amat singkat itulah Pek In Hoei
menyaksikan seluruh wajah Ouw yang Gong berubah jadi
hitam pekat sehingga kelihatan amat menyeramkan.
"Cianpwee. Kau keracunan" serunya tergagap.
Ouw-yang Gong mendengus berat, dengan cepat ia
berjongkok keatas tanah dan memungut beberapa ekor
bangkai kalabang emas, kemudian tanpa memandang
barang sekejappun segera dijejalkan kedalam mulut.
Menyaksikan tingkah laku yang sangat aneh itu Pek In
Hoei melongo, matanya terbelalak besar namun tak sepatab
katapun yang bisa ia ucapkan keluar.

Demikianlah secara beruntun Ouw-yang Gong menelan


empat ekor bangkai kelabang emas, kemudian ia baru
pejamkan mata dan roboh keatas tanah.
Sementara itu empat orang kakek tua yang berdiri
terpencar diempat penjuru sama sama berteriak kaget,
mereka sama sama meloncat kedipan menghampiri
ketuanya.
Tongcu kelabang emas berjongkok dan memayang
bangun Hee Giong Lam terlihat olehnya air muka sang
ketuanya ini telah berubah jadi pucat pias bagaikan mayat
napasnya lemah dan tinggal satu satu Dengan cepat ia
membentak keras:
"Boen-cu telah terluka parah, jangan lepaskan setan tua
itu dalam keadaan hidup aku akan segera antar Boen-cu
pergi beristirahat"
Tongcu laba laba hitam tertawa dingin.
Heeh..... heeeh .... heeeh....... ilmu silat yang dimiliki
setan tua ini memang sangat !ihay, tapi sayang ia sudah
terkena hantaman Racun Sakti Tanpa Bayangan dari Boencu kita kalau toh sudah begitu apa lagi yang perlu kita takuti
Sambil berkata badannya loncat kemuka telapak tangan
diayun dan segera mencengkeram urat nadi Pek In Hoei,
Kita jagal dulu keparat cilik ini jerit Kadal Biru Song Ci
Piauw penuh kebencian.
Betul Suruh dia rasakan bagaimana enaknya lima racun
menyerang hati!" sambung Tongcu Ular hijau Ci Peng. Jari
kelingking tangan kanannya lantas diayun kemuka.
kukunya yang panjang dan runcing berkelebat diatas nadi
sianak muda itu dan meninggalkan sebuah guratan panjang
diikuti tangannya berputar memerseni sebuah tempelengan
yang amat keras.

Sekuat tenaga Pek In Hoei meronta, namun ia tak


berhasil melepaskan diri dari cengkeraman musuh,
mulutnya segera di pentang dan meludahi wajah Ci Peng
dengan air ludah penuh darah.
Kena diludahi mukanya, Tongcu ular hijau Ci Peng
semakin gusar, ia bergeser lebih kemuka, tangannya
menyambar kemuka dan sekali lagi ia hajar muka Pek In
Hoei dengan gaplokkan jauh lebih keras.
"Anak jadah ! Kubunuh dirimu' teriak nya marah.
Percuma kau hajar badannya" mendadak Tongcu laba
laba hitam Liong Cay Thian menghalangi niat rekannya, "la
memakai tameng mustika yang tahan bacokan sekalipun
kau hajar habis habisan dirinya belum tentu ia merasa sakit
atau terluka, buat apa kau buang tenaga dengan percuma
cepat kita lepaskan baju tameng mustika yang ia kenakan
Tongcu kadal Biru Song Ci Piauw melirik sekejap kearah
Ouw-yang Gong yaag masih duduk mendeprok diatas
tanah.
"Bagaimana dengan siasep tua itu ?"
"Biar aku saja yang kasih hadiah sebuah jotosan kepada
bangsat tua itu agar jiwanya cepat melayang" seru Tongcu
Ular Hijau.
Dalam pada itu Tongcu Laba laba hitam Liong Cay
Thian sudah tertawa seram.
"Keparat cilik, coba kau lihat binatang apakah ini ?"
Pek In Hoei berpaling, ia lihat ditangan kanan Liong Cay
Thian hinggap seekor laba laba raksasa yang besarnya
melebihi telapak tangan, waktu itu binatang besar tadi
sedang menggerakkan kedelaapan buah kakinya yang
panjang untuk merambat maju ke muka.

Hatinya berdesir, rasa ngeri berkelebat dalam benaknya,


namun sianak muda ini tetap mempertahankan diri. ia tidak
ingin menunjukkan sikap jeri seorang lelaki pengecut.
Liong Cay Thian bungkam tidak mengucapkan kata kata
lagi, tangan kananuya segera digetarkan kemuka, laba2
raksasa tadipun dengan meninggalkan selembar serat tipis
loncat kearah leher Pek Sn Hoei, kemudian pentang
bacotnya mulai menggigit.
Sajak urat nadi Pek In Hoei kena tergurat kuku jari dari
Ci Peng tadi, bubuk racun yang menempel di atas tubuhnya
sudah mulai menyerang kedalam membuat separoh
badanya jadi kaku dan hilang rasa, meski demikian tatkala
laba2 hitam itu loncat keatas lehernya dan mulai menggigit
ia masih dapat merasakan betapa sakitnya daerah sekitar
leher yang kena tergigit oleh binatang berbisa itu. Dengan
penuh rasa sakit ia merintih, pancaran matanya sayu dan
wajahnya jadi amat kusut. Dengan pandangan kabur ia
awasi telapak kanan Ci Peng yang sudah diangkat lagi dan
selangkah demi selangkah mendekati Ouw-yang Gong.
Dalam saat serta keadaan seperti isi selagi ia merasakan
bagaimanakah penderitaan serta siksaan dari seseorang
yang tidak mengerti akan ilmu silat ia merasakan betapa
jiwa serta keselamatannya gantung ditangan orang lain.
Diam diam didaiam hati ia bersumpah
"Seandainya beruntung aku tidak mati pasti akau
mencari ayahku dan minta belajar silat darinya, karena
pada saat aku hidup dijagat yang tidak mengutamakan
cengli melainkan menggantungkan kekuatan ..."
Sianak muda ini sama sekali tidak tahu bukan kekuatan
atau kepandaian silat yang penting untuk hidup dikolong
langit pada jaman itu dalam dunia persilatan penuh dengan
penipuan, akal licik busuk, bau amis darah serta perbuatan

saling bunuh membunuh. Sutu kali ia terjunkan diri


kedalam dunia kangouw, tak akan terhindar dari
kesemuanya maka dari itu disamping belajar silat dia, harus
mulai memahami hal hal tersebut diatas sebab kalau tidak
dia pun tak akan bisa dengan tenang didalam jagad ini.
sementara itu terdengar Tongcu Kadal tertawa seram.
Banssat cilik!" jengeknya sinis.
Coba kau rasakan lagi bagaimana enaknya darahmu
dihisap oleh kadal biru
Dari dalam sebuah tabung yang disimpan dibawah
ketiaknya ia ambil keluar seekor kadal besar sepanjang
beberapa depa, lalu usap usapkan keatas wajah Pek In Hoei
Sungguh besar bentuk kadal biru itu, diatas badannya
yang gede terlihat dua garis yang berwarna biru tua,
ekornya yang gede terlihat dua garis panjang bergoyang
goyang tiada hentinya, bau amis yang memuakan tersiar
dari badannya membuat Pek In Hoei merasa mual dan mau
muntah
"Hey bajingan cilik !" seru Tongcu kadal biru lagi dengan
nada bengis dan mengerikan, "Pernahkah kau merasakan
dijilati oleh lidah panjang sang kadal yang merah lagi basah
basah kering itu? Hmmm ! Akan kusuruh kau rasakan
bagaimana enaknya kulit badanmu kaku dijilat olehnya
dandarah segarmu perlahan lahan dihisap olehnya"
Sepatah demi sepatah perkataan itu utarakan keluar, hal
ini semakin menambah kegeraman serta kengerian dalam
hati In Hoei, sepasang matanya terbe!a!ak besar tanpa
berkedip ia perhatikan terus kadal besar itu.
Berhadapan dengan mara bahaya yang tiap saat bisa
mencabut jiwanya, timbul kembali bayangan tatkala ia

melarikan dari gunung Tiam cong yang terkubur dalam


lautan api, tanpa sadar ia bergumam seorang diri :
"Aku tak boleh mati, aku tak boleh mati
"Siapa bilaog kau tak boleh mati?" jengek Sang Torigcu
kadal biru dengan suara seram, "Aku mau suruh rasakan
penderitaan dikala menjelang kematian yang lambat sekali
kehadirannya
"Heeeeeeeh....... heeeeeeh...... heeeh..... orang tua itu
sudah mulai sinting, otaknya mulai berubah dan tidak
sadar" Seru tongcu laba laba hitam Liong Cay Thian sambil
tertawa dingin. "Racun yang menyerang badannya sudah
mulai menerjang otak serta syaraf syaraf dalam benaknya,
ia akan jadi edan kemudian perlahan-lahan keracunan dan
modar1".
Pek In Hoei terkesiap, dengan paksakan diri ia pentang
matanya yang terasa mulai jadi berat dan mau terkatup
terus itu dari dasar hatinya timbul perasaan aneh.
keinginannya uutuk mencari hidup amat basar tiba tiba ia
berteriak keras :
"Aku tidak akan mati 'f! aku tidak akan mati!!!".
Mendadak dari baiik kadal raksasa berwarna biru yang
bergerak gerai dihadapan matanya itu, ia saksikan Tongcu
ular Hijau Ci Peng telah angkat telapak tangannya tinggi
tinggi kemudian d!ayun kebawah menghatam Ouw yang
Gong.
Aaaaaaaahtak tahan ia menjerit , buru buru kepalanya
berpaling kelain arah.
Tongcu Kadal biru Song Ci Piauw membentak rendah,
kadalnya segera ditempelkan keatas jidat Pek In Hoei.

Begitu menempel diatas jidat, kadal biru itu mulai


menjularkan lidahnya yang merah menjilat jilat kulit sianak
muda itu, diikuti darahnya mulai dihisap keras.
Rasa desiran angin dingin menyambar alisnya Pek In
Hoei jadi kaget dan menjerit tertahan.
Disaat yang bersamaan itulah, dengan penuh kebencian
Tongcu ular hijau Ci Peng telah membentak :
Aku tidak percaya kalau tak dapat membinasakan
dirimu".
Telapak kanannya dibabat dengan santa
Buuuuuuk ! dengan telak hautaman itu bersarang
ditubuh lawan.
Oaw yang Gong merintih, tiba tiba ia me nyemburkan
darah yang berwarna hitam pekat dari mulutnya, begitu
mendadak semburan darah tadi membuat Ci Peng tak
sempat untuk menghindar lagi mukanya kotor kena
semburan tadi membuat dia terhuyung mundur selangkah
kebelakang.
Setelah menyemburkan darah hitam itu. Oaw yang Gong
segera membuka matanya lebar lebar dan loncat bangun
dari atas tanah, serunya sambil tarik napas dalam2
"Neneknya .... cucu kunyuk bagus dan tepat sekali
hantamanmu barusan . . .
Laksana kilat ia menerjang kedepan telapak kirinya
berputar, lima jari tangannya laksana
kilat menyambar kemuka mecengkeram lengan kanan Ci
Peng. "Hey...... anak bisa cucu racun... kamu semua tentu
tidak tahu bukan bahwa aku siorang tua baru saja lolos dari
kematlan?

justru pukulanmu barusan telah


Hmmm...... Hmmm
menolong aku untuk memuntahkan darah racun yang
menyumbat di Jantung . . . coba darah racun itu tidak bisa
ditumpakan keluar . . . entahlah
Tongcu ular hijau Ci Peng meraung keras, bahk
badannya sambil putar tangan kanan. jari dipentang lebar
lebar, dengan kuku yang panjang dan tajam bagaikan
pedang kecil laksana kilat menusuk dada Ouw yang Gong,
Cucu monyet keturunan kunyuk kau ingini jiwaku maki
orang tua aneh dengan gusarnya
Sang lengan digetarkan dengan keras, seketika itu juga
badan Ci Peng terangkat keatas, setelah berputar satu
lingkaran besar ditengab udara tubuh orang itu meluncur
kebavvah dan mencium tanah keras keras.
Buuuuuk...... ! seluruh batok kepala Ci Peng terbenam d
dalam tanah bagaikan tancapan sebarang anak panah,
darah segar segera muncrat keempat penjuru membasahi
permukaan tanah jiwanya pun melayang!
Ouw yang Gong tidak berhenti sampai disitu saja. ia
bersuit panjang, berada ditengah udara badannya melesat
makin kedepan, sambil mencekal huncweenya ia melabrak
musuh musuhnya yang lain dengan dahsyat.
Tongcu laba-laba hitam Liong Cay Thian bersuit keras,
cepat cepat tangannya diatur kemuka tiga ekor laba-laba
berwarna hitam yang besarnya melebihi telapak tangan
dengan disertai serat yang mengkilap meluncur kemuka.
Ouw yang Gong meraung keras. "Kalian keturunan
kunyuk yang harus dibunuh semua sampai habis!"
Teriaknya.
Pergelangannya segera diputar, tatkala ligap cahaya
terang itu sudah tiba dihadapan mukanya, huncwee yang

sudah dipersiapkan segera menyambar kemuka... Taaaak. !


Taak .! tiga ekor laba laba hitam itu terhantam telak dan
rontok keatas tanah dengan badan hancur.
Setelah membinasakan binatang berbisa itu laksana kilat
badannya memburu kedepan, sekali lagi huncweenya
berkelebat cepat, dalam suatu gerakan menggetar dan
membalik Liong Cay Thian menjerit kaget, badannya
jungkir balik sebanyak tiga belas kali ditengah udara lalu
terbanting keras keras diatas tanah.
Dengan rasa terperanjat Tongcu Kadal Biru Song Ci
Piauw berpaling, belum sempat ia melakukan sesuatu Ouw
yang Gong sudab berjumpalitan di tengah udara mendekati
tubuhnya, sementara senjata huncweenya laksana titiran
angin puyuh membabat kabawah.

JILID 4
SADAR bahwa Ouw-yang Gong adalah seorang
manusia yang paling aneh dikolcng langit, serangan
lancarkan dalam keadaan gusar tentu luar biasa hebatnya.
Suatu ingatan berkelebat dalam benaknya tanpa berpikir
panjang lagi ia sambar tubuh Pek In Hoei dan bagaikan
sebuah tameng lempar tubuh sianak muda itu untuk
menghalangi terjangan Ouw-yang Gong lebih jauh.
Cucu kunyuk! begitu kejam hatimu manusia semacam
kau tak boleh dibiarkan hidup lebih lama !"
Sambil membentak orang tua she Ouw yang ini
menerjang kemuka semakin cepat.

Song Ci Hauw terdesak mundur kebelakang, setelah


melemparkan tubuh Pek In Hoei tadi, sepasang telapaknya
berputar kemuka, segenggam jarum lembut berwarna biru
segera disambit kedepan sedang badannya loncat mundur
lagi sejauh beberapa tombak.
Ouw-yang Gong menjerit lengking, lima jari tangan
kirinya dipeotang lebar-lebar, setelah merandek kebawah ia
mumbul keatas, mengikuti gerakan tersebut tangannya yang
lain menyambar tubuh Pek In Hoei.
Pada detik yang bersamaan pula serangan senjata rahasia
telah tiba dihadapan mukanya
la bersuit panjang, sepasang kakinya menjejak tanah
keras-keras lalu mencelat lama depa ketengah udara,
badannya miring kesamping meloloskan diri dari ancaman
Senjata rahasia kemudian berkelebat mengejar kearah Song
Ci Piauw.
Tongcu Kadal Biru terdesak terus kebelakang, begitu
kakinya menginjak tanah dengan cepat tangannya merogoh
kedalam saku dan ambil keluar sebatang seruling kecil
berwarna perak, benda itu segera ditiupnya keras-keras.
Serentetan suara lengkingan yang tinggi dan tajam
berkumandang diangkasa, anak murid perguruan Seratus
Racun yang bersembunyi dibalik semak belukar segera pada
munculkan diri.
Ouw-yang Gong membentak keras, jenggotnya berkibar
kencang bagaikan terembus angin puyuh, huncweenya
diputar dengan gerakan menjungkir balikkan jagad ia hajar
lengan kanan Song Ci Piauw.
Tongcu kadal biru yang sedang meniup seruling
peraknya sama sekali tidak mengira kalau serangan
huncwee dari Ouw-yang Gong bisa datang dengan begitu

cepatnya, tergopoh-gopoh ia miring kesamping meloloskan


diri dari ancaman.
Hmmm! kau ingin lari kemana!" jengek Ouw-yang
Gong. Huncweenya ditekan kebawah, dari dasar ia tusuk
keatas dau dengan telak menghantam persendian lengan
kiri Song Ci Piauw.
Aduuuuh .... Tongcu Kadal Biru menjerit ngeri, darah
segar muncrat keempat penjuru, seketika itu juga lengan
kirinya batas siku patah jadi dua bagian. Setelah berhasil
membereskan musuhnya, Ouw-yang Gong baru dapat
menyaksikan bahwasanya diatas jidat Pek ln Hoei terdapat
seekor kadal besar yang sedang menghisap darah, hatinya
terperanjat, buru-buru jari tangannya disentil kemuka.
Sreeeeet......... ! Segulung desiran angin tajam segera
menyambar kemuka menghanpiri kadal tersebut hingga
mencelat beberapa .ombak jauhnya.
Meski binatang terkutuk itu berhasil dihajar mati, namun
diatas jidat Pek In Hoei tepatnya diatas alis si ana k muda
itu terti.nggal sebuah bekas darah yang segar dan amat
nyata.
Di bawah serotan sinar sang surya, bekas darah itu
kelihatan begitu nyata aneh dan bersinar tajam, membuat
wajahnya yang ganteng berubah jadi mengerikan.
Ouw-yang Gong tertegun, lama sekali dia berdiri
termangu-mangu . . . mendadak sinar matanya terbentur
dengan seekor laba-laba hitam yang masib menggigit leher
sianak muda itu.
Ia menjerit keras, telapaknya menyambar kemuka
mencengkeram laba-laba tersebut kemudian digenggamnya
kencang-kencang sehingga dalam sekejap mata binatang
berbisa itu hancur lebur.

Setelah menyaksikan pelbagai peristiwa kejam yang


diperlihatkan orang-orang perguruan seratus Racun, Ouwyang Gong. sedang marah semakin naik pitam, napsu
membunuh mulai menyelimuti seluruh wajahnya.
Keturunan kunyuk yang harus dibunuh
Dan betul-betul berhati kejam dan tidak punya
perikemanusiaan" Teriaknya dengan bengis. Kalian toh
sudah tahu kalau bocan ini sama sekali tidak mengerti ilmu
silat, kenapa kamu semua menyiksa dirinya dengan
perbuatan begitu keji? Hmmm! ini hari kalau aku tidak
ledakkan sarang burung kalian ini hingga rata dengau tanah
tidak akan kutinggalkan tempat ini!"
Sambil mencaci maki dengan kata-kata ang kotor,
laksana kilat tangannya bekerja keras menotok jalan darah
penting ditubuh Pek In Hoei kemudian membarigkannya
diatas tanah!
Cahaya bengis dan buas yang mengerikan memancar
keluar dari balik sepasang matanya yang sipit, wajah yang
dasarnya sudah merah kini berubah makin gelap sehingga
mengerikan sekali.
la tarik napas panjang panjang, dari dalam sakunya
ambil keluar sebuah kotak sempit lagi panjang, lalu sambil
memandang anak murid pergurun seratus racun yang
menyerbu datang sambil berteriak-teriak, serunya gemas :
Mulai hari ini, aku siorang tua akan membuka lagi
pantangan membunuhku
Semenjak lengannya dipatahkas oleh ketukan huncwee
Ouw-yang Gong, Tongcu Kadal Biru tidak berani
mendekati manusia aneh itu lagi, ia segera menjatuhkan diri
berguling diatas tanah dan ngeloyor pergi kebawah bukit,

dia takut kaiau-kalau musuh nya melancarkan serangan lagi


dan mencabut jiwanya.
Dalam pada itu Ouw-yang Gong telah tertawa terbahakbahak dengan seramnya, ia selipkan huncwee gedenya
kesisi pinggang lalu membuka ketak kayu ilu dan ambil
keluar biji kelereng sebesar buah kelengkeng yang berwarna
hitam pekat.
Selama tujuh belas tahun aku selalu simpan peluru Pek
Lek Cu secara baik2 ! aku rasa kini sudah saatnya bagiku
untuk menggunakan benda tersebut Gumamnya sambil
mengawasi anak murid perguruan Seratus racun yang
makin mendekat.
Bersamaan dengan suatu bentakan keras, tangannya
diayun kemuka .... biji kelereng berwarna hitam pekai
itupun laksana kilat meluncur tiga tombak kemuka.
Blmuuummm......... ! suara ledakan dahsyat menggema
di seluruh angkasa, bumi bergoncang pasir dan batu
beterbangan keudara, hampir separuh bukit itu rontok dan
hancur, hancuran bangkai manusia, cipratan darah segar
bertebaran dimana-mana membuat suasana berubah jadi
ngeri dan menyeramkan.
Ditengah jeritan jeritan ngeri yang menyayatkan hati,
anak murid perguruan Seratus Racun yang beruntung tidak
mati sama-sama berteriak ketakutan dan melarikan diri
terbirit-birit.
Ouw-yang Gong tertawa seram, tangan kanannya
kembali ambil keluar sebiji peluru Pek Lek Cu
Matanya berubah jadi merah darah, wajahnya hitam
menyeramkan, sambil bersuit nyaring ia loncat lima tombak
keangkasa dan melesat kedepan, rupanya simanusia aneh

ini siap2 melemparkan pelurunya kembali uniuk


meledakkan bangunan-bangunan rumah dibawah bukit.
Sekonyong-konyong.... sesosok bayangan manusia
berwarna kuning emas berkelebat lewat, disusul teriakan
keras berkumandang diangkasa :
Ouw-yang Thayhiap, harap kau jangan turun tangan
keji1" Haaaaahh . . . haaaaaah... haa ... sekarang kalian
baru suruh aku jangaa turun tangan keji1" Jerit Ouw-yang
Gong sambi! loncat turun keatas tanah. Kalian cucu monyet
keturunan kunvuk jika tidak dikasi sedikit kelihaian, teatu
kiranya aku siorang tua bisa dihina dan permainkan
seenaknya!" "Ouw-yaug Thayhiap!" pinta Tongcu kelabang
Emas Ku Hong dengan wajah ngeri Harap kau jangan
turun tangan keji terhadap kami . "
Kentut busuk makmu ! Kalian toh tega Turun tangan
keji terhadap seorang bocah yang lemah tak bertenaga serta
tidak mengerti akan ilmu silat, kenapa aku siorang tua harus
berlaku sungkan-sungkan terhadap kalian?"
Begitu terbentur dengan sepasang mata lawon yang
bengis, buas dan penuh diliputi napsu membunuh, sekujur
badan Ku Hong gemetar keras. Ia meraung dahsyat
badannya laksana harimau teriuka menubruk kedepan
dengan maksud merampas peluru Pit Leng cu yang ada
ditangan Ouw-yang Gong.
Melihat datangnya tubrukan, Ouw-yang Gong genjotkan
badanrnya
melengos
kesamping,
diikuti
kakinya
melancarkan satu tendangan kilat menghantam jalan darahi
Hiat Cong ditubuh musuh.
Gerakan badan Ku Hong merancu tangan kanannya
dengan gerakan yang tidak berubah meneruskan
sambarannya ketangan Ouw-yang Gong, sementara telapak

kirinya menghantam berubah jadi babatan menghajar kaki


lawan yang mengancam dirinya.
Merasakan adanya babatan lawan Ouw-yang Gong putar
badannya cepat2 diikut tangan kanannya meraup dengan
gerakan setengah busur kemudian menghantam tekuk dan
kaki kiri Ku Hong. Enyah dari sini teriaknya.
Bruuuk . . . . .! sepasang kaki Ku Hong jadi lemas dan
tidak ampun lagi ia jatuh berlutut keatas tanah,
menggunakan kesemutan itu Ouw-yang Gong menambahi
lagi dengan sebuah sapuan kilat, badan orang she Ku yang
sudah terjatuh, kena ditendang lagi dengan dahsyatnya
membuat ia menjerit kemudian terbanting ketanah dan
tidak bangun lagi.
O uw-yang Gong ayun tangannya, peluru Pek Lek cong
kembali hendak dilempari, kedepan.
Tiba tiba Thian Go suatu jeritan laitang menggema
datang.
Seluruh tubuh Ouw-yang Gong bergetar keras, dengan
cepat sinar matanya dialih kearah berasalnya suara tadi.
Tampak seorang nyonya setengah bs dengan memakai
jubah abu abu dan membawa tasbeh perlahan-lahan
munculkan diri dari balik bukit, meskipun. rambutnya telah
beruban dan wajahnya penuh keriput namun kecantikan
wajahnya dikala masih muda masih jelas membekas.
Siauw Hong" gumam Ouw-yang Gong dengan bibir
gemetar.
Perlahan-lahan nyonya setengah baya itu berjalan
mendekat, tatkala menyaksikan hancuran mayat serta noda
darah yang meyelimuti permukaan bumi, ia segera berang
tangannya berseru :

Omitohud ! siancay... siancay...!"'. Siauw Hong, kau...


kau.,
Nyonya setengah baya itu mendongak, dipandangnya
wajah Ouw yang Gong tajam tajam lalu menghela napas
panjang.
Thian Go, mengapa sifotmu berubah di berangasan dan
kejam?" tegurnya.
Siauw Hong, benarkah kau?"
matanya terbelalak lebar-lebar. , Kau belum mati? kau . .
kau masih hidup dan..... dan sudah cukur rambut jadi
nikouw?
Nyonya setengah baya itu tertawa getir Aku memang
belum mati, tapi . . . hati sudah lama mati . . . Kurang-ajar,
cucu monyet manusia kunyuk kalau begitu dia sudah
membohongi aku, dia bilang kau sudah mati!
dia...
dia... mengapa dia biarkan kau cukur rambut jadi nikouw?
kenapa... kenapa Siok Peng pun berkata bahwa kau sudah
mati?".
Aaaaaaaai... peristiwa masa silam telat berlalu bagaikan
asap dilangit, apa gunanya kita ungkap kembali? Thian Go
kau sudah tua, tapi watakmu yang berangasan dan suka
marah masih tetap saja seperti sedia kala, bahkan
makianmu yang kotorpun tidak berubah juga.
Kena ditegur Ouw yang Gong tertawa jengah.
Bukit dan sungai bisa dirubah, tabiat ma nusia mana bisa
diganti? selama hidup beginilah keadaanku, tapi kau . . kau
Aku sudah cukur rambut jadi nikouw persoalan
keduniawian telah lama tak kupikirkan lagi didalam bati.
Ouw yang Gong tertawa pahit.

Siauw Hong! tahukah kau mengapa waktu itu aku


mengganti namaku jadi Gong? hlal ini tidak lain karena aku
sudah ogah mememikirkan berbagai urusan lain, semua
kejadian kurasakan hampa dan kosong semua
sinar matanya berkilat" dan lebih lebih aku tidak mengira
kalau perempuan tercantik dari Tionggoan, Kwee Siauw
Hong
Siauw Hong sudah mati" tukas nyonya itu dengan cepat
"Gelarku sekarang adalah Ko In, harap kau sebut aku
dengan gelar ini aja".
Ia tarik napas panjang, setelah merandek sejenak
tambahnya :
Dengan membawa peluruh Pek Lek-cu dari Dewa Peluru
Hong Loei kau telah menciptakan pembunuhan yang sadis
dan kejam, apakah Giong Lam dia "
Hmmm ! sejak aku mendapatkan tiga butir peluru Pek
Lek-cu dan Hong Loei pada tiga puluh tahun berselang,
belum pernah sekalipun kugunakan benda tersebut, tapi
sekarang akan kugunakan peluru sakti ini untuk
meledakkan seluruh lembah seratus racun hingga rata
dengan tanah, aku hendak membalas dendam bagi sakit
hatiku, Siauw Hong! harap kau jangau nasehati diriku
lagi!".
Ia berhenti sejenak, kemudian pentang mulutnya lagi dan
mulai memaki :
Bukan saja semua cucu buyut kunyuk kunyuk itu yang
kubunuh sampai ludus, terutama sekali Giong Lam bangsat
tua, bajingan tengik dan anak haram itu akan kuremas
badannya hingga gepeng bagaikan perkedel
Sepasang alis Ko In Nikouw kontan berkc rut kencang.

Baiklah, kita jangan bicarakan soal Giong Lam. Aku


mau tanya kepadamu dendam permusuhan apakah yaug
telah terikat antara kau dengan anggota anggota perguruan
seratus racun? apa sebabnya kau hendak mem basmi
mereka semua ?".
,Coba kau pikir, toh mereka sudah tahu kalau bocah itu
tidak mengerti akan ilmu silat" Teriak Ouw yang Gong
sambil menuding Pek In Hoei yang menggeletak diatas
tanahTapi apa yang mereka lakukan? mereka siksa bocah
itu, aniaya bacah itu dengan kejam. apakah perbuatanmu
semacam ini tidak patut dibasmi? apakah manusia keji
seperti itu tak boleh dibunuh?
Aaaaaaaai! dari dulu aku sudah tahu, jika angkat nama
dengan andalkan makhluk ?makhluk beracun, tentu tidak
akan terhindar banyak korban berjatuhan ditangannya,
maka diri itu sering aku perintahkan Siok Peng untuk pergi
mencari bahan obat obatan dan membuat pilpenawar racun
sebanyakbanyaknya .
Dari dalam saku nikouw itu ambil keluar sebuah botol
porselen kemudian lambat2 maju kedepaa terusnya
Thian Go, maukah kau memandang diatas
perhubungan kita pada masa silam untuk simpan kembali
peluru Pek Lek-cu itu dan berlalu dari selat Seratus
Racun?".
Ouw yang Gong mengerutkan sepasang alis nya dalam
benaknya terbayang kembali kenangan kenangan pada
masa yang silam, lama sekali ia termenung kemudian
sambil menghela napas kakek aneh ini mengangguk.
Aaaaaaaai baiklah! Memandang diatas wajibmu, kau
kuampuni jiwa cucu buyut kunyuk ini".

Omitohod siancay... siancay! Dimana bisa mengampuni


jiwa manusia, ampunilah sebanyak banyaknya mari,
akupun akan coba menyembuhkan luka yang diderita bocah
itu !'.
Perlahan-lahan Ko In Nikouw berjalan men dekati Pek
ln Hoei lalu berjongkok dan ambil keluar sebutir pil Leng
Botan dari da lam saku.
Tapi sebelum ia sempat masukkan pil tadi kedalam
mulut sianak muda itu, mendadak sinar mukanya berubah
hebat, dengan cepat dia bangun berdiri.
Apa yang sudah terjadi?" tanya Ouw yang Gong dengan
nada terperanjat.
Apakah orang itu adalah muridmu?".
Ouw yang Gong menggeleng.
Bukan ! apakah itu keracunan hebat dan tidak terlolong
lagikah jiwanya ?
Aaaaaaai... mimpipun aku tak peroh menyangka kalau
di kolong langit bisa terdapat seorang mauusia yang begini
aneh gumam Ko In Nikouw sambil menghela napas
panjang, ia melirik sekejap kearah Ouw yang Gong dan
tambahnya. Dipandang dari garis wajahnya. orang ini
mempunyai napsu membunuh yang sangat tebal namun
banyak pula terlihat garis garis budiman, sepintas lalu
kelihatannya dia punya kecerdasan yang luar biasa tapi
tampak juga sangat bodoh sungguh aneh
Soal itukah yang mengejutkan hatimu?
Coba kau lihat bekas merah yang terlihat diatas alisnya,
sungguh menakutkan sekali sambung Ko ln Nikouw lagi."
Dengan adanya bekas merah diatas jidatnya itu, membuat
napsu membunuhnya bertambah tebal, kecerdasan otaknya

yang .luar biasa akan melebihi semua orang pun tertera


semakin nyata, dikemndian hari dia pasti akan jadi seoraog
gembong iblis yang paling kejam, membunuh orang paling
banyak dan menjadi penerbit keonaran didalam dunia
persilatan"
Bekas merah itu bukan bskas alami yang dibawa sejak
dia lahir, barusan jidatnya digigit oleh seekor kadal beracun,
hisapan binatang terkutuk itulah yang meninggalkan bekas
tersebut, apa yang kau kageti dan takuti? apalagi kejadiankejadian yang akan datang, darimana kau bisa tahu ?"
Sekali lagi Ko In Nikouw memperhatikan wajah Pek In
Hoei tajam-tajam, namun dengan cepat ia geleng kepala
kembali.
Omintohud! aku tidak dapat meoyaksikan dunia
persilatan dilanda lagi oleh bencana hebat tanpa bisa
mencegah, aku tidak ingin banyak manusia menemui
ajalnya diujung golok dan melihat darah manusia
berceceran diatas permukaan tanah.
Tadi maksudmu
jiwanya?"

kau tidak

sudi

menyelamatkan

Dengan wajah serius ko In Nikouw mengangguk ia


masukkan kembali kotak porselennya kedalam saku
kemudian angkat kepala dan memandang angkasa yang
penuh berawan.
Siauw Hong, jadi kau benar-benar tidak sudi menolong
jiwanya dan kau ingin menyaksikan dia mati konyo! " teriak
Ouw-yang Gong dengan nada tertegun.
Ko In Nikouw tidak ambil perduli omongan orang, ia
lepaskan tasbehnya dari atas leher dan mulai membaca doa.
Melihat perkataannya tidak digubris, Ouw yang Gong
mendongak dan tertawa seram.

Aku tertalu dipengaruhi oleh kejadian masa silam,


sedang kau kesemsem oieh kejadian yang akan datang,
rupanya kita berdua memang tidak bisa bekerja sama!"
Ia merandek sejenak, lalu teriaknya: Bagus, kau tidak
sudi menolong jiwanya akupun akan mulai turun tangan
lagi untuk meledakkan lembah kunyuk ini hingga rata
dengan bumi"
Kau boleh meratakan lembah ini dengan tanah, tapi
pertama-tama bunuhlah aku terlebih dulu"
Siauw Hong, tindakanmu ini bukankah berarti ada
maksud memusuhi diriku?" maki Ouw-yang Gong penuh
kegusaran setelah ia dibikin melengak oleh jawaban lawan.
Thian Go kalau kau hendak bertindak melawan
perintah Thian, aku akan berusaha menghalangi2mu terus .
Haaah .... haaaaah .... haaaah . . . berbuat melawan
perintah Thian? justru aku hendak berbuat kejam, bertindak
kejam bertindak jahat, kau mau apa?
Wajahnya berubah jadi serius. "Memandang diatas
wajahmu, untuk kali ini aku bisa memberi jalan bidup buat
mereka, tapi ingat lima tahun kemudian aku pasti akan
kembali lagi kesini untuk menuntut balas bagi sakit hati ini,
waktu itu aku akan bssmi semua orang yang ada disini,
meledakkan seluruh bukit hingga rata dengan tanah"
Omintohtid"
Dengan gemas dan dongkol Ouw-yang Gong yang mulai
lenyap dibalik bukit, Ko In Nikouw angkat kepalanya
perlahan-lahan dan menghela napas panjang.
Aaaaaai............ rupanya dunia persilatan tidak akan
aman lagi, lebih baik aku kembali dulu kedalam kuil"

Dia putar badan dan berlalu dari situ dengan langkah


lambat cahaya sang sarya menyoroti tubuhnya
meninggalkan bayangan yang suram.....
Angin berhembus lewat....... bau amis darah tersebar
kemana mana membuat suasana jadi seram dan
meugerikan.
Senja telah menjelang tiba, cahaya matahari yang lemah
mulai redup dan bergeser kebalik gunung, bunyi cengkerik
bargema disegala penjuru menambah kejemuan di suasana
yang tidak sedap itu....
Bangsat cengkerik cengkerik itu betul-betul terkutuk,
bunyinya sudah tidak enak, gerak terus tiada hentinya....
Hmmmm1 kalau kegusaran aku sioraug tua sudah
memuncak, akan kubakar seluruh bukit ini hingga jadi abu
Ouw-yang Gong sambil berdiri disebuab lekukan !embah
mencaci maki kalang kabut dengan gusarnya, begitu
mendongkol hati siorang tua itu akhirnya semua
kemangkelan dihatinya disalurkan keluar dengan
menghantam sebuah batu cadas disisinya.
Dibelakang batu cadas tadi terbentang sebuah selokan
kecil dengan air gunung yang jernih gan segar, bunyi aliran
air yang tiada hentinya menambah kejemuan hati siorang
tua itu.
Sekujur badan Pek In Hoei telah dibenam kau kedalam
air, kini hanya tinggal wajahnya yang pucat pias dengan
bekas merah darah diatas jidatnya saja yang tertinggal
diluar, hawa hitam mulai menyelimuti wajahnya..........
Aaaaii . . . kalau aku sendiri yang terluka, aku bisa
menggunakan racun lain memunahkan racun yang
mengeram dalam tubuhku." Gumam Ouw-yang Gong
sambil menghisap huncweenya dalam dalam lalu

menyemburkan segumpal asap tebal Tapi bocah ini... dia


sama sekali tidak mengerti akan ilmu silat, obatpun tak ada
disekkar sini, bagaimana aku bisa punahkan racun yang
mengeram dalam badannya?"
Dengan alis berkerut tangan kirinya garuk garuk kepala
yang tidak gatal, lama sekal ia gigit bibir dau akhirnya
berseru
Baiklah, satu-satunya jalan yang bisa kutempuh pada
saat ini adalah mengerahkan tenaga murni untuk menotok
keseratus delapan buah jalan darahnya dan coba paksa
racun itu mengalir keluar. Seandainya dia punya nasib yang
mujur mungkin saja Jien dan tok dua urat pentingin bisa
sekalian kutembusi, sebaliknya kalau dia nasib jelek....
yaaah sudahlah, paling-paling jiwanya tidak tertolong!"
Ia hembuskan asap huncwee-nya keras-keras, kemudian
putar badan tarik napas dalam-dalam dan mulai duduk
bersila.
Badan Pek In Hoei yang masih terbenam didskm air
selokan diseretnya keatas darat tangannya bekerja cepat
melepaskan baju tameng mustika yang masih dikenakan
pemuda itu, hawa murnipun dipersiapkan guna mengusir
racun dari tubuh sianak muda tadi Belum sempat ia turun
tangan, tiba-tiba
Disirii Disini " terdengar merdu
berkumandang datang dari arah depan.

lagi

nyaring

Mendengar suara itu Ouw-yang Gong segera


mendongak, tampaklah diatas sebuah tonjolan balu cadas
pada tebing seberang berdiri seekor burung beo berwarna
putih dengan paruhnya berwarna merah darah waktu itu
burung tadi meoggerakan sayap tiada hentinya sehingga
menggerakan genta kecil yang tergantung diatas leher
burung itu.

Ia be seru tertahan laksana kilat tangannya berkelebat


menyambar, burung beo tadi segera berseru lagi :
Nona tolong aku?

nona, tolong aku

"

Burung cilik cerdik betul kau ! puji Ouw-yang Gong


sambil tertawa.
Dalam pada itu burung beo tadi tiada hentinya
menggerakkan sepasang sayap sehingga genta kecil itu
berbunyi terus dengan nyaring
Nona, tolong aku nona tolong aku."
Heeeh . heeeeh aku kan tidak melukai dirimu, buat apa
kau panggil nonamu untuk datang menolong"
Hei sihuncwee gede jangan lukai Pek Leng
kesayanganku!" mendadak terdengar teguran nyaring
berkumandang dari belakang.
Begitu mendengar teguran tersebut Ouw yang Gong
segera mengerti siapakah yang telah datang, dengan cepat ia
berpaling.
Heei setan cilik yang pintar, darimana kau bisa datang
kesini?"
,,Heeei huncwee gede, jangan kau lukai Pek Leng
kesayanganku !" kembali gadis .u berseru.
Ouw-yang Gong tidak membangkang lagi ia lepaskan
burung beo tadi yang mana segera terbang keudara dan
hinggap dibahu Hee Siok Peng.
Setan cilik yang pintar, sejak kapan kau pelihara burung
beo itu ? Kenapa aku tak pernah menjumpai burung beo
itu?"

Selamanya Pek Leng ada didaiam kuil suhuku" jawab


Hee Siok Peng sambil membelai burung beo tadi dengan
penuh kasih sayang. Kalau tidak ada urusan penting dia
jarang diajak keluar. Ooh yaah! Suhu perintahkan aku
datang kemari untuk menyerahkan lima butir pil Leng Wutan kepadamu". Suhumu adalah Ko In nikouw" Hee Siok
Peng mengangguk biji matanya berputar, tiba tiba ia jumpai
Pek In Hoei menggeletak diatas tanah, air mukanya kontan
berubah hebat
In Hoei....... Pek Ia Hoei " teriaknya sambil memburu
dalang lebih dekat.
Tatkala menjumpai air muka Pek In Hoei pucat pias
bagaikan mayat, hatinya semakin terkesiap buru buru
teriaknya: Huncwee gede, kenapa dia?" Dia dicelakai
oleh beberapa tongcu perguruan Seiatus Racun sehingga
keracunan hebat" jawab Ouw-yang Gong,
Justru karena itulah suhumu perintahkan kau datang
menghantar pil Leng-wu tan untuk menyelamatkan
jiwanya."
Buru buru Hee Siok Pcug berjongkok ia menjejalkan pil
Leng wu-tan tadi kedalam bibir Pek In Hoei, kemudian
dengan -pasang tangannya ia ambil air selokan untuk
diminumkan kepada sianak muda itu. Setelah menelan pil
tadi, dengan penuh kasih sayang kembali ia belai
rambutnya dan menggosok bekas merah diatas jidat In
Hoei, tetapi sekalipun digosok ber ang kali, bekas itu tetap
tertampak jdas.
Sekarang kau boleh pulang dan lapor kejadian ini kepada
suhumu .... ujar Ouw yang Gong dengan serius sambil
melepaskan serangan untuk menepuk bebas jalan darah Pek
In Hoei yang tertotok. Katakan padanya bahwa aku
mengerti apa yang ia harapkan, sejak hari ini aku pasti akan

menjagaa diri Pek In Hoei baik baik dan tidak membiarkan


dia melakukan perbuatan yang keliwat batas
Ia merandek sejenak lalu tambahnya: "Lima tabun
kemudian dia pasti kcmbali lagi kelembah Pek-tok-kok. . ."
Dengan hati sedih Hee Siok Peng tundukkan kepala
rendah rendah.
Benarkah kau hendak suruh dia datang kemari untuk
menuntut balas? Tali permusuhan apakah yang terikat
antara dia dengan a yahku?"
,,Aku sendiripun tidak kenal asal usulnya tapi kau tak
usah kuatir, sebelum dia mendatangi lembah seratus racun,
aku pasti akan suruh dia pergi menemui gurumu terlebih
dahulu
Dengan pandangan termangu mangu Hee Siok Peng
memperhatikan wajah Pek In Hoei, lama sekali ia baru
menghela napas panjang.
Pertama kali aku tolong jiwanya, fajar baru ssja
menyingsing dan sinar matahari baru saja memancarkan
cahaya keemas emasannya, waktu itu rambutnya kusut dan
badannya penuh dengan lumpur dan dia keracunan hebat.
Sekarang senja baru menjelang tiba, keadaannyapun tiada
berbeda, bajunya basah kuyup daa badannya keracunan
pula. Aaaai" perlahan lahan ia berjalan kemuka, terusnya.
Benarkah antara dia dengan perguruan Seratus Racun
terikat dendam sakit hati sedalam lautan? Benarkah ah dia
adalah anak murid Tiam-cong-pay?
Dengan pandangan sayu dan pikiran bimbang Ouw-yang
Gong memandang wajah Siok Peng tajam tajam, diapun
sedang memikirkan banyak persoaian, peristiwa yang elah
dialaminya pada masa silam ....

Dalam benaknya terbayang kembali senyuman


kegembiraannya dikala masih muda kekesalan hati yang
sedih dikala dewasa dan kehampaan dikala tua, diam diam
ia mengbela napas panjang, pikirnya:
..Gadis cilik ini mirip sekali dengan Siauw Hong dikala
masih muda, kelembutan hatinya, kecantikan keramahan
seita perhatiannya terhadap orang lain tak satupun yang
berbeda tapi semua orang yang dicintainya ternyata punya
dendam sakit hati dengan keluarganya .... aaaai sungguh
jelek nasib mereka ...
Dalam pada itu terdengar Hee Siok
bergumam seorang diri:
kenapa antara dia dengan aku
permusuhan? Kenapa begitu? Kenapa?"

Peng sedang
terkait dendam

Pek Leng siburung beo ygog bertengger diatas bahu


majikannya segera ikut menirukan pula kata-kata itu :
Kenapa antara dia dengan aku terikat dendam
permusuhan? kenapa begitu? kenapa?...."
Ouw-yang Gong mendongak dan menjawab :
Dalam kehidupan setiap manusia didalam jagad, ada
dendam tentu ada cinta, dendam pada suatu saat bisa
lenyap, namun cinta tak akan bisa bersemi lagi. Dendam
bisa lenyap, cinta sukar bersemi lagi" bisik Hee Siok Peng
dengan wajah tertegun.
Mendadak sinar matanya berkilat, dengan perasaan
terima kasih ia pandang wajah Ouw-yang Gong, namun
sejenak kemudian butiran air mata sudah mengucur keluar
membasahi wajahnya.
Aku tidak tnfau apa yang harus kuperbuat ? bisiknya
lirih.

Kalau kau tidah coba berbuat sesuatu, darimana bisa


tahu bisa diperbuat atau tidak?"
Hee Siok Peng mengerdipkan matanya, titik air mata
meaetes keluar dari balik alis matanya yang tebal.
Tatkala suasana diliputi kesedihan itulah mendadak Pek
In Hoei merintih dan membalikkan badannya.
Cepat-cepat Hee Siok Peng membesut airmata yang
membasahi pipinya dengan ujung baju.
Dipandangnya wajah Pek In Hoei dengan penuh rasa
cinta, lalu bisiknya sedia:
Sebelum dia sadar kembali, lebih baik aku pulang dulu
untuk melaporkan kejadian ini kepada suhu!"
Dimanakah suhumu tinggal? dalam kuil apa ?". Kuil Ko
In io disebelah barat selat!" Sekali lagi ia pandang wajah
Pek In Hoei dengan sinar mata yang lembut dan penuh rasa
cinta, kemudian putar badan, menghela napas panjang dan
berjalan pergi
Memandang bayangan punggungnya yang langsing dan
menawan hati itu, Ouw-yang Gong ikut menghela napas
sedih.
Perlahan-lahan Hee Siok Peng menjulurkan jari
tangannya yang runcing dan halus lalu membelai bulu
burung beonya yaug berwarna putih, bisiknya lembut :
,,Pek Leng, hari sudah malam, mari kita pulang!"
Hari sudah malam, nona mari kita pulang!" sahut
burung beo putih itu seraya mengebaskan sayapnya.
Bunyi keliningan kian lama kian menjauh bayangan
tubuh Hee Siok Peng yang tinggi semampai itupun lenyap
dibalik tebing yang terbentang jauh disana.

Aaaaaai..... !" Ouw-yang Gong menghela napas


panjang. ..Seorang gadis yang lincah dan polos, satu kali
terjerumus dalam lembah percintaan sikap maupun gerak
geriknya telah berubah jadi begitu murung, kesa! dan sayu
Ia merandek sejenak, lalu tambahnya: Dia telah
dewasa... dia memang telah dewasa."
Suasana jadi sunyi.... sepi... tak kedengaran sedikit suara
pun kecuali tetesan air gunung yang mengalir didalam
selokan
Angin gunung berhembus sepoi tiba-tiba Pek In Hoei
merintih diikuti ia pentang mulutnya lebar-lebar dan
muntahkan cairan kuning kehitam-hitaman yang bau dan
amis.
Seketika itu juga keadaan disekeliling tempat itu berubah
jadi memuakkan, bau amis yang menusuk hidung
berhembus lewat tidak hentinya membuat orang jadi ikut
mual.
Ouw yang Gong tersadar kembali dari lamunannya, ia
berseru tertahan kemudian mendorong tubuh Pek In Hoei
masuk kedalam selokan Sesudah direndam beberapa saat
badan sianak muda itu baru diseret kembali keatas daratan.
Aku tidak mau mati.... aku tidak mau mati....."
Terdengar Pek In Hoei menjerit-jerit sambil meronta kesana
kemari.
Hey bocah cilik! kau belum mati, coba bukalah
sepasang
matamn
dao
perhatikanlah
keadaan
disekelilingmu!"
Dengan perasaan kaget dan tercengang- Pek In Hoei
mementangkan sepasang matanya lebar-lebar
Kau belum mati ?" tegurnya bimbang.

Bocah keparat, bau betul kentut yang kau lepaskan" maki


Ouw-yang Gong gusar Ayoh cepat bangun, coba kau teliti
apakah aku sikambing tua sudah modar atau belum? kurang
ajar! rupanya kau harap kao aku cepat-cepat mati konyol?"
Kena ditegur Pek In Hoei melengak, akhirnv ia tertawa
geli dan merangkak bangun.
Cianpwee, kau yang telah menolong jiwaku?"
Bocah
edan,
sudahlah,
jangan
mengucapkan kata-kata yang tak berguna.

terus-terusan

Kau sudah lepaskan aku dari kurungan, masa aku tega


menyaksikau kau mati konyol tanpa menolong?"
Ia merandek sejecak, kemudian tambahnya :
Ooouw yaah, aku mau beritahu sesuatu kepadamu,
mulai sekarang kau tidak boleh sebut aku dengan panggilan
cianpwee... cianpwee segala, lain kali kau harus panggil aku
si huncwee gede atau sisetan asep tua mengerti?"
Pek In Hoei membesut air yang membasahi wajahnya
lalu tertawa getir.
Cianpweekah yang membenamkan badan ku kedalam
air selokan? coba kau lihat bajuku sekarang basah kuyup
dan aku tidak punya pakaian lain apa yang harus
kuperbuat?"
Eeeeei.... bukankah aku suruh kau jangan banyak
omong yang fak berguna siapa suruh kau sengaja ngoceh
terus?" Bentak Ouw-yang Gong dengan sepasang mata
melotot besar. Bocah keparat ! seandainya aku tidak
membenamkan badanmu kedalam air, darimana kau bisa
mendusin dari pingsan?
Ia tabok paha sendiri, sambil bangkit berair? terusnya .

Aku siorang tua sudah mulai merasa lapar, biasanya


pada waktu sekarang putra bisa cucu racun itu sudah
menghantarkan nasi dan sayur buatku. Aaaaai ... kini
setelah bebas, waaah
malah tambah susah, perut
keroncongan tak ada yang memberi makan, agaknya aku
harus melanjutkan perjalanan sambil menahan perut yang
kosong"
Mengungkap soal makan, Pek In Hoei seketika itu juga
merasakan perutnya ikut jadi lapar, segera tanyanya :
Cian... eeeeei... si ular asep tua, masih jauhkah jarak
dqri sini sampai kekota yang terdekat? perut cayhepun
terasa agak lapar
Tempat ini masih terletak diatas gunung, paling sedikit
kita harus berlarian selama satu jam untuk mendapatkan
makanan untuk menangsal perut. Tapi... bocah cilik! jangan
keburu kita bicarakan soal makanan, kau harus jawab
beberapa buah pertanyaanku lebih dahulu ".
Seraya menatap sianak muda itu tajam2 tegurnya :
Apakah kau adalah anak murid partai Tiam-cong?".
Cayhe belum pernah belajar ilmu silat, tapi ayahku
memang anak murid dari partai TIam-cong ...
Teringat akan kemusnahan partai Tiam-cong ditelan
lautan api yang berkobar dengan dahsyatnya, dengan sedih
ia berbisik :
Tapi sayang......... sejak kini partai Tiam-cong sudah tak
dapat menancapkan kakinya lagi didalam dunia persilatan"
Bocah cilik apakah kau ingin belajar ilmu silat dan aku
siorang tua lalu beruaha menuntut balas bagi kemusnahan
partai Tiam cong?"
Dengan cepat Pek In Hoei menggeleng.

Aku ingin belajar ilmu silat darimu, aku hendak


menemukan ayahku terlebih dahulu
Hmrnai l Saking kekinya Ouw yang Gong mendengus
berat Banyak orang ingin
belajar silat dengan diriku, tapi kutolak semua
permohonan mereka, sedang kau sekarang mendapat
tawaran dariku bahkan telah mengalami bencana besar
yang berubah penghidupanmu, sebaliknya kau tolak
tawaranku untuk belajar silat. Hmmm... Hmmm... rupanya
gelar si manusia aneh dari daratan Tionggoan yang kumiliki
terpaksa harus dihadiahkan kepadamu"
Maksud cayhe bukan begitu, aku ingin menemukan
ayahku lebih dahulu kemudian minta diajari ilmu pedang
Tiam-cong Kiam Hoat
Dengan nada kukuh dan gagah tambah nya :
Aku bersumpah hendak membalas dendam sakit hati
segenap anggota partai Tiam-cong dengan ilmu pedang
Tiam-cong Kiam Hoat
Punya semangat" puji Ouw yang Gong sambil acungkan
jempolnya, tapi dengan alis berkerut segera terusnya. "Tapi
dengan adanya kejadian itu bukankah kesanggupanku
untuk mengabulkan tiga buah keinginanmu tak bisa
dijadikan kenyataan untuk selama nya? tidak... tidak bisa!
kau harus belajar ilmu silat dariku.
Ia harus ulapkan tangannya mencegah Pek In Hoei
berbicara, lalu terusnya :
Bocah cilik! sekalipun kau belajar ilmu silat dengan aku
siasep tua, namun kau tak usah panggil aku dengan sebutan
suhu. sebab aku mengajari ilmu silat kepadamu hanyalah
untuk menenteramkan hatiku belaka, kalau kau tidak

menyanggupi penawaranku ini mungkin untuk makanan


aku merasa tidak enak
Uler asep tua kau tak usah berbuat begitu!
bagaimanapun juga aku tidak nanti di belajar ilmu silatmu
Tetapi kau boleh nenghantar aku pergi kepuncak gunung
Cing sia, anggap saja inilah permintaanku yang pertama".
Mendengar perkataan itu Ouw yang Gong di sangat
mendongkol, dia mencak mencak dan berteriak keras :
Baik! malam ini juga akan kuhantar kau kepuncak
gunung Cing Shia, akupun tak mau tahu apa sebabnya kau
hendak ke..... begitu cukup bukan?"
Aku
Tak usah banyak bicara lagi" tukas Ouw yang Gong
goyang tangannya. "Cepat kenakan baju tameng mustika itu
didalam jubahmu kita segera lanjutkan perjalanan".
Tanpa banyak bicara lagi ia lantas berjalan I keluar dari
balik tebing curam.
Pek ln Hoei tak berani banyak bicara, ia kenakan baju
tameng mustika tadi dan ikut menyusul dibelekang siorang
tua itu.
Sang surya telah lenyap dibalik gunung, kegelapan
malam mulai mencekam seluruh jagad bintang bintang
bertaburan diangkasa memancarkan cahayanya yang redup.
Ditengah kegelapan malam, Ouw yang Gong tarik
tangan sianak muda itu loncat turun ke bawah gunung dan
dalam sekejap mata telah lenyap dibalik hutan yang lebat
Sehari lewat dengan cepatnya, kini senja menjelang
kembali, sinar mata hari yang sudah condong kebarat
memancarkan sisa cahayanya menerangi gunung Cing-shia
yang sunyi.

(Oo-dwkz-oO)
3
OOOOOO senja yang sangat Indah puji Pek In Hoei
sambil menghela napas panjang
Ouw yang Gong menggeleng.
"Orang bilang gunung Go-bie adalah puncak vang
Iembut, sedang gunung Cing Shia adalah puncak yang
indah, ucapan ini sedikitpun tidak salah setelah penuhi
semua permintaanmu, seorang diri akan kujelajahi seluruh
tempat yang indah dikolong langit, aku tak sudi
mencampuri persoalan dunia persilatan lag !".
Aaaaaasaai
kau bisa melepaskan diri dari
keramaian dunia kangouw, tapi sebaliknya aku, sejak kini
aku sudah terjerumus ke kancah dunia persilatan, sejak kini
aku ikut terombang ambing diantara perbuatan bunuh
membunuh yang memuakkan
Ouw yang Gong melirik sekejap kearah Pek Ia Hoei,
tampaklah dari sinar mata si anak muda itu memancar
keluar cahaya tajam yang menggidikan bati setiap orang,
begitu keren dan berwibawa cahaya matanya sehingga ia
jadi tertegun dan berdiri melongo.
Suatu ingatan berkelebat daiam benaknya ia teringat
kembali akan ucapan yang pernah diutarakan Ko In
Nikouw, tanpa sadar ia perhatikan bekas merah darah
diatas jidat Pek In Hoei tajam-tajam.
Mendadak matanya terasa jadi kabur, ia merasa seolah
olah bekas merah darah yang ada dijidat pemuda itu kian
lama berkembang kian meluas, segera gumamnya:

Aaaaaah......... tidak salah dalam dunia persilatan bakal


dilanda kembali oleh badai pembunuhan yang luar biasa,
banjir darah akan mengenangi seluruh jagat dan mayat
bergelimpangan dimana mana
Dengan perlahan Pek In Hoei melirik sekejap kearah
orang tua itu, menyaksikan cahaya matanya diliputi rasa
ngeri dan ketakutan, dengan perasaan tercengang segera
tegurnya:
Kenapa kau ?"
Aaah, tidak mengapa !" buru buru Ouw yang Gong
menenteramkan hatinya, ia alihkan sinar mata yang sayu
keatas puncak nun jauh disana, sambungnya:
Ayoh cepat naik keatas gunung, hari sudah mulai gelap
Sambil mengempit tubuh Pek In Hoei ia lari menaiki
undak undakan batu dan berkelebat menuju keatas puncak.
Baru beberapa puluh tombak mereka berjalan tiba tiba
sinar mata kedua orang itu terbentur dengan noda darah
yang berceceran diatas undak undakan batu, bau amis
darah tercium amat menusuk hidung, tanpa sadar Ouwyang Gong berseru tertahan:
"Aaaaaah ! Mungkin disini ada orang" Beberapa sosok
mayat tampak bergelimpangan dipinggir jalan, sepintas
pandang terlihatlah bahwa mayat mayat itu roboh karena
bacokan pedang yang tajam, bahkan letak luka dari mayat
mayat itupun tak ada bedanya, yaitu bagian dada terbacok
dalam dalam sehingga menembusi tulang iga
Alisnya langsung berkerut serunya: "Suatu ilmu pedang
yang sangat lihai, pembunuhan yang rapi dan sempurna,
hanya seorang jago pedang kelas utama saja yang sanggup
mencabut jiwa seseorang dalam sekali bacokan"

Mungkinkah orang orang itu mati ditangan ayahku"


suatu ingatan berkelebat dalam benak Pek In Hoei, segera
serunya:
"Aku ingat segenap serangan yang menggunakan jurus
sang surya kehilangan cahayanya letak lukanya pasti ada
diatas dada!"
"Oooow! Kalau begitu ayahmu pasti sudah diserang
orang banyak, ayoh lekas berangkat, kita segera naik keatas
gunung!"
Laksana kilat ia loncat naik keatas, tampak pada undak
undakan batu sebelah atas menggeletak mayat yang jauh
lebih banyak sekilas pandang semua mayat itu menggeletak
mati karena iganya tertusuk, jelas semua itu hasil perbuatan
satu orang. Dalam hati dia lantas berpikir:
"Sejak kapan partai Tiam-cong muncul seorang jago
pedang yang begini Ubinnya bukan saja cara menyerangnya
sangat istimewa bahkan lihaynya luar biasa, tapi apa
sebabnya dia dikerubuti oleh orang yang begitu banyak
musuh? Mungkin orang itu ada sangkut pautnya dengan si
Pedang sakti dari Tiam-cong yang lenyap pada beberapa
puluh tahun berselang"
la teringat kembali kepada si pedang sakti dari Tiamcong yang berangkat ke gunung Cing-shia pada beberapa
tahun berselang untuk menghadiri suatu penemuan besar
ciangbunjien delapan partai besar, akhirnya mereka semua
lenyap tak berbekas.
Selama puluhan tahun peristiwa ini telah menjadi suatu
peristiwa Bulim yang tiada akhirnya, anak murid partai
partai besar yang kehilangan ketuanya sama sama
mengutus orang untuk menemukan jejak ketua mereka,
namun hasil mereka tetap nihil.

Akhirnya setelah lewat empat puluh tahun lamanya,


karena latar belakang peristiwa ini tak berhasil juga
diungkap maka orangpun mulai melupakannya.
Dalam pada itu meski dalam hati Ouw yang Gong coba
menghubung hubungkan peristiwa yang disaksikannya
dengan mata kepala sendiri saat itu dengan kejadian
puluhan tahun berselang, namun gerakan tubuhnya sama
sekali tidak berhenti, malahan ia semakin mempercepat
gerakannya menuju keatas puncak. Rupanya dia ada
maksud membuktikan jalan pikirannya dia ingin
menyaksikan sandiri sampai dimanakah rahasia yang
menyelimuti ilmu pedang penghancur sang surya dari partai
Tiam-cong.
Sebaliknya Pek In Hoei sendiri jauh lsbih gelisah hatinya
setelah tercium bau amis darah yang menusuk hidung serta
mayat mayat orang Bu-lim yang bergelimpang an distsi
jalan, ia ingin cepat cepat tiba di atas puncak untuk melihat
nasib ayahnya.
Sepanjang
perjalanan
tumpukan
mayat
yang
bergelimpangan disisi jalan makin lama semakin banyak,
potongan baju yang dikenakan mayat2 itu pun makin
campur aduk, bahkan diantara mereka terdapat pula kaum
hweeshio serta toosu.
Darah manusia berceceran dimana mana diatas undakan
batu diatas rumput dibawab lembah maupun d atas teoing
... . merah nya darah membuat rumput yang hijau beruban
warna suasana amat mengerikan sekali.
Kian keatas mayat yang mereka jumpai makin banyak,
dengan sinar mata Ouw-yang Gong yang tajam. Ia dapat
saksikan bahwa sebab kenapa orang orang ini tidak terbatas
pada bagian dada saja, banyak di antaranya terluka pada
bagian lain, lagipula kacau dan tidak menentu. Jelas orang

yang menggunakan pedang itu sudah terluka parah


sehingga seranganya makin ngawur.
Diam diam makinya didalam hati:
"Nenek maknya.. keturunan monyet semua! Masa tiga
puluh orang banyaknya mengerubuti satu orang, bahkan
menyediakan pula jebakan jebakan yang begitu banyak.
Hmmm ! Rupanya bajingan bajingan itu berasal dari
berbagai partai besar atau mungkin peristiwa besar yaivg
pernah terjadi puluhan tahun berselang telah terulang
kembali
Ia mengempas tenaga lalu loncai naik keatas dahan
pohon, meminjam daya pental ranting tadi badannya
melesat enam tombak kemuka.
Batu cadas dilaluinya dengan cepat, angin gunung
berhembus kencang, dalam sekejap mata Ouw yang Gong
sudah melewati sebuah tanah rerumputan yang luasnya tiga
tombak dan berdiri diatas sebuah batu adas, dari situ ia
dapat menangkap suara beradunya senjata tajam . . .
(Oo-dwkz-oO)
JILID 5
DENGAN CEPAT sinar matanya dipasang tajam tajam,
nun jauh depan sana, dialas sebidang tanah datar melihat
tiga sosok bayangan manusia sedang adu tenaga dalam
dengan serunya. Ouw-yang Gong ingin loncat kearah situ
tapi sacara tiba tiba terdengar jeritan ngeri yang
menyayatkan hati berkumandang diangkasa, ketiga sosok
bayangan manusia itu segera saling berpisah.

Satu diantara ketiga orang itu terdengar menjerit keras


lalu berteriak :
Hoei-jie, aku tak dapat berjumpa lagi dengan dirimu,
kau harus balaskan dendam sakit hati ini !"
Orang itu meraung keras, sebilah pedang panjang dengan
berubah jali sekilas cahaya tajam segera meluncur kearah
dinding tebing dihadapan mukanya.
Dua sosok ba>angan manusia yang ada disisinya
mendadak bergabung jadi satu dan tertawa seram.
".Pek Tian Hong akhirnya kau modar jugal"
Aduh cetaki !" seru Ouw ycng Gong didaiam hati.
Rupanya kedatanganku terlambat satu langkah" Segera ia
turunkan Pek Ia Hoei keatas tanah. Huncweenya
digetarkan, sambil membentak keras badannya meluncur
kedepan.
Dua sosok bayangan manusia tadi kelihatan rada
tertegun tatkala menjumpai ada orang lalu berkelebat maju
kearah barat. Dua orang itu segera memencarkan diri dan
lenyap di balik kegelapan.
Pek In Hoei menjerit keras, tanpa memperdulikan
keadaan disekelilingnya lagi ia lari kedepan, sementara air
mata jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Raga manusia yang tertinggal tadi masih berdiri tenang
ditempat semula, sedikitpun tidak berkutik, menanti Pek In
Hoei menghampirinya, perlahan lahan roboh di atas tanah
tak jauh Pek In Hoei sudah dapat mengenali bahwasanya
bayangan manusia itu bukan lain adalah ayahnya yang
tercinta sipedang Penghancur sang surya Pek Tian Hong,
ketika itu seluruh badannya bermandikan darah segar,
mulut luka bekas bacokan senjata tersebar dimana mana,

bajunya compang camping tidak keruan dia mati dengan


mata tidak meram
Menjumpai ayahnya mati dalam keadaan mengenaskan
Pek In Hoei tak dapat menahan diri lagi, ia menjerit keras
dan menangis tersedu sedu
Ayah

! Ooooh . . . . !"

Air mata bagaikan bendungan yang jebol mengalir keluar


dengan derasnya membasahi seluruh wajah.
Rembulan telah muncul diatas awan, bintang bertaburan
dimana mana menambah semaraknya suasana dimalam
yang sunyi, angin gunung berhembus sepoi sepoi
menerbangkan rangkai daun serta rerumputan.
Pek In Hoei masih berlutut dihadapan jenasah ayahnya
ia tidak bergerak maupun berkutik, seakan akan dia sudah
melupakan segala sesuatu yang ada didaiam jagad ia tak
mau tahu lagi dengan kejadian kejadian disekeliling
tubuhnya.
Bibirnya terkancing amat rapat, air muka nya berubah
jadi keren dan serius.
Lama .... lama sekali .... akhirnya bibir yang terkancing
rapat mulai bergetar ia mulai berbicara ... ia bergumam
seorang diri :
"Aku harus membalas dendam sakit hati. Aku harus
membasmi orang orang jahanam itu . tapi ... tapi..... aku
tidak tega membunuh orang
Suaranya serak tapi dingin sedih seolah olah baru datang
dari kutup yang dingin dan kaku membuat samudra
disekeliling sana seakan akan ikut membeku.
Sekujur badannya bergetar keras, hampir saja ia tidak
percaya kalau suara itu berasal dari mulutnya, tapi tatkala

teringat olehnya bahwa disini hanya dia seorang diri maka


mau tak mau dia harus percaya juga
Aaaaaai........... ! Sianak muda itu menghela napas
panjang, sinar matanya yaog sayu perlahan-lahan dialihkan
ke tubuh Pek Tian Hong yang telah berubah jadi mayat.
Sekali lagi ia memperhatikan ayahnya yang mau dengan
mata tidak meram, memperhatikan sekujur badan ayahnya
yang penuh dentan mulut luka . . .
Tanpa terasa ia bergumam kembali dengan nada lirih.
Dia adalah ayahku, ayahku yang selalu sayang kepadaku,
memanjakan aku tapi selalu memberi pelajaran dan
peringatan keras kepadaku. Dia suruh aku balajar silat luk
melindungi diri sendiri, tapi dia sendiri ... akhirnya mati
dikerubuti
Aaaaai .... siapa yang belajar silat ia akhirnya mati juga
diujing golok..."
Rasa sedih berkelebat dalam benaknya, perubahan yang
menimpa dirinya telah merubah sianak muda ini jadi
bertambah murung
"Barang siapa belajar silat pada akhirnya ia mati juga
diujung senjata" pikiran tersebut beberapa kali berkelebat
dalam benaknya dengan rasa sedih la berpikir lebih
"Selama hidup aku paling benci belajar silat, aku tidak
ingin menyaksikan peristiwa saling bunuh membunuh yang
mengerikan tapi selama dua hari aku harus bergelimpangan
terus diantara bau amisnya darah segenap anggota partai
Tiam-cong dibasmi sampai mati ."
Ia gigit bibir dan meneruskan berpikir: "Dendam
berdarah partai Tiam cong harus dituntut balas, dan kini
ayahku sudah mati, semua tanggung jawab dan tugas berat
ini terjatuh keatas pundakku, aku harus menuntutnya satu

demi satu, maka aku tak bisa menghindarkan diri lagi dari
tugas pembunuhan ini"
Wataknya yang halus, ramah, welas kasih dan budiman
saling berbentrokan dengan sakit hati yang berkobar kobar,
hal ini mem buat hatinya terasa amat tersiksa, seakan akan
dua bilah pisau belati yang menusuk hatinya.
Sejenak kemudian ia mulai menjerit keras teriaknya :
"Akan kubunuh semua orang orang
memoleskan darah segar mereka diatas tanah."

itu,

akan

Sepasang tangannya dikepal kencang kencang, air mata


bercucuran bagaikan hujan gerimis, membasahi peluruh
pipinya. Dia mendongak memandang rembulan yang
tergantung jauh diawan, serunya dengsn rasa amat sedih:
"Aku bersumpah akan mempelajari ilmu silat yang
paling jempolan dikolong langit lu harus menjadi jagoan
yang paling lihai didalam jagat, kemudian akan kubunuh
semua orang yang belajar silat.......". "Akan kubinasakan
mereka semua dibawah pedangku ...."
Dari balik air mata yang mengembang dimatanya
terpancar keluar sorot mata yang kukuh dan keras hati,
membuat sianak muda ini kelihatan sangat menyeramkan.
Angin malam berhembus lewat disisinya tubuhnya,
mengibarkan rambutnya yang kusut dan awut-awutan,
perlahan-lahan dia angkat tangan kanannya membesut air
mata yang menggenangi pipinya, kemudian berjongkok
untuk membopong mayat ayahnya. Setelah itu bangun
berdiri dan berjalan turun gunung.
Setelah melewati tanah rerumputan setinggi pinggang, ia
berjalan masuk kedalam sebuah hutan.

Malam semakin larut, narnun pemuda itu berjalan


berjalan terus tidak berhentinya, gemerciknya daun kering
terpijak kaki kedengaran begitu nyaring ditengah kesunyian
yang mencekam.
Tiba tiba ia berhenti dan berdiri tertegun ditengah
kesunyian telinganya secara lapat lapat menangkap
tetabuhan suara khiem yang merdu merayu.
Begitu merdu suara itu sampai ia terpesona, kepedihan
yang telah terpendam dalam hatipun kini terungkap
kembali dia merasa kesedihan yang sedang dirasakan
seirama dengan suara khiem tersebut ...
Lama sekaii Pek In Hoei berdiri termangu-mangu disini,
entah sejak kapan dua baris air mata membasahi pipinya,
tanpa sadar kakinya bergerak menuju kearah mana
berasalnya suara khiem itu, sebab dia ingin tahu siapakah
yang sudah memainkan irama lagu yang begitu sedih
sehingga membangkitkan kedukaan orang
Makin jauh berjalan makin jauh ia meninggalkan hutan,
suara khiem tadipun kedengaran makin dekat, kini ia sudah
memutari sebuah tebing curam yang menjulang keangkasa
dan tiba di depan sebuah gua batu berbentuk aneh
Mendadak ia berhenti, dengan sinar mata ragu ragu
ditatapnya sebuah batu besar disebelah kiri.
Batu itu datar lagi licin bagaikan sebuah cermin, diatas
batu tadi duduk seorang perempuan berambut panjang yang
memakai baju serba hitam. Dibawah sorotan sinar
rembulan tampak gadis itu seakan akan duduk ditengah
kabut, potongan badannya yang ramping dan menggiurkan
menandakan bahwa dia adalah seorang dara yang cantik
jelita.

Dihadapan gadis itu terletak sebuah khiem, angin malam


berhembus lewat menggoyangkan jubahnya yang hitam
menambah kecantikan serta keagungan orang itu.
Dengan termangu mangu Pek In Hoei awasi jubah hitam
sang gadis yang berkibar tiada hentinya, tanpa terasa ia
bergumam seorang diri:
Gadis berbaju hitam duduk dibawah cahaya rembulan
yang cerah, kesedihan yang mencekam serta irama khicm
yang lembut merupakan suatu perpaduan yang sangat serasi
Tiba2 gadis berbaju hitam itu angkat kelima jarinya
membentuk gerakan setengah lingkaran diudara kemudian
menghentikan permainan khiem nya ia tertunduk dan
menghela napas panjang.
Berat sekali helaan napas itu seolah olah nembentur hati
Pek In Hoei yang mana segera ikut menghela napas tanpa
sadar.
Setelah msnghela napas tadi, gadis ua mulai menangis
terisak, bahunya goncarg keras, rambutnya yang panjang
bergetar dan mengombak, hal ini mempertandakan bahwa
ia menangis sejadi jadinya karena sesuatu yang amat
menyedihkan hatinya.
Persoalan sedih apakah yang menimpa gadis itu?
Kenapa ia menangis tcrsedu-sedu begitu dukanya?" pikir
Pek In Hoei didala, hati. "Apakah dikolong langit yang luas
ini benar benar tiada sedikit kegembiraanpun? Benarkah
segala penjuru dunia hanya ada kepedihan serta kedukaan
belaka?"
Belum habis ia termenung, mendadak hatinya
dikagetkan kembali oleh suara suitan yang amat nyaring.

Dia cepat cepat angkat kepala, begitu . gadis berbaju


hitam yang sedang menangis terisak itu, kapalanya
didongakkan keatas dan memandang kearah Barat-laut.
Mengikuti arah sorotan mata gadis tadi, Tampak sesosok
bayangan manusia berwarna abu abu laksana sambaran
kilat berkelebat datang.
Dikala sianak muda itu masih terperanjat dan berdiri
melengak, bayangan manusia tadi akan2 sehelai daun
kering tahu tahu sudah layang turun dihadapan perempuan
itu.
Hmmmm! gadis berbaju hitam itu segera mendengus
dingin "Apa maksudmu datang kemari?
Orang yang barusan datang tadi adalah seorang pemuda
berpakaian ringkas warna abu dengan sebilah pedang
tersoreng diatas punggungnya. Mendengar teguran tadi, ia
segera menjura dan menjawab :
Keponakan murid Pay Boen Hay mendapat perintah dari
suhu untuk datang kemari mengundang sukouw
Tutup mulut" hardik gadis berbaju hitam itu dengan
suara keras, ia lantas duduk dan melanjutkan :
Suhumukah yang suruh kau mengucapkan kata kata
semacam itu. Hmmm. Perguruan Seng Sut Hay kami tidak
terdapat murid macam kau ! ayoh cepat berlutut
Pay Boen Hay tertegun, segera bantahnya :
Suhu dia orang tua segera akan.........
Berlutut" tukas gadis berbaju hitam itu.
Pay Coen Hay kelihatan ragu ragu. namun akhinya ia
jatuhkan diri berlutut
Gadis beibaju hitam itu segera mendengus.

Hmmmm! pantangan pertama dari perguruan kita adalah


dilarang bersikap kurang hormat terhadap angkatan yang
lebih tua, apa berani melanggar dia harus dihukum mati.
Kau anggap setelah mempelajari ilmu ilat perguruan lantas
boleh malang melintang dengan sombong dan jumawa?
"Keponakan murid tidak berani" sahut Pay Boen Hay
dengan serius, keangkuhannya ketika lenyap tak berbekas.
"Ehmm..! pergilah kau dari sini". "Sukouw, suhu dia
orang tua sudah datang perkampungan Thay Bie san cung
harap sukouw
Aku mengerti, kau boleh segera pergi dari sini!"
Perlahan lahan Pay Boen Hay bangun berdiri kemudian
sekali lagi memberi hormat dengan penuh sungguh
sungguh, tapi tatkala dia putar badan sinar matanya segera
terbentur dengan tubuh Pek In Hoei yang sedang berdiri
kurang lebih tiga tombak dari situ.
Pek In Hoei sendiri pun merasa kaget sewaktu
berbenturan dengan sinar mata orang itu ia rasakan betapa
tajam dan bengisnya Orang tadi sebelumnya ia sempat
bertindak sesuatu terasa angin tajam berhembus lewat tahu
tahu orang she-pay tadi satu sudah berdiri dihadapannya.
"Siapa kau?" hardik orang itu dengan suara dingin,
tatkala sinar matanya terbentur dengan mayat yang ada di
tangan Pek In Hoei ia kelihatan kaget bercampur
tercengang.
Pek In Hoei bungkam dalam seribu bahasa, ia merasa
pemuda ini bukan saja ganteng dan gagah perkasa, sayang
bibirnya terlalu tebal dan senyumannya terlalu menghina,
hal membuat dia sungkan untuk berhubungan denganl
orang tadi.

Melihat Pek In Hoei tidak menjawab Pay Boen Hay


mendengus dingin lalu maju selangkah kedepan, tangannya
bergetar kencang, pedang berkelebat lewat membentuk
kuntum bunga pedang, ujung pedangnya menyambar robek
baju yang dikenakan sianak muda itu.
Sungguh dahsyat serangan orang ini, hawa pedang yang
tajam merasa menyayat badan membuat Pek In Hoei tidak
tahan dan mundur selangkah kebelakang. Pay Boen Hay
putar pedangnya masukkan kembali senjata itu kedalam
sarung lalu jengeknya sinis :
"Hmmmm kiranya kau adalah manusia bisu"
Sewaktu menyaksikan dari balik pakaian Pek In Hoei
yang robek tersambar pedang sama sekali tidak
mengucurkan darah, kembali orang itu berseru tertahan.
Ia tercengang sebab tadi ia merasa bahwa ujung
pedangnya sudah menembusi badan lawan sedalam dua
coen lebih, namun pihak lawan sama sekali tidak
mengeluarkan suara sebaliknya hanya mundur sambil
membuka sedikit mulutnya, dia lantas mengira Pek In Hoei
adalah bisu.
Tapi kini setelah menemukan pemuda itu tidak terluka,
air mukanya kontan beiubah hebat
"Siapa kau?" segera bentaknya.
"Pek In Hoei!" sahut pemuda itu hambar mendadak
suatu ingatan aneh berkelebat dalam benaknya, segera
serunya dengan nada berat:
"Pek In Hoei dari partai Tiam-cong"
Pek In Hoei dari partai Tiam-cong? diantara partai Tiamcong masih ada orang??".

Partai Tiam-cong tidak akan musnah dari muka bumi


untuk selamanya partai Tiam-cong selalu ada orang"
Sepasang biji mata Psy Boen Hay berputar, seraya
memandang mayat yang ada ditangan anakk muda itu
tegurnya:
"Siapakah mayat yang ada ditanganmu"
Tatkala menjumpai begitu banyak mulut luka yang
membekas diatas tubuh Pek Tian Hong serta kematiannya
yang mengerikan, terasa ia kerutkan sepasang alisnya, Pek
In Hoei dapat melihat semua perubahan orang itu dengan
cepat, ia melirik sekejap kearahnya dengan pandangan
benci, mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
"Keparat cilik aku dengar dari partai Tiam-cong terdapat
seorang jago yang disebut orang si pedang sakti penghancur
sang surya Pek Tian Hong..." ia maju kemuka. "Apakah
mayat yang ada ditarganmu adalah mayatnya?"
Sekujur badan Pek In Hoei gemetar keras tiba tiba ia
teringat kembali akan perkataan ayahnya yang mengatakan
ia diundang sigolok perontok rembulan Ke Hong serta si
Bintang kejora menuding langit Boen Thian Bong untuk
menaiki gunung Cing Shia.
Teringat pula akan ucapan Pay Boen Hay yang
mengungkap soal perkampungan Tay Bie san-cung, tanpa
terasa segara tanya nya :
Perkampungan Thay Bie San cung yang maksudkan tadi,
apakah tempat tinggal sigolok perontok rembulan Ke
Hong?"
Dengan sinar mata bengis dan sinis Pay Boen Hay
memandang wajah Pek In Hoei, jengeknya berat :

"Sungguh tak nyana sipedang sakti penghancur sang


surya telah menemui kematiannya dengan begitu
mengenaskan sampai sampai mayatnya tak ada tempat
untuk mengubur!"
"Tutup mulutmu aku mau bertanya kepadamu, apakah
Ke Hong pada hari ini anak gunung bersama-sama kau?"
Bajingan cilik yang tak tabu tingginya langit tebalnya
bumi, Ke suheng sedang murung karena takut tak bisa
membasmi rumput sampai seakan akarnya, aku lihai
terpaksa cayhe harus mewakili dirinya untuk turun tangan
melenyapkan dirimu !"
"Oooooouw..... jadi ini hari merekalah yang sudah
menyusun rencana husuk untuk mancelakai ayahku disini!"
raung Pek In Hoei dengan amarah yang berkobarz.
Dengan pandangan dingin Pay Boen Hiy melirik sekejap
Pek In Hoei.
"Bocah keparat, tak ada gunanya kau mengetahui
kejadian itu terlalu banyak, sebab kau bakal modar diujung
pedangku"
Sambil tarik napas dalam dalam pedangnya dicabut
keluar dari dalam sarung, diikuti cahaya tajam meluncur
kedepan laksana sambaran kilat, tahu tahu ia tusuk
tenggorokan Pek In Hoei.
Dalam pada itu pemuda she Pek tadi sedang bersiap siap
menanyakan kejadian yang telahh menimpa ayahnya,
mendadak pandangan matanya jadi kabur, cahaya pedang
lawan telah menyambar tiba dengan hebatnya.
Tidak sempat melihat jelas datangnya, ancaman, dengan
tergopoh gopoh pemuda itu menggerakkan badannya
kesamping dengan maksud menghindari cahaya pedang
yang menyorotinya.

Pay Boen Hay yang melibat pihak lawan buang


badannya kesamping sehingga bagian iga sebelah kanannya
terbuka sebuah lubang kelemahan tak mau membuang
kesempatan ini dengan sia sia. pergelangan secara ditekan
bawah, ujung pedang berkilat membentuk sebuah jaiur yang
sangat indah menusuk jalan darah Suo-sim-hiat ditubuh
lawan.
"Bieeeeet..... diiringi suara robekan baju, ujung pedang
itu dengan telak menusuk kedada Pek In Hoei.
Pemuda she-Pek itu mendengus dingin, ia merasakan
dadanya amat sakit sehingga badannya terdorong satu
langkah kebelakang oleh tenaga dorongan lawan.
"Aaaaaaa......I" Pay Boen Hay berseru kaget, dalam
sangkaannya pihak musuh pasti akan mati terkapar keatas
tanah setelah termakan tusukan kilat itu, siapa sangka Pek
In Hoei hanya mundur selangkah kebelakang tanpa
menunjukkan perubahan apapun jua.
Dengan hati terperanjat, pedangnya kembali didorong
kemuka dengan gerakan kota genting terlanda salju, ujung
pedang dengan berubah jadi serentetan cahaya tajam
langsung menusuk kembali dada musuh.
Breeeeet....... sekali lagi baju Pek In Hoei robek
tersambar senjata musuh dan bef kibaran tertiup angin.
Dengan adanya serangan terakhir, badannya tak kuasa
menahan diri lagi, ia jatuh terjengkang keatas tanah dan
mayat Pek Tian Hong yang berada dalam pelukanyapun
ikut terlempar jatuh.
Sinar mata Pay Boen Hay berkilat tiba2 ia mendongak
dan tertawa terbahak-bahak:
Haaah...haaah...haaaah... semula ake mengira kau telah
berhasil melatih ilmu weduk yang tidak mempan terhadap

bacokan senjata, sehingga hawa pedang serta tusukanku


tidak berhasil membinasakan dirimu, kiranya kau telah
memakai tameng mustika. balik bajumu
Air mukanya kontan berubah hebat, pedangnya diayun
kembali siap membabat batok kepala sianak muda itu
Mendadak.
"Criiiing.. criiing... dua sentilan irama khiem menggema
diangkasa, sentilan khiem itu nyaring bagaikan pukulan
martil yang mengena dalam lubuk hatinya, seketika itu juga
seluruh tubuh Pay Boen Hay gemetar keras, jantungnya
berdebar dan peredaran darah dalam nadinya bergolak,
hampir hampir saja ia muntahkan darah segar.
Bukan begitu saja, bahkan pedangnya yang telah
dipersiapkan untuk melancarkan babatan ikut bergetar dan
akhirnya rontok ketanah.
Air mukanya segera berubah hebat, dengan cepat ia
angkat kepala. Tampaklah bibi gurunya Kioe Thian Jien
Sian atan sidewi Khiem bertangan sembilan Kim In Eng
telah mempersiapkan kembali kelima jari tangan kanannya.
"Kau masib coba ingin turun tangan?" tegur gadis itu
sambil menoleh.
Pay Boon Hay tarik napas dalam dalam.
Toa suheng mendapat perintah dari suhu untuk
membinasakan sipedang penghancur surya Pek Tian Hong,
sedang keparat ini adalah putra dari Pek Tian Hong!".
"Perduli siapakah dia,
membinasakgn dirinya lagi",

kau

sudah

tak

dapat

"Kenapa?".
Kalau kau adalah anak murid yang berasal dari
perguruan Seng Sut Hay dalam tiga buah tusukan jika tak

bisa mencabut nyawanya terutama sekali terhadap


seieorang yang sama sekali tidak mengerti ilmu silat apakah
kau tidak merasa malu"
Dengan hati mendongkol Pay Boen Haj menyimpan
kembali pedangnya kedalam sarung, lalu ujarnya kepada
diri Pek In Hoei.
"Bajingan c.lik! hitung hitung anggap saja nasibmu masih
mujur, malam ini kuampuni selembar jiwa anjingmu.
Hmmm apabila lain kali kau sampai berjumpa lagi dengan
diriku, aku pasti akan mencabut jiwa anjingmul"
"Kalau kau punya nyali, ayoh laporkan namamu!"
Teriah Pek ln Hoei pula dengan penuh kebencian, hawa
nalsu membunuh mulai menyelimuti seluruh wajahnya.
"Apabila dikemudian hari aku berjumpa pula dengan
dirimu, aku tidak akan lupa untuk menghadiahkan pula
beberapa bacokan keatas tubuhmu".
"Haaaah...... haaaah.......... . Haaah.........".
Setan cilik, dengarkan baik baik. Sam-ya adalah
sipemuda ganteng berpedang sakti Pay Boen Hay"
Pek In Hoei mendengus dingin, tiba-tiba merah darah
yang ada diaias jidatnya memancarkan cahaya darah yang
tajam dan gerikan sekali.
Gelak tertawanya kontan sirap, dengan pandangan
terbelalak dan penuh rasa takut ia awasi bekas merah darah
diatas jidatnya.
Hendak . . . suara tetabuhan irama khiem berbunyi
kembali, begitu tajam suara itu sampai serasa menusuk
kedalam tulang sum sum
"Kau masih belum pergi juga dari sini" hardik Kim In
Fng dengan penuh kegusaran. Kau masih punya muka

untuk tetap beradadisini? perguruan Seng Sut Hay tidak


terdapat anak murid yang tidak tahu malu macam kau"
Pay Boen Hay jadi jeri, dengan sikap menghormat buruburu ia menjura.
"Terima kasih atas nasebat serta petunjuk dari Sukouw !"
"Hmmm ! kau merasa tidsk puas?"
"Sutit tidak berani !"
Kim In Eng mendengus dingin, jari tangannya menyentil
diatas khiem dan berkumandanglah serentetan suara yang
tajam dan nyaring
"Aaaaah !...." Pay Boen Hay menjerit kesakitan urat
nadinya tergetar keras seakan-akan tertumbuk oleh irama
khiem yaug tak berwujud tidak ampun lagi muntah darah
segar.
"Sungguh tak kunyana ilmu permainan yang sukouw
miliki telah mencapai yang begitu tinggi" Serunya
kemudian berhasil menenangkan golakan darah dadanya.
"Sutit merasa sangat beruntung bisa memperoleh pelajaran
darimu!"
"Hmmm! jadi kau anggap aku sudah membela orang lain
dan memusuhi anggota perguruan sendiri?"
"Tentang soal ini aku rasa dalam hatimu sudah merasa
jelas sekali, tak usah diungkap lagi !"
"Haah... haaaah.... haaah....." menadak Kim In Eng
tertawa seram." pun aku sudah membantu pihak partai
Tiam-cong, suhumu bisa berbuat apa terhadap diriku?"
Ia tarik kembali gelak tertawanya yang sedap didengar
itu, dan terusnya :

"Dua puluh tahun berselang, karena persoalan sipedang


sakti dari gunung Tiam-cong Cia Ceng Gak dia sudah tidak
memperdu!ikan lagi hubungan persaudaraan diantara kita,
apakah sekarang aku tidak boleh. melindungi anak murid
partai Tiam-cong?" Kembali ia merandek, setelah tukar
napas. terusnya dengan nada dingin :
"Keponakan muridnya telah kalian celak, sampai mati,
cucu muridnya sudah sepantasnya kalau kulindungi
keselamatannya, katakan saja kepada suhumu, barang siapa
yang berani mengganggu Pek In Hoei, dia harus mencari
aku lebih dahulu"
Pay Boen Hay tidak berani membangkan. Ia memberi
hormat kemudian dengan mulut membungkam berlalu dari
situ. Dengan termangu-mangu Pek In Hoei awasi bayangan
punggung Pay Boen Hay yang lenyap dibalik kegelapan, ia
lantas memberi hormat dan berkata
"Cianpwee, terima kasih atas budi pertolonganmu
kepada diri boanpwee! budi ini takkan kulupakan untuk
selamanya!" Dewi Khiem bertangan sembilan Kim In Eng
bungkam dalam seribu bahasa, ia tak menjawab maupun
berpaling, dengan pandangan dan sayu berdiri diatas tebing
sambil awasi rembulan nun jauh diawang2. Lama sekali
baru kedengaran ia menghela napas panjang dan bergumam
seorang diri:
"Aiiiiiii Cia-lang, dapatkah kau mendengar jeritanku?
dapatkah kau baca pikiran serta kepedihan hatiku? nafanya
sedih dan penuh kepiluan membuat Pek in Hoei tidak tega
untuk meninggalkan gadis itu seorang diri. dengan bimbang
dan pikiran kosong ia ikut berdiri tertegun disitu, matanya
awasi tubuh Kim In Eng dengan sinar mendelong.

Perlahan-lahan Kim In Eng tundukkan kepalknya, lima


jari mulai menari kembali memainkan tali senar khiem
dalam pangkuannya.
Irama merdu berkumandang keangkasa, lagu yang
dimainkan bernadakan sedih...... seolah-olah ia sedang
menumpahkan segala isi hatinya kedalam irama lagu itu
Lama ......... lama sekali ia mainkan lagu itu, Pek In
Hoei yang ikut mendengarkan lagu tadi tanpa terasa ikut
meogucurkan air mata, ia ikut merasa sedih dan bayangan
ayahnya yang tercintapun ikut muncul dalam benaknya
"Aaaaaaai!" ditenggah helaan napas yang panjang,
permainan khiem berhenti dan suasana pun kembali diliputi
oleh kesunyian.
Pek In Hoei makin tertagun, dalam benaknyaa masih
terbayang kembali irama lagu sedih yang baru saja
dimainkan gadis itu, lama sekali akhirnya ia ikut menghela
napas. "Kau masih belum pergi?" terdengar gadis she Kim
itu menegur. "Cayhe terpengaruh oleh irama khiem
Cianpwee yang begitu merdu menawan hati, sampai sampai
aku lupa keadaan sekelilingku, apabila ada hal-hal yang
kurang harap cianpwee suka memaafkan"
"Aku tidak merapunyai banyak waktu untuk bicara tak
berguna dengan dirimu, ayoh cepat enyah dari sini"
Pek In Hoei melengak, ucapan yang amat kasar itu
kontan menimbulkan perasaan kurang senang didaiam
hatinya, segera ia berpikir :
"Hmmm! berhubung kau saling mengenal dengan supekcouw-ku lagi pula sudah menolong jiwaku maka aku
bersikap sangat menghormat kepadamu. Siapa kira
sekarang kau bersikap becitu sinis kepadaku, dianggapnya
aku lantas merengek-rengek ?"

Sambil tundukkan kepalanya Pek In Hoei melepaskan


jubah luar yang dikenakan-, lalu membungkus jenasah
ayahnya baik-baik dan berlalu dari tempat itu.
Baru saja ia berjalan empat langkah dari sana tiba-tiba
Kim In Eng berteriak kembali!"
In Hoei melengak dan segera putar dengan sorot mata
keheranan diawasinya gadis tadi.
"Apakah kau anak murid partai Tiam-Cong?" tegur Kim
In Eng sambil bangkit, perlahan-lahan ia bereskan
rambutnya yang panjang. "Tentu kau kenal bukan pedang
sakti dari partai Tiam Cong, Cia Ceng Gak?"
"Cio Ceng Cak adalah supek ayahku, telah lenyap sejak
dua puluh tahun."
"Aku mengerti bahkan tahu juga kalau Dia sudah lenyap
tak berbekas. Aaaaa.... diatas gunung Cing Shia Inilah
mereka lenyapkan diri hingga sekarang"
Gadis itu merandek sejenak nenghela napas, lalu
terusnya:
"Kalau didengar dari ucapanmu barusan seolah olah kau
maksudkan bahwa dirimu bukanlah anak murid partai
Tiam-cong?"
"Cayhe sama sekali tidak mengerti akan ilmu silat, tentu
saja tak bisa dianggap sebagai anak murid partai Tiam-cong
sebetulnya, namun"
Dengan sedih ia menghela napas. "Partai Tiam-cong
sudah lenyap dari muka bumi sejak kini nama besarnya
terhapus dala. dunia persilatan"
"Aaaaaah......!" rupanya Kim In Eng merasa amat
terperanjat dengan kabar tadi sehingga dia berseru kaget,
sesudah termenung beberapa saat ujarnya :

"Sedikit ilmu silatpun tidak kau miliki, mana mungkin


kau bisa balaskan dendam sakit hati partai Tiam-cong?"
"Dengan andalkan semangat serta kemauan yang
kumiliki, aku bersumpah akan belajar ilmu silat nomor
Wahid dikolong langit, aku pasti akan membalaskan sakit
hati dari anak murid partai Tiam-Cong"
"Punya semangat....jenasah
pangkuanmu?"

yang

berada

dalam

In Hoei tundukkan kepalanya dengan sedih:


"Ini adalah jenasah ayahku tercinta, menemui ajalnya
ksrena dikerubuti kurang lebih tiga puiuh orang jago
Buliml"
"Aaaaai dendam serta budi yang ditinggalkan generasi
berselang rupanya telah dituntut balas oleh generasi akan
datang, saling dendam mendendam saling bunuh
membunuh entah sampai kapan baru akan berakhir"
"Aku tahu, kesemuanya ini adalah hasil karya dari
sigolok perontok rembulan Ke Hong yang bercokol
diperkampungan Tay Bie San-cung"
Kim In Eng termenung sebentar lalu katanya :
"Kau naiklah kemari, aku ada perkata yang hendak
disempaikan kepadamu"
Pek In Hoei rada sangsi, namun akhirnya sambil
membopong jenasah ayahnya ia bertindak naik keatas
tonjolan batu dati tadi dengan langkah lebar. Baru saja ia
maju dua tombak jauhnya terdengar Kim In Eng
nembentak :
"Hati-hati"
Bersamaan dengan ucapan tadi seutas ikat pinggang
berwarna hitam meluncur datang laksana kilat, kemudian

bagaikan ekor ular membelilit pinggang sianak muda


kencang-kencang.
(Oo-dwkz-oO)
4
DALAM pada itu Pek In Hoes merasakan pinggangnya
mengencang, diikuti sisi telingnnya mendengar deruan
angin kencang, tahu tahu sekujur badannya sudah ditarik
naik keatas batu oleh tarikan ikat pinggang berwarna hitami
tadi.
Begitu tiba diatas batu, sianak muda itu merasa kaget,
dalam hati pikirnya :
"Dia adalah kcnalan dari Supek-couw, nengapa usianya
masih begitu muda?"
Kiranya perempuan yang berdiri dihadapanya saat itu
bukan saja berwajah cantik, bahkan masih muda belia.
Alisnya yang tipis lagi panjang, bibirnya yang kecil
mungil serta hidungnya yang mancung merupakan suatu
perpaduan yang sangat serasi, mencerminkan kecantikan
wajah seorang bidadari.
Dengan termangu-mangu pemuda itu berdiri melongo
disana, untuk beberapa saat lamanya tak sepatah katapun
yang berhasil diutarakan.
Menjumpai keadaan sianak muda itu, Kim In Eng
meraba wajah sendiri dan menghela napas.
"Asaaaai ..... I aku makin bertambah tua"
"Tidak! Cianpwee..... kau masih tampak muda '
Kim In Eng geleng kepala dan menghela oapaj kembali.
"Pada usia lima belas tahun aku telah berjumpa dengan
dirinya, hingga kini dua puluh tiga tahun sudah lewat,

setiap hari tiap malam aku selalu memikirkan dia,


menangisi nasibnya yang jelek dan terjerumus dalam
lembah kedukaan, siapa bilang aku tidak bertambah tua"
"Cianpwee, aku tidak bohong, kau benar-benar masih
kelihatan sangat muda." seru Pek In Hoei dengan wajah
merah padam,
"Ulat sutera akan berhenti mengeluarkan seratnya bila
dia sudah mati, api lilin akan padam setelah sumbunya
habis, aka tetap mempertahankan selembar jiwaku tidak
lebih untuk perlahan2 mengenang kembali ke masa silam!
Aaaaai . . . makin kini hatiku terasa makin pedih....." Ia
melirik sekejap kearah Pek In Hoei katanya :
"Kau duduklah nak"
Pek In Hoei mengiakan dan duduk keatas tanah.
Perlahan-lahan Kim In Eng pun duduk diatas tanah,
dengan tangan kanan ia peluk dan tangan lain menyentil
senarnya? Rentetan irama merdu menggema diangkasa.
la berpaling memandang sianak muda itu, tegurnya :
Apakah kau ingin belajar ilmu silat?" Anak muda itu
mengangguk, aku ingin belajar silat, sebab aku harus
memmbalas dendam sakit hati ini"
"Maukah kau belajar ilmu silat dengan diriku ? Jadi anak
muridku"
"Cianpwee, tolong tanya apakah ilmu silatmu
merupakan ilmu silat yang paling lihay dikolong langit?"
Kim ln Eng tertegun, dengan cepat ia menggeleng.
Dalam kolong langit tidak akan ada ilmu silat yang
paling lihay, siapa berani berkata bahwa ilmu silatnya
nomor satu di dalam jagat?"

Kalau begitu aku tidak ingin belajar silat darimu !"


Aku adalah anak murid dari perguruan Seng Sut Hay,
kepandaian silat partai kami mengutamakan kelunakan,
kelincahan serta bersumber pada tenaga lunak, meskipun
belum bisa disebut sebagai ilmu silat nomor satu dida!am
dunia, tapi jarang sekali ada jago didaratan Tionggoan
yang dapat menandingi, kenapa kau tidak ingin belajar
kepadaku?"
Aku telah tersumpah mempelajari ilmu silat yang paling
lihay dikolong langit kalau tidak maka aku harus belajar
ilmu penghancur sang surya dari partai Tiam-cong
mengutamakan kekerasan, setiap digunakan hawa pedang
menjelimuti rasa, kekuatannya luar biasa " mendadak sinar
matanya redup bisiknya dengan suara lirih:
Ketika untuk pertama kalinya aku berjumpa dengan Cialang, dimana menggunakan ilmu pedang penghancur sang
surya beradu kepandaian dengan toa suhengku Ku Loei,
waktu itu dia berusia tiga puluh dua tahun, bukan saja
ganteng dan gagah iapun berhasil mendapatkan gelar
sebagai sipedang sakti.
Sinar matanya terang kembal ia menyapu sekejap
sekeliling tempat itu lalu terusnya :
Aku dengan cinta kasih yang paling suci dari seorang
gadis mencintai
dirinya,
kelembutanku
akhirnya
memperoleh balasan cinta yang setimpal darinya, setelah ia
berhasil menangkan ilmu pedang Liuw Sah Kiam-hoat dari
perguruan kami, aku lantas diajak berpesiar kemana-mana,
kami berdua melewatkan suatu musim gugur yang amat
panjang. Waktu itu merupakan musim gugur yang tak
terlupakan selama hidupku, kami sama-sama menghitung
daun kering yang gugur, bersama-sama menangkap

kunang2, waktu malam membicarakan impian indah


dimasa mendatang.
Wajahnya bersemu merah, dengan halus manja ia belai
rambut sendiri yang panjang dan hitam, sambungnya :
Ketika itu dia paling suka dengan rambutku yang hitam
dan panjang terurai ini, ia bilang dibalik rambutku yang
panjang tersembunyi suatu rahasia yang dalam membuat
dalam hatinya timbul banyak lamunan dan kenangan
Dari perubahan sikap serta air muka yangg diperlihatkan
Kim ln Eng, pemuda kita bisa membayangkan betapa
bahagianya perempuan ini bersama sipedang sakti Cia Ceng
Gak dikala muda dahulu, waktu itu mereka berdua tentu
saling sayang menyayangi dan melewatkan suatu hidup
yang penuh kebahagiaan sehingga membuat Cia Ceng Gak
akhirnya merasa berat untuk kembali ke Tiam cong .
Tiba tiba nada ucapan Kim In Eng berubah jadi gelisah
ia meneruskan :
"Pada bulan ssembilan musim gugur tahun itu juga,
delapan partai besar dari daratan Tionggoan dengan
dipelopori oleh partai Sauw lim, Bu-tong, Hoa son serta Go
bie mengundang jago jago dari lima partai lainnya untuk
mengadakan pertemuan dipuncak gunung Cing-shia pada
saat itula dengan menggembol pedangnya pergi"
Sebenarnya dia berkata kepadaku bahwa besok sorenya
dia akan balik lagi, tapi sampai musim salju yang amat
dingin dan panjang itu sudah berakhirpun dia belum juga
kembali hingga sekarang?"
air mata mulai membasahi matanya
Dengan sedih ia menyambung sejak dia pergi, aku
merasakan kekosongan kehampaaa serta kesunyian yang
tak terkira, setiap malam telah tiba dan aku pejamkan mata,

bayangan tubuhnya selalu muncul didepan mata dia datang


sambil membawa kegembiraan serta kebahagiaan yang tak
terkirakan bagiku. Setiap kali kubuka mataku dia lenyap tak
berbekas. Sambil meninggalkan kehampaan serta kesunyian
yang makin menebal mata jatuh berlinang makin deras
membasahi wajahnya dan menetes diatas wajahnya.
Malam semakin kelam embun makin tebal. . Aaaai
Kabut telah tiba, bergerak mengikuti hembusan angin
gunung." In Hoei berdiri termangu mangu bagaikan patung
arca, ia awasi Kim In Eng dengan sorot mala melongo,
dalam hatinya timbul pula rasa duka yang tebal
Diam-diam ia berpikir :
Seandainya suatu hari aku berhasil pula menemukan
gadis yang benar-benar mencintai diriku, aku tidak nanti
meninggalkan dirinya sehingga mendatangkan kesedihan
serta kepedihan yang tak terhingga baginya
Tiba-tiba..... serentetan suara dengusan yang berat lagi
nyaring hingga menggetarkan telinganya berkumandang
datang.
Dengan terperanjat dia mendongak, sementara air muka
Kim In Eng pun berubah hebat, ia awasi tempat kejauhan
dengan wajah serius.
"Siapa yang telah datang?" sianak muda itu segera
bertanya.
"Toa suhengku". " Couw suhunya Pay Boen"
"Benar" Kim In Eng mengangguk dengan wajah berat.
"Dia adalah si Rasul pembenci Langit Ku Loei"
"Rasul Pembenci Langit...... Rasul Pembenci Langit ?"
"Haaa --- haaaah .... haaaaah.... "

Suara tertawa yang amat mengerikan berkumandang


keluar dari balik kabut menggetar seluruh lembah bukii
tersebut.
Bocah, cepat bersembunyilah dibelakang tubuhku seru
Kim ln Eng seraya menghampiri sianak muda itu. "Watak
Toa suheng kurang baik, bukan saja ia kasar bahkan
berangasan sekali, hati hati terhadap dirinya jangan sampai
isi perutmu terluka oleh alunan irama harpanya
Kendati didalam hati Pek In Hoei merasa tidak begitu
jelas apa sebabnya irama suara yang diperdengarkan dapat
melukai orang, namun mau tak mau dia harus mem
percayai akan kenyataan dari kejadian itu.
Sebab tadi, dengan mata kepala sendu ia saksikan isi
perut Pay Boen Hay diluka oleh irama khiem sehingga
muntah darah maka diapun percaya bahwa irama harpa
dari sirasul pembenci langit bisa meluka puia isi perutnya.
Meski begitu, pemuda kita masih keliha an sangsi, untuk
beberapa saat dia masih berdiri ditempat semula.
"Cepat bopong jenasah ayahmu dan se bunyikan
kebelakang tubuhku" seru Kim In En g dengan nada cemas.
"Sekarang dia masih berada lebih duapuluhtombak dari si
kalau dia sudah ada tiga tombak jauhnya maka kau pasti
akan teriuka ditangannya"
Pek ln Hoei tidak ragu ragu lagi, ia bowa jenasah
ayahnya dan berjalan kebelakang Kim In Eng lalu duduk
keatas tanah. "Bocah, kenapa kau tidak mengubur saja
jenasah ayahmu disini? Daripada kau kerepotan sendiri?"
tegur perempuan itu sen alis berkerut.
"Tidak, ayahku mati diatas gunung Cing-Shia aku tidak
ingin mengebumikan jenasah ditempat ini."

"Aaaai bocah, kenapa kau ingin cari susah buat dirimu


sendiri?"
"Ih dimanapun saja, apa bedanya dikubur disini atau
ditempat lain ?"
"Sumoay! bentakan keras laksana guntur disiang hari
bolong bergetar diseluruh angkasa, dibalik buyarnya kabut
muncul seorang kakek tua berjubah merah yang penuh
cambang diwajahnya, matanya bulat gede seperti mata
harimau perawakannya tinggi besar bagai raksasa.
Begitu tiba ditempat itu, dia lantas mengawasi baju
hitam yang dikenakan Kim In Fng kemudian sambil
menghela napas tegurnya:
"Sumoay, hingga kini kau masih berkabung untuk
kematiannya?"
"Selama hidup aku cuma mencintai dia seorang, dia
telah mati dicelakai kalian semua tentu saja aku harus
terkabung baginya. Sepanjang hidupku tak nanti kukenakan
pakaian dengan warna lain. Selama hidupku akan selalu
berkabung bagi kematiannya"
"Sumoay, bukankah pandanganmu itu sempit bagaikan
pandangan seorang bocah cilik? Coba katakan, apa sangkut
pautnya antara lenyapnya Cia Ceng Gak beserta ketua
delapan partai besar dengan diriku? Apakah kau anggap aku
benar benar mempunyai kekuatan yang begitu besar untuk
membinasakan mereka semua?"
"Diam. Kau jangan menganggap aku , seperti bocah cilik
lagi, tahun ini umurku sudah hampir mendekati empat
puluh, kau anggap aku masih sudi mempercayai obrolanmu
itu.
Ku Lui mengerutkan alisnya "Coba kau lihat, selama
banyak tahun kau telah ngambek dan tidak mau pulang ke

Seng Sut-Hay, tidak mau mengikuti aku sebagai toa


sukomu, bahkan mengecat khiem kuno hadiah suhu dengan
warna hitam, apakah tingkah lakumu tidak mirip buatan
seorang bocah cilik?"
"Hmmmm I Sejak dulu kan aku sudah bilang, aku sudah
bukan anggota perguruan Seng Sut Hay lagi, kenapa aku
harus kembali kesana ?"
"Perbuatanmu benar benar keterlaluan sekali, selama
enam belas tahun kau selalu menghindari pertemuan
diantara kita. Hay-jie yang kuutus untuk mencari dirimu,
kau usir pergi bahkan ketika aku perintahkan Hay jie untuk
mengundang kau mendatangi perkampungan Tay Bie San
cung, isi perutnya kau lukai dengan irama khiem sehingga
muntah darah"
"Dia tidak menghormati angkatan yang lebih tua, apa
salahnya kalau kuberikan kepahitan buat dirinya ?"
"Tapi
tidak seharusnya kau lindungi orang lain "
seru Ku Loei lalu tarik napas dalam dalam.
Sinar matanya beralih dari wajah Kim ln Eng menyorot
Pek In Hoei yang bersembunyi dibelakang.
Tatkala matanya terbentur dengan tameng mustika diatas
badan sianak muda itu, kakek berewok ini menunjukkan
sikap tercengang dengan cepat perhatiannya dikumpulkan
keatas wajah pemuda itu.
))00oodwoo00((
JILID 6
SUNGGUH tebal napsu membunuh bajingan cilik ini!"
pikirnys da!am hati dengan perasaan kaget. "Sungguh

cerdik pula otaknya, dia punya tulang dan bakat yang bagus
tidak enak kalau dilindungi keselamatan jiwanya"
Karena berpikir begitu, segera tanyanya :
"kenapa kau lindungi keselamatan bajingan cilik yang
berada di belakangmu? dia anak murid partai Tiam-cong . .
. ."
"Justru karena dia berasal dari partai Tiam-cong mska
kutolong jiwanya!" lalu dengan wajah serius tegurnya.
"Mengapa kan hendak membasmi habis seluruh anggota
partai Tiam cong?"
"Kapan aku pernah membasmi seluruh anggota partai
Tiam-cong?" Ku Loei balik bertanya dengan nada
melengak.
"Hmmmm! tiga puluh tahun berselang ilmu pedangmu
menderita kekalahan total ditangan Cia Ceng Gak, sejak itu
dalam hatimu selalu membenci orang-orang partai Tiamcong. Bukankah sekarang kau telah mengutus Ke Hong
beserta tiga puluh orang lebih untuk membinasakan Pek
Tian Hong dsrl Tiam-cong-pay ?
"Hmmm! apa yang hendak kau katakan lagi?"
"Apa?" teriak Ku Loei dengan mala melotot. "Sejak
Couwsu mendirikan perguruan Liuw-sah-boen dilaut Seng
Sut Hay selama dua ratus tahun rasanya tidak pernah ada
anggota perguruan kita yang melakukan perbuatan terkuiuk
serendah itu, kau sebagai anak murid perguruan ternyata
berani menghina perguruan ternyata berani menghina
perguruan, merendahkan nama Couwsu, tahukah kau
bahwa kau telah melanggar dosa yang sangat besar?"
"Sudah lama aku bukan anak murid perguruan lagi,
kenapa aku harus terikat oleh peraturan perguruan?".
"Sumoay, benarkah kau tidak sudi kembali kedalam

perguruan? apakah kau sudah melupakan semua pesan dsri


suhu?"
Kim In Eng gelengkan kepalanya.
"Keputusanku sudah bulat, sekalipun kau hendak
mengucapkcan kata kata seperti itu tidak nanti aku akai
kembali ke Ssng sut Hay"
Ku Loei meraung gusar, cambanguya pada berdiri semua
bagaikan landak, dengan keadaan yang menyeramkan
bentaknya:
"Kim In Eng, aku hendak menggunakan kedudukanku
sebagai toa suhengmu menjatuhkan hukuman kepadamu!"
Kim In Eng tertawa dingin, terhadap tingkah laku Ku
Loei yang sedang diliputi kemarahan ia tidak ambil gubris.
Si Rasul Pembenci Langit Ku Loei makin gusar,
matanya melotot bulat bagaikan kelereng, mendadak ia
angkat tangan kanannya memperlihatkan sebilah pedang
pendek berwarna emas.
"Anak murid angkatan kedelapan dari perguruan Liuwsah Boen Kim In Eng harap dengar perintah" serunya
sambil melangkah maju setindak.
Serentetan cabaya aneh memancar keluar dari balik msta
Kim In Eng, ia cuma melirik sekejap kearah pedang emas
itu kemudian tidak ambil gubris, bukan begitu saja, bahkan
ia malah berpaling dan berkata kepada Pek In Hoei :
"Bocah, apakah kau ingin tahu sebab sebab yang
menyebabkan kematian supek cauwmu sipedang sakti dari
partai Tiam-cong, Cia Ceng Gak?"
Pek In Hoei mengangguk.
Aku bersumpah akan membalaskan dendam sakit hati
setiap anggota partai Tiam cong yang mati terbunuh"

Seakan-akan sedang mengisahkan satu Kim In Eng


mulai berkata:
"Dengan membawa pedang sakti penghancur sang surya
Cia Ceng Gak terjunkan diri
kedalam dunia persilatan. Waktu itu Ku Losi beserta
murid kedua Cfciu Tiong dan siauw sumoay mereka Kim
In Eng sama-sama berkelana pula dalam dunia kangouw,
dalam waktu singkat Cia Ceng Gak berhasil merebut gelar
sipedang sakti dalam Bulim Sebagai pemimpin dari partai
Tiam cong, disambali pula ilmu silatnya lihay dan
wajahnya sangat ganteng, banyak gadis cantik sama2 jatuh
cinta padanya, tetapi sayang Cia Ceng Gak bukan seorang
yang romantis bukan saja ia tidak menggubris gadis2 itu
bahkan pura2 berlagak pilon...... oleh sebab itulah, dalam
kangouw dia pun mempunyai satu gelar yang kurang sedap
didengar silelaki tampan yang tidak romantis".
"Apakah pada saat itu supek-couw berkelana sambil
menggembel pedang sakti penghancur sang surya?" tanya
Pek Ia Hoei.
Kim In Eng melirik sekejap kearah sianak muda itu, lalu
mengangguk. "Hmmm! Seandainya ia tidak mengandalkan
kemisteriusan dari pedang itu, tidak nanti aku menderita
kalah ditangannya" Jengek sirasul pembenci langit dengan
suara bengis
Kim In Eng mendengus, ia lirik sekejap suhengnya
dengan pandangan dingin lalu menyahut:
"Hatimu kejam, licik dan buas. Mana mungkin bisa
melatih ilmu pedang terbang yang merupakan suatu ilniu
pedang tingkat atas? Sekalipun umpama kata Cia-lang tak
mati, ilmu pedangmu tidak nanti bisa menandingi dirinya !"

"Perempuan yang tidak tahu malul" teriak Ku Loei


penuh kegusaran. "Hmmm Aku tidak pernah mencelakai
orang lain dengan siasat busuk, tidak pernah memperkosa
anak gadis orang, tidak peraah menggunakan akal licik
untuk mengangkangi siauw sumoaynya sendiri, kenapa aku
tidak tahu malu"
Si Rasul Pembenci Langit meraung keras ujung jubahnya
dikebut kedepan dan serentetan desiran angin tajam
berhawa dingio segera meluncur keluar.
Pek In Hoei menggigil ia rasakan suhu udara disekeliling
tubuhnya mendadak merendah dengan cepatnya," dalam
sekejap mata dis rasakan tubuhnya seolah olah terjerumus
kedalam gudang es yang amat dingin, giginya saling beradu
keras karena tak tahan sianak muda itu bersin beberap kali.
Terhembus desiran angin tajam tadi, ujung baju Kim In
eng yang berwarna hitam berkibar kencang, namun ia sama
sekali tidak terluka, sambil tersenyum menghina jengeknya :
"Heeeh...... heeeeh........heeeh........kepandaian silaimu
tidak lebih cuma begitu saja?"
Sambil berkata lima jari tangan kanannya diayun keluar,
lima rentetan desiran angin serangan meluncur keluar dari
ujung kelima jarinya menghantam kemuka. Meski desiran
itu halus bagaikan hembus angin malam, namun
mengakibatkan jubah yang dikenakan Ku Loei
bergelombang, bagaikan tertusuk lima bilah pedang tajam,
desiran angin serangan itu menembusi pukulannya hingga
melubangi pakaian yang ia kenakan.
Kontan air mukanya berebah hebat.
"Hmmm Sungguh tak nyana ilmu totok Lan Hoa-ci dari
subo berhasil kau latih"

"Ilmu telapak Han Pang-ciang dari suhu yang kau


milikipun tidak jelek, cuma sayang heeeh...... heeeh......
heeeeh...... semua ilmu silat dari Seng Sut Hay
mengutamakan tenaha Im yang lunak. Sekalipun kaliau
kaum pria berlatih giatpun tidak nanti bisa peroleh hasil
yang lebih baik daripada kaum wanita !"
Ia berpaling
menyambung:

kembali

kearah

Pek In

Hoei

dan

"Kau harus perhatikan baik baik, semua ilmu silat dari


Seng Sut Hay mengutamakan tenaga Im-kang yang bersifat
lunak, hanya tenaga Yang-kang yang bersifat keras dan
panas saja bisa menaklukan, kalau tidak maka kau harus
benar benar menguasai kelincahan serta kelunakan dari
tenaga Im-kang, kalau tidak ingin dikecundangi olehnya ...
"
Perempuan itu menghela
merandek tambahnya:

napas

panjang

setelah

"Semula aku memang ada maksud menerima kau


sebagai muridku, tetapi sekarang setelah kupikir lagi,
meskipun kau berlatih selama hiduppun tidak nanti bisa
mengalahkan dirinya, maka sekalipun kau tidak sudi anak
muridku, akupun tidak akan merasa sedih" Dengan hati
mendongkol rasul pembenci langit mendengus berat.
"Walaupun kau berhasil melatih ilmu jari Lan Hoa-cie, aku
masih punya cara untuk menaklukkan dirimu Sumoay! Kau
jangan keburu senang. Lihat saja nanti... Dewi Khiem
bertangan sembilan Kim In Eng tidak menggubris ancaman
orang kepada Pek Ia Hoei ujarnya lagi dengan suara halus
"Kau harus perhatikan baik baik ilmu pukulan salju yang
ia lepaskan tadi bisa membekukan cairan darah dalam
tubuh seseorang, seandainya darah dalam tubuh iawan
sudah membeku maka dia akan kehilangan daya

perlawanan, pada saat itulah serangannya dengan dahsyat


akan menghancurkan badan musuh Oleh sebab itu bila
dikemudian hari kau berjumpa dengan dirinya, pertama
tama hindarilah lebih dahulu hawa dingin, yang tcrpencar
keluar dari serangan tersebut
"Lonte tengik !" teriak Ku Loei sangat gusar. "Sekalipun
kau beberkan semua rahasia ilmu silat perguruan kita
kepadanya tidak nanti ia bisa lolos dari tanganku dalam
keadaan hidup"
Kim In Eng tidak menggubris, ia pejamkan matanya dan
berkata lagi: "Tahun itu aku baru berusia lima bela tahun,
sebenarnya tidak pantas bagiku untuk berkelana kedalam
Bulim Tetapi berruntung aku disayang oleh subo dia ia
tidak merintangi keinginanku untuk berpesiar didaerah
Kanglam, maka setelah ribut beberapa kali permintaanku
dikabulkaanya
"Sepanjang jalan kedua orang suhengku lu berusaha
menyenangkan hatiku, setiap tiba disuatu daerah maka
dipilihnya tempat tempat yang paling baik untuk ajak
pesiar, memilih makanan yang paling untuk aku makan,
mereka berdua takut aku tidak senang hati"
"Hmmm...! Rupanya kau masib ingat bahwa kami
bersikap sangat baik kepadamu" dengus Ku Loei. "Aku kira
hatimu sudah digondol anjing"
Kim In Eng tidak gubris sindiran suhengnya, kembali ia
lanjutkan kisahnya ;
".Pada masa itu partai partai besar dalam Bulim saling
tidak akur, saling curiga mencurigai, pada hari hari biasa
jarang berhubungao satu sama lainnya. Tetapi sejak anak
murid Seng Sut Hay munculkan diri tanpa sadar mereka
bersama sama bersatu padu untuk memusuhi kami, dan
perjalanan kamipun seringkali mendapat gangguan. Sayang

sekaii partai Sauw-Iim, Bu-tong, Go- bie serta Hoa san yang
dianggap sebagai partai lurus dalam dunia kangouw tidak
memiliki ilmu silat yang lihay maka dari itu satu demi satu
jago jago mereka keok semua ditangan kedua orang
suhengku"
"Hasaah .... haaaah.......... haaah........."
Rasul Pembenci Lsngit tertawa terbahak-bahak. "Jago
jago tahu dan tempe dari berbagai partai mana bisa
menandingi kehebatan perguruan kami?". Mendengar
suhengnya menimbrung terus dari samping, Kim In Eng
kerutkan alisnya dan menjerit:
"Tutup bacot onjingmu, enyah jauh dari sini!".
Si Rasul Pembenci Langit membungkam dengusan
dingin menggema tiada hentinya. Untuk sesaat suasana
diliputi kesunyian.
Setelah merandak
melanjutkan:

beberapa

saat

perempuan

itu

"Jago pedang yang ternomo pada seat kecuali sipedang


naga terbang dari Kunloen Pay hanyalah sipedang sakti Cia
lang seoorang. Ketika kami tiba dikota Siok-Chlu, sipedang
naga terbssg dengan merubungi wajahnya malam itu telah
mendatangi kuil Han san-sie dan mencari kami untuk diajak
beradu ilmu silat"
"Kuil Han-sao sie ? apakah kuil Han san sie yang
dimaksudkan Pujangga Thio Sie dalam syairnya Jambatan
Hong-Kiau ditengah malam?".
"Sedikitpun tidak solah, justru karena aku pernah
membaca syair itu maka aku bersikeras untuk menginap
dikuil Han-san- sie. Siepa sangka pada malam pertama

tidurku telah dibangunkan oleh kehadiran orang manusia


bekerudung yang mencari Hay-thian Siang-Kiam untuk
diajak Pibu Bocab tahukah kau bahwa bilamana seorang
telah mendapatkan sedikit nama seandainya ia bertindak
kurang hati hati maka kemungkinan besar nama besamya
akan hancur dalam waktu singkat? Peda waktu itu tujuan
Hwie Lioag Kiam menyatroni Han san sie dengsn wajah
berkerudung bukan lain untuk menghindari ejekan orang
banyak seondainya dia menderita kekalahan....."
Perempuan itu menghela nopas panjang sambungnya:
"Tetapi akhirnya dia menderita kalah, kalah diujong
pedang toasuhengku.
"Benar" sela Ku Loei dengan bangga, pada jurus yang
keenam pUub tujuh, pedangku berbasil melepaskan kain
kerudung yang ia kenakan
"Fui.... tak tahu malu. meski kau mengatakan Hwie
Liong Kim pada jurus yang enam puluh tujuh, namun kau
sendiri juga dipaksa keok dengan pedang terlepasdari
tangan oleh Cia Ceng Gak sebelum jurus yang kelima
puluh*.
"Hmmm ! kalau dia tidak curang, mana mungkin aku
bila kalah? dia menyerang aku tatkala aku baru saja
menyelesaikan pertarunganku melawan sipedang naga
tebang dari Kun-loen Pay, waktu itu tenagaku sudah habis
dan badanku lelah"
"Ooouw......... begitu? keospa tidak sekalian kau
ceritakan bahwa kalian suhengte berdua telah mengerubuti
orang lain dengan ilmu pedang Liuw-sah Kiam-hoat?"
"Lonte buauk! sebenarnya kau masih menganggap
dirimu sebagai anggota perguruan Liuw sah Boen atau
tidak? mengapa keu selalu membantu oraog lain?"

"Hmm! bukankah sejak tadi aku sudah bilang bahwa aku


telah melepaskan diri dari keanggotaan perguruan Liuw Sah
Boen?"
Ku Loei semakin mendongkol, dengan penuh rasa benci
teriaknya:
"Kau sendiri yang berkata begitu, nanti kalau lerpaksa
aku harus menghukum dirimu menurut peraturan
perguruan, jangan salahkan aku terlalu kejam"
"Kenapa harus tunggu sampai nanti? sekarang saja
tunjukkan kelihayanmu"
"Akan kulihat sampai dimanakah ketebatan mukamu
untuk mengungkap kembali peristiwa lampau yang
memalukan itu, agar kudengar sampai dimanakah baunya
peristiwa memalukan yang psrnah kau perbuat".
Pek in Hoei mendengus berat. "Hmmml macam
begitulah sepak terjang seorang ketua perguruan? bila bisa
mengucapkan kata kata sekotor don serendah itu. Hmmm
aku lihat perbuatanmu tidak lebib seperti seekor anjing dan
babi yang hina"
.
Ucapan tersebut terlalu menghina, air muka Ku Loei
kontan berubah hebat sambil loncat bangun teriaknya
penuh kemarahan :
"Bajingan cilik, anjing kecil kau berani memaki diriku?".
Telapaknya diputar lantas dibabat keluar dengan
kecepatan bagaikan ki1st. Sreeet... dalam sekejap mata
serentetan babatan tajam menyapu kearah tubuh Pek In
Hoei.
Kim In Eng tidak ambil diam dengan datangnya
serangan itu, dia membentak nyaring, badannya

melengkung bagaikon busur lalu meletik bangun, liua


juinye di pentang lebar lebar lalu meayapu kedepan.
Bruuuk .... I gerakan tubuhnya terbendung, sekilas rasa
kaget borkelabat di atas wajahnya. laksana kilat telapak
kirinya didorong kemuka mengirim sebuah pukulan lagi.
Bluuuum........ kembali perempuan itu tertahan ditebgoh
jalan bahkan terdorong setengah langkah kebelakang, diatas
batu munculah sebuah bekas telapak kaki sangay nyata.
"Haaa.... haaaah.... haaaah...... bagaimana dengan
seranganku ini?" jengek rasul pembenci langit nambil
tertawa terbahak bahak dengan seramnya.
"Ilmu silat apakah itu?"
Kitab ilmu golok perontok rembulan yang ditinggalkan
oleh suhu dahulu dalam kitab
pusaka Ku Thian Pit Kipnya"
"Ilmu golok perontok rembulan?"
Si Rosul Pambenci Langit menjengek dingin, hawa
murninya segera dikumpulkan keatas telapak. Dalam
sekejap mata seluruh angkasa telah dipenuhi dengan selapis
cahaya tajam bewarna keperak perakan yang memancar
keluar dari telapak tersebut.
Criiiilt ! seakan akan membelah suhu, sebuah batu cadas
yang berat lagi keras telah terbabat putus jadi dua bagian
oleh babatan telapek tangannya.
Pek In Hoei sendiri tertegun dibuatnys setelah
menyaksikan kepandaian silat yang didemonstrasikan
lawan, dengan hati terkesiap diam diam pikirnya:

"Iimu silat apakah itu? kenapa telapaknya bisa lebih


tajam daripada sebilah golok?"
Sementara itu Si Rasul Pembenci Langit tertawa dingin
tiada hentinya.
"Heeeh... heeeh.... inilah kepandaian silat tandingan
yang diciptaken suhu untuk membalas dendam sakit
hatinya terhadap subo ia sengaja menciptakan ilmu ini
untuk menghancurkan kepandaian Hoei Koo- Chiu dari
subo"
Kim In Eng tertegun, lalu dengan benci serunya:
"Sekalipun ilmu s:latmu dianggap nomor wahid dikolong
langit, tidak nanti bisa menutupi kejelian dalam hatiku,
tidak mungkin bisa melenyapkan kejelekan yang pernah kau
lakukan"
"Apa? kau bilang aku takut kepada siapa? perbuatan jelek
apa yang pernah kulakan?"
"Kau pernah menderita kekalahan total ditangan seorang
jago pedang dari partai Tiam Cong, maka kau takut dari
partai Tiam Cong akan muncul kembali seorang jago lihay
yang akan mengalahkan dirimu sekali lagi....."
Dengan sinis dan pandangan hina ia mendengus,
kemudian terusnya:
"Tahukah kau apa sebabnya pada hari itu Cia Ceng Gak
telah muncu! dikuil Hon san sie setelah kehadiran Hwie
Liong Kiam dari partai Kunlun? ternyata dia tehah
menemukan banyak anak gadis dalam kota Siok Chiu mati
telanjang ditanah malam setelab diperkosa orang secara
paksa, dan semua perbuatan terkutuk itu ada lah hasil
karyamu".

Si Rasul Pembenci Langit Ku Loei mengerutkan


sepasang alisnya yang tebal, tiba tiba ia meraung keras,
telapak tangannnya dengan ilmu golok perontok rembulan
segera dibabat kedepan.
Kim In Eng berkelebat kesamping, dengan suatu gerakan
yang lincah lima jarinya disentil keluar diikuti secara
beruntun ia kirim beberapa serangan berantai secepat
sambatan kilat.
Ku Loei enjotkan badannya bcrkelabat keatas gerakan
telapaknya berubah, ditengah desiran tajam kembali ia
kirim tiga buah babatan dahsyat. Saat ini tubub Kim In Eng
terus berada ditengah udara, kesepuluh jarinya secara
bergantian mengirim serangan serangan kilat. seketika itu
juga seluruh angkasa ditutupi oleh bayangan jari yang tajam
dan meyilaukan mata.
Pek In Hoei yang menonton jalannya pertempuran dari
samping berdiri dengan mata terbelalak mulut melongo.
Hampir saja ia tidak percaya kalau ada orang yang bisa
bergerak sedemikian cepatnya, bahkan melayang ditengah
udara.
Detik itulah ia baru mulai menyadari bahwa menariknya
ilmu silat, kalau dibandingkan belajar syair dan sastra, ilmu
silat jauh iebih menyenangkan. Maka dalam hati ia lantas
berpikir:
Kepandaian silat sehebat dan sedashyat inipun tidak bisa
dianggap sebagai ilmu silat nomor wahid dikolong langit,
lalu ilmu silat macam apakah baru dapat dikatakan nomor
satu? Aaoaai... kiranya belajar silat bukan suatu pekerjaan
enteng"
Otaknya berputar dan ia teringat kembali akan cerita
Kim in Eng yang mengatakan bahwa dahulu Ku Loei

pernah di kalahkan Cia Ceng Gak, maka pikirnya lebih jauh


:
"Asalkan aku dapat mempelajari ilmu pedang
penghancur sang surya dari perguruan, bukankah dengan
gampang pula kupukul keok dedongkot dari perguruan
Liuw Sah Boen ini? Seketiko otaknya masih memikirkan
berbagai persoalan tiba tiba ia mendengar Ku Loei berteriak
keras, begitu keras suaranya sampai sampai gendang
telinganya terasa sakit dan ia tak sanggup mendongak.
Sementara Kim In Eng telah duduk bersila ditanah, kedua
tangannya diangkat sejajar dada.
Setelah berteriak si Rasul Pembenci langit maju
selangkah kedepan berdiri didepan sumoaynya, telapak
kanan diangkat sejajar dada dan saling merapat dengan
telapak Kim In Eng, sedang tangan kirinya mencekal harpa
kunonya kencang kencang
"Eeeei... apa yang sedang mereka lekukan?" pikir Pek in
Hoei dengan hati tercengang.
Tiba2 ia berseru tertahan. ternyata kedua kaki Ku Loei
yang berdiri diatas batu mengikuti gerak tubuhnya perlahan
lahan amblas kedalam batu, sebaliknya sekujur badan Kim
In Eng gemetar keras, jubah hitamnya berkibar tiada
hentinya walaupun tidak ditiup angin, bukan begitu saja
bahkan seolah olah rambut serta bahunya ikut gemetar
semua.
Pemuda ini jadi heran, perlaben lahan ia maju mendakati
perempuan itu untuk melihat apa yang sebenar telah terjadi.
Siapa sangka baru saja dua langkah ia berjalan, sambil
melolotkan matanya bulat selat Ku Loei berpaling
kearahnya, selurub cambang diatas wajabnya berdiri kaku
bagaikan landak, keadaannya betul betul mengerikan.

"Cepat2 menyingkir!" tiba tiba Kim in eng merjerit,


Pemuda itu tertegun, belum sampat ia menghindarkan
diri, dua gulung angin puyuh maha dahsyat telah meluncur
datang dengan cepatnya, menubruk dadanya tanpa bisa
ditahan, ia mencelat dua kaki dari tempat semula.
Blumm ... batu cadas itu membelah dua bagian, batu
kerikil bergelinding, debu pasir beterbangan memenuhi
angkasa..... sambil loncat ketengah udara teriak Ku Loei
dergan napas terengah-engah
"Kau anggap dengan menggunakan akal bisa menangkan
pertandingan tenaga ini?"
Sinar matanya berkilat, mendadak la jumpai tubuh Pek
In Hoei sedang melayang ditengah udara sekilas bayangan
berkelebat dalam benaknya.
Senar harpa yang ada ditangan kanannya dengan cepat
disentil. Ting! Serentetan suara harpa yang berat dan
menusuk pendengaran menggema diangkasa.
Pek In Hoei menjerit kesakitan, sesudah bergulingan
beberapa kali ditengah udara badannya terjatuh tiga tombak
dari tempat semula.
Ku Loei mendengus dingin.
"Hmmm, urat nadiaya telah putus, jangan harap dia bisa
hidup lebih jauh"
Sekilas rasa sedih berkelebat diatas wajah Kim Ib Eng, ia
tarik napas dalam2. dua jarinya menyentil senar Khiem dan
kemudion irama Khiem yaog lembut pun berkumandang
Begitu mendengar irama Khiem, sekujur badan Ku Losi
gemetar keras, lalu ia himpun tenaga dalamnya dan duduk
bersila diatas tanah.

Irama khiem yong berkumandang itu memiliki nada


yang sangat sedih, tapi di balik kepedihan mengandung pula
nasu membunuh yang membara baraa Ku Loei tidak berani
gegabah dan harus menghadapinya denga serius.
Kiranya dia tahu Kim Ia Eng sudah meyakini permainan
Khiem itu sejak lama. Kepandaian dalam ilmu tersebut luar
biasa sekait, mokin tenang irama yang diperdegarkan makin
semakin gampang memecahkan perhatian orang satu kali
pikirannya berlubang maka ia akan terpengaruh irama dan
perutnyaterluka.
Lama Khiem berkumandang bagaikan kabut yang
menyelimuti sekeliling tempat itu, makin lama tubuh Ku
Loei makin terkurung seolah2 sekujur badannya hendak
dibelenggu.
Mendadak Ku Loei membuka matanya, dengan serius ia
letakkan harpanya keatas lutut kemudian tarik napaa
dalam2.
Criiing ...criiiing. . . dua sentilan diatas harpanya
menghasilkan dua rentetan tajam yang menembusi irama
khiem lawan bagaikan tusukan dua bilah pedang tajam.
Irama Khiem tetap berkumandang bagaikan mengalirnya
air, meski kena tertusuk oleh irama harpa namun tetap
mengalir keluar tiada hentinya. . .
Air muka Ku Loei amat serius den berat, tiada hentinya
ia menyentil harpa untuk melawan suara khiem
Malam semakin kelam. Kabut telah nembuyar ..
rembulan
hilaog
dibaiik
awan
bintang
mulai
menyembunyikan diri
Peraduan irama Khiem serta irama harpa berlangsung
dengan serunya mengalun keseluruh penjuru gunung Ciog
Shia.

Angin malam berhembus lewat menggoyangkan ranting,


daun serta rerumputan. Pek In Hoei yang terbanting
kedalam semak mulai merintih, mulai bergerak dan
akhirnya merangkak bangun.
Ia merasakan seluruh persendian tulangnya amat sakit
bagaikan pecah semua, kepala pusing tujuh keliling dan
hampir saja ia tak sanggup bangun berdiri, namun dengan
berusaha sekuat tenaga. Setelah itu barsusah payah
akhirnya berhasil juga ia bangun berdiri.
Angin malam kembali berhembus lewat, sianak muda itu
tarik napas dalam2 lo merasa kesadarannya mulai jernih
dan pengalaman yang baru dialamipun terbayang kembali.
Selangkah demi selangkah ia barjalan menembusi hutan.
Ia mendengar pertarungan irama Khiem dan harpa masih
berlangsung dengm serunya diatas tebing. iram tadi
membuat darah segar dalam dadanya bergelora kembal. ia
menjerit menutupi telinganya dsn mulai berlari menjauhi
tempat itu.
Lama.. lama sskali la berlari, akhirnya sianak muda itu
berhenti disisi sebuah, pohon besar, ketika itu irama khiem
dan irama harpa sudah tak ksdengaran lagi dadanya terasa
nyaman dan segar
Suasana disekeliling tempat itu sunyi.. yang terdengar
hanyalah dengusan napasnya sendiri yang memburu, tanpa
terasa dia tertawa getir, pikirnya :
"Aaaai tak kusangka Irama harpa bisa digunakon untuk
melakai orang. untung luka yang kuderita tidak terlalu
parah."
Belum habis ia berpikir; tbia tiba berkelebat sesosak
bayangan manusia, potongan orang itu sangat dikenalnya
membuat Pek In Hoei segera mengenalinya.

"Bukankah dia adalah si Uler aep tua"


Sedikitpun tidsk talah, dari tempat kejauhon masih
kedengaran teriakan aneh dari Ouw ycog Goag
berkumandang dalang : "Cucu monvet kemana dia
perginya?" terak Ouw yang Gong.
"Uler asep Tua aku ada disini" Pek Ia Hoei segera
berteriak. Sambil berseru ia lari kearah hilangnya bayangan
orang aneh itu dalam sekejap mata ia sudah kehilangan
jejak dan tersesat ditengah hutan tebing suram .yang penuh
dengan tumbuhan rotan.
"Kemana perginya Siuler asep tua itu? atau mungkin dia
tidak dengar teriakanku?"
Dari manusia aneh she Oow-yang, pemuda ini teringat
kembali akan dendam sakit hati perguruanuya, terutama
sekali kematian Pek Tian Hong ayahnya dalam keadaan
sangat mengenaskan . . . "
"Ayah mati korena dikerubuti orang banyak.... pikirnya,
"Tapi dia melawan terus dengan segenap tenaga meski
dikerubuti orang banyak. Aku harus mencontoh kegagahan
serta kejantanan ayah. Akan kubunuh semua orang yang
terlibat dari peristiwa pengeroyokan itu, aku hendak
memaksa mereka hadapi diriku dalam keadaan ketakutan,
setelah itu kutusuk perut mereka dengan jurus serangan
yang mereka andalkan... aku bersumpah hendak
mempelajari ilmu silat nomor wahid dikolong langit, aku
harus mempelajari ilmu silat yang ada dikolong langit.."
Saking borsemangatnya sianak muda itu berpikir, tanpa
sadar ia memungut sebutir batu cadas lalu dia sambit keatas
diading tebing disisinya.
Tiba tiba..... suatu kejadian aneh berlangsung didepan
mata. dinding tebing dimana kena sambit oleh batunya tadi

mulai longsor, pasir yang ada diatasbya berguguran


kebawah sehingga akhirnya munculah sebuah lubang gua
yang cakup besar. Ruponya lubang yang sebenarnya
terdapat diatas dinding tebing dan tertutup oleh timbunan
rotan serta pasir itu segera gugur karena terkena sambitan
bata dari Pek in Hoei yaog cukup besar itu.
Dengao pandangan tercengang sianak muda itu
melongok kedalam gua, bau apek dan amis yang
memuakkan segera berhembus keluar dari balik lubang gua
tadi.
Bau busuk yang berhembus keluar dari dalam gua
hampir hampir saja memuakkan pemuda kita, buru buru
dia bangun berdiri dan tarik napas dalam dalam, setelah itu
dengan rasa ingin tabu ia menerobos masuk kedalam goa
tadi.
Gua itu dalam sekali, hawanya lembab dan dingin, angin
kencang yang entah datang berasa! darimana berhembus
keluar tiada hentinya.
Tiba tiba ia temukan sskilas cahaya emas diatas tanah,
dengab cepat dijemputnya benda itu.
"Aaaai...... " Pek In Hoei berseru kaget, kiranya benda
emas yang dia jemput itu bukan lain adalah sebatang
peluru berbentuk naga kecil yang terbuat dari emas.
Ukiran diatas senjata rahasia itu sangat hidup dan indah,
bahkan sampai sisik dan ekot dari naga tadi diukirnya
dengan rata.
Suatu ingatan berkelebat dalam benaknya:
Gua ini lembab lagi gelap, datimana muncul cahaya dari
dalam sana?" Dengan perasaan heran dan ingin tabu, Pek in
Hoei melanjutkan kembali perjalanonnya masuk kedalam
gua

Siapa sangka batu saja ia maju tiga langkah, sekali lagi ia


temukan cahaya emas diatas tanah, waktu ia jemput benda
itu ternyata bukan lain adalah senjata rahasia berbetuk naga
kecil seperti apa yang ditemukan semula.
Beginilah secara beruntun ia sudah temukan sepuluh
bataeg senjata rahasia berbentuk naga kecil sepanjang
lorong gua itu sebelum akhirnya dia tiba disuatu tempat
ysng diterangi oleh cahaya terang.
Dengan tercengeng sianak muda itu mendongak,
tampaklah didalam sebuah ruang batu yang luas bertebaran
intan permata dalam jumlah besar, beberapa butir mutiara
besar memancarkan cahaya yang menerangi seluruh
tempat.
"Tempat apakah Ini?" pemuda iiu kontan bergumam.
"Sungguh royal pemilik gua ini, rupanya dia sudah boyong
semua intan permata serta mutiara yang ada dikolong langit
untuk menerangi tempat ini..."
Dengsn sinar mata tercengang ia awasi lagi sekeliling
tempat itu kemudian ia berfikir :
"Tapi apa sebabnya ia tempelkan semua intan permata
serta mutiara itu diatas dinding ruangan ini. sebaliknya
mengguna kan cahaya emas senjata rahasia berbentuk naga
kecil itu sebagai penunjuk jalan bagi orang yaog tersesat?
Apakah dia ingin tinggalkan harta kekayaan ini bagi orang
yang menemukannya?"
Serentetan pertanyaan yang mencurigakan berkelebat
dalam benaknya, ia memandang sekitar sana hingga
akhirnya sinar mata sianak muda itu berhenti diatas
sebatang ma nau cerah yang ada disebelah kanan.
Seluruh dinding ruangan ditaburi giok wirna bijau, hanya
Ma Nau itu saja yang berwarna merah, penonjolan secara

menyolok ini segera mengingatkan Pek In Hoei akan satu


persoalan. Ia maju menghampiri memandang dengan
seksama dan segera ditemui bahwasanya Ma Nau tadi
menonjol keluar tiga coeo dari dinding seakan sebuah anak
kunci yang telah dimasukkan kedalam lubang kunci
Ia berpikir sejenak, kemudian menekan batu Ma Nau
merah todi den didorongnya kedalam kuat-kuat.
Seketika itu juga terdengar bunyi tri. ,1 cuit yang nyaring
berkumandang memecahkan kesunyian, dinding berlapis
batu giok hijau dibelakangnya tiba2 berputar kesamping dan
tak dikuasai lagi badannya ikut tertarik masuk kedalam.
Baru ia silangkan tangannya didepan dada siap
menghindarkan diri dari segala ancaman yang mungkin saja
menimpa dirinya.
Tetapi.... tiada sesuatu apapun yarg terjadi, menanti ia
berdiri tegak, tampaklah sebuah batu dinding warnaputih
berdiri tegak dihadapnnya, diatas dinding batu tadi terukir
beberapo buah huruf dalam ukuran besar.
Tulisan tadi kira2 berbunyi demikian:
Barang siapayang masuk kedalam gua harap segera
berlutut.
"Berlutut??" berpiklr sianak muda itu, kenapa aku harus
berlutut dihadapan dinding batu putih ini?"
Dengan sepasang mata berkerut ia berjalan kesisi dinding
tadi dan masuk kedalam sebuah Ruang batu lain.
Ruang itu luasnya lumayan, dari belakang ruangan
terdengar bunyi gemuruh air yang amat memekikkan
telinga, hembusan angin dingin melanda datang tiada
hentinya membawa hawa yang amat menusuk tulang

Sebuah tiang salju yang amat besar dan teba! berdiri


tegak didalam dinding batu yang cekung keatas, seketika itu
juga sianak mula itu berdiri tertegun dengan mata melotot
dan mulut melongo, hampir saja ia tidak percaya dengan
apa yang dilihatnya saat ini.
Rupanya Pek Ia Hoei telah menjumpai sesuatu yang
aneh didalam tiang salju yang amat besar tadi duduk bersila
seorang hweesio berjubah warna merah darah, hweesio itu
pejamkan maunya rapat rapat dan seoiah olah sedang
bersemedi.
Lama sekali Pek In Hoei berdiri melongak disitu, ia tidak
mengerti apa sebabnya hweesio itu bisa terbungkus didalam
tiang salju sebesar daa setebal itu, lama sekali ia putar otak
namun gagal juga mendapatkan jawaban.
Akhirnya la tinggalkan tempat itu dia mulai nenyapu
sekeliling ruangan, kecuali tiang salju tadi dalam ruangan
tadi terdapat sebuah meja yang terbuat dari batu, diatas
batu terletak sebilah kapak besar warna hijau pekat, sejilid
kitab, beberapa batang pit dan sebuah hioloo kaki tiga.
Perlahan lahan ia menghampiri meja batu itu. dimana
pada permukaan meja yang dapat terukir pula beberapa
kata kata yang berbunyi :
"Pincerg adalah Thian Liong Toa Lhama, Pelindung
Hukum Kerajaan pada jaman ini yang berasal dari Tibet.
Sudah lama pinceng kagumi kebudayaan bangsa Han, jauh
ketika aku masih menjabat ketua kuil Thian Liong Sie telah
mendapat perintah dari Buddha hidup untuk tinggalkan
gurun mendatangi daratan Tionggoan, dimana aku telah
berdiam dalam istana serta menjabat kedudukan pelindung
Hukum yang dibelakang Kaisar kepadaku, meski begitu

seringkali aku berkelana dalam dunia persilatan dengan


menyaru
Pada suatu musim gugur sampailah pinceng diatas
gunung Cing Shia, darimans sayup sayup berkumandang
irama khiem yang merdu merayu, aku jadi tertarik dan
segera naik keatas gunung, disana tanpa sengaja aku telah
bertemu dengan Dewi Khirm bertangan sembilan Kim In
Eng :
Membaca sampai disini Pek in Hoei berdiri tertegun,
diam diam pikirnya dalam hati "Sungguh aneh sekali,
sebelum aku tiba didalam gua dan berjumpa dongan
hweesio ini, aku tehah bertemu lebih dahulu dengan dewi
Khiem bertongan sembilan Kim cianpwse. Heei siapa
sangka hweesio inipun telah bertemu pula dengan Kim
cianpwee sebelum tiba disini.
Berpikir sampai disitu, iapun melanjutkan membaca
tulisan tadi
"Sejak kecil aku telah cukur rambut jadi pendeta dikuil
Thian Liong Sie, sepanjang hari berdoa dan berdoa terus,
sama sekali tidak pernah terpengaruh oleh pikiran tentang
gadis. Siapa tahu setelah berjumpa dengan Kim In Eng rasa
cinta dalam dadaku bergelora sukar ditahan, selama tiga
hari tiga malam aku telah duduk dipuncak gunuag Cing
Shia sambil menikmati kecantikan wajahnya.
Irama Khiem telah buyar gadis cantik lenyap tak
berbekas namun pinceng belum sadar kembali, kujelajahi
seluruh gunung untuk menemukao kembali jejak gadis
cantik itu, tapi sia sia belaka. Akhirnya dengan hati sedih
aku turun gunung".
Membaca sampai disini Pek in Hoei temukan tulisan tadi
makin lama makin kusut dan tidak karuan, maka dibacanya
sepintas lalu.

Dalam tulisan berikutnya hweesio itu menceritakan


bagaimana setelah dia kembali ke ibukota. siang malam
selalu memikirkan dan membayangkan Kim In Eng, setiap
saat tak dapat melupakan bayangan tubuh serta irama
Khiemnya yang merdu merayu hati terasa sedih dan
tersiksa.
Maka pada suatu hari dia lari masuk ks dalam gudang
harta den memboyong benda benda berharga itu kegunung
Cing Shia dengan maksud mempersembahkan benda benda
berharga itu kepada Dewi Khiem Bartangan sembilan Kim
In Eng sambi! memohon kepadanya agar suka menemani
dia berpesiar kemana mana.
Siapa tahu Kim In Eng telah melimpahkan rasa cinta dan
sayngnya
kepada lain orang, permintaan
serta
permohonannya iiu ditolak mentah mentah.
Karena ditolak Thian Liong Hweesio merasa gemas
sedih dan perih bagaikan dipagut ular, dengan hati putus
asa dan sedih ia membawa benda benda berharga itu turun
gunung, dimana ia temukan gua tersebut dan mengurung
diri disana sambil bertobat untuk menebus dosa. Tapi ia tak
sanggup menahan birahi yang bergolak terus menerus,
akhirnya ia tak kuat menahan diri dan mati"
"Napsu birahi sukar dilenyapkan dari dada, aku musnah
karena cinta" Baca Pek ln Hoei berulang kali.
Dia angkat kepala memandang kearah hweesio dalam
tiang solju tadi, tampaklah diatas dadanya secara lapat lapat
terlihat cahaya bekas luka berwa na hitam pekat, ketika
dipandang lebih seksama ia merasa luka itu memang sangat
mirip dengan seekor ular.
Sekilas perasaan aneh berkelebat dalam
berpikir kembali:

otaknya, ia

"Luka yang disebabkan oleh karena napsu birahi ternyata


jauh lebih hebat daripada luka karena senjata, seorang padri
macam diapun bisa mati karena tak kuasa menahan napsu
birahi yang berkobar dalam dadanya, bukankah hal ini
sama artinya menunjukkan bahwa setiap msnusia sukar
untuk menahan diri dari pengaruh nafsu. Birahi...."
Kembali sinar matanya menyapu keatas meja, disana
masih tertinggal dua baris tulisan kecil yang berbunyi
demikian:
"Pincecg tinggalkan sebilah kapak sakti yang tajam dan
terbuat dari baja berusia selaksa tahun serta sejilid kilab
ilmu silat Sembilan Kapak Pembuka langit, sembilan belas
perubahan dari ilmu sakti sembilan belas merubah naga
langit bagi siapa saja yang masuk kedalam gua ini".
Dibawab kapak besar itu, tercatat pula beberapa huruf
yang berbunyi begini :
"Tatkala elmaut hampir mencabut jiwaku, pinceng
dengar dari dinding gua sebclah daiam barkumandang
datang suara manusia. Barangsiapa yang beruntung masuk
kedalam gua ini, harap suka meabelah dinding belakong
gua ini dengan kapak, selidikilah asal mulanya suara
nanusia itu
Menulis sampai disitu, rupanya ajal sudah tiba maka
Thian Liong Toa Lhnma mengakhiri kelimat yasg belum
selesai itu sampai ditengah jalan saja.
Pek In Hoei menghela napas panjang, lalu bangkit berdiri
memandang dinding batu dibelakang tiang salju dan
berpikir :
"Entah sudah berapa puluh tahun hweesio isi mati disini,
sekalipun dibelakang dinding batu benar2 terdapat ruang

kini satelah lewat banyak tahun kendati ada oraog pernah


masuk kedalam sana mereka tentu sudah keluar lagi.
Tapi ia berpikir kembali:
"Aku benar benar tidak percaya, masa sebilah kapak
hitam yang jelek dan kecil ini mampu membelah dinding
batu yarg tebal?"
Dengan perasaan ingin tahu ia ambil kapak sebesar tiga
depa itu dan berjalan ke belakang liang salju.
Dinding beton dibelakaag liang salju itu berwarna hijau
karena tumbihan lumut yang tebal dan subur, Pek In Hoei
angkat kapaknya dan segera membabat keatas dinding batu
itu.
"Bruuuuk........" sebuah batu cadas yang sangatbesar
rontok kebawah setelah terima babatan itu, begitu lunak
dan gampang seolah2 sedang membabat tahu.
Dengan perasaan kaget dan tercengang Pek in Hoei
angkat kapaknya lagi dan meneruskan babotannya keatas
dinding.
Dalam sekejap mata batu cadas berguguran diatas tanah,
dimana saja kapak itu mampir batu segera rontok kebawsh,
dalam sekejap mata munculah sabuah lubang yang amat
besar diatas dinding tersebut.
Pek In Hoei segera melongok kedalam, ia temui bahwa
dibalik dinding tadi munculah sebuah ruang batu yang
penuh dengan tiang batu diatas tanah menggeletak pula
beberapa sosok mayat.
Ia berseru tertahan, rasa ingin tahunya semakin
bertombah delam hati, kapaknya segera bekerja cepat
membabat dinding batu sebingga dalam waktu singkat ia
dapat menerobos kedalam.

Bau apek dan amis berhembua keluar menusuk hidung,


disepanjang tiang batu dalom ruang itu menggeletak
delapan sosok mayat. Dandanan mereka acak2on dan
perawakan tubuh merekapun berbeda, namun ada satu
yang sama yaitu wajab mereka menunjukkan penderitaan
yang hebat serta diatas badannya tidak ditemui bekas luka.
Pek Ia Hoei berjalan masuk kedalam, ia jumpai diantara
mayat itu ada yang berdandan hwesio, ada yang berdandan
toosu dan ada pula yang berdandan sebagai manusia biasa,
tetapi yang aneh temyata menunjukkan sikap yang aneh,
badan mereka bangkok dan melengkung. Jelas sebelum ajal
mereka tiba telah terjadi suatu pertarungan yang maha seru.
Menyaksikannya itu, pemuda she Pek ini menghela
napas panjang.
"Aaaai mereka semua mati didalam suatu pertempuran
yang amat sengit, justru karena hawa dingin yang membeku
dalam ruang batu ini maka jenasah mereka tetap utuh dan
tidak sampai membusuk. Tetapi-- apa sebabnya mereka
saling bunuh membunuh? apa yang sedang mereka
rebutkan?"
Tiba2 suatu ingatan berkelebat didalam benaknya.
"Mungkinkah mereka adalah mayat dari kedelapan ketua
partai besar yang sudah lenyap puluhan tahun lamanya"
Sekujur badannya gemetar keras, ia segera minghitung
jumlah mayat diatas tanah sedikitpun tidak salah semuanya
berjumlah delapan orang.
Rasa tegang yang menyelimuti benaknya segera ditahan
lagi, disebabkan karena ia akan segera mengetahui rahasia
kematian dari kedelapan ketua partai besar yang lenyap
dipuncak gunung Cing shia sejak puluhan tabun berselang,
pemuda itu nengucurkan keringat dingin.

Ia segera tundukkan kepalanya memeriksa mayat


seorang hweeiio tua yang menggeletak paling dekat dengso
dirinja, ia jumpai tangan kanan hwesio itu menuding kearah
tiang batu den ia mati dalam keadaan kaku.
Mengikuti arah yang dituding jari lengan mayat hwesio
tua tadi, ia temukan bebarapa huruf terukir diatas tiang,
tulisan yang berbunyi:
"Ilmu jari Kim Kong Ci dari partai Siauw lim"
Dibswah tulisan itu terukirlah bagaimana cars melatih
ilmu jari itu dan bagaimana cara bersemedi dan bagaimana
cara mengerahkan tenaga. Pek In Hoei berseru tertahan,
buru2 ia menengok keetas tiang batu lainnya, disana ia
jumpai pada setiap tiang batu terukirlah ilmu sakti berbagai
partai serta cara untuk melatihnya.
Ia menghembuskan napat panjang, pikirnya:
"Ooouw........ Ilmu meringankan tubuh otau Ginkang
dari partai Kunlun, ilmu pukulan penakluk harimau dari
partai Gobi, ilmu pedang Siuw Cing Kiam hoat, ilmu
pedang Lak-Koo Kiam Hoat dari Parti Hoasan. ilmu
pedang penakluk iblis dari partai Khong tong, ilmu pedang
Kan san Kiam host dari partai Tiang Poy, ilmu pedang Poo
Hong Kiam Hoat dari portai Butong, ilmu pukulan Leng
Bwee ciang dari partai Thian san. begilu banyak ilmu sakti
yang terdapat di sini. kesemuanya ini sudah cukup untuk
menciptakon diriku sebagai jago sakti . . . "
Ia tertegun kemudian berpikir kembali :
"Tapi. . . bukankah Supek couw sipedang sakti dari Tiam
cong pun ikut serta dalam pertemuan besar ini? kenapa
hanya dia ia orang yang tidak kelihatan?",

Ia bangkit berdiri dan siap mencari jenasah dari Cia Ceng


Gak, dan secara tiba tiba ia teringat kemhaii akan sumber
cahaya yang menyoroti seluruh ruang batu itu.
Kembali ia berpikir :
"Kenapa aku tidak pernah berpikir darimana datangnya
cahaya sehingga aku dapat membaca tulisan tulisan kecil di
tiang batu itu ?"
Belum hilang pikiran itu, dia telah menemukan
datangnya cahaya itu kiranya berasal dari balik beberapa
buah tiang batu nun jauh disana, begitu tajam cahayanya
sehingga seluruh ruangan jadi terang benderang,
Pek In Hoei maju menghampiri sumber cohaya tadi, ia
lihat sebilah padang mustika yang panjang tertancap diatas
tiang batu, pada gagang pedang tadi terdapatlah sebutir
intan bewarna merah darah, cahaya terang tadi bukan lain
adalah sinar yang tcrpancarkan dari batu intan tersebut:
Dengan mata yang silau oleh cahaya, ia maju lebih dekat
lagi kemudian cabut pedang tersebut dari atas tiang.
Mendadak kakinya tersangkut sesuatu hingga hampir
saja terjungkal keatas tanah, kiranya benda itu bukan lain
adaiah sesosok mayat.
Orang itu berwajah persegi berwarna merah kehitam
hitaman, janggotnya panjang dan bercabang tiga, tangan
kanannya berada ditengab udara seolah olah sedang
mendorong sesuatu sedang pada tangan kirinya mencekal
sebuah sarung pedang berwarna merah yang memancarkan
cahaya gemerlapan.
Kambali satu ingatan berkelebat dalam benaknya, buru
buru dia angkat pedang mustika itu dan diporiksa dengan
seksama diatas tanah pedang yang berwarna biru kehitam
hitaman terukirlah beberapa patah kata.

"Pedarg sakti Penghancur Sang Suryal",


"Apa pedang sakti penghancur sang surya?" Gumam Pek
In Hoei dengan nada kurang percaya. "Kalau begitu... kalau
begitu.... mayat yang menggeletak diatas tanah bukan lain
adalah supek couwku sipe dang sakti dari Tiam-cong, Cia
Csng Gak adanya?"
Dengan pandangan mcndelong diawasinya wajah supekcouwnya yang telah mati puluhan tahun berselang,
bayangan Kim in eng yang merana karena ditinggal Cia
Ceng gak berkelabat pula dalam benaknya
Begitulah, sejak hari itu Pek in Hoei lantas menetap
didalam gua sambil mempelajari dan mendalami semua
ilmu silat maha sakti yang ditinggalkan para ketua delapan
partai besar itu.
Ia berlatih giat dan rajin, tiap malam dengan tak
mengenal lelah dilatih dan diyakini terus ilmu silat tersebut,
dalam hati ia hanya punya satu cita2 setelah menyelesaikan
pelajarannya yaitu mambalas dendom bagi kematiao
ayahnya serta menuntut balas bagi kemusnahan anak murid
partai Tiam-cong
))oodwoo((
JILID 7
5
HEMBUSAN angin Barat laut yang dingin dan
membekukan badan telah berlalu, musim semipun
menjelang tiba. Daun yang hijau mulai bersemi diatas
pohon Liuw dan rerumputan nan hijau mulai tumbuh
diatas permukaan tanah yag basah

Angin musim semi berhembus lewat menyegarkan


suasana diatas gunung Cing Shia, awan putih bergerak
diangkasa memperlihatkan puncak gunung yang secara
lapat-lapat masih berselimutkan salju. Tanah nan hijau yang
membentang dipunggung bukit menunjukkan bahwa musim
semi telah tiba.
Pagi itu udara sangat cerah, sinar matahari
memancarkan cahayanya menerangi seluruh jagad.
Pada saat itulah tampak sesosok bayangan manusia
dengan langkah lebar berjalan turun dari atas puncak
gunung Cing Shia.
Orang itu memakai jubah panjang berwarna merah,
diatas punggungnya tergantung sebuah buntalan, disisi
pinggang tergantung sebuah kapak hitam dan ditangannya
membawa sebuah bungkusan kain yang panjang. Gerakgeriknya aneh dan mencengangkan hati.
Manusia aneh berjubah merah itu dengan memakai
sepasang sepatunya yang usang dan rusak selangkah demi
selangkah berjalan melewati tanah lumpur yang becek,
memandang puncak gunung nun jauh disana, dengan alis
berkerut ia bergumam: "Selamat tinggal, gunung Cing-shia
!" Sambi berjalan, kembali ia berpikir:
"Berkumpul selama dua tahun membuatku berubah jadi
seorang manusia yang kosen meski aku pernah cuourkan air
mata disini namun aku berharap pada kunjunganku yang
akan datang aku telah menjadi seorang jago nomor wahid
dikolong langit, semoga aku kembali dengan membawa
kebanggaan serta kegembiraan."
Dengan langkah lebar ia melanjutkan perjalanan menuju
kearah kota, dandanannya aneh tentu akan menarik
perhatian banyak orang seandainya jalan raya itu penuh
dengan orang yang melakukan perjalanan nanun untung

waktu itu jarang orang bepergian maka jalan raya sunyi sepi
hanya dia seorang.
Langkah manusia aneh berjubah merah ini sangat
enteng, setiap langkah ia dapat melalui satu tombak lebih
lima depa lebih, begitu enteng dan gesit dia berjalan seolaholah capung yang terbang diangkasa.
Siang hari telah menjelang tiba, tatkala orang aneh itu
masih melanjutkan perjalanan tiba-tiba terdengar dari arah
belakang berkumandang datang suara keleningan kuda,
disusul seekor kuda berlari mendatang dengan cepatnya.
la segera menyingkir kesamping memben jalan buat kuda
itu lewat, kuda pertama berlari kencang disusul kuda
berikutnya lari lebih kencang lagi lumpur segera
beterbangan mengotori seluruh badannya.
Orang itu mengerutkan alisnya yang tebal dan angkat
kepala memandang kedepan.
Ditemuinya kedua orang penunggang kuda itu adalah
dua orang nona berbaju hijau yang mempunyai kuncir
panjang diatas kepalanya.
Semula manusia aneh itu sudah siap mengumbar
amarahnya, namun setelah menyaksikan bahwasanya
kedua orang penunggang kuda itu adalah dua orang gadis
manis, ia batalkan niatnya dan tidak bicara apa2 lagi.
Dengan hati mendongkol, ia menyeka lumpur yang
menempel diatas bajunya dan meneruskan kembali
perjalanannya. Suara derap kaki kuda mendadak
berkumandang kembali dari arah belakang, kali ini kuda
tersebut lari dengan kencangnya, sebelum manusia aneh
berjubah merah itu membentak dengan kasar :
"Bangsat, ayoh cepat menyingkir, apa kau cari mati?"

"Sreeet....! serentetan desiran angin tajam


menyapu datang berbareng dengan bentakan tadi.

segera

Merasakan datangnya sambaran dengan sepasang kening


berkerut manusia aneh berjubah merah itu angkat tangan
kirinya keatas, lima jari laksana kilat mencengkeram ujung
cambut dan membetotnya kebawah.
Deruan angin tajam menyambar lewat diiringi suara
ringkikan panjang kuda tersebut berkelebat melewati diatas
kepalanya.
Berhubung sentakan keras dari dua tenaga yang saling
berlomba cambuk kuda tadi putus jadi dua bagian dan
rontok ketanah.
Sebaliknya sekujur badan manusia tadi basah kuyup lagi
kotor oleh cipratan kaki kuda , melihat badannya kotor ia
membentak gusar, tangan kirinya bergerak memhentuk
gerakan lingkaran lalu menyambsr kemuka, ia cengkeram
ekor kuda yang masih ada diteogah udara, sementara
tangan kirinya meraup kepinggaog binatang itu dan
menyentaknya kebelakang.
Kraaaaak ... ekor kuda itu mentah mentah terbetot patah,
knda itu meringkuk kesakitan dan segera meloncat tujuh
depa ketengah udara.
Oleh loncatan tadi penunggang kuda itu berseru tertahan
dengan rasa kaget kemudian melotot kearah orang berjubah
merah, dengan sorot mata gusar.
Sebaliknya orang aneh berjubah msrabpun dengan penuh
kegusaran loncat meju empat tombak kemuka, sebelum
tubuh kuda yang meloncat ketengah udara tadi hampir
menginjak permukaan bumi, ia sambar pinggangnya lalu
diangkat keatas dan dibanting keatas tanah.

Kuda itu meringkik panjang, ia lemparkan ke


penunggangnya keatas udara kemudian berkelejit sejenak
dan akhirnya tak berkutik lagi. mati dengan kspala remuk.
Demonstrasi kepandaian sakti dari manusia aneb itu
mengagetkan semua orang, dua orang gadis pertama tsdi
segera berubah air muka dan berdiri dengan mulut
melongok.
Sebaliknya penunggang ketiga yang merupakan seorang
pemuda gantengpun berdiri menjublek diatas tanah,
rupanya tidak mengira kalau pihak lawan mempunyai
kekuatan sedemikian hebatnya.
Dengan sorot mata gusar manusia aneh berjubah merah
itu awasi sekejap wajah pemuda itu, kemudian menegur
dengan suara berat:
".Orang muda, usiamu masih amat kecil namun sepak
terjangmu kasar dan jumawa. Hmmm seandainya aku tidak
memiliki sedikit ilmu kepandaian bukankah sejak tadi aku
sudah mati terpijak kudamu? maka dari itulah sekarang aku
hendak meghukum dirimu untuk meneruskan perjalanan
dengan berjalin kaki, agar dikemudian hari lebih berhati
hati kau dalam menunggang kuda".
Habis berkata ia segera putar badan dan berlalu dergan
langkah lebar.
Melihat dirinya ditegur dan dimaki didepan kedua orang
nona !tu, merah padam selembar wajah pemuda itu saking
mendongkolnya, menjumpai manusia aneh itu hendak
pergi, segera Ia loncat kedepan sambil membentak:
"Tunggu sebentar!"

"Koko...... " hampir bersamaen waktu nona yang ada


desebelah depan berseru.
"Kau tidak usah ikut campur " hardik sang pemuda
sambil menoleh "Ini hari aku harus memberi sedikit
pelajaran kepada manusia jadah itu."
Dalam pada itu manusia aneb berjubah merah tadi baru
saja melangkah tiga tindak, mendengar makian itu segera
putar badan dan bertanya:
"Kan makin siapa manusia jadah?"
"Sauwyamu memaki dirimu sebagai manusia jadah, kau
mau apa... ?" sahut sang pemuda sambil tepuk dada sendiri.
Setelah merandek sendiri sejenak, dengan alis berkerut
serunya kembali :
"Jangan kau anggap dengan andalkan tenaga kasarmu
sebesar dua kati itu lantas bisa jual tampang didepanku.
Akan kurobek bacot anjingmu itu..... "
Orang aneh tersebut tertawa dingin
"Hammm... pada masa yang silam, entah kedua orang
tuamu sudah bikin dosa apa sehingga memperoleh putra
jempolan semacam kau. Tadi aku ampuni dirimu karena
memandang diatas wajah kedua adikmu itu, sekarang..
Hmm..... Hmm.... akan kulihat dengan andalkan
kepandaian apakah kau hendak tunjukkan kelihayanmu"
"Bangsat tak usah banyak bacot lagi, lihat serongan lihay
dari sauwyamu"
Seraya membentak badannya dengan lincah berkelebat
kemuka, lima jari dipentang dan seketika itu jaga selurub
angkasa dipenuhi efek bayangan jari.
Rupanva manusia aneh berjubah merah itu tidak
meogira kalau pemuda perlsnte semavam
diapun

mempunyai kepandaian silat yang demikian dahsyat, in


berseru tertahan, tubuh bagian atas segera bergeser lima
coen kesamping sementara telapak klrinya membabat keluar
mengunci tubuh bagian luar, sedang lima bagian jari
tangannya menyerang bagian laksana sebuah jepitan
mencengkeram urat nadi musuh.
Lelaki muda itupun diam2 merasa terperanjat tatkala
menyaksikan penjagaan musuh yang ketat, berada ditengah
udara tubuhnya merandek sejenak.
Dan dikala badannya merandek itulah, lima jati tangan
kanan manusia aneh berjubah merah itu telah menyapu
tiba.
Dia mendengus dingin. mendadak jart tangannya
menutu! ke!uar membabat urat nadi dltangan lawan,
Serentetan napsu membunuh bersemi diatas wajahnua,
tangan kiri digetarkan pula tanpa mengeluarkan sedikit
usahapun kelima jarinya yang penuh mengandung hawa
sinkang menerobos masuk lewat titik kelemahan dibawah
lengan kanan lawan.
Ancaman ini datangnya sangat berbahaya disamping keji
jnga ganas, manusia aneh berjubah merah itu segera
kebutkan jubah merahnya dan loncot mundur delapan
langkah kebelakang. dengan suatu gerakan yang manis ia
bcrhasil melepaskan din dari totokan maut itu
"Kemana kau hendak lari?" hardik pemuda iiu, dengan
gerakan yang tak berbeda ia menyusul kedepan"
Manusia aneh berjubah merah itu segera bersuit nyaring,
mendadak badannya berputar dua lingkaran dltengah
linkaran dan !oncay lima tombak keluar kalangan, untuk

kesekian kalinya dia berhasil meloloskan diri dari serangan


musuh"Siapa yang mengajarkan ilmu jari ini kepadamu?"
Tegurnya dengan alis berkerut "apakahi Kun Thian Jien
Sian?" Pamuda itu tertawa seram.
"Aka mengira kau betul betu! mmi!iki ilmu silat yang
maka sakti, Hmmm tak tahunya cuma seorang prajurit
tanpa nama dari partai Kun Iun ..."
Mendadak sir mukanya berubah keren, serunya :
"Cuma ilmu jari dari Kiong squwya pun tidak mengerti,
buat apa kau tampil didalam dunia persilatan untuk
menjual kejelekan? siapa itu Dewi Khiem bcrtangan
sembilan atau bcrtangan sepuluh? pun sauw-ya sama sekali
tidak kenal!"
Karena menyaksikan ilmu jari lawan sengat aneh, sakti
dan mirip dengan kepandaian dari Kys Thian Jien Sian.
maka ia ajukan pertanyaan tersebut, siapa tahu pemuda itu
amat sombong hal ini seketika itu juga menimbulkan
kegusarannya.
Secara tiba tiba sekilas cahaya merah berkelebat diatas
dahinya, kian lama warnanya kian membara.... Ia
melangkah satu tindak kemuka, lalu tegurnya dengan nada
berat :
"Kau adalah putra dari Kiong Thian Bong?"
"Sedikitpun tidak salah, pun sauwya adalah Kiong Ci
Yu" sahut pemuda itu jumawa. "Berani benar kau sebut
nama besar ayahku?"
"Haaah.... haaah...... haaah....... Kiong Thian Bong
adalah manusia macam apa.... tidak sejeriji dalam
pandanganku . . . "

Mendengar ayahnya dihina Kiong Ci Yu meraung gusar,


sepulub jarinya diputar kedepan, laksana sepuluh buah
pedang kecil secara serentak menusuk ketubuh musuh.
Manusia aneh berjubah merah itu mendengus dingin,
menunggu hingga serangan itu hampir mengenaitubuhnyn
mendadak ia berputar kencang, laksana kilat tangan
kanannva bergerak kemuka mencengkeram jalan darah Pit
Sie Hiat dilengan kiri pemuda she Kiong itu.
"Enyah dari sini!" bentaknya, Begitu jalan darah dilengan
kirinya terpegang, Kiong Ci Yu meratasan separuh
badannya jadi kaku, tanpa memiliki daya untuk bertahan
lagi badannya segera dilemparkan enam tombak jauhnya
oleh manusia aneh berjubah merah itu.
"Bluuuum... " Tidak ampun badannya tercebur kedalam
kolam lumpur disisi jalan.
Dua bentakan nyaring tiba tiba kerkumandang
memecahkan kesunyion disusul menyambar datangnya dua
desiran angin tajam.
Dengan cepat manusia aneh itu miringkan badan bagian
atas kesamping, lengan kanannya berputar membentuk satu
gerakan bujur dan menyerang dengan jurus Liauw Koan
Seng Gwat atau Memandang Bintang menikmati rembulan.
Weeess....Sreeet... l sebuah kuncir besar mengiringi
sepasaog telapak yong halus dengan cepatnya meluruk
datang. Manusia aneh itupun putar sepasang telapaknya
menyambut datangnya ancaman lawan.
Bruuuk.. walaupun berada dalam keadaan tidak siap,
namun dalam bentrokan barusan manusia eneh it dapat
menilai sampai dimanakah taraf tenaga kepandaian yang
dimiliki gadis ini.

Badannya segera bekelebat menyingkir kesamping,


namun dara itu tak mau kasih kesempatan baginya sambil
membentak kuncinya kembali dikebaskan keluar. Manusia
aneh berjubah merah itu terus mundur kebelakang. Suatu
saat tiba tiba ia kabulkan ujung jubahnya kearah depan,
gumpalan angin serangan yang maha dahsyat. segera
menggulung kedepan.
Nona berbaju hijau itu mendengus dingin badannya
merandek lalu berjongkok dan melitik keatas. Bagaikan
seekor ikan belut yang berkelejitan diatas lumpur. dengan
manis ia berhasil menerobos angin serangan tersebut.
Kejadian yang sangat aneh ini segera membuat manusia
aneh itu berdiri tertegun sebelum ingatan kedua berkelebat
lengan baju bagian dadanya sudah kena dicengkeram
lawan.
la mendengus, sepasang telapak diputar kencang lalu
mengayun kemuka membabat persendian lawan.
Gadis itu membentak nyaring, sepasang telapak balas
berputar pula kearah yang berlawanan, seketika itu juga
muncul segulung angin berputar yang mencoba
inembanting tubuh lawan kedalam lumpur.
Manusia aneh berjubah merah itu tidak mengira kalau
sepasang telapak lawan bisa menghasilkan tenaga putaran
yang begitu aneh, badannya tak sanggup berdiri tegak
seketika itu juga dia terjengkang keatas tanah.
Tampaknya ia akan segera tercebur pula kedalam
lumpur, mendadak sepasang lengan
dikemas kesamping badannya meluncur kembali lima
depa ketengah udara, setelah berputar satu lingkaran
dengan tenang dan selamat badannya melayang turun dua
tombak dari tempat semula:

"Apakah kau putrinya Kiong Thian Bong sibintang


kejura?" Tegurnya kemudian dengan wajah penuh diliputi
rata kaget.
Sementara itu gadis tadipun merasa kaget bercampur
tercengang melihat kegesitan orang pikirnya didalam hati:
"Seja kapan partai Kun lun rnuncul seorang jago sakti
semacam ini? ternyata ilmu meringankan tubuh memotong
angkasa berputar kayun dari pertai tersebut berhasil dilatih
hingga sedemikian sempurna
Saking tercengangnya, hingga untuk bsberapa saat
lamannya ia lupa untuk menjawab pertanyaan orang,
"Hmmmn...!" terdengar orang aneh itu mendengus.
"Bukankah Kepandaian silatmu itu sjssan dari Ouw-yang
Gong?"
"Siapa kau ?" bentak sang dara dengan vvajah berubah
hebat.
"Siapakah aku lebih baik kau tak usah tahu!"
"Kurang ajar jawab dulu pertanyaan yang kuajukan
tadi!" dengar gusar gadis itu pentang kelima jarinya dan
menubruk kembali kemuka.
"Budak ingusan yang tak tahu diri"
Dengan
hati
dongkol simanusia
aneh
menyongsong kedatangan lawan, kelihatannya
pertarungan sengit segera akan berlangsung lagi.

moju
suatu

Sebelum pertarungan itu meletus, mendadak gadis kedua


yang berada diatas kudanya loncat turun dan melayang
ketengah kalangan, kepada rekannya dia berseru:
"Yan Yan, kau bukan tandingannya" kemudian sambil
menjura dia menambahkan "Tolong tanya siapakah nama
besar cianpwee"

Sikap yang manis dari gadis kedua ini melunakkan pula


wajah manusia aneh berjubah merah itu
"Kau datong bersama sama dia, tentu kalian kenal bukan
dengan diri Ouw-yang Gong?".
"Dia orang tua adalah snhu kami"
"Cia Cia, buat apa banyak bicara dengan bajingan itu! "
hardik Kiong Ci Y u dari samping dengan wajah penuh
kegusaran. Dengan badan berlepotan lumpur ia melangkah
mendekat bentaknya lagi penuh kebencian. "Kalau kau
punya nyali teriamalah sembilan jurus ilmu jari bintang
kejoraku!"
".Heeeh...... heeeeh...... heeeh..... dengan andalkan
bakatmu yoag bobrok semacam itu, lebih baik berlatihlah
sepuluh tahun lagi sebelum menghadapi diriku" serentetan
cahaya aneh berkelebat dalam wajahnya, lalu ia
menyambung:
"Tidak lama kemudian akan kucari orang tuamu Kiong
Thian Bong, dendam ini hari biarlah kuperhitungkan
sekalian"
Ucapan ini membuat Kioog Ci Yu melengak, namun
dengan cepat ia tertawa seram:
"Setiap saat pun sauwya akan menantikan kehadiranmu
dalam perkampungan".
"Keparat cilik kalau kau punya nyali ayoh sebutkan
namamu!"
Manusla aneh berjubah merah itu sama kali tidak
menggubris ucapnn orang, perlahan2 dia alihkan
pandangannya kearah gadis Cia Cia yang sedang
mengawasi dirinya dengan wajah gelisah, seakan akan dara

itu kuatir bila dia turun tangan keji terhadap pemuda


tersebut.
Dia melengak, diikuti sinar matanya membentur dengan
eebilah golok lengkung berwarna perak yang menyoren
diatas punggungnya, seketika serentetan cahaya aneh
berkelebat aalam pandangannya...... "Kau adalah keturunan
dari sigolok perontok rembulan Ke Hong?" . Tegurnya,
"Benar Ke Hoog sigo!ok perontok rembulan adalah
ayahku " sebut dara itu mengangguk.
"Apakah cicnowee datang dari perbatasan?"
Bslum sempat orang itn menjswab, dua rentetan desiran
angin tajam telah menyerang datang mengancam
punggungnya.
Dia sama sekali tidak memperdulikan datangnya
ancaman, begitu merasa desir angin sudah berada
dibelakang punggungnya ia baru balik telapak tangan
kebelakang, kepada Ciong Yan Yan serunya :
"Inilah mutiara milikmu sendiri, nah ambilah kembali".
Sebutir mutiara yang kecil segera meluncur keluar dari
telapaknya melayang kearah Kiong Yan Yan.
Dalam pada itu serangan pit dari Kiong Ci Yu yang
melancarkan bokongan di belakang telah tiba.
Seketika itu juga air muka dara tersebut berubah hebat,
jeritnya :
"Koko...... "
Sebelum ia sempat mengutarakan kata2nyai, kedua
batang senjata poan koan pit ditangan pemuda the Kiog itu
sudah mendekati titik diatas punggung manusia aneh
berjubah merah itu.

"Keparat, modar kau... " jerit Kiong Ci Y u sambil


tertawa seram.
Belum habis dia tertawa, mendadak orang an.eh itu putar
badan sambil mencengkeram kebelakang.
Melihat serangan barusan itu air muka kiong Ci Ya
berubah hebat, tangan kanannya segera bergetar coba
meoarik kembali
Sayang dia kalah cepat dari pada lawan tahu2 seutas
rantai perak telah mencengkeram sepasang senjatanyaa
hinggs tak berkutik.
"Selama hidup aku paling benci terhadap manusia
kurcaci yang suka main bokoog"
Creet.... sekilas cahaya tajam berkelebat lewat, terdengar
Kiong Ci Yu menjerit ngeri, lengan kanannya seketika
terpapas putus oleh senjata kapak lawan dan darah segar
muncrat keempat penjuru.
Kiocg Yan Yan meojarit keras, badonnya segera
menubruk kedepan.
Manusia aneh berjubah merah itu tidak mau melayani
tubrukan orang badannya segera berkelejat kesamping
uatuk meloloskan diri.
"Apa permusuhanmu dengan dirinya?" jerit Ke Ciang
Ciang dengan airmata membasahi wajahnva, "Kenapa kau
begitu keji memapas putus sebuah lengannya hingga dia
jadi caead seumur hidup?"
"Berapa kali aku sudah memberi ampun kepadanya
namun dia berkeras kepala juga untuk mencari kematian
buat diri sendiri hal ini janganlah salahkan kalau aku
berbuat kelewat kejam, sebab kalau aku tidak
membinasakan dirinya, dialab yang akan membunuh

diriku. Hmm! tindakanku benar2 boleh dibilang sudah


terlalu sungkan kepadanya. Sedang mengenai dendam
permusuhan, Hmm.... mempunyai ikatan desdam sedalam
lautan dengan kalian. Ini hari pulanglah dengan
memandang diatas wajah Ouw Yang Gong aku tak ingin
ribut lagi dengan kalian Nahi pulanglah dan beri tahu
kepada Ke Hong, dalam lima hari mandatang suruhlah dia
berhati batil".
Ke Cian Cian tertegun, belum sempat dia berpikir lebih
jauh tampaklah Kioag Yan Yen bagaikan kalap telah
menubruk kembali kedepan.
"Kau bunuhlah pula diriku" jeritan sambil menangis.
Manusia aneh berjubah merah itu ayunkan tangan
kanannya kedepan. rabtai perak beserta dua batang senjata
poan koan pit itu segara meluncur kedepan menghadang
jalan pergi dari gadis ske Kiong.
"Janganlah kalian paksa diriku untuk melakukan
pembunuhan lagi" Bentaknya keras keras
Dari sikap Kiong Yan Yan yang kalap, Ke Cian Cianpun
lantas mengira Kiong Ci Yu telah mati terbunuh, maka
sambil meoggigit bibir ia cabut keluar golok lengkungnya
lalu membacok dari sebelah kanan.
Mendengar desiran angin serangan dari arah samping,
manusia aneh berjubab merah itu membentak keras,
sepasang bahunva bergerak tahu tahu ia sudsh berada
dihadapan gadis Cang Ciang sementara tangannya
menyapu keluar.
Ke Cian Cian terperanjat, tanpa berpikir panjang lagi ia
perkencang genggamanya dan membabat kebawah.

Manusia aneh berjubah merah itu mendengus dingin,


kampak kecilnya diputar keacang dan dengan satu gerakan
yang sangat aneh dia ayun keluar.
Gerakan ini cepat laksana kilat, jaraknya pun dekat maka
tanpa ampun lagi....... Criing golok lengkung ditangan
gadis itu terpapas kutung.
Ke Cian Cian tidak mengira kalau kampak kecil Lawan
yang jelek dan tak terpandang itu ternyata begitu tajam,
melibat goloknya kutung, telapak kiri segera dipukulkan
kedepan.
Gerakan ini dilancarkan dengan menempuh bahaya dan
sama sekali tidak mempedalikan jiwa sendiri, maka dari itu
dengan telok serangan tadi bersarang didadai manusia aneh
berjubah merah itu.
Plaaak
..... orang aneh itu meraung gusar, ia
melangkah setengah tindak kedepan sikut kanannya
langsung disodok.
Tatkala menyaksikan serangannya sama sekali tidak
berbasil mengapa apakan pihak lawan Ke Cian Cian
kelihatan amat terperanjat terutama sekali setelah
menjumpai sikut musuh telah mengancam jalan darah Hian
Kie Hiat ditubuhnya, ia nampak jauh lebih ketakutan.
Tampaknya sebentar lagi dia bakal mati konyol ditangan
lawan, atau secara tiba tiba orang aneh berjubah merah itu
miringkan sikutnya kebawah, ia cengkeram lengan kanan
gadis itu seraya membentak :
"Ayoh berhenti tidak kau?".
Tangan diayun, tubuh Ke Cian Cian dilemparkan
keudara danterbanting diatas pelana kuda kuda kurang
lebih tiga tombak dari tempat semula.

"Memandang diatas wajahi Ouw yang Gong sekali lagi


kuampuni selembar jiwa kalian" Serunya keren. "Aku harap
kalian segera pulang kerumah dan bawa serta keparat cilik
mustika kalian itu. Kalau tidak dia akan modar tak
ketolongan lagi".
"Dia belum mati?" Tanya Ke Cian Cian melegak sambil
membelalakkan matanya.
"Jalan darahnya telah kutotok, untuk sementara waktu
dia tidak akan modar Ayo cepat gusur orang ini pulang
kerumah!" Ke Cian Cian melegak. akhirnya ia berseru
"Yan Yan, msri kita pergi".
"Hey bangsat, kalau kau punya nyali sebutkan namamu
kepada kami?" Teriak Kiong Yan Yan sambil menggigit
bibir
Lima hari kemudian aku pasti akan muncul dalam
perkampungan Tay-Bie San Cung untuk mencari Ke Hong,
sampai waktunya kau akan tahu sendiri siapakah diriku".
"Hmmm....
sungguh memalukan kau memiliki
kepandaian silat yang sangat lihay, ternyata takut menyebut
nama sendiripun tak berani rupanya kau adalah sebangsa
manusia kercaci yang sukanya bermain sembunyi. Cisss ..
msnyebalkan".
Ucapan ini membuat orang aneh itu mengerutkan
sepssaeg alis.
"Balklah, setelah sampai dirumah katakan bahwa
keturunan dari Pek Tiang Hong pedang penghancur sang
surya, Pek In Hoei dalam beberapa hari kemudian akan
berkunjung keperkampungas kalian untuk minta seberapa
petunjuk dari Ke Hong siGolok perontok rembulan serta
Kiong Thian Bong jari Bintaog kejora".

Apa ? jadi kau adatab Leng-Hiat Kiam Khek sijago


pedang berdarah dingin Pek in Hoei?.. Seru Ke Cian Cian
serta Kiong Yan Yan hampir berbareag dengan wajah
terperanjat, matanya terbelalak lebat.
Rupanya Pak in Hoei sendiripun merasa tercengang atas
julukan itu, dengan alis berkerut pikirnya dalam hati :
"Ini hari aku baru pertama kali turun daii gunung,
kenapa mereka sebut aku sebagai jago pedang berdarah
dingin? apakah mereka tidak aalah lihat?"
Sementara itu terdengar Kiong Yan Yan mendengus
dingin.
Sijago pedang berdarah dingin Pek In Hoei adaleh
seorang pemuda perlente yang gagah, dia tidak mirip
dirimu yang compang camping macam pengemis budukan"
jsngeknya.
"Haah .... haaaah . . . haaaah..... sungguh tak kunyana
aku Pek In Hoei telah dituduh orang sebagai manusia gagoh
tatkala untuk pertama kalinya turun dari gunung, peristiwa
aneh yang terdapat dikolong langit benar benar tak
terhingga banyaknya"
rambutnya yang kusut bergetar keras, tiba tiba nada
suaranya berubah jadi sangat dingin, sambungnya :
Perduli aku adalah sijago pedang berdarah dingin Pek In
Hoei yang tulen atasi bukan, dalam lima hari mendatang
diperkampungan Tay Bie San cung pasti akan terlihat ilmu
pedang penghancur sang surya deri partai Tiam Cong
menunjukkan kesaktiannya".
Sinar mata berkilat, perlahan lahan gantungkan kampak
baja itu keatas pinggang, kemudian sambil melepaskan
bungkusan. panjang dari pungungnya ia berguman seorang
diri:

"Sekarang juga akan kusuruh kailan saksikan kehebatan


dari pedaog sakti Penghancur Sang Surya, agar kalian bisa
bedakan mana yang tulen dan mana yan gadungan......"
Bersama dengan selesainya ucapan tersebut serentetan
suara desiran tajam yang amat memekikkan telinga
berkumandang membelah angkasa disusul berkelebatan
serentetan cahaya merah yang menyilaukan mata
memenuhi seluruh jagad.
Mendadak Pek In Hoei menggetarkan tangannya .....
Criiing l bagaikan pe kikan naga yang membelah angkasa,
sarung pedang itu meluncur keangkasa msnciptakan sekilas
cahaya yang amat tajam.
Cahaya tajam tadi berkilauan diudara berputar dua kali
diangkasa kemudian meluncur kearah Barat Laut dengan
menciptakan serentetan bekas cahaya yang amat tajam,
dalam sekejap mata bersama tubuhnya lenyap tak berbekas
Dengan termangu-mangu Ke Cian Cian memandangi
angkasa, lama sekali dia baru menghembuskan napas
panjang.
"Ilmu pedang penghancur saag surya..... ilmu pedang
penghancur sang surya..." gumamnya.
"Aaaaah, ilmu pedang Itu merupakan ilmu pedang
terbang yaag merupakan bersatunya senjata serta batin!"
bisik Kiong Yan Yan pula dtengah napas bergidik.
"Yan Yan cepat pulang dan laporkan kejadian ini kepada
ayahmu, seandainya Pek In Hoei benar benar datang
ayahku pasti bukan tandingannya"
"Percuma meskipun Susiok hadir pula disitu, belum
tantu mereka adalah tandingannya

Ke Cian Cian termenung daa berpikir sebentar, akhirnya


dia berkata:
"Aku akan pulang kerumah mencari suhu, mungkin dia
kenal dengan manusia yang bernama Pek In Hoei,
sedangkan kau berangkatlah kegunung Gobie dan
undanglah in Coen Liong sipedang naga datang membantu,
ilmu pedang Kun Lun pay juga dipelajarinya mungkin
dapat digunakan untuk menandingi ilmu pedang
penghancur sang surya ari partai Tiam cong.
"Sekarang hanya inilah satunya2 jalan yang bisa kita
tempuh . gadis she Kiong ini menghela napas panjang lalu
sambungnya. Semuanya ini engkohkulah yang bikin gara2,
mengapa dia ajak kita bertanding lari kuda sehingga
menimbulkan bencana besar yang memusingkan kepala
ini".
"Aaaai..... bagaimanapun juga, antara sipedang
penghancur sang surya dengan kita memang terikat dendam
sakit hati, akhirnya dia akan berhasil juga menemukan kita,
rupanya setelah hilang dua tahun badai pertumpahan darah
akan melanda kita lagi.
Klong Yan Yan tidak banyak bicara lagi; dia bopong
tubub Kiong Ci Yu dan loncat naik keatas kuda.
"Enci Cian, mari kita berangkat" serurya.
Tanpa menuggu kawannya lagi ia larikan kudanya segera
msninggalkan tempat itu.
Tengah hari sudah tiba, sinar sang surya dengan
panasnya yaag menyengat menyinari seluruh kota Seng Tok
Hoe.
Pada saat seperti itulah Pek In Hoa sambil membopong
buntalannyaa dengan langkah lebar masuk kcdalam kota.

Rambutnya kusut lagi kacau, jenggotnya menutupi


seluruh janggut dan ditambah pula jubahnya yang merah
dan penuh noda lumpur, menambah keseraman serta
kedengkilannya.
Banyak penduduk kota yang melirik kearahnya dengan
sinsr mata mengejek, sebentar mereka melirik kearah
sepatunya yang kotor oleh lumpur, kemudian memandang
jubah merahnya yang dekil dan akhirnya melirik rambutnya
yang kusut juga kator .
Jelas. dalam kota tersebut belum pernah dijumpai
manusia aneh semacam ini maka semua orang memandang
kerahnya dengan sinar mata tercengang, kendati begitu tak,
seorangpun berani menertertawakannyaa.
Sebaliknya Pek In Hoei sendiri sama sekali tidak
menggubris tingkah laku orang, ia meneruskan langkahnya
taapa menoleh kekiri kanan.
Ketika tiba tiba dipintu kota dan menyaksikan pintu
gerbaag yang hancur berantakan, pemuda she Pek ini
menghela napas panjang.
"Aaai....... kota kuno ini mengapa bisa hancur
berantakan jadi begini? sampai2 pintu gerbangpun tak
terawat. Propinsi ini terkenal dengantanahnya yang kaya.
kenapa uang untuk ganti pintu gerbangpun tak punya ... "
gumamnya seorang diri.
Jelas para pembesar tidak ada yang menaruh perhatian
sampai kesitu, setiap hari kerja mereka melulu berpesta pora
belaka
Dalam pada itu terdengar suara tambur yang ramai
diiringi detak kaki kuda berkumandang dari belakang,
diikuti para penduduk yang ada disekitar sana sama2
menyingkir kesamping.

Seorang perwira muda yang berpakaian perang warna


merah dengan menunggang seekor kuda putih yang gagah
per!ahan2 jalan mendekat, dibelakangnya mengikuti
prajurit bersenjata tombak.
Dan pada barisan yang paling belalang merupakan
empat buah tandu yang digotong orang.
Dengan termangu-mangu Pek Io Hoei berdiri ditepi
pintu kota, dijumpainya tandu tandu itu bergerak cepat
melewati hadapannva, tandu itu mewah semua, para kuli
tandupun memakai baju seragam yang bersih dan
gemerlapan,
Tiba tiba..... dari balik tandu keempat berkumandang
keluar suara tertawa yang amat merdu diikuti seseorang
berseru:
".Nona, coba lihat simanusia aneh berjubah merah yang
berdiri ditepi pintu kota sungguh dekil sekali"
Ucapan ini menyinggung perasaan Pek In Hoei, alisnya
kontan berkerut, dengan sinar mata tajam ia awasi tandu
tadi dimana secara lapat2 terlihatlah seorang nona
berkepang dua dengan dandanan seorang dayang sedang
memandang kearahnya sambil tertawa.
Dia tahu keadaan dirinya yang dekil lagi ku>ut telab
menggelikan hati orang, maka ejekan tadi dia tidak ambil
perduli.
Ketika itulah dari balik tandu ketiga berkumandang
suara teguran yang lembut
lagi merdu :
"Coei-jie, jangan menertawakan orang! kau lihat pintu
kota kita, bukankah kotor lagi kusut hal itu bukanlah
disebabkan pemerintah tak punya uang untuk memperbaiki

belaka, hal itu bukanlah satu hal yang patut dimalukan.


Nah, lain kali janganlah kau menghina orang, kita harus
kasihan terhadap keadaan orang yang rudin."
"Siapa dia ?" pikir Pek In Hoei didalam hati dengan hati
bergetar keras, "Begitu merdu suaranya lagi pula simpatik
sekali
"sungguh sukar ditemui orang kaya yang berhati mulia
seperti dia...."
Mendadak kain horden tersingkap dan dari balik tandu
ketiga itu muncul sebuah tangan yaag halus, putih dan
menarik hati.
Tongan yaag putih halus itu diayun ke muka dan
sekeping uang perak segera meluncur keluar dari
genggamannya menggelinding kehadapan kaki Pek in Hoei.
Dari balik kain korden tadi, sekilas pandang Pek Io Hoei
dapat menemui selembar wajah yang cantik jelita, alisnya
yang indah, biji matanya yang bening hidungnya yang
mancung bibirnya yang kecil mungil dan berwarna merab
membara merupakao suatu perpaduan yang sangat
mempersonakan hati.
Seketika itu juga pemuda kita tertegun, dengan
pandangan termangu-mangu ia awasi gadis cantik itu
dengan mata terbelalak mulut melongo...... Ouwww, benar
benar seorang bidadari yang baru turun dari kahyangan.
Rupanya gadis itu sendiripun belum pernah menjumpai
tampang ketolol-tololan macam Pek In Hoei, tak tertahan
lagi ia tertawa cekikikan hingga kelihatan sebaris giginya
yang putih bersih, ia turunkan kembali kain hordennya dan
menggunakan tangan menutupi bibirnya yang mungil
Senyuman ini semakin mempersonakan hati pendekar
muda itu, ia rasakan sukmanya seolah olah sudah terlepas

dari raganya, dengan termongu mangu diikutinya tandu


tadi dari belakang.
"Hmmmm.... ada katak buduk sedang merindukan
bulan" tiba tiba terdengar dayang Coei Jie yang ada ditandu
keempat mengejek sambil mendengus sinis. Lebih baik
cepat cepat pungut kepingan uang perak diatas tanah itu
untuk beli baju, buat apa berdiri termangu-mangu macam
orarg goblok disitu"
Pek In Hoei tersadar kembali dari lamunannya, ia sama
sekali tidak memperdulikan ucapan dayang itu sebaliknya
memandang tandu yang semakin menjauh tadi dengan
termangu mangu.
Menanti iring iringan tandu tersebut sudah lenyap dibalik
tikungan tembok kota, Pek In Hoei baru menghembuskan
napas panjang dan memungut uang perak tersebut.
Sekarang dia baru merasakan betapa banyak orang yang
sedang menengok kearahnya, merah jengah selembar
wajahnya, sambil tertawa jengah buru2 ia masuk kedalam
kota
Sepanjang perjalanannya, bayangan gadis cantik itu
terbayang terus dalam benaknya, pikirnya didaiam hati:
Sungguh tak kusangka dikolong langil ternjata terdapat
gadis yang demikian cantiknya sehingga menyilaukan mata
setiap orang yang memandangi .. ."
Menengok sekejap kearah kepingan uang perak yang ada
ditangan, seo!ab2 dia merasakan betapa jari tangannya
membelai tangan gadis yang halus dan lembut.
Dengan pikiran yang kalut membayangkan kecantikan
wajah gadis yang baru di ditemuinya, Pek In Hoei
melangkah kedalam kota tenpa arah tujuan yang pasti,
menanti dia angkat kepalanya tahu2 tubuhnya telah berdiri

didepan sebuah rumah makan, segera pikirnya :


"Kenapa aku tidak pesan kamar dirumah penginapan ini
untuk mandi dan bertukar pakaian lebih dulu? Aaaaah,
lebih baik kucari tahu lebih dulu tandu itu berasal dari
keluarga mana"
Dengan langkah lebar ia berjalan masuk kedalam rumah
penginapan "Feng An" yang terletak disebelah kanan,
kepada ssorang pelayan serunya :
"Hey pelayan cepat kemari!".
Dari dalam pengirapsn muncul seorang Pelayan jang masih
picingkan matanya karena mengantuk, ketika menyaksikan
keadaan Pek In Hoei ia kelihatan tertegun, kemedian
teriaknya :
"Heu, mau apa kau darang kesini? jangan kau anggap
tempat ini tempat yang cocok untuk mengemis, ayoh enyah
dari sini sebelum pantatmu kugebuk"
"Kurang ajar, bajingan bermata anjing". Kontan Pek In
Hoei naik pitam, telapaknya menghajar permukaan meja
hingga berbekas sebuah telapak tangan sedalam tiga coen.
"Pentang mata bangsatmu lebar2, ccba tengok siapakah
aku? apakah tampangku adalah tampang orang kere?
Bangsat sialan".
Menyaksikan kelihayan orang, pelayan itu jadi kaget dan
ketakuan.sambil menahan badan yang gemetar keras ia
berjongkok kebawah dan berteriak minta ampun.
"Pelayan anjing bermata bangsat" Teriak pemuda she Pek
itu kembali sambil meugeluarkan sekeping uang emas dan
dibanting keatas meja "Pentang mata anjingmu dan libat
benda apakah yang ada dimeja itu! sialan, ayo cepat
siapkan sebuah kamar yang terbaik untukku, kemudian
siapkan air panas untuk cuci muka, sayur dan nasi yang
paling lezat untuk makan, ahli pangkas kenamaan untuk
membersihkan rambutku dan belikan dua stel pakaian
dalam, dua stel jubab luar berwarna perak"

Ia merandek sejenak, kemudian dengan traia me'o'.o:


tambahnya:
"Disamping itu siapkan pula seekor kuda putih yang bagus,
Ehmmm berapa jumlah uangnya semua?".
Pelayan itu berdiri menjublak sambil berkemak kemik,
matanya mendelong sepert orang tidak percaya, seraya
mienelan air liur lehernya terputua putus:
"Toa.... toaya....... kurang ..... kurang lebih membutuhkan!
lima tabil perak".
Dengan jarinya Pek In Hoei menjepit uang emas yang ada
dimeja hingga tergunting kurang lebih tiga tahil, lalu
ujarnya lagi:
"Aku mau menanyakan satu persoalan kepadamu, kau
tentu melihat iring Iringan tandu yang barusan lewat
didepan sana bukan? cepat betitahu kepalaku mereka
berasal dari keluarga mana? Hmmm disini semuanya ada
tiga tahil uang emas, cukup tidak untuk semua biaya
belanja".
"Cukup ... cukup... bahkan masih ada sisanya".
"Bagus, segera lakukan perintahku dan sisanya boleh kau
terima sebagai persenan, ayoh cepat pergi, tak usah
berterima kasih lagi".
Betapa gembiranya hati sipelayan itu, dengan wajah berseri
seri ia ambil uang tadi: tadi dan segera perasiapkan kamar
serta barang keperluan dari Pek In Hoei.
Sang surya telah condong kebarat menandakan sore hari
telah menjelang tiba, waktu itu sang pelayan sedang
menghitung uang masuk diluar dugaan yang diperolehnya
hari Itu, mendadak terdengar suara langkah manusia
berkumandang datang
Dengan cepat dia angkat kepala, tampaklah seorang
pemuda ganteng berjubah warna putih keperak perakan
dengan ikat kepala berwarna perak dan menyoren sebilah

pedang berwarna merah perlahan lahan berjalan keluar dari


dalam.
Wajah orang itu ssngat tampan, wajahnya putih dengan
bibir yang indah, hidungnya mancung tingkah lakunya
sopan dan penuh semangat.
Dengan mata terbelalak sang pelayan memperhatikan
pemuda itu beberapa saat lama, lama sekali dia memandang
... tiba tiba teringat olehnya bahwa jubah berwarna putih
keperak perakan adalah dia yang barusan pergi
membelinya, segera satu ingatan berkelebat dalam
benaknya.
"Siangkong, apakah kau adalah toaya yang tadi?"
tanyanya kemudian dengan suara tergagap.
Pek In Hoei tersenyum. "Kenapa kau sudah tidak kenali
diriku lagi?" setelah merandek sejenak tambahnya:
"Bagaimana dengan urusan yang kuperintahkan kepadamu
untuk diselidiki?"
"Siangkong, keadaan sekarang betul betul jauh berbeda
dengan keadaan tadi, kau seolah olah baru saja berganti
kulit" "waaaah.... ganteng dan mempesonakan puji pelayan
itu seraya tertawa kikuk, kemudian sambil garuk garuk
kepala terusnya :
Ooouw.... persoalan yang kau perintahkan kepadaku
telah kulaksanakan dengan baik. Iring iringan tandu tadi
berasal dari Gedung Gubernur propinsi Su Czin sedang
orang yang ada didalam tandu adalah putri kesayangan dari
Gubernur Wie, menurut berita yang teraiar dilratan katanya
n: onya Gubernur sedang menderita sakit yang parah, maka
putrinya sengaja pergi kekuil San Hoa Sie yang terletak di
luar kota untuk mohonkan keselamatanya

"Diminakah letak kuil San Hoa Sie tersebut? kalau aku


mau kesitu harus melewati jalan mana?".
"Siangkong, kalau kau hendak keluar kota naik kuda
maka jalanlah kearah kanan, setelah melewati sebuah
jembatan batu maka akan terlihat sebuah hutan pohon Song
dibalik hutan Song itulah terletak kuil San Hoa Sie ..."
Pek In Hoei mengangguk, tanpa hendak bicara lagi ia
segera keluar dari rumah penginapan itu, dimana sudah
tersedia seekor kuda putih yang tinggi dsn gagah miliknya.
Suara derak kaki kuda bergema diatas jalan batu yang
memanjang keujung kota. kegagahan serta ketampanan
wajah sianak muda ini seketika memancing perhatian
banyak orang, sekarang sinar mata mereka memancarkan
rasa kagum yang tak terhingga
Orangnya cakep kudanya jemplan dan berjalan perlahan
lahan melewati jalan raya yang lebar, dalam sekejap mata
jendela jendela lonceng sama sama dibuka, berpuluh puluh
pasang sinar mata muncul dibalik horden... Namun Pek In
Hoei sama sekali tidak ambil perhatian bahkan matapun tak
melirik sekejap, ia meneruskan perjalanannja keluar dari
kota
Tiada bayangan lain yang memenuhi hatinya saat Ini
kecuali bayangan sigadis manis di balik tandu yang telah
menghadiahkan seketip perak kepadanya tengah hari tadi,
hanya gadis cantik semacam itulah yang berkenan dihatinya
sejak dia tahu urusan dan berkelana dalam dunia persilatan
Tanpa terasa ia meraba kepingan uang petak yang ada
dalam sakunya, ia tertawa hambar den pikirnya :
"Entah bagaimana perasaannya tatkala dia menyaksikan
aku mengembalikan kepingan uang perak ini kepadanya?..."

Kemudian ingatan lain berkelebat dalam benaknya, ia


berpikir lebih lanjut :
"Padahal aku sendiripun tidak tahu apa yang harus
kuucapkan terhadap dirinya aku banya ingin berjumpa
sekali lagi dengan wajahnya yacg cantik, sebab aku belum
pernah berjumpa dengan seorang gadis bfgitu menarik,
begitu cantik dan mempesonakan hatiku ..."
Kenangan lama berkelebat didepan matanya. ia teringat
kembali akan pemandangan sewaktu ada digunung Cing
Shia dimana dewi Khiem bertangan sembilao Kim In Eng
bermain khiem dibawah cahaya rembulan, ketika ini dia
merasa gadis she Kim ada1eb gadis tercantik yang pernah
ditemuinya, tapi sekarang dia merasakan betapa jauhnya
perbedaan antara kecantikan wajah Kim In Eng dengan
putri gubernur tersebut ....
"Oooouw, . I hal ini mungkin disebabkan usia Kim
cianpwee yang telah meningkat tua. dia kekurangan daya
tarik yang segar, kekuraegan sifat polos yang lincah dan
kekanak kanakan, lagipula wajahnya selalu murung, selalu
kesal tidak dihiasi Seyuman maka wajahnya kelihatan tidak
secantik nona Wie..."
Sambil memikirkan yang bukan bukan dia meneruskan
perjalanannya kedepan di mana akhirnya ia temui sebuah
jalan kecil yang menyabang dari jalan rasa, secara lapat
lepat terdengar suara aliran air sungai berkumandang
datang dari kejauhan.
Derap kaki kuda kembali menggema memecahkan
kesunyian, mengikuti suara yang berisik otaknya kembali
membayangkan pelbagai persoalan yang memenuhi becak
nya selama ini. ia teringat kembali akan ucapkan Ke Cian
Cian tengah hati tadi dimana ia disebut sebagai Leng Hiat
Khek atau si jago pedang berdarah dingin dengao alis

berkerut pikirnya : Entah siapa yang teleh menyaru dan


menggunakan namaku, entah perbuatan apa pula yang
telah dilakukan sehingga nama ku memperoleh sebuah gelar
sejelek itu Hmmmm ... jago pedang berdarah dingin, siapa
yang tahu aku sijtgo pedang berdarah dingin karena ingin
berjumpa dengan seorang gadis cantik sengaja telah
melakukan perjalanan jauh untuk datang kemari benarkah
aku berdarah dingin ".
Maka diapun lantas teringat pula akan persoalan Cia
Ceng Gak sipedang sakti dari parta! Tiam Cong yang
pernah dikisahkan Kim In Eng kepadanya tempo dulu,
ketika itu Cia Ceng Gak pun mempunyai gelar yang
bernama Thiat Sek Lang Koen, sipemuda ganteng berhati
batu. Mundadak hatinya bergidik, pikirnya :
"Tujuanku turun gunung kali ini adalah menyelidiki apa
sebabhnya dari sembilan partai sama sama keracunan dan
masuk kedalam gua tersebut pada masa yang lampau.
Sungguh aneh sekali, mengapa mereka tinggalksn segenap
kepandaian silat yang dimilikinya namun tidak
menceritakan peristiwa yang sebenarnya telah terjadi?
Aaaaeh... sungguh membuat orang jadi bingung dan tidak
habis mengerti."
Ia tarik napas panjang panjang lalu pikirnya lebih jauh:
"Aku tak bisa menghalangi rencanaku untuk membalas
dendam hanya disebabkan urutan seorang gadis cantik
seperti itu dua hari kemudian aku harus berangkat
keperkampungsn Tay Bie San cung untuk menemui sigolok
perontok rembulan, di samping itu jenasah ayahku hingga
kin! belum berhasil ketemukan, rupanya sidewi khiem
bertangan sembilan Kim In Eng telah menguburnja aku
harus temu dirinya!".

Teeeeng...! suara genta bergema lantang ditengah udara


menembusi hutan pohon Song yang lebat. Ditengah
dentuman suara genta, perlahan2 Pei. In Hoei menyebrangi
jembatan batu dan masuk kedalam hutan Pohon Song.
Angin terhembus sepoi sepoi menggoyangkan ranting dan
dedaunan dalam suasana yang hening dan sunyi hanya
kedengaran derap kaki kuda bergerak diatas jalan
beralaskan batu gunung. Selang beberepa saat kemudian
dari kejauhan terlihatlah aebuah bangunan kuil yanog
megah berdiri mentereng dari balik pepohonan, tembok
yang merah dan tinggi menambah keagungan ditengah
hutan tersebut.
Setelah melewati hutan maka terbentanglah sebuah
kebun bunga yang sangat indah rupanya Pek In Hoei tidak
mengira kalau dibelakang hutan tong disisi kuil itu terdapat
kebun yang begitu indah. ia tertegun dan berdiri melengak.
Akhirnya dia menyaksikan seorang dayang berkepang
dua yang memakai baju warna hijau sedang mengejar
kupu2 dalam kebun tadi.
Gerak gerik dayang itu sangat lincah dan enteng, kesana
kemari dia kejar knpu2 tadi, namun tak seekor pun berhasil
didapatkan.
Setelah berputar kesana kemari, akhirnya dayang tadi
mengejar kupu kupu itu hingga kedepan kuda pemuda kita,
dia kelibatan terperanjat dan segera berdiri merandek.
Dengan wajah herubah dan sinar mata tercengang ia
awasi wajah Pek In Hoei, lama sekali tak mengucapkan
sepatah katapun jua.
Menyaksikan keadaan orang, Pek Ia Hoei tertawa
hambar.
"Nona cilik. apakah kau tinggal disini?" tegurnya.

Merah jengah selembar wajah dayang berbaju hijau itu,


dia mundur dua jangkah kebelakang lalu geleng kepala.
Sekilas pandang Pek In Hoei segera kenali dayang ini
sebagai Coei Jie yang telah mengejek dia sewaktu ada
dipintu kota tadi, sekali lagi dia tertawa hambar.
"Kalau begitu kau tinggal didalam kota?"
Dengan wajah berubah menjadi merah padam, Coei jie
mengangguk.
Pek In Hoei tersenyum, biji matanya berputar beberapa
kali, mendadak sambil tertawa tegurnya:
Bukankah kau bernama Coei jie?".
"Darimana kau bisa tahu?" dengan rada kaget dan mata
yang terbelalak lebar dayang itu berseru.
"Haaaah... haaaah... bukan begitu saja, bahkan akupun
tahu kalau nonamu sedang bersembahyang dalam kuil ini,
benar kan?"
))oo-dw-oo((
JILID 8
DENGAN SINAR mata tercengang Coei-jie mengawasi
pemuda ganteng diatas kuda jempolan berwarna putih itu
lalu ia berseru tertahan.
Kalau kulihat dari dandananmu, jelas kau bukan
penduduk kota ini, tapi kenapa kau bisa tahu
Pek ln Hoei tersenyum, sebelum dayang itu
menyelesaikan kata katanya dia telah menukas sambil
loncat turuti dari kudanya.
Cayhe memang bukan penduduk kota ini, tetapi......

Dia merandek, diawasinya wajah Goei jie tajam tajam


kemudian baru menambahkan:
Darimana pula kau bisa tahu kalau aku. bukan
penduduk kota ini? Coba katakan!
Sebab belum pernah kutemui manusia macam kau
didalam kota ini
Habis bicara ia tutupi wajahnya dengan kipas dan segera
berlalu dari situ.
Coei-jie tunggu sebentar, ada sesuatu benda yang
hendak kuperlihatkap kepadamu...
Mendengar seruan itu Coei-jie berhenti dan segera
berpaling.
Pernahkah kau jumpai benda seperti ini? tanya
pemuda kita sambil melangkah, maju kedepan.
Coei-jie lersenyum, sambil putar badan
menyingkirkan kipasnya dari wajah ia bertanya :

dan

Benda apa sih yang hendak kau perlihatkan kepadaku?


Apakah....?
Mendadak matanya terasa jadi silau, dengan sinar mata
penuh rasa kaget dan tercengang ia awasi tangan Pek In
Hoei dengan wajah termangu mangu, lama sekali tak
sanggup meneruskan kata katanya.
Pernahkah kau saksikan perhiasan MaNau yang begini
indah
Rupanya benda yang beraba ditangan Pek In Hoei saat
ini adalah sebuah perhiasan Manau yang berbentuk jadi
buah to, diatas buah to tadi terdapat dua lembar daun yang
hijau, buah to itu berwarna merah saga dan kelihatan
seakan akan merupakan benda sungguhan.

Coei-jie membelalakkan matanya lebar2.


Oooouw... belum pernah kujumpai perhiasan MaNau
yang begini indah, begitu menarik seperti ini
Inginkah kau mendapatkannya?
Maksudmu kau hendak..... seru Coei jie tertegun.
Pek In Hoei mengangguk. Aku hendak hadiahkan benda
itu kepa damu Nah, kemarilah dan ambillah benda ini!
Aduuuh ... yaaah mama! Kau beoar benar hendak
hadiahkan kepadaku Tetapi dengan cepat dia menggeleng.
Aku tidak berani menerimanya
Eeesi aneh benar kau ini, coba lihat betapa indah dan
menariknya perhiasan Manau ini, kenapa kau tak mau?
Sekalipun sangat berharga sekali benda itu namun aku
tidak berani menerimanya? Aku takut nona tahu dan
mendamprat diriku....
Haaah.... haaah.... haaah... soal itu sih kau tak usah
kuatir! seru Pek In Hoei tersenyum hambar. Bilamana
nonamu mendamprat, akulah yang akan menanggung.
Dengan sinar mata tercengang Coei-jie mengawasi
wajah Pek In Hoei tajam tajam, Mengapa kau hadiahkan
benda berharga yang tak ternilai harganya itu kepadaku?
Apakah kau...?
Haaah... haaah... haaah ... Apakah kau takut aku
berbuat sesuatu yang tidak beres terhadap dirimu? Dengan
wajah serius tambahnya : Aku berbuat demikian karena
aku tahu betapa baiknya liangsimmu, bahkan aku pernah
menerima budi kebaikanmu, maka kuhadiahkan perhiasan
ini sebagai tanda terima kasih yang tak terhingga
kepadamu...

Apa? Kau pernah menerima budi kebaikanku? Seru


Coei-jie. melegak, ia tidak habis mengerti duduknya
perkara. Aku sama sekali tidak kenal dengan dirimu, mana
pernah kulepaskan budi kebaikan kepadamu? Apa kau
tidak salah melihat orang?
Baru saja ia menyelesaikan kata katanya terdengar dari
belakang ada orang memanggil.
Dengan cepat Pek In Hoei alihkan sinar, matanya
kearah suara panggilan tadi, tampak seorang perwira mnda
yang pernah ditemui siang tadi munculkan diri dari balik
kebun bunga.
Air muka Coei-jie seketika itu juga berubah setelah
menjumpai kemunculan perwira tersebut, cepat bisiknya:
Hey, cepat menyingkir Gak kongcu telah datang! Pek
In Hoei tersenyum. Cayhe kan bukan pencuri ataupun
pencoleng, kenapa harus takuti dirinya?
Sementara itu perwira muda tadi telah membentak lagi
dengan wajah keren.
Coei-jie. nona sudah mencari dirimu kemana mana,
apa yang kau kerjakan disitu?
Menyaksikan Pek In Hoei sama sekali tidak mau
menyingkir dari situ bahkan memandang kearahnya sambil
tersenyum, Coei jie merasa amat gelisah bercampur cemas
sambil mendepak kakinya keatas tanah buru buru ia putar
badan dan menyahut : Gak kongcu...
Siang Piauw-moay sudah memanggil dirimu berulang
kali namun belum juga kelihatan kau muncul. Hey,
sebenarnya apa yang sedang kau lakukan disini?
Merah padam selembar wajah Coei-jie,
Aku sedang mengejar kupu kupu...

Belum sampai beberapa langkah dia berlalu, mendadak


dayang itu berhenti lagi seraya berseru:
Aaaah, mungkin pembicaraan nona dengan Ci 1m Loo
Hong-tiang telah selesai, aku harus segera pergi kesitu ...
Tunggu sebentar! bentak perwira muda itu dengan
wajah keren.
Sambil menatap wajah dayang itu tajam tajam serunya:
Siapakah orang itu?
Dia.. dia adalah orang yang tersesat dan bertanya
jalan...
Heeeh ... heeeeh ... heeeh ... dia adalab orang yang
bertanya jalan jengek sang perwira muda sambil tertawa
dingin... Dengan amat jelas aku dengar dia sedang
menanyakan nama nona kita
Ia berpaling kearah Pek In Hoei. ditatapnya wajah
pemuda itu dengan sinar mata sinis kemudian tambahnya
ketus :
Setama dua tabun belakangan sudah terlalu banyak
kujumpai manusia manusia hidung bangor yang mendekati
pelayan pelayan keluarga wie hanya untuk alasan
mendekati nona Wie belaka, namun belum pernah
kujumpai manusia kedua yang menyuap dayang orang
dengan barang berharga macam dirimu. Hmmm! Dari sini
dapat kunilai betapa rendah dan bejadnya moralmu cisss...
sungguh memuakkan
Hey kawan, janganlah kau memfitnah orang dengan
kata kata seenak udelmu sendiri! tegur Pek In Hoei dengan
alis berkerut.
Haaaah... haaah... haaah perwira muda itu segera
tertawa keras Pelajar rudin yang lemah tak bertenaga

macam kau pun menggantung pedang pura pura berlagak


enghiong. Cuuuh! Keadaanmu benar benar mirip seekor
anjing yang menghiasi ekornya dengan bunga harum.
Hmmm jual lagak murahan!
Heeeh... heeeeh... heeeeh kau anggap aku seorang
sastrawan lemah lantas boleh dihina dan dicemoohkan
sekehendak hatinya? Tahukah kau bahwa seorang lelaki
sejati lebih baik dibunuh daripada dihina orang...
Menyaksikan kegagahan Pek In Hoei di kala sedang
marah rasa dengki dan iri dalam bati perwira muda itu kian
lama bertambah tebal, dengan gemas teriaknya:
Aku perintahkan kau segera enyah dari sini, kalau tidak
akan kubabat tubuhmu jadi dua bagian
Jangan! Jangan! Gak kongcu, kau ... teriak Coei-Jie
dengan hati terperanjat.
Enyah dari sini dayang sialan, apa yang sedang kau
lakukan disitu? Mau apa kau berdiri terus disana?
Mimpipun Pek In Hoei tidak mengira kalau dia harus
bentrok dan ribut dengan perwira muda ini banya
disebabkan karena dia ingin bertemu dengan gadis manis
dibalik tandu, terhadap sikap kurang ajar dan tidak pakai
aturan dari pihak lawan ia merasa tersinggung dan
mendongkol.
Hey orang she Gak ujarnya dengan menahan hawa
marah yang berkobar kobar Antara diimu dengan aku
sama sekali tidak terikat oleh dendam permusuhan ataupun
sakit haii apapun jua mengapa dalam perjumpaanmu yang
pertama kali dengan diriku, kau lantas punya pikiran uotuk
mencabut jiwaku

Bajingan hidung bangor, kalau kau takut modar cepat


cepatlah sipat ekor anjingmu dan enyah dari hutan pohon

song ini, sejak kini bila kau berani memandang sekejap


kearah piauw-moayku lagi, akan kucongkel matamu!
Sekarang Pek Sn Hoei baru tahu bahwa gadis cantik
dibaiik tandu yang pernah dijumpainya siang tadi bukan
lain adalah adik misan perwira muda ini maka dia segera
tertawa menghina.
Ooouw ...! Aku kira kenapa saudara marah marah
kepadaku, kiranya kau sedang menaruh cemburu terhadap
diriku. Hmmm Sekalipun piauw-moaymu memiliki wajah
yang tercantik dikolong langit pada dewasa ini, tidak nanti
aku sudi korbankan sepasang mataku hanya untuk
menengok sekejap kearahnya...
Air muka perwira muda itn kontan berubah hebat,
telapak tangannya diayun kedepan kemudian membabat
kebawah langsung menghajar jalan darah Hiat-cong biat
ditubuh Pek In Hoei
Melihat datangnya ancaman anak muda she Pek segera
kebaskan ujung bajunya dua Jari tangan kirinya menegang
dan langsung membabat urat nadi lawan.
Jurus Giok-soh-yien-yauw atau Pohon kumala
bergoyang pinggul yang digunakan perwira muda itu belum
sempat digunakan sampai habis, sekujur tubuhnya tahu
tahu sudah terbungkus dalam kurungan musuh kejadian ini
seketika menggetarkan hatinya, dengan cepat ia mundur
setengah langkah kebelakang dan lintangkan tangannya
melindungi dada.
Pek in Hoei tertawa hambar.
Ilmu Cian-sie-chiu dari partai Go-bie bukan termasuk
suatu ilmu silat yang amat sakti, namun terhadap seorang
yang baru saja kau kenal telah menggunakan ilmu serangan

mematikan yang demikian keji, boleh dibilang hatimu betul


betul telengas
Ia maju selangkah kemuka dan menambahkan:
Hey bocah keparat, kau adalah anak murid angkatan
keberapa dari partai Gobie?
Sekilas rasa kaget berkelebat diatas wajah perwira muda
itu, dengan termangu mangu ditatapnya wajah Pek In Hoei
beberapa saat lamanya, kemudian ia baru menyahut:
Cayhe adalab anak murid angkatan kedua puluh satu
dari partai Go-bie Leng-siang-kiam atau sipedang salju Gak
Heng. Sekarang aku ingin mohon petunjuk mengenai ilmu
pedang dari saudara
Kembali Pek In Hoei lertawa dingin.
Heeeh ... heeeh ... heeeh ... ilmu pedang Liuw-im-kiam
boat dari partai Go-bie mengutamakan kemantapan serta
kegagahan, bagi manusia berangasan yang berhati kasar
dan buas macam kau, sekalipun berlatih sepuluh tahun lagi
pun belum tentu bisa berhasil mencapai taraf yang paling
tinggi, aku lihat lebih baik kita tak usah bertanding lagi!
Percuma Gak Heng meraung gusar, badannya bergeser
dan maju empat langkah kedepan, pedangnya berkelebat
menembusi angkasa, diantara titik titik cahaya tajam ujung
pedangnya mengancam sekujur badan lawan.
Pek In Hoei mendengus dingin, ia berkelebat masuk
kedalam kurungan cahaya pedang lawan, lengan kanannya
berputar kesamping dan langsung membacok iga kiri
perwira tersebut.
Gak Heng buang tubuh bagian atasnya kebelakang,
ujung ujung pedangnya berputar membentuk satu lingkaran
busur kemudian dari samping sekaligus melepaskan tiga
buah babatan berantai, gerakan ringan lincah dan mantap,

sedikitpun tidak membawa keragu raguan.


Melihat kehebatan orang, Pek In Hoei lantas berpikir
didalam hatinya ;
Sungguh tak kusangka manusia yang gampang marah
dan terlalu tebal rasa curiganya seperti dia ternyata sanggup
melatih ilmu pedang Liauw-im Kiam-heat hingga mencapai
puncak kesempurnaan aaah, pekerjaan ini bukanlah suatu
pekerjaan yang gampang. Rupanya aku sudah terlalu
pandang rendah dirinya
Kendati otaknya berputar namun gerakan tubuhnya
sama sekali tidak berhenti, lengan kanan segera
dipentangkan lurus kedepan. lima jari dipantangkan
bagaikan cakar dan menyapu menggunakan jurus Pek inyoe-yoe atau awan putih memenuhi angkasa
Dalam gerakan barusan ia menggunakan lengannya
sebagai pedang, walaupun serangan yang dilancarkan rada
terlambat namun sasarannya tidak lebih duluan dari
lawannya dengan memakai gerakan yang sama serta
ancaman yang sama ia dahului serangan lawan.
Melihat perbuatan tersebut Gak Heng si perwira muda
itu kerutkan dahinya, sekilas rasa terperanjat berkelebat
dalam benaknya cahaya pedang berkilauan, dengan
memaka1 jurus yang tak berbeda ia babat tengkuk musuh.
Dari gerakan tubuh bagian atas lawan yang miring
kesamping ditambah pula getaran ujung pedang yang
mengancam keatas dalam sekali pandang saja Pek In Hoei
lantas bisa menebak maksud hati orang jelas ia hendak
menebas kutung lengannya lebih dahulu kemudian dengan
memakai jurus in-siauw-boe-san atau awan hilang kabut
buyar ujung pedangnya akan menusuk ulu batinya hingga ia
mati konyol.

Mengingat kekejaman orang, hatinya jadi panas,


makinya didalam hati :
Bajingan keparat sungguh keji maksud hatimu Karena
mangkel maka dia pura purs berlagak pilon, ditunggunya
hingga pedang Gak Heng berputar hendak menebas
lengannya saat itu tiba tiba Pek In Hoei unjuk gigi, lengan
kanannya digetarkan dan langsung menghajar punggung
pedang musuh.
Plaaaak ... Diiringi suara yang amat nyaring, senjata
pedang ditangan Gak Heng siperwira mude itu terpapas
kutung jadi dua bagian.
Pek In Hoei tidak berhenti sampai disitu saja, ia maju
semakin kedepan pergelangannya berputar dan menyodok
kedalam secara tiba tiba lima jarinya laksana kilat menotok
dada lawan.
Ditengah getaran sang telapak yang berpusing, hawa
murni memancar keluar bagaikan bendungan yang bobol,
tidak ampun seluruh tubuh Gak Heng terangkat ketengah
udara dan terlempar beberapa tombak jauhnya dari tempat
semula.
Bruuk... Diiringi suara keras, badannya tidak ampun
lagi mencium tanah.
Kutungan pedang yang berada ditangani Gak Heng pun
mengikuti gerakan terlemparnya sang badan keudara
mencelat keangkasa dan menancap diatas sebuah dahan
pohon Song.
Sambil menahan rasa sakit dipantat akibat bantingan itu,
perwira muda tadi tiada hentinya bergumam dengan wajah
kemimik
Awan Putih memenuhi angkasa... Awan lenyap kabut
buyar...

Sedikitpun tidak salah, Im-siauw-boe-san jurus yang


barusan kau gunakan sambung Pek In Hoei dingin.
Gak Heng meraung keras, ia muntah darah segar dan
roboh menggeletak di tanah.
Sebagai murid terakhir dari Tay Hong siangjien itu
ciangbunjien dari partai Go-bie dia amat disayang dan
dimanja oleh gurunya, iimu pedang Go-bie Kiam-hoat yang
dikuasainya merupakan jago paling lihay dalam murid
angkatan kedua.
Siapa sangka sekarang dia harus menelan pil pahit
ditangan seorang pelajar rudin dengan menggunakan jurus
yang sama dari ilmu pedang Liauw im Kiam-hoat yang
dikuasainya, tidak mengherankan kalau dia muntah darah
saking kesal dan dongkolnya.
Dalam pada itu terdengar Pek In Hoei telah berkata lagi
dengan wajah serius :
Pantangan yang paling besar bagi orang yang belajar
ilmu pedang adalah sombong tinggi hati dan terlalu
pandang enteng musuhnya kalau kau tak dapat mendalami
inti sari dari pelajaran silat tersebut, maka sebagai
akibatnya...
Belum selesai dia berkata mendadak terdengar suara
raungan yang rendah tapi berat dan sangat memekikan
telinga berkumandang datang, membuat sianak muda itu
diam diam kaget dan merasakan kepalanya pening.
Alisnya kontan berkerut, mendadak matanya berkilat
terlihatlah serentetan cahaya bianglala yang pendek laksana
kilat meluncur datang kearah tubuhnya.
Terasalah hawa pedang dingin bagaikan salju, begitu
dingin hingga merasuk ke tulang sumsum, hawa pedang
menekan dan menggencet dadanya,

Pek 1n Hoei menggeram rendah, badannya mencelat


keangkasa sambil meloloskan pedangnya.
Sekilas cahaya merah yang sangat menyilaukan seketika
membumbung keangkasa, bersamaan dengan munculnya
segumpal hawa pedang, ancaman cahaya bianglala jadi
seketika lenyap tak berbekas.
Criiiing...! diirirgi suara bentrokan nyaring sebilah
pedang pendek rontok keatas tanah dalam keadaan
terkutung tiga bagian, diikuti munculnya seorang hweesio
tua berjenggot putih dari balik poLon Song.
Sekilas rasa kaget dan tercengang berkelebat diatas
wajah Pek In Hoei, kemudian dengan wajah keren dan
ditatapnya hweesio tua itu tajam tajam.
Omitohud! terlihatlah hweesio itu merangkap
tangannya kedepan dada untuk memberi hormat. Loolap
adalah Ci In. Tolong apakah siauw-sicu adalah Kiam Leng
koen tampan berpandangan sakti amat tersohor dalam
dunia persilatan.
Pek In Hoei tidak menjawab pertanyaan orang,
perlahan-lahan ia angkat kakinya yang telah meninggalkan
dua bekas dalam diatas permukaan tanah, lalu pujinya :
Hweesio tua, sungguh hebat ilmu pedang Tatmo Kiamhoat dari partai Sauw-lim yang kau miliki
Pedang Poo-kiam milik siuaw-sicu pun luar biasa
tajamnya! balas Ci In Tootiang dengan wajah jengah.
Perlahan-lahan sinar mata berkisar keatas pedang sakti
penghancur sang surya yang tergantung dipinggang sianak
muda itu, alisnya terkerut kencang seolah-olah sedang
memikirkan sesuatu.
Pek In Hoei tertawa hambar.

Hey hweesio tua, ujung bajumu hampir kutung...


CI In Hong-tiaag tersentak kaget dan segera angkat
tangan kanannya, kini ia baru temukan bahwasanya ujung
bajunya telah terbabat robek oleh ketajaman pedang lawan,
kini ujung baju itu sedang berkibar tiada hentinya tertiup
angin.
Air mukanya kontan berubah hebat, seraya menyapu
sekejap kearah Gak Heng yang meog geletak diatas tanah
serunya :
Siauw sicu, kau datang kemari untuk mengunjungi
Buddba, tidak sepantasnya kalau didepan pintu kuil
mengumbar napsu membunuh dan melukai orang lain .
Apa yang kau katakan? aku bukan datang kemari
untuk mengunjungi Buddha, aku tidak mengerti apa yang
kau maksudkan, cayhe datang kesini adalah disebabkan...
Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya,
mendadak sinar matanya berhenti bergerak dan
memandang terus kearah depan tanpa berkedip barang
sedikitpun jua.
Rupanya dari balik sebuah jalan kecil disisi kebun
muncul seorang gadis yang amat cantik.
Dibelakang dara ayu itu mengikuti Coei jie yang berbaju
hijau, ia berjalan dengan kepala yang tertunduk rendah? .
Kemunculan gadis ayu yang diharap-harapkan selama
ini kontan membuat Pek In Hoei berdiri termangu-mangu,
sinar matanya menatap wajah gadis tadi dengan cahaya
terpesona.
Dalam pada itu sinar mata gadis cantik itupun sedang
berkisar kearahaya, tatkala sepasang mata mereka saling
membentur, diatas wajah sang gadis yang dingin terlintas

rasa tercengang dan kaget yang tak tehingga? , namun


sebentar kemudian dia sudah melengos kearah lain.
Pek In Hoei merasakan hatinya terjelos, sikap yang
dingin dan ketus dari gadis cantik itu hampir saja membuat
dia buang muka, putar badan dan berlalu.
Namun dengan cepat pelbagai pikiran berkelebat dalam
benaknya ia tarik napas panjang2 lalu dengan langkah lebar
berjalan menyongsong kehadirannya.
Dengan langkah menggiurkan gadis cantik berbaju
kuning itu berjalan maju beberapa langkah kedepan, setelah
melirik sekejap Gak Heng serta Ci In Hong tiang ia segera
berjalan balik kehadapan Pek in Hoei.
Apakah kau yang bernama nona Wie? sianak muda
ini segera menegur dengan wajah serius.
Dengan pandangan dingin gadis cantik itu mengangguk,
seakan akan dia sama sekali tidak tertarik oleh ketampanan
wajah Pek In Hoei serta kegagahannya.
Melihat sikap dara ayu itu diam2 Pek In Hoei menghela
napas panjang, akhirnya ia gigit bibir dan berkata :
Tengah hari tadi cayhe telah mendapat persenan
sekeping uang perak dari nona dibawah pintu kota sana,
dan kini aku sengaja datang kemari untuk mengembalikan
uang tersebut kepada diri nona!
Seraya berkata ia ambil keluar kepingan uang perak tadi
dari dalam sakunya kemudian diserahkan ke tangan Coeijie, setelah itu tanpa mengucapkan sepatah katapun ia
segera putar badan dan berlalu.
Sekilas rasa kaget dan tercengang berkelebat diatas
wajah gadis cantik itu, akhirnya ia tak dapat menahan diri
dan berseru:

Hey! kau...
Perlahan-lahan Pek In Hoei berpaling Cayhe bukan
lam adalah orang desa yang memakai jubah merah kumal,
berambut kusut daa berjenggot siang tadi.
Aaaaah...! dara ayu berbaju kuning!tu menjerit kaget,
cepat ia tutupi bibirnya sendiri dengan talapak tangan.
Sementara itu Coeijie pun sedang memandang kearah
Pek In Hoei dengan mata terbelalak lebar, mulut melongo
besar, seakan akan ia tidak percaya dengan apa yang
didengarnya barusan.
Melihat sikap dayang itu, pemuda kita segera
tersenyum, mula mula dia ambil keluar lebih dulu perhiasan
MaNau tadi untuk diletakkan keatas tangannya kemudian
baru berkata :
Terimalah perhiasan Ini sebagai tanda terima kasihku.
atas belas kasihan yang pernah kau perhatikan kepadaku
tengah hari tadi, sekarang kau tidak sepantasnya untuk
menampik bukan? .
Kembali tangannya merogoh kedalam saku ambil keluar
sebutir mutiara sebesar buah lenkerg, dan sambungnya lebih
jauh :
Mutiara Ek Seng Coe ini adalah tanda mata dariku
untuk nona kalian, anggaplah benda ini tebegai rasa terma
kasihku yang
mendalam terhadap dirinya
Dengan pandangan mendelong dan kebingungan Coeijie mengawasi diri Pek In Hoei, ia benar benar tidak habis
mengerti akan maksud kedatangan sianak muda itu.
Menanti mutiara yang dingin dan nyaman tersebut telah

disusupkan kedalam genggamannya, dia baru tersentak


kaget dan berseru gugup:
Tidak | Tidak...
Pek In Hoei tertawa getir. Dapatkah kau katakan
kepadaku, siapakah nama siocia kalian itu?
Coei Jie tertegun, ditatapnya wajab gadis berbaju kuning
itu dengan pandangan bodoh, untuk beberapa saat lamanya
ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Dara ayu berbaju kuning itu sendiripun melengak,
mimpipun ia tidak menyangka kalau Pek In Hoei bisa
menanyakan namanya dihadapan dirinya sendiri, ia sangsi
sejenak, lalu sambil gigit bibir sahutnya : Aku bernama
Wie Jien Siang!.
Terima kasih atas pemberitahuanmu.
Setelah mengucapkan terima kasih pemuda kita putar
badan, loncat naik keatas kudanya dan berlalu dari situ.
Dalam sekejap mata suasana dalam hutan pohon Song
itu diliputi kesunyian, keempat orang itu sama-sama dibikin
tertegun dan melengak oleh tingkah lakunya yang aneh dan
serba diluar dugaan itu, untuk beberapa saat siapapun tak
Sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Suara derap kaki kuda berkumandang menjauh, disaat
itulah mendadak sipedang salju Gak Heng berteriak keras :
Hey bangsat, siapa namamu? kalau punya nyali ayoh
tinggalkan namamu!.
Cayhe Pek in Hoei! suara sahutan yang lantang
bergema dari balik hutan nun jauh disana.
Apa? Pek ln Hoei? jerit Gak Heng dengan air muka
berubah hebat. Dia... dia adalah sijago pedang berdarah
dingin Pek In Hoei.

Sementara itu sekujur badan Wie Jien Siang sidara ayu


berbaju kuning itupun gemetar keras, tiba2 teriaknya ;
Pek In Hoei, tunggu sebentar
Ujung bajunya bergetar keras, bagaikan burung walet
tahu tahu gadis itu meloncat keatas udara, dalam beberapa
kali jumpalitan saja tubuhnya sudah berada beberapa
tombak jauhnya, arah yang dituju bukan lain adalah arah
dimana Pek In Hoei melenyapkan diri tadi.
Selama hidupnya belum pernah Coei-jie menyaksikan
nonanya bisa meloncat dan melayang ditengab udara,
menyaksikan perbuatan nonanya ia menjerit ketakutan :
Nona...
Sebaliknya air muka Ci In Loo Hong-tiang pun berubah
hebat, ia berseru tertahan kemudian berdiri menjiiblak di
tempat semula.
Air muka sipedang salju Gak Heng pun berubah hebat
sekali.
Piaw-moay... Piauw-moay... tunggu sebentar. tunggu...
kau hendak kemana? jeritnya lengking.
Tanpa memperdulikan yang lain lagi, ia loncat bangun
dari atas tanah kemudian mengepos tenaga mengejar dari
belakang.
Angin gunung berhembus lewat membuat daun dan
ranting pohon Song bergoyang tiada hentinya di tengah
kesunyian hanya tertinggal Ci In Hong-tiang serta Coei jie
yang masih ada disitu.
Terdengar Ci In hweesio bergumam seorang diri dengan
nada lirih :
Aaaaaai... sungguh susah dipercaya ... sungguh
membuat orang tidak habis mengerti, tak kusangka nona

halus yang lembut dan lemah gemulai itu ternyata memiliki


ilmu silat ini yang demikian lihay... aaaai ... rupanya aku
sihweesio tua memang benar benar sudah terlalu tua
sehingga matapun jadi kabur dan rabun.... agaknya
sekarang memang sudah saatnya bagiku untuk mengundur
diri dari keramaian dunia persilatan.
Suaranya penuh rasa duka dan sesal... ia tidak habis
mengerti apa sebabnya seorang nona yang lemah lembut,
seorang putri gubernur yang manja secara tiba-tiba bisa jadi
kosen dan lihaynya luar biasa.
Lama sekali dia berdiri tertegun disana, untuk kemudian
dengan perasaan apa boleh buat kembali kedalam kuilnya.
(Oo-dwkz-oO)
6
TENGAH malam telah tiba, kabut yang tipis melayang
diatas permukaan tanah menyelimuti seluruh jagad.
Bintang bertaburan diangksa mengeliling rembulan yang
memancarkan cahaya redup, ditengah malam yang sunyi
tak kedengaran sedikit suarapun berkumandang
Mendadak... muncul sebuah lampu lentera berwarna
marah menyinari kegelapan yang mencekam, suara
Ketukan kayu menggema memecahkan kesunyian.
Kentongan kedua tebal, kabut kian lama kian bertambah
tebal, seluruh jagat hampir terbungkus rata. Malam semakin
sunyi.
Dari balik kabut yang tebal, kembali muncul sebuah
lampu lentera berwarna merah menerangi kegelapan.

Pada saat itulah terdengar suara derap kaki kuda yang


rendah dan perlahan menggema dan balik kabut, perlahanlahan bergerak menuju kearah lampu lentera merah itu.
Kabut yang tebal seakan akan membekukan seluruh
angkasa, oleh sebab itu suara derap kaki kuda tadi tidak
sampai bergema hingga ketempat jauhan.
Tokkkk... tooook... toook... di tengah derap kaki kuda
yang gencar, mendadak terdengar bentakan nyaring
menggema keangkasa:
Siapa?
Aku sipedang naga terbang...? jawab orang yang ada
diatas kuda, belum habis ia berkata tiba tiba terdengar
jeritan ngeri berkumandang keangkasa diikuti desiran angin
tajam menyambar dari segala penjuru, dalam sekejap mata
hujan anak panah bermunculan dari mana2.
Ringkikan kuda teriakan gusar sipenunggang kuda
berkecambuk jadi satu, terdengar orang yang ada diatas
kuda itu menghardik penuh kegusaran :
Siapa yang suruh kalian melepaskan anak panah? aku
adalah It Boen Liong.
Haaaah... fcaaaah... haaaah... suara gelak tertawa
yang nyaring dan keras menggema dari arah sebelah kanan,
bersamaan itu pula dari balik kabut berkelebat keluar
serentetan cahaya tajam berwarna merah.
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
tiada hentinya, hujan panah seketika terhenti.
It Boen Liong segera loloskan pedangnya dan loncat
kearah berasalnya cahaya tajam berwarna merah itu.

Namun dikala badannya mencapai permukaan bumi,


cahaya tadi segera lenyap tak berbekas, yang tertinggal
hanyalah baunya darah yang amis dan memuakkan.
Dengan cepat ia periksa keadaan sekitar sana, tampak
empat sosok mayat menggeletak diatas tanah, pada bagian
leher setiar korban yang mengeletak mati itu tebekas sebuah
babatan pedang yang mematikan kecuali tiada terlihat bekas
luka lainnya lagi.
Hmmm! sungguh indah dan liay cara pembunuhan
yang dilakukan orang itu pikirnya didalam hati.
Mendadak... pedangnya berputar putar. sambil berputar
seratus delapan puluh derajat bentaknya : Siapa disana? .
Suasana dibalik kabut tetap sunyi senyap kedengaran
sedikit suarapun, lama sekali ia baru tarik napas panjang
dan berpikir lebih jauh :
Mungkinkah aku sudah salah dengar. Pada saat
pikirannya sedang berputar itu. kurang lebih dari enam
depa dihadapannya berkumandang datang suara beotakan
indah yang nyaring dan lantang :
Kau sama sekali tidak salah mendengar akulah yang
berada disini.
Siapa kau? bentak It Boen Liong pedang naga terbang
sambil geserkan badannya kesamping, dengan cepat
pedangnya dilintangkan didepan dada siap menghadapi
segala kemungkinan
Sekilas cahaya mutiara yang redup muncul didepan
matanya, bersamaan dengan itu muncul pula seorang
pemuda ganteng baju putih keperak perakan, sikap gagah
dan keren sekali.

Ketika itu sambil mencekal sebutii mutiara sebesar buah


lengkeng pemuda berbaju putih keperak perakan tadi
menatap wajah It Boe Liong dengan pandangan dingin,
mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Diam diam It Boen Liong merasa terperanjat,
meminjam cahaya mutiara tersebut ia awasi tubuh orang
dari atas sampai kebawah kemudian baru tegurnya dengan
nada berat:
Sebenarnya siapakah kau?
Pemuda ganteng tadi tersenyum.
Apa maksudmu datang keperkampungan Tay Bie Sancung? ada urusan apa kau berkunjung kemari? .
Hmmm... Ehth musuhku
tinggal
dalam
perkampungan ini, apa salahnya kalau kau berkunjung
kemari?
Tiba tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya.
segera bentaknya lagi :
Apakah kau adalah si jago pedang berdarah dingin Pek
in Hoei
Sedikitpun tidak salah, cayhe adalah Pek In Hoei,
namun bukan sijago pedang berdarah dingin yang kau
maksudkan barusan
It Boen Liong nampak tertegun, namun dengan cepat
hawa gusarnya telah berkobar,
Apa dosa Kiong Hiante ku dengan dirimu? mengapa
kau tebas lengannya hingga kutung.
Hmmm terhadap manusia yang suka bikin onar dan
malang melintang dengan andalkan nama serta pengaruh
ayahnya, sudah untung kalau aku cuma tebas kutung

sebuah lengannya, toh selembar Jiwa anjingnya masib


utuh
Baiklah, kalau toh kau anggap ilmu pedang yang kau
miliki sangat lihay, sekarang aku ingin sekali mohon
petunjuk ilmu pedang, hati2.
Pek In Hoei tidak langsung melayani tantangannya,
diam diam pikirnya didalam hati:
Tadi, sebelum masuk kedalam perkampungan, kalau
bukan telah bertemu dengan Ouw yang Gong siuler asep
Sua itu dan dia bisa membuktikan bahwasanya hanya
sigolok perontok rembulan Ke Hong serta sijari bintang
kejora Kiong Thian Bong saja yang terlibat dalam
keroyokan terhadap ayahku sewaktu ada digunung Ceng
Shia tempo dulu, sejak tadi aku sudah lakukan
pembunuhan secara besar besaran, Aaaaaah sembari
menunggu kehadiran Ouw yang Gong. kenapa aku tidak
layani tantangannya untuk bermain main beberapa jurus
dengan dirinya...
Maka secara tiba tiba ia berkata .
Setiap kali pedang poo-kiam ku lolos dari sarung, dia
harus bertemu dulu dengan noda darah sebelum
dikembalikan kedalam sarungnya kalau memang kau tidak
suka mendengarkan nasehatku, baiklah, terpaksa aku harus
memenuhi harapanmu.
It Boen Liong gusarnya buian kepalang, tanpa banyak
bicara lagi badannya bergerak maju kedepan, tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun pedangnya menebas tubuh
lawan.
Cahaya mutiara tiba tiba lenyap, tanpa mgeluarkan
suara badan Pek In Hoei pun ikut lenyap dibalik kabut.

It Boen Liong segera menggetarkan ujung pedangnya,


belum sampai badannya mencapai permukaan tanah
pedangnya telah ditusuk kembali kearah Barat.
Angin pedang menderu deru, kabut yang tebal segera
terbelah kesamping dan senjata tadi laksana kilat meluncur
kedalam.
Pek In Hoei putar lengannya, dengan suatu gerakan
yang aneh dia balas mengirim satu serangan balasan.
Mendengar datangnya ancaman It Boen Liong
membolang baiingkan pedangnya, serentetan bayangan
pedang seketika memenuhi angkasa dan mengurung tubuh
pemuda she Pek itu kedalam kepungan.
Walaupun Pek In Hoei selama ini tak dapat melihat
bagaimana pihak lawannya melepaskan serangan, namun
dari beberapa serangan yang mengancam tubuhnya dengan
begitu hebat, ia dapat menarik kesimpulan dimanakah letak
kelihayan serta kebagusan serangan musuh.
Tiba tiba ia melepaskan satu tendangan kilat sambil
membentak:
Bagus! jurus serangan ilmu pedangmu memang tidak
jelek
Belum sempat It Boen Liong menjawab, tahu tahu
tendangan musuh yang datang secara tiba tiba itu sudah
mengancam badannya dan berada tepat didepan jalan darah
Hiat Cong Hiat.
Buru buru lambungnya ditarik kebelakang gagang
ditekan kebawah dan membentur tumit lawan.
Pek In Hoei tertawa ringan, berada ditengah ancaman
ujung pedang lawan tahu-tahu ia berhasil ngeloyor pergi.

Coba kau rasakan pula ilmu pedang angin puyuh


tengah gurunku ini! Bentak It Boen Liong.
Secara beruntun dia melancarkan delapan buah
serangan berantai namun setiap kali berhasil dihindari
pihak musuh yang melayani dengan tangan kosong belaka,
keadaan seperti ini membuat dia jadi serba salah, maka
permainan pedangpun lantas dirubah, dengan hebat dan
gencarnya dia teter musuhnya habis habisan.
Angin pedanng menderu deru membuat kabut tebal
yang menyelimuti daerah sekitar beberapa tombak ditempai
itu tersapu bersih, begitu dahsyat serangan tersebut seakanakan angin puyuh yang menyapu guruu pasir...
Hawa pedang menusuk ketulang sumsum, secara
beruntun Pek In Hoei meloloskan diri dari lima buah
tusukan pedang lawan, sementara badannya sudah mundur
dua tombak lebih dari tempat semula.
Diam diam ia terperanjat jaga menyaksikan kehebatan
lawan, pikirnya dalam hati :
Sungguh tak kusangka ilmu pedang yang dimiliki It
Boen Liong demikian hebat dan luasnya, bukan saja ganas
bahkan telengas, tidak malu ia disebut sebagai manusia
yang berbakat bagus...
Sembari berpikir mendadak badannya meloncat empat
tombak kedepan, pedangnya menjungkat keatas, serentetan
cahaya pedang seketika menyebar keempat penjuru.
It Boen Liong tarik napas dalam dalam, ia berdiri
dengan sepasang kaki dibentangkan lebar, badan bagian
atas membungkuk kebelakang, senjata pedang menebus
ketengah udara mengirim tiga babatan maut.
Baru saja ketiga jalur hawa pedang itu menumpuk jadi
satu. It Boen Liong rasakan serentetan hawa serangan yang

tajam seakan akan hendak menembusi tubuhnya, menubruk


tiada hentinya diatas hawa pedang tersebut.
Dengan suara berat dia membentak keras, pedangnya
menjungkil keatas, sambil membuka satu lowongan
ditubuhnya ia terjang kedepan.
Dua bilah pedang bergesek menimbulkan suara
bentrokan yang tajam, nyaring dan memekikkan telinga,
seketika itu juga seluruh pedang yang ada ditangan It Boen
Liong melengkung bagaikan busur.
Dengan penuh kesakitan dia merintih. pergelangannya
gemetar keras dan sekati lagi ia menjungkit setengah coen
keatas.
Traaang pedangnya sebatas gagang pedang tahu tahu
patah jadi dua bagian.
Dengan lenyapnya tenaga tekanan tersebat maka tak
bisa ditahan lagi badannya terjengkang kebelakang, hampir
hampir saja ia roboh keatas tanah.
Pek In Hoei segera menggerakkan pedangnya membabat
lewat dari depan dadanya, mengikuti gerakan pedang
tersebut badannya meloncat dua tombak kesamping.
Bersama dengan berkelebatnya pedang, It Boen Liorg
rasakan dadanya panas dan sakit, bajunya segera robek dan
tampaklah kulit tubuhnya yang kekar.
Sebuah jalur luka pedang yang memanjang terbentang
didepan mata, darah segar mengucur keluar tiada hentinya
membasahi seluruh pakaian
ilmu pedang apakah yang barusan kau gunakan?
tegurnya sambil menggigit bibir menahan gusar.
Jie Loen Jut Sian atau Sang Surya baru muncul jurus
kedua dan ilmu pedang penghancur sang surya jawab Pek

In Hoei serius sambil perlahan lahan memasukkan


pedangnya kedalam sarung.
Ilmu pedang penghancur sang surys? gumam It Boen
Liong tercengang. Terima kasih atas kebaikanmu yang
tidak membinasakan dinku.
Antara kau dengan diriku sama sekali tidak terikat oleh
dendam maupun sakit hati, kenapa aku harus
membinasakan dirimu?
Ia merandek sejenak untuk tukar napas lalu sambungnya
:
Kau adalah satu satunya jago pedang yang memiliki
ilmu pedang paling lihay di antara jago-jago yang pernah
kujumpai
Ucapan ini segera disambut It Boen Liong dengan
senyuman getir yang memilukan.
Bagi prajurit yang telah kalah perang seperti aku, ada
ucapan apa lagi yang bisa di utarakan keluar? .
Sepasang alisnya berkerut, setelah tarik napas dalam
dalam terusnya :
Satu bulan kemudian aku menantikan kedatanganmu,
disini aku ingin sekali lagi mohon petunjuk ilmu pedang
penghancur sang surya milikmu.
Ehmmm, sampai 9aatnya aku bisa menantikan
kehadiramu disini. It Boen Liong se gera merangkap
tangannya menjura, kemudian putar badan dan berjalan
kebalik kabut yang sangat tebal.
Pek In Hoei tarik napas panjang panjang, perlahanlahan dia angkat kepalanya, tampak kabut telah mulai
membuyar, tiga lentera merah yang terpancang ditengah
angkasa dapat terlibat dengan jelasnya.

Dalam hati lantas dia berpikir kembali :


Sebenarnya ada kejadian apakah yang menimpa
perkampungan Tay Bie San Cung pada hari ini! kenapa
mereka sebar jebakan jebakan ditempat luar? lagi pula
segenap kekuatan perkampungan yang mereka miliki
dikumpulkan dalam ruang tengah semua Tidak mungkin
kalau mereka berbuat demikian karena mengetahui akan
kehadiranku
Dengan termangu-mangu dia berdiri ditengah kabut
yang makin menipis, otaknya memikirkan kejadian
kejadian yang telah lampau, ia teringat kembali bagaimana
jenasah ayahnya tertinggal disamping tubuh si dewi khiem
bertangan sembilan Kim In Eng kemudian dirinya masuk
kedalam gua
Kembali pikirnya :
Saat ini euiah sidewi bertangan sembilan Kim In Eng
cianpwee berada dimana?
Air kabut membasahi wajahnya yang tampan, sambil
menyeka kelembaban yang membasahi pipinya dia berpikir
lebih jauh:
Selama dua tahun terakhir aku selalu berada didalam
gua, kenapa sekarang ada orang munculkan diri dengan
menyaru namaku sehingga akhirnya memperoleh gelar
sebagai sijago pedang berdarah dingin, aku tidak percaya
kalau dikolong langit masih terdapat orang lain yang
bernama Pek ln Hoei pula
Malam semakin kelam, suasana semakin sunyi teringat
akan Sucouwnya yang mati diracuni orang ia terbayang
kembali akan kematian ayahnya yang dikerubuti orang
banyak, dari situ pelbagai persoalan pun segera
menyelimuti benaknya ...

Aaaai... Dunia persilatan benar benar terselubung oleh


pelbagai masalah yang aneh, misterius dan mencengangkan
hati, sekali aku terjun kedalam kangouw saat itu juga aku
akan terjerumus dalam kancah masalah yang memusingkan
kepala...
Dengan hati hampa dia mengbela napas panjang.
Sekonyong-konyong ... sesosok bayangan manusia
meluncur datang, dari balik kabut terdengar suara Ouw
yang Gong yang serak serak basah berkumandang datang.
Nenekrya cucu monyet, keparat cilik goblok, belum
sampai beberapa hari kau terjunkan diri kedalam dunia
persilatan, kenapa terhadap masalab dunia kangouw sudah
bosan? Aku siorang tua yang sudah reot dan pikunpun
masih lari kesana lari kemari bekerja buat dirimu apa kau
tidak malu dengan dirimu sendiri?
Bersamaan dengan selesainya ucapan tadi Ouw-yang
Gong si manusia kukoay yang berambut awut awutan,
memakai kulit kambing dan lagak lagunya edan telah
berdiri tegak dihadapannya.
Ulcr asep tua, bagaimana hasilnya? Pek In Hoei
segera maju menyongsong kedatangannya.
Huuu... hampir saja aku siuler asep tua tak berbasil lari
keluar... omelnya sambil tarik napas panjang, ia sulut
tembakau dalam huncweenya dengan api, setelah
menyedotnya beberapa kali sambungnya lebih jauh :
Dua setan tua dari Seng-sut-hay entah sejak kapan
telah berkumpul semua dalam perkampungan itu, mereka
menyelundup masuk kedalam perkampungan dan berlatih
semacam ilmu iblis yang maha sakti dibelakang telaga Liokjiet-ouw. Waduh... penjagaan yang diatur disekitar ruang

Liok jiet-teog pada malam ini benar benar sangat ketat,


hampir saja aku tak sanggup meloloskan diri
Hei, sebenarnya sudah ketemu belum?
Dengan cepat Ouw-yang Gong mengangguk.
Aku masih hutang dua buah syarat darimu, sekalipun
harus pertaruhkan selembar jiwa tuaku persoalan yang kau
perintahkan pasti akan kulakukan sampai selesai!
Dari dalam sakunya dia ambil keluar sebuah buntalan
kain dan segera diserahkan ketangan Pek In Hoei. ujarnya
lebih jauh:
Didalam buntalan ini terdapat surat dari delapan partai
besar yang bekerja sama menulis surat buat sigolok
perontok rembulan serta sijari bintang kejura, bagaimana
kejadian sebenarnya mengenai pengeroyokan terhadap
ayahmu bisa kau baca dengan jelas dalam surat surat itu
Pek In Hoei terima buntalan tadi
disimpannya baik baik dalam sakunya.

dan

segera

Terdengar Ouw-yang Gong mengomel lebih jauh.


Sejak dua tahun berselang aku kehilangan jejakmu, aku
telah berkelana kesana kemari mencari dirimu. Kemudian
aku pikir kau tentu telah berangkat keperkampungan Taybie-san-cung, maka aku lantas menyusup kedalam
perkampungan ini. Eeeei... siapa tahu baru ini hari kau
sampai disini, dan tidak kusangka pula ini hari dalam
perkampungan telah terjadi peristiwa besar lain...
Ia tepuk benak sendiri seraya menambahkan :
Oooouw...! Aku telah melupakan satu urusan. Keparat
cilik, mari kita pergi dari sini
Ada apa? Begitu seriuskah persoalanmu itu?

Kemungkinan besar malam ini kedua setan tua itu


telah menyelesaikan latihannya, dan kemungkinan besar
pula pada malam ini ada musuh tangguh yang akan datang
mencari satroni dengan mereka, maka lebih baik kita jangan
ikut campur diair keruh malam ini...
Ada musuh luar yang datang mencari satroni dengan
mereka tanya Pek In Hoei semakin tercengang.
Pernahkah kau mendengar kisah tiga buah pulau dewa
diluar lautan? Menurut kata orang diatas pulau pulau dewa
itu hiduplah tiga orang manusia yang berumur seratus
tahun lebih. Nah malam ini salah satu diantara anak
muridnya akan mendatangi perkampungan Tay-bie-san
cung ini untuk mencari balas.
Apa sih yang sedang kau maksudkan? Siapa yang kau
katakan nanusia beurumur seratus tahun itu? Dan siapa
pula muridnya? Aku sama sekali tidak mengerti apa yaeg
sedang kau katakan? seru Pek ID Hoei dengan alis
berkerut.
Melihat sikap sianak muda itu, Ouw-yang Gong
menghela napas panjang.
00oodwoo00
Jilid 9
"SELAMA ratusan tahun belakang ini dalam dunia
persilatan telah tersiar berita yang mengatakan bahwa diluar
lautan terdapat tiga buah pulau dewa di atas setiap pulau
dewa itu terdapatlah keraton marmer yang sangat indah,
dan dalam keraton tadi hidup tiga orang kakek tua, mereka
telah berhasil melatih ilmunya hingga mencapai taraf seperti
dewa, api dan air tidak bisa menghancurkan tubuh mereka."

"Aku tidak percaya"


Belum habis sianak muda itu menyelesaikan kata
katanya, mendadak dati tempat kejauhan terdengarlah
suara keleningan yang merdu serta irama musik yang
merdu merayu berkumandang datang.
Dengan wajah melengak Pek in Hoei segera berpaling,
tampaklah dari balik kabut yang menyelubungi sekitar
tempat itu entah sejak kapan telah muncul dua baris lentera
merah yang perlahan lahan sedang bergerak mendakat.
Dalam sekilas pandang, ia dapat menghitung jumlah
lentera merah yang terbagi jadi dua barisan itu berjumlah
dua puluh empat buah
Mendadak air muka Ouw Yang Gong berubah hebat.
Waduh .... celaka, mungkin permaianan yang barusan
kumaksudkan telah datang
Kabut putih laksana sutera, lampu lampu lentera itu
bermunculan dari balik kabut
tadi ditengah malam buta warna warni lampu lentera
tadi menambah kesetaraan dan kemisteriusan
Angin malam berhemnbus lewat membayarkan kabut
yang menyelibungi seluruh jagad, di tengah kesunyian
nampaklah kedua puluh empat buah lentera merah itu
dengan terbagi jadi dua barisan perlahan lahan bergerak
menuju kearah perkampungan Tay-bie san-cung.
Memandang lampu2 lentera merah yang bergerak secara
misterius itu, dengan rasa tercengang Pek in Hoei berbisik:
Sungguh aneh sekali kemunculan kedua puluh empat
buah lentera merah ini, sedikitpun tak ada suara yang
kedengaran Dilihat dari keanehan serta kemisteriusan

lampu lampu lentera merah ini, semakin jelas menunjukan


kalau mereka datang dari tiga pulau diluar lautan"
Belum habis ia berseru, mendadak manusia aneh ini
menjerit keras
Aduh celaka dibalik irama musik itu ada setannya"
Dengan wajah tertegun Pek in Hoei berpaling.
Ditatapnya wajah Ouw-yang Gong dengan sinar mata
penuh tanda tanya.
Coba kaudengar!" Ouw yang Gong berseru kembali.
Irama musik itu seakan akan membetot isi peruiku, aduh
hatiku seperti diiris iris dengan pisau tajam......"
Mendadak ia tekan lambungnya dengan sepasang
tangan, sementara badannya berdiri termangu mangu
disitu. Sebentar saja seluruh wajah dan tubuh OuW-yang
Cong telah basah kuyup bermandikan keringat, badannya
berkerut tiada hentinya seolah2 sedang menahan rasa sakit
dan penderitaan.
Eeeei ular asep tua, kenapa kau?"
segera tegurnya dengan nada kaget.
Ouw-yang Gong pejamkan matanya geleng kepala
berulang kali, mendadak ia jatuhkan diri duduk bersila
keatas tanah kemudian bersemedi dan mengerahkan
segenap tenaga lweekang yang dimilikinya untuk melawan
suara lembut yang menyerang hebat itu.
Pek in Hoei benar benar dibikin tercengang dan tidak
habis mengerti atas sikap ouw-yang Gong yang seakan akan
tersiksa hebat itu, pikirnya dalam hati:
Kenapa irama musik itu lama sekali tidak
mempengaruhi diriku? Sedangkan si uler asep tua kelihatan
begitu tersiksa dan menderita? .... Aneh aneh sekali"

Otaknya telah diperas sedemikian rupa namun belum


berhasil juga meremukan sebab sebabnya, maka akhirnya ia
pusatkan seluruh perhatiannya untuk mendengar.
Namun disaat yang amat singkat itulah irama musik
yang lembut merdu tadi sudah tidak kedengaran lagi
suasana disekeliling tempat itu telah pulih kembali dalam
kesunyian.
Hatinya jadi bergidik, segera pikirnya lebih jauh:
Suara irama musik jfu muncul tanpa suara pergi tanpa
gerakan, bahkan bisa melukai isi perut orang tanpa terasa...
oooh sungguh mengerikan sekali..."
Ketika ia berpaling lagi, terlihatlah kedua puluh empat
lampu lentera merah tadi sudah berada kurang lebih empst
tombak dihadapannya, lampu lampu itu bergoyang tiada
hentinya dari balik kabut yang menyelubunginya.
Sekarang, Pek In Hoei dapat melihat jelas bahwasanya
dari balik kabut muncul dua baris gadis gadis muda berbaju
putih berdandan dayang keraton yang membawa sebuah
ranting bambu berwarna keperak perakan ditangan kiri dan
sebuah lampu lentera merah ditangan kanannya.
Gerak genk gadis gadis cantik itu ringan dan enteng
seakan akan tidak menempel tanah, dipandang dari
kejauhan mereka mirip para bidadari yang baru turun dari
kahyangan.
Pek In Hoei merasa amat tercengang dengan
kemunculan dua baris gadis gadis cantik yang sargat
misterius ini, tanpa sadar rasa bergidik muncul dari dasar
hatinya, bulu kuduknya sama sama pada bangun berdiri.
Ia tarik napas panjang panjang, dengan mulut
membungkam ditatapnya kedua puluh empat lentera merah

itu muncul dari balik kabut, untuk beberapa saat lamanya


dia lupa untuk meninggalkan tempat itu.
Mendadak...... sisi telinganya berkumandang suara
teguran yang lembut dan merdu:
Hei! Apakah Kau anggota perkampungan Tay-bie-sancung?..... "
Ucapan itu amat lembut, halus dan enak didengar,
seakan akan bisikan mesrah sang kekasih membuat hati
tergoncang keras dan badan terasa nyaman
Pek In Hoei berseru tertahan, ia tidak temukan suara tadi
berasal dari mana, jika memandang sekelilingnya maka
kecuali terlihat kabut yang mulai buyar, Ouw-yang gong
yang masih duduk bersila ditanah serta dua baris gadis gadis
keraton itu
tidak tampak bayangan manusia lainnya ada disitu.
Ingatannya segera ditujukan kearah dua baris gadis yang
membawa lampu lentera itu.
Sedikitpun tidak salah, terdengar
berkumandang disisi telinganya:

suara

kembali

Hei! Sudah kau dengar pertanyaanku tadi....?"


"Kau sedang berbicara dengan diriku" bentak Pek In
Hoei. Sudah tentu dengan dirimu" berjalan didepan tadi
berhenti, di bawah sorotan dua puluh empat buah lentera
tampak dua orang lelaki kekar berjubah merah dan
berperawakan tinggi kekar sambil menggotong sebuah
tandu munculkan diri dari barisan.
Warna tandu itu putih keperak perakan diatas atap tandu
terdapat sebutir mutiara yang memancarkan cahaya kehijau
hijauan.

Dikala Pek ln Hoei masih berdiri termangu-mangu,


kedua orang lelaki kekar itu sambil menggotong tandunya
telah berada kurang lebih tiga depa dihadapannya.
Kain horden tersingkap dan dari balik tandu muncul
selembar wajah yang cantik jelita.
Hanya kau seorang diri berdiri disitu kalau aku tidak
ajak kau bicara lalu dianggapnya aku lagi bicara dengan
siapa?" terdengar dara ayu itu menegur.
Begitu wajah gadis itu munculkan diri Pek In Hoei
segera pusatkan seluruh perhatiannya keatas wajah dara
tadi.
Ssbib ia merasa kecantikan wajah gadis itu benar benar
sukar dilukiskan dengan kata kita dibawah sorotan cahaya
mutiara wajahnya tampak begitu agung, begitu ayu dan
menawan seakan akan bidadari.
Sinar mata gadis itu tajam sekali, dalam suatu adu
pandangan Pek in Hoei merasa hatinya bsrdebar keras,
timbul perasaan rendah diri dalam hatinya hingga tanpa
sadar ia telah tundukkan kepalanya rendah rendah.
Kau tidak berani adu pandang dengan diriku?" tegur
sang gadis sambil tersenyum tatkala menyaksikan sikap
sianak muda itu.
"Apa kau bilang?" darah panas segera bergolak dalam
dada Pek Ia Hoei, alisnya? berkeiut dan sinar matanya
kembali menatap wajah gadis itu tajam tajam.
Gadis itu tidak mengira kalau sianak muda itu bisa
memandang dirinya dengan cara begitu, ia merasakan
betapa tajam dan hebatnya sinar mata orang membuat hati
sendiri timbul suatu perabaan aneh yang sukar dilukiskan
dengan kata kata.

ia tertegun, sekilas rasa jengah berkelebat diatas


wajahnya, namun dengan cepat, air mukanya berubah jadi
dingin kembali, sepasang alis berkerut kencang dan
hardiknya nyaring:
Hm! Kenapa kau melototi diriku?" "Hm
Kau
mengatakan aku tak berani memandang dirimu, maka aku
pandang dirimu sekarang..... Eeeei......... sekarang kembali
kau melarang aku memandang dirimu. Hmmm, kurang
ajar! Sebenarnya bagaimana maksudmu? Suruh lihat
wajahmu arau tidak?"
"Sekali aku bilang tak boleh memandang ayoh cepat
berpaling kearah Iain"
Pek in Hoei melegak, ia tidak menyangka kalau sikap
gadis ini benar benar tak tahu aturan, dengan dingin ia
melirik sekejap kearah gadis itu lalu melengos kearah lain.
Sikap pemuda kita yang acuh tak acuh kontan
menggusarkan hati gadis itu, air mukanya berubah hebat,
tangannya yang berada dibalik jendela mendadak disentil
kedepan, serentetan angin totokan segera menyambar
kedepan.
Merasakan dirinya diserang laksana kilat Pek in Hoei
putar badannya meloloskan diri dari aacaman tersebut,
terasa jalan darah Ming-bun -hiat diafas pinggangnya
terhajar telak, namun untung bawa sinkangnya segera
melinduogi badan hingga isi perutnvg tidak sampai terluka,
Dengan cepat ia berpaling tampaklah gadis itu sedang
memandang kearahnya dengan mata terbelalak, sinar
matanya mengandung rasa heran dan tercengang yang tak
terhingga.
Hei, apa yang telah kau lakukan?7" bentak pemuda kita
dengan nada gusar.

Gadis itu mengkerutkan alisnya. bibirnys yang kecil


terbuka sedikit, dengan termangu mangu ia menatap wajah
Pek In Hoei tak berkedip, untuk beberapa saat lamanya tak
sepatah katapun sanggup diutarakan keluar. Hai, keparat
cilik kenapa kau meraung macam anjing kesakitan"
mendengar
suara
teriakan
berkumandang dari arah belakang

Ouw-yang

Gong

Dengan cepat Pek in Hoei berpaling ia lihat 0uwyarg


Gong mengerdipkan matanya berulang kali kepadanya. lalu
maju beberapa jangkah kedepan dsn menjura kearah gadis
itu.
"Nona, tolong tanya apakah kau datang dari tiga pulau
dewa didasar lautan?".
Eeei... sungguh aneh, darimana kau bisa tahu kalau aku
berasal dari luar lautan?"
Haah... haaah... haah meski pun sudah hampir enam
puluh tahun lamanya tiga dewa dari luar lautan tidak
tancapkan kakinya kembali didaratan Tionggoan, namun
ilmu sakti seruling baja sembilan lubang dari Thiat Tie
Thaysu masih tefap berkumandang dalam dunia persilatan
irama musik yang barusan noaa perdengarkan bukankah
merupakan irama penakluk iblis pembuyar sukma dari dia
orang tua?".
Mendengar manusia aneh itu menyanjung nyanjung
nama gurunya, wajah gadis itu segera benseri seri.
"Sungguh tak kusangka didaratan Tionggoan masih ada
orang yang mengenal ilmu kami milik suhuku sungguh luar
biasa
Biji matanya berputar, kemudian tanyanya :
Entah siapakah nama cienpwee?".

"Haaah... haaah... haaah... aku- bernama Owyang Gong,


orang tahu diriku sebayai si huncwee gede. Ooh yaah, dan
siapa nama nona..."
Gadis manis iiu melirik sekejap kearah huncwee gede
yang berada diitengah Ouw-yang Gong, kemudian
tersenyum dan menjawab:
"Boanpwee bcrnama It Boen Put Giok
Mendenger gedis ini she It Boen pula seperti halnyas It
Boen Liong yang baru saja berlalu, tanpa terasa Pek In Hoei
melirik sekejap kearahnya dalam dalam.
It Boen Put Giok pun melirik sekejap kearah Pek in
Hoei. kemudian bertanya Cianpwe?, apskah dia adalah
muridmu?". Oooh bukan bukan, aku tidak mempunyai
hokkie sebesar itu untuk menerima dirinya sebagai
muridku, dia bukan lain adalah sahabat kecilku.."
"Hmm, tidak aneh kalau lagaknya begitu congkak" sekali
lagi gadis itu melirik sekejap kearah Pek In Hoei" Meskipun
ilmu?silat yang dimilikinya sangat libay, namun itu saja tak
ada artinya sebab ia tak bakal bisa menerjeng keluar dari
barisan lampu morahku, karena kesombonganya dia tak
nanti bisa mendalami inti sari ilmu silat yang paling atas"
Pek In Hoei mendengus dingin, sebelum dia sempat
mengucapkan sesuatu Ouwyang Gong telah mengerdipkan
matanya berulang kali.
Sekalipun begitu. dengusannya tsdi telah cukup merubah
air muka It-boen Pit Giok jadi dingin dan kaku dengan
suara yang ketus ia berseru kembali :
Hmmm ! kalau kau tidak percaya, ayoh ikutilah diriku
masuk kedalam perkampungan Tay Bie San cung, nanti kau
akan saksikan sendiri betapa liheynya Ang Teng Toa tin ku
itu......."

"Nona jangan kau rewelsi dirinya lagi, dia adalah


seorang bocah tolol...... " karena situasi semakin tidak
menguntungkan maka haru buru Ouw yang Gong
menimbrung
Dengan termangu mangu Pek in Hoei berdiri
membungkam disitu, suatu perasaan aneh berkelebat dalam
benaknya, dia merasa heran apa sebabnya Ouwyang Gang
yang pada hari hari biasa merupakan manusia yang berani
bicara berani berbuat, Tidak takut langit dan tidak takut
bumi namun terhadap It boen Pit Giok yang misterius dan
aneh ternyata sikapnya begini menghormat, ia tidak habis
mengerti apa sebabnya manusia kukoay itu bersikap
demikian.
Semeantara itu Ouwyang Gong sendiri sama sekali tidak
menduga kalau Pek In Host telah memandang rendah
dirinya, terdengar dia berkata lebih lanjut :
"Nona, kecuali Thiat Tie thaysu cianpwee, apakah Poh
Giok Ca Ko Ek loocianpwee serta Tay Chi Loo Seng Sian
masih....."
Terima kasih atas perhatianmu, supek semuanya berada
dalam keadaan eehas walafiat.".
"Nenek kunyuk, anak monyet! panjang benar usia kura
kura setan tua itu" maki Ownyang Gong dalam hatinya.
Sampai sekarang belum juga modar modar, sudah seratus
dua puluh tahun mereka hidup di kolong langit... sudah
sepantasnya kalau
orang Orang itu masuk keliang kubur?".
Pada saat itulah mendadak Pek In Hoei maju selangkah
kedepan, lalu Ia berseru lantang
Cayhe sudah ambil keputusan untuk mohon petunjuk
dalam ilmu barisan lampu merahmu itu, akan kulihat

sampai dimanakah kelihayan iimu kepandaian dari tiga


Dewa Hay Gwa Sam Sian".
It-hoen Pit Giok mencibirkan bibirnya menunjukkan
sikap memandang hina anak muda itu, ia singkap horden
dan dengan ringan loncat keluar.
Selama ini dua orang manusia raksasa itu bagaikan
pagoda
baja berdiri kaku disitu dengan wajah adem
dan tidak menunjukkan perasaan apa2 terhadap kejadian
yang berlangsung disitu buksn saja tidak ambil gubris
melirikpun tidak.
Dalam pada itu It boen Pit Giok telah loncat kehadapan
Pek in Hoei, serunya dengan nada dingin:
"Sebentar lagi kau akan saksikan ilmu sakti ysng
manunggal dari Kay Gwa Sam Sian"
Bersamaan dengan seiesainya ucapan itu, dua orang
gadis yang membawa lanlera merah itu segera loncat
kebelakang It Boen Pit Giok.
Kabut telah buyar, udara malam tampak bersih tak
bermega, rembulan memancarkan cahayanya yang redup
menyinari tubuh gadis yang cgntik jelita itu.
pakaian putih yang ia kenakan entah buat dari apa,
terkena sorotan sinar rembulan memantulkan cahaya
keperakan yang sangat menusuk pandangan.
Dalam keadaan seperti ini walaupun dalam hati kecilnya
Pek In Hoei benci dengan sikapnya ysng dingin, angkuh
dan ketus, namun tak urung memuji pada kecantikan
wajahnya yang amat menawan hati itu
Pikirannya didalam hati :
Walaupun Wajahnya febih cantik daripada Hee Siok
Peng maupun Wie Ghin Siang, namun kecantikan

wajahnya seolah2 berasal dari langit, tidak gampang


diterima oleh umat manusia, ditambah pula sikapnya yang
begitu dingin dan ketus, lebih2 membuat orang tidak berani
mendekatinya. Aaaaai., keadaan gadis ini jauh lebih sukar
dipahami daripada gsdis Wie Chin siang maupun Hee Siok
Peng..."
ketika teringat akan diri Hse Siok Peng, ia teringat
kembali betapa sedihnya gadis itu menangis tatkala ia
berlalu dari lembah seratus bisa, kesedihan ysng tercermin,
diatas wajahnya membuat sianak muda itu diam2 menghela
napas panjang.
"aaai...... kenapa dia adalah putri dari musuh besarku?"
Maka ia berusaha keras untuk menekan perasaan serta
pikirannya sendiri untuk tidak memikirkan dia lagi.
Mika diapun alihkan kembali sinar matanya kearsh It
boen Pit Giok yang berdiri dibadapannya, delam sekilas
pandang ini Intinya tanpa terasa jadi makin gusar, segera
teriaknya :
"Hmmmm, Luar lautan hanya merupakan tempat tinggal
manusia2 liar yang tidak beradab. kepandaian lihay mgcam
apalagi yang bisa kalian miliki? memandang wajahmu yang
sombong dan tinggi hati, aku rasa tidak ada kepandaian
apa2 lagi yang patut kau perlihatkan dihadapanku"
Sungguh hebat ucapannva kali Ini, kalau dibandingkan
makian dari It Boen Pit Giok tadi boleh dibilang laksana
langit dan bumi, kali ini bukan saja suaranya keras, ketus
dan dingin bahkan kata2nya pedas dan sangat menusuk
perasaan, membuat dua orang gadis keraton yang
membawa lampu lentera itupun berubah hebat mukanya.
Ouw yang Gong sendiri diam2. merasa tobat dalam
hatinya.

Aduuh celaka ! keparat cilik tolol ini kembali


mengumbar napsu kerbaunya, waaah... waaah ....kalau
sampai mengusarkan Pob Giok Cu Ko Ek si tua bangka itu
hingga muncul kembali dideretan Tionggoan, dunia
kangouw bakal tidak aman lagi! sialan..... goblok benar
keparat kunyuk ini".
Tatkala dilihatnya air muka It-boen Pit Giok telah
berubah jadi hijau membesi saking gusarnya, dalam hati
diam2 ia bergidik, buru buru tangannya berkelebet
menutupi mulut Pek In Hoei agar tak bisa berbicara lebih
lanjut.
"Kau.... kau..... kau berani memaki kami sebagai orang2
liar yang tak beradab... " teriak It boen Pit Giok dengan
suara gemetar.
Ouwyang Gong tidak ingin urusan makin kacau, buru2
ia tertawa terbahak-bahak dan menukas
"Nona It boen, kau tak usah marah semacam itu!
bukankah sejak permulaan tadi sudah kukatakan bahwa dia
adalah seorang kunyuk goblok? tak usah kau anggap
ucapanya sebagai kata yeng susungguhnuya"
"Apa yang cavhe ucapkan merupakan tanggung jawab
dari diriku sendiri.... " Sela Pek In Hoei sambil
melemparkan sebuah kerlingan menghina kearah orang tua
itu " Aku tidak akan jeri atau takut terhadap tiga dewa atau
empat setan dari luar lautan!"
"Kau... apa varg kau katakan? coba... coba kau ulangi
sekali lagi ?" saking gusarnya sekujur badan gadis she It
Boen ini gemetar keras
Pek In Hoei mendengus dingin.

"Ham meskipun cayhe bukan seorang yang super luar


biasa, namon aku belum jeri terhadap tiga dewa empat
setan dari luar lautan
"Nenek, maknys.. cucu kura kura... anak sialan, tutup
bacot anjingmu, lekas kau kurangi perkataanmu yang sama
sekali tak berguna itu?.... " berkata 0uw Yang Gong dengan
gusarnya. Pek Ia Hoei melirik sekejap kearah Ouw yang
Gong, lalu meludah kelantai.
"Hey manusia edan, bukankah kau masih berhutang satu
syarat dariku?" "Benar! " sahut huncwee gede setelah
tertegun sesaat. "Tiga permintaan jang menyiksa baru
kulaksanakan dua buah"
"Bagus sekali! kalau begitu sekarang dengarkanlah baik
baik, sekarang juga aku minta agar kau jangan mencampur!
urusanku lagi, aku perintahkan dirimu segera tinggalkan
tempat ini".
Mula mula pemuda kita memandang Oowyang Gong
sebagai seorang locianpwee yang pegang janji dan setia
kawan, tetapi sekarang setelah terjadinya peristiwa ini, dia
anggap kakak tua she Oawysng ini sebagai tua bangka tolol
yang takut urusan, oleh sebab itulah dia usir orang tua ini
agar segera berlalu.
Ucapan iersebut benar benar menggusarkan hati uler
asep tua ini, airmukanya kontan berubah hebat.
"Nenek monyet, cucu kura kura...maknya" makinya
kalang kabut, namun sejenak kemudian dia telah menghela
napas panjang.
Memandang wajah Pek In Hoei yang diliputi kegusaran
dia menghela napas dan berpikir didelam hati.
"Aaai.... mana kau bisa memahami maksud hatiku...."

kiranya tujuh puluh tahun berselang diam diam dunia


persilatan amat kacau. setiap partai sama2 pada berdiri
sendiri ling unntuk berebut kekuasaan, oleh karena itusetiap partai sama sama memperdalam ilmunya untuk
berusaha menonjolkan diri dalam Bulim.
Suatu musim gugur, dari samudra Seng It Hay tiba tiba
muncul sepasang suami istri yang masih muda, mereka
berdua dengan andalkan kepandaian silat yang sangat hebat
dan lihay dalam waktu yang singkat telah menjagal habis
semua ciangbunjien i embilan partai besar, hingga nama
5eng Sut Hay Siang Mo atau sepasang sadis dari laut Seng
Sut Hay amar menggetarkan dunia persilatan.
Si iblis sakti Liong Pek ini tak lain adalah suhu dari Si
Rasul pembenci langit Ku Loei, sedang istrinya Pek Giok
Jien Mo atau siiblis, Khiem kumala hijau bukan lain adalah
suhu dari Xoe Thien Jien siau Kim In Eng.
Berhubung tindak tanduk serta perbuatan perbuatan
sepasang iblis dari lauy Seng Sut Hay ini, akhirnya
menggusarkan tiga orang pertama sakti yeng tinggal jauh
diluar lautan, dengan kepandaian saktinya mereka mereka
hendak mengusir kedua orang iblis itu dari atas daratan
tionggoan.
Akhirnya dalam pertemuan para jago di atas gunnng
Hoang san, dibawah kerjasama Thay Ghi Siansu serta Pob
Giok cu Ko Eng dalam jurus yeng kedua puluh delapan
mereka berhasil mengalahkan sepasang iblis dari laut Seng
Sut Hay ini, sedangkan Thiat Tay Sin nie dengan seruling
berlubang sembilannya memperdengarkan irama penakluk
iblis pembuyar sukma yang akhirnya memaksa khiem kuno
dari Pek Giok Jien Mo kehilangan ketujuh lembar senarnya.

Sejak kekalahan tersebut sepasang iblis kembali kelaut


Seng Sut Hay untuk mengasingkan diri, sedang Thay Chi
siansu bertiga pun lenyap tak berbekas dari muka bumi.
Sejak peristiwa itulah nama besar dari Hay Gwan Sam
Sian menggetarkan seluruh sungai telaga, walaupun orang
kangouw semua tahu bahwa diluar lautan terdapat tiga
buah pulau dewa namun tak seorang pun pernah
berkunjung kesitu. dan tak seorangpun yang pernah melihat
ketiga orang dewa tadi muncul kembali dalam dunia
periilatan, maka lama kelamaan kejadian itupun mulai
dilupakan orang.
Sungguh tak nyana enam puluh tahun kemudian, Hay
Gwaa Sam Sian telah mengutus seorang muridnya datang
kedaratan Tionggoan bahkan telah bertemu dengen anak
murid dari sepasang iblis Seng Sut Hay Siang Mo untuk
bertanding ilmu silat didalam perkampangan Thay Bie Sen
cung.
Seandainya kabar berita ini tersiar keluar, niscaya
seluruh dunia persilatan akan gempar dibuatnya.
Tatkala Ouwyang Gong pertama kali belajar ilmu silat
dahulu, ia sudah pernah mendengar tentang kisah
kegagahan tiga dews dari luar lautan mengalahkan sepssang
iblis didaratan Tionggoan. maka dia pun mengerti sampai
dimanakah kelihayan orang tidaklah aneh kaiau orang tua
ini tidak berani mencari gara2 dihadapan It boen Pit Giok.
Siapa sangka Pek In Hoei masih muda dan berdarah
panas, karena tidak senang menyaksikan sikap serta tingkah
laku It Boen Pit Giok yang jumawa den ketus telah bentrok
dengan dirinya, bahkan mengajukan pula satu2nya syarat
yang pernah dijanjikan dua tahun berselang untuk mengusir
dia pergi dari situ.

Memandang wajah sianak muda yang gagah dan penuh


semangat, orang tua itu menghela napas panjang, pikirnya:
"Siapa yene bilang aku jari kepadanya? aku takut dengan
robohnya gadis ini kemungkinan besar aksn memancing
kehadirannya kembali tiga manusia dewa dari luat lautan
iiu, seandainya dalam keadaan gusar merek telah
melakukan perbuatan2 yang tidak menguntungkan umat
Bulim hingga terbitkan gelombang badai dalam dunia
kangouw, siapa yang sanggup mengusir mereka? siapa ysng
sanggup memikul tanggung jewab ini? dalam dunia
persilakan dewasaa ini, kepandaian silat siapa yssg lebib
lihay dari mereka?"
Dalam sekejap mata itulah dalam benaknya tiba2
teringat kembali peristiwa dilembah seratus bisa tempo
dulu. teringat ,kembali akan ucapan dari Ke in Sin nie
sewaktu hendak mengobati Pek In Hoei yang keracunan
hebat.
Dibawah sorotan sinar rembulan yang redup, seakan2 ia
saksikan bekas merah darah yang ada diatai kening Pek In
Hoei kembali memancarkan cahaya aneh.
ekilas bayangan datang berkelebat d!depan metanya,
dengan wejah keren dan serius segera ujarnya
"Baiklah, aku segera akan angkat kaki dari sini, tapi aku
tetap berharap agar kau jaagao terlalu mengikuti psrasaan
sendiri hingga megakibatkan dunia persilatan jadi kacau
dan tidak tenteram"
It Boen Pit Giok yang mendengar ucapan tersebut dari
sisi kalangan segera tertawa dingin,
"Terhadap manusia bandel yang keras kepala macam
dia, buat apa kau bersikap begitu baik?" serunya. "Hinmm !

perbuatanmu tidak lebih bagaikan mementol khiem didepan


kerbau dungu"
Ouwyang Gong tidak menanggapi ucapan gadis itu,
sebaliknya dia segera menjura dan berpesan
"Nona. aku berharap setelah nona memenuhi janjimu
dengan anak murid dari sepasang iblis Ssng Sut Hay Siang
Mo janganlah melakukan perbuatan2 lain yang keterlaluan,
agar tindak tandukmu tidak sampai mencemarkan nama
baik ketiga
oang suhumu yang pernah datang kedaratan Tionggoan
dengan membawa misi yailu mengusir kaum iblis dari muka
bumi..." "Ehmmm!" It boen Pit Giok mengangguk.
"Maksud kedatanganku kedaratan Tionggoan kali ini tidak
lebih hanya yntuk memenuh janji kami dengan Sirasul
Pembenci langit Ku Loei serta si Rasul Pengtuk langit Chin
Tiong, aku datang kesini bukan untuk mencari musuh
dengan kawan2 dunia persilatan, harap cianpwee legakan
hati".
"Kalau memang nona sungguh berbuat begitu, akupun
bisa berlega hati".
Dia ayun huncwee gedenya kearah Pek In Hoei dsn
serunya:
"Kalau begitu kita sampai jumpa lagi lain kesempatan...."
Mendadak hatinya torasa sedih, bisiknya lirih.
Selama gunung tetap menghijau dan air sungai tetap
mengalir, aku harap bisa berjumpa lagi dengan dirimu
dikemudian hari, abu harap namamu dalam waktu singkat
dapat menggentarkan seluruh jagat"
Secara tiba tiba Pek In Hoei pum marasakan hatinya
sedih, dia segera menjura dan serunya;

"Terima kasih atas bantuan yang cianpwee berikan


kepadaku selama ini."
"Cucu kura kura... maknya" tiba2 Ouwyang Gong
memaki. Kau seharusnya sebut aku sebagai siuler asep tua,
kenapa kau panggil cianpwse kepadaku
Pek in Hoei tertegun, namun dengan cepat dia berseru :
"Uler asep tua selamat tinggal"
Ouwyang Gong tertawa terbahak bahak,- badannya
segara mencelat empat tombak keudara dan didalam
sekejap mata bayangan tubuhnya telah lenyap dibalik
kegelapan.
Gelak tertawanya yang nyaring menggema tiada
hentinya diudara, namun Pek in Hoei tetap berdiri
termangu mangu ditempat semula, rasa menyesal tiba tiba
muncul dari dalam hati kecilnya.
"Hmmm sungguh tak nyana kau adalah seorang manusia
yang begitu romantis" sindir It boen Pit Giok dengan nada
dingin. Manusianya entah sudah sampai dimana, kau masih
berdiri ketolol tololan disitu sambil memandang langit".
Ketika itu Pek In Hoei sedang murung dan kesalnya
bukan kepalang, kini setelah mendengar sindiran dari gadis
tersebut hawa gusarnya kontan memuncak, dengan cara
melotot ia menoleh kebelekang.
"Kalau aku tidak memandang dirimu sebagai seorang
perempuan, sejak tadi kau telah...." "Kau berani berani
berbuat apa terhadapku?"
Kalau kau seorang lelaki, aku pasti akan cabut selembar
jiwamu"
Sekujur badan It Boen Pit Giok mendadak gemetar
keras, dari matanya memancar keluar cahaya murung dan

kesal yang bukan kepalang, terdengar gadis itu bergumam


seorang diri, Mengapa dia ucapkan kata kata semacam itu
kepadaku..."
Dalam waktu yang amat singkat itulah baru sadar bahwa
dia sengaja menyindir Pek In Hoei bukan lain adalah ingin
mendengar pemuda itu bicara lebih banyak lagi, agar dia
bisa memandangi wajahnya yang diliputi rasa gusar.
Ia teringat pula sebagaimana setiap hati dia hanya
memandang ombak yang memecah ditepi pantai sewaktu
masih ada dipulau Bong Lay to dilautan Timur, meskipun
di atas pulas itu terdapat pelbagai macam binatang yang
jinak, namun yang dipikirkan terus menerus waktu itu
hanyalah keadaan didaratan Tionggoan.
Beberapa kali dia hendak menunggang rakit untuk
menyebrangi samudra dan datang kedaratan Tionggoan
untuk melihat pemandangan disitu, berkenalan dengan
manusia yang ada disana
Karena sejak kecil dia dipelihara dan diambil murid oleh
Thiat Tie Sinnie, apalagi sangat dimanja oleh guru gurunya
maka terbentuklah tabiat yang sombong dan jumawa dalam
hati kecil gadis ini.
Tetapi.... siapa sangka ketika ia mendapat perintah untuk
datang kedaratan tionggoan guna mencari murid dari Seng
Sut Hay Sieng Mo serta mencari tahu asal usulnya. diluar
perkampungan Tay Bie San cung ia telah berjumpa dengan
Pek in Hoei yang sombong dan tinggi hati.
Selama hidnp belum pernah ia berjumpa dengan orang
yang berani menatap langsung wajahnya, lebih lebih
manusia yang berani mencari gara gara dengan dirinya oleh
sebab itu dia sangat memperhatikan pria ganteng yang ada
dibelakannya ini.

Tatkala dia menatapi wajahnya yang ganteng, dalam hati


tiba tiba muocul suatu perasaan yang sukar dilukiskan
dengan kata kata, membuat dia ingin sekali mengucapkan
beberapa patah kata dengan dirinya, memandang lebih
lama lagi wajahnya.
Namun ketika la melukai perasaannya, diapun dengan
kata kata yang tajam menusuk perasaannya.
Sekilas rasa menyesal dan sedih terlintas diatas
wajahnya. alisnya yang tebal perlahan lahan menjungkat
keatas, Sekarang dia baru meresa menyesal, tidak
seharusnya ia lukai perasaannya, tidak seharusnya dia
paksa si anak muda itu mengucapkan kata kata yang begitu
galak.
Sebaliknya Pek in Hoei sendiripun merasakan hatinya
bergetar keras tatkala melihat gadis itu menunjukkan sikap
sedih dan murung, tak tertahan timbul rasa sesal pula dalam
hatinya;
Diam diam ia menghela napas panjang pikirnya:
"Aaaai... buat apa aku cari gara gara dengan dirinya? dia
hanyalah tidak lebih seorang gadis yang sudah terbiasa
dimanja hingga akibatnya jadi sombong dan tinggi hati, apa
gunanya aku menyindir dan menyakiti hatinya? bukankah
aku sama eekali tidak kenal dengan dirinya? apa gunanya
mengucapkan kata kata sepedas itu!".
Hampir saja dia maju kedepan untuk minta maaf, namun
gengsi seorang pria memaksa dia tidak berbuat begitu,
hanya diliriknya sekejap wajah gadis itu kemudian perlahan
lahan berlalu
Belum sampai beberapa langkah dia berlalu mendadak
terdengar It been Pit Giok membentak keras:
"Kembali".

Matanya melotot bulat bulat, dengan penuh kegusaran


teriaknya
"Apskah hanya begini saja kau lantas hendak berlalu?".
"Lalu kau mau apa ?" tanya Pek in Hoei seraya berpaling
suaranya hambar.
"Asalkan kau dapat menahan sembilan jurus ilmu
seruling bajaku, akan kubiarkan kau berlalu dari sini dengan
leluasa".
"Kau benar benar hendak paksa aku untuk turun tangan"
ditatapnya wajah gadis itu dalam dalam lalu putar badan,
"Hmm! semua lelaki yang ada dikolong langit tak ada
seorangpun manusia baik baik terutama sekali kau, kau
adalah manusia ysng paling jelek, paling jahat malam ini,
kalau aku tidak berhasil mcmatikan kecongkakanmu itu,
kau pasti akau benar benar menganggap bahwa diluar
lautan benar benar tiada ilmu sakti yang bisa diandalkan
"Haaah.... haaah..... haaaah..... baiklah! akan kuberi
kesempatan kepadamu untuk melihat sampai dimanakah
kelihayan dari ilmu silat daratan Tionggoan.
Perlahan lahan It boen Pit Giok mengetarkan seruling
besinya yang panjang dan ramping itu hingga
memancarkan selapis Cahaya hitam yang menyilaukan
mata, serentetan suara aneh yang tinggi melengking
seketika membumbung keangkasa,
Mendadak lampu lentera berwarna merah itu mulai
bergerak, ditengah kegelapan lampu tadi menyebar keempat
penjuru dan mengurung Pek in Hoei ditengah kalangan.
Cahaya retak berkelebat lewat, it boen pit giok sambil
putar seruling besinya perlahan lahan menotok dada Pek In
Hoei Gerakan ini sepintas lalu nampak amat lambat namun

arah yang diserang bukan saja jitu bahkan aneh dan luar
biasa sekali.
dalam waktu singkat dia telah mengunci seluruh jalan
mundur pihak lawan.
Menyaksikan kehebatan lawsn pek in Hoei terkesiap.
berbagai jurus serangan berkelebat dalam benaknya, namun
ia merasai setiap jurus serangan yang ada dalam benaknya
terasa sulit untuk menyambut serangan seruling lawan,
kecuali mundur ke belakang rasanya tiada cara lain untuk
menghadapinya,
Meskipun sianak muda itu sadar, bilamana dia mundur
kebelakang maka serangan musuh pasti akan membanjir
datang bagaikan bendungan yang bobol, namun dia dipaksa
oleh ancaman seruling yang semakin mendekat, membuat
dia mau tak mau harus mundur selangkah kebelakang.
Melihat musuhnya mundur It boen Pit Giok tersenyum
manis, serulingnya menekan kebawah, serentetan suara
Jang rendah dan tidak enak didengar seketika
berkumandang diangkasa. mengikuti arah mundur lawan
kembali ia kirim satu serangan
mematikan.
Oleh irama seruling yang rendah dan tidak sedap
didengar itu Pek In Hoei merasakan pikirannya jadi kacau,
ia semakin
bingung harus menggunakan jurus serangan bagaimana
untuk menghadapi lawannya. Dalam keragu raguannya itu,
bayangan
asing bagaikan ambruknya gunung Thay san segera
meluruk keatas tubuhnya;

Ia jadi gugup den kaget, dalam keadaan terdesak pemuda


kita ini meraung keras, sepasang telapaknya dengan jurus
"Nuh cang Ku Tan" atau sampan terpencil tenggelam
kesungai dengan dahsyatnya membabat keangkasa.
"Hmmmm ilmu kepandaian aliran Hoa san" jengek It
boen Pit Giok, pergelangannya segera ditekan kebawah,
seruling besinya dengan membentuk satu lingkaran busur
segera menotok urat nadi diatas petgelangan lawan.
"Coba kau saksikan jurus serangganku ini" teriak Pek In
Hoei lagi sambilan langkah sepasang kakinya.
Telapak dikobarkan kemuka, telapak kanan mendadak
menegak, jari tengah laksana kilat menotok tubuh musuh.
Serentetan angin totokan dengan tajamnya menembusi
angkasa menghajar urat nadi lawan.
"Eeeei..... bukankah ilmu tersebut adalah ilmu jari Kim
Kongci dari partai Siauw~lim?" seru It boen Pit Giok.
Pek In Hoei meraung gusar, dengan tapak sebagai ganti
golok mendadak is membabat keluar, angin pukulannya
menderu dengan dahsyatnya segera menyapu telapak
musuh yang mencekal seruling.
Tubuh It boen Pit Giok bagaikan ranting pohon liuw
yang lemas, dengan enak ia melayang kesana kemari
melepaskan diri dari ancaman musuh, teriaknya kembali
"Hmm ! jurus serangan ini tidak lebih merupakan jurus
"Hong Na Tiap Coei" atau pohon rindang memenuhi bukit
dari ilmu telapak Cian-sau ciang hoat aliran Thian san Pay,
tidak mengherankan"
Menyaksikan setiap jurus serangan yang gunakan segera
berhasil ditebak sumbernya oleh gadis itu, dalam hati Pek
In Hoei merasa sangat terperanjat, buru2 ia mundur dua

langkah kebelakang, jurus "Hong Nia Tiap Coei" tersebut


belum sampai digunakan seluruhnya telapak tangan segera
ditarik kembali kemudian sekali tonjok ia kirim sebush
bogem mentah lagi ketubuh musuh,
"Aaaah..... bukankah gerakan ini adalah jurus kesebelas
dari Bu-tong Tiong Koen?..."
Dengau
enteng
badannya melesat
kesamping,
serulingnya dilintangkan didepan dada lalu mengemplang
sejajar kemuka. diantara pekikan irama seruling yang kacau
terlintas sekilas cahaya hitam yang barsusulan.
"He sabenarnya kau anak murid partai mana ?" tegurnya
dengan nada tercengang.
Pek In Hoei bersuit lantang, sepasang kakinya menjejak
tanah dan dengan suatu gerakan secepat kilat meloncat satu
tombak kebelakang, dengan gerakan yang manis ia berhasil
meloloskan diri dari datangnya ancaman bayangan seruling
yang bersusunan
[a sadar musuhnya kali ini bukan saja memahami ilmu
silat berbagai aliran bahkan seruling besinya dapat
mengeluarkan berbsgai irama aneh yang bisa menyesatkan
pikiran musuh.
Ditambah lagi jurus serangannya yang kukoay dan
ampuh, bilamana ia kurang hati hati maka kemungkinan
besar badannya akan terkurung dibawah senjata lawan dan
roboh dalam lima jurus kemudian.
Oleh sebab itulah sebelum kejadian yang tidak
diharapkan berlangsung, ia gunakan ilmu meringankan
tubuh yang terkenal dari partai Kun lun untuk melepaskan
diri
It boen Pit Giok membentak njaring, seakan akan seekor
burung walet yang terbang diangkasa. dengan membsws

serentetan bsyacgan cahaya yang memanjang ia kejar si


anak muda itu.
Begitu mendengar irama musik yang kacau. Pek in Hoei
sadar bahwa pihak musuh telah mengejar datang, segera ia
bersuit panjang, sepasang telapak membentang kesamping,
badannya dengan sebat dan indah berputar saja lingkaran
ditengah udara, setelah berputar dua kali badannya telah
berada kurang lebih satu tumbak dari permukaan.
It been Pit Giok membentak nyaring, serulingnya
bergetar keras, sambil mengirim satu pukulan udara kosong
dengan telapak kirinya ia meluncur ketengah udara dan
mengejar dengan jurus serangan yang tak berubah.
Menyaksikan kelihayan lawan Pek In Hoei terperanjat,
buru buru ia tarik napas panjang, sepasang kakinya cepat
menjejak tanah kemudian melayang datar kesamping,
serentetan cahaya merah yang amat menyilaukan mata,
segera melindungi seluruh tubuhnya.
Begitu pedang diloloskan dari sarung. segera
terdengarlah bentrokan nyaring berkumandang diangkasa,
dengan jitu dan tepat ia berhasil menyampok datangnya
serangan dari seruling besi tadi.
Percikan bunga api bermuncratan ditengah udara, tubuh
It Boen Pit Gfok segera tertekan kebawah den melayang
balik keates peremukaan tanah.
Sedangkan Pek In Hoei sendiri dengan tenang melayang
pula keatas tanah, ia berdiri kurang lebih tujuh depa
dihadapan
gadis tersebut dengab wajah serius, pedangnya
dilintangkan didepan dada dan menatap musuh dengan
pandangan dingin.

Buru feuru It boen Pit Giok memeriksa serulingnya. tiba


tiba ia jumpai seruling kesayangannya telah gumpil
kedalam setengah coen lebih oleh goresan pedang lawan.
Air mukanya seketika itu juga berubah hebat, hampir
hampir saja ia menangis saking dongkol dan sedihnya,
sebsb seruling besi berlubang sembilan yang panjangnya
mencapai empat depa ini merupakan senjata keseyangan
suhunya dikala berkelana dalam dunia persilatan tempo
dulu, sepanjang masa belum pernah cacat atau rusak, siapa
sangka kini gumpil dan tergores oleh pedang mustika Pek In
Hoei, tentu saja hatinya terasa amat sedih.
Sambil menggigit bibir segera teriaknya
"Benar benar nyalimu, berani merusak senjata seruling
milik suhuku, Ini hari aku bersumpah akan membinasakan
dirimu"
Serulingnya perlahan laban diangkat keatas udara,
dengan wajah serius dan keren ditatapnya wajah lawan tak
berkedip kemudian maju lima langkah kedepan.
Rasakanlah delapan belas jurus ilmu seruling penakluk
iblisku" serunya dengan suara yeng adem.
Hanya didalam lima langkah tersebut seruling baja
ditangan gadis itu telah berubah berulang kali jelas It boen
Pit Giok sudah menggunakan inti sari ilmu seruling
penakluk iblisnya yang paling lihay untuk mengalahkan
dirinya. Ia tarik napas dalam dalam, pelbagai ingatan
berkelebat dalam benaknya, terakhir ia ambil keputuoan
untuk menggunakan ilmu pedang penghancur sang surya
guna menghadapi gadis she It Boen ini.
"Sekalipun kepandaian silatku sejelek dan secetek
apapun, paling sedikit rasanya masih sanggup untuk
menahan lima jurus serangannya yang terakhir" pikirnya.

Belum habis dia berpikir, serangan seruling dari It boen


Pit Giok telah mendului tiba
Terasa cabaya hitam berkelebat lewat empat bagian
diluar tubuhnya tahu tahu sudah terbendung oleh cahaya
seruling tersebut, sekilas sinar tejam laksana kilat menghajar
jalan darah "Chiet Kun" diatas dadanya.
Cepat cepat pek In Hoei gerakan tangan kirinya, ujung
pedang bergetar keras menciptakan selapis cahaya tajam
yang menggidikkan, dengan jurus "Si Jiet Tong Seng"
s Sinar Surya terbit ditimur pemuda kita melancarkan
serangan balasan
Trang... untuk kesekian kalinya pedang dan seruling
saling bentrok satu sama lain, namun dengan cepat kedua
belah pihak sama sama tarik kembali senjatanya masing
masing, Pek In Hoei mundur setengah langkah kebelakang,
bedan bagian atasnya miring setengah coen kesamping
kemudian meraung keras, cahaya pedang berkelebat lewat,
secara beruntun ia melepaskan sebuah serangan berantai.
"Chit Liong Jut Seng" atau Sang Surya Muncul, "Hoo Ek
Haong Kiong" dan Hoo Ek menarik gendewa, "Kioe Chi
khiem Ti" atau Sembilan Irama miringkan pedang delam
sekejap mata tiga jurus serangan yeng maha dahsyat
membumbung menyelimuti angkasa, hawa pedang
menderu2 bagaikan gelungan ombak yang tiada putusnya
menggulung dan melanda kedepan tiada hentinya.
Tadi berhubung dia kehilangan posisi
yang
menguntungkan maka keadaannya dipaksa keposisi yang
terdesak hingga ia tak sanggup melancarkan serangan
balasan. maka dari itu sekarang setelah memperoleh perisi
yang lebih baik, serangan gencar yang maha dahsyatpun
dilepaskan tanpa sungkan sungkan.

Didesak oleh gulungan bawa pedang ysng berlapis lapis


dan dahsyat laksana gulungan ombak yang tiada putusnya
itu, It boen Pit Giok tak sanggup berdiri tegak lagi, buru
buru ia mundur tiga langkah kebelakang, serulingnya
diputar kedepan mengirim dua serangan berantai, dengan
susah payah akhirnya ia berhasil juga menahan serangan
pedang lawan yang sangat hebat itu
Mimpipun dia tidak mengira kalau kepandaian ilmu
pedang lawan telah mencapai puncak kesempurnaan yang
begitu dahsyat, menggunakan kesempatan sedetik itu
serulingnya segera balas mengirim serangan gencar guna
membendung serangan pedang lawan yang saling susul
menyusul. Pek In Hoei yang melancarkan ilmu pedang
menghancur sang surya dengan pedang Sie Jie Kiam
kelihatan jauh lebih gagah lagi. selangkahpun ia tak berhasil
dipaksa hergeser dari tempat semula, semua serangan
balasan lawan berhasil ia patahkan setengah jalan.
It boen Pit Giok tidak mengira kalau pertahanan musuh
begitu ketat den kuat, menyaksikan serangan balasannya
berhasil dipatahkan semua oleh lawanya ditengah jalan, ia
jadi putus asa, serangannya jadi kendor dan tenaganya jauh
berkurang.
Melihat kesempatan baik ini Pek in Hoei segera
membentak nyaring pedangnya dengan ringan membabat
keluar diri sampirg dan bergerak maendekati tubuh lawan
dengan mengikuti gerakan serulieg itu.
Dalam
melancarkan
serangan
ini
dia
telah
menggunakan, ilmu pedang Liuw in Klam Hoat dari partai
Go bie, gerak geriknya bukan saja enteng dan ringan
bahkan cepat dan mantap, jauh berbeda dengan gerakan
ilmu pedang penghancur sang surya dari partai Tiam cong

Dalam suatu kesempatan pedangnya mendadak


nyelenong masuk kedalam dan tahu2 sudah berada didalam
pertahanan tubuh lawan
It boen Pit Giok menjerit kaget, sebelum dia sempat
bergerak, sesaat pedang musuh tanpa mengeluarkan sedikit
suarapun tahu2 sudah membabat iganya.
Untung diapun bukan
seorang
jagoan
yang
berkepandaian cetek, kendati terancam mara bahaya
pikirannya tidak sampai jadi bingung, jari tangannya segera
disentil kedepan, serentetan tenaga serangan yang tajam
dengan cepat menggulung keluar.
Tring.... dalam suatu bentrokan pedang Sianak muda itu
tergetar keras dan miring empat coen kesamptng dengan
mengeluarkan suara yang amat nyaring.
Menggunakan kesempatan itu It been Pit Giok bergeser
kesamping, melalui lubang jarum yang amat sempit dia
meloloskan dari ancaman, sementara seruling bajanya
menjangkau dan menutul tepat menghantam jalan darah
"Ci Tong Hiat"didada . Pek in Hoei.
Tetapi dalam detik yang bersamaan itu pedang ditangan
kiri sianak muda itu telah bergerak, lima jaring dipentang
dan menyambar kemuka menggunakan jurus serangan
"Kim Liong Tan Jiauw" atau naga emas mementang cakar.
Semua gerakan ini merupakan serangan jarak dekat oleh
sebab itu dilakuksn dengan kecepatan bagaikan kilat, dalam
sekejap mata Pek in Hoei telah membentak keras den loncat
mundur lima depa kebelakang.
-oo0dw0ooJilid 10

Kelima jari tangan kirinya tepat mencengkeram pakaian


It boen Pit Giok, mengikuti gerakan mundurnya maka tidak
ampun lagi diiringi suara yang nyaring, pakaian putih gadis
itu tersambar robek.
lt-Boen Pit Giok tidak mengira kalau reaksi pihak lawan
jauh lebih cepat dari pada dirinya, sedikit ia ragu-ragu baju
bagian atasnya telah tersambar robek sehingga terlihatlah
pakaian dalamnya yang berwarna merah
Merab jengah selembar wajahnya, sambil menutupi
wajah sendiri buru2 gadis itu putar badan dan melarikan
diri,
Walaupun Pek ln Hoei mengenakan kutang lemas
pelindung badan dari perguruan seratus bisa, namun kena
gebukan dari It boen Pit Giok barusan mengakibatkan
darah dalam dadanya bergolak juga, hampir saja ia
muntahksn darah segar,
Dalam keadaan rerkejut buru2 badannya loncat lima
depa kebelakang, sambil menarlk napas panjang2 dia
berusaha menekan dan menenangkan pergolakan darah
dalam rongga dadanya.
Dia tahu, seandainya badannya tidak dilindungi oleh
kutang lemas pelindung badan tersebut, niscaya ia sudah
muntah darah terluka parah, bahkan urat nadinya munhkim
sudah pecah dan mati binasa.
Ilmu silat dari luar lautan benar benar lihay! inilah
ingatan pertama yang berkelebat dalam benaknya.
Ketika diangkatnya kepala maka ingatan kedua yang
berkelebat dalam benaknya adalah:
"It Boen Pit Giok merupakan gadis yang paling cantik
dikolong langit dswasa ini"

Hatinya bergolak keras karena rasa malu lemah lembut


yang diperlihatkan gadis itu
Kutangnya yang kelihatan terbentang didepan mata serta
wajahnya yang jengah menahan malu membuat hatinya
bergetar keras, sekarang dia baru sadar bahwa kejadian itu
tak akan terlupakan olehnya sepanjang masa.
Dikala ia masih berdiri tertegun itulah mendadak lampu
lentera itu mulai bergerak delam sekejap mata deruan angin
serangan yang maha dahsyat menggulung tiba dari empat
penjuru.
Sebelum ingatan ketiga berkelebat dalam benaknya, dari
empat penjuru sealah olah muncul selapis jepitan baja yaag
mengurung dirinya, hawa udara disekeliling tempat itu
seakan akan dipompa keluar semua hingga membuat dia
sesak dan dadanya jadi sakit.
Mendadak meraung keras, pedangnya dengan suara
payah diguratkan keatas tanah, hawa pedang laksana
hembusan taupan dan sambaran petir menyapu empat
penjuru.
Jurus ini merupakan jurus kesembilan dari ilmu pedang
penghancur sang surya yaitu. "Shia Yang Yauw-Yauw"
atau Sinar Surya Terang Benderang, daiam sekejap mata
dalam satu jurus pedangnya melepaskan enam gerakan
yang berantai mengakibatkan hembusan hawa pedang yang
tiada taranya, diiringi pekikan nyaring, cahaya pedang
memenuhi angkasa.
lampu lentera merah bergoyang dan melayang
kesamping, ditengah gulungan hawa pedang yang
medengung keenam gerakan pedang Pek In Hoei mengerat
tempat kesasaran

Ia menghembuskan nspas panjang, dengan cspat


pedangnya ditarik kembali kebelakang, badannya bergeser
dan berputar satu lingkaran.
Dua puluh empst orsng gadis berbaju putih yang ada
diluar kalangan lambat2 mulai menggerakkan tubuhnja,
lampu lentera merah saling tergetar dalam sekejap mata
bayangan manusiapun sukar dibedakan lagi dengan jelas.
Menyaksikan hal tersebut pemuda kita terperanjat, buru2
ia pejamkan matanya sambil berpikir:
"Tidak salah kalau ia begitu yakin dengan kehebatan
barisan iampu lentera merahnya barisan ini sungguh sangat
lihay, ternyata sanggup menimbulkan bayangan yang tak
genah dalam benak orang..."
"Aaaaai....." suara belaan napas panjang mendadak
bergema dari sisi tubuhnya membuat hatinya bergetar keras,
pikirannya yang mulai kalutpun mulai jadi tenang kembali.
Menanti dia membuka matanya kembali tampaklah
kedua puluh empat lentera merah tadi sudah berhenti
ditengah udara gadis gadis berbaju putih itupun telah
berbaris jadi dua barisan, tandu tersebut terletak diatas
tanah dan dua orang raksasa penggotong tandu itu sambil
silangkan tangannya didepan dada mendampingi It Boen
Pit Giok berjalan mendekati kearahnya.
Ketika itu It boen Pit Giok telah mengenakan katn
mantel warna abu2 untuk menutupi baju bagian dalamnva
air mata masih membasahi pipinya yeng halus.
Tiba jalan kehadapan sianak muda itu dan berhenti
kurang lebih empat depa dihadapannya, ditatapnya wajah
Pek In Hoei tanpa mengucapkan sepatah katapun,
wajahnyaa basah dan mengenaskan sekali. Melihat
kesedihan gadis cantik itu timbul rasa kasihan dalam hati

kecil Pek In Hoei, seraya membopong pedang mustikanya,


ia balas menetap pula wajah gadis itu.
Suasana sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun,
lama sekali mereka saling pandang tanpa mengucapkan
sesuatu. akhirnya pemuda kita tak sanggup menahan diri
dan segera melengos kesamping
"Kau adalah satu satunya lelaki sejati yang pernah
kujumpai seumur hidupku" ujar It boen Pit Giok tiba2
dengan suara yang lirih
Pek in Hoei mengerutkan alisnya dan segera berpaling
kearah gadis itu, ia tak mengerti apa sebabnya gadis tersebut
mengucapkan kata2 seperti itu.
Terdengar It-boen Pik Giok dengan suara sedih berkata
lebih jauh.
"Tetapi kaupun merupskao satu2nya laki2 yeng paling
kubenci....." ia merandek sejenak, lalu dengan suara keras
teriaknya:
"Aku benci dirimu"
Pek In Hoei gemetar keras, bagaikan di sambar petir
disiang hari bolong ia berdiri mendelong, telinganya
mendengar keras dsn benaknya dipenuhi ucapan itu
Air mata mengubur keluar dengan derasnya membasahi
pipi It-boen Pit Giok, namun matanya sama sekali tidak
berkedip, ia biarkan air matanya merembet kebawah
membasahi bajunva.
Dalam keadaan seperti ini Pek In Hoei tidak tabu
bagaimana perasaan hatinya sekarang, diapun menatap
wajah It Boen Pit Giok yang basah oleh air maia itu dengan
wajah tertegun selangkahpun ia tidak bergeser dari tempat
semula.

"Kau adalah satu2nya lelaki yang menyinggung perasaan


halusku sebagai seorang gadis, selama hidup aku akan
selalu membenci dirimu..... seru gadis itu kembali sambil
menahan isak tangis.
"Akan kuingat selalu ucapanmu itu" jawab Pek In Hoei
seraya menjura, kemudian ia mendongak memandang
angkasa yeng gelap, lalu bergumam seorang diri. "Selama
hidup, akupun tak akan melupakan ucapsnmu itu"
Perlahan lahan It boen Pit Giok angkat tangannya
membesut air mata yang menetes keluar, lalu tertawa sedih.
"Akupun berharap agar kau bisa selalu mengingat ingat
ucapanku itu. sepanjang masa aku akan selalu mambenci
dirimu!".
Pek In Hoei menghela napas panjang, ia pandang wajah
gadis itu dalam dalam kemudian putar badan berjalan
menuju kekegelapan,
Hatinya yang sedang risau dan bingung membuat
langkahnya terasa berat sekali, belum jauh ia melangkah
terdengar It boen Pit Giok telah berseru kembali: Tunggu
sebentar!". Dengan dingin ia tatap Wajah Pek In Hoei yang
berpaling, lalu tanyanya :
"Kau belum beritahu kepadaku siapakah namamu?".
Pek In Hoei melegak diikuti ia mendongak dan tertawa
terbahak bahak.
Alis It boen Pit Giok berkerut, namun diam2 dan dengan
tenang memandang sianak mada itu tak berkedip. Lama
sekali gelak tertawa itu bergema angkasa akhirnya sirap dan
suasanapun kembali dalam kesunyian.

"Apakah aku demikian gobloknya hingga mengakibatkan


kau tertawa begitu keras untuk mengejek diriku tanya gadis
itu sambil tertawa sedih.
"Aku sama sekati tidak menertawakan dirimu, aku hanya
menertawakan diriku sendiri
Sekilas rasa heran dan tidak habis meegerti berkelebat
diatas wajah gadis itu
"Apakah yang membuat kau menetawakan dirimu
sendiri?".
"Hingga kini aku baru merasa bahwa antara aku dengan
dirimu sama sekali tidak pernah terikat dendam sakit hati
ataupun permusuhan apapun juga, sebaliknya kau pun tidak
memahami kaadaan diriku, tetapi antara kita berdua telah
terjadi suatu ingatan saling mendendam dan napsu ingin
saling membunuh, sungguh membingungkan".
"Oooh, jadi kau sedang menertawakan diriku, namapun
tidak tahu namun bisa mengucapkan kata kata semacam
itu???". dia menghela napas panjang. Kau tentu mengerti
bukan akan sepatah kata yang mengatakan:
"Rambut telah beruban bagaikan baru, rambut baru
dicukur bagaikan telah lama?...."
Pek In Hoei mengangguk.
"Ehmm, itu artinya banyak orang yang sudah berkenalan
hampir puluhan tahun lamanya namun setiap kali berjumpa
mereka hanya anggukan kepala belaka, tetapi ada pula
sebagian manusia yang baru saja kenalan namun mereka
telah menganggap bagaikan sehabat lama yang berjumpa
kembali. tatoe sekali tidak canggung Canggung, tetapi apa
sangkut pautnya dengan dendam sakit hati....". "Nah, itulah
dia, sejak pertame kali aku berjumpa dengan dirimu dalam
hatiku segera timbul rasa benci yang tak terhingg, seakan

akan rasa benci yang terpendam dalam hatiku ini sudah


lama sekali tersimpan ia disana..."
Dengan pandangan tertegun Pek In Hoei awasi
wajahnya yang cantik, dafam hati timbul suatu perasaan
yeng sukar dilukis dengan kata kata, otaknya kosong
melompong bagaikan selembar kertas putih.
It boen Pit Giok tertawa sedih ujarnya lagi:
"Kau masih belum memberitahukan siapa namamu".
"Aku belum memahami ucapan itu" gumam pemuda kita
seraya menggeleng perlahan.
"Pikirkanlah perlahan lahan, Suatu hari kau akan
memahami dengan sendirinya".
Mendadak Pek In Hoei temukan suatu perasaan yeng
aneh muncul dari balik sinar matanya, namun dengan cepat
perasaan tadi lenyap tak berbekas.
"Suatu hari mungkin saja aku akan jadi paham dengan
sendirinya"
akhirnya diapun bergumam.
"Aaaai..... kentongan ketiga hampir tiba, malam ini
benar benar merupakan suatu malam yang amat
panjang......."
ia
berpaling.
"Kau
belum
siap
memberitahukan namamu?".
"Cayhe she Pek bernama Pek In Hoei."
"Pek In Hoei! oooh nama yang indah dan penuh
mengandung arti kata syair yang mendalam".
Pek In Hoei tersenyum hambar, ia lirik sekejap kedua
puluh empat buah lentera merah itu lalu menyahut:

"Namamu pun tidak terlalu jelek, It boen Pit Giok" dia


mendongak keatas. "Akupun akan selalu mengingat
namamu..."
"Aku tidak butuh kau mengingat ingat namaku, aku
hanja berharap kau selalu ingat didalam hati bahwa
sepanjang masa aku selalu membenci dirimu".
Pek In Hoei tidak menyangka kalau watak pihak lawan
begitu cepat dapat berubah-ubah, ia lirik sekejap wajah Itboen Pit Giok yang adem dan ketus, sekilas rasa bergidik
timbul dalam hatinya. Namun ia tidak mengucapkan
sesuatu lagi, setelah putar badan segera berlalu menuju
ketempat kegelapan.
Memandang bayangan punggung Pek In Hoei yang
mulai lenyap dari pandangan, It Boen Pit Giok menghela
napas panjang
(Oo-dwkz-oO)
7
SEBENARNYA apa yang sedang kulakukan? apa yang
sedang kupikirkan?" ingatan ini berkecamuk terus dalam
hatinya, membuat pikirannya terasa kalut dan tidak tenang.
Tanpa terasa ia teringat kembali sewaktu nasib berada
dipulau Dewa diluar lautan, rasa sedih dan kesal pada
waktu itu terbayang kembali dalam benaknya, terdengar ia
bergumam lirih:
"Ucapan suhu sedikitpun tidak salah, sekali injak daratan
Tionggoan pelbagai kemurungan akan berkecamuk dalam
pikiran, hanya diatas pulau Dewa diluar lautan saja kita
baru bisa peroleh ketenangan serta kebahagiaan.

Namun dengan cepat dia menggeleng kembali, pikirnya


lebih jauh
"Semua kemurungan dan kekesalan hatiku dialah yang
berikan kepadaku."
"Aaaaai...... kenapa aku tak dapat melupakan bayangan
tubuhnya? Oooh, betapa bencinya hatiku kepadanya"
Padahal iapun sadar bahwa bayargen Pek In Hoei yang
tinggi hati dan gagah itu tak dapat hilang dari benaknya.
Hanya saja selama hidup beium pernah dia alami
perasaan hati yang mirip cinta namun mirip pula benci
semacam ini.
Keadaan muda mudi selamanya memang demikian,
setiap kali mereka tak dapat membedakan cinta atau benci,
maka tatkala rasa bencinya mencapai pada puncaknya, rasa
cintapun akan ikut mencapai pada puncaknya.
Antara cinta dan benci tidak lebih hanya terpaut oleh
suatu penghalang yang amat tipis, asalkan dinding pemisah
itu berhasil disentuh maka cinta dan benci segera akan
bercampur aduk.
Oleh sebab itulah tatkala dalam benak it boen Pit Giok
tertera beyangan Pek In Hoei yang tinggi hati dan gagah,
dia selalu menganggap itulah sebabnya dia terlalu
membenci pemuda itu karena dia telah menyinggung
perasaan halusnya, merobohkan gengsinya, tetepi dalam
kenyataan rasa cinta telah bersemi dibalik kebenciannya
tersebut, hal ini membuat pikirannya mulai goyah dan
kegoyahan tersebut mengakibatkan dia kesal, murung dan
kebingungan.
Suasana amat sunyi... suara kentongan dibunyikan
sebanyak tiga kali bergema dari perkampungan Tay Bie
San-cung.

"Aaaaai.... kentongan ketiga telah tiba" mendadak It


boen Pit Giok angkat kepalanya, titik air mata jatuh
menetes dari matanya yang mulai memencarkan cehaya
tajam.
Lampu mulai menerangi seluruh perkampungan Tay Bie
San cung semua kegelapan terusir pergi dan sinar hiruk
pikuk manusia menggema ditengah kesunyian, pintu
perkampungan perlahan2 terbentang lebar.
It boen Pit Giok menyeka pipinya yang basah oleh air
mata, air mukanya berubah hebat den napsu membunuh
menyelimuti wajahnya yang ayu.
Dibawah cahaya rembulan tampaklah dari balik tembok
pekarangan perkampungan yang tinggi muncul dua orang
lelaki membawa lampu lentera berbentuk bulat, ia berjalan
terus hingga kepintu depan lalu berpisah dan membentuk
lingkaran setengah busur.
"Hmm! dua orang setan tua ftupun berani menggunakan
beberapa buah lampu lenteng tengah untuk menakuti
orang!" dengus It boen Pit G!ok mendongkol, ia ulapkan
tangannya den segera berseru keras :
"Atur barisan lentera marah!"
Diiringi bentakan nyaring, lentera merah sering
berkelebat memenuhi angkasa, dalam sekejap mata kedua
puluh empat buah lampu lentera merah itu telah menyebar
dibelakang tubuhnya, ditangan kiri gadis2 pembawa lentera
itupun telah bertambah dengan sebuah seruling pendek,
suasana seram den penuh wibawa.
Mendadak.... terdengar gelak tertawa yang amat nyaring
bergema diangkasa dari dalam perkampungan Tay Bie Sancung melayang keluar dua sosok barengan manusia yang
tinggi besar.

Si Rasul pembenci langil Ku loei dengan mengunakan


jubah warna merah, sambil tertawa tergelak malayang
ketengah kalangan, sekejab itu tegurnya dengan suara keras
"Haaah.... haaaah..... haaaah.... ternyata arak murid tiga
dewa dari luar lautan adalah manusia yang benar2 pegang
janji, malam ini sesuai dengan saat perjanjian telah
berkunjung kemari, bilamana loolap rada terlambat
menyambut kadatangan kalian harap suka dimaafkan..."
Mendadak ia merendek, sinar matanya dari arah tubuh It
boen Pit Giok parlahan lahan beralih keatas tanah.
Mengikuti arah sinar matanya gadis it boen pun ikut
memandang kebawah, tampaklah mayat manusia
bergelimpangan dimana mana, darah warna hitam yang
telah membeku dimana keadaannya menyeramkan.
Ku Loei menyentil harpa kunonya berat berat hingga
menerbitkan suara getaran amat keras, teriaknya:
"Sungguh berbahagia kematian ketiga puluh orang ini,
sungguh tak nyana mereka bisa berpulang kealam baka
diiringi irama penukluk iblis pembuvar sukma dari Thiat
Tia Sinnie", wajahnya berubah membesi, terusnya lebih
jaub, "Atas nama mereka, loolap mengucapkan banyak
terima kasih kepadan ahli waris dan sin-nie."
Mereka sama sekali bukan mati dibawah irama musik
seruling bajaku...." tukas ft boen Pit Giok kembali melirik
sekejap kearah mayat mayat tersebut.
Kematian mereka tanpa meninggalkan bekas luka
dibadan, atau mungkin..."
"Siapa bilang mereka mati karena irama serulingku? coba
periksa, bukankah mereke mati karena termakan ilmu
telapak lembek dari Butong Pay...."

Sebelum Ku Loei sempat buke suara, kakek kurus kering


berjubah hijau yang ada disampingnya telah menyela
dengan suara dingin :
Orang2 itu sudah modar semua, apa gunanya kita urusi
mereka lagi? kalau memang mereka mati karena ilmu
pukulan Butong pay, hutang darah ini bisa kita tagih kepada
pihak partai Butong dikemudian hari"
ia maju setindak kedepan, lalu berseru
Loolap adalah Chin Tiong, tolong tanya siapa nama
nona?".
Dengan pandangan mendalam It boen Pit Giok
memandang sekejap wajah si Rasul Pengutuk Langit Chin
Tiong. kemudian lambat2 jawabnya:
"Aku bernama It boen Pit Giok, Saya Gwan Thiat Kie
Khek sipenunggang kuda baja dari luar perbatasan It boen
Cu Tok yang mati dipuncak Pek Long Hong gurun pasir
sebelah utara pada enam beias tahun berselang bukan lain
edalah ayahku"
Sekilas rasa keget berkelebat diatas wajah Chin Tiong,
Sementara air muka si Rasul Pembenci Langit Ku Loei
berubah hebat.
"Enam belas tahun berselang kalian telah bekerja sama
untuk membinasakan ayahku dan merampas peternakan
Pek Liong
beserta ketujuh belas cabangnya ini malam aku sengaja
datang kemari untuk menuntut dendam berdarah ini, aku
hendak membalaskan dendam darah ayah dan semua
keluargaku, oleh sebab itulah pada dua bulan berselang
dengan seruling baja aku telah memberi kabar kepada
kalian untuk berjumpa disini pada kentongan ketiga: "

Ia merandek sejenak, lalu tambahnya. Sebab malam ini


pada kentongen ketiga, enam belas tahun berselang bukan
lain adalah saat kematian kedua orang tuaku".
Chin Tiong tertawa seraya,
"Heeh... heeeh.... heeeh.... tadinya aku mengira Thiat
Tie Sinnie tidak ingin menyaksikan perkampungan Tay Bie
San Cung tancapkan kaki dalam dunia persilatan maka
telah turunkan perintah Iblis Tit leng. tak tahunya hanya
disebabkan persoalan nona it boen"
Dengan wajah serius sambungnya
"Pada lima belas tahun berselang loolap serta suhengku
tidak pernah meninggalkan laut Seng Sut Hay barang
setapakpun, apa lagi mengunjungi puncak Pek Liong Hong
yang ada digurun pasir sebelah utara. Aku rasa persoalan
mengenai ayahmu..."
"Hmm, aku mengerti bahwasanya kalian tidak akan
mengakui perbuatan kalian yang terkutuk itu, tapi tahukah
kalian bahwa tepat disaat terjadinva peristiwa itu kebetulan
suhuku yeng sedang mencari bahan obat obatan digurun
pasir dapat menyaksikan semua peristiwa mengerikan
didalam peternakan Pek Liong dengan amat jelas apakah
dia orang tua bisa keliru mengenali ilmu silat aliran Seng
Sut Hay kalian? maka dari itu dalam sekilas pandang saja
beliau telah tahu siapakah orang yang melancarkan
serangan terkutuk itu
"Haaah..... haaaah... haaah... " Si Rasul pembenci Langit
Ku Loei tertawa seram." Seandainya pada saat itu Thiat Tie
Sinnie benar benar hadir disitu. kenapa ia tidsk turun
tangan nntuk mencegah terjadinya peristiwa tersebut?".
Titik titik air mata jatuh berlinangan membasahi pipi It
Boen Pit Giok yang halus.

"Dari tempat kejauhan suhu menyaksikan terjidinya


suatu kebakaran hebat ditengah padaeg rumput, ketika
beiiau mengejar sampai keaitu, kalian telah membinasakan
seluruh orang yang ada dalam peternakan Pek Liong dan
sedang kabur dari situ. sebenarnya dia orang tua hendak
menyusul kamu sekalian, namun disebabkan ia jumpai
diriku yang ada didalam gentong ditengah reruntuhan puing
puing rumah, maka tidak sempat menyusui kalian beliau
menolong dinku lebih dahulu...
"Hmm, hanya berdasarkan petunjuk itu, kau lantas
menuduh kami yang membakar peternakan Pek Liong?"
Seru Ghin Tiong ketus, ia tertawa dingin "Perbuatan itu
tidak lebih hanya perbuatan perbuatan dari orang
gelandangan, apa sangkut pautnya dengan kami?".
"Benar Kami anggota perguruan Seng Sut Hay tidak anti
melakukan perbuatan rendah seperti membakar rumah,
membunuh orang seperti apa yang kau katakan barusan,
rupanya suhumu telah salah melihat".
"Jadi kalian tetap bersikeras tak mau mengaku??" seru It
boen Pit Giok sambil menatap wajab kedua orang itu tajam
tajam.
Sekalipun Ilmu silat kalian luar lautan sangat ampuh dan
lihay, belum tentu kami dari aliran Seng Sut Hay jeri,
kenapa tidak berani mengakui perbuatan semacam itu?".
"Heeeh... heeeh... heeeh... jadi kau telah mengaku".
Untuk sesaat Ku Loei dibikin bungkam oleh desakan
lawan yang tajam, tak sepatah katapun ranggup dia
ucapkan lagi.
Air muka Chin Tiong berubah hebat, tiba tiba serunya:
"Meskipun paluhan tahun betselang tiga dewa dari luar
lautan berhasil memaksa suhu kami hingga tak sanggup

tancapkan kaki dari daratan Tionggoan dan harus


mengasingkan diri, tapi hal mi,belum berarti bahwa ilmu
silat aliran luar iautan adalah nomor wahid dikolong langit,
aku lihat lebih baik kau jangan membolak balikkan
kenyataan dan memfitnah kami dengan tuduhan yang
bukan bukan karena andalkan pergaruh Thiat Tie sinnie...".
"Ooooh jadi kalian belum juga mau mengaku?".Teriak It
boen Pil Giok dengan gusarnya, tiba tiba dia ayunkan
tangan kirinya, Cobs lihat, benda apakah ini?".
Mengikuti gerakan tangan lawan Chin Tiong sagera
berpaling, tampaklah diatas telapak It boen Pit Giok yang
putih bagus terletak sebuah tanda pengenl besi yang
berwarna hitam perak
Begitu menyaksikan benda tadi, air muka si Rasul
Pengutuk langit ini kontan berubah hebat... Nama stepa
yang terukir diatas tanda pengenal itu? coba jawab!....
benda ini bukan milikku?". teriak sang gadis semakin
menjadi, tertawa dingin bergema tiada hentinya.
Air muka Cbin Tiong berubah semakin hebat, setelah
hening sesaat jawabnya:
"Tanda pengenal Seng-Gwat-Thiat Pay milikku itu sudah
hilang sejak dua puluh tabun berselang, darimana bisa kau
daoatkan?".
"Benda inilah' yang berhasil didapatkan suhuku ditengah
lapangan peternakan itu".
Ia tarik napas dalam dalam, lalu sambungnya:
"Kau tak usah mungkir lagi, malam ini akan kusuruh
kalian saksikan sampai dimanakah kelihayan ilmu silat
aliran Luar Lautan, kemudian jiwa kalian baru akan ku
cabut".

Seruling bajanya
senandungnya lirih

diayun

ketengah

udara

dan

"Lampu lentera meaciptakan selaksa bayangan, seruling


hitam muncul dipintu laksa
Seketika itu juga lampu merah mulai bergerak, gadis2
berbaju merah itupun bergerak silih berganti kesana kemari,
dan dalam waktu singkat dua tombak disekeliling kalangan
telah terkurung rapat.
Selangkah demi selangkah It boen Pit Giok melangkah
kedepan, ujarnya
"Sekarang kalian telah terkurung didalam lampu
merahku, tak nanti kalian bisa lolos dengan keadaan
selamat...
Ia tutul seruling baja ditangannya hingga menerbitkan
suara aneh yang membisingkan kepalam, cahaya tajam
berkilauan memenuhi angkasa membuat suasana jadi seram
"Sekarang, rasakanlah dahulu dua belas jurus ilmu
aeruling bajaku, kemudian nikmatilah irama penakluk iblis
pembuyar sukmaku" serunya dingin.
Ku loei terawa psnjang.
"Loo jie, sekarang adalah saatnya bsgi kita untuk
menjajal ilmu bintang dan rembulan berebut cahaya".
Ia sisipkan harpa kuno yang dipeluknya diatas
punggung, telapak kanan berputar, diiringi suara desiran
tajam serentetan angin teranpan bagaikan sabetan golok
membabat keluar.
Chin Tiong putar badannya, lima jari tangannya
dipentangkan bagaiken cakar, mengimbangi gerakan Ku
Loei dari kanannya,

bentuk gerskan satu lingkaran busur dan menyapu


keluar.
Dengan bergeraknya tubuh mereka maka terlihatkan
sautu kerjasama yang erat srangan msreka tergulung dsn
menyapu bgaikan hembusan angin taupan, menembusi
tubuh It boen Pit Giok seketika itu juga terkurung rapat
Dalam pada itu gadis cantik dari luar lautan ini belum
melakukan sesuatu tindakan, tatkala dirasanya segulung
angin tajam meayambar datang dengan hebatnja dengan
cepat Kakinya bergeser kesamping, meoggunaksn ilmu
langkah Leng Pou Wie Poh ia hindari datangnya ancaman
ilmu pukulan golok perontok pukulan iawan.
Lengannya dipentangkan seruling baja tersebut diiringi
musik yang lembut menotok telapak kanan Ku Loei.
Chin Tiong mendengus dingin, lima jarinya
dipentangkan lebar2, laksana kaitan ia mencakar keluar,
kemudian diikuti telapak kirinya dengan menggunakan
jurus "Seng Lok Goan Yat" atau Bintang Rontok di padang
tandus menghantam punggung It boen Pit Giok
Dalam pada itu Ku Loe! sedang didesak mundur oleh
serangan lawan, tampaklah It boen Pit Giok mengayun
gaunnya hingga beterbangan, seruling bajanya diiringi
desiran ysng memekikkan telinga segera menyapu kearah
bawah.
Ketika itu sepuluh jari Chin Tiong baru saja dipentang
keluar, mendengar irama seruling yang begitu aneh dan
tajam itu seketika hatinya lergetar keras, sentilan kesepuluh
jarinya pun rada merandek sejenak
Cahaya hitam segera memenuhi angkasa, beribu ribu
batang cahaya seruling baja dengan memenuhi angkasa
menyapu datang.

Chin Tiong meraung keras, tubuh bagian atasnya


berjongkok kebawah, sepuluh jarinva menyentil berbareng,
desiran angin totokan yeng dingin dan tajam langsung
menyambar bayangan seruling yang memenuhi angkasa.
Perubahan ini dilakukan dengan kecepatan bagaikan
kilat bayangan seruling seketika sirap dan tahu2 senjata
gadis itu telah berhasil dicengkeramnya.
It boen Pit Giok mendengus dingin pergelangannya
digelarnya seruling bajanya seketika membentuk tiga buah
lingkatan kecil yang dengan cepat membentur pergelangan
Chin Tiong dikala jari tangan lawan hampir menggenggam
Tiba2 Ku Loei membentak keras, telapak kanannya
diarak balik untuk melindungi diri, tangan kiri menyapu
keluar diikuti kakinya maju riga langkah kemuka, dengan
Gwat Hoen Lok" atau Sukma Rontok dibawah sinar
rembulan ia babat badan lawan.
Dalam sekejap mata Chin Tiong membentak, badannye
bergeser mundur enam depa kebelakang, sedangkan Ku
Loei menggetarkan sepasang lengannya dan ikut loncat
pula delapan depa kebelakang, wajahnya menunjukkan rasa
kaget bercampur gusar yang tak terhingga.
Tiga soiok bayangan manusia segera berpisah, It-boen Pit
Giok memutar jari telunjuk tangan kirinya membeniuk
gerakan setengah busur lalu ditarik melindungi dada,
wajahnya serius dan ia tatap seruling sendiri dengan
pandangan tajam.
Chin Tiong rangkap sepasang telapaknya, sepuluh jari
berbunyi gemerukan yang keras, oleh hantaman seruling
gadis sbe It Boen hampir saja sekujur badannya pada kaku.
"Loo toa. apakah kau menderita kerugian?" tegur Chin
Tiong.

"Loo jie, hati hati dengan budak ingusan ini dia mengerti
pula ilmu jari sakti "Tan Cie Saan Tiong" dari kalangan
budha".
"Hmmm, kepandaian kalian tidak jelek" jengek It boen
Pit Giok sambil melirik sekejap mantelnya yang terhantam
hingga robek, "Tenyata mantelku yang begitu lunak dan
halus pun berhasil kalian hantam sampai robek!".
Ku Loei tertawa dingin tiada hentinya, tidak gubris
ocehan orang sementara hawa murninya segera disalurkan
keseluruh badan guna siap siap menghadapi serangan
berikutnya.
Tiba tiba sebuah bentakan keras berkumandang
memecahkan kesunyian, seorang lelaki muda munculkan
diri dari balik barisan lampu lentera merah yang telah
menyebar diempat penjuru itu.
"Socouw, pil obat ini telah siap" terdengar orang itu
berteriak keras.
Mendengar seruan itu air muka Ku Loei maupun Chin
Tiong menunjukkan tanda tanda kaget bercampur girang.
Mereka saling bertukar pantangan sekejap, kemudian
terdengar Ku Loei bertanya
"Apakah Hoa Tuo mengatakan bawa obat ini harus
segera ditelan?"
"Hoa sucouw memerintahkan obat itu segera harus
ditelan, sebab sebentar lagi daya kerja obat itu akan
menunjukkan hasilnya.
Ku Loei segera menyambut sebuah botol porselen yang
ditempatkan kearahnya.
Ke Liat, cepat kau kembali kedalam perkampungan"
serunya.

Kcmudian dibukanya botol porselen tadi dan ambil


keluar dua butir pil yang segera ditelan kedalam perut,
setelah itu dia serahkan botol porselen tadi ketangan Chin
Tiong.
Tatkala menyaksikan Chin Tiong serta Ku Loei menelan
dua buah pil yang dikirim oleh seorang peronda, dalam hati
It Boen Pit Giok segera berpikir:
"Rupanya tadi mereka berdua memang sengaja sedang
mengulur waktu dengan tujuan hendak menantikan
kedatangan obat tersebut, Hmm aku tidak percaya kalau
obat tadi sanggup menahan gabungan irama penakluk iblis
pembuyar sukma serta barisan lampu merahku".
Maka dia lantas mendengus dingin den berseru:
"Barisan Icmpu merah hanya mengijinkan orang masuk
tak mengijinkan mereke keluar, sekarang kau masih ingin
melarikan diri?"
Jari jari tangannya yang halus dan putih ramping itu
segera bergerak, seruling ditempelkan dibiblr dan
berkumandanglah irama seruling yang tinggi melengking
bergema diseturuh angkasa.
Tubuh Ke Liat yang sedang lari kemuka seketika
merengek ditengah jalan, sepasang kakinya jadi lemas dan
tak ampun dia jatuhkan diri berlutut diatas tanah, wajahnya
berkerut kencang menahan penderitaan serta siksaan yang
hebat, sambil menjerit lengking dari mulutnya segera
menyembur keluar darah segar.
Menyaksikan keadaan cucu muridnya menderita sekarat,
buru buru Ku Loei lepaskan harpa kunonya dari panggung,
sepuluh jari bergerak cegat dan...... Cring! Cring! dua
rentetan irama keras segera menghalau gema irama seruling
yang berkumandang diangkasa.

It boen Pit Giok tertawa dingin.


"Hmmm kalau memang kalian begitu berminat untuk
mendengarkan irama Penakluk iblis Pembuyar sukmaku?
Nah! pentanglah telinga kelian lebar lebar dsn nikmatilah
Irama penghantar kealam baka ini!" jengeknya
"Aku harap kau suka lepaskan cucu muridku ini berlalu
dari sini" mohon Chin Tiong.
It been Pit Giok sama sekali tidak menggubris ucapan
orang lima jarinya bergerak cepat, irama serulingpun
seketika berkumandang kembali memenuhi angkasa.
Mengikuti bergemanya irama seruling tersebut, gadis
gadis berbaju putih yang membawa lentera merah itupun
mulai bergerak kelana kemari, maka dalam waktu singkat
irama seruling yeng rendah berat tadi telah memenuhi
setiap ruang kosong disekeliling sana.
Bergeraknya lampu lentera semakin mengaburkan
pandangan orang, seolah olah beribu ribu buah lampu
secara serentak bergerak berbareng menyumbat dan penuhi
setiap ruang kosong disekeliling sana
"Aduh
celaka....."
teriak Chin Tiong, tanpa
mempedulikan keselamatan Ke Liat lagi. ia tarik tangan Ku
Loei untuk kemudian sama sama duduk bersila diatas tanah
la pejamkan matanva rapat rapat, dari dalam saku
diambilnya due buak genderang yang segera dijepit diantara
kakinya dan mulai dipukul berlalu talu.
Ku Loei duduk dengan punggung bersandar punggung
dari Chin Tiong yang satu memeluk harpa kuno yang lain
menjepit ember kecil, mengikuti irama seruling lawan
berlangsunglah duel musik yang menegangkan urat saraf.

Beberapa saat telah berlalu dengan cepatnya. gabungan


irama musik yeng menggema diangkasa itu membuat
telinga siapapun yang mendengar teresa mau meledak. Tiba
tiba Ke Liat menjerit keras, sepasang matanya menekan
dada keras keras, matanya melotot besar dan menetap
wajah It boen Pit Giok tak berkedip.
Bibirnya bergema perlahan namun tak sepatah katapun
sanggup diutarakan keluar. sinar matanya memancarkan
penderitaan yang bukan kepalang, bslum sampai dua
langkah ia maju sempoyongan tubuhnya roboh kembali
keatas tanah.
Dan mulutnya menyembur keluar pancuran darah segar
yang segera muncrat keempat penjuru dan membasahi
seluruh tubuhnya, orang itu menjerit jerit dengan suara
serak, kemudian berkelejet beberapa kali dan akhirnya
badannya menegang, putuslah jiwanya.
It Boen Pit Giok mengerutksn sepasang alisnya, perlahan
lahan ia melengos kesamping. Sejak dilahirkan belum
pernah ia saksikan betapa menderita dan tersiksanya
eseorang yang sedang msnghadapi sekarat, tanpa terasa
timbul suatu perasaan yang aneh dan sukar dilukiskan
dangan kata2 dari dasar hatinya.
Pada saat itulah mendadak suara tambur dsn harpa
berubah, dari irama yang gencar dan cepat kini berubah jadi
lambat dan tenang bagaikan awan diangkasa.
Seketika itu juga irama seruling terbendung, irama harpa
yang bercampur dengan irama tambur parlahan laban
menggema dan menusuk telinganya.
Perasaan It boen Pit G!ok seketika bergoncang keras,
irama harpa lawan dengan cepat menyerang kedalam
hatinya, dalam sekejap mata paadangannya jadi kabur dan

muncullah suatu bayangan seseorang yang ganteng dan


gagah..
"Pek In Hoei" hatinya bergetar keras, ia merasa seakan
akan dihadapannya muncul bayangan pemuda itu yang
mana sambil tersenyum menghampiri dirinya. Tanpa sadar
ia turunkan serulingnya dari bibir.....
Dengan kacaunya irama seruling, maka irama
tamburpun semakin meninggi, sekeliling tempat itu segera
dipenuhi oleh gabungan irama harpa dan tambur
Ku Loei menyeka air keringat yang telah membasahi
wajabnya resa tegang yang menyelimuti wajahnya perlahan
menyusut hilang, ia berpaling memandang sekejap wajah It
boen Pit Giok yang masih termangu mangu, lalu pikirnya:
"Asalkan irama serulingnya dimainkan sampai tingkat
yang ketiga, tenaga kami niscaya akan terkuras habis dan
hawa darah dalam urat nadi akan kacau dan akhirnya
pecah dan mati Namun kenapa secara mendadak ia
menghentikan serangannya den memberi kesempatan
kepada kami untuk meloloskan diri dari maut..."
Dia tidak tahu apabila It boen Pit Giok sewaktu
menerima pelajaran irama penakluk iblis pembayar sukma
dari Thiat Tie Sinnie masih merupakan seorang gadis suci
yang tidak dibebani dengan pelbagai pikiran, lagi pula gadis
itupun tidak tahu bila irama sakti ini mempunyai daya
serang yang begitu hebat hingga sanggup menghancurkan
urat syaraf orang.
Maka dari itu tatkala menyaksikan betapa seram dan
ngeriuya Ke Liat di saat yang terakhir, hatinya jadi
melengak dan saat itulah pikirannya segera terpengaruh
oleh serangen irama harpa lawan.

Maka dari itu bayangan Pek In Hoei yang melekat terus


daiam benaknya segera muncul didepan mata, membuat ia
tak sanggup meneruskan permainan serulingnya dan
memberi kesempatan bagi Ku Loei serta Chin Tiong untuk
berganti napas.
Dengan tertegunnya gedis ini, maka gadis gadis diempat
penjurupun mulai kacau terpengaruh irama gabungan
lawan, barisan lampu merah yang ampuh dan kuat itupun
mulai kacau dan berantakan tidak karuan.
Menyaksikan keadaan pihak lawan, meskipun seluruh
tubuh Chin Tiong basah kuyup oleh keringat namun
wajahnya kelihatan amat bangga, ia pentangkan matanya
memandang kawanan gadis berbaju putih yang mulai
limbung den lari kesane kemari tidak karuan, pikirnja
dalam hati:
"Tidak sampai teperminum teh lagi mereka pasti akan
muntah darah dan modar.
Belum habis ingatan tersebut berkelebat didalam
benaknya, tiba tiba terdengar suara bentakan dahsyat
laksana guntur membelah bumi disiang hari bolong
menggema diangkasa, sesosok bayangan manusia berwarna
keperak perakan dengan cepatnya meloncat masuk kedalam
barisan.
Chin Tiong tertegun, belum sempat pikiran kedua
berkelebat dalam benaknya, serentetan cahaya tajam yang
amat menyilaukan mata telah meluncur datang.
Si Rasul Pengutuk Langit ini jadi kaget, buru buru ia
menghindar kesamping, namun sayang gerakannya rada
terlambat satu langkah. tahu tahu tambur kecil yang dijepit
diantara kakinya telah hancur terpapas oleh sapuan senjata
lawan.

Melihat senjata kesayangannya hancur orang she Chin


ini naik pitam, ia balas membemak keras den kesepuluh
jarinya dengan membentuk bayangan yang menyilaukan
mata segera menyapu keluar.
Pek In Hoei atau sipemuda yang berusan munculkan dari
dalam kalangan Itu mendengus dingin, pedangnya diputar
membentuk gerakan setengah busur lalu membabat
kemuka.
Cahava pedang berkelebat menyilaukan meta, sacara
beruntun tiga lapis hawa pedang secara bersusun menyapu
tiba.
Chin Tiong berkelit kesamping, sebelum serangan dari
kesepuluh jarinya mencapai pada puncaknya, ia sudah
didesak balik oleh cahaya pedang lawan yang dahsyat.
"Breeecet.... tubuh hijau bagian dadanya segera
tersambar pedang lawan dan muncullah sebuah robekan
panjang.
Dengan menahan rasa sakit ia msraung keras, gerakan
tubuhnya tetap tak berubah, dengan punggung menempel
diatas punggung Ku Loei ia melayang empat depa kemuka.
nyaris sekali ia berhasil loloskan diri dari serangan berantai
lawan.
Perubahan yang terjadi secara tiba2 ini seketika
mengejutkan It-boen Pit Giok, ia mendusin dari
lamunannya dan segera menyadari bahwa girinya telah
terjerumus kedalam pengaruh orang.
Dalam pada itu Pek In Hoei sambit mencekal pedangnya
yang masih basah oleh darah lawan berdiri gagah
dibadapannya, dengan
serius terdengar ia menegur;
"Apaksh kau terluka?"

It-boen Pit Giok berseru tertahan, merah jengah selembar


wajhnya, sambil menatap wajah Pek In Hoei tajam2
mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Menyaksikan wajahnya menampilkan rasa terperanjat,
sianak muda she Pek ini lantas mengira kalau gadis itu telah
terluka, buru-buru ia melangkah kedepan mendekatinya,
sekali lagi ia menegur:
"Apakah kau terluka?"
Bukannya berterima kasih, mendadak hawa gusar
bercampur malu muncul dari lubuk hati It-boen Pit Giok,
sambil ayunkan telapaknya kedepan, makinya kalang kabut:
"Kaulah yang mencelakai diriku, gara2 kau ini hari ini
aku menderita kekalahan total!"
Mimpipun Pek In Hoei tidak menyangka kalau secara
tiba2 gadis itu bisa menampar wajahnya, disaat ia masih
tertegun
Ploook sebuah gaplokan keras telah mendarat dipipinya,
seketika Itu juga terbekaslah lima jari yang merah diatas
wajahnya yang ganteng.
Pek In Hoei makin tertegun, ia tatap wajab lawan
dengan mata terbelalak, sepatah katapun tak sanggup
diutarakan.
It boen Pit Giok sendiripun dibikin sadar kembali setelah
mendengar gaplokan yang nyaring itu. ia sendiri berdiri
tertegun dengan mulut melongo, matanya memandang
pemuda itu dengan mata terbelalak dan untuk beberapa saat
diapun tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Lama sekali akhirnva hawa gusar menyelimuti wajah
Pek In Hoei, tegurnya dengan rasa mendongkol:

"Mengapa kau gaplok pipiku? apakah aku sudah salah


menolong dirimu?..."
Ia tarik napas dalam2, kemudian dengan suara keras
ujarnya kembali:
"Coba libat barisanmu itu, dan lihat pula bajingan2 yang
membawa lampu putih diluar barisanmu. Hmm mereka
semua membawa tabung rahasia yang berisi cairan racun.
Asal selangkah saja aku datang terlambat cairan racun
dalam tabung rahasia mereka tentu sudah dimusnahkan
kedalam, seandainya sampai terjadi begitu kau anggap jiwa
kalian bisa selamat?"
Titik airmata jatuh berlinang membasahi wajah It boen
Pit Giok, lama sekeli ia berdiri tertegun sambil menatap
wajah Pek Ia Hoei, tiba2 ia tutup wajah sendiri dengan
tangan lalu sambil menangis terisak putar badan dan kabut
dari situ,
Dalam sekejap mata para gadis pembawa lentera
merahpun ikut berlalu dari situ.
Dengan termangu mangu Pek In Hoei memandang
bayangan punggung It Boen Pit Giok yang mulai menjauh
dari sana, dalam hati kecilnya timbul suatu perasaan sangsi
yang sukar dilukiskan dengan kata kata,
Rupanya sewaktu ia berlalu sambil melangkah perlahan
lahan tadi, sepanjang perjalanan bayangan dari It boee Pit
Giok selalu muncul dalam benaknya dan ucapan gadis Itu
selalu mendengung disisi telinganya, semakin ia berusaha
untuk menghilangkan bayangan gadis tadi. bayangan It
Boen Pit Giok semakin nyata membekas di hatinya.
Akhirnya ketika ia tiba ditepi tembok kota, pemuda she
Pek ini baru dapat memahami apa artinya cinta dan benci,
maka buru2 ia lari balik ketempat semula. disana

ditemuinya gadis dari luar lautan iru sedang berada dalam


keadaan bahaya.
Siapa sangka setelah ia berhasil menyelamatkan jiwanya,
bukan terima kasih yang didapatkan sebaliknya ia dipersen
sebuah tempelengan oleh gadis tersebut.
Maka pikiran yang mulai terbuka kini terbuka kini,
kembali. sebab ia tidak mengerti apa sebabnye wajahnya
ditampar olehnya.
"Kaulah mencelakai diriku, gara2 kau sku hampir saja
celaka..." Dengan hati tercengang ia membatin. "Kapan aku
celakai dirinya?"
Semakin dipikir kepalanya semakin pusing namun belum
juga didapatkan alasan untuk nemecahkan teka teki
tersebut, akhirnya ia menghela napas panjang dan berseru :
"Aaaai
hati kaum gadis memang gampang berubah
bagaikan awan diangkasa, sukar dipahami oleh siapapun
juga."
Pada saat itulah, mendadak dsri tengah kalangan
terdengar suara orerg berseru kaget disusul suara Ku Loei
berkumendang memecahkan kesunyian:
"Aaaah dia, dia adalah putra sipedang penghancur sang
surya dari partai Tiam cong dia adalah anak dari Pek Tiang
Hong"
Dengan cepat Pek In Hoei putar badan ditatapnya wajah
Ku Loei yang tertampak dengan mata melotot,
pemandangan dikala manusia she Ku ini bertarung
melawan. Kim In Eng sewaktu ada digunung Cing Shia
tempo dulupun segera terbayang dalam benaknya.
"Tidak salah" dia mengangguk tanda membenarkan.
"Aku adalal Pek In Hoei putra dari Pek Tiang Hong"

"Pek Iin Hoei?" Seru Chin Tiong melengak,


dipandangnya sekejap luka didepan dadanya. "Jadi kau
yang disebut orang kangouw sebagai sijago pedang
berdarah di dingin Pek In Hoei?"
"Cayhe adalah Pek In Hoei, namun bukan sijago pedang
berdarah dingin yang kau maksudkan"
Ku Loei sambil membp ong harpa kunonya memandang
sekejap kearah Chin Tiong lalu katanya:
"Sedikitpun tidak salah, dia memang bukan sijago
pedang berdarah dingin Liong jie pernah berjumpa dengan
manusia itu sewaktu ada dikota Yong Shia bahkan pernah
minta petunjuk ilmu pedangnya pula, dalam pertarungan
itu kedua belah pihak tak ada yeng menang dan tak ada
yang kalah. waktu itu aku lantas berani ambil kesimpulan
bahwasanya sijago pedang herdarah dingin adalah murid In
Eng
Pak In Hoei mengerti yang dia maksudkan pastilah Kim
Lang Boen, maka dengan alis berkerut tanyanya:
"Mengenai jejak dari Kim in Eng Cianpwee....?"
"Keparat cilik jadi kau adalah sikeparat busuk yang
bersembunyi dibelakang In Eng malam jtu?" tiba2 Ku Loei
membentak keras, ia maju selangkah kedepan tambahnya:
"Aku sedang ada maksud mencari dirimu"
"Hmmm akupun sedang kemari untuk mencari dirimu"
"Keparat cilik ini rada2 lihay" bisik Chin Tiong sambil
menarik tubuh Ku Loei kesisinya. Dua serangan jari
bintang kejora yang kuhantam keatas dadanya tadi sama
sekaii tidak memberikan reaksi apapun juga, kemungkinan
besar dia adalah anak murid dan Thay Chi lang Jen, si setan

tua diluar lautan, dan telah berhasil melatih ilmu sinkang


yang kebal senjata serta pukulan...."
Dsogan pandangan yang tajam Pek In Hoei mengawasi
jubah yaag dikenakan Chin Tiong, tiba dari sakunya dia
ambil keluar secarik potongan kain, lalu bentaknya keras:
"Kau masih ingat dengan benda ini? sewaktu sda
dipuncak gunung Cing Shia..."
Begitu mendengar kata2 Puncak gunung Cing Shia, air
muka Rasul pengutuk langit ini seketika berubah hebat
dengan hati jeri dia mundur selangkah kebelakang.
Pek In Hoei tahu tindak tanduknya yeng ngawur barusan
kemungkinan besar akan berhasil mengetahui salah satu
dari pengerubut ayahnya waktu ada dipuncak gunung Cing
Shia tempo dulu darah panas dalam dadanva segera
bergolak, napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya.
Bekas tanda merah yang ada diantara sepasang alisnya
kian lama kian membara hingga akhirnya begitu merah
semakin akan darah tegar
Dari sekujur badannya memancar keluar suatu tenaga
misterius yeng maha dahsyat yang mana segera
mengejutkan hati Ku Loei maupun Chin Tiong. air muka
mereka berubah mengenaskan sekali.
-oo0dw0ooJilid 11
MASIH ingatkah apa yang pernah kau ucapkan sewaktu
"mengerubuti ayahku diatas puncak gunung Cing shia
waktu itu? sepanjang masa takkan kulupakan kata-katamu
itu!"

Nadanya dingin dan ketus seakan akan udara yang


berhembus keluar dari gua salju berusia ribuan tabun,
seketika membuat tubuh Chin Tiong gemetar keras
Mendadak Pek In Hoei melangkah maju setindak
kemuka, pedang penghancur sang surya diayun kedepan
membentuk sekilas cahaya tajam yang menggidikkan hati.
Serunya lantang:
"Kau berkedudukan sebagai seorang Bulim cianpwee
ternyata dengan tindakan yang rendah dan bejat
menyembunyikan empat lima puluh orang untuk
mengeroyok ayahku sampai mati, seandainya ayahku
almarhum tidak memotong secarik kain jubahmu serta
suaramu hingga kini tidak berubah, dendam berdarah
sedalam lautan ini entah sampai kapan baru bisa kubalas
setan tua! serahkan jiwamu kepadaku"
Chin Tiong tarik napas dalam dalam, ia tenangkan lebih
dahulu rasa jeri dan takut yang berkecamuk dalam
dadanya,
kemudian sepasang lengannya digetarkan hingga sekujur
tubuhnya memperdengarkan suara gomerutuk yang amat
keras.
"Loojie! kiranya rencana malam itu kaulah yang susun"
bisik Ku Loei dengan nada lirih. "Jangan takut, pil sakti Pek
Loo Tay Wan dari Hoa Loo jie telah memperlihatkan
kehebatannya! mari kita turun tangan mencabut rumput
keakar akarnya, daripada meninggalkan bibit bencana bagi
kita dikemudian hari
Ia mendengus dingin, tulang belulang sekujur badannya
memperdengarkan suara gemerutuk yang amat nyaring,
ditengah suara krok... krook yang keras telapak tangannya
dilintangkan kemuka melindungi diri, sementara wajahnya

dengan serius mengawasi tingkah laku musuh. Dalam


sekejap mata telapak tangannya yang besar dan kaku itu
mulai berubah jadi warna abu2 tua.
Tempo dulu ketika Pek In Hoei masih belum mengerti
akan ilmu silat, ia pernah saksikan Ku Loei memotong
sebuah batu cadas yang besar dipuncak gunung Ching Shia
dengan ilmu sesat golok perontok rembulannya.
Waktu itu dia anggap kepandaian silat semacam itu
merupakan auatu ilmu yang maha sakti dan menggidikkan
hati, maka dalam hati kecilnya selalu menganggap Ku Loei
sebagai seorang musuh yang tangguh.
Oleh sebah itulah seluruh perhatian dipusatkan kearah
Ku Loei, sedang Chin Tiong tidak dipandangnya walau
sebelah matapun.
Perlahan lahan Chin Tiong maju beberapa langkah
kedepan, wajahnya berubah cerah membara, sepuluh
jarinya bagaikan kaitan dipentang lebar2 tiap merobek
tubuh lawan,
Mendadak Ku Loei membentak keras, badannya
menubruk kedepan, telepaknya disertai desiran angin tajam
bagaikan sebilah golok segera membabat keluar
Pek In Hoei tertawa dingin, ujung pedangnya digetar
manciptakan dua coen hawa tajam berwarna kemerah
merahan. dalam stiatu kebasan hawa pedang seketika
memenuhl angkasa.
Criiiit.. tubuh Ku Loei berkelit ke Kanan, telapak kirinya
laksana kilat dihsntam kedepan menutupi kekosongan
akibat tiba2 hawa pedang sianak muda itu.
Dalam pada itu Chin Tiong tanpa mengeluarkan sedikit
auarapun melancarkan satu serangan bokongan dengan

kelima jarinya, angin dingin menderu deru mengancam tiga


buah jalan darah penting didada kanan Pk In Hoei.
Merasakan datangnya ancaman pemude she Pek
busungkan dadanya kemuka. mendadak ia bersuit rendah
pedang penghancur sang surja diputar setengah lingkaran,
dengan jurus "Sip-Jit Tong Thian" atau Sepuluh Hari siang
melulu dalam sekejap mata ia lancarkan sepuluh buah
tusukan kilat.
Criiiit ! Criiit hawa pedang membumbung keangkasa,
sekilas cahaya yang amat tajam mendadak menjungkit
keudara, diiringi sepuluh desiran tajam mengurung tubuh
lawan rapat rapat.
Serangan pedang ini benar2 mempunyai kekuatan
bagaikan menyapu selaksa prajurit begitu sepuluh jalur
hawa pedang menguasai daerah sekeliling delepan depa
segera terkurung rapat. badan Ku Loei serta Chin Tiong
pun tertahan delapan depa disisi kalangan.
Melihat kelihayan sianak muda itu, air muka Chin Tiong
berubah hebat, badannya beruntun mundur empat langkah
kebelakang, sekali jumpalitan badannya loncat satu tombak
keudara, lima jari tangan kirinya bagaikan bayangan setan
meluncur kebawah mencengkeram belakang tengkuk Pek In
Hoei.
Ku Loei meraung keras, beruntun ia mundur empat
langkah kebelakeng, kakinya merandek dan bagaikan
terpantek diatas tanah ia berdiri tak berkutik, sepasang
telapak dirapatkan jadi satu kemudian perlahan lahan
membabat kemuka
Telapak tangan yang berwarna keperak perakan dengan
membawa sekilas bayangan cahaya yang tajam menembus
hawa pedang lawan yang kuat dan dahsyat.

Ujung pedang bergetar keras, Pek In Hoei segera


merasakan adanya segulung tenaga tekanan yang maha
kuat menembusi lingkaran hawa pedangnya dan langsung
menghantam kearah dada.
Alisnya kontan berkerut, jurus pedang dirubah, kaki
bergeser satu lingkaran busur, dari arah sisi ia kirim satu
serangan balasan.
Dengan adanya sapuan ini maka gabungan serangan Ku
Loei yang barusan ia kirim kemuka seketika mengenai
sasaran kosong.
Matanya melotot bulat2, cambang yang memenuhi
wajahnya berdiri tegak bagaikan kawat, dengan cepat ia
tarik kembali telapaknya kebelakang, bagian bagian atas
meneguk, secara tarpisahia kirim lagi dua buah serangan
berantai,
Ngoooag... ngooong... desingan tajam menggema
diangkasa, deri antara getaran ujung pedang musuh muncul
sebuah lingkeran cahaya tepat didepan matanya,
"Duuuuk...." Ku Loei kirim lagi satu babatan kilat
kemuka, namun matanya segera jadi silau oleh bayangan
cahaya yang muncul didepan matanya itu, begitu silau
pandangannya oleh cahaya tajam tadi hingga ia tak sanggup
memandang dimanakah Pek in Hoei berada,
Detik itu juga berbagai ingatan berkelebat dalam
benaknya, ia teringat kembali bagaimana dia patahkan
pedang dan angkat sumpah untuk tidak akan menggunakan
pedang lagi setelah mengalami kekalahan diujung pedang
Cia Ceng Gek sipedeng sakti deri partai Tiam cong dalam
jurus yang kesebelas

Cahaya tajam yang memancar keluar dari ujung sebilah


pedang ini dirasakan seolah olah sebatang tongkat iblis yang
muncul dari balik cahaya sang surya.
"Jurus apakah itu ? belum pernah kutemui jurus serangan
semacam ini didalam ilmu pedang penghancur sang
surya!..."
Pelbagai Ingatan kembali berkelebat dalam benaknya,
namun sayang ia tidak menyadari bahwa lingkaran cahaya
yang menyilaukan mata itu adalah hasil gabungan dari
pengaruh tiga serangan sebelumnya, jurus ini memang
merupakan salah setu jurus dari ilmu pedang penghancur
seng surya dari partai Tiam cong.
Mendadak ia meraung keras, telapak kanannnya ditarik
kebelakang diikuti telapak kirinya menyapu datar
kesamping, sambil menahan penderitaan dan siksaan
dibadan ia loncat dari kalangan.
Rupanya Pek In Hoei telah menggunakan jurus ketiga
belas dari ilmu pedang Si Jiet Kiam Hoat yang disebut
"Kiam Coan Liat Yang" atau Pedang menembusi teriknya
sang Surya jurus ini merupakan jurus ciptaan dari Cia Ceng
Gak sewaktu terkurung didalam gua batu.
Kendati sianak muda itu telah salurkan segenap
kemampuan dan kekuatannya dalam jurus serangan ini, tak
urung dia masih sempat merasakan pula betapa sakit batok
kepalanya ketika terjepit oleh kelima jari tangan lawan,
Pada detik itu juga dia segara menyadari, sekalipun
serangan pedangnya akan berhasil membinasakan Ku Loei
namun kelima jari musuhpun akan mencengkeram lehernya
serta mematahkan batok kepalanya.
Dalam saat yang kritis dan sangat berbahaya ini, otaknya
dengan cepat mengambil keputusan,

Dia meraung keras, badannya maju empat inci kemuka,


sedang ujung pedang ditekuk tiga coen kebawah dan tepat
meluncur kemuka dengan gerakan yang sama
Mendadak ujung pedang diantara lingkaran cahaya yang
menyilaukan mata Itu menembusi hawa pukulan Ku Loei
yang sedang menggulung tiba dan merobek dahinya yang
lapang....
Ku Loei menjerit keras, badannya gemetar keras, sambil
menahan sakit yang lak terkirakan ia loncat keluar,
Pada saat itulah ilmu jari bintang kejora dari Chin Tiong
telah bersarang telak lima coen dibawah leher Pek In Hoei.
Breeet! bajunya segera tersambar robek.
Pek In Hoei bersuit nyaring ujung pedangnya berputar
kebelakang, seluruh badan bergeser tujuh depa ditengah
udara, setelah berjumpalitan dua kali sambil membawa
pedang ia sapu kedepan,
Ditengah kegelapan malam tampaklah ujung pedangnya
meluncur dengan membawa sekilas cahaya warna merah
yang tawar.
"Coba rasakanlah serangan Lek Liong Hwie Jiet atau
enam Naga memandang sang suryaku ini!" hardiknya.
Chin Tiong ysng ada ditengah udara segera merasakan
pandangannja jadi kabur, bunga pedang bermunculan
didepan mata, ia meraung keras wajahnya seketika berubah
jadi hijau membesi, perlahan lahan tangan kanannya diulur
kemuka
Karena seluruh perhatian serta kemampuannya harus
dipusatkan keatas tangan kanannya yang sedang meluncur
ketepi, maka badannya yang masih ada diudara segera
anjlok kebawak.

Pek In Hoei membentak keras, mengikuti gerakan tubuh


lawan yang merosot kebawah pedangnya segera meluncur
kedepan.
Ditengah getaran pergelangannya, ujung pedang telah
bergeser tiga coen lebih kebawah.
Dikala ujung pedangnya masih bergetar keras itulah, tiba
tiba Chin Tiong mementangkan kelima jarinya, laksana
kilat ia cengkeram senjata tajam,
Menyaksikan pihak lawan dengan kelima jarinya vang
berwarna kehijau hijauan berani mencengkeram kearah
pedangnya, Pek In Hoei tertawa dingin, pedangnya segera
di dorong kedepan dan laksana kilat membabat keatah
bawah.
Ujung pedang dengan cepat menggurat telapak Chin
Tiong hingga muncul sebuah guratan panjang berwarna
putih,
babatan
tadi
gagal
memasung
seluruh
pergelangannya Karena kesakitan Chin Tiong mengatup
kelima jarinya, dengan begitu pedang Si-Jiet-Kiam pun
berhasil ia cengkeram.
Meminjam tenaga dari pedang tersebut, ia tukar napas,
badannya melengkung dan seluruh tubuhnya tergantung
diatas pedang.
Mimpipun Pek In Hoei tidak menyangka kalau pihak
lawan mampunya! jurus kepandaian yang begitu aneh dan
tidak takut akan ketajaman senjatanya, karena
tercengkeram maka pergelangannya segera menekuk
kebawah dan seluruh badannya tertarik kebawah.
Chin Tiong tertawa seram. tubuhnya yang melengkung
diangkasa mendadak mencelat keudara, sepasang kakinya
menendang berbareng menyepak dada sianak muda itu

Pek In Hoei mendegus, lengan kirinya berputar


membentuk gerakan satu lingkaran busur, menggunakan
jurus "Leng Bwee Kwe Cu" atau Bunga Bwee bergelatung
didepan pinggiran telapaknya langsung membabat
persendian kaki lawan, sementara jarinya mencengkeram
jalan darah Yong-Gwan-Hiat ditelujuk kaki musuh.
Sepasang kaki Chin Tiong yang lagi menendang cepat2
ditarik kembali, kemudian sambil menggepit ujung kakinya
tiba tiba melayang lima coen lebih keatas mengancam
tenggorokan sianak muda itu.
Air muka Pek In Hoei berubah hebat, tangan kirinya
segera merendah kebwah lalu dipukul sejajar dengan dada,
jurus yang digunakan adalah jurus "Peng Kong Hoe Hauw"
atau menundukkan harimau ditebing datar dari ilmu
pukulan Hoe Hauw Koen aliran Go bie Pay, dari telepak ia
rubah Jadi kepalan dan langsung menjotos ujung tumit
lawan yang mengancam tiba,
Bruuuuk! kaki kanan Chin Tiong yang tak sempat ditarik
balik segera termakan oleh jotosan lawan, seketika
tulangnya patah dan dia menjetit kesakitan, buru buru
sepasang kakinya ditarik kembali kebelakang.
Dengan masing masing pihak mencekal salah satu ujung
pedang, dari udara hingga keatas bumi masing masing
pihak telah saling bertukar dua jurus serangan kilat.
Begitu ujung kakinya menempel diatas permukaan
tanah, tangan kanan Pek in Hoei sekuat tenaga segera
ditarik kebelakang, sementara tangan kirinya berbareng
diayun keluar, jari telunjuknya menyedok menotok leher
Chin Tiong
Serentetan desiran angin serangan segera meluncur
keluar.

Merasakan datangnya ancaman Chin Tiong memantek


sepasaag kakinya diatas tanah, tubuh bagian atas menekuk
kebelakang ia pasang tangan sambil mencengkeram ujung
pedang musuh meraung keras, tangannya cepat cepat
diangkat keatas.
Sekujur badannya perdengarkan suara gemerutuk yeng
nyaring badannya makin membesar, sambil kerahkan
tenaga ia berusaha mengangkat tubuh sianak muda itu
keangkasa.
Sambil mencengkeram gagang pedangnya Pek In Hoei
memantek kakinya kuat kuat diatas tanah, namun ia tak
sanggup berdiri tegak, dalam tarikan serta sentakan lawan
yang disertai dengan tenaga angkatan sebesar ribuan kati
ini, kuda kudanya gempur, seketika badannya terangkat
ketengah udara,
"Suatu jurus Pa Ong Kie Teng atau Raja buas
mengangkat Hioloo yang sangat indah" Puji Ku loei keras.
Loo jie, aku segera menyusul datang".
Sambil menahan rasa sakit ditelapak kirinya ia melayang
kedepan, telapaknya dengan kerahkan ilmu golok perontok
rembulan melenturkan satu babatan kebawah, serentetan
cahaya tajam berwarna keabu abuan seketika menyapu
keatas senjata pedang itu.
Bruuuuk.... pedang Si Jiet Kiam bergetar keras dan
memperdengarkan bunyi dengungan yang amat nyaring.
Pak In Hoei segera merasakan pergelangannya jadi kaku,
ia kaget dan tak mengira kalau tenaga hantaman Ku Loei
yang disalurkan lewat senjata pedangnya bisa menghasilkan
daya tekanan yang demikian dahsyatnya.

"Loo toa cepat menyingkir" terdengar Chin Tong


berteriak lantang dengan suaranya ysrg keras bagaikan
geledek.
Lengannya bergetar lalu memutar, badan Pek In Hoei
yang ada ditengah udara segara diputarnya satu lingkaran
kemudian dibanting keras keatas tanah.
Dalam banting seperti ini, apabila sianak muda itu tak
mau lepas tangan niscaya badannya akan hancur
berantakan.
Disaat yang amat kritis itulah mendadak Pek In Hoei
bersuit nyaring, dia lepas tangan lalu loncat keatas dan
berdiri diatas gagang pedang Si Jiet Kiemnya itu.
"Hmmm" ia mendengut dingin, seluruh badannya
menekan kebawah, kakinya bagaikan melekat diatas pedang
mengikuti daya bantingan Chin Tiong semakin menekan
kebawah.
Rasul Pergutuk Langit Chin Tiong merintih kesakitan,
lengannya melengkung den sekuat tenaga diangkatnya
senjata itu lima coen lebih keatas.
Sinar meta Pek In Hoei berkilat, kaki tanannva
mendadak melangkah satu tindak lebih kedepan, seketika
gagang pedangnya melengkung lima coen lagi kebawah.
Sambil tertawa dingin jengeknya:
"Dengan andalkan ilmu sesatmu yang tak mempan
dibacok senjata lantas kau ingin coba2 mencengkeram
pedang penghancur sang suryaku? ..Hmmm sekarang akan
kusuruh kau rasakan betapa tajamnya senjata mustikaku
ini...."
Chin Tiong mendengus berat, tangannya diangkat keatas
dan kembali ia angkat pedang itu tiga coen lebih keatas.

Pek In Hoei tidak ingin memberi kesempatan bagi


musuhnya untuk berganti napas, kakinya kembali bergeser
setengah langkab kesamping. dengan demikian pedang yeng
telah terangkat kini tenggelam kembali dua coen kebawah.
"Kau anggap dengan andalkan kemustajaban pil tenaga
Pek Loo Tay Lek Wan lantas bisa rebut kemenangan
dengan gampang" kembali sianak muda itu menjengek.
"Kau anggap pedang mustika peoR hancur sang suryaku ini
bisa kau rebut tanpa buang banyak tenaga..."
Saking beratnya sekujur badan Chin Tiong telah basah
kuyup oleh keringat, air mukanya makin lama berubah
semakin menghijau, kakinya setengah melengkung
kebawah dan telapaknya telah masuk ke dalam tanah
hingga bekas tumit.
Oleh ejekan ejeken Pek In Hoei yang sengaja
memanaskan hati musuhnya ini, hampir saja membuat
dada rasul Pengutuk Langit ini meledak saking dongkolnya,
namun ia tetap tak sudi lepas tangan, dengan ngotot dan
keras kepala ditahannya terus posisi tersebut.
Ku Loei sendiri yeng ada disisi kalangan juga kaget
setelah menyaksikan rekannya dipencundangi oleh pihak
lawan kerena kurang berhati hati, ia sadar meskipun
rekannya tidak jeri akan senjata tajam karena andalkan ilmu
sakti "Jan Seng Cie"nya. namun berhadapan dengan senjata
mustika yang terkena! akan ketajamannya ini dia tak nanti
bisa bertahan lama.
Ia tarik napas dalam dalam, dengan langkah sebat segera
maju kedepan, telapak kanan diangkat keatas siap
membabat punggung sianak muda itu.
"Hmmm manusia she Ku." seru Pek In Hoei sambil
mendengus. Seandainya kau gunakan ilmu pukulan golok

perontok rembulanmu, maka saat ini juga Chin Tiong akan


mati konyol"
Mendengar ancaman itu Ku Loei terkesiap, mengerti Pek
in Hoei hendak meminjam tenaga pukulannya untuk
disalurkan ketubuh pedang dan menghantam Chin Tiong
yang ada dibawah, dengan adanya tekanan ini maka sirasul
pengutuk langit pasti akan terluka parah dan kemungkinan
besar mati konyol.
Hatinya jadi sangsi dan telapak kananpun segera
diturunkan kembali.
Sekilas senyum sinis menghiasi ujung bibir Pek In Hoei.
"Malam ini kalau aku tidak membiarkan kau jumpai
kelihayan dari tenaga murni partai Tiam-cong, tentu
selamanya kau akan beranggapan bahwa partai Tiam cong
benar benar telah lenyap dari dunia persilatan..."
Kulit wajah Chin Tiong berkerut kencang menahan
siksaan dan rasa sakit yang makin menjadi, rasa gusar,
mendongkol, jeri dsn takut memancar keluar dari balik
cahaya matanya, ia mendengus berat, ia palang lengannya
dengan gunakan segenap tenaga yang dimilikinya
mangangkat pedang bersama tubuh sianak muda itu dua
coen lebih keatas.
Psk In Hoei angkat kaki kirinya den melangkah lagi
setengah tindak kemuka, seketika pedang Sang surya
terangkat tenggelam legi tiga coen kebawah.
Dengan penuh kesakitan Chin Tiong meraung keras,
ujung kaki kanannya yang patah oleh hajaran sianak muda
itu melesak kedalam tanah, darah segar segera muncrat
membasahi tubuhnya, begitu sakitnya sampai sekujur
badannya menggigil keras.

Sekilas cahaya tajam menyorot keluar dari mata Pak In


Hoei, serunya dengan suara berat:
"Kalian pernah dikalahkan oleh pedang penghancur sang
surya. maka setiap berjumpa dengan pedang mustika ini
dalam hati akan timbul rasa jeri, karena itu kalian berusaha
hendak merampas pedang ini. Sekarang kau harus rasakan
dulu bagaimana menderitanya kalau tulang yang lepas dari
tempatnya dan harus menancap dalam tanah
Sembari bicara tenaganya dikerahkan semakin besar,
dengan segenap tenaga ia tekan pedangnya kebawah
Senjata mustika itu segera melengkung kebawah,
diantara berkilaunya cahaya kemerah merahan Chin Tiong
berteriak keras tangannya robek oleh tekanan senjata itu
dan darah segera mengucur keluar dengan derasnya.
Karena benturan hawa murni ini sepasang kakinya
terbenam tiga coen lebih dalam diatas tanah.
Hawa darah dalam dadanya kontan berontak keras,
seakan akan dihantam dengan martil sebesar ribuan kati ia
tak dapat menguasai diri lebih jauh. sambil menjerit
kesakitan ia muntah darah segar, pedangnya dilepaskan dan
badannya segera roboh keatas tanah.
Menyaksikan rekannya roboh, Ku Loei membentak
keras, tenaga lweekang yeng telah dihimpunnya selama ini
begaikan bendungan yeng jebol segera dilepaskan keluar,
sekilas cahaya putih dengan dahsyat menghantam dada Pek
In Hoei.
Sianak muda itu tertawa lantang, badannya mundur
kebelakang, berbareng kaki kanannya menjungkil lalu
menjangkau, dalam waktu yang singkat pedang Si Jiet
Kiam tadi, sudah dicekal kembali dalam genggamannya.

Dengan senjata ditangan kehebatannya semakin


meningkat, pedangnya diayun kemuka, hawa pedang segera
berkelebatan memenuhi angkasa
Beruntun Ku Loei lancarkan beberapa serangan untuk
memunahkan dua tusukan kilat lawan, kemudian la tarik
napas dalam dalam dan mengirim kembali emoat buah
serangan berantai.
Cahaya tajam berkilauan menusuk pandangan. deruan
angin pukulan bagaikan gulungan ombak ditengah samudra
menyapu dan menghantam dengan hebatnya.
Seketika itu juga Pek In Hoei rasakan ujung pedangnya
seakan-akan membentur lapisan dinding baja yang kuat,
hatinya jadi kaget pikirnya:
"Sungguh aneh, apa sebabnya tenaga serangan mereka
kadangkala nampak lemah kadang kala nampak kuat
kembali.
Secara beruntun empat buah serangan golok perontok
rembulan dari Ku Loei telah memaksa pihak lawan mundur
lima langkah kebelakang, diapun berpikir:
"Walaupun keparat cilik ini berhbasil melatih ilmu
pedang penghancur sang suryanya hingga mencapai puncak
kesempurnaan namun masih banyak terdapat intisari
kepandaian itu belum berhasil dipahami, kalau
dibandingkan dengan permainan Cia Ceng Gak tempo
dulu, benar benar ketinggalan."
ia tarik napas dalam dalam, sambil maju dua langkah
kedepan telapaknya kembali mengirim empat buah
serangan berantai.
Menyaksikan sikap Pek In Hoei tatkala terdesak mundur
kebelakang, ia lantas berpikir:

Semula aku mengira dengan pedang sakti Si Jiet Sin


Kiamnya keparat cilik ini bisa mengerebkan hawa pedang
hingga mencapai pada puncaknya, maka delapan jurus
golok perontok rembulanku tak berani kugunakan, kalau
memang terbukti ia belum berhasil mencapai ketingkat
tersebut, kenapa aku harus jeri lagi?"
Sementara itu Pek In Hoei yang menyaksikan enam jurus
serangannya terbendung semua oleh permainan lawan,
hatinya pun dibikin, terkesiap segera pikirnya:
"Rupanya dia sudah tahu kalau inti sari dari ilmu pedang
Si Jie Kiam Hoat belum bsrbesil kukuasai semua, maka
ilmu golok perontok rembulannya dilancarksn secara
berantai..."
Sambil mundur dua langkah kebelakang permainan ilmu
pedangnya segera berubah secara beruntun diapun
mengirim tiga buah serangan berantai yang tak kalah
hebatnya.
Didalam tiga jurus serangan tersebut ia telah gabungkan
intisari serta gerakan gerakan aneb dari tiga partai paling
terkemuka saat itu yaitu partai Go-bie; Hoa san serta partai
Bu torg
Kalau dibandingkan dengan permainan pedangnya yang
mengutamakan kekerasan serta kecepatan, permainannya
sekarang jauh berbeda dan sama sekali diiuar dugaan Ku
Loei, maka darl itu semua serangannya berhasil
mengalutkan pikiran lawan.
Dengan hati terperanjat Ku Loei segera berpikir:
"Sungguh luar biasa asal usul keparat cilik ini, bukan saja
aliran permainan pedangnya kalut dan beraneka ragam,
diapun ulet den gagah. rupanya aku harus bertarung sampai
ratusan jurus bila ingin mengalahkan dirinya".

Dengan cepat matanya melirik kearah Chin Tong, ia


saksikan air muka rekannya telah berubah jadi hijau
membesi, meskipun sepasang kaki masih terbenam dalam
tanah namun orangnya telah berada dalam keadaan tidak
sadar.
Sambil menggertak
berputar, pikirnya :

gigi

pikirannya

dengan

cepat

"Bila Loojie tidak cepat2 diberi obat penyembuh luka.


dia pasti akan mati konyol, buat apa kau barus bcrtarung
percuma dengan bajingan ini,
Karena berpikir begitu maka ia lantas membentak keras,
senara betuntun ia lepaskan tiga buah serangan maut.
Menanti pihak lawan terdesak mundur kebelakang
badannya segera loncat kebelakang, disambarnya tubuh
Chin Tiong dan segera dibawa kabur kembali
keperkampungan Tay Bie San cung.
Mimpipun Pek In Hoei tidak menyangka kalau secaaa
mendadak Ku Loei kabur balik kedalam perkampungannya,
la jadi sangsi dan segera pikirnya:
"Orang yang menjadi dalang dari rencana pengeroyokan
terhadap ayahku waktu itu kecuali Chin Tiong masih ada
seseorang lagi, tadi aku telah lupa mencari tahu nama orang
itu, kalau tanda terang isi sampai putus bukankah aku akan
kehilangan jejak yang mengetahui siapakah musuh besarku
yang satunya lagi"
Ia egera membentak, badannya loncat kedepan dan
bagaikan kilat yang menyambar disusul Ku Loei dengan
kencang.
Baru saja melewati pagar kayu, didepannya telah
terbentang sebuah benteng penjagaan yang sangat tinggi,

dibelakang benteng penjagaan merupakan hangunan rumah


yang bersusun susun.
Seluruh perkampungan tercekam dalam kegelapan. tak
ada lampu yang menyala dan tak ada suara yang terdengar,
seakan akan perkampungan itu berada dalam kesunyian
yang tak terhingga.
Mendadak matanya menangkap berkelebatnya bayangan
manusia. dengan cepat ia berpaling, tampaklah Ku Loei
sambil mengempi! Chin Tiong telah melayang kearah
depan dan dalam sekejap mata lenyap dibalik pepohonan
yang lebat.
Tanpa ragu2 atau curiga barang sedikitpun juga Pek In
Hoei segera menyusul kedalam hutan belukar itu.
Angin malam herhembus kencang menggerakan daun di
sekeliling sana, suasana dalam hutan itu gelap gelita dan
tiada nampak sesuatu benda apapun.
Sambil mencekal pedang Psk In Hoei mengerling
keadaan disekeliling tempat itu, dengan cepat ia dapat
saksikan situasi hutan tadi.
Sebuah jalan kecil yang beralaskan batu cadas
membentang jauh kedalam menembusi hutan rimba yang
lebat tadi.
Dengan alis berkerut sianak muda kita berpikir:
"Rupanya perkampungan ini luas sekali hanya saja
kenapa disini tak kujmpai seorang manusiapun...?"
Perlahan lahan dia melangkah masuk kedalam hutan,
berjalan keatas lorong terbuat batu dan laksana kilat
menerobos terus kedalam. -

Setelah berputar kesana kemari beberapa saat lamanya,


pandangan berubah.. kini setelah berada dihadapan sebuah
telaga yang sangat besar
Tadi sewaktu menerobos hutan suasana gelap gulita
susah melihat sesuatu apapun kini setelah keluar dari
pepohonan terlihatlah udara bersih sekali, rembulan serta
bintang bertaburan diangkasa.
Memandang pemandangan alam yang
menghembuskan napas panjang, gumamnya:

indah,

ia

"Sungguh tak nyana disini terdapat sebuah telaga yang


begini indah dan menawan".
Sinar matanya perlahan lahan menyapu permukaan
telaga yang tenang. mendadak matanya menemui sorotan
cahaya lampu memancar keluar dari lobang bangunen
rumah ditengah telaga.
Diikuti sesosok bayangan hitam berkelebat lewat dari
tepi telaga menuju karah jembatan panjang yang
membentang ketengah, bayangan tadi langsung bergerak
menuju kebangunan tersebut.
"Aaaah!" Dengan hati kaget Pek 1n Hoei berseru
tertahan. "Apa maksud Ku Loei dengan membopong Chin
Tiong lari menuju kebangunan ditengah telaga itu? apakab
disitulah letak bangunan rahasia mereka untuk berlatih ilmu
silat?"
[a termenung sejenak kemudian mundur selangkah
kebelakang dan berdiri dibawah kegelapan, dengan cermat
diperiksanya keadaan disekeliling tempat itu.
Suasata disitu sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun, hanya hembusan angin malam yang
menggetarkan ranting menimbulkan gemerisikan yang
1irih...

Ia tarik napas dalam dalam, pedang mustika Sie Jiet


Kiamnya dimasukan kembali kedalam sarung, lalu sebarang
lengan bergetar dan ia melayang empat tombak kedepan.
bereda ditengah udara badannya berjumpalitan satu kali,
seolah olah seekor burung elang dengan enteng dan ringan
melayang keatas jembatan tersebut.
Baru saja kakinya menginjak diatas jembatan. segera
terlihatlah pintu ruangan di tengah telaga itu terbentang
lebar dan seseorang munculkan diri dari dalam.
"Keparat! kau berani datang kemari ?" terdengar Ku Loei
membentak keras.
Pek Hoei miringkan tubuhnya kesamping dan
melangkah maju dua tindak kedepan dari sisi tubuh Ku
Loei yang tinggi kakar ia dapat melihat dengar, jelas
keadaan dalam bangunan air itu.
Dalam ruangan terbentang sebuah pembaringan, diatas
pembaringan duduklah seorang kakek tua berambut putih,
dihadapannya terletak sebuah hioloo kuno terbuat dari
tembaga, asap hijau perlahan lahan mengepul keluar dan
menyebar ke empat penjuru.
Berhubung Ku Loei berdiri tepat didepan pintu maka
Pek Ia Hoei tak dapat melihat lebih jelas lagi apa yang
sedang dilakukan sikakek tua yang ada didalam ruangan
itu.
Ia bungkam dalam seribu bahasa, ditatapnya wajah Ku
Loei dengan pandangan dingin sementara otaknya berputar
memikirkan apa sebabnya pihak lawan mengucapkan kata2
seperti iiu.
"Hmmm ! mungkinkah dia hendak andalkan kekuatan
sikekek itu maka sengaja memancing aku masuk kedalam?".

Belam lenyap ingatan itu diri dalam benaknya, tiba2


terdengar suara rintihan berkumandarg keluar dari
bangunan air iiu. Ku Loei segera berpaling dan bertanya
dengan suara kaget ;
"Bagaimana dengsn Loo-jie ?".
"Dia tak akan mati." jawab kakek berjenggot panjang itu
tanpa berpaling.
Ku Loei tidak bicara lagi, is segera berpaling menatap
kembali sianak muda she Pek ini.
Tiba2 kakek yang sedang bersila itu menoleh lalu berkata
:
"Didalam bangunan air ini telah kupasang alat rahasia
yang kuciptakan sendiri dengan susah payah. aku yakin kau
tak nanti berani maju tiga langkah lagi kedepan!". "Pek 1n
Hoei, sudah kau dengar perkataan itu?" sambung Ku Loei
sambil tertawa dingin.
Pek In Hoei tetap bungkam dalam seribu bahasa, ia
berusaha menahan keinginannya untuk menerjang masuk
kedalam bangunan air itu, seraya memandang wajah kakek
tua itu pikirnya :
"Entah siapakh manusia itu? rupanya Ku Loei telah
menghormati dia sebagai seorang tamu agung dan
memeliharanya dalam bangunan air ini!".
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya,
segera pikirnya lebih jauh :
"Mungkinkah dia adalah guru dari Ku Loei, si iblis sakti
berkaki telanjang dar Cing Hay ?".
Sebaliknya tatkala Ku Loei menyaksikan Psk In Hoei
hanya berdiri ditepi jembatan tanpa ada maksud untuk
maju kedalam lebih jauh segara mendengus dingin.

"Hmmm ! sungguh tak nyana Cia Ceng Gak yang dahulu


pernah malang melintang dengan gagahnya tanpa takut
terhadap langit dan bumi bisa mempunyai cucu murid kere
macam kau. Hmmm...1 sungguh memalukan nama besar
partai Tiam cong!" Pek Ia Hoei tertawa dingin:
"Seandainya kau menganggap dirimu sebegai seorang
enghiong tidak nanti bersembunyi terus didepan pintu
macam kura2. kalau berani ayoh kita ketepi sana !".
Dengan gusarnya Ku Loei meraung keras badanny
bergerak siap loncat kemuka.
Tiba kakek tua dalam ruangan itu mendehem ringan lalu
menegur dengan suara berat.
"Ku Loei, sampai tuapun watak berangasmu masih
belum bisa hilang kemanakah hasil latihanmu selama ini?
masa dengan kesabaran seorang pemuda pun tak mampu
menandingi."
Rupanya Ku Loei sangat jeri terhadap orang itu,
mendengar teguran tadi ia tidak membantah bahkan
mundur selangkah kebelakang dengan wajah tersipu.
"Ucapan kau si orang tua tepat sekali," jawabnya cepat,
"Seandainya pada masa yang lalu aku tidak bertabiat kasar
dan berangasan semacam ini tidak nanti aku bisa terluka
ditangan Cia Ceng Gak."
"Babatan pedang Cia Ceng Gak tepat mematahkan urat
urat It Meh membuat latihanmu selama dua puluh tahun
tidak mendatangkan hasil yang diinginkan seandainya tak
ada pil mustajab Pek Loo Tay Lek Wan yang kubuat
khusus untukmu, mungkin ilmu silatmu telah punah sama
sekali?"
Setelah mendengar ucapan sikakek tua itu, Pek In Hoei
baru mengerti epa sebabnya ilmu silat dari Ku loei kadang

kala lemah kadangkala kuat kiranya urat penting im


mehnya telah dilukai oleh sucouwnya pada pertarungan
tempo dulu maka itu ilmu silatnya tak bisa berkembang
lebih jauh dengan andalkan obat yang khusus dibuat kakek
itu baginya ia baru bisa menekuni ilmu Sim-hoat aliran
Liauw-sat Boen.
Otaknya memang cerdik, ia lantas teringat kembali akan
pertarungan Ku Loei melawann Kim In Eng sewaktu ada
dipuncak gulung Hoasan tempo dulu, segera pikirnya
dengan hati tercengang:
"Rupanya paristiwa ini tidak diketahui siapapun
termasuk sumoaynya sendiri, lalu apa sebabnya kakek itu
sengaja mengatakannya kepadaku?"
Sejak terjadinya perubahan besar diatas gunung Tiamcong diikuti mengalami pula perbagai pengalaman pahit,
boleh dikata selurub keadaan sianak muda ini telah
berubah, kejujuran serta kepolosannya dahulu kini telah
lenyap tak berbekas. terhadap siapapun dan apapun dia
telalu menaruh curiga. otaknya terlalu berputar mencari
tahu sebab sebabnya persoalan yang sedang dihadapi.
Maka dari itu dengan hati sangsi dia penuh curiga
ditatapanya wajah kakek tua itu tajam tajam. ita tak mau
maju kedalam lebih jauh dengan gegabah.
Sementara itu kakek tadi melirik sekejap kearah Pek in
Hoei yang berdiri disisi jembatan kemudian katanya:
"Ku Loei, masuklah kedalam, pil Tiang coen wan
didalam tungku ini telah masak, sudah waktunya kau
berikan kepada Chin Tiong !"
"Hoa Loo!" kata Ku Loe sambil angkat telapak kirinya.
"0bat yang ada diatas telapakku sudah boleh diambil
bukan?"

"Hmmmm setengah jam kemudian telapak tangan yang


kubalut akan sembuh kembali seperti sedia kala, aku
tanggung keparat cilik yang masih bau tetek itu tak akan
berani maju tiga langkah kedepan"
Menyaksikan Ku Loei melangkah masuk kedalam
bangunan air itu, Pek In Hoei mendengus, pikirnya :
"Dengan pelbagai macam hasutan dari ucapan kau
hendak memancing aku maju tiga langkah kedepan.
Hmmm dianggapnya aku lantas ikuti ucapanmu dan benar
benar maju tiga langkah? justru aku mau sengaja maju
sampai kelangkah yang keempat...!"
Ia tarik napas dalam dalam, hawa murninya disalurkan
keseluruh badan kemudian maju dua langkah kedepan dan
enjotkan badsn melayang enam depa kemuka.
Siapa tahu ketika ujung kakinya menginjak papan
jembatan disebelah depan, tiba2 jembatan itu roboh dan
tenggelam kedalam telaga hingga tinggal separuh jembatan
yang ada didekat bangunan air itu saja yang masih berdiri
seperti semua.
Ia mendengus dingin, sepasang lengannya bergetar keras
den badannya melayang sembilan depa keatas, bagaikan
seekor burung alap alap kembali dan lewati dua tombak
jauhnya dan melayang keatas jembatan yang masih tersisa.
Siapa sangka jembatan itupun seakan akan makhluk
hidup, belum sampai ujung kakinya menginjak papan
jembatan mendadak jembatan tadi tenggelam pula kedasar
telaga hingga kakinya menginjak tempat kosong.
Sekaleng dia baru merasa kaget, badannya segera
melengkung membentuk gerakan busur seteiah itu meloncat
sekuat tenaga kearah depan.

Daiam perkiraannya dengan jurus "Cing Liong Hoan"


atau Naga Hijat berjumpalitan diawan ia pasti bisa
melewati permukaan telaga tadi dan melayang balik ke atas
daratan, aiapa sangka air telaga itu dinginnya luar biasa,
baru seja kakinya menyentuh air tersebut seketika itu juga
terasa adanya segumpal hawa dingin yang luar biasa
dahsyatnya menyusup kedalam tubuhnya lewat kaki,
membuat seluruh kakinya jadi kaku dan mati rasa.
Baru saja badannya meloncat lima depa keatas, hawa
murni daiam tubuhnya telah buyar dan badannya segera
anjlok kebawah, Pek In Hoei benar benar merasa amat
terperanjat, sinar matanya berputar cepat mengawasi
sekelilingnya namun dengan cepat ia dapat melihat dengan
jelas keadaan dirinya yang sebenarnya.
"Sekarang jarakku dengan bangnnan air itu masih
beberapa tombak sedangkan untuk kembali kedaratan
masih ada empat tombak jauhnya, bawa murniku tak akan
bisa memantulkan tubuhku kembali kesitu."
Disaat yang amat kritis itulah satu ingatan berkelebat
dalam benaknya, segera ia bersuit nyaring, keempat anggota
badannya dipentingkan lebar lebar, dengan jurus ketiga dari
, Im Liong Pat Sih" aliran Kun lun Pay yaitu "Yoe Liong
Swe In" atau Naga sakti Bermain diawan, tubuhnya
berputar setengah busur diudara kemudian meluncur kearah
bangunan air itu.
Laksana kilat badannya meluncur kearah bangunan
tersebut, meskipun akhirnya ia tiba disisi jembatan gantung,
namun dengan pengalaman yang sudah pemuda kita tak
berani langsung melayang keatas tangan kenannya dengan
cepat menjangkau mencengkeram wuwungan bangunan air
itu

"Hmm" jengekan dingin berkumandang memecahkan


kesunyian, mendadak muncul sesosok bayangan manusia
dari balik atap dan tahu2 Ku Loei telah muncul disitu
sambil melancarkan sebuah pukulan dahsyat
dengan ilmu pukulan golok perontok rembulan.
Dslam pada itu kelima jari Pek in Hoei baru saja
menyentuh dinding wuwungan, atau secara tiba tiba
sesosok bayangan putih berkelebat lewat dihadapan
matanya segulung angin pukulan yang maha dahsyat segera
menyapu keatas dadanya.
Seakan2 dibabat dengan sebuah kampak raksasa, sianak
muda itu merasakan napasnya sesak dan badannya segera
merandek.
Pek In Hoei terkejut, ia membentak nyaring, telapak
kirinya langsung menyapu keluar mengirim satu pukulan
dengan jurus "Im Hoa Ciat Bok? atau memindahkan bunga
menyambang ranting.
(Oo-dwkz-oO)
8
SIKUTNYA menekan kebawah
maksudnya dia hendak memotong
pukulan musuh yang kuat dan berhawa
gerakannya terlambat, telapak lawan
menghajar telak dadanya.

lalu menggetar,
datangnya angin
dingin itu, namun
tahu-tahu sudah

Bruuk pukulan golok perontok rembulan yang tajam dan


ampuh itu bersarang telak diatas dadanya.
Dengan penuh rasa sakit ia mendengus, kelima jarinya
mencengkeram semakin keras hingga membuat atap

wuwungan patah dan seluruh tubuhnya. tercebur kedalam


sungai.
Percikan air muncrat keempat penjuru, permukaan teia?a
yang tenang segera mucul ombak yang keras dan
menggoncangkan seluruh bangunan air tersebut.
Ku Loei yang berdiri diatap rumah, sambil memandang
gulungan ombak diatas permukaan telaga tertawa seram
tiada hentinya :
"Haaah....
haaaah.......
haaaaah....sekalipun
kau
memiliki ilmu silat yang bagaimana lihaypun, jangan harap
bisa loloskan diri dari dasar telaga Lok Gwat Ouw dalam
keadaan hidup hidup".
Bayangan manusia berkelebat lewat, si kakek tua itupun.
munculkan diri dari balik bangunan air, katanya pula ::
"Kalau ia tidak mati karena kedinginan. tubuhnya tentu
akan hancur oleh tekanan air yang maha dahsyat didasar
telaga ini."
"Hoa loo, kau benar benar tidak malu disebut sebagai
Cukat Liang kedua, ternyata keparat Cilik ini telah
terjerumus ke dalam siasatmu yang lihay." puji Ku Loei
tiada hentinya.
Kakek tua itu tertawa hambar.
"Terhadap manusia yang berotak panjang seperti dia.
bila tidak kugunakan siasat yang palsu adalah sungguh dan
yang sungguh adalah palsu, mana mungkin ia terjerumus
kedalam jebakan yang telah kuatur?"
"Haaaah... haaaah... haaah... sekarang kita hanya tunggu
tenaga sinkang suhu berhasil mencapai pada puncaknya
maka seluruh kolong langit akan menjadi milik kita"

"Dewasa ini sembilan partai besar didataran Tionggoan


telah kehabisan jago jago lihaynya" ujar kakek tua itu
sambil mengelus jenggotnya, rencana kita yang sudah diatur
sejak dua puluh tahun berselangpun segera akan terlaksana,
waktu itu seluruh dunia persilatan yang ada dikolong langit
akan tunduk dibawah telapak laki perguruan Liauw sat
Boen kita......."
"Kesemuanya ini bisa berjalan lancar, tidak lain berkat
jasa Hoa Loo cianpwee yang tak terhingga besarnya."
Kakek tua itu mengulurkan lengannya menekan sebuah
tombol didekat pintu, maka jembatan kosong yang
tenggelam kedasar telaga tadipun perlahan lahan muncul
kembali keatas permukaan dan beserta dengan satu sama
lainnya.
Ia angkat kepalanya memandang rembulan
tergantung diwuwungan, ujarnya:

yang

"Dewasa ini kita harus berusaha untuk meaghadapi tiga


dewa dari luar lautan, agar mereka tidak sanggup tancapkan
kakinya kembali didaratan Tionggoan."
Ia menghela napas panjang gumamnya lebih jauh :
"Susah payahku selama enam puluh tahun akhirnya
mendatangkan hasil juga, Hoo Mong Chin kau akan
menyaksikan betapa lihaynya rencanaku!"
Ia membelai jenggot sendiri yang panjang, seakan akan
mengeluh bisiknya kembali :
"Seluruh enam puluh tahun bidup berdampingan dengan
awan mega diangkasa, hidupku terasa hampa dan kosong
Aai
.... dunia kangouw.... dunia kangouw...."

Perlahan dia putar badan dan berjalan masuk, dibawah


sorotan sinar rembulan tampak perawakannya yang tinggi
besar berjalan rada pincang, rupanya dia adalah seorang
manusia yang berkaki pincang sebelah.
Ku Loei menoleh keatas permukaan telaga yang telah
menjadi tenang kembali: sambil tertawa dingin jengeknya:
"Kali ini Partai Tiam cong benar2 telah lenyap dari
permukaan bumi."
Air telaga yang dingin dan membekukan tubuh
menyusup kadalam tulang, begitu Pek In Hoei tercebur
kedalam telaga Lok Gwat Ouw, sekujur badannya seketika
jadi kaku.
Berteguk teguk air telaga telah terlelan kedalam
perutnya, paru parunya mulai jadi sesak membuat
badannya menggigil keras, dalam keadaan yang kritis
terpaksa sianak muda itu tutup seluruh pernapasannya.
Dengan susah payah dan penuh penderitaan ia meronta,
sepasang tanganaya tanpa sadar mendayung kesana kemari,
dalam sekejap mata golakan air telaga disekeliling tak
ubahnya seolab olah berubah jadi selembar jaring yang kian
lama membelenggu tubuhnya semakin kencang.
Deburan ombak yang kuat laksana berpuluh puluh buah
martil besar menghantam badannya, untung ia kenakan
kutang mustika pelindung badan yang segera menolak
sebagian besar tekanan tersebut, kalau tidak mungkin
badannya sudah hancur lebur termakan daya tekanan air
yang maha berat dan maha dahsyat itu.
Ia meronta terus tiada hentinya, sambil menahan napas!
tangannya mendayung kesana kemari, sianak muda itu
bernafas untuk munculkan diri keatas permukaan telaga.

Nsmun deburan ombak yang kuat dan dahsyat tiada


hentinya menumbuk tubuhnya, membuat badannya bukan
timbul keatas sebaliknya makin lama semakin tenggelam
kedasar air.
Dadanva terasa sakitnya bukan kepalang beberapa kali
mulutnya hendak dipentungkan untuk muntahkan barang
barang yang ada dilambung namun kesadarannya belum
hilang, sekuat tenaga ia gertak gigi kencang kencang agar
air telaga yang dingin membekukan tubuh itu tidak sampai
masuk kedalam perutnya.
Mula2 kesadarannya masih bisa dipertahankan, namun
lama kelamaan ia mulai kabur dan saking dinginnya
seluruh badannya jadi mati rasa.
Keempat anggota badannya mulai berhenti mendayung,
ia biarkan tubuhnya terseret oleh aliran diatas telaga
menuju ke arah bawah.
Mendadak..
Sekujur badannya gemetar keras, sepasang tangannya
dengan penuh penderitaan memutar kesana kemari,
membuat pakaian diiuar kutang wasiatnya robek2 dan
terlepas semua.
Air darah mulai mengucur keluar dari ujung bibirnya,
didasar air telega yang berwarna biru air darah tadi kian
menyebar kemana mana.....
Ketika itulah badannya telah tenggelam didasar telaga
dan bergelinding kedalam batu batu cadas yang memenuhi
dasar telaga itu.
Sebuah batu cadas yang runcing bagaikan pedang
merobek kantong kulit dipinggangnya dan beberapa butir
mutiara segera tercerai-berai.

-oo0dw0ooJilid 12
DALAM SEKEJAP MATA AIR telaga yang biru
kegelap-gelapan jadi terang benderang, mutiara mutiara
yang jatuh diatas tanah tadi memberikan penerangan atas
daerah sekeliling tujuh depa disana.
Pek In Hoei masih belum sadar, mengikuti tonjolan batu
cadas tadi ia menggelinding kedalam selokan didasar telaga
tadi.
Akhirnya ia jatuh pingsan dan tak sadarkan diri... lama...
lama sekali tiba2 satu cahaya tajam membuat dia mendusin
kembali, darah yang mengucur keluar dari ujung bibirnya
semakin deras, dadanya naik turun dengan cepat dan sianak
muda itu kembali munstahkan darah segar.
Ingatan yang mulai kabur kian lama kian jsdi terang, ia
mulai teringat secara bagaimana dadanya dihantam Ku
Loei dengan ilmu pukulan golok perontok rembulannya
hingga menyebabkan dia terjerumus kedalam telaga.
Segera pikirnya didalam hati:
"Kenapa air telaga ini begitu dingin dan membekukan
tubuh? Walaupun begitu mengapa tidak sampai beku air air
disini? apa sebabnya demikian?"
Urat2 nadi syarafnya makin menyusut, rasa kaku
semakin menjadi dan tubuhnya gemetar semakin keras.
Hatinya jsdi terkejut. buru2 hawa murninya
dikumpulkan dipusar dan coba salurkan tenaga
lwaekangnya keseluruh tubuh, namun baru saja ia tarik
napas tiadanya

dadanya terasa sakit, begitu sakit hingga hampir saja ia


jatuh pingsan,
"Aaaai....!" akhirnya dia menghela napas. "Tak kusangka
ilmu pukulan golok perontok rembulan dari Ku Loei
mendatangkan kekuatan yang begitu dahsyat, bukan saja
kutang wasiatku bisa ditembusi isi perutku pun terluka
parah, ditambah lagi telaga yang mencekam, rupanya ajalku
telah akan tiba..."
matanya beralih kesamping, setelah memandang pusaran
air telaga dilingkaran luar, Pek In Hoei jadi paham, segera
pikirnya:
"Tidak aneh kalau aku meresa menderita luka dalam
yang sangat parah, rupenva hal itu disebabkan oleh karena
tumbukan gelombang air dalam TELAGA air. Kalau begitu
aku telah merusak keseimbangan takaran air telaga Leng
Gwat Ouw yang biasanya tak pernah disentuh oleh
siapapun jua, dengan terceburnya aku maka pusaran air
membuat aku harus merasakan tumbukan2 dahsyat
gelombang air ini..."
Kesadarannya kian jsdi tenang, pikirnya lebih jauh:
"Kenapa aku tak bisa mendapatkan pengertian mengenai
munculnya lingkaran cahaya berbentuk payung dalam air
telaga
ini..."
Sepasang tangannya meraba kesamping mencengkeram
beberapa butir mutiara yang bergelindingan dari tubuhnya,
muncul rasa sedih dalam hatinya Kembali dia berpikir:
Apa gunanya Thian Liong Taysu meninggalkan begitu
banyak mutiara berlian bagiku? Hmm. Pek Swie, Ciat
Seng.... Yu Bing. apa gunanya semua benda itu? sekalipun
dengan membawa mutiara Pek Swie Coo aku bisa naik

keatas permukaan telaga, api gunanya kalau aku tak kuai


menahas dinginnya air telaga yang sangat membekukan
badan ini, bagi orang yang hampir mati macam aku,
sekalipun ditimbuni dengan mustika yang bagaimanapun
banyaknya juga percuma, benda itu seakan akan barang tak
berharga didalam pandangannya".
Aaaaaa dia menghela nafas panjang.
Mendadak dari sisi tubuhnya muncul pula helaan nafas
yang amat pangjang.
Helaan napas itu seakan akan muncul dari neraka tingkat
sembilan, begitu sedih pedih dan menggugah perasaan
membuat siapapun yang mendengarkan jadi duka dan
mengucurkan airmata.
Walaupun begitu, bagi pendengaran Pek In Hoei suara
itu amat menakutkan hati ia jadi bergidik dan bulu pada
bangun berdiri. wajahnya yang telah pucat jadi berubah
semakin hijau, sinar matanya mencerminkan betapa kaget
dan terkejut dengan penuh seksama didengarnya lagi suara
tadi....
Suasana disekeliling tempat itu sunyi senyap tak
kedengaran sedikit suarapun. helaan napas yang penuh
kesedihan dan kegukaan tadi seakan akan lenyap tak
berbekas, tak kedengaran lagi
Ia gigit bibirnya keras2 lalu berpikir:
"mungkinkah urat syarafku sudah tidak normal? Kecuali
aku seorang mana mungkin ada manusia lain tinggal
didalam telaga ini dan mengehela napas."
Ia menertawakan diri sendiri. Gumamnya lebih jauh:
" Aku harus mati didasar telaga boleh dibilang
merupakan suatu peristiwa yang sukar ditemui sepanjang

masa, siapa yang menyangka aku Pek In Hoei tidak mati


karena terbakar, tidak mati karena keracunan, tidak mati
karena bacokan senjata sebaliknya harus mati kedinginan
didasar telaga yang begini membekukan badan!"
Pada saat itulah secara tiba2 kembali ia mendengar suara
benturan besi berkumandang datang. Air mukanya kontan
berubah hebat, ia pusatkan seluruh perhatiaannya untuk
mendengar.
Sedikitpun tidak salah suara itu memang suara
beradunya besi bahkan muncul tepat dibawah dasar telaga
dimana ia berada sekarang.
Hampir saja Pek In Hoei tidak percaya dengan telinga
sendiri, dengan gemetar tangannya meraba lumpur yang
basah didasar telaga memegang ganggang yang tumbuh
disisinya, sekarang ia baru percaya bila tubuhnya benar
benar berbaring didasar telaga.
"Didasar telaga ini apakah masih ada dasarnya lagi?"
Dengan hari kaget bercamput tercengang ia membatin:
"Tekanan didasar telaga begini besar dan berat tidak
mungkin dibawa dasar telaga masih ada dasarnya lagi....
tetapi bagaimana dengan suara beradunya rantai rantai besi
tadi?.... jelas suara itu muntul dari bawah dasar telaga...."
Saking tegang dan tercenganggnya ia sampai lupa
dengan rasa dingin yang merasuk ketulang sumsumnya,
seluruh perharian tenaga serta kemampuannya dipusatkan
jadi satu untuk mendengarkan suara beradunya rantai besi
itu.
Namun sekalipun ia sudah pertajam pendengarannya
dan pusatkan semua perhatiaanya,suara tadi tak
kedengaran lagi suasana kembali pulih dalam kesunyian...

Suasana didasar telaga hening bagaikan semuanya telah


mati. tak ada gema tak ada suara yang nampak hanya air
yang berwarna hijau serta bening bagaikan kaca, indah dan
menawan hati.
Pemandangan Aneh yang terbentang didepan matanya
saat ini membuat dia seolah olah berada disebuah gua.
"Didalam gua.... didalam gua...." Ucapan ini diulangi
sampai beberapa kali, dalam benakpun segera terlintas
gambaran sebuah gua yang penuh dengan tiang batu cadas.
Mayat bergelimpangan memenuhi permukaan gua itu,
setiap mayat telah berwarna hitam pekat.....
Dalam sekejap mata muncul delapan sosok mayat
didepan matanya, raut wajah mayat mayat itu
menampilkan rasa sedih dan menderita yang tak terhingga
terutama seorang lelaki berusia pertengahan . tangan
kanannya menggapai gapai ketengah udara seperti mau
mengambil sesuatu namun tak sesuatu apapun berhasil ia
ambil.
"Pedang penghancur sang surya." serunya kemudian
dengan nada terkejut. "Kiranya Sucouw Hendak mengambil
pedang mustika Su Jiet Kiam bukankah ia sudah
keracunan, apa gunanya ia ambil pedang pusaka tersebut?"
Dalam Benaknya dipenuhi dengan pelbagai persoalan
yang memusingkan kepalanya, masalah ini sudah
dipikirkannya selama setahun sejak ia masih berada
didalam gua diatas gunung hoasan tempo dulu, namun
hingga kini belum ada jawaban yang berhasil dipecahkan.
Mengapa mereka keracunan bersama sama? kenapa
mereka serentak melarikan diri kedalam gua? kenapa
mereka tinggalkan dahulu kepandaian silat andalannya
sebelum mati? mereka adalah ketua dari partai partai besar,

bagaimana mungkin keracunan berbareng? Siapakah yang


telah meracuni meereka?".
Serentetan pertanyaan berkelebat memenuhi benaknya,
namun kendati sudah dipikir bolak balik belum berhasil
juga dipecahkan.
sekujur badannya sudah mulai membeku, perasaannya
telah mati dan anggota badannya tak sanggup bergerak lagi.
satu satunya yang masih segar hanyalah ingatannya. disaat
saat menjelang kematiannya ia tetap tenang dan tidak
gugup.
"Oooh, sungguh dingin sekali." jeritnya didalam
hati,Aku tak boleh mati....... Aku tak boleh mati dulu
banyak persoalan yang harus aku kerjakan, ilmu pedang
penghancur sang surya tak boleh lenyap dari mukan bumi."
Mendadak..... ia tersentak kaget. otaknya tiba tiba
teringat akan sesuatu..... maka semua perhatiannya segera
dipusatkan keatas pedang Si Jiet Kiam tersebut.
Ia masih ingat, ketika pedang mustika itu diambilnya
tempo dulu secara tidak sengaja tangannya telah
menyentuh mutiara diujung gagang pedang, dalam
pandangannya ketika itu ia seolah olah menemukan tiga
lukisan manusiadan dua baris tulisan.
Setiap kali matanya dipejamkan, dua barisan tulisan tadi
segera tertera dengan jelas didepan mata, tanpa sadar
gumamnya:
"Liat Yng Sin kang, kepandaian maha sakti dari kolong
langit."
Diulangnya kata2 tersebut sampai beberapa kaii, sekian
harapan untuk hidup muncul dalam batinya, segera ia
mengengos napas dan dengan susah payah digerakkannya

tangan yang telah kaku itu untuk mencabut mutiara diujung


gagang pedangnya,
Sekilas cahaya merah merah memancar keempat
penjuru. tatkala tangan kanannya berhasil mencekat
mutiara tadi, tiba2 terasalah adanya suatu aliran hawa
panas memancar keluar dari benda tadi, menembus urat
uratnya yang kaku dan mengalir ke seluruh tubuhnya,
seketika lima jarinya yang kaku dapat digerakan kembali.
Dengan penuh rasa gembira ia cekal pedang mestika itu
kencang kencang, Kliiik....! diiringi suara nyaring. mutiara
pada ujung gagang pedang segera tenggelam kebawah,
tatkala benda tadi ditekan dengan jari tangannya,
muncullah tiga buah gambar manusia yang sangat kecil
sekali,
Disisi lukisan manusia tadi, tertera beberapa patah kata
yang berbunyi :
"Liat-Yang Sin Kang, Kepandaian Maha Sakti dari
Kolong langit".
Ia tarik napas panjang2. hati yang berdebar berusaha
ditenangkan kembali, semua perhatiannya dipusatkan
keatas dua baris kalimat tadi dimana ia dapat membaca
beberapa baris kata yang berbunyi demikian:
"Bencana besar melanda negeri Tayii, ketika Kaisar Aje
duduk dalam pemerintahan kaisar keluarge kita Toan Seng
mati ditangan penghianat, putra mahkota Toan To segera
melarikan diri jauh di negeri Thian Tok, disitu dengan
Susah payah ia berhasil melatih suatu kepandaian sim hoat
aliran Thian Tok paling atas yang bernama Thay Yang Sin
kang dalam tujuh tahun kemudian ia berhasil menguasai
kepandaian tadi, membasmi kaum penghianat dan pulihkan
kembali kejayaan kita.

Kepandaian silat ini kemudian turun temurun hingga


kini, ketika Cing Coe Cu dari partai Tiam cong dengan
membawa pedang Si Jiet Sin Kiamnya datang berkunjung,
dengan sembilan jurus ilmu pedangnya ia mendapatkan
ilmu tadi diubahnya menjadi Liat Yang Sin-kang".
Membaca sampai disini dangan hati kaget bercampur
tercengang Pek In Hoei segera berpikir:
"Cing Cioe-cu adalah couwsu pendiri partai Tiam-cong
kami, entah secara begaimana ia bisa mendapatkan ijin dari
kaisar keluarga Toan dari negeri Tayli untuk mengukir
kepandaian maha sakti dari negeri Thian-Tok itu diatas
gagang pedangnya, apakah hanya sembilan jurua Si-Jiet
Kiam hoat saja yang bisa ditukar dengan tiga macam
kepandaian bersemedi ini?".
Hatinya segera dibikin kaget dan tercengang oleh
penemuan yang tak terduga ini, rasa dingin jang menusuk
ketulang sama sekali tak dirasakan lagi.
Maka dibacanya tulisan itu lebih lanjut.
"Ilmu Sakti Liat Yang Sin kang atau Surya kencana serta
ilmu pedang penghancur sang surya sama sama
mengutamakan Hawa yang2 panas dan keras, cara
berlatihnya hampir sama dan peredaran hawa nyaris sama,
tatkala Kaisar angkatan kesebelas dari kerajaan kami
menemukan kejadian ini maka bersama sama Cing Cioe Cu
dilakukan penyelidikan selama belasan hari lamanya dalam
istana negeri Tayli, akhirnya tarciptalah satu kepandaian
gabungan yang maha sakti antara kedua macam ilmu
tersebut.",
Dibawahnya terukir beberapa kata lagi:
"Tulisan ini dibuat oleh ahli ukir nomor: WAHID
dikolong langit Toan Leng kaisar kesebelas negeri Tayli".

Selesai membaca tulisan tersebut, sianak muda she Pek


ini kembali berpikir didalam hatinya:
"Aaaai..... sungguh tak nyana seorang kaisar dari sebuah
negeri kecilpun tak bisa melepaskan diri dari keinginannya
untuk memiliki sebuah nama kosong.... walau begitu,
ditinjau dari ukirannya yang lembut dan halus, dia memang
tidak malu disebut ahli ukir nomor wahid dikolong langit."
Dengan pusatkan seluruh perhatian ia segera awasi
ketiga buah lukisan manusia itu dengan seksama, tampak
diatas gambaran tadi terukir jelas garis garis serta
kerutan kerutan lembut yang menandakan bagaimana
cara mengerahkan tenaga, menghimpun tenaga serta
melancarkan serangan.
Berada didasar telaga yang dingin, ingatannya jau lebih
jernih daripada ada didaratan, hanya dipandang beberapa
Kali ketiga buah lukisan tersebut telah hapal diluar kepala.
Begitulah sambil memeluk pedangnya ia duduk kaku
disitu, dalam benaknya terbayang terus ketiga buah lukisan
tadi, dengan mengikuti garis garis dalam lukisan tersebut
dicobanya untuk melatih kepandaian tadi, namun dengan
cepat ia temukan betapa dalam dan tukarnya untuk
mempelajari ilmu Liat Yang Sin kang tembus semakin
kedalam semakin sulit dipahami hingga pada akhirnya ia
tidak mengerti sama sekali.
Matanya segara dipejamkan rapat rapat, pikirnya:
"Waaaah.... sulit benar untuk mempelajari kepandaian
ini, jikalau dalam sekali tarikan hawa murni aku harus
menerjang tiga buah jalan darah sekaligus dan harus pula
segera kumpulkan kembali hawa murninya dipasar..... lama
kelamaan urat nadiku bisa pecah dan mati konyol...."

Tetapi pada saat itulah seluruh urat nadi dalam tubuhnya


telah membeku, satu satunya yang masih tersisa hanyalah
sedikit hawa murni yang berkumpul di Tan Thian atau
pusar,
Ia tertawa getir, dalam hati pemuda ini mengerti bila
dalam setengah jam kemudian tak ada bantuan maka hawa
murninya itu akan buyar dan jiwanya akan melayang.
Menghadapi bayangan maut yang setiap saat
mengancam keselamatannya, ia peluk pedang Si Jiet Sinkiamnya erat2. mutiara psda gagang senjata ditekan diatas
lambungnya agar daerah sekitar puear terasa hangat dan
nyaman.
Sambil membelai pedang mustikanya Ia menghela napas
panjang, pikirnya didalam hati.
"Beginilah manusia yang hidup dikolong langit, terhadap
benda yang ada dikolong langit terlalu sayang dan terlalu
banyak meninggalkan kenangan, walaupun begitu apa
gunanya kalau benda tadi dipegangnya kencang2.
Ia tertawa sedih, pikirnya lebih jauh :
"Berhadapan dengan tantangan maut siapa yang bisa
melampaui nasib yang telah ditetapkan dan menangkan
suatu kematian? siapa pula yang bisa membawa
kehidupannya menuju kealam baka."
Memandang aliran didasar telaga yang perlahan2
bergerak, hatinya bergetar keras.
"Manutia dikolong langit ada siapa yang bisa
menyerupai diriku, sambil memeluk benda mustika
menikmati pemandangan aneh didasar telaga, bahkan aku
berhasil mendapatkan pula pelajaren sakti, pedang
mustika... kenapa aku harus tunduk begitu saja dengan
kematian? sekalipun nasibku memang ditakdirkan

demikian, kenapa aku harus melepaskan setiap kesempatan


untuk hidup yang kumiliki?"
Dengan cepat ia mengambil keputusan daiam hati
kecilnya.
"Bagaimanapun juga, sebelum ajalku tiba, aku harus
menguasai lebih dahulu ketiga macam lukisan tersebut.
perduli Thay Yang Sam Si dapat digunakan untuk mengusir
hawa dingin atau tidak, akan kucoba terus hingga detik
yang terakhir, aku tidak mau membuang setiap kesempatan
untuk hidup yang kumiliki."
Maka ia segera pejamkan matanya dan mulai berlatih
sesuai dengan petunjuk lukisan pertama.
Suasasa hening... sunyi... lama dan lama sekali. akhirnya
Pek la Hoei buka matanya, sekilas rasa kecewa.... putus
asa... terlintas diatas wajahnya.
Ia mendongak memandang air telaga yang hijau, dengan
rasa sedih gumamnya:
"Aaaai..... hari sudah terang tanah, kesempatan beberapa
jam telah kubuang dengan percuma."
Haruslah dikelabui sim-hoat dari lukisan itu sama sekali
berbeda dengan cara orang Tionggoan mempelajari simhoat tenaga dalamnya, apalagi dengan aliran Tiam-cong
yang dipelajarinya, oleh sebab itu walaupun Pek In Hoei
telah berlatih satu jam lamanya, ia belum berhasil juga
mengerahkan hawa murninya mengikuti petunjuk yang
aneh dan kukoay dari ajaran itu.
Dengan mulut membungkam ia tatap air telaga yang
hijau, pikirnya :
Sungguh tak kunyana dasar telaga begini tenang, begini
indah dan menarik bagaikan dalam alam impian..."

Tiba tiba ia teringat kembali akan satu masalah, dengan


hati sangsi pikirnya lebih jauh:
"Eeei.... kenapa di dasar telega tidak nampak seekor
ikanpan yang berenang kian kemari?"
Namun dengen ccpai ia berhasil mendapatkan
jawabannya, segerompok ikan kecil berwarna putih
berenang lewat didepannya.
Ikan ikan kecil itu mempunyai sisik berwarna putih
keperak perakan, kepalanya lancip dan badannya sempit
lagi panjang, ekornya halus lagi lembut seakan2 gemas tapi
yang bergerak dalam air.
Dengan bati kaget sianak muda itu membatin:
"Sungguh tak nyana didalam telaga yang dingin
bagaikan salju dan penuh dengan tekanan air yang kuat bisa
terdapat jenis ikan yang begitu aneh. ikan2 itu sempit dan
panjang bagaikan tali namun ia bisa bergerak kian kemari
tanpa mati terkena tekanan air yang berat, sungguh
merupakan suatu keajaiban... seandainya mereka tidak
memiliki badan yang sempit den panjang serta bisa
mengimbangi godakan ombak yang berat.
Tiba tiba satu ingatan terlintas dalam benaknya, sekujur
tubuhnya segera gemetar keras.
"Aaah, kenapa aku luapa.... bukankah dia bergerak ikuti
aliran ombak tersebut?"
Setelah menyadari bahwa ia berbasil memecahkan kunci
penting untuk mempelajari ilmu Tay Yang
dengan
hati penuh
kegirangan bisiknya didalam hati:
"Asal kulupakan semua pelajaran Sim-Hoat yang pernah
kupelajari. bukankah otakku akan bersih bagaikan selembar

kertas putih? mau diberi Warna apapun bisa tertera dengan


gampang...
Maka Pek In Hoei segera buang semua pikirannya dari
dalam benak dan pusatkan segenap semangt serta
kemampuannya untuk mempelajari ilmu Tay Yang Sam
Sih.
Entah berapa saat sudah lewat, wajahnya yang pucat
makin lama berubah semakin merah, asap putih yang tipis
perlahan2 menyebar dari batok kepalanya.
Sepasang kakinya yang kaku kini bisa digerakkan
kembali, maka dari berbaring pemuda itupun bisa duduk
bersila.
Kabut putih kian lama berkumpul kiam memebal,
seluruh badannya hampir boleh dibilang terbungkus rapat,
Mendadak.....
Ia mendengus rendah, sepasang lengannya menyapu
kesamping, kabut putih disekeliling tubuhnya berubah jadi
butiran air dan menyebar kemana mana.
Hawa murni yang berada dalam tubuhnya dari jalan
darah Wie Liu segera menerjang jalan darah Ming boen, Gi
Kiong dan langsung mendesak masuk kedalam Ihian To
Hiat.
Mendadak... mulutnya bergetar keras, bagaikan ledakan
guntur menggoncangkan air dalam telaga,
Segumpal hawa panas muncul dari Tan Thian laksana
kilat menyebar keseluruh badan dan mengisi setiap jalan
darahnya.
Wajah Pek In Hoei berubah jadi merah membara,
keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar dari
jidatnya, begitu panas hawa murni yang mengalir dalam

tubuhnya membuat tulang terasa dipanggang di bawah api


yang berkobar kobar
Suatu tekanan hawa dalam tubuhnya membuat kulit
serta dagingnya seperti merekah dan hangus. dengan penuh
kesakitan ia meraung keras kemudian loacat bangun.
Sepasang telapaknya diayun kemuka, tangan yang putih
halus dalam sekejap mata berubah jadi marah membara,
serentetan cahaya merah menyambar lewat air telaga
menggulung dahsyat dan menggetar bagaikan dilanda
gempa bumi.
Bumi bergoyang air te!aga mengguncang dahsyat,
seakan2 bumi akan kiamat.... permukaan tanah dimana
terkena hantaman tersebut seketika berubah jadi hitam
hangus.
Dengan pandangan tertegun Pek In Hoei memandang
ombak telaga yang menggulung daksyat dialas kepalanya, ia
tak mengerti genangan tersebut diakibatkan karena pukulan
"Yang Kong Bu Cau" atau cahaya Sang Surya Bersinar
terang atau bukan.
Ia tidak percaya bila dalam waktu yang amat singkat
bukan saja ia berhasil mempelajari tiga jurus ilmu Sang
Surya bersinar dari Liat Yang Sin kang bahkan dapat pula
mengusir hawa dingin yang telah membekukan tubuhnya,
dari rasa takut menghadapi maut ia jadi kegirangan
setengah mati.
Untuk sesaat ia berdiri tertegun ditempat itu, ia lupa
kalau tubuhnya masih berada didasar telaga Lok Gwat
Leng
"Aaaai...!" mendadak suara helaan napas yang amat
sedih berkumandang datang dari sisinya.
Pek In Hoei terperanjat, dengan cepat ia berpikir:

"Aku tidak pernah menghela napas panjang darimana


datangnya helaan napas yang begitu berat dan penuh
kepedihan Itu?".
Pedang Si Jiet Sin Kiam dicekalnya kencang-kencang,
dengan wajah penuh rasa terkejut ia memandang keatas
tanah, dimana ia jumpai tanah lumpur yang basah telah
berubah jadi hitam. bahkan batupun hangus seakan akan
baru saja terjadi kebakaran. Ia tidak akan menyangka kalau
ilmu Liat
Sin kang yang mengutamakan hawa Yang kang berhasil
ia pelajari dengan begitu cepat kerena saat itu badannya
berada di dasar telaga Lok Gwat Ouw yang dinginnya luar
biasa.
Disaat ia masih terkejut dan diliputi rasa heran itulah,
suara helaan napas panjang yang berat dan sedih tadi
berkumandang kembali diikuti suara beradunya rantai besi
dari dasar tanah.
Dalam keadaan yang segar, sekarang ia berani
memastikan bila helaan napas serta suara beradunya rantai
besi itu benar benar muncul dari dasar tanah.
Dibalik kesemuanya ini tentu ada hal yang tidak beres,
kalau tidak mengapa tiang batu itu bisa berdiri tegak didasar
telaga bagaikan sebilah pedang?".
Ditelitinya keadaan sekeliling tempat itu dengan
seksama, didasar telaga kecuali ganggang serta batu cadas
tidak tampak ada tiang batu setinggi tujuh depa macam itu
lagi.
Maka segera bentaknya keras keras :
"Siapa yang menghela napas dibawah?"

Serentetan suara beradunya rantai besi berkumandang


nyaring diikuti seruan kaget seseorang dengan nada yang
serak dan berat.
Sekarang Pek In Hoei semakin yakin kalau tiang batu itu
jauh menembusi dasar telaga, dan didasar telaga tentu ada
guanya.
Sambil mencekal pedangnya kencang kencang ia
salurkan hawa murninya keujung senjata, setelah itu ia
gurat satu tiang batu besar tadi.
Cahaya pedang berkilat, tiang batu tadi sebatas tanah
terpapas putus jadi dua bagian dan terlihatlah dasar
daripada tiang tadi.
Suara beradunya rantai kedengaran semakin nyata,
seakan akan suara itu muncul didepan mata. Serentetan
suara manusia yang serak dan berat dengan penuh rasa
kaget berseru ;
"Siapa yang tenggelam didasar telaga Lok Gwat Ouw?
jangan sekali kali kau patahkan tiang batu itu."
"Siapa kau ?" seru Pek In Hoei temaViu kaget. "Kenapa
kau berada didasar telaga?".
Orang yang ada didasar tanah itu rupanya tidak
menyangka kalau ucapan, lawan bisa terdengar begitu jelas,
ia merandek sejenak kemudian menjawab:
"Apakah air dalam telaga sudah kering cepat beritahu
kepadaku apakah air telaga telah mengering?".
"Apakah didasar situ tidak ada tanah kering ? Hey, apa
yang sedang kau kerjakan disitu ?".
"kalau air telaga belum mengering, siapa yang dapat
berdiri didasar telaga?" kembali orang itu berteriak teriak.

Pak In Hoei tidak menggubris ucapannya lagi, ia maju


satu langkah kedepan, kakinya menginjak tanah keras keras
kemudian dengan sekuat tenaga ditendangnya keatas tiang
tersebut.
"Kraaaak......!" sungguh hebat tenaga himpunan yang
disalurkan pemuda she Pek pada kakinya, diiringi suara
yang amat nyaring tiang batu itu patah jadi dua bagian
lumpur disekitar situ jadi gugur dan muncullah sebuah
lubang besar.
Pek In Hoei tidak ambil pusing siapakah penghuni gua
itu, sambil mencekal pedang pusakanya ia loncat masuk
kedalam gua tadi.
Mulai mulai air masih memenuhi gua tadi. namun
semakin bergerak kedepan permukaan tanah kian lama kian
meninggi hingga akhirnya muncullah sianak muda to dari
permukaan air.
Dihadapannya sekarang terbentang satu lorong yang
amat panjang, suasana diliputi gelap gulita, batu cadas
berserakan dimana mana . setelah berputar satu lingkaran
tibalah dia disebuah ruangan, disana terdapat seorang
manusia aneh berambut panjang sedang memandang
kearahnya dengan pandangan terperanjat.
Pek In Hoei sendiripun terkejut ketika berjumpa dengan
orang itu, pedangnya segera dilintangkan didepan dada siap
menghadapi segala kemungkinan ynng tidak diharapkan,
Manusia aneh itu mengenakan baju warna hitam yang
telah koyak koyak tidak karuan, sepasang tangan serta
kakinya diborgol deogan rantai besi, sementara ujung
rantainya terikat pada sebuah tiang batu yang sangat kuat,
sehingga mengingatkan anjing kita yang sedang dirantai
didepan rumah,

Pek in Hoei tarik napas daiam dalam, ia merasa hawa


dalam gua itu sangat apek dau lembab, membuat dada jadi
sesak dan perut jadi mual.
"Siapa kau ?" setelah hening sejenak, ia menegur dengan
sepasang alis berkerut, "Kenapa kau dikurung dalam gua
didasar telaga ini ? siapa yang mengurung dirimu ?"
Sepasang mata manusia aneh itu menatap wajah Pek In
Hoei tajam tajam, wajahnya masih menampilkan rasa kaget
dan tercengang yang tebal, setelah membungkam beberapa
saat lamanya ia mulai jadi tenang, bibirnya bergetar keras
dan meluncurlah beberapa kata:
:Siapakah kau?"
Bersama dengan selesainya ucapan tadi, darah segar
muncrat keluar dari mulutnya.
Pek in Hoei kerutkan alisnya, dengan pandangan minta
maaf dia melirik sekejap rantai besi yang mambelenggu
tubuh orang itu, sedang dalam hati pikirnya:
"Entah orang ini telah melanggar dosa apa, ternyata
badannya dirantai dengan rantai besi sebesar itu dan
dikurung dalam gua batu selembab ini, tentu disebabkan
aku
mematahkan
tiang
batu
tersebut
barusan
mengakibatkan dia tarluka."
Maka dengan suara lirih segera ujarnya:
"Maaf... aku benar benar tidak tahu kalau kau terikat
diatas tiang batu itu...?"
Manusia aneh itu tidak menggubris ucapan Pek In Hoei,
sepasang matanya menatap pedang penghancur sang surya
tak berkedip, diantara sinar matanya jelas memancarkan
suatu keinginan yang membara.

Pek in Hoei bukanlah manusia goblok begitu melihat


keadaan lawan ia lantas dapat menebak keinginan orang itu
yang mengharapkan dirinya bisa mematahkan rantai besi
tadi dengan pedangnya.
Sskilas cahaya merah berkelebat lewat, Traug.... diiringi
letupan bunga api, ramai besi yaug kasar dan kuat tadi
segera kutung jadi dua bagian dan rontok keatas tanah.
Melihat rantainya telah putus napas manusia aneh itu
memburu keras, dari tenggorokannya perdengarkan suara
raungan lirih yang serak dan berat, sepasang lengannya
diayun kesana kemari bagaikan orang gila.
"Hoa Pek Tuo... Hoa Pek Tuo..." serunya sambil tertawa
kalap... Kau tak akan berhasil membelenggu diriku lagi!"
"Siapa kau?" kembali Pek In Hoei menegur. "Mengapa
Hoa Pek Too mengurung dirimu dalam gua batu ini?".
Manusia aneh itu tidak mengubris ucapan sianak muda
she Pek ini, bagaikan setengah gila ia lari menuju kearah
lorong.
Sekali lagi Pak In Hoei berteriak memanggil. orang itu
merandek dengan hati sangsi, namun akhirnya dengan
terhoyong hoyoag dia lari balik kehadapannya.
Dengan sekujur badan gemetar keras, ia tatap wajah Pek
In Hoei tajam tajam, bibirnya gemetar serunya:
"Orang muda terima kasih atas bantuanmu?"
Kembali dari mulutnya muntahkan darah segar,
sepasang tangannya menekan dada kencang kencang,
setelah menjerit badannya roboh kembali keatas tanah.
Menyaksikan keadaan orang itu Pek In Hoei berseru
tertahan, buru buru dia masukkan pedangnya kedalam

sarung, lalu berjongkok dan memasang bangun manusia


aneh tadi seraya bertanya :
"Kenapa kau ?"
Manusia aneh itu tertawa sedih.
"Selama dua puluh tahun aku terkurung didalam gua
yang gelap, lembab dan apek seperti ini, tiada harapan lagi
bagiku untuk berlari keluar, dengan badan yang diborgol
dengan rantai besi! ini paling jauh hanya satu tombak aku
bisa mancangkan, setiap hari aku hanya mengharap
harapkan kedatangan orang yang mengirim nasi begitu."
"Selama ini kau terkurung disini. apakah sama sekali tak
ada kesempatan bagimu untuk meloloskan diri...?"
Napas orang aneh itu sedikit memburu, dengan suara
gemetar jawabnya.
"Semua urat serta otot2 kaki dan tanganku telah
dipotong, tiga lembar urat nadiku sudah disayat2 lagi pula
dibelenggu diatas tiang batu yang begitu kuat, seandainya
kupatahkan tiang batu itu dengan kekuatanku sendiri, maka
kemungkinan besar dinding gua ini bakal bobol dan air
telaga akan menenggelamkan diriku, apa gunanya aku
berbuat hal yang tidak menguntungkan?"
Sekujur badannya gemetar keras, gumamnya seorang diri
:
"Hoa Pek Tuo, kau benar2 berhati keji. kau benar2 tidak
memberi kesempatan hidup bagi diriku..."
Mendadak ia cengkeram lengan kanan Pek In Hoei,
kemudian dengan suara serak sambungnya.
"Aku hendak minta pertolonganmu untuk mambunuh
seseorang, untuk bantuanmu itu aku pasti akan memberi
balas jasa kepadamu."

Ucapan ini membuat Pek In Hoei jadi kebingungan, ia


tidak menyangka kalau manusia aneh tersebut bisa
mengucapkan kata kata seperti itu, setelah sangsi sebentar
katanya:
"Aku..... kepandaianku sudah terlalu banyak."
"Aku mohon kepadamu." jerit orang aneh tadi dengan
menahan penderitaan.
Dari sinar matanya yang memancarkan permohonan
serta biji matanya yang mula2 pudar seakan akan manusia
yang hampir mendekati ajalnya, timbul rasa kasiban dalam
hati pemuda kita, terpaksa ia mengangguk.
"Baiklah, kukabulkan permintaanmu."
"Aku minta kau mewakili diriku untuk membuilah Hoa
Pek Tuo..."
"Hoa Pek Tuo?" bayangan kakek tua yang sedang duduk
bersila didepan bangunan air segera terbayang didepan
matanya. "Kenapa aku harus membinasakan dirinya?"
"Membasmi bibit bencana bagi dunia persilatan, dan
memberi kehidupan bagi para jago kang ouw".
"Apa maksud ucapan itu?".
Orang aneh itu membuka mulutnya lebar lebar namun
tak sepatah ketapun yang meluncur keluar, keringat dingin
mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya;
Pek In Hoei terperanjat, ia tarik napas panjang panjang,
telapak kirinya segera ditempelkan keatas lambung orang
itu dan salurkan hawa murninya melalui Tan Thian.
Mendapat bantuan tenaga dari luar, sekujur badan
manusia aneh itu gemetar keras, semangatnya segera
bangkit lagi, dan katanya:

"Karena dia sudah bersongkel dengan Cia Ku Sia Mo si


iblis sakti berkaki telanjang dari seng Sut Hay, Kioe Boen
Teh Sin Wu si Dukan sakti berwajah seram dari Lam Ciang
serta Ay Sian Pouw sat si malaikat suci berbadan cebol dari
negeri Thian Tok untuk bersama2 merampas daratan
Tionggoan dari tangan orang orang Bulim kemudian
membagi baginya menjadi daerah kekuasaan mareka."
Belum pernah Pek In Hoei mendengar beberapa nama
orang sakti itu, ia melengak dan segera bertanya :
"Bagaimana kalau orarg orang itu dibandingkan dengan tiga
dewa dari luar lautan ? apakah....."
"Tiga dewa dari luar lautan?" sekilas rasa girang
berkelebat diatas wajah manusia sneh itu. "Apakah kau
adalah anak murid dari tiga orang dewa sakti itu?"
Dengan hati tercergang Pek In Hoei menggeleng.
"Bukan. aku adalah anak murid partai Tiam cong".
Air muka manusia aneh itu segera berubah bebat, darah
panas bergolak dalam dadanya dan kembali ia
memuntahkan darah segar.
Melihat keadaan orang Itu kian lama makin bertambah
parah:, muramlah wajah pemuda kita, dengan cepat ia
tempelkan telapak kanannya keatas jalan darah "Ming Boen
Hiat" dipinggang orang itu, hawa murninya segera
disalurkan keluar dan beru aba mengendalikan golakan
bawa darab dalam dadanya.
Nsmun sayang tiga urat urat Im Mehnya telah disayat
orang sampai putus, setelah mengalami golakan batin yang
amat besar hawa darah yeng bergolak sukar untuk
dikendalikan lagi, hawa murni yang disalurkan dari luar
segera tercerai berai begitu tiba didada, jelas jiwanya sudah
tiada harapan untuk diselamatkan lagi.

Sepasang alis Pek In Hoei segera berkerut kencang, lima


jarinya bekerja cepat, dalam sekejap mata dua belas buah
jalan darah penting ditubuh manusia aneh itu telah ditotok,
dengan susah payah dia berusaha untuk mengumpulkan
hawa murni yang telah buyar itu.
Sayang usahanya sia sia belaka, kendati segala
kemampuan serta tenaganya telah dukerahkan, namun
hawa murni yang telah jadi lemah dan tinggal satu satunya
itu sukar dikumpulkan.
Ia seka keringat yang membasahi wajahnya. tarik napas
panjang panjang dan dengan wajah sedih menundukkan
kepalanya.
Hawa murni yang disalurkan kedalam tubuhnya pun
sedikit demi sedikit ditarik kembali, dalam keadaan seperti
ini percuma berusaha melindungi detak jantungnya belaka
agar jangan sampai putus.
"Apakah partai Tiam Cong dalam keadaan baik baik?"
tanya orang aneh itu dengan suara serak.
Pek In Hoei tertawa sedih.
"Apakah cianpwee kenal dengan anak murid partai Tiam
cong?"
"Aaah..... kejadian masa lampau telah berlalu bagaikan
asap yang buyar diudara, lebih baik tak usah diungkap
kembali".
Ia tarik napas panjang panjang setelah meronta ujarnya
lagi:
"Waktu yang ksmiliki sudah tidak banyak lagi, sekarang
juga akan kuberitahu kau semuanya kepadamu."
Napasnya memburu,
sambungnya lebih jauhL

dengan

tersengal

sengal

ia

"Kepandaian yang paling kuandalkan adalah ilmu


menyaru diri, sering kali aku muncul didalam dunia
persilatan dengan Pelbagai macam corak serta kedudukan,
oleh karena itu orang orang sebut diriku sebagai Cian Hoan
Lang Koen atau silelaki ganteng berwajah seribu.
Disebabkan oleh kehebatanku inilah aku bisa muncul dan
berada dalam kalangan yang berbeda, mengikuti rapat serta
persidangan orang lain yang sedang merencanakan siasat
busuk untuk mencelakai orang."
Sekilas warna merah menghiasi wajahnya yaag kusut,
setelah mengatur napasnya sejenak ia melanjutkan :
"Dua puluh tahun berselang, ketika aku berada dipuncak
Mong-Yong Hong digunung Hoa-san dengan tanpa sengaja
telah berjumpa dengan Cia Ku Sin Mo si iblis sakti berkaki
telanjang dari laut Seng Sut-Pay bersama istrinya Pek Giok
Jien Mo iblis khiem kumala hijau. Waktu itu dia sedang
berlatih main khiem diatas gunung, setiap pagi burung
burung yang ada disekitar sana esma sama beterbangan
kepuncak sana untuk mendengarkan irama khiemnya yang
merdu dan menawan hati.
"Benarkah dikolong langit terdapat kepandaian main
khiem yang begitu tinggi dan lihay ?" pikir Pek in Hoei
dengan alis berkerut. "Entah bagaimanakah permainan
khiemnya kalau dibandingkan dengan dewi Khiem
bertangan sembilan Kim Ie Eng? siapa yang lebih unggul
diantara mereka?"
Ia tidak tahu kalau iblis Khiem kumala adalah guru dari
Kim
In Eng. hanya saja sang garu suka menggunakan
kepandaian permainan khiemnya untuk orang, sedang sang
murid

mencampur adukkan perasaan cintanya kedalam irama


khiemnya antara kedua orang itu memperoleh julukan yang
bertentangan satu sama lain yaitu si iblis khiem serta si dewi
khiem,
Terdengar Cian Hoa Long koen melanjutkan kembali
kata2nya:
"pada waktu itu aku merasa heran dan tercengang, sebab
irama kbiem yang bisa menjinakan kawanan burung sudah
pasti bukan irama khiem biasa yang bisa dilatih oleh
manusia biasa apalagi didaratan Tionggoan belum pernah
ada orang yang berhasil mencapai tinggka begitu tinggi,
maka dari itu aku lantas teringat akan diri si iblis Khiem
kumala hijau dari laut Seng Sut Hay."
"Waktu itu belum sampai seperminum teh lamanya
irama khiem itu berkumandang diankasa, beribu ribu ekor
burung telah memenuhi angkasa membuat udara jadi gelap
dan semua pepohonan dipenuhi oleh burung burung tadi..."
"Begitulah makin mendengar aku semakin terpengaruh
akibatnya seluruh kesadaranku terpengaruh oleh irama
khiem tadi hampir saja aku tak sanggup menguasai diri dari
bergerak menuju kehadapannya, bila mana waktu itu aku
sampai munculkan diri niscaya dia akan bunuh diriku
sampai mati." Pek In Hoei terbelalak, ia bungkam dalam
seribu bahasa sementara otaknya membayangkan betapa
ngerinya kalau seluruh puncak sebuah bukit dipenuhi
dengan beribu ribu ekor burung.
Cian Hogn long Koen pejamkan matanya sejenak dan
meneruskan.
"Untung disaat yang paling kritis itulah dari tengah
udara berkumandang suara suitan panjang yang amat
nyaring dimana irama khiem saling lembut dan merdu tadi
seketika terdesak, akupun segera sadar kembali dari

lamurnya yang hampir menghampiri diriku kelembah


kehancuran."
"Suara suitan itu nyaring laksana guntur membelah bumi
disiang hari bolong, suaranya bergema diseluruh penjuru
menggetarkan semua bukit dan mengagetkan burung
burung yang telah memenuhi bukit dan suasana segera jadi
kacau, suara burung yang telah memenuhi bukit tadi
bergema memusnahkan kesunyian.
"Melihat kegembiraannya diganggu orang dengan wajah
penuh kegusaran si iblis khiem kumala hijau angkat
kepalanya memandang empat penjuru, saat itulah dari
tengah udara malayang datang sesosok bayangan manusia,
munculnya bayangan Jadi seolah olah seekor burung
raksasa yang terbang diiringi beratus ratus ekor burung,
dalam waktu singkat dia telah tiba dipuncak Mong Yong
Hong."
"Apakah orang itu adalah si iblis sakti berkaki telanjang
dari laut Seng Sut Hay?" sela Pek In Hoei,
Dsngan napas memburu Cian Hoan Long koen
mengangguk.
"Iblis sakti berkaki telanjang mempunyai kepala yang
botak, tinggi badannya mencapai sembilan depa dan tidak
memakai sepatu. Begitu tiba diatas puncak dia lantas
terbahak bahak aku mengerti betapa lihaynya sepasang iblis
dari laut Seng Sut Hay ini, maka begitu melihat munculnya
si iblis sakti berkaki telanjang tubuhku semakin
kusembunyikan dibalik sekumpulan, bergerak sedikitpun
tidak berani.
"Hubungan antara suami istri sangat aneh sekali, begitu
saling berjumpa segera meluncurlah kata kata makian yang
sangat Kotor, Setelah cekcok mulut mereka berduduk

bermesraan, membicarakan urusan rumah tangga dan


keadaan situasi didaratan Tionggoan."
Air mukanya berubah semakin merah, dengan penuh
emosi katanya.
"Sejak menderita kekalahan didaratan Tionggoan pada
enam puluh tabun berselang dan diusir balik kelaut Seng
Sut Hay, sepasang suami istri ini segera merencanakan
usahe pembalasan dendam dengan menghubungi jago jago
lihay disekitar perbatasan untuk bersama2 menghadapi tiga
dewa dari luar lautan dan menjajah dunia persilatan..."
"Tatkala aku mendapat tahu bahwasanya mereka telah
bekerja sama dengan 8 dewa cebol dari negeri Thian Tok
serta Tay Sauw Sin koen dari suku Oo can di Mongolia,
maka akupun lantas menarik kesimpulan pasti ada
seseorang dibelakang layar yang merencanakan kesemua itu
untuk membasmi semua partai besar".
Ia merondek sejenak, air mata jatuh berlinang2
membasahi wajahnya, sambil menahan isak tangis katanya.
Tatkala aku mengetahui rencana keji tersebut betapa
terkejutnya hatiku ketika itu, aku baru bersiap siap
mengerahkan segenap kemampuan yang kumiliki untuk
menyelidiki siapakah orang yang mengatur rencana besar
itu. Maka akupun menyusup kedalam perkampungan Tay
Bie San Cung dan bercampur baur dengan mereka. Disitu
akupun berhasil mengetahui rencana busuk mereka yang
lebih mendalam Tapi sayang pada saat aku hampir
memahami sebagian besar dari rencana mereka, pada saat
itulah dalam dunia persilatan tiba-tiba tersiat berita yang
mengatakan aku telah menjadi anak buah si dukun sakti
berwajah seram dari Lan ciang dan membunuh anak murid
pelbagai partai besar.
OoodwooO

Jilid 13
MAKA ketika aku kembali keperguruan dan
membeberkan kejadian ini kepada suhu, ciangbun suhu
telah menurunkan perinlah untuk menangkap diriku serta
menjatuhi hukuman mati kepadaku. Karena itulah begitu
aku tiba digunung Tiam cong, mereka segara meringkus
diriku. Untung engkohku dengan memandang hubungan
persaudaraan secara diam dia telah lepaskan diriku dari
kurungan, maka dalam keadaan kecewa, putus asa dan
gusar aku kembali lagi keperkampungan Tay Bie San cung
dengan harapan bisa membinasakan otak dari semua
rencana pembasmian terhadap orang Bulim ini yaitu
manusia latah Hoa Pek Tuo......"
"Jadi Cianpwee pun anak murid partai Tiam Cong ?"
sela Pek In Hoei dengan hati terperanjat.
Dengan wajah penuh air mata silelaki tampan berwajah
seribu gelengkan kepalanya.
"Sejak dulu! aku telah diusir dari perguruan, aku telah
bukan menjadi anak murid partai Tiam Cong lagi."
Dia menghela napas panjang.
ketika aku telah kembali keperkempungan Tay Bie San
cung, sebelum mendapat kesempatan untuk membinasakan
Hoa Pek Tuo, mereka telah meracuni diriku lewat santapan
yang dihidangkan kepadaku. menanti aku sadar dari
pingsan tubuhku telah dikurung ditempat ini. Selama tiga
puluh tahun setiap detik setiap saat aku berusaha mencari
jalan keluar namun semua usahaku sia2 belaka, sebab aku
tahu bahwa diluar dinding gua ini merupakan air telaga."
sangat dingin, asal kupatahkan ruang itu maka tubuhku
akan kedinginan dan mati kutu".

Air mata yaog mengalir keluar semakin deras terusnya :


"Hoa Pek Tuo adalah manusia licik yang puava banyak
akal, untung dengan adanya peristiwaku maka terpaksa dia
harus bekerja dengan- hati hati lagi, rencana pembasmian
umat Bulim didaratan Tioinggoan pun telah diundurkan
lebih dari dua puluh tahun.
"Aaaai.... tetapi aku ......."
Pek In Hoei ikut terharu oleb pengalaman pahit yang
dialami Cian Huan Lang koen demi menyelamatkan umat
Bulim dari kehancuran tanpa terasa airmata jatuh berlinang
membasahi pipinya, sambil menggigit bibir ujarnya :
"Cianpwee, perduli bagaimanakah pandangan semua
orang dikolong langit terhadap dirimn, perduli kau pernah
diusir dari perguruan Tiamcong aku dapat memahami
kesulitanmu. aku pasti akan umumkan jasa jasamu yang tak
ternilai besarnya ini kepada semua orang dijagad, agar
orang orang Bulim dikolong langit memuji dirimu dan
menyanjung dirimu."
Lelaki tampan berwajah seribu menghela napas panjang.
Sejak pertama kali aku berjumpa dengan dirimu, aku
lantas tahu bahwa hanya kau seorang yang sanggup
melenyapkan bencana besar ini, pedang Sie Jiet Kiam yang
kau cekal sekarang bukan lain adalah pedang milik
suhengku yang lenyap sewaktu ada digunung Hoa-san, dan
kini kau berhasil mendapatkannya kembali, dlkemudian
hari kau pasti akan berhasil menjabat kedudukan
ciangbunjien dari partai Tiam cong...." Susiok couw partai
Tiam cong telah dibasmi orang hingga hancur berantakan."
bisik Pek In Hoei sedih.

"Apa? sungguhkah ucapanmu itu?" Teriak Cian Hoan


Long koen dengan mata melotot besar, darah segar muncrat
keluar dari mulutnya.
Pek In Hoei kaget setengah mati ketika menyaksikan
sikap susiok couwnya yang penuh diliputi emosi ini, hawa
murni yang disalurkan lewat tangan kanannya hampir tak
sanggup menguasai golakan hawa darah didalam tubuhnya.
Melihat jantungnya berdebar semakin keras dan telah
menunjukkan tanda tanda hendak mati, dengan cepat ia
membentak keras:
"Hei.... kalau kau tidak menceritakan latar belakang
kejadian ini, mana mungkin aku bisa balaskan dendam sakit
hatimu? cepat tenangkan hatimu...."
Sekujur badan lelaki tampan berwajah seribu gemetar
keras, seakan akan telah bartemu dengan malaikat ia tarik
napas dalam dalam.
"Aku pasti akan beritahukan seluruh latar belakang
kejadian ini kepadamu, kalau tidak aku tak akan mati."
"Susiok couw, maafkanlah kekasaran cucu muridmu
barusan."
Cian Hoa Lang koen mengangguk, giginya terkatup
kencang. sambil menahan lelehan air mata yang membanjir
keluar katanya:
"Dalam sepatuku ada sejilid kitab pelajaran bagaimana
caranya menyaru muka, ambilah dan pelajarilah dengan
seksama kemudian gunakanlah cara itu untnk mengubah
wajahmu dan berkelana didalam dunia persilatan, hanya
dengan cara ini dendam sakit hatiku bisa terbalas dan
semua usahamu bisa berjalan dengan lancar."

"Cucu murid pasti akan munculkan diri didalam dunia


persilatan sebagai Si Lelaki tampan berwajah seribu,
dendam sakit hati susiok couw sedalam lautan pasti akan
kutuntut balas."
Cian Hoan Lang koen menghembuskan napas panjang.
"Hoa Pek Tuo adalah manusia yang cerdik dan
mempunyai akal yang sangat banyak, bukan saja dia pandai
ilmu pertabiban, ilmu racun, ilmu barisan ilmu jebakan dan
kepandaian mencari berita, orangnya juga licik, kejam dan
sangat berbahaya, kalau berjumpa dengan dirinya kau harus
bertindak dengan sangat hati hati."
Mendadak hati Pek Ia Hoei bergerak, ia teringat kembali
akan keadaan didalam gua pada puncak gunung Hoa san,
dimana semua jari sembilan ketua partai besar serta Cia
Ceng Gak sipedang sakti dari partai Tiam Cong ditemukan
mati keracunan.
Didalam hati segera pikirnya:
"Mungkinkah mereka terjebak oleh siasat Hoa Pek Tuo
yang licik dan mati keracunan? kalau tidak rencana apa lagi
yang bisa berjalan dengan begitu rahasia dan sempurna
seperti itu hingga mengakibatkan ketua dari sembilan partai
besar mati bersama sama ?".
Dengan hati bergidik segera serunya:
"Cucu muridpun terkena siasatnya yang licik hingga
tercebur kedalam telaga Lok Gwat Oauw...?"
Cian Hoan Lang koen tidak memberi komentar atas
ucapan si anak muda itu barusan, diapun tidak menanyakan
apa sebabnya dia tidak mati oleh hawa dingin yang luar
biasa dalam air telaga itu, semua perhatian, tenaga maupun
pikirannya telah di pusatkan jadi satu untuk

memberitahukan seluruh peristiwa serta kejadian yang


diketahuinya pada masa lampau sebelum ajalnya tiba.
Dengan suara gemetar dan kurang jelas ia berkata
kembali
"Seluruh tubuh Hoa Pek Tuo merupakon racun yang
keji, disamping ia pandai menjebak orang terjerumus
kedalam perangkapnya, diapun pandai ilmu pertabiban
hingga dalam dunia kangouw dia dikenal orang sebagai
tabib tskti yang suka menolong orang. setiap penyakit yeng
diobatinya pasti sembuh dengan cepat, maka nama
harumnya tersebar dimana mana menutupi kebusukan hati
yang jahat terkutuk itu......
Berhubung wajahnya bersih dan penuh welas kasih,
sikapnya ramah tamah dan berbudi mulia maka orang
dikolong langit tidak nanti akan percaya kalau dia adalah
manusia paling keji dikolong langit. dialah olak daripada
rencana pembunuhan terhadap umat Bulim.
Dengan lengannya yang kurus kering Cian Hoan Lang
koen mencengkeram baju Pek In Hoei, teriaknya:
"Kau harus menggunakan akal serta kepintaranmu untuk
membongkar kebusukan serta kejahatannya, agar setiap
manusia dikolong langit tahu kalau dia adalah manusia
yang paling busuk didunia ini, kalau kau tidak berbuat
demikian maka dengan tenagamu seorang tak nanti bisa
melakukan banyak hal, ingat! ingatlah! jangan sampai kau
mengalami nasib seperti diriku."
Dengan air mata bercucuran Pek In Hoei mengangguk.
"Akan cucu murid ingat selalu pesan susiok couw ini,
aku tidak akan mengbaikan nasehatmu dan bertindak
seperti apa yang telah ditunjuk."

(Oo-dwkz-oO)
9
Cian Hoan Lang Koen menghembuskan napas panjang.
"Hanya sayang aku tak dapat membantu dirimu, aku
hampir mati."
Pek In Hoei tak dapat menahan air matanya yang
mengalir keluar bagaikan bendungan yang bobol, ia
bungkam dalam seribu bahasa dan tidak mengucapkan
sepatah katapun, sebab setelah mengucapkan kata kata
sebanyak itu maka masa terang sebelum padam yang
dialami Cian Hoan lang koenpun mencapai pada akhirnya,
setelah seluruh tenaga badannya musnah, jiwanyapun tak
akan tertolong lagi.
"Setelah aku mati....." kata lelaki tampan berwajah seribu
sambil pejamkan matanya. Janganlah kau bawa pergi
mayatku, tenggelamkan saja kedasar telaga, sebab dengan
demikian maka ada kemungkinan jejak lelaki tampan
berwajah seribu akan muncul kembali dalam dunia
persilatan. Aaaai... selama tiga puluh tahun..."
Mendadak ia pentang matanya lebar lebar.
"Dapatkah kau berikan pedang mustika penghancur sang
surya itu agar kulihat sejenak? sudah puluhan tahun
lamanya aku tak pernah melihat mustika perguruan, ooh
betapa rindunya batiku."
Pek In Hoei tidak membantah, ia lepaskan pedangnya
dan serahkan ketangan orang aneh itu, yang mana segera
diterima oleh lelaki tampan berwajah seribu dengan tangan
gemetar.

Sambil membelai sarung pedang itu, kata Cian Hoan


Lang koen dengan suara lirih,
"Setelah lenyap berpuluh puluh tahun lamanya sungguh
beruntung pedang pusaka perguruan kita berhasil
ditemukan kembali, Aaaai.... teringat ketika aku masih
muda memandang pedang penghancur sang surya yang
digantung diatas dinding kamar suhu, tak tahan ingin
kulihatnya sebentar.
Mendadak ucapannya putus dan badannya terkulai
kebawah.
Melihat keadaan itu Pek In Hoei berseru tertahan,
dengan cepat dia meraba pernapasan orang tua itu, ternyata
denyutan jantungnya telah berhenti dan jiwanya telah
melayang.
Air mata segera mengucur keluar dengan detilnya,
dengan suara lirih bisiknya :
"Beristirahatlah dengan tenang, aku akan muncul
kembali didalam dunia persilatan sebagai si lelaki tampan
berwajah seribu, akan kugemparkan seluruh Bulim dengan
perbuatan perbuatan yang luar biasa."
Perlahan lahan ia letakkan jenasah Cian Hoan Lang
koen keatas tanah, kemudian melepaskan sepatunya dan
mengambil keluar Sejilid kitab yang disembunyikannya
disitu.
Kemudian setelah mengikat baik pedangnya, ia jatuhkan
diri berlutut dihadapan jenasah susiok couwnya dan
memberi hormat dengan penuh rasa iba, doanya:
"Sosiokcouw, beristirahatlah dengan tenang dialam baka,
cucu murid pasti akan laksanakan perintahmu, Nah selamat
tinggal."

Tiba tiba... dari ujung lorong sebelah dalam


berkumandang datang suara genta yang amat lirih,
walaupun perlahan sekali suaranya namun cukup
mengejutkan hati pemuda kita. ia segera berpaling,
tampaklah cahaya apu muncul diujung lorong sebelah sana
dan perlahan bergerak mendekat.
Dengan ai!s berkerut buru buru Pek in Hoei membesut
air mata yang membasahi wajahnya, kemudian sambil
membopong -jenasah Cian Hoan Lang koen mengundurkan
diri ketempat kegelapan.
Dsngan punggung menempel diatas dinding, ia awasi
terus cahaya api yang kian lima kian mendekat, dengan
cepatnya sesosok bayangan manusia telah muncul disitu,
ditangan kirinya orang itu membawa sebuah lampu lentera
sedang tangan kanannya membawa sebuah pedang,
wajahnya serius dan gerak geriknya sangat berhati hati.
Meminjam sorotan cahaya lampu lentera yang
menerangi kegelapan, Pek In Hoei dapat melihat raut wajah
orang itu. Dia adalah seoraeg pemuda yang berwajah
ganteng. sepasang alisnya panjang melentik keatas
hidungnya mancung dan gagah sekali.
Dalam hati segera pikirnya:
"Walaupun dia berwajah ganteng. namun sayang terlalu
dingin dan ketus, seakan akan dalam pandangannya tak
seorang, manusia dikolong langit yang dipandang olehnya."
Sementara ia masih termenung, pemuda tadi telah tiba
didepan tumpukan batu cadas.
"Aaah. dimana orangnya?" terdengar ia berseru kaget,
Tatkala dirasakan cahaya lampu lenteranya sacara tiba
tiba berubah jadi redup dengan bati melengak ia

mendongak segera matanya tertumbuk dengan sebutir


mutiara.
Pek Swie Coe yang menggeletak disana.
"Aaaai. mutiara Pek Swie Coe. Bukankah mutiara itu
adalah mutiara Pek Swie Coe." serunya dengan rasa kaget.
"Tidak salah, mutiara itu adalah mutiara Pek Swie Coe."
Tanpa mengeluarkan ssdikit suarapun tahu tahu Pek In
Hoei telah munculkan diri dari tempat persembunyiannya.
Orang itu terperanjat, dengan cepat ia loncat mundur
satu langkah kebelakang sambil silangkan pedangnya
didepan dada, siap menghadapi segala kemungkinan yang
tak diinginkan.
"Siapa?" hardiknya.
"Aku."
Ketika orang itu berhasil melihat jelas wajah Pek In Hoei
yang tampan serta mengenakan kutang mustika pelindung
badan yang memancarkan cahaya gemerlapan, untuk sesaat
ia dibikin tertegun dan berdiri melongo.
"Siapakah kau ?" tegur Pek In Hoei sambil tersenyum.
"Pak In Hoei..." jawab pemuda tadi dengan wajah
dingin, ditatapnya pihak lawan dengan pandangan tajam.
"Apa? kau adalah sijago pedang berdarah dingin Pek In
Hoei?" seru pemuda kita terperanjat.
Pemuda yang menamakan dirinya jago pedang berdarah
dingin itu mengangguk sombong.
"Tidak salah." ia lirik sekejap Pek In Hoei lalu balik
bertanya:
"Dan siapakah kau?"

"Sekarang, aku sendiripun


sebenarnya diriku ini?"

tidak

tahu

siapakah

"Apa maksud ucapanmu itu ?"


"Sebab namaku hanya satu tetapi sering kali digunakan
orang lain uatuk gagah gagahan coba pikirlah, dalam
keadaan seperti itu apakah aku bisa memahami siapakah
sebenarnya diriku?"
"Heeeee.... heeeeh....... heeeeh....... rupanya kau adalah
seorang kenamaan hingga ada orang yang memalsukan
namamu untuk gagah gagahan.
"Heeeeh.... heeeeeh....heeeeh..... sebenarnya aku hanya
seorang prajurit tanpa nama yeng tak dikenal oleh orang,
kangouw. tetepi dalam hatiku benar benar merasa
tercengang, kenapa dikolong langit bisa terdapat menusia
goblok yang memalsukan namaku untuk menjagoi kolong
langit?...."
Air muka pemuda itu kontan berubah hebat.
"Kau sedang memaki siapa?" tegurnya.
"Aku sedang memaki orang yang telah menggunakan
namaku, kenapa sih? toh aku tidak lagi memaki dirimu?"
kemudian dengan wajah menunjukkan rasa tercengang
tambahnya. "Apakah kaupun seringkali menggunakan
nama orang lain....."
"Hmmmmm... pandai benar kau bersandiwara
"Ooooh. cerdik benar kau hey pemuda ganteng aku
memang pandai sekali bersandiwara!"
"Kau ingin merasakan sebuah tusukanku?" tanyanya
dengan wajah meringis.
"Haaaaaah... haaaaaaa..... haaaaaa....... Pek In Hoei
tertawa terbahak bahak, ia maju selangkah kedepan.

kebetukan sekali aku memang ingin mengetahui dengan


dasar apa saudara menggunakan nama Pek in Hoei malang
melintang dalam dunia persilatan sehingga memperolej
julukan sebagai sijago pedang berdarah dingin."
Orang itu bungkam dalam seribu bahasa.
Padangnya dibabat kemuka dan melancarkan sebuah
serangan dengan jurus yang sangat aneh.
Merasakan datangnya ancaman Pek in Hoei geserkan
kakinya menyingkir dua langkah kesamping lima jarinya
dipentang dan segera menyambar jalan darah pek Jie Hiat
ditubuhnya.
Serangan ini datangnya cepat diluar dugaan dikala
berganti jurus sama sekali tidak menunjukkan tanda tanda
apapun. terasa cahaya pedang menyambar lewat tahu tahu
ujung pedangnya telah mengancam diatas siku si anak
muda itu.
Pek in Hoei tetkesiap, lengan kirinya buru buru ditekuk
kebawah, jari tangannya secara tiba tiba menyebar kedepan
menutul kcarah gagang pedang musuh.
Totokan jarinya barusan telah menggunakan Imu jari
kim Kong cie yang ampuh dari partai Siauw lim. angin
serangan menderu dero dengan hebatnya,
Triing...... dengan telak totokan tadi bersarang digagang
pedang lawan, membuat terlempar beberapa coen
kesamping.
Melihat senjatanya disentil sampai mencelet, orang itu
berseru kaget. buru buru pedangnya diobat ablikan
keseluruh perjuru, dalam sekejap mata hawa pedang
melanda dahsyat cabaya tajam mengelilingi seluruh
angkasa dan mengurung Pek [n Hoei ditengah kalangan,

"Hmm." jari serta telapak Pek In Hoei dilancarkan


berbareng mengirim lima serangan berantai, setelah
membendung ancaman musuh, sepasang telapaknya
kembali disodok kedepan dengan jurus "Lak hoo Mong
Mong" atau Enam Berpadu dunia kosong, seluruh jalan
maju pihak lawan segera terkunci.
"Hey, ilmu pedang apakah yang kau gunakan?" segera
teriaknya dengan suara keras.
"Hmm." sambil bungkukan badan orang itu loncat
kesamping, mendadak ujung pedangnya berputar dan
menusuk dari samping. Inilah ilmu pedang Liuw sat Kiam
Hoat dari gunung pasir!"
"Liuw Sat Kiam hoat " tanya Pet In Hoei tertegun. "Jadi
kau adalah anak murid partai Liauw sat Boen yang ada
dilaut Seng sut hay?"
Ia tarik napas dalam dalam, kakinya dengan cepat
mundur lima langkah, pergelangan diputar pedang mustika
penghancur suryapun diloloskan dari sarungnya.
Dalam pada itu pemuda tadi sedang melancarkan tiga
buah serangan berantai, jurus demi jurus ia mendesak terus
kedepan, namun secara tiba tiba pandangannya jadi kabur.
cahaya tajam disertai hawa pedang yang menggidikan hati
tahu tahu mendesak tubuhnya.
Ia terkesiap, sambil tarik kembali pedangnya buru buru
mengundurkan diri kebelakang, pedangnya diputar
membentuk satu lingkaran. dengan sekuat tenaga
dicobannya untuk melepaskan diri dari pengaruh lawan
yang kuat dan tiada bertepi itu.
Pek in Hoei mendengus dingin, ombak pedang
menggulung kembali, dengan memakai jurus "Hoo Ek Si
Jiet" atau Ho Ek memapah matahari ia serang lawannya.

Dalam sekejap mata cahaya tajam yang memancar


keluar dari ujung pedangnya mencapai dua coen
panjangnya, mengikuti gerakan tersebut ia babat senjata
lawan sehingga patah jadi beberapa bagian.
Setelah itu sambil tertawa tergelak, pedang Si Jiet Kiam
menggulung dan menyapu kukungan pedang yang sedang
berhamburan keatas tanah tadi segera hancur berkeping
keping.
Cahaya tajam menyebar ketengah udara bagaikan hujan
gerimis dikala orang tadi sedang berdiri tertegun dengan
hati kaget, pedangnya kembali menyapu kemuka
menyambar batok kepala lawan, kopiah yang dikenakan
orang tadi segera terlepas,
Mendadak cahaya tajam sirap kembali, dan pedangnya
telah disarungkan kembali dipinggangnya.
Tatkala ia mendongak kembali, tampaklah rambut orang
itu panjang lagi hitam, bagaikan air terjun terurai diatas
pundaknya.
"Aaaah...... kau..... kau adalah seorang wanita?" jeritnya
terperanjat.
Mimpipun Pek In Hoei tidak pernah menyangka kalau
orang yang memalsukan namanya dan berkelana dalam
dunia persilatan sehingga mendapatkan julukan sebagai
sijago pedang berdarah dingin bukan lain adalah seorang
wanita, bahkan seorang gadis yang cantik jelita.
Dikala Pek in Hoei sedang menikmati kecantikan
wajahnya dengan sinar mata tertegun gadis itu berseru
tertahan kemudian sambil menutupi wajahnya putar badan
dan melarikan diri lorong tersebut.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benak si anak
muda itu. bagaikan disambar petir disiang hari bolong ia

memandang bayangan punggung gadis yang sedang berlalu


itu dengan mata mendelong, suatu bayangan yang serasa
pernah dikenal muncut dalam matanya.
"Aaaaah. dia adalah Wie Chin Siang," akhirnya ia
berseru tertahan. "Hey....... Wie Chin Siang tunggu
sebentar."
Suaranya memantul dalam lorong yang panjang itu,
namun tak kedengaran suara jawaban dari gadis itu,
Dalam sekejap mata pelbagai persoalan
memusingkan kepala memenuhi benaknya.

yang

"Bukankah dia adalah putri kesayangan dari Gubernur?


darimana bisa memiliki ilmu silat."
"Kenapa ia berkelana didalam dunia persilatan dengan
memalsukan namaku?"
"Kenapa ia bisa muncul didalam perkampungan Tay Bie
San Cung dan muncul didalam lorong rahasia dibawah
dasar telaga?"
"Kenapa ia hendak mencari Cian Hoan Lanh Koen? dan
darimana pula bisa tahu kalau aku terkurung disini?"
Pelbagai persoalan itu bagaikan benang ruwet
menyelimuti benaknya, membuat ia bingung dan tidak
habis mengerti.
Ia menghembuskan napas panjang, angkat kepalanya
memandang mutiara Pek Swie Coe didinding gua dan
akhirnya berkelebat keluar dari lorong itu.
Lorong tertebut amat panjang sekali, bukan saja gelap
gulita bahkan lembab dan bau busuk sekali.
"Wie Chin Sang." teriak Pek In Hoei keras keras.

Suaranya memantul kembali dari tempat kejauhan


kemudian bergema dan mengalun , tiada hentinya dalam
lorong tadi.
Mendadak.. badannya yang sedang bergerak cepat itu
merandek ditengah jalan kemudian miringkan badan dan
menoleh kekanan.
Ternyata dari kedua belah dinding lorong yang gelap dan
luasnya mencapai delapan depa itu memancarkan cahaya
terang berwarna hijau, warna itulah yang membuat si anak
muda she Pek ini jadi melengak.
Ia tidak mengerti apa sebabnya dalam lorong yang
panjang dan pada dinding bagian tanah dipelesi dengan
bubuk belerang.
Ia tak bisa memecahkan teka teki ini namun ia bisa
memahami sampai dimanakah kegunaan benda itu sebagai
bangunan yang dibangun sendiri oleh Hoa Pek Tuo untuk
mengurung si lelaki tampan berwajah seribu, tentu dia
sudah bikin persiapan persiapan seperlunya untuk
mencegah orang Itu melarikan diri.
Dalam hati pikirnya:
"Entah bagaimana Wie Chin Siang bisa berlalu dari
lorong ini dengan gampang dan leluasa disekitar tempat ini
tentu ada lorong rahasia lain......."
Ia tidak berhenti lebih lama lagi disitu, badannya
bergerak dan segera lari menuju ketempat yang terang
didepan sana.
Di kala ia sedang berderak itulah. ditemui di dinding
lorong yang telah ditaburi dengan bubuk belerang itu
menindak bergerak keatas akhinya kini miring kesamping,
samentara sebuah pintu batu muncul diujung lorong, dari
balik pintu tadi memancar masuk cahaya yang amat terang.

Hatinya jadi girang. cepat cepat dia lari maju kedepan


pintu batu tersebut.
Seluruh pintu batu itu tersebut dari batu granit, diantara
keripan sinar posfor tampak empat huruf besar yang
berwarna merah terpancang disana.
Pek In Hoei mendongak, terbaca olehnya tulisan itu
berbunyi demikian.
"Jangan sentuh pintu ini."
Segera pikirnya:
"Entah benar tidak peringatan itu? apakah bencana aneh
segera akan kutemui bila kusentuh pintu itu?".
Ia gigit bibirnya menahan emosi. kembali pikirnva lebih
jauh.
"Asalkan, pintu batu itu kutarik maka badannya dengan
cepat dapat loncat keluar, sekalipun didalam loteng ini
benar benar sudah dipasang alat rahasia yang sangat lihay,
rasanya tidak nanti bisa lukai badanku!",
Suatu keinginan yang meluap luap berkobar dalam
dadanya membuat si anak m uda kita beberapa kali hendak
membuka pintu baja itu, namun setiap kali pula ia berhasil
menahas keinginannya yang berkobar kobar tadi.
Walaupun begitu ingatan tersebut selalu berkecambuk
dalam benaknya, baru saja ia mundur selangkah dengan
hati sangsi kembali badannya maju satu langkah kedepan.
"Apakah aku harus mengundurkan diri hanya
disebabkan oleh empat huruf yang terpancang diatas pintu
itu? kalau cuma h
karena soal kecil aku lantas lari, apa gunanya aku jadi
keturunan keluarga Pek yang gagah perkasa? buat apa aku
jadi seorang lelaki sejati yang berhati jantan?......"

Secara tiba tiba ingatan itu berkelebat dalam benaknya,


pemandangan tatkala ia digandeng oleh ayahnya berangkat
kegunung Tiam cong pun segera terbayang kembali didepan
mata.
"Aku sama sekali tidak suka belajar silat tetapi sekarang
aku telah terjerumus ke dalam kancah masalah dunia
kangouw, sudah sepantasnya kalau aku harus melupakan
kesukaan serta ketidaksenangan diri pribadi!" gumamnya
seorang diri, Ayah apa yang kulakukan sekarang semua
adalah demi dirimu, demi partai Tiam cong dan kini aku
harus memikirkan pula bagi keselamatan seluruh umat Bu
lim yang ada dikolong langit."
Ia merasa tanggung jawab yang berada dipundaknya
kian lama kian bertambah berat, saking beratnya sampai dia
harus bertindak dengan hati hati dalam menghadapi segala
persoalan, dia harus waspada dan teliti agar dirinya tidak
sampai terluka lebih dahulu.
Sambil termenung ia tarik napas dalam dalam, telapak
kanannya mendadak diulur kedepan tiap mendorong pintu
itu,
Tetapi baru sampai ditengah jalan, mendadak satu
ingatan berkelebat dalam benaknya.
"Mungkinkah diatas piutu batu ini telah diolesi dengan
racun keji dengan bubuk belirang itu sebagai kamuflase?
tetapi karena takut orang tak berani meraba bubuk belirang
itu maka ditulisnya empat huruf besar itu untuk memancing
rasa ingin menang bagi yang melihat hingga terjerumus
kedalam perangkapnya ?"
Setelah berpikir demikian maka tungannyapun cepat
cepat ditarik balik, pedang muitika pecghancur sang surya
yang berada dipunggungnya dicabut keluar, dengan

memakai ujung senjata itulah ia siap membuka pintu batu


itu.
Mendadak......
terdengar
suara
jeritan
berkumandang datang dari belakang tububnya.

kaget

Dengan menengok ia menoleh kebelakang, terlihat


olehnya entah sejak kapan Wie Chin Siang telah berdiri
kurang lebih setombak dibelakangnya, wsktu itu ia sedang
menutupi mulutnya dengan tangan kanan dan memandang
kearahnya dengan mata penuh rasa kaget.
"Ooooh, ternyata kau belum pergi dari sini." tegurnya
dengan nada tercengang.
"jangan tarik pintu itu..." teriak gadis itu sambil
menuding kearahnya.
"Ooouw. aku masih menduga karena urusan apakah
sehingga membuat dia terperanjat dan kaget, kiranya dia
takut aku mendorong pintu batu ini." pikir Pek In Hoei,
sambil tersenyum segera jengeknya:
"Apakah kau takut aku mendorong pintu besi itu
sehingga membuat semua yang ada didalam perkampungan
Tay bie San Chung pada tahu kalau dikolong langit masih
ada juga orang yang memalsukan nama Pek In Hoei...?"
Wie Chin Siang tidak menggubris sindiran sianak muda
itu, ujarnya dengan wajah berkerut:
"jangan sekali kali kau sentuh pintu batu itu, kalau tidak
maka selama lamanya kita tak akan bisa keluar lagi dari
sini."
Pek in Hoei tertegun dari sikap serta wajahnya yang
menunjukkan keseriusan ia yakin bahwasanya gadis itu
bukan sedang berbohong, pedang sakti penghancur sang

surya yang teiah berada didalam celah pintu baru itupun


segera dicabut keluar.
"Haaaah..... haaaaah...... haaaaah......sungguh tak nyana
kau sebagai anak murid seng sut hay ternyata takut
terkurung disini, sungguh menggelikan masa terhadap
orang sendiripun mereka tega turun tangan keji.
Wie Chin Siang gigit bibitnya kencang kencang, dari
wajahnya jelas terlihat bahwa ada meksud meninggalkan
tempat itu.
"Suhuku berkata bahwa pintu batu itu merupakan kunci
penggerak yang mengunakan selutuh alat rahasia dalam
lorong ini, jangan sekali kali pintu itu disentuh atau digeser.
terdengar ia berkata.
"Siapakah suhumu itu? darimana dia bisa tahu akan
rahasia lorong dalam perkampungan Tay bie San cung
ini?".
"Sudah amat lama suhuku mencari dirimu nssi itu tidak
tahu siapakah dia?"
"Siapakah suhumu itu ?" dengan tercengang dan tidak
habis mengerti Pek in Hoei bertanya,
"Kenapa aku harus bcritahukan kepadamu ?",
Pek In Hoei tertegun, sebenarnya diapun ingin buka
suara menegur gadis itu. apa sebabnya berkelana dalam
dunia persilatan dengan menggunakan namanya, tatapi
sebelum ucapannya sempat diutarakan keluar, mendadak
dari balik pintu gua itu berkumandang datang suara tertawa
dingin yang seram dan mengerikan.
Sekalipun kalian hendak andalkan bantuan dewa atau
malaikat, jangan harap bisa lolos dari sini dalam keadaan
selamat."

"Siapa disitu?" hardik pemuda she Pek sambil berpaling.


Dari balik celah pintu batu munculah seorang kakek tua
berbadan kurut kering dengan jenggot kambing menghiasi
jenggotnya. ketika itu dia sedang memandang kearah
mereke berdua demgan wajah penuh nafsu membunuh.
"Tak seorang manusiapun dapat melarikan diri dari
Lorong Pengurung naga ini." terdengar kakek itu
menjengek dengan suara seram Sekalipun kau tahu akan
namaku juga percuma. tak ada artinya."
Ia bergeser kedapan empat langkah. mendadak telapak
kanannya diangkat tinggi tinggi sehingga tampaklah kulit
telapaknya perlahan lahan berubah jadi putih keperak
perakan.
Tatkala menyaksikan orang inipun menggunakan ilmu
golok perontok rembulan yang sangat lihay, bahkan cahaya
perak yang terpancar kelaur dari telakpak yang jauh lebih
cemerlang dan tajam daripada sewaktu Ku Loei yang
menggunakan, hatinya bergetar keras, tanpa sadar serunya:
"Kau adalah sigolok perontok rembulan Ke Hong."
"Haaa.... haaaa.... haaaa... sedikitpun tidak salah, akulah
Ke Hong".
"Sungguh aneh sekali," diam diam Pek in Hoei berpikir.
Bukankah Ke Hong adalah murid dari Ku Loei si Raiul
Pembenci langit dari laut Seng Sut Hay? kenapa ilmunya
jauh melebihi suhunya sendiri?".
Desiran angin tajam berkelebat lewat disisi. tubuhnya,
tahu tabu Wie Chia Siang telah loncat kesisi tubuhnya
sambil bertanya dengan suara kaget
"Siapa yang ada disana?".

Pek In Hoei merasakan bau harum semerbak yang aneh


berhembus lewat. ketika ia menoleh maka tampaklah Wie
Chin Siang yang cantik dengan biji mata yang jeli telah
berdiri disisi tubuhnya, jantungnya kontan berdebar keras,
beberapa saat kemudian dia baru menjawab serius:
"Sigolok perontok rembulan Ke Hong." Rupanya Ke
Hong tidak menyangka kalau dalam gua itu masih ada
orang lain mul mula ia tampak melengak diikuti segera
tertawa seram.
"Hemm tak kunyana orang yang hendak mengantar
kematiannya bukan hanya seorang saja
Ia meraung rendah, telapak tangannya dengan membawa
desiran angin tajam disapu keatas pintu batu itu.
"Jangan biarkan dia mendorong pintu." jerit Wie Chin
Siang dengan suara lengking
Pek In Hoei tertegun, menyaksikan wajahnya yang
gelisah den penuh diliputi rasa ngeri dan takut, tanpa
berpikir panjang ia membentak nyaring, pedangnya bergetar
dan segera mengirim satu tusukan kilat menutul celah celah
diatas pintu,
Messs... pintu batu terhantam hingga
gemericikan perlahan lahan bergeser kesamping,

berbunyi

Pek in Hoei tidak menyangka kalau Ke hong


mengundurkan diri eetelah melancarkan serangan tadi,
dengan sendirinya tusukan pedsngnya segera mengenai
sasaran yang kosong.
Mendadak pintu batu itu terbentang lebar, ia tarik napas
dalam dalam, badannya melengkung dan siap loncat keluar.
"Pek In Hoei..." tiba tiba Wie Chin Siang berteriak keras
sambil menarik tangan kenannya." Kau tak boleh keluar."

Belum habis dia berkata, mendadak dari kedua belah


dinding diluar pintu batu itu meluncur keluar dua baris
tombak yang amat tajam, bagaikan pagar besi dengan
rapatnya saling menancap pada dinding dihadapanya,
Diam diam sianak muda itu
menyaksikan kekejian lawan, pikirnya :

bergidik

setelah

"Seandainya tubuhku melayang keluar pintu ini dikala


terbuka tadi, tentu dadaku sudah berlubang tertusuk oleh
dua baris tombak yang amat tajam itu, kendati dengan cara
apapun rasanya sukar untuk menghindarkan diri....."
Sementars itu Wie Chin Siang pun sedang memandang
dua bsris tombak tajam diluar dinding batu dengan wajah
termangu mangu, air mukanya mendadak berubah hebat
seakan akan teringat akan sesuatu sambil menarik tangan
Pek In Hoei teriaknya,
"Cepat mundur kebelakang....."
Sianak muda itu tidak bersiap sedia, kena ditarik kuda
kudanya segera tergempur dan mundur selangkah
kebelakang. Dengan alis berkerut ia segera menoleh
"Kau......."
Namun ketika sinar matanya membentur alitnya yang
tebal, hidungnya yang mancung, bibirnya yang kecil
merekah serta biji matanya yang jeli dan memancarkan rasa
kaget itu, jantungnya kontan berdebar kerss, untuk beberapa
saat lamanya sepatah katapun tak sanggup diutarakan
keluar.
Karena tak terdengar susra sianak muda itu Wie Chin
Siang segera mendongak, namun ketika ditemuinya sianak
muda itu sedang memendang kearahnya dengan terkesime,
merah padam selembar wajahnya buru buru ia melengos
kesamping.

"Nona...." Pek In Hoei merasa jantungnya berdebar


semakin keras, hatinya terasa semakin tertarik dengan gadis
ini hingga tanpa terasa ia memanggil.
Wie Chin Siang menoleh, kali ini wajahnya telah
berubah serius, katanya:
"Hoa Pek Tuo telah memasang alat jebakan yang lihay
diatas pintu batu itu.........."
Belum selesai dia berkata terdengar suara gemerutukan
yang nyaring menggema diangkasa, pintu batu yang sangat
berat tadi seakan akan didorong oieh seseorang, dengan
cepatnya telah menutup kembali.
Setelah piatu tersebut menutup rapat dengan sendirinya,
tiba tiba dari atas dinding batu diatas lorong tersebut
membentang lebar sebuah lubang diikuti sebuah lampu
gantung terbuat dari tembaga kuning perlahan lahan
dikerek kebawah seketika itu juga cahaya yang terang
benderang menerangi seluruh ruangan.
"Aaah... lihat api itu..." tiba tiba Wie Chin Siang
menjerit dengan wajah terkesiap.
"Aduuuh celaka." pikir Pek In Hoei dia sadar seandainya
letupan api di dalam lampu gantung tembaga kuning yang
diturunkan dari atas itu mencapai permukaan bumi, maka
bubuk belerang yang telah dipoleskan disekeliling dinding
lorong itu pasti akan terbakar, jika demikian keadaannya
niscaya dia akan mati dipanggang hidup hidup dalam
lorong tersebut.
Dengan cepat dia membentak keras, pedangnya diputar
kencang kemudian menyambitnya kearah depan.
Sekilas cahaya pelang menyambar lewat laksana bintang
yang meluncur diangkasa ...Creeeet... menghantam
tembaga tadi dan menembusinya...

Sungguh hebat tenaga serangan yang terhimpun didalam


sambitan pedang itu, seketika itu juga tembaga kuning tadi
tersampuk miring kesamping, letupan api di dalamnya
beterbangan seakan akan mau terlempar keluar dari
Mangkuk tembaga tersebut.
Pek In Hoei tarik napas dalam dalam, sepasang
telapaknya sekuat tenaga dihantamkan kemuka dengan
jurus "Yang-Kong Pau-Cau" atau Cahaya sang surya
memancar terang.
Dalam sekejap mata terlihatlah telapak tangannya yang
putih seketika berubah jadi merah darah, segulung hawa
panas yang sangat menyengat badan memancar keluar dari
tubuhnya, seketika itu juga suhu dalam lorong tersebut
berubah jadi sangat panas.
Sungguh luar biasa dahsyatnya tiga jurus ilmu sakti
Surya Kencananya ini, terdengar suara gemerincingan yang
amat nyaring rantai baja yang menggantung mangkuk
tembaga tadi seketika merekah dan patah jadi beberapa
bagian, mangkuk tembaga tadi terbakar hancur hingga
meleleh dan menggumpal jadi satu, dengan membawa
pedang sakti penghancur sang suryanya rontok keatas
tanah.
Selama hidup belum pernah Wie Chin Siang
menyaksikan kepandaian silat yeng demikian saktinya,
seketika itu juga air mukanya berubah hebat saking
kagetnya, sepasang matanya melotot bulat bulat sementara
dengan mulut melongo diawasi telapak tangan sianak muda
yang merah itu tanpa herkedip.
Pek In Hoei sendiripun berdiri kaku ditempat semula,
diawasinya belahan mangkuk tembega yang sedang
melayang kearah lorong kemudian perlahan lahan ia tarik
kembali sepasang telapaknya.

Bruuuk.... mangkuk tembaga itu terjatuh keatas tanah,


setitik gumpalan api meloncat keluar dari lelehan tembaga
tersebut dan seketika itu juga sekeliling tempat tadi terjilat
api dan berkobar dengan hebatnya....
"Aduuuh celaka!" teriak Pek In Hoei terperanjat
"Sungguh tak kusangka isi mangkuk lembaga itu adalah
minyak."
Dalam keadaan seperti ini tak sempat lagi baginya untuk
berpikir panjang, sepasang lengannya bekerja cepat,
disambarnya pinggang Wie Chin Siang kemudian sekali
jejak laksana anak panah terlepas dari busurnya meluncur
ke muka melewati dinding atap kolong itu.
Pada detik terakhir itulah seluruh dinding bata tersebut
telah terbakar hebat jilatan api bagaikan ular menyapa
bubut belerang yang memolesi dialas dinding tersebut.
kebakaran hebatpun terjadi dalam lorong tersebut.
Suhu udara dalam lotong yang panas menyengat badan
serta jilaten api yang menari kian kemari mengagetkan Wie
Chin Siang, dia menjerit keras, matanya dipejamkan rapat
rapat, seluruh wajahnya disusupkan kedalam dada Pek In
Hoei tanpa berani berkutik.
Sungguh hebat Pek In Hoei, dalam sekejap mata dia
sudah berhasil melewati lautan api yang telah menjalar
sampai tiga tombak jauhnya itu, setibanya ditepi tiang batu
yang dihantam roboh olehnya tadi baru berhenti dan
beristirahat.
Ditaruhnya Wie Chin Siang keatas batu, lalu
menghembuskan napas panjang panjang dan gumamnya:
"Aaaaah.... nyaris benar kejadian yang baru saja
berlangsung, satu langkah aku terlambat bertindak niscaya
diriku bakal terkurung didalam lautan api itu." Wie Chin

Siang sendiri sementara itu sudah hilang rasa kagetnya, ia


periksa tubuh sendiri, dijumpainya kecuali celananya reda
hangus terbakar badannya sama sekali tidak terluka, tanpa
sadar ia hembuskan napas panjang.
Kau tidak sampai terluka bukan?" terdengar Pek In
Hoei menegur. "Bila aku salah setindak lancang barusan
harap...." Merah padam selembar wajah Wie Chin Siang,
teringat dirinya yang telah bersandar didada orang, rasa
jengah yang muncul dari lubuk hatinya sungguh sukar
dilukiskan dengan kata2.
-ooo0dw0oooJILID 14
JANTUNGNYA berdebar keras, cepat cepat ia tarik
kembali rasa malunya, sambil mundur dua langkah
kebelakang ujarnya dengan nada dingin :
"Seandainya kau tidak berdiam terlalu lama didepan
pintu batu tadi, tidak nanti Ke Hong berhasil menemukan
jejak kita yang ada didalam lorong..... dan akupun pasti
berhasil lolos dari lorong rahasia ini....semuanya ini gara
gara kau yang ceroboh."
Pek in Hoei tak menyangka kalau si gadis cantik jelita
macam Wie Chin Siang bisa berubah ubah dalam waktu
yang amat singkat, dia jadi melongo dan terkesima
ditatapnya raut wajah yeng dingin kaku itu beberapa saat
lamanya.
Kemudian timbul rasa sedih dalam hatinya. dia lantas
mendengus dingin dan menyahut:

"Hmm ! apa aku yang suruh kau berlarian didalam


lorong rahasia ini? kalau memang kau hendak salahkan
diriku, lebih baik masuklah kembali sendirian."
Wie Chin Siang sebagai seorang putri Gubernur yang
sepanjang masa selalu disayang, dimanja dan dihormati,
belum pernah ia dimaki orang lain dengan cara yang begitu
kasar. sekarang terbentur batunya ditangan Pek In Hoei
maka dapat dlbayangkan betapa sedih hatinya, hampir saja
titik air mata jatuh berlinang.
Namun ia berusaha menahan lelehan air mata itu,
bibirnya gemetar keras. lama sekali.... akhirnya ia berseru
"Kau.... kau...."
Pek In Hoei mendengus, ia berpaling memandang jilatan
api yang berkobar tiada hentinya dalam lorong itu, bibirnya
terkatup rapat sementara dalam hati pikirnya: "Begini
hebatnya kobaran api yang membakar lorong tersebut, aku
rasa dalam waktu yang singkat tak mungkin dapat padam
Aaaaai.... entah bagaimana nasib pedang mustika Si-JietKiam ku sekarang?"
"Pek In Hoei, bagus sekati perbuatanmu...." mendadak
terdengar Wie Chin Siang berteriak dengan suara gemetar,
bibirnya yang merah digigit kencang2,
Pek In Hoei kaget. la rasakan nada suaranya yang penuh
dengan kesedihan kegusaran serta kebenciannya itu seakan
akan martil besar yang menghantam lubuk hatinya,
membuat jantungnya berdebar keras sukar ditahan.
Dengan cepat ia berpaling, ditatapnya wajah sang gadis
yang penuh penderitaan itu dengan sinar mata sayu.
Sekujur badan Wte Chin Siang gemetar keras, ujarnya
lagi dengan suara berat :

"Kau adalah manusia yang paling sombong kau anggap


eemua gadis yang ada dikolong langit bakal tundukkan
kepala semua dengan dirimu? sekalipun Ilmu silat yang kau
miliki sangat lihay, wajahmu ganteng dan menawan hati
tetapi kau tidak mempunyai kelebihan lain yang patut kau
sombongkan, jangan dikata keselamatanmu berada didalam
genggaman orang, untuk menjaga dan merawat jenasah
ayahmu sendiripun kau tidak mampu...."
"Kau.... kau adalah....." jerit Pek in Hoei sangat
terperanjat, sekilas ingatan berkelebat dalam benaknya,
teriaknya lagi dengan suara keras :
"Kau tahu dimanakah jenasah ayahku berada....?"
Wie Chin Siang tartawa dingin.
"Walaupun saat ini kau tahu dimanakah jenasah ayahmu
berada, tapi apa gunanya? sebentar lagi kita bakal modar
semua di tempat ini?"
"Apa? apa maksud ucapanmu itu?
Selapis hawa dingin yang membakukan hati terlintas
diatas wajah dara ayu itu, jawabnya dingin!
"Diatas dinding batu ini telah dilapis dengan bubuk
racun rumput penghancur hati "Coen Sim Tok Cau" yang
dihasilkan disamudra Seng Sut Hay, bila bubuk belerang itu
telah terbakar habis maka suhu panas yang menyengat
badan akan menyebarkan daya kerja racun Coen Sim Tok
Ciu itu keseluruh ruangan kita berada didalam lorong yang
tersumbat. Hmm, kau anggap dalam keadaan begitu kita
masih dapat hidup dalam keadaan segar bugar....
"Kau.... darimana kau bisa tahu kesemuanya ini...."
"Kenapa aku tidak mengetahui kesemuanya ini? suhuku
adalah putri angkat dari Hoa Pek Touw?"

Pek In Hoei dibikin semakin bingung,


"Siapakah suhumu ? kenapa dia suruh kau memasuki
lorong rahasia ini ?"
"Hmm, suhu perintahkan aku berkelana didalam dunia
persilatan dengan menggunakan namamu, maksud
tujuannya bukan lain untuk berusaha mencari tahu
dimanakah kau berada siapa sangka kau malah tidak tahu
siapakah dia orang tua?"
Gadis itu angkat kepalanya memandang mutiara
pemisah air yang ada diatas dinding batu lalu menghela
napas. sambungnya!
"Oooh suhu.... suhu..... dengan susah payah dan tidak
kenal marabahaya kau orang tua melindungi keselamatan
Pek in Hoei, siapa tahu orang yang kau lindungi dengan
mati matian bukan lain adalah seorang manusia yang tidak
kena budi, membuat jiwa muridmupun harus berkorban
ditangannya. Aaai ! kalau dia kenal siapakah suhu masih
mendingan. siapa sangka ia tak tahu siapakah kau dan siapa
pula namamu, buat apa melindungi keselamatannya lagi?
manusia yang tak kenal budi dan berhati kejam seperti dia
tidak sepantasnya kalau cepat2 mati..."
Sungguh hebat mskian dari dara ayu itu hingga membuat
anak muda kita jadi mendelik dan kerutkan alisnya rapat
rapat namun ia tidak membantah sebab ia tidak tahu
siapakah suhu dari dari Wie Chin Siang.
Pelbagai pertanyaan yang membingungkan hati
berkelebat dalam benaknya, ia merasa dirinya toh tak
pernah kenal dengan putri angkat dari Hoa Pek Touw.
maka sesudah putar otak beberapa saat lamanya kambali
dia bertanya:

"Coba tebaklah sendiri!" jawab Wie Chin Siang tanpa


berpaling, matanya masih tetap menatap mutiara diatas
dinding itu.
"Suruh aku menebaknya sendiri?" diam2 Pek In Hoei
tertaws getir. "Berada dalam keadaan yang begini
bahayanya kau masih punya kegembiraan untuk mengajak
aku main tebak tebakan. bukankah hal ini sama artinya
menggunakan jiwa kita sebagai bahan gurauan?".
Ia gigit bibirnya kencang lalu memaki di dalam hati
kecilnya :
"Huuu. dasar oreng perempaan. Sedikitpun tak mengerti
akan berat entengnya persoalan, yang diketahui cuma
berpura pura manja den jual mahal... Hmmm sialan."
Biji matanya berputar, dipandangnya jilatan api yang
kini telah berubah jadi hijau gelap, rupanya sebentar lagi api
bakal padam hawa panas yeng menyengat badan mulai
berkurang dan tak begitu menyiksa lagi.
Sepasang kepalannya digenggam kencang hingga
berbunyi gemerutukan, dengan hati cemas pikirnya:
"Seandainya ia bukan sedang membohongi aku. maka
aku harus berusaha secepatnya meninggalkan tempat ini
kalau tidak seandainya rumput racun penghancur hati itu
sampai lerbakar maka aku bisa kehabisan akal dan mati
konyol disini."
Dalam pada itu tatkala Wte Chin Siang mendengar suara
gemerutuknya jari tangan tanpa sadar telah melirik sekejap
kearah Pek In Hoei.
Tatkala dijumpainva sianak muda itu sedang berdiri
dengan wajah cemas dan tidak tenang, dalam hati diam2 ia
tertawa dingin, dengan wajah yang kaku ejeknya:

"Katanya saja seorang lelaki sejati tidak takut langit dan


bumi, tak tahunya punya nyali sekecil tikus Hmm, manusia
macam kau bisa mengaku sebagai cucu muridnya Tiam
Cong Siu Kiam, sungguh memalukan.".
Dengan pandangan dingin Pek in Hoei melirik sekejap
gadis itu. ia tidak gusar sebaliknya menyahut dengan suara
berat:
"Katau kau tidak takut mati berdiri saja disitu dan jangan
bergerak, aku sih harus mencari akal untuk keluar dari sini
karena aku tak ingin mati konyol dengan cara yang bodoh,
tentu saja bagi manusia goblok yang setiap harinya makan
kenyang tak ada kerjaan dan tahunya cuma bersenang
senang belaka, kematian merupakan tempat tinggalnya
yang tarakhir."
Air muka Wie Chin Siang berubah beberapa kali,
mendadak ia menoleh dan membentak:
"Siapa yang sedang kau maki?".
"Aku memaki manusia2 ymg goblok seperti telur busuk
itu." ia merandek sejenak, kemudian sambil tersenyum
penuh arti balik tanyanya.
"Apakah kau mengakui bahwa dirimu adalah seorang
manusia goblok seperti telur busuk?".
Dapat dibayangkan betapa gusar dan mendongkolnya
hati Wie Chin Siang mendengar pertanyaan yang
mengandung makian itu, untuk beberapa saat lamanya dia
tak tahu bagaimana harus menjawab, sementara sekujur
badannya gemetar keras menahan emosi.
"Bagus." teriaknya sambil nendepakkan kekinyi keatas
tanah. "Akan kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri,
bagaimana caranya manusia yang mengaku cerdik itu
menemukan hidupnya".

Selesai berkata itu sambil menggigit bibir dia putar badan


dan lari menuju kearah lorong.
Sementara itu kobaran api yang maha dahsyat tadi sudah
mulai padam, yang tersisa diatas kedua belah dinding
lorong itu hanyalah cahaya lampu yang berwarna kehijau
hijauan, membuat lorong tadi kelihatan bertambah seram
dan mengerikan.
Memandang bayangan punggung Wie Chin Siang yang
sedang berlari menjauh, pelbagai ingatan berkelebat
didalam benaknya, tiba2 sekilas ingatan terang berkelabat
dalam otaknya.
Segera pikirnya:
"Asalkan kucabut mutiara penampik air itu dari atas
dinding. maka air telaga diatas gua ini akan segera
membanjiri lorong api. dalam keadaan begitu, kendati Hoa
Pek Tou masih mempunyai pelbagai jebakan pun juga
percuma saja. setelah digenangi air jebakan tersebut tidak
nanti bisa tunjukkan kelihaiyannya. pada saat itu bukankah
aku bisa berusaha meloloskan diri dari sini?".
Ingatan itu laksana kilat berkelebat didalam benaknya, ia
segera tepuk kepala sendiri sambil berpikir lebih jauh:
"Kenapa tidak kupikirkan hal ini sejak tadi? sebaliknya
malah buang waktu dengan perempuan untuk cekcok
dengan dia, aaaai.... kalau dipikir kembali, apa sebabnya
ribut dengan gadis binal seperti dia itu?."
Ia menertawakan kebodohannya sendiri lalu barpalirg
kearah lorong, dimana sianak muda ini ada maksud melihat
apakah gadis itu sudah lenyap dari situ atau belum.
Tetapi sewaktu dia angkat kepala, kebetulan sekali
dilihatnya Wie Chin Siang entah dengan cara apa meraba

dingin lorong sehingga muncullah sebuah lubang besar


diatas dinding itu.
Sembari melangkah masuk kedalam gua tadi, mendadak
dara itu berpaling dan menjerit lengking :
"Kalau aku tidak takut mati, ayoh masuklah lewat gua
ini."
"Kalau kau hendak pergi berangkatlah seorang diri
jangan kau perdulikan diriku. Wie Chin siang tertawa
dingin.
"Disamping itu aku hendak memberitahukan sesuatu
kepadamu, suhuku adalah Kim In eng..."
"Si Dewi Khiem berjari sembilan Kim In Eng?" Sekarang
pahamlah sudah Pek In Hoei. "Kenapa tidak kuingat diri
Kim loocianpwee sejak tadi..."
Sementara dia sedang menyesal dan berduka, terdengar
Wie Chin Siang kembali menjerit lengking. Kali ini
suaranya penuh dengan penderitaan serta rasa sakit yang
luar biasa.
"Rumput racun penghancur hati...."
Pek In Hoei terperanjat, dilihatnya Wie Chin Siang
sedang memegangi tenggorokan sendiri dengan penuh
penderitaan, kemudian badannya terjengkang kebawah dan
robob tak berkutik lagi.
Sadarlah sianak muda ini bahwa marabahaya sedang
mengancam jiwanya, sebelum dia sempat bertindak sesuatu
mendadak hidungnya mencium bau harum yang tawar
diikuti segumpal hawa uap berwarna merah menyebar
kesegala pelosok ruangan.
Sewaktu untuk pertama kalinya dia berjumpa dengan
Hee Siok Peng tempo dulu, pernah dilakukan olehnya

dengan mata kepala sendiri pelbagai macam makhluk


beracun yang aneh aneh bentuknya serta lihaynya bubuk
racun serta ilmu pukulan beracun.
Oleh karena Itu tatkala hidungnya mengendus bau
harum yang tersiar keluar dari balik gua tadi, cepat cepat
dia tutup semua pernapasannya.
Meskipun dia cukup waspada
tindakannya terlambat satu langkah.

namun

sayang

Terasa bau harum semerbak tadi menyerang kedalam


paru parunya membuat dia merasakan kepalanya jadi
pening dan berkunang kunang, sekujur badannya jadi lemas
dan hampir saja ingin pejamkan matanya untuk tidur
nyenyak.
Ia mendengus berat, lima jadinya baru dipantangkan
keluar, dengan segenap tenaga dia melawan keinginannya
untuk tidur itu, kemudian sekali jambret dicengkeramnya
mutiara penampik air tadi dari atas dinding batu.
Cahaya mutiara berkilat memenuhi angkasa, sambil
membawa mutiara tersebut badannya meluncur kearah
lorong.
Suara air telaga terdengar menggulung dibelakang
tubuhnya, bagaikan bendungan yang ambrol air telaga
menyapu tiba dan seketika memenuhi seluruh lorong
tersebut.
Dengan sempoyongan dia lari tujuh delapan langkah
kedepan, seraya membungkuk kebawah disambarnya
pedang penghancur sang surya yang menggeletak diatas
tanah itu.
Air telaga menerjang kebawah laksana air terjun, seluruh
lorong dipenuhi dengan air bagaikan selaksa prajurit

berkuda meluncur datang dengan hebatnya membuntuti


dibelakang sianak muda itu.
Da!am pada itu sewaktu Pek In Hoei memegang pedang
Sie Jiet Kiamnya tadi, dia merasakan matanya jadi berat
dan sukar dipentangkan lebar2. rasa mengantuk semakin
menyerang dirinya membuat dia merasa ogah untuk
bergerak dari tempat semula.
Sekalipun begitu dia masih sadar akan mara bahaya yang
mengancam keselamatan jiwanya, asal ia tak kuat menahan
diri dan roboh keatas tanah maka Wie Chin Siang pasti ikut
mati tenggelam didasar telaga itu.
Oleh sebab itulah dia meraung keras bibirnya digigit
kencang kencang sehingga terluka den darah segar
mengucur keluar membasahi bajunya Rasa sakit yang menyengat hati membuat rasa
ngantuknya jadi berkurang. sekuat tenaga ia genggam
mutiara itu dan lari secepat cepatnya meninggalkan tempat
itu.
Beruntun puluhan langkah berlalu dilewati dan tibalah
dia dipintu masuk lorong rahasia itu. ia sambar tubuh Wie
Chin Siang lalu dengan mati matian ia lari kencang didalam
lorong tadi.
Disaat kesadarannya semakin kabur dan ingatannya
makin menghilang, secara lapat2 ia dengar dari dinding
batu dibelakang tubuhnnya secera otomatis menutup sendiri
suara air tenaga yang menghantam dinding meniggalkan
dengungan yang keras, apa yang terjadi selanjutnya dia
tidak tahu.
Sebab pada saat itulah badannya terjungkal dan roboh
keatas tanah kesadaran punah sama sekali dan diapun jatuh
pingsan....

-odwoKegelapan yang mencekam malam hari kian lama


bertambah luntur, sinar sang surya yang terang perlahan2
muncul sebelah timur, beberapa butir bintang masih
tertinggal disebelah barat dan menyorotkan sinarnya yang
lemah.
Permukaan air telaga Leng Gwat Ouw tenang bagaikan
cermin angin pagi berhembus sepoi meninggalkan reak kecil
diatas permukaan... suasana amat sunyi dan sepi
Pada saat itulah dari telaga melayang datang seorang
kakek tua berperawakan kurus kering, badannya bergerak
bagaikan terbang. seolah mengitari pepohonan ditengah
telaga sampailah orang itu ditep1 jembatan batu .
Memandang sang surya yang muncul di ufuk Timur dia
tarik napas dalam2, kemudian teriaknya dengan suara
keras:
"Sisa Rembulan mengampungkan golok perak. Sisa
bintang membuatkan badik emas!"
Ditengah kesunyian pagi hari yang mencekam seluruh
jagad, seruan itu berkumandang hingga ditempat kejauhan,
dari balik pendopo air yang ada ditengah telaga segera
terdengar suara sahutan disusul seorang dengan suara yang
serak tua menegur.
"Siapa yang ada diluar?"
"Tecu Ke Hong".
Suara batuk berkumandang keluar dari pendopo air,
diikuti pintu depan terbuka dan muncullah Ku Loei dari
balik ruangan tersebut.
Sepasang alisnye yang putih, panjang dan lebat itu
nampak berkerut, kemudian terdengar ia menegur.

"Apakah Hong jie yang berada disitu? kenapa sampai


sekarang baru kembali? apakah dipihak Siauw lim telah
terjadi perubahan?"
Dengan penuh rasa hormat Ke Hong si golok perontok
rembulan menjura dalam2:
"Lapor suhu, kemari malam tecu baru saja pulang dari
gunung Siong-san ,baru saja hendak melaporkan kejadian
didalam partai Siauw lim kepada suhu, mendadak di dalam
lorong rahasia sebelah Selatan kutemui ada orang terjebak
disitu"
"Ouw. disana ada orang?"
"Benar eubu, didalam lorong itu terkurung dua orang
manusia, satu pria dan satu wanita, namun tecu telah
menggerakkan alat rahasia yang dipasang disitu, tecu rasa
mereka pasti sudah mati terbakar disana".
Sebelum Ku Loei sempal menjawab terdengar Hoa Pek
Tou yang ada didalam ruangan telah menyela :
"Panggil dia masuk kadalam !"
Ku Loei mengiakan: "Masuklah kedalam!".
Ke Hong mengangguk, dia melayang melewati jembatan
mengapung kemudian meluncur kearah pendopo air.
Ke Hong segera masuk kedalam ruangan, baru saja
kakinya melangkah masuk hidungnya segera mendengus
bau obat yang sangat tebal, diikuti tampaklah Chin Tiong
menggeletak dialas pembaringan, dia jadi terperanjat dsn
segera tanyanya;
"Apa yang telah terjadi dengan diri susiok?"
"Tidak mengapa. dia cuma menderita sedikit luka"

Sekilas rasa kaget dan curiga terlintas diatas wajah Ke


Hong. naenun ia tak berani bertanya maka sinar matanya
lantas berputar memandang seluruh ruangan itu, disatu
sudut disisi hioloo besar ditemuinya seorang manusia aneh
berkerudung hitam berjubah lebar duduk bersila disana.
Belum lagi ia menanyakan asal usul orang itu, kembali
Ku Loei telah berseru, dengan suara berat :
"Coba ceritakanlah hasil dari perjalananmu menuju
kepartai Siauw-lim..."
"Sejak ciangbun Hong-tiang pertai Siauw ]im yang
lampau lenyap secara misterius, ciangbunjin yang sekarang
Hoei Kok Taysu telah melarang anak muridnya
mencampuri pelbagai persoalan yang menyangkut urusan
dunia persilatan, tetapi sejak dua puluh orang anak murid
pertai Siauw lim kembali lenyap secara misterius pada
tahun berselang, pihak Siauw-lim mulai mengirim orang
orangnya terjun keutara dunia kangouw untuk menyelidiki
peristiwa tersebut..."
"Aku sudah mengetahui akan kejadian itu karena
semuanya itu adalah hasil karya dari susiokmu, coba kau
ceritakan peristiwa apa lagi yang telah terjadi disitu baru2
ini?"
Sekilas ras ragu dan curiga berkelebat diatas wajah Ke
Hong, namun ia tak berani bertanya, ujarnya lebih jauh:
"Belum lama berselang, ketua dari perkumpulan Kaypang yang telah lama lenyap dari keramaian dunia
kangouw dan bernama Hong jie Kong dengan gelar Loo Ie
Koay Kie atau pengemis aneh berbaju dekil secara tiba tiba
telah muncul diatas gunung Siong san seorang diri,
beruntun selama tiga hari tidak nampak ia turun dari
gunung tersebut dan pada hari keempat tiba tiba partai
Siauw lim telah mengutus keempat belas Loo Hannya

dengan menyebarkan tanda perintah Giokr im Leng Pay


telah mengundang para ciangbunjin dari pelbagai partai
untuk berkumpul digunung Siong san."
"Aaah! benarkah telah terjadi peristiwa seperti ini?" seru
Ku Loei amat terperanjat.
"Coba ceritakan kisah yang sejelasnya kepadaku."
Terdengar kakek berkerudung hitam itu menyela.
Dengan hati kaget bercampur tercengang Ke Hong
menoleh kearah Ku Loei, lalu bertanya :
"Tecu rasa dia adalah..."
"Dia edalah susiok cuowmu."
Dengan pandangan kaget dan tercengang Ke Hong
berpaling memandang sekejap kearah Hoa Pek Touw.
rupanva dia tidak menyangka kalau SUCOUWnya si Iblis
sakti berkaki telanjang Cia Ku sin masih mempunyai
seorang adik seperguruan, buru buru dia maju memberi
hormat seraya sapanya :
"Susiokcouw...." "Duduklah lebih dahulu, aku hendak menanyakan
sesuatu kepadamu!" ujar manusia berkerudung itu sambil
memandang Ke Hong dengan sinar mata tajam, "Setelah
pengemis aneh berbaju dekil Hong jie Kong naik keatas
Siauw lim apakah dia tidak turun gunung lagi?"
Ke Hong mengangguk,
"Sebelum cucu murid berangkat pulang, tidak kulihat
pengemis aneh berbaju dekil turun dari gunung siong san".
"Ehm aku sudah memahami peristiwa itu" mendadak
terdengar Hoa Pek Touw menimbrung setelah sejenak.
"Coba kau ceritakan dahulu kejadian apa yang telah. kau
alami didalam lorong rahasia daerah terlarang kita"

"Pada malam hari itu juga cucu murid berangkat dari


Sauw lim langsung pulang kerumah, siapa sangka suasana
didalam perkampungan sunyi senyap hingga sedikit
suarapun tak kedengaran" bicara sampai disitu dengan mata
sangsi ia melirik sekejap kearah Ku Loei.
Buru buru
menyambung;

orang

she

Ku

itu

mendehem

dan

"Berhubung tujuh dewa dari luar lautan telah mengutus


muridnya untuk datang kemari dan aku takut terjadi
peristiwa yang ada diluar dugaan, maka kuperintahkan
semua orang yang ada didalam perkampungan untuk
menyembunyikan diri didalam ruang bawah tanah..."
"Ooouw tidak aneh kalau susiok terluka...."
"Perkataan yang tak berguna lebih baik tak usah
dibicarakan" tukas Hoa Pek Touw sambil melototkan
matanya. "Cepat katakan peristiwa apa yang sudah terjadi
didalam lorong bawah tanah".
Ke Hong berpaling. tatkala dilihatnya sorot mata Hoa
Pek Touw yang memancar keluar dari balik kain kerudung
hitamnya begitu sadis dan mengerikan dia jadi bergidik,
buru buru sambungnya :
"Berhubung suasana dalam perkampungan sunyi senyap
tak kedengaran sedikit suarapun dan tidak kujumpai sosok
bayangan manusia yang ada disitu maka aku merasa
keheranan setengah mati. segera kuperiksa sekeliling
perkampungan dengan teliti dan seksama. Tatkala aku tiba
didaerah terlarang sebelah selatan mendadak kusaksikan
sekilas cahaya merah yang sangat tajam berkelebat lewat
dimulut lorong, dibawah sorotan sinar rembulan secara
lapat lapat kurasakan cahaya itu mirip dengan sebilah
pedang."

"Ooouw" Ku Loei berseru tertahan. dia lantas berpaling


kearah Hoa Pek Touw dan berseru :
"Jangan jangan cahaya merah itu adalah pedang
penghancur sang surya dari Pek In Hoei?"
Hoe Pek Touw mengangguk.
"Biarlah dia lanjutkan kembali kata katanya?"
Ke Hong tidak berani banyak bertanya, ia lanjutkan
kembali kisahnya :
"Karena curiga maka cucu murid segera menerobos
masuk kedalam daerah terlarang disebelab selatan itu, saat
itulah aku baru merasakan bahwa orang itu
menghubungkan tempat luar dengan lorong rahasia dimana
kita kurung Cian Hoan Long koen. Pada saat itu bisa
dibayangkan betapa kaget dan herannya hatiku karena
selama tiga puluh tabun belakangan kecuali penghantar nasi
yang masuk melewat lorong rahasia balum pernah ada
orang lain yang pergi kesitu. tapi kali ini telah muncul
seieorang disana... hatiku makin curiga...
Dia merendek sejenak, kemudian tambahnya:
"Sewaktu aku tiba didepan lorong rahasia itulah,
kujumpai seorang pemuda yang sangat ganteng dengan
mencekal sebilah pedang mustika sedang berdiri dibalik
pintu, pedang yang berada ditangannya radaan mirip
dengan pedaDg mustika penghancur sang suryu dari partai
Tiam cong".
"Nah, itulah dia. tak bakal salah lagi" saru Ku Loei
sambil bertepuk tangan. "Orang itu pastilah Pek in Hoei,
sungguh tak nyana dia berhasil meloloskan diri dari tekanan
air yang berpusar didasar telaga Lok Gwat Ouw serta
dinginnya air telaga yang membekukan darah...

"Ucapan suhu sedikitpun tidak salah, jurus serangan


yang dia gunakan bukan lain adalah jurus pedang partai
Hoa san. disamping itu tecupun mendengar ada seorang
gadis sedang memanggil dirinya dari dalam dengan sebutan
Pek In Hoei tiga patah kata!".
"Apakah kau tidak salah mendengar?" Sela Hoa Pek
Touw mendadak sambil menegakkan badannya. "Benarkah
orang itu bernama Pek In Hoei?...
Ke Hong berpikir sejenak kemudian mengangguk.
"Sadikitpun tidak salah, orang itu memang dipanggil
dengan sebuian Pek In Hoei tiga patah kata".
"Hmm, suugguh tak kusangka ternyata ada orang
berhasil meloloskan diri dari dasar telaga Lok Gwat ouw.
sungguh membuat orang merasa tidak percaya.".
Ke Hong sendiri diam2 merasa tercengang dan tidak
habis mengerti siapakah sebenar sih manusia yang bernama
Pek In Hoei itu, semakin tak dapat menebak pula mengapa
Susiok couwnya yang dingin dan sadis itu sekarang bisa
menunjukkan emosinya yang meluap luap sehingga kini
kerudung hitamnya pun gemetar keras
Dengan hati sangsi dan diliputi tanda tanda pikirnya.
"Sekalipun pedang yang berada ditangan Pek In Hoei
benar benar adalah pedang mustika penghancur sang surya,
toh belum tentu dia adalah anak murid partai Tiam cong.
aaasach jangan jangan dia adalah anak murid dari Hay
Gwa Sam Sian tiga dewa diri luar lautan?".
Berpikir sampai disitu tak tahan lagi segera tanyanya.
"Walaupun Pek In Hoei sangat lihay dan luar biasa,
namun setelah terjebak didalam lorong pengurung naga,
tecu rasa dia pasti telah mati terbakar hangus disitu!"

Hoa Pek Touw tarik napas dalam dalam, sekuat tenaga


dia berusaha menekan golakan perasaan dalam hatinya,
setelah itu perlahan lahan ujarnya :
"Dia berhasil menembusi gua didasar telaga Lok Gwat
0uw. hal ini menunjukkan bahwa dia memiliki mutiara
penolak air dalam sakunya, kalau tidak air telaga tentu
sudah memenuhi lorong pengurung naga sejak tadi,
mungkinkah dia akan menunggu sampai kau menggerakkan
alat alat rahasia tersebut."
Dia bangun bardiri dan menambahkan;
"Aku rasa pastilah gadis itu sudah mengetahui rahasia
jalan lorong dibawah tanah itu, kalau tidak, tak nanti dia
berhasil memasuki lorong pengurung naga itu tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun" Dia menghela napas
panjang, terusnya ;
"Aku cuma berharap Cian Hoan Long Koen telah modar
lebih dahulu sebelum mereka berhasil memasuki gua
tersebut kalau tidak maka rencanaku terpaksa batal
dilaksanakan sebelum saat yang telah ditetapkan"
"Tapi bukankah didalam lorong pengurung naga telah
kita pasang pelbagai alat rahasia " seru Ku Loei tercengang
"Apakah mereka sanggup melarikan diri dari situ..."
"Aku sendiripun berharap agar mereka tak sanggup
melepaskan diri dari jilatan api serta serangan racun, tapi
serangan api dan air tak dapat bekerja sama. seandainya dia
lepaskan air telaga sehingga memenuhi lorong, bukankah
semua alat rahasia yang telah kupersiapkan disitu tak akan
sanggup menunjukkan daya kerjanya?".
"Aneh... sungguh aneh..." gumam Ku Loei sambil
menggaruk garuk rambutnya "Kenapa dia sanggup

melawan dinginnya air telaga bahkan sanggup pula


melubangi dasar telaga..."
"Apakah kau lupa bahwa dia memiliki pedang mustika
penghacur sang surya?" Seru Hoa Pak Touw. Ia merandek
sejenak untuk melirik sekejap Chin Tiong yang berbaring
diatas pembaringan, lalu tambahnya "Kalian tunggulah disini merawat dia, aku mau pergi
kelorong rahasia untuk melakukan pemeriksaan."
Perlahan lahan ia berjalan keluar dari pendopo air itu
melalui jembatan gantung, selangkah demi selangkah
berangkat menuju ketepi telaga diseberang sana.
Memandang langkahnya yang terpincang pincang,
dengan perasaan heran dan tercengang Ke Hong barkata :
"Suhu, mengapa selama tiga puluh tahun belakangan ini
aku belum pernah mengetahui kalau masih mempunyai
seorang susiok couw macam dia. kalau dipandang rupa
serta keadaannya seakan akan orang yang sama sekali tidak
mengerti akan ilmu silat."
Ku Loei mendelik hardiknya
"Tutup mulutmu, jangan kau membicarakab soal dia
orang tua dibelakangnya. Haruslah kau ketahui bahwa
kecerdasan serta kapintarannya tiada tandingan dikolong
langit dan semua orang mengenali dirinya serta
mengaguminya, jangan dikata suhumu meski sucouwmu
pun menaruh beberapa bagian rasa hormat kepadanya,
Hmmm kau manusia macam apa, berani benar
membicarakan soal dia orang tua dibelakangnya."
Merah jengah selembar wajah Ke Hong dia tidak
menyangka setelah berusia lima puluh tahun dan selama
berkelana dalam dunia persilatan telah memperoleh nama
besar sehingga bernama sipedang penghancur sang surya

serta bintang kejora manuding langit disebut Tionggoan


Sam Sut kiam kini harus ditegur pedas oleh gurunya
Ku Loei melirik sekejap kearah muridnya meyaksikan air
muka Ke Hong menampilkan rasa malu bercampur gusar
kembali dia mendengus dingin;
"Hmm ! mungkin kau mesih belum puas, haruslah kau
ketahui bahwa perkampungan Tay Bie San-cung serta
Banteng Bintang Kejora adalah hasil karya dirinya, sedang
sidewa kate dari negeri Thian Tok serta Sin-Koen bertenaga
raksasa sudi menggabungkan diri dengan Liuw Sah Boen
kita adalah berkat undangan dari dia orang tua. Hmm !
dikolong laneit dewasa ini masih ada manusia manakah
yang sanggup mengundang kehadiran "Kioe Boen Toh Sin
Wa" sidukun sakti berwajah seram dari propinsi Lam
Ciang? hanya dia orang saja yang mampu melakukan
kesemuanya itu, cukup layangkan sepucuk surat mereka
segera berangkat kemari, Hmm kau berani pandang hina
dirinya? dalam waktu singkat seluruh dunia persilatan bakal
terjatuh didalam cengkeramannya!"
Ke Hong melongo dan berdiri terbelalak, mimpipun dia
tidak menyangka selama puluhan tahun dia harus berkelana
ditempat luar maksud tujuannya bukan lain adalah berjuang
agar perguruannya menjagoi dunia persilatan, semakin tak
menduga lagi kalau semua rencana tersebut bukan lain
adalah hasil pemikiran dari sikakek pincang tadi.
Dengan rasa kaget segera tanyanya;
"Suhu, kau perintahkan kami sekalian menyusup
kedalam pelbagai partai besar, ternyata maksudnya bukan
lain adalah untuk menjagoi seluruh dunia kangouw?"
Ku Loei mengangguk penuh kegirangan.

"Tidak lama kemudian segenap dunia kangouw bakal


terjatuh didalam cengkraman perguruan Liuw Sah Boen
kita, segenap jago yang ada didalam dunia persilatan bakal
jadi anak buah perguruan kita. kesemuanya ini bukan lain
adalah cita cita yang selalu diimpi impikan sucouw mu dan
kini apa yang dahulu selalu diimpi impikan sekarang
hampir terlaksana didepan mata"
Ia merandek sejenak, lalu dengan serius tambahnya;
"Sebenarnya rahasia besar ini tak boleh kukatakan
kepadamu, tetapi berhubung saat yang dinanti nantikan
selama ini sudah hampir terlaksana maka rasanya tiada
halangan bagiku untuk memberitahukan kepadamu'.
'Kalau begitu, apakah lenyapnya para ciangbunjien dari
sembilan partai besar pada dua puluh tahun berselang juga
merupakan hasil karya dari rencana besar susiok cuow kita
ini?" tanya Ke Hong sambil menggigit bibirnya.
"Sedikitpun tidak salah, itulah rencana bersama dari
sucouw serta susiok-couw mU sewaktu ada di gunung Cing
shia."
Belum selesai dia berbicara tiba tiba terdengar suara
bentakan yang amat dahsyat. berkumandang datang
memecahkan kesunyian disusul jeritan kaget seorang gadis.
"Ada orang menyerang perkampungan kita.." teriak Ke
Hong sambil melompat bangun.
Ku Loei tidak banyak bicara tangannya segera mendekati
punggung kursi kemudian laksana panah yang terlepas dari
busurnya meluncur kedepan, ujung kakinya menutul
dijembatan gantung dan dalam dua tiga kali loncatan dia
sudah tiba ditepi telaga.
Ke Hong tak berani banyak buang tempo lagi, dia tarik
napas dalam dalam. badannya berputar loncat keluar dari

pendopo air, setelah menutup pintu depan diapun loncat


ketepi telaga menyusul dibelakang subunya Ku Loei.
Berada ditapi telaga Ku Loei merandek sajenak.
kemudian badannya langsung menerobosi hutan lebat dan
berlari menuju kearah barat daya, sambil berlarian pikirnya,
"Kalau didengan dari suara bentakan keras tadi rupanya
mirip sekal dengan suara dari Hoa Loo jie. jangan jangan
dia telah berjumpa dengan musuh tangguh?'
Satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya, dangan
amat terperanjat pikirnya lebih jauh:
"MungkinIt Boen Pit Giok telah datang lagi?"
Baru saja ingatan itu berkelebat lewat, terdengar jeritan
kaget dari It Boen Pit Giok berkumandang datang lagi :
"Hey setan tua, benarkah kau berasal dari perguruan
Liuw sah Boen?..."
Hoa Pek Touw tertawa seram.
"Heee... heee.... heee.... janganlah kau anggap setelah
mempelajari permainan kucing kaki tiga dari Hoo Beng jien
lantas bisa berbuat sewenag wenang dihadapanku. Ini hari
sengaja kulepaskan dirimu pulang agar kau bisa beritahu
kepada suhumu si setan tua itu bahwa sahabat lamanya
tempo dulu hingga kini masih belum mati. Cepat atau
lambat aku pasti akan datang mencari balas kepadanya"
Ku Loei terparanjat, badannya dengan cepat berkelebat
menyembunyikan diri dibelakang pohon besar, meminjam
dahaan pohon yang lebat dia mengintip kearah muka.
Tampaklah Hoa Pek Touw dengan seram berdiri tegak
ditengah kalangan, kurang lebib satu tombak dihadapannya
berdiri seorang dara cantik yang menutupi dadanya dengan

tangan, rasa kejut dan tercegang dengan jelas masih tertera


diatas wajahnya.
Dalam sekilas pandang saja ia dapat melihat dengan jelas
bahwa dara cantik yang berada disitu bukan lain adalah it
Boen Pit Giok yeng telah dijumpainya kemarin malam,
entah sejak kapun dia telah menyusup kembali kedalam
perkampungan Tay Bie San Cung.
Perawakan tubuh Hoa Pek Touw yang tinggi besar itu
tiba tiba memanjang satu kali lipat, dia mendongak dan
tertawa seram.
"Haaah... haaah... haaah... Hoo Bong Jien... Hoo Bong
Jien meskipun kau telah mensucikan diri jadi pendeta,
namun aku tetap akan membikin malu dirimu sehingga kau
tak punya muka lalu mati penasaran..."
Mendengar ocehan itu air muka It Boen pit Giok
seketika berubah hebat, dengan darab yang meluap luap
bentaknya:
"Kurang ajar, bajingan kau herani menghina dan
memaki maki suhuku? rupanya kau sudah bosan hidup?"
"Heeh... heeeeh... heeh... seandainya aku tidak ingin
berjumpa dengan Hoo Bong Jien, ini hari juga akan
kusuruh kau mati kelejetan diatas genangan darah!".
Dalam mengutarakan kata kata tersebut kerudung hitam
yang dikenakan Hoa Pek Touw nampak bergetar keras,
sorot matanya yang tajam dan menggidikkan hati
memancar keluar.
Kiranya didalam perjumpaannya dengan Hoa Pek Touw
tadi, dalam sekali gebrakan saja It Boen Pit Giok telah kena
dihantam sehingga darah panas dalam rongga dadanya
bergolak keras, nadinya berdenyut cepat dan dan hampir
saja muntahkan darah segar.

Mimpipun dia tak pernah meagira kalau didalam


perkampungan Tay Bie san Cung masih terdapat seorang
jagoan lihay yang memiliki ilmu silat sedemikian tingginya,
oleh karena dia tidak percaya kalau Hoa Pek Touw adalah
anggota perguruan Liuw Sah Boen.
Sebab sebelum dia menyebrang lautan Timur berangkat
menuju kedaratan Tionggoan. Thiat Tie Sin Nie sitabib
sakti seruling baja telah memberitahukan kepadanya Bahwa
sapasang iblis dari samudra Seng 5ut Hay telah binasa
semua dan didaratan Tionggosn tak nanti akan tardapat
manusia yang dapat menendingi kepandaian silatnya.
Namun sekarang fakta membuktikan lain, bukan saja
didalam dunia persilatan masih terdapat manuaia yang
berkepandaian jauh melebihi dirinya, bahkan kakek
berkerudung hitam yang kini berdiri dihadapannya dapat
memukul mundur dirinya hanya dalam sekali gebrakan
saja. bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kepandaian silat
yang dimiliki orang itu?.
Hal lain yang lebih mengherankan hatinya adalah
kenapa dia bisa tahu akan nama asli suhunya sebelum
mencukur rembut jadi nikouw ? apa sebenarnya hubungan
antara suhunya dengan kakek tua ini?
It Boen Pit Gok termenung berpikir sejenak, lalu
tanyanya kembali :
"Sebenarnya kau adalah si iblis sakti berkaki telanjang
dari samudra Seng Sut Hay atau bukan?"
-odwo10
HOA Pek Touw tertawa dingin.

"Apa matamu buta Hee budak dungu? coba periksa


apakah kakiku telanjang ataukah memakai sepatu
"Kalau kau memang bukan iblis itu lalu apa sebabnya
wajahmu kau kerudungi dengan kain hitam? apakah
Wajahmu jelek hidungmu hilang atau mungkin bibirku
sumbing?"
Dengan seramnya Hoa Pek Touw mendengus.
"Hmm tak ada artinya kau menggunakan cara tersebut
untuk memanasi hatiku, cepat pulang kesarangmu sana dan
katakan kepada Hoo Bong Jien, sahabat karibnya yang
telah dia usir dari istana Hoei Coei Kiong pada waktu yang
silam, kini telah hidup kembali.
"Hidup kembali?" Rupanya It Boen pit Giok tidak habis
mengerti akan penggunaan satu patah kata itu, tidak sempat
berpikir panjang lagi dia segera tertawa dingin dan
mengejek."
"Ooouw rupanya kau pernah diusir dari istana Hoei Coei
Kiong bagaikan seekor anjing budukan. Hmm! tidak aneh
kalau kau tak berani menjumpai diriku dengan wajah
aslimu. Huuu sialan tak tahu malu"
Hoa Pek Touw mendengus dingin, dia tetap berdiri tegak
ditempat semula tanpa kerkutik. hanya saja dengan suara
yang dingin dan menyeramkan ancaman.
"Rupanya kau ingin dilukiskan sebuah tato diatas
wajahmu itu, kau harus tahu bahwa loohu adalah ahli Tato
yang paling lihay dikolong langit dewasa ini".
Ancaman ini sungguh manjur sekali, seketika itu juga it
Boen Pit Giok dibikin ketakutan setengah mati, sampai
sampai air mukanya berubah jadi pucat pias bagaikan
mayat. Mula mula dia memang ada maksud untuk
mengundurkan diri dari perkampungan Tay Bie San Cung,

namun setelah teringat kembali akan msksud tujuannya


mendatangi perkampungan tersebut dengan menempuh
perjalanan siang malam, diam-diam dia lantas gertak
giginya dan berpikir.
"Karena persoalanku Dia telah menyusup masuk
kedalam perkampungan Tay Bie San Cung, hingga kini
kabar beritanya lenyap tak berbekas kutanyakan kepada
sisetan tua ini namun dia tak mau bicara, mana boleh
kutinggalkan tempat ini demikian saja? baik atau buruk aku
harus lawan bajingan tua ini!".
Berpikir demikian maka hatinya jadi mantap, tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun dia cabut keluar seruling
berlubang sembilannya dari dalam saku, kemudian dendan
serius katanya;
"Apabila kau sanggup menandingi sembilan jurus
seruling bajaku serta dua belas jurus ilmu penunjuk iblisku,
maka saat itulah kau baru berhak untuk mengusir aku dari
daratan Tionggoan untuk kembali kegunung tiga dewa
diluar lautan"
Menyaksikan It Boen Pit Giok mengeluarkan seruling
baja berlubang sembilannya dari saku, Hoa Pek Touw
segera mendongak dan tertawa seram, seraya mengepal
sepasang tinjunya kencang kenoang selangkah demi
selangkah dia maju kedepan,
Diam diam It Boen Pit Giok terkejut dan jeri
menyaksikan sikap sang kakek yang amat menyeramkan
itu. terutama sekali sinar matanya yang berubah jadi merah
dan begaikan seekor binatang liar, tanpa sadar dia mundur
selangkah kebelakang
"Seruling bsja berlubang sembilan?... seruling baja
berlubang sembilan..." Gumam Hoa Pek Touw kembali dia
tertawa seram.

"Haah... Haaaah... haah.... sungguh tak kusangka


seruling yang kubuat dengan susah payah hingga
membuang banyak tenaga dan pikiran, kini malahan
mengangkat nama Hoo Bong Jien sehingga berkibar
didalam dunia persilatan. Haah... haaah... haah... haaah....
Thiat Tie Sin Nie....?"
Mendadak matanya malotot gusar,
setengah meraung teriaknya:

dengan

suara

"Ciiss... Nikouw sakti seruling baja macam apakah dia...


Hmm tidak lebih cuma seorang lonte busuk,"
It Boen Pit Giok benar benar tak perneh menyangka
kalau pihak lawan bisa memaki suhunya dengan kata kata
yang demikian kotor, tanpa sadar jantungnya berdebar
debar keras, merah padam selembar wajahnya.
Dia membentak nyaring, tidak sampai menantikan Hoa
Pek Touw menubruk. datang lengannya telah dipentangkan
lebar, badannya secara beruntun maju tiga langkah
kedepan, seruling baja berlubang sembilannya diputar
kencang dan mengirim satu serangan dahsyat dengan jurus
"Thian Gwa Lay Hong" atau Belibis sakti luar langit.
Seruling panjang yang berwarna hitam pekat dengan
memancarkan serentetan cahaya tajam berwarna hitam
bagaikan air bah menggiring keluar, irame seruling yang
tajsm dan tinggi melengking hingga menembusi awan
bagaikan hendak merobek robek jantung manusia
mengiringi dibelakang gulungan angin serangan tersebut.
Tubuh Hoa Pek Touw yang tinggi besar bergerak
mengigos kesamping bagaikan selembar daun kering
mengikuti datangnya sambaran seruling baja itu melayang
kedepan kemudian bergerak seolah olah menempel diantara
cahaya hitam tadi.

Dengan hati bergidik It Boen Pit Giok menggeser


badannya kesamping, tiba tiba serulingnya menikung
kesamping lalu menekan kebawah. laksana kilat menotok
jalan darah Hoe Ciat serta Hiat Hay" dibawah lambung
Hoa Pek Touw.
Sungguh cepat dan lincah perubahan jurus yang dia
lakukan barusan ini, irama aeruling seketika lenyap dan
tahu tahu suara tajam tadi telah menotok keatas lambung
Hoa Pea Touw dan nampaknya perut siorang tua itu segera
akan tertembusi,
Siapa sangka disaat yarg paling kritis dan detik yang
terakhir itulah sekonyong konyong Hoa Pek Touw tertawa
dingin mendadak badannya berputar kencang bagaikan
sebuah gangsingan, dengan cepat dan lincah dia telah
berputar kalian arah.
Mengikuti pergesekan jubah bajunya dikala berputar
itulah seruling baja tadi kehilangan arah sasaran dan gagal
menotok jalan darahnya.
Air muka It boan Pit Giok berubah hebat, seruling
bajanya diayun kembali kedepan, jar! telunjuk dan jari
tengah lengan kirinya dijulurkan kedepan, sesudah berputar
satu lingkaran dia sentil kemuka teriaknya:
Aku tidak percaya kalau kau betul betul telah berhasil
melatih Ilmu khie-kang pelindung badan".
Oooo-dw-oooO
Jilid 15
SERENTETAN angin serangan yang tajam laksana
titiran air hujan meluncur kedepan langsung menyodok

jalan darah Thian Toh Hiat diatas tenggorokan kakek


berkerudung hitam itu.
Sentilan jari yang diiringi dengan babatan seruling baja
ini bukan lain adalah jurus "Ngo Hoed Ci Pay" atau
Buddha sakti maha pengasih, suatu jurus serangan yang
maha sakti.
Tampaklah beribu-ribu buah jalur bayangan seruling
segera mengepung dan membabat batok kepala lawan.
Gerakan perputaran tubuh Hoa Pek Touw yang gencar
laksana ganjsingan itu mendadak berhenti kemudian
badannya roboh kearah belakang, kembali dia berhasil
meloloskan diri dari dua buah ancaman lawan yang tajam
dan maha ampuh tadi.
Dia meraung rendah, seluruh badannya bagaikan
sebatang anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur
keangkasa, berada ditengah udara badannya kembali
berputar, sepasang lengannya diputar keda!am dan
melayang turun keatas permukaan dalam sikap yang lurus.
Kendati kakinya pincang tetapi beberapa jurus serangan
itu dapat dilakukan dengan sempurna, badannya bagaikan
seekor naga sakti menari dan menerobos kesana kemari antara kurungan beribu-ribu buah bayangan seruling.
Tatkala menyaksikan dua buah jurus serangannya
mengenai sasaran yang kosong, It boen Pit Giok segera
tarik kembali serulingnya untuk melindungi badan, setelah
itu badannya loncat mundur tiga langkah kebelakang takut
musuhnya dengan menggunakan kesempatan yang sangat
baik itu melancarkan bokongan lagi kepadanya.
Namun Hoa Pek Touw tidak berbuat demikian, dia tetap
berdiri serius ditempat semula sambil melingkarkan
lengannya.

Air muka gadis cantik dari luar lautan berubah hebat,


diam-diam pikirnya dengan hati terperanjat :
"Mana mungkin?... darimana dia bisa menguasai pula
ilmu sakti Pouw Giok Cioe?"
"Heeeh.... heeeeh..... heeeh.... apakah kau ingin menjajal
pula bagaimana lihaynya tujuh jurus Pouw Giok Chiet Sin
ku ini?" terdengar kakek itu menjengek sambil tertawa
seram.
"Sebetulnya siapakah kau? kenapa kaupun bisa
menguasai ilmu Pouw Giok Chiet Sih dari Ko Supek ku?"
Hoa Pek Touw cuma mendengus dingin tanpa
menjawab, mendadak sepasang lengannya diputar, tangan
kiri mengayunkan satu pukulan keluar sementara telapak
kanan menekan kedalam, satu berputar yang lain membalik
dalam sekejap mata munculkan satu tenaga pukulan yang
maha dahsyat menggulung kearah depan.
It-boen Pit Giok tarik napas dalam2, seruling baja
ditangan kanannya digetar sejajar dengan dada, dengan
menciptakan
beribu-ribu bayangan
seruling
yang
menggabung jadi satu lapisan cahaya, dia berusaha
melindungi dada sendiri.
"Bruuuuk!" tubuh It-boen Pit Giok mundur dengan
sempoyongan, angin pukulan yang maha dahsyat laksana
gulungan ombak ditengah samudra itu dengan telak
mengenai senjata seruling bajanya hingga seketika ia
mundur dua langkah kebelakang.
Hoa Pek Touw mendengus dingin, sepasang telapaknya
berpisah kedua belah samping, laksana kilat mencengkeram
senjata seruling itu.
Belum sempat It boen Pit Giok berdiri tegak, kesepuluh
jari lawan telah tiba didepan mata, seketika itu juga tak

sempat lagi baginya untuk menghindarkan diri, senjata


seruling baja dalam genggamannya kena dicengkeram oleh
lawan.
Dalam keadaan gelisah bercampur gusar gadis ayu ini
jadi nekad, mendadak ia lancarkan satu tendangan kilat
dengan kaki kanannya.
Hoa Pek Touw membuang tubuh bagian atasnya
kebelakang, kaki kanan maju menyilang satu langkah
kedepan, setelah menghindarkan diri dari datangnya
tendangan tersebut sikut kanan bekerja cepat, dalam satu
gerakan yang manis tahu-tahu dia sudah berhasil merampas
seruling tersebut dari tangan lawan.
Langkah kaki It-boen Pit Giok jadi mengambang, kena
dibetot oleh tenaga musuh yang lebih besar daripadanya
tanpa dikuasai lagi dia ikut maju dua langkah kedepan.
"Lepas tangan!" bentak Hoa Pek Touw ketus.
Sikut
kanannya
disodokan
kebelakang
diikuti
dengkulnya ikui bekerja, mengiringi satu desiran dahsyat
dihajarnya lengan kiri It boen pit Giok keras keras
Kreeetak..! sungguh jitu datangnya sodokan sikut
tersebut, belum sempat gadis dari luar lautaun ini
melancarkan serangan balasan, tahu tahu persendian tulang
tangan kirinya telah patah.
Rasa sakit yang tak terhingga segera menyerang kedalam
ulu hatinya membuat sekujur badan gadis ini gemetar keras,
keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh
jubahnya, buru buru ia lepas tangan dan loncat mundur
kebelakang.
Hoa Pek Touw mendengus dingin.

"Hmm ! Loohu sanggup menciptakan seruling ini, maka


kini akupun sanggup pula untuk memusnahkan senjata
terkutuk ini dari mula bumi"
Sepasang
telapaknya
diremas,
perlahan-lahan
menpgencet dan merapatkan bagaikan mesin pres.
Diantara menonjolnya otot o!ot tangan yang berwarna
hijau, seluruh badan senjata seruling itu bagaikan dibuang
kedalam tungku yang berapi dahsyat segera berubah jadi
merah padam, asap hijau membumbung ketengah udara
dan perlahan lahan besi tadi meleleh dan membengkok.
Dalam waktu singkat seruling baja berlubang sembilan
tadi telah ditekuknya hingga jadi satu lingkaran gelang,
diikuti tangan kanannya diayun kemuka kakek tua she Hoa
ini menyodorkan senjata yang sudah berubah bentuknva itu
kepada diri It boen Pit Giok, ujarnya:
"Bawalah lingkaran baja ini pulang ke istana Hoei Coei
kiong mu dipulau Bong Lay To, aetelah melihat benda ini
Hoo Bong Jien akan segera mengetahui siapakah diriku"
It boen Pit Giok menerima seruling bajanya yang kini
telah bernbah jadi gelang lingkaran itu, teringat akan
musnahnya senjata mustika kesayangannya ini tanpa sadar
air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya yang ayu.
Dengan termangu mangu dia pandang wajah Hoa Pek
Touw tanpa berkedip, beberapa saat kemudian dia baru
berkata:
"Seandainya kau manguasai ilmu Pouw Giok Chiet Sah
maka ilmu Poh Giok Kang pun pasti telah kau kuasai.
Kalau tidak maka kau tak akan bisa menandingi supekku
dan pada saat itu suhuku pun tak usah turun tangan sendiri
untuk membereskan kau"

Mendengar ucapan itu Hoa Pek Touw mendongak dan


tertawa terbahak bahak.
"Haah... haaah... haaah.... apa hebatnya Ko Ek? Hmm !
ilmu Poh Giok Kang..."
Tiba tiba tangannya diluruskan kemuka, sambil
menggenggam kepalanya kencang kencang dia ayunkan
satu pukulan ketengah udara.
Terdengar suar ledakan yang amat dahsyat dan
memekikkan
telinga
berkumandang
memecahkan
kesunyian, sebuah pohon besar yang berada kurang lebih
empat tombak dihadapannya tahu tahu tumbang dan roboh
keatas tanah.
Pasir dan debu segera beterbangan memenuhi angkasa,
suara patahnya ranting dan dahan mengiringi gemerisiknya
dedaunan yang mencium tanah.
Ilmu pukulan yang maha dahsyat ini bukan saja
mengejutkan It boen Pit Giok sidara ayu dari luar Lautan
ini, bahkan Ku Loei yang bersembunyi dibelakang
pohonpun dibikin terkesiap sehingga untuk beberapa saat
lamanya dia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun,
matanya terbelalak lebar dan mulutnya melongo.
Mimpipun tidak menyangka kalau Hoa Pek Touw yang
selamanya tak pernah membicarakan soal ilmu silat dan
seharian penuh selalu menyelidiki soal pertabiban. ilmu
barisan, ilmu alat rahasia serta ilmu jebakan itu sebetulnya
bukan lain adalah seorang jagoan Bulim yang maha sakti
dan maha lihay.
Terdengar Ke Hong yang bertiarap dibelakang tubuhnya
berseru dengan nada kaget bercampur ngeri.
"Suhu, bukankah ilmu yang barusan merupakan ilmu
Khie kang tingkat tinggi dari aliran Hian Boen? sungguh tak

nyana tenaga
hebatnya..."

lwekangnya

sedemikian

dahsyat

dan

"Akupun tak pernah menyangka kalau Hoa Loo jie


sebetulnya berasal dari luar lautan dan berasal dari satu
perguruan dengan "Poh Giok cu" Ko Ek sang Loo jie dari
tiga dewa bahkan semakin tak mengira kalau dia masih
mempunyai ikatan dendam dengan Thiat Tie Sin Nie!" seru
Ku Loei pula dengan suara lirih.
Belum habis dia berkata, tampaklah batang pohon besar
yang tumbang keatas tanah dan tersisa satu batang dahan
sepanjang tiga depa itu tatkala terhembus angin, ternyata
bagaikan bubuk tepung saja segera tersebar kemana mana
dan dalam sekejap mata lenyap tak berbekas.
Air mukanya berubah semakin hebat, dengan hati
terkesiap dia melototi dahan pohon yang lenyap bagaikan
bubuk tepung itu, meski ia sendiri adalah seorang jagoan
lihay dari perguruan Seng Sut Hay namun sepanjang
hidupnya belum pernah ia jumpai kepandaian sedahsyat ini.
Tampaklah It Boen Pit Giok tertawa sedih.
"Aku tak pernah mengira kalau kau berasal dari
perguruan Hian It Boen di luar lautan dan merupakan
saudara seprguruan dari Ko supek, Hmm demikianpun
boleh juga, dengan begitu akupun bisa memberikan
pertanggungan jawab dihadapan guruku nanti.
Ia merandek sejenak, kemudian sambil menahan rasa
sakit tambahnya lagi:
"Dalam tiga bulan mendatang, tiga dewa dari luar lautan
pasti akan muncul kembali didaratan Tionggoan. aku harap
kau masih tetap menanti kedatangan kami disini"
"Selama tiga puluh tahun terakhir belum pernah loohu
merasa gembira dan puas seperti hari ini. Nah pergilah dari

sini, sebelum aku berubah ingatan untuk membinasakan


dirimu, lebih haik kau sedikit mengerti gelagat"
It boen Pit Giok tidak banyak bicara lagi, sambil
memegangi lengan kirinya yang terasa amat sakit dia putar
badan dan berjalan menuju keluar hutan,
Mendadak..
Satu bentakan nyaring berkumandang datang, Ku Loei
dengan langkah lebar munculkan diri dari balik pepohonan.
"Tunggu sebentar!" serunya. "Kau anggap aku bisa
memberikan peluang baik bagimu untuk meninggakan
tempat ini?"
"Ku Loei!" sela Hoa Pek Touw sambil menegur. "Apa
yang kau katakan?"
Kena ditegur Ku Loei terperanjat dan segera berpaling,
tampaklah Hoa Pek Touw dengan sepasang mata yang
merah .membara bagaikan binatang membara bagaikan
binatang liar sedang mengawati wajahnya dengan buas dan
menyeramkan.
Dia jadi ngeri, pikirnya :
"Selama lima puluh tahun belakangan belum pernah
kujumpai dirinya menunjukkan sikap gusar, kenapa pada
hari ini dia bisa berubah dari keadaan biasanya Aach!
rupanya kalau aku tetap membangkang maksud hatinya,
dia pasti akan menyusahkan diriku! lebih baik aku sedikit
tahu diri..."
Ingatan tersebut dengan cepatnya berkelebat didalam
benaknya, dia segera tertawa jengah dan berseru.
"Baiklah akan kuturuti maksud hati dari Hoa Loo jie.
Nah! pergilah dari sini!"

"Ku Loei, apakah kau masih mempunyai pesan lain?"


jcngek It boen Pit Giok dingin.
"Cepat enyah dari sini!" Sekilas rasa sakit hati, pedih dan
sedih terlintas diatas wajah It boen Pit Giok yang cantik, dia
angkat tangannya untuk menyeka air mata yang membasahi
wajahnya, lalu sambil gertak gigi serunya. "Didalam tiga
bulan aku pasti akan menghancur leburkan perkampungan
Tay Bie San cung jadi rata dengan tanah,"
"Hmm... Hum... akan kunantikan kedatangan kalian"
sahut Hoa Pek Touw dingin.
Ia merandek sejenak, kemudian sambil tertawa seram
katanya lagi.
"Hoo Bong jien... Hoo Bong Jien... akan kulihat kau bisa
hidup sampai kapan lagi?"
Diiringi tertawanya yang serem,
sempoyongan dia berjalan menuju
rerumputan disebelah selatan.

dengan
kearah

tubuh
tanah

It Boen Pit Giok bungkam dalam seribu bahasa, diapun


putar badan dan masuk kedalam hutan.
Melihat gadis itu hendak berlalu, Ku Loei sgera
mengerling memberi tenda kepada Ke Hong, setelah itu
diapun ikut berlalu mengintil dibelakang Hoa Pek Touw.
Ke Hong tidak segera bertindak,ditunggunya lebih dahulu
sehingga bayangan tubuh Ku Loei serta Hoa Pek Touw
lenyap dibalik pepohonan, setelah itu dia baru enjotkan
badannya berkelebat mengejar kearah mana perginya It
boen Pit Giok tadi.
Baru saja badannya membumbung tinggi ketengah udara
terdengar Hoa pek Touw telah membentak dengan nada
menyeramkan.

"Ke Hong, kau pingin modar?".


Air muka Ke Hong berubah hebat, buru2 dia melayang
turun keatas permukaan dan tidak berani mengejar lagi.
"Kau cepat kembali ketelaga Lok Gwat Ouw, mungkin
Chin Tiong telah siuman dari pingsannya!".
Kemudian terdengar gelak tertawa Hoa pek Touw yang
menyeramkan bergema keluar dari balik pohon, diiringi
suara senandung yang nyaring dan lantang mendengungkan
diangkasa tiada hentinya.
"Dilautan Timur ada gugusan pulau,
Bong Lay namanya
Ditengah gugusan pulau dewa Bong Lay.
terdapat satu gunung.
Puncak gunung tinggi menjulang keangkasa.
istana dewa berdiri disana,
Kumala sebagai tiangnya,
jamrud sebagai atapnya,
emas sebagai penglarinya
dan kumala putih sebagai ubinnya.
Dalam istana hidup seorang gadis cantik,
Bong jien namanya
Bening matanya manis senyumnya cantik
melebihi seluruh negeri
Aku sayang aku kagum kepadanya,
kuingat kurindukan siang dan malam

Kian lama suara senandung itu kian menjauh hingga


akhirnya hanya alunan euara yang lirih saja masih
mengalun ditengah udara terbawa hembusan angin.
Cahaya sang surya yang berwarna keemas2an
menembusi awan diangkasa menyoroti seluruh permukaan
telaga Lok Gwat Ouw yang tenang, riak kecil menggulung
kian kemari mengiringi hembusan angin yang sepoi sepoi
basah
Lorong Koen Liong To didasar telaga tetap gelap gulita
dan lembab, tiada sinar terang yang memancar keluar lagi
dari bilik dinding batu yeng berdiri kokoh di situ.
Air telaga perlahan lahan mengalir masuk lewat celah
dinding yang retak, air membanjiri lorong dan memenuhi
lorong rahasia disekelilingnya.
Pek In Hoei yang menggeletak diatas tanah mulai basah
tergenang air, lengan kirinya masih merangkul tubuh Wie
Chin Siang erat erat sementara pedang penghancur Sang
surya berada ditangan kanannya,
Sebiji mutiara yang memancarksn cahaya hijau
menerangi seluruh lorong. Benda itu berada didalam
genggaman pemuda tadi bukan lain adalah mutiara penolak
air.
Entah berapa saat lamanya telah lewat, mendadak
tubuhnya bergetar keras diikuti dia menghembuskan napas
panjang.
"Aaaach !" dia rasakan seluruh tubuhnya panas seperti
dibakar sementara punggungnya dingin membekukan
darah, panas dan dingin yang bersamaan ini membuat
badannya seperti disiksa. sangat tidak enak dirasakan.

Baru saja badannya meronta, dia temukan sesosok tubuh


manusia menindihi badannya membuat separuh tubuhnya
bagian kanan jadi linu dan kaku.
Dibawah sorot cahaya mutiara yang suram, Pek in Hoei
melihat jelas bahwa saja orang itu bukan lain adalah Wie
Chin Siang. bulu matanya yang panjang, hidungnya yang
mancung, bibirnya yang kecil serta rambatnya yang hitam
menambah kecantikan wajah gadis itu,
Perlahan lahan dia menghembuskan napas panjang, bau
harum semerbak tersiar keluar dari tubuh dara itu
menyerang lubang hidungnya, lama sekali akhirnya ia gigit
bibir dan berpikir :
"Bagaimanapun juga aku tak boleh tidur terus ditempat
ini sambil memeluk tubuhnya. kalau dia sampai mendusin
dan melihat keadaan ini tentu hatinya akan jadi malu. dan
akupun jadi merasa tidak enak hati terhadap dirinya.....
Sementara dia masih melamun tidak keruan, mendadak
terdengar suara senandung yang tinggi melengking
berkumandang datang dari luar lorong rahasia itu,
Meskisun tidak begitu jeias senandung tadi mengalun
datang, namun ia dapat merasakan betapa dalamnya kasih
sayang serta perasaan cinta yang terkandung dibalik
senandung tersebut.
Sepasang alisnya berkerut, diam diam pikirnya:
"Sangguh aneh... kenapa didalam satu baik syair
senandung tersebut bisa mengandung begitu banyak
perasaan? bukan saja mengandung perasaan sedih, gembira,
penderitaan dan siksaan batin bahkan secara lapat lapat
terkandung pula ejekan terhadap diri sendiri.
Rasa ingin tahu membuat sianak tanda itu pusatkan
segenap perhatiannya untuk mendengarkan irama nyanyian

yang kian lama kian bertambah dekat itu, setelah suara itu
semakin dekat maka tiap bait syair itupun dapat
didengarnya dengan sangat nyata.
Akhirnya dia pejamkan, mata dan menghapalkan bait
nyanyian tersebut,
Dilaut Timur ada Gugusan Pulau,
Bong Lay namanya
Ditengah gugusan pulau Bong Lay,
terdapat satu gunung
Puncak gua yang tinggi menjulang
keangkasa, istana dewa berdiri disana
Kumala sebagai tiang, jamrud sebagai atap, emas sebagai
penglari dan kumala putih sebagai ubin
Dalam istana hidup seorang gadis cantik, Bong Jien
namanya
Bening matanya manis senyumnya,
cantik melebihi seluruh negeri
Aku sayang, aku kagum kepadanya,
kuingat, kurindukan siang dan malam
Namun semuanya tinggal kenangan,
Ooh betapa pedih dan sedih hatiku"
"Aaaah, kiranya sebuah lagu cinta...." gumam pemuda
she Pek itu. Untung aku tak pernah merindukan seorang
gadis hingga menyerupai orang itu,
Suatu ingatan mendadak berkelebat diatas benaknya, ia
berpikir lebih jauh:

"Kalau ditinjau dari bait syair nyanyian rupanya dia


sedang membayangkan pulau dewa Bong lay dilautan
Timur, bukankah It Been Pit Giok pun berasal dari situ luar
lautan? lalu siapakah gadis yang bernama Bong Jien itu?
tapi aku rasa dara itu tentu cantik jelita bagaikan bidadari,
kalau tidak tak nanti orang itu demikian kagum dan cinta
kepadanya...
Ia buka matanya menatap wajah Wie Chin Siang
kemudian pejamkan matanya kembali membayangkan
wajah It boen Pit Giok, namun untuk sesaat sukar baginya
untuk membedakan mana yang lebih cantik diantara kedua
orang gadis itu. Kembali dia berpikir:
"Entah bagaimanakah kalau kedua orang gadis ini
dibandingkan dengan gadis yang hidup distana Hoei Coei
Kiong itu? siapa yang lebih cantik diantara mereka,"
Baru saja ingatan itu berkelebat didalam benaknya,
segera terdengarlah suara langkah kaki manusia yang berat
berkumandang dari dalam lorong rahasia itu.
Langkah kaki tersebut yang sebelah terdengar berat
sedang yang lain ringan, seakan akan seorang pincang
sedang berjalan perlaban lahan.
"Tidak salah, jelas orsng itu pincang kaki sebelahnya"
pikir Pek In Hoei dengan hati terkesiap. "Jangan jangan
Hoa pek Tonw sirase tea yeng licik dan lihay itu telah
datang"
Cepat cepat dia genggam mutiara penolak air semakin
semakin kencang, dia berusaha agar cahaya mutiara itu
Jangan sampai memancar keluar namun usahanya percuma
sebab cahaya hijau itu masih sempat menerobo5 keluar dari
celah celah jari tangannya dan menerangi seluruh ruangan.

Dalam keadaaan gugup dan gelisah pemuda kita tak


sempat untuk berpikir panjang segera dia susupkan mutiara
mutiara tadi kedalam tubuh Wie Chin Siang.
Baru saja tangannya disusupkan kedalam tubub gadis itu,
terdengar Wie Chin Siang merintih lirih, putar badan dan
menyandarkan kepadanya diatas dadanya yang bidang.
Pek In Hoei jadi gugup, tanpa sengaja tangannya yang
berada di dalam baju gadie itu menekan diatas sebuah
gumpalan daging yang empuk dan mengkal, rasa hangat
dan halus segera menyerang batinnya lewat permukaan
telapak tangan.
Pikirannya jadi kacau dan jantung berdebar semakin
keras, hampir hampir saja dia peluk tubub Wie Chin Siang
semakin kencang,
Namun, bagaimanapun juga Pek In Hoei bukanlah
seorang pemuda yang rendah martabatnya sekalipun dia
merasakan birahi yang melonjak lonjak namun imannya
masih cukup teguh untuk mempertanhankan kesadarannya,
dia angkat kepala dan tarik napas dalam dalam, ingatan
menuju kebirahi dihilangkan dan segenap perhatiannya
dipusatkan untus mencari akal bagaimana caranya
melepaskan diri dari pencarian Hoa Pek Touw.
"Aach, bukankah ditempat ini terdapat banyak sekali
pintu pintu lorong akupun aku tidak mengerti apa kegunaan
dari pada pintu yang demikian banyak jumlahnya itu
namun asalkan aku menerobos kedalam salah satu diantara
pintu pintu itu maka untuk menemukan jejakku dia harus
membuang waktu yang sangat banyak. Bukankah ketika
yang sangat baik ini dapat kugunakan untuk meloloskan
diri dari sisi?"
Setelah ingatan tersebut laksana kilat berkelebat dalam
benaknya, tanpa berpikir panjang lagi dia putar badan

memasuki kembali pedang Si Jiet Kiamnya kedalam sarung


kemudian memeluk tubuh Wie Chin Siang dan berlalu dari
situ.
Suara langkah kaki yang berat dan datang itu secara tiba
tiba berhenti bergerak diikuti terdengar suara pintu yang
dibuka orang:
Diintipnya kearah lorong rahasia itu, secara lapat lapat
tampaklah bayangan tubuh Hoa Pek Touw yang tinggi
besar sedang bergerak dibawah sorot cahaya lampu.
Dengan cepat ia barkelebat kesamping sambil bersandar
diatas dinding tangan kanannya meraba pintu disekitar sana
lama sekali akhirnya tombol pintu teraba juga olehnya,
menggunakan ketempatan dikala Hoa Pek Touw menutup
pintunya hingga mengeluarkan senjata karas, dia
menerobos kedalam pintu tadi dan menyelinap masuk.
Sekilas cahaya yang lembut mengikuti gerakan tubuhnya
yang menyelinap kedalam ruangan berkelebat didepan
matanya.
Ia menghembuskan napas panjang setelah debaran
jantung agak berkurang matanya mulai memeriksa keadaan
di sekeliling tempat itu.
Terlihatlah dimana ia berada saat ini merupakan sebuah
ruang besar, didalam ruangan itu terdapat beberapa buah
meja yang terbuat dari kayu cendana, tetapi sangat aneh
ternyata disitu tidak nampak sebuah kursipun.
Tepat ditengah ruangan tergantung sebuah tempat lilin
yang sangat besar, ditengah tempat lilin tadi terletak tiga
buah mutiara yang memancarkan cahaya menerangi
permadani merah diatas lantai, cahaya yang suram tadi
menambah cantik serta semaraknya tempat itu.

Kembali sinar mata pek in Hoei berputar dari permadani


merah ia mulai gerakan pandangannya menatap sebuah
pintu kecil yang setengah terbuka disebelah kiri ruangan itu.
Pikirnya didalam hati:
"Entah didalam tanah ada penghuni atau tidak?
seandainya disitu ada orang hingga kini Wie Chin Siang
belum sadar sedang aku sendiripun harus berusaha keras
menahan daya kerja racun yang membakar tubuhku, tak
nanti aku bisa bertahan terlalu lama".
Beberapa saat dia sangsi, tetapi akhirnya Pek In Hoei
mengambil kepuutusan untuk masuk kedalam ruangan itu.
Dalam pada itu suara laugkah kaki dari Hoa Pek Touw
telah tiba didepan pintu, rupanya sebentar lagi dia akan
masuk kesitu.
Keadaan yang semakin mendesak dirinya itu membuat
Pek In Hoei tak dapat berpikir lebih jauh, bagaikan
hembusan angin dia peluk tabuh Wie Chin Siang kemudian
menerobos masuk kedalam ruangan tadi.
"Aaaaah... " mendadak pemuda itu menjerit kaget,
sepasang matanya terbelalak lebar dan menatap diatas
dinding dalam ruangan itu tak berkedip.
Sorot matanya yang terpancar keluar dari balik matanya
menunjukkan kekaguman rasa tegang dan kaget yang tak
terhingga sepasang kakinya seolah olah terpantek diatas
tanah. badannya sedikinpun tidak berkutik.
Lama sekali.... dia baru dapat menghembuskan napas
panjang dan pujinya.
"Oooh sungguh cantik wajahnya..."
Sambil membopong Wie Chin Siang selangkah demi
selangkah dia berjalan mendekati lukisan yang tergantung

diatas dinding tembok itu, kurang lebih delapan langkah


kemudian ia baru berhenti dsn kembali memuji :
"Sungguh cantik wajah oreng itu! sungguh cantik lukisan
tersebut...."
Rupanya ruangan tersebut adalah kamar tidur seorang
gadis, tepat diatas ruangan itu kecuali sebuah toilet, sebuah
pembaringan besar serta beberapa buah kursi. seluruh
dinding dipenuhi dengan gantungan lukisan,
Tetapi diantara lukisan lukisan tersebut hanya sebuah
lukisan yang tergantung di atas pembaringan itu saja yang
terbesar, maka dari itu setiap orang yang masuk ke dalam
ruangan segera akan melihat lebih dahulu lukisan gadis
cantik itu.
"Aaai benar benar sangat indah" kembali Pek In Hoei
bergumam seorang diri "Entah siapakah yang melukis
lukisan ini",
Dia melangkah dua tindak lebih kedepan, terlihatlah
disebelah kiri lukisan tersebut tsrtera sebuah cap nama
sipelukis, cuma warna merah cap tadi sudah hampir luntur,
sekalipun begitu tulisan yang tertera masih kelihatan nyata
sekali.
"Aaaah. Hoa pek Touw yang melukis lukisan ini?"
dengan segera ia membatin. "Sungguh lihay orang itu,
kepandaian apapun berhasil dia kuasai"
Dalam sekejap mata otaknya telah dipenuhi dengan
pelbagai pikiran:
"Manusia yang berbakat seni den memiliki banyak
macam ilma, macam dia itu sebenarnya merupakan seorang
yang sangat cerdik, entah apa sebabnya telah bersekongkol
dengan sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay untuk
menaklukkan dunia persilatan"

Ia mendongak memandang kembali lukisan gadis cantik


diatas dinding, lalu pikirnya lebih jauh:
"Rupanya lukisan gadis ini bukan lain adalah gambar
dari gadis bernama Bong Jien yang dipuja dan dicintainya
itu. tidak aneh kalau dia bisa begitu kegila gilaan serta
merindukannya siang dan malam. kecantikan wajah dara
ini memang luar biasa sekali."
Ia geleng2 kepala dan menghela napas panjang.
"Asaai entah apa sebabnya dia telah melepaskan diri dari
cinta kasih sang gadis yang begitu mendalam, sebaliknya
malah melakukan perbuatan perbuatan sadis dan terkutuk
terhadap umat Bulim
Sepasang alisnya berkerut, pikirnya lebih jauh:
"Atau mungkin gadis itu telah terbunuh oleh jago Bulim
dari daratan Tioaggoan maka sekarang Hoa Pek Touw akan
membalaskan dendam berdarah itu dan disebabkan
peristiwa
inilah
muncul
keinginannya
untuk
mempersatukan seluruh dunia kangouw dibawah
kekuasaannya?"
Pelbagai ingatan tersebut dengan cepatnya memenuhi
banek sianak muda itu. sementara dia masih berusaha
mencari sebab sebab yang mengakibatkan Hoa Pek Touw
hendak menguasai seluruh Bulim dengan andalkan
kecerdikannya, mendadak terdengar pintu besar didorong
orang.
Diikuti terdengar suara langkah yeng sempoyongan
bergerak menuju keruang tidur tersebut, langkahnya berat
dan kedengarannya seolah olah hendak menerjang masuk
kedalam.
Pek In Hoei terperanjat, ia mendusin dari lamunannya,
dengan cepat sinar matanya bergerak memeriksa keadaan

disekitar ruangan itu untuk coba mencari tempat yang dapat


digunakan untuk menyembunyikan diri.
Suara teriakan keras Hoa Pek Touw yang berada diluar
ruangan kedengaran semakin nyata, dan apa yang
diteriakan pun hanya beberapa patah kata yang sama
"Bong Jien.... Ooooh, Bong Jien..."
Pek in Hoei makin terkesiap, ia sadar bahwa sejenak lagi
kekek she Hoa itu pasti akan tiba didalam ruangan itu.
maka akhirnya tanpa berpikir panjang lagi menerobos
masuk kebawah pembaringan.
"Braaaak...!" pintu kayu terbentang lebar kena dorongan
yang keras, Hoa Pek Touw dengan langkah sempoyongan
menerjang masuk kedalam ruangan.
Dia lari terus hingga tiba ditepi pembaringan. disana
badannya kembali sempoyongan dan akhirnya jatuh
berlutut keatas tanah, serunya berulang kali
"Bong Jien.... Oooh Bong Jien ku sayang...!"
Suaranya rendah dan mendatar penuh diliputi rasa cinta
yang meluap-luap, seakan akan kekasihnya berdiri
dihadapannya dan ia sedang memeluk gadis pujaan hatinya
itu.
"Bong Jien... Oooh... Bong Jienku sayang!" serunya
dengan suara gemetar. lni hari aku telah berjumpa dengan
anak murid perempuan rendah itu, meskipun selama
puluhan tahun ini aku telah bersumpah untuk tidak
berjumpa kembali dengan parempuan rendah itu dan aku
tak akan menggunakan ilmu silatku lagi, tetapi... tetapi...
akhirnya aku tak dapat menahan diri..."
ia terbatuk batuk, setelah merandek sejenak terusnya :

"Aku telah melukai dirinya, aku suruh dia kembali kelaut


Timur den beritahu kepada Ho Bong Jien siperempuan
rendah itu. Bahwa didalam tiga bulan mendatang mereka
pasti akan tinggalkan luar lautan untuk datang kedaratan
Tionggoan. Bong jien sukmamu berada tidak jauh dari sini,
sampai waktunya kau dapat menyaksikan sendiri
bagaimana kubalaskan dendam sakit hatimu itu..."
Beberapa patah perkataannya ini segera membuat Pek In
Hoei yang bersembunyi dibawah kolong pembaringan jadi
bingung setengah mati, dengan rasa tercengang dia tidak
habis mengerti pikirnya:
"Kalau didengar dari teriakannya Bong Jien, Bong Jien
terus terusan aku masih mengira dia rindu dan sayang
terhadap kekasihnya, sekarang.... kembali dia sebut sebut
Hoo Bong jien dari lautan Timur... Huuu...! sebenarnya dia
mau mengangkangi dunia persilatan dan memperbudak
jago jago kangouw adalah disebabkan dia mencintai Bong
jien ataukah benci terhadap gadis yang bernama Bon Jien?
Pertanyaan itu merupakan satu tanda tanya yang sangat
besar baginya, dan untuk sesaat dia tak sanggup
memecahkan teka teki ini.
Suara gumaman Hoa Pek touw yang samar dan rendah
lapat lapat masih kedengaran berkumandang disisi
telinganya, namun apa yang sedang diucapkan sianak muda
ini tak dapat memahaminya.
Pek In Hoei yang berada dikolong pembaringan hanya
dapat saksikan sepasang lutut Hoa Pek Touw yang berlutut
diatas tanah. dan sama sekali tak dapat menyaksikan
perubahan air mukanya, oleh sebab itu diapun tidak tahu
apa yang sedang dia lakukan pada saat ini.
Nsmun hal yang paling menyiksa batin Pek In Hoei
adalah tubuh Wie Chin Siang yang masih dipeluknya

dengan kencang itu, bau harum semerbak tubuh seorang


gadis perawan tiada hentinya menusuk lubang hidung
pemuda ini ditambah lagi dengan tubuhnya yang panas dan
bersandar rapat ditubuhnya, dadanya yang empuk dan
menempel didada sendiri membuat darah panas dalam
tubuhnya bergolak hebat, denyutan nadinya bermbah lebih
cepat dan lapat lapat napsu birahi mulai bangkit.
Sianak muda ini sadar akan saat ini dia tak kuasa
menahan diri maka satu peristiwa yang hebat pssti akan
berlangsung, maka dari itu dia berusaha untuk membuang
jauh pikiran yang menunjukkan bahwa tubuh Wie Chin
Siang yang halus, empuk dan merangsang itu berada
didalam pelukannya.
Tetapi tubuhnya yang panas tetap menggetarkan hatinya.
bahkan napasnyapun terasa kian lama kian bertambah
panas.
Ia basahi bibirnya yang kering dengan lidah, terasa
kobaran api dalam tubuhnya semakin membara, keringat
sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya
membasahi pipinya dan jatuh ketanah...
Dengan hati gelisah pikirnya:
"Rumput racun penghancur hati itu entah termasuk
dalam jenis apa? walaupun hawa racun yang kuhisap tidak
banyak ditambah pula dengan pengerahan hawa murni
untuk mencegah perluasan racun itu kedalam tubuh, tetapi
rasanya tubuhku seakan akan dibakar hangus Sebaliknya
dia berada sangat dekat dengan tempat kejadian, hawa
racun yang dihisapnya tentu jauh lebih banyak daripada
diriku, kobaran hawa panas dalam tubuhnya pasti sukar
ditahan, kalau tidak cepat kuperiksa keadaannya sehingga
racun itu menyusup kcdalam jantung... waah bisa jadi
jiwanya tak akan tertolong lagi..."

Saking cemasnya, hampir saja ia cabut pedangnya untuk


menerjang keluar..
Mendadak....terdengar Hoa Pek Touw menangis tersedu
sedu, bagaikan orang edan teriaknya dengan suara setengah
menjerit :
"Kalau aku tidak membinasakan tiga orang setan tua dari
lautan timur, dan seandainya aku tidak membunuh serta
menginjak injak semua orang kangouw yang pandai bersilat
dibawah kakiku, aku bersumpah tidak mau jadi orang"
Teriakan itu menggidikkan hati Pek in Hoei, terasa bulu
kuduknya pada bangun berdiri, sekujur badannya gemetar
keras, segera pikirnya:
"Latah benar orang ini dan benar besar ambisinya, belum
pernah didalam dunia persilatan terdapat manusia
sesombong dan sepongah dia. seandainya dia adalah
seorang manusia biasa masih mendingan, tetapi
kecerdikannya melebihi orang lain, kepandaian silatnya luar
biasa... Aaaaai tampaknya pembunuhan besar besaren tak
akan terhindar dari dunia persilatan."
Dua rentetan cahsya mata yang sangat tajam memancar
keluar dari balik matanya, bekas merah darah diantara,
jidatnya kelihatan semakin nyata, mengikuti golakkan
hatinya yang berkobar kobar hampir saja dia merangkak
keluar
dari
tempat
pensembunyiannya
untuk
membinasakan Hoa Pek Touw sikakek tua itu.
Tetapi ketika itulah bagaikan seguluag hembuean angin
puyuh, Hoe Pek Touw telah menerjang keluar dari pintu
ruangan, diiringi dengan suara raungannya yang keras dia
berlalu dari pintu.
Dalam sekejap mata suara raungan itu telah menjauh
dan akhirnya tak kedengaran lagi. yang tertinggal hanyalah

kesunyian serta kesepian yang mencekam seluruh ruangan,


membuat keadaan disitu seolah olah kosong dan hampa....
Satelah dia yakin bahwa Hoa Pek Touw tak bakal balik
lagi Pek In Hoei menghembuskan napas panjang, sambil
mengendorksu hatinya yang tegang perlahan lahan dia
merangkak keluar dari tempat persembunyiannya.
Saat inilah dia baru merasakan betapa bahayanya
keadaan yang mencekam dirinya barusan, karena pada
detik itulah ia telah teringat kembali akan perkataan dari
Cian Hoan Lang Koen silelaki tampan berwajah seribu
yang berkata:
"Hoa Pek Touw adalah manusia yang paling licik, paling
berbahaya dan paling kejam dikolong langit dewasa ini,
kecerdasannya, kelihayannya mengatasi lawan serta
kehebatannya menggunakan racun tiada tandingannya
didalam jaged..."
Sambil membaringkan tubuh Wie Chin Siang diatas
pembaringan, pikirnya lebih lanjut:
"Apa yang dilakukannya tadi siapa tahu kalau cuma
sandiwara belaka? terhadap manusia yang berakal licik dan
sukar diraba perasaan hatinya macam dia harus dihadapi
pula dengan kecerdasan serta sikap yang waspada dan hati
hati. Kini setelah dia berlalu dari sini, aku rasa tak nanti dia
balik lagi kemari"
Ia besut keringat yang membasahi tubuhnya, tundukkan
kepala memandang Wie Chin Siang yang sedang tidur
dengan nyenyak terasalah betapa cantik wajah gadis itu
pipinya yang merah, hidungnya yang mancung serta
bibirnya yang mungil membuat jantung terasa berdebar
keras.

Tenaga tekanan atau golakan hatinya tadi, saat ini


seakan akan bendungan yang ambrol sukar dipertahankan
lagi, golakan hawa panas dalam dadanya bagaikan
gulungan ombak segera mempengaruhi seluruh pikiran.
Suatu keinginan untuk menubruk keatas pembaringan,
menindih tubuh gadis itu dan melampiaskan napsu
birahinya meluap dalam benaknya, tetapi ia masih coba
mempertahankan diri. digigitnya ujung bibir keras keras
sehingga terasa amat sakit sekali ingin dia berhasil menekan
golakkan nafsu birahi tersebut
Hingga darah segar menetes keluar dari mulut luka
diatas bibirnya ia baru sadar kembali, pandangan matanya
segera coba dialihkan ketempat, lain dan sebiasanya
menghindari bentrokan dengan tubuh gadis yang padat
berisi dan menawan hati itu.
Menahan napsu birahi adalah suatu perbuatan yang
amat sulit dilaksanakan, dan juga merupakan suatu
pekerjaan yang amat menyiksa batin, suatu penderitaan
yang benar benar luar biasa.
"Akhirnya eku berhasil juga menguasai golakkan nafsu
dalam tubuhku..." gumam peronda itu sambil tertawa getir,
"Tapi dengan demikian aku tak sanggup melakukan
pemeriksaan ditubuhnya umuk mencari tahu dibagian
manakah dari tubuhnya yang keracunan...."
Sementara dia merasa serba salah, mendadak terdengar
Wie Chin Siang berseru
"Air .... aku minta air".
Pek In Hoei jadi sangat girang, cepat cepat dia berpaling
sambil bertanya:
"Nona Wie, apa yang kau minta?"

"Air... aku minta air...


"Air" Pek Ia Hoei celingukan kesana kemari dan
akhirnya tertawa getir. "Disini mana ada air?".
Rupanya Wie Chin Siang merasa sangat tersiksa
sepasang tangannya mengurut urut dada sendiri, bibirnya
yang terus bergerak tiada hentinya.
Pek In Hoei mengerti pastilah seluruh tubuh gadis itu
terasa panas bagaikan dibakar karena daya kerja dari racun
rumput penghancur hati yang mengeram ditubuhnya karena
kekeringan maka dia ingin minum air, tetapi... darimana ia
bisa dapatkan air?
Sementara dia merasa serba salah, mendadak sepasang
tangan Wie Chin Siang yang sedang mengurut dadanya itu
mencengkeram pakaian yang dikenakan dan kemudian
ditariknya hingga robek.
"Breeet... baju luarnya terkoyak koyak sehingga
tampaklah pakaian dalamnya yang berwarna merah.
Pek In Hoei terperanjat, terlihatlah olehnya dibalik
pakaian dalamnya yang berwarna merah nampak kulit
tubuhnya yang putih bersih bagaikan salju.. getaran
tubuhnya yang menawan membuat pikiran orang terasa
melayang entah kemana.
Perasaan hatinya kembali bergolak. buru buru dia
melengos kesamping, namun satu ingatan dengan cepat
berkelebat dalam benaknya, bila ia selain berbuat demikian
maka gadis itu pasti akan msti keracunan, oleh sebab itu
dengan berat hati dia berpaling kembali.
Sambil gigit bibirnya kencang kencang, tangan kanannya
segera ditempelkan keatas pusar gadis itu, maksudnya ia
hendak mengucurkan hawa lweekangnya untuk memaksa
keluar racun yang mengeram didalam tubuhnya.

Tetapi baru saja telapaknya menempel dibawah pusar


gadis itu, mendadak sekujai badan Wie Chin Siang gemetar
keras, sepasang lengannya bagaikan dua ekor ular dengan
cepat merangkul tubuhnya, segulung bau harum ysng
memabukkan memancar keluar dari mulutnya dan
menusuk lubang hidung pemuda kita.
Rangsagan ini betul betul luar biasa, goncangan hati
sianak muda itu sukar dipertahankan lagi, sepasang
lengannya segera balas memeluk tubuh gadis itu diikutinya
tubuhnya pun menubruk keatas pembaringan dan
menindihi tubuh gadis she Wie itu. Terutama sekali
bibirnya yang panas segera saling menempel dengan bibir
gadis tadi, diciumnya tubuh dara itu. dihisapnya. digigit
dan ditempelkannya dengen penuh bernapsu.
Suatu perasaan aneh muncul didalam tubuhnya, ia
rasakan bibir Wie Cbin Siang begitu lunak, empuk dan
merangsang hingga membuat Pek in Hoei seolah olah
sedang menghirup isi cawan arak yang lezat dan menawan
hatinya....
Makin lama lengannya yeng memeluk tubuh gadis itu
semakin kencang, seakan akan dia hendak peras seluruh isi
madu ditubuh dara itu dan dihisapnya hingga habis....
"Ehmmm...." Wie Chin Siang perdengarkan rintihannya
yang lirih dan rendah tubuhnya yang halus dan lunak
bagaikan seekor ular menggeliat kesana kemari dalam
pelukannya, sang badan ikut bergerak kesana kemari
menggesekkan setiap pori tubuhnya diatas tubuh pemuda
itu..,
Pak In Hoei menghembuskan napas panjang, ia
kendorkan lengannya yang memeluk tabuh dara ayu itu,
bibirnya pun meninggalkan bibir lawan yang lembut, dari
alam impian dia telah balik lagi kealam kenyataan.

Matanya dipantang kembali memandang bulu matanya


yang halus, hidungnya yang mancung serta bibirnya yang
merekah bagaikan bunga mawar, jantungnya terasa
berdebar keras.
Kobaran hawa panas dalam tubuhnya membakar isi
perutnya semakin hebat, ia hembuskan napas panjang,
terasa olehnya api dalam badannya seakan akan hendak
melumerkan seluruh tubuhnya.
"Kalau mau melumer, biarkanlah kami
bersama!" gumamnya seorang diri.

melumer

Rupanya pemuda ini sudah tak dapat menguasai diri


lagi, dia angkat wajah gadis itu kemudian dicium bibirnya
seakan akan lebah yang sedang menghisap madu diatas
bunga mawar...
Rangsangan yang bangun membuat sekujur badan Wie
Chin Siang gemetar keras, ia merintih rintih kegirangan
sepasang lengannya memeluk leher Pek in Hoei kencang
kemudian perlahan lahan bergeser meraba punggungnya...
Gerakan yang seperti sengaja dan seperti pula tidak
disengaja ini memancing golakkan napsu birahi yang
semakin hebat dari Pek in Hoei. darah panas bergolak
makin kencang dan ia rasakan tububnya seakan akan
semakin menggelembung besar...
Napasnya makin berat, sepasang tangannya dengan
kasar mencengkeram rambutnya...
"Ehmm..." Wie Chin Siang goyangkan kepalanya
memperdengarkan rintihan sakit, lengannya ditekuk dan
coba mendorong tubuh sang pemuda yang menindih
tubuhnya itu

Tetapi Pek In hoei sedang berada dalam kekuasaan


birahi, dia sama sekali tidak merasakan akan dorongan
tersebut
Kembali Wie Chin Siang gerakkan
melepaskan bibirnya dari hisapan lawan.

kepalannya.

Bibir Pek in Hoei yang panas berkobar tergeser dari


bibirnya keatas pipi, diapun menciumi leher dan tengkuk
gadis itu.
Wie Chin Siang merintih semakin menjadi, tiba2 ia buka
mulutnya dan menggigit telinga pemuda itu...
"Aduuh..." Pek In Hoei menjerit kesakitan. cepat ia
lepaskan pelukannya dan meloncat bangun.
Birahinya seketika berkurang beberapa bagian, dengan
pandangan bingung diawasinya wajah gadis itu, dalam hati
dia tak mengerti apa yang telah terjadi.
Senyuman manis menghiasi bibir Wie Chin Siang yang
basah, wajahnya bersemu merah dadu, sambil pejamkan
matanya gadis Itu berseru tiada hentinya :
"In Hoei... Oooh, in Hoei..."
Ooo-dw-ooO
Jilid 16
"Kau . . kau . . . mengapa ku gigit telingaku ?" tanya
k In Hoei tertegun sambil meraba telinganya yang sakit.
Bulu mata Wie Chin Siang yang tebal berkedip, bibirnya
yang merekah membuka sedang napasnya berhembus
perlahan, sambil membuka matanya dia pandang wajah k
In Hoei termangu-mangu.

Dari balik biji matanya yang hitam seolab-olah terdapat


kobaran api yang sedang membakar hatinya, meminjam
cahaya mutiara yang tajam menyorot masuk kelubuk hati
sianak muda ltu.
Kau . . . . . kau . . . . . mengapa kau gigit diriku ??"
kembali terdengar k In Hoei berseru sambil pegang
telinganya.
Wie Chin Siaog tidak menjawab, bibirnya bergetar terus
menggumam seorang diri :
In Hoei . . . . In Hoei . . . . "
Suaranya serak lagi rendah dan berat dibalik kerendahan
tadi mengandung tenaga rangsangan yang membetot hati.
Mendengar seruan itu sekujur badan k In Hoei
mengembang, darah panas mengalir semakin deras,
tenggorokannya terasa kering, bibirnya merekah, sambil
menggigit bibirnya ia balas berseru dengan suara bergetar :
Chin Siang . . . . kau . . sedang memanggil aku . ..."
Wie Chin Siang menggeliat hebat, seraya menjulurkan
tangannya yang putih keataa bisiknya lembut
In Hoei, . . kau . . . kau . . . kemari lah, aku . . aku
minta kau datanglah kemari ...."
Panggilan itu bagaikan seruan malaikat nbut nyawa
membuat sukmanya serasa melayang tinggalkan raganya,
tanpa sadar dia maju dua langkah kemuka, matanya dengan
tajam tanpa berkedip melototi pakaian dalam sang gadis
yang merah serta tubuh dibalik celana dalamnya yang
menonjol keluar .
Gerakan tangan Wie Chin Siang yang balus makin lama
semakin kencang, napasnyapun ikut tersengkal-sengkal.......

In Hoei . . In Hoei k In Hoei ...... '


Seruan yang berkumandang tiada hentinya ini bagaikan
besi sembrani yang menghisap tubuhnya bergerak makin
dekat dengan pembaringan, bajunya hampir saja kena di
renggut tangan Wie Chin Siang yang telah berada didepan
mata itu.
Namun pada detik yang terakbir pikirannya yang kacau
sedikit menjadi jernih, tiba tiba dia mundur kembali
setengah langkah kebelakang.
Satu ingatan berkelebat dalam benaknya hingga tanpa
terasa ia berseru tertahn :
Aaaah! yang sedang kulakukan ??? kenapa pula
dengan nona Wie ?? jangan2 didalam rumput racun
penghancur hati itu
( Halaman 7-12 Hilang )
Ketika itu k In Hoei sedang membenamkan wajahnya
diatas dada Wie Chin Siang, bibimya sedang mengisap
puting gadis itu dengan penuh bernapsu, namun setelah
mendengar panggilan itu gerak geriknya yang sadis dan
kasar itupun reda merandek sejenak.
Dari luar ruangan terdengar suara pintu dibuka orang,
disusul suara Hoa Pek Touw yang rendah berat
berkumandang datang.
In Eng, kenapa kau tidak mau menpercayai perkataan
ayahmu ??".
Pek In Hoei melengak, dengan wajah bimbang dia
angkat kepala. In Eng" dua patah kata seakan akan
geledek yang menyambar disiang hari bolong mendengung
tiada hentinya dalam benak pemuda itu.

In Eng??.... . . In Eng??? - " gumamnya dengan suara


lirih, sepasang alisnya berkerut kencang Kenapa tak dapat
mengingat-ingat siapakah sebenarnya In Eng itu??".
Bau harum seorang gadis perawan mengalir
mangikuti cucuran keringat ditubuh Wie Chin
seketika membuat Pek In Hoei tercekam kembali
angkara birahi, sekali lagi la benamkan kepalanya
gadis itu dan menghisap puting susunya.

keluar
Siang,
dalam
didada

Braaaaak . . . . ! " pintu besar diluar ruangan didorong


orang, diikuti suara langkah kaki yang santar menggema
memecahkan kesunyian.
In Eng ! " suara Hoa Pek Touw berkumandang lagi
dengan berat.
Telah kukatakan berulang kali, di dalam ruangan ini tak
ada orang yang sedang kau cari!"
Suaranya rendah dan berat namun nyaring dan jelas
didengar, seakan akan menggema disisi telinga pemuda itu,
sekujur badan Pek in Hoei bergetar keras. dengan cepat
kesadarannya jernih kembali.
Sekilas memandang tubuh Wie Chin Siang yang
telanjang bulat, merah padam selembar pipinya. buru buru
dia melengos dan memandang kearah lain.
Gie hu!" jeritan lengking bergema di luar pintu.
Dengan mata kepala sendiri kusaksikan orang itu
membawa muridku datang kedalam perkampungan ini,
kenapa setelah berada disini mendadak bisa lenyap tak
berbekas ...... ???"
Tiada seorang manusiapun akan berhasil menyusup
masuk kedalam perkampungan ini tanpa diketahui penjaga.
mana mungkin orang itu bisa sampai disini ? coba

katakanlah siapakah manusia yang telah menculik muridmu


tu ? "
Eeeii ...... sungguh aneh ! " dengan perasaan kaget dan
tercengang Pek In Hoei membatin. Mengapa jeritan
lengking perempuan itu terasa sangat kukenal ? suara Itu
mirip sekali dengan suara Kim In Eng loocianpwee .... "
Sementara itu Kim In Eng yang ada di ruang tengah
telah berseru kembali dengan suara keras :
Orang itu muda sekali usianya, kalau didengar dari
pengakuannya mungkin dialah sijagoan pedang berdarah
dingin Pek In Hoei yang pada beberapa saat belakangan ini
amat tersobor didalam dunia persilatan!"
Mendergar perkataan itu k ln Hoei terperanjat kembali
dia berpikir ;
Kapan sih aku telah menculik muridnya dan kubawa
masuk kedalam perkampungan ini ??"
Belum lenyap ingatan tersebut dari dalam benaknya, Wie
Chin Slang yang menggeletak disisi tubuhnya telah
mendesis lirih, ssang ular merangkul tengkuknya
kencang.
Sekujur badannya bergetar keras, pikirnya :
Aaaach, kenapa aku melupakan sesuatu hal ??
bukankah Wie Chin Siang adalah anak murid dari Kim
Loceianpwee ?? aduuh .... kenapa aku bisa melakukan
perbuatan serendah ini ??"
Tatkala disaksikannya Wie Chin Siang berbaring disisi
tubuhnya dalam kcadaan telanjang bulat, saking cemas dan
gelisah nya keringat dingin sampai mengucur keluar tiada
hentinya membasahi seluruh tubuh pemuda itu, buru buru

dia lepaskan rangkulan gadis itu dan loncat turun dari atas
pembaringan.
Belum sampai sepasang kakinya mencapai permukaan
tanah, terdengar Hoa k Touw telah meraung gusar sambil
berteriak :
Omong kosong, kemarin malam k In Hoei telah
menyusup masuk kedalam perkampungan kami dan
sekarang dia sudah mati terkurung didalam lorong Koen
Liong To, mana mungkin bajingan muda itu bisa keluar
dari perkampungan untuk menculik muridmu ??"
Pek In Hoei enjotkan badannya, bagaikan sebelai daun
kering dia melayang kesisi pintu kemudian dengan
pandangan terkejut bercampur bergidik diintipnya keadaan
luar lewat celah2 diatas pintu.
Tampakiah ditengah ruangan besar Hoa k Touw
berdiri disisi sebuah meja besar yang terbuat dari kayu
cendana, sementara dihadapannya berdirilah seorang
perempuan yang memakai baju serba hitam dengan kepala
memakai kain kerudung hitam .
Dibawab sorotan cahaya mutiara yang samar samar
tampak air muka perempuan itu pucat pias bagaikan mayat,
kalau di tinjau dari lekukan mata serta potongan tubuhnya,
orang itu bukan lain adalah Kim In Eng yang pernah
dijumpainya sewaktu ada digunung Ging Shia tempo dulu.
Setelah berpisah dua tahun lamanya ternyata raut wajah
Kim In Eng sama sekali tidak berubah.
Diatas raut wajahnya yang bersih dan cantik, kini
tergores kepedihan serta kemurungan yang jauh lebih
banyak daripada dahnlu.

Tetapi dengan mata kepalaku sendiri aku lihat dia


memasuki perkampungan ini .. " terdengar perempuan itu
berseru dengan napas ter-putus2.
Hoa k Touw jadi naik pitam.
Selama lima puluh tahun belakangan belum pernah aku
naik darah terhadap orang Iain walau satu kalipun, tapi In
Eng ......... "
Dia terbatuk-batuk sejenak .
Kau harus tahu bahwa sepanjang hidupku semua
tenaga serta pikiranku telah kubuang untuk menyelidiki
ilmu pertabiban serta ilmu barisan, terhadap setiap
persoalan yang kuhadapi pasti kuketahui dahulu sebabsebabnya setelah itu baru kucari pengertiannya dalam
masalah tersebut, dan kini kaupun tak usah
menyembunyikan sesuatu rahasia dihadapanku, sebenarnya
apa maksudmu mengirim muridmu memasuki lorong Koen
Liong To ini? apakah kau hendak memusuhi diriku ??"
oa k Touw benar-benar seorang yang sangat lihay"
batin k In i dengan hati terperanjat..Ternyata dia
bisa menebak dengan jitu bahwasanya Wie Chin Siang
telah diutus untuk memasuki lorong rahasia didasar telaga
ini, cuma entah maksudnya Kim cianpwe dengan
mengutus muridnya untuk mencari Cian Hoan Lang
Koen??"
Dalam pada itu sekujur badan Kim In Eng telah gemetar
dengan kerasnya, dia coba membantah :
Gie-hu, putrimu sama sekati tiada maksud untuk
memusuhi dirimu ...... "
Hmmmm ! terus terang kuberitahukan kepadamu .
Cian Hoan Lang Koen silelaki tampan berwajah seribu
Coa Kie Giok telah mati didalam lorong Koen Liong To

tersebut" dengus Hoa Pek Touw. Kau jangan mimpi bisa


...... "
Baru saja dia berbicara sampai disitu mendadak
terdengar Wie Chin Siang yang berbaring diatas ranjang
merintih lirih, seketika itu juga pembicarannya terputus
laksana kilat kakek she Hoa itu menoleh kearah ruangan
tersebut.
(Oo-dwkz-oO
11
MENJUMPAI kakek tua itu telah berpaling sambil
memandang ke arahmya dengan sinar mata tajam, k in
Hoei sadar bahwa keadaan sangat tidak menguntungkan
dirinya, buru-buru dia melayang balik kesisi pembaringan,
jarinya laksana kilat berkelebat menotok jalan darah bisu
ditubuh dara yu itu .
Diikuti badannya berputar kencang bagaikan pusaran
angin, lengan kirinya bergerak cepat, tiga biji mutiara yang
berada diatas kelambu telah berhasil di sambarnya sekali
gencet hancurlah mutiara mutiara itu.
k in Hoei ayoh keluar dari sana !" terdenger Hoa Pek
Tauw yang ada diluar pintu telah meraung gusar.
Dengan tangan kanannya Pek In Hoei menekan diatas
kelambu sekali putar badan dia melayang keatas
pembaringan, sinar matanya berputar dengan cepat mutiara
penolak air tersebut dimasukkan kambali kedalam sakunya.
Dengan disimpannya mutiara itu suasana dalam
ruanganpun jadi gelap gulita, menggunakan selembar
selimut dia lantas bungkus tubuh Wie Chin Siang yang
telanjang,

Pek In Hoei !" suara a k Touw kembali


barkumandang diluar ruangan. Kau tak akan berhasil
melarikan diri dari sini, ayoh keluar .......".
k In Hoei tarik napas dalam dalam ilmu aasti surya
kencana dihimpun kedalam telapak, sepasang mata
menatap pintu kayu tajam tajam, la bersiap sedia bilamana
Hoa Pek Touw buka pintu menerjang masuk kedalam maka
dia akan sambut ke datangannya dengan sebuah pukulan
mematikan,
Chin Siang, ayoh kaupun keluar dari situ!" Kim ln Eng
ikut berteriak keras.
Sucouw tak akan melukai dirimu !".
Mungkin Kim locianpwe masih belum mengetahui
kalau akupun berada disini Pikir k In Heoi. Dia
mengira Wie Chin Siang masih menyaru sebagai diriku
bersembunyi disana, rupanya kalau aku menerjang keluar
hingga dia sampai tahu akan keadaan dari Wie Chin Siang,
sekali pun aku terjun kedalam sungai Hoang Koo untuk
mandi sepuluhkalipun tak nanti bisa membebaskan diri dari
kecurigaannya!".
Sekarang dia baru menyasal mengapa tak sanggup
menahan kobaran napsu birahi dalam tubuhnya sehingga
mengakibatkan terjadinya peristiwa yang tak diinginkan ini,
sementara dikala mengatur pernapasannya barusan secara
lapat lapat dia merasa kan pula racun yang mengeram
dalam tubuhnya dengan mengikuti peredaran hawa murni
perlahan lahan berhasil dipaksa ke luar dari badannya .
Dalam hati segera pikirnya.
Sungguh tak kusangka rumput racun penghancur hati
adalah sejenis racun yang membangkitkan napsu birahi,

aaai .... hampir saja aku terjerumus kedalam lembah


kenistaan".
Saking kagetnya keringat dingin kembali mengucur
keluar membasahi seluruh badan.diam diam ia bersyukur
karena bagaimana pun juga ia berhasil sadar dari pengaruh
napsu birahi.
Untung Kim In Eng cianpwee muncul diruang tengah
tepat pada waktunya" pikir pemuda itu sembari menyeka
keringat .
Kalau tidak perawan seorang gadis bakal kulalap tanpa
sadar, seandainya sampai terjadi begitu bagaimana
mungkin aku bisa hidup jadi orang lagi dikemudan hari ? . .
lagi pula dendam berdarah sedalam lautan belum berhasil
kutuntut balas, tanggung jawab untuk membangun kembali
perguruan belum kulaksanakan seandainya sampai salah
langkah sehingga mempengaruhi langkah langkahku
selanjutnya akan kutaruh kemana wajahku ini ? ".
Teringat akan dendam ayahnya yang belum dibalas
hatinya jadi tercekat, pikirnya lebih jauh :
Jenazah ayahku telah ketinggalan digunung Ciang Shia
tempo dulu, entah Kim cianpwee telah mengebumikannya
atau blum ? ini hari aku harus menanyakan dimanakah
letak makam ayahku. kalau tidak aku bakal dikutuk orang
sebagai anak yang put Hauw"
Mendadak. ..... Braaak ! pintu kayu ditendang orang
hingga berbunyi nyaring.
Dengan cepat ia langkahkan kaki kirinya maju kedepan,
telapak kanan diayun kemuka, dengan jurus Yang Kong
Phu Cau" atau cahaya matahari memancar terang dari Tay
Yang Sam Sih ia siap malancarkan pukulan maut.

Pada detik yang terakhir sebelum serangan mautnya


dilepaskan, matanya yang tajam berhasil menangkep wajah
Kim In Eng yang berdiri didepan pintu.
Buru buru pemuda kita tarik napas dalam dalam,
pergelangannya diputar melindungi dada, mentah mentah
ia tarik kembali serangannya yang hampir dilepaskan itu.
Suasana dalam ruangan gelap gulita, lama sekali Kim In
Eng berdiri didepan pintu.rupanya ia tidak menjumpai diri
Pek ln Hoei yang berdiri dihadapannya .
Setelah lama ditunggu belum kadengaran juga suara
sahutan, perempaan itu segera berteriak :
Chin Siang, cepat keluar !".
Cianpwee, aku yang berada disini ! " jawab Pek In Hoei
seraya tarik napas dalam dalam,
Kim In Eng terkejut, rupanya dia tidak menyangka kalau
didalam ruangan masih terdapat seorang pria, dengan rasa
tercengang segera tanyanya :
Siapa kau ? ".
Aku. Pek in Hoei ........ ! "
Pek In Hoei, kau ? ......... " karena goncangan batin
yang keras, kain kerudung diatas wajah perempuan itu
berkibar tiada hentinya.
Cianpwee, baik baikkah selama kita berpisah ? "
Ooob bocah. sungguh payah kucari dirimu ....... "
Tampak bayangan manusia berkelebat,dengan gusar Hoa
Pek Touw telah membentak :
Jangan masuk kedalam kamarku !".

Ujung bajunya segera dikebas kemuka, diiringi satu


hembusan angin puyuh yang maha dahsyat tubuh Kim In
Eng terdorong enam depa dari tempat semula,
menggunakan kesempatan itu badannya meluncur kemuka
menerobos masuk kedalam kamar.
Keparat cilik !" teriaknya penuh kegusaran.
Kau berani menerobos masuk kedalam kamar Bong
Jien kesayanganku ? akan kuhancur lumatkan dirimu jadi
perkedell ".
Pek ln Hoei mendengus dingin, tanpa mengucapkan
sepatah katapun lengannya digetarkan kedepan, dalam satu
ayunan telepak kanannya yang dahsyat, hawa panas yang
menyengat badan segera menggulung kemuka.
Sepasang pundak Hoa Pek Touw bergerak, badannya
maju dua langkah kedepan tangan kirinya diayun kemuka
sementara tangan kanan menekan kedalam, didalam
gerakan yang berlawanan itu angin pusaran yang hebat
menyambut datangnya ancaman itu .
Buuuuum . . . . ! " ledakan dahayat menggoncangkan
seluruh permukaan.
Pek In Hoei membentak keras, mendadak telapak
kanannya melancarkan kembali satu pukulan.
Setelah jurus Yang Kong Phu Cau" digunakan
sepenuhnya, segulung hawa panas yang maha dahsvat
menggulung keluar dari dalam ruangan menahan
datangnya terjangan dari Hoa Pek Touw.
Tetapi mengikuti tenaga perputaran yang menggulung
datang itu jantungnya terasa bergetar pula sehingga darah
segar dalam dadanya bergolak kencang, badannya tak tahan
mundur satu langkah kebelakang.

Meskipun ilmu sakti Thay Yang San Sie" adalah


kapandaian yang maha sakti, namun sayang pertama, ia tak
sanggup mengerahkan segenap tenaga murni yang ada
didalam tubuhnya untuk melancarkan serangan tersebut
dan kedua, baru saja la dimabuk napsu birahi sehingga
banyak tenaga serta semangatnya yang hilang. maka ilmu
tadi masih belum sanggup menandingi ilmu Poh Giok
Cioe" dari Hoa Pek Touw.
Masih untung dia mengenakan kutang mustika
pelindung badan, kalau tidak mungkin isi perutnya telah
terluka termakan hantaman dahayat itu.
Dia tarik napas dalam dalam, dengan cepat hawa
murninya disalurkan mengelilingi seluruh tubuhnya satu
kali. kemudian dengan hati bergidik pikirnya :
Sungguh tak kunyana kecuali pandai didalam ilmu
pertabiban. ilmu jebakan, ilmu barisan serta ilmu mengatur
alat rahasia, kepandaian silat yang dimiliki Hoa Pek Touw
pun luar biasa lihaynya, kalau dibandingkan dengan si
Rasul Pembenci langit Ku Loei boleh dikata jauh lebih lihay
beberapa kali lipat Ehmmm ..... mula mula aku masih
mengira Tay Yang Sin Kang" ilmu sakti Surya Kencana
dari negeri Tayli ini tiada tandingan dikolong langit, tak
tahunya masih juga tak mempan untuk mengalahkan
manusia aneh dari perguruan Liuw mah Boen ini ....... "
Dalam pada itu Hoa Pek Touw sendiri pun terperanjat
atas keliheyan lawannya,segera ia membentak :
Keparat cilik, aku tidak mengira kalau kau telah
berhasil melatih kepandaian panas yang begini hebatnya . . .
. ''.
Ia merandek sejenak. Manusia berbahaya semacam kau
tak boleh dibiarkan hidup lebih lama lagi dikolong langit !".

Sambil berseru badannya bekelebat kemuka, bagaikan


sesosok bayangan setan dia mendekati lawannya, jari dan
telapak bekerja sama dengan hebatnya,dalam sekejap mata
ia telah mengirim tiga buah serangan berantai.
Sungguh dahsyat serangan dari kakek tua ini, laksana
gulungan ombak ditengah amukan badai, dengan hebatnya
menyerang dan menerjang pada pemuda itu.
Pek ln Hoei tak berani bertindak gegabah, buru buru
kakinya bergeser kesamping.. dalam keadaan gugup dan
cemas secara beruntun dia lancarkan tujuh buah serangan
berantai, satelah bersusah payah beberapa saat lamanya
ancaman maut dari pihak lawanpun berhasil juga diatasi.
Dalam melancarkan tujuh buah serangan berantai itu,dia
telah memasukkan kepandaian lihay dari partai Sauw lim,
Hoa san, Bu tong serta Tiam cong, diantara
berkelebatannya sepasang telapak, kepala, jari, kaki serta
sikut bekerja keras menyodok kesana menghantam kemari.
Meski demikian badannya kena didesak mundur juga
sejauh setengah langkah.
Air mukanya seketika berubah hebat pikirnya :
Aku tak boleh member kesempatan kepadanya
sehingga bangsat tua ini berhasil mendahului diriku, kalau
tidak dalam dua satu jurus mendatang badanku bakal babak
belur kena gebukannya ..... "
Begitu ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya,
dengan cepat kakinya bergerak. dia melangkah maju tiga
tindak kemuka kemudian telapaknya diayun melancarkan
sebuah serangan dengan jurus Liat Yang Hian Tian" atau
Terik sang surya menyengat badan.
Gie-hu !" saat itulah Kim ln Eng teriak keras dan
menubruk masuk kedalam.

Keluar ! " bentak Hoa k Touw.


Badannya miring kesamping. laksana kilat kaki
kanannya Melancarkan sebuah tendangan, Sementara itu
Kim In Eng sedang menerjang masuk kedalam. dia tidak
menyangka kalau Hoa Pek Touw dapat melancarkan
tendangan kilat pada saat itu. seketika badannya merandek,
cepat kakinya melangkah kesamping dengan suatu gerakan
yang manis dia menghindarkan diri dari datangnya
tendangan tersebut.
Tanpa berpaling Hoa Pek Touw menekuk ujung kaki
kanannya kemudian dari suatu sudut yang aneh dan tak
disangka mengirim satu tendangan lagi.
Tendangannya ini sama sekali tidak ditarik kembali
sebaliknya malah bergeser tiga coen lagi kedepan,Dalam
keadaan seperti ini tak mungkin bagi Kim In Eng untuk
menghindarkan diri lagi, kakinya jadi kaku dan seluruh
badannya terpental hingga mencelat keluar dari pintu.
Aduuuuh. . . . !" dia berseru tertahan, kebetulan sekali
tangan kananya membentur diatas pintu kayu . . . . . .
Bruuuk ! terkena tenaga sambaran itu, pintu tadi segera
menutup keras.
Susana dalam ruangan seketika berubah jadi gelap gulita,
saking gelapnya sampai lima jaripun sukar dilihat.
Tatkala Pek In Hoei melancarkan serangannya tadi
mandadak pandangannya jadi gelap diam diam ia merasa
keadaan tidak menguntungkan, segera tenaga murni yang
dimilikinya dihimpun semua. badannya bergerak dengan
cepat ia bergeser lima langkah kesisi pintu.
Terasalah desiran angin tajam menyambar ditengah
kegelapan, begaikan sambaran kilat angin serangan tadi
menembusi ruangan menghantem diatas dinding.

Buuuum . . . ! pasir dan debu beterbangan memenuhi


angkasa.suara dengungan yang amat keras hingga menusuk
pendengeran menggema disemua penjuru ......
Pek ln Hoei, kau hendak lari kemana?" bentak Hoa Pek
Touw sambil tertawa dingin.
Seakan akan dia dapat mengetahui bahwasanna Pek In
Hoei telah bergeser dari tempatnya semula, bersamaan
dengan selesainya ucapan itu badannya segera menubruk
kembali kearah mana sianak muda itu berada sekarang.
Walaupum berdiri ditempat kegelapan namun sejak
semula Pek In Hoei sudah mampersiapkan diri menghadapi
segala kemungkinan yang tidak di inginkan, merasakan
datangnya serangan dahsyatnya dari Hoa Pek Touw ia jadi
sangat terperanjat.
Angin pukulan bagaikan sebuah jala besar mengurung
seluruh tubuhnya,bukan saja tenaga tekanan menyesakkan
dada bahkan sama sekali tidak memberi peluang barang
sedikitpun baginya untuk menghindar, empat penjuru
seolah olah dikelilingi oleh pisau tajam yang membabat
kearahnya bagaikan badannya hendak dibabat mentah
mentah ......
Dengan hati bergidik pemuda kita balas mengirim satu
serangan. menggunakan kesempatan dikala berdesingnya
angin tajam diapun balas melancarkan tujuh buah serangan
berantai.
Bluumm ......... Bluumm ......... ! "
Bluumm ......... ! " ditengah bentrokan nyaring kedua
belah pihak telah saling bertukar tiga buah pukulan
ditengah angkasa.
Napas Pak ln Hoei mulai tersengkal kakinya terhuyung
mundur dua langkah ke belakang.

Hemm! cobalah lagi tujuh buah seranganku ini !"


Jengek Hoa Pek Touw dengan suara yang menyeramkam.
Dengan sempoyongan Pek In Hoei mundur kebelakang,
ia bermaksud menyingkir kesebelah kann tetapi setelah
mundur beberapa langkah dia baru merasakan bahwa
dirinya telah tiba disisi dinding, tiada jalan lagi baginya
untuk mengundurkan diri .
Dengan parasaan kaget bercampur terperanjat, pikirnya.
Untuk menghadapi tujuh buah serangan nya itu aku
harus berusaha menjebolkan dinding tembok ini lebih
dahulu kemudian baru bisa dilawan, kalau tidak isi perutku
pasti akan terluka parah ......
Waktu berlalu dengan cepatnya, dalam keadaan seperti
in tada kesempatan baginya untuk berpikir panjang,
pedang mustika penghancur sang suryanya segera dicabut
keluar dari dalam sarung.
Tampak cahaya pedang berkelebat lewat sebelum pedang
itu sempat lolos dari sarungnya, sebuah serangan maut dari
Hoa Pek Touw telah menghantam dengan telak nya diatas
dada pemuda itu.
Datangnya serangan tersebut sama sekali tidak
membawa suara atau getaran menanti telapak lawan
menempel diatas dadanya ia baru merasai .
Menanti ia sadar akan bahaya yang mengancam jiwanya
tenaga pukulan Hoa Pek Touw telah disalurkan keluar,
dengan telak dadanya kena dihantam keras keras.
Dengan menaban rasa sakit yang bukan kepalang sianak
muda itu meraung keras, darah seger muncrat keluar dari
mulutnya.telapak kanan dirapatkan dan segera bales
mengirim satu babatan.

Babatan ini dilancarkan didalam keadaan kacau dan


cemas, sama sekali tidak termasuk jurus serangan dari
aliran manapun apalagi di lancarkan dalam jarak yang
sangat dekat dan ditengah kegelapan ---- Bruuuk ! dengan
telak babatan itu bersarang pula di atas bahu kakek tua itu,
Dalam pada itu Hoa Pek Touw sedang miringkan
kepalanya untuk menghindarkan diri dari cipraan darah
segar yang ditumpahkan dari mulut Pek In Hoei, dia tidak
mnyangka kalau pemuda itu masih sempat melepaskan
serangan balasan dikala isi perutnya telah terluka, apalagi
jarak diantara mereka terlalu dekat, serangan tadi tak
sempat dihindari lagi.
Ia mendengus berat, badannya mundur selangkah
kebelakang dimana kakinya berlalu ubin yang kena diinjak
segera hancur dan merekah.
Sekilas cahaya pedang mendadak berkelebat diangkasa,
meminjam kesempatan yang sangat baik itulah Pek In Hoei
mencabut keluar pedang mustika Si Jiet Kiamnya .
Tampak pedang itu digetarkan keras, cahaya tajam
segera berkilatan memenuhi angkasa mengikuti bergeser
langkah kaki, cahaya pedang mendadak sirap dan tahu2
sudah dilintangkan didepan dada .
Hoa Pek Touw tidak mengira tenaga lwekang yang
dimiliki Pek In Hoei sedemikian sempuma meskipua
usianya masih sangat muda, kendati dadanya sudah kena
dihantam namun sama sekali tidak roboh terjungkal keatas
tanah
Dalam hati kakek tua ini merasa bergidik, sambil tarik
napas menahan rasa sakit diatas bahunya ia tatap wajah
sianak muda itu tajam tajam .

Tetkala dijumpainya Pak In Hoai berdiri serius


dihadapannya sambil menyilangkan pedang mustikamya
didepan dada, segera ia mendengus dingin.
Hmmm ! isi perutmu sudah terluka parah, kalau tidak
cepat cepat kau obati luka dalammu itu dalam satu jam
mendatang jiwa mu bakel melayang. Heeeh ... heeeh ....
heeeh . . . . apa kau anggap aku tak dapat melihat bahwa
gayamu memegang pedang saat ini hanya gertak sambal
belaka ? ... aku lihat lebih baik buang saja senjatamu itu ! "
Pek In Hoei sendiri diam diam merasa terperanjat, ia
kagum atas ketajaman mata pihak lawannya yang telah
berhasil mengetahui akan kekosongan gaya pedangnya itu.
Hatinya jadi bergidik, sambil menahan Pergelangannya
yang gemeter keras pikirnya didalam hati ;
Saat ini paling banter aku cuma sanggup menghadapi
tiga jurus serangannya belaka, setelah itu urat nadiku bakal
pecah dan jiwaku bakal melayang, apa yang harus
kulakukan sekarang ? menerjang keluar dari ruangan ini ?
jelas tak mungkin !".
Hoa Pek Touw bukanlah manusia sembarangan, sebagai
orang Yang berhati licik sekilas memandang cahaya tajam
diujung senjata lawan, dia segera mengetahui kalau pemuda
itu sedang bertahan sebisa bisanya, maka dengan suara
dingin kembali jengeknya ;
Dalam kendaan seperti ini loohu hanya cukup
menggunakan tiga jurus serangan saja sudah sanggup untuk
membinasakan dirimu ! .
Mendadak . . . . Pintu depan didorong orang diikuti Kim
In Eng menerjang masuk kedalam ruangan.
In Hoei" serunya dengan hati cemas,

Kau tidak terluka bukan ?....."


Aku tidak apa apa !"
In Eng, ayoh cepat enyah dari sini !? " hardik Hoa Pek
Touw,
Gie-hu (ayah angkat) ! ampunilah jiwanya dan
lepaskanlah dia pergi dari sini!"
Hoa Pek Touw tertawa seram.
Aku peras keringat puter otak dan banting tulang
selama lima puluh tahun sebenarnya apa tujuannya ? kalau
ini hari kulepaskan keparat cilik ini maka dikemudian hari
jagoan Bu-lim manakah yang sanggup menaklukkan dirinya
...... "
Mandadak ia menoleh dan menghardik :
Pek In Hoei, jangan bergerak !"
Perlahan lahan Pak in Hoei tarik kembali kakinya yang
sudah melangkah kedepan, sahutnya lirih :
Hoa Pek Touw .... janganlah kau terlalu memakan
diriku !". ia merandek sejenak kemudian tambahnya ketus.
Kau harus tahu binatangpun mempunyai semangat
untuk bertempur hingga titik darah penghabisan, kau
anggap aku sudi takluk dan menyerah dengan begini saja,
??? "
Hmmm ! rupanya Cian Hoan Lang Koen telah
membeberkan semua rencana besarku kepadamu, heeeh .....
heeeeh .... heeeh .... kalau memang demikian adanya, kau
semakin tak boleh kulepaskan lolos dari perkampungan Tay
Bie San cung ini. Keparat cilik ! ini hari kau harus mati
disini !".

Keadaan dari Pek In Hoei saat ini benar2 amat kritis,


setiap saat kemungkinan besar jiwanya bisa melayang
ditangan jago tua itu, mendadak sinar matanya beralih
keatas lukisan yang tergantung diatas pembaringan satu
ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya.
Meskipun dia punya tujuan kesitu namun pemuda kita
cukup cendik, sinar matanya justru malahan ditujukan
kepintu luar.
Melihat sianak muda itu memperhatikan kearah pintu,
Hoa Pek Touw mangira da akan meloloskan diri dengan
menggunakan kesempatan itu, sambil mendengus dingin
badannya segera bergeser empat langkah kesamping dan
berdiri tepat didepan pintu .
Setelah itu sambil memandang kearah Pek In Hoei
ejeknya :
Akan kulihat bagaimana caramu menirukan binatang
yang akan bertahan hingga titik darah penghabisan, akan
kulihat apakah kau sanggup memaksa aku hingga mundur
selangkah kebelakang ".
Setan tua kau tertipu !" seru Pak In Hoei, badannya
dengan cepat bergerak, bukan pintu depan yang dituju
sebaliknya malah meloncat naik keatas pembaringan.
Menyaksikan perbuatan sianak muda Itu,air muka Hoa
Pek Touw berubah hebat, diam diam ia berseru tertahan
lalu dengan penuh kegusaran makinya:
Keparat cilik2, licin benar akal bulus mu !"
Dengan jurus Pouw Giok Sheng Than" atau Berpeluk
tangan Menenggelamkan sampan telapaknya segera
menyamber kemuka meaghantam Pek In Hoei yaog ada
diatas pembaringan.

Tahan !" bentak Pek ln Hoei sambil membetulkan


posisinya.
Hoa Pek Touw melengak, dilihatnya si anak muda itu
telah tudingkan senjatanya diatas lukisan gadis di atas
dinding itu, air mukanya segera berubah, dengan menahan
perasaan batin yang tersiksa bentaknya penuh kegusaran ;
Pak la Hoei, kalan kau berani merusak lukisanku itu
maka semua manusia she Pek yang ada dikolong langit
akan kubunuh hingga habis !
Sambil berdiri tegak Pek ln Hoei menatap Hoa Pek
Touw yang sedang marah marah, terhadap makiannya dia
tidak menggubris dan tetap berlagak pilon.
Apakah kau masih membutuhkan lukisan ini ?"
tanyanya.
Sekalipun aku tidak membutuhkan lagi lukisan itu.
jiwamu tetap akan kucabut !"
Sungguh ? kau benar benar tidak membutuhkan lukisan
ini lagi ? .... "
Saking gusar dan mendongkolnya sepasang mata Hoa
Pek Touw berubah jadi merah berapi api, dengan gemas
dan penuh kebencian teriaknya :
Kalau kau berani menggores lukisan itu seketika itu jaga
Kim In Eng akan kubinasakan lebih dahulu !"
Dengan pandangan bergidik Kim ln Eng menatap wajah
Hoa Pek Touw, bagaimana pun juga dia tidak mengira
kalau ayah angkatnya begitu kejam dan berhati keji, hatinya
jadi dingin dan bulu kuduk pada bangun berdiri ....
Hmm ! kalau memang kau sudah tidak ingini lukisan
ini lagi, baiklah akan kuhancurkan lumatkan jadi berkeping
keping ",ancam Pek In Hoei sambil mendengus dingin.

Hoa Pek Touw merasa sangat mendongkol, selama


hidup dia cuma tahu menjebak orang lain siapa sangka ini
hari harus jatuh kecudang ditangan orang bahkan orang itu
adalah seorang pemuda yang masih muda belia.
Saking khekinya hampir saja dia muntah darah, dalam
hati iapun merasa tetcengang dan tidak habis mengerti,
darimana pemuda itu bisa tahu kalau lukisan tersebut
adalah benda yang paling disayanginya melebihi jiwa
sendiri.
Berpuluh puluh macam akal berkelebat memenuhi
benaknya, tetapi sayang tak satupun bisa digunakan untuk
memaksa Pek In Hoei menggeserkan pedangnya dari atas
lukisan itu.
Akhirnya dia menyerah dan berkata :
Baiklah ! untuk kali ini akan kulepaskan dirimu pergi
dari sini dan aku berjanji tak akan membinanakan dirimu
pada hari ini ! " .
Pek ln Hoei mendengus dingin
Masa dikolong langit benar benar terdapat persoalan
yang begini gampang bisa diselesaikan ??? keluarkan dulu
obat pemunah dari rumput racun penghancur hati !".
Bangsat ! jangan terlalu besarkan pentang mulut
anjingmu, kalau sampai melampai batas permintaan itu,
aku bisa korbankan lukisan itu detik ini juga: Hmm.....
kalau sampai aku berbuat nekad hati hati selembar jiwa
bangsatmu, tak nanti ku ampuni !".
Sekalipun aku ajukan penawaram setinggi langit,
bukankah kaupun punya kesempatan untuk menawar ? "
jengek sianak muda she Pek itu sambil tertawa hambar.
Asal kan kedua belah pihak sudah setuju, maka dagangan
Itupun boleh dikatakan telah jadi".

Heeeeh...heeeeeh. heech.. sekarang kau jangan keburu


merasa bangga dulu, suatu saat aku berhasil menangkap
dirimu ...... Hmm ! saat itulah kau tak akan bisa tertawa lagi
!".
Itu sih urusan belakangan, buat apa sekarang kita
membicarakannya lebih dahulu ? "
Senyuman yang menghiasi bibirnya mendadak
membeku, rasa sakit yang luar biasa segera tertera jelas
diates wajahnya, kembali pemuda itu muntahkan darah
segar.
Melihat kesempatan baik yang sukar ditemukan telah
tiba Hoa Pek Touw tak mau sia siakan dengan begitu saja,
pundaknya segersabergerak siap loncat kedepan merampas
pedangnya atau bila mungkin sekalian membinasakan
pemuda itu.
Tahan " bentak Pek In Hoei dengan alis berkerut
kencang.
Criiiit . . " segulung angin desiran tajam meluncur
keluar.
Tubuh Hoa Pek Touw yang, sedang menubruk tiba
seketike tertahan dicengah udara, terpaksa in harus
melayang turun keatas permukaan tanah.
Walaupun begitu kakek tua ini tak mau begitu saja
melepaskan mangsanya dari tangannya segera diayun
mengirim satu serangan balasan.
Bruuunk ....... ! angin pukulan itu dengan telak
menghantam diatas pergelangan tangan Pek In Hoei yang
mencekal pedang.
Sianak muda itu membentak nyaring,sambil ayun tangan
kirinya ia mengancam :

Apakah kau hendak menyaksikan dengan mata kepala


sendiri kuhancurkan lukisan ini ?"
Tangan kanan bergetar kencang. diantara berkelebatnya
cahaya pedang ia perlihatkan sikap hendak manggurat
lukisan gadis cantik itu.
Hoa Pek Touw jadi lemas, ancaman tersebut tepat
mengenai hati kecilnya, sambil menunjukkan sikap yang
sangat menderita bisiknya lirih :
Kalau kau memang jantan, sekarang juga goreslah
lukisanku itu !, . . . . ,
Mula mula Pek In Hoei melengak namun segera dia
tertawa dingin.
Apa susahnya berbuat demikian ?"
Sinar matanya berkelebat menyapu sekejap wajah Hoa
Pek Touw, kemudian tambahnya :
Ooooh, betapa indah serta bagusnya lukisan yang luar
biasa serta susah dicari keduanya dikolong langit dewasa
ini, terutama sekali senyuman manis dari gadis dalam
lukisan itu serta pandangan mesrah penuh cinta kasih yang
dia
perlihatkan,
benarkah
kau
sudah
tidak
membutuhkannya dan rela kuhancurkan lukisan yang
demikian luar biasanya ini ..... aaaah ..... aku merasa
radaan sayang ...."
Tutup mulut anjingmu !" teriak Hoe Pek Touw. titik air
mata mulai membasahi kelopak matanya Baiklah, ini
adalah pil penolak racun, ambillah pergi ! .
Dari sakunya kakek tua itu ambil keluar dua butir pil
yang terbungkus dalam lilin dan dilemparkan keatas
pembaringan, setelah itu dengan sedih ia tundukkan
kepalanya rendah rendah,

Walaupun Pek In Hoei telah menggunakan titik


kelemahan dari Hoa Pek Touw untuk memaksa dia
menyrahkan pil pemunh racun itu, namun dalam hati
kecilnya dia merasa sangat kagum atas kesetiaan serta
kesungguhan cintanya yang telah berlungsung puluhan
tahun lamanya tanpa berubah sedikitpun itu,
Pikirnya didalam hati ;
Sekalipun dia adalah seorang manusia durjana yang
paling kejam, paling telengas dan paling licik dikolong
langit, namun kesetiaannya serta kesunguhan cintanya
terhadap kekasih yang pernah dicintainya puluhan tahun
berselang sukar dicari keduanya Aaaaii . . . . entah dapatkah
aku meniru kesunguhan cintanya terbadap kekasihku
kemudian hari ? . . . "
Tanpa menunjukkan pandangan mengejek atau pandang
rendah lawannya, la segera berkata serius :
Aku telah menderita luka dalam yang amat parah, aku
berharap kaupun bisa menghadiahkan pula sebutir pil
Tiang Coen Wan" yang baru saja kau buat itu kepadaku,
dengan demikian dalam perjumpaan kita yang akan datang
aku tidak sampai kau tundukkan dengan begitu mudah"
Dengan penuh rasa mendongkol a k Touw melotot
sekejap kearah pemuda itu, rasa gusar dan gemasnya tanpa
terasa ikut tersalur keluar lewat pandangan tadi.
Menyaksikan betapa benci dan gusarnya kakek itu
memandang dirinya, diam-diam k In Hoei sendiripun
merasa bergidik sehingga bulu kuduknya pada bangun
berdiri.
(Oo-dwkz-oO)

Jilid 17 (edit by Sumahan)


DARI dalam sakunya Hoa Pek Tuo ambil keluar sebuah
botol porselen berwarna hijau, kemudian mengeluarkan
sebutir pil bewarna merah darah.
Sambil melemparkannya keatas pembaringan serunya
tertawa dingin: Suatu saat kau terjatuh ditanganku, kalau
tidak kusuruh kau rasakan siksaan dikerubuti berlaksa-laksa
ekor binatang yang paling berbisa dikolong langit, aku
bersumpah tidak mau jadi orang!"
Seandainya ilmu silat yang kumiliki telah punah,
kendati kau berhasil menangkap dirikupun percuma seja,
tiada artinya sama sekali. Begini saja, bila kiia bertemu
muka lagi dikemudian hari mari kita saling beradu
kecerdasan lagi! Aku sih ingin sekali berhasil kau tangkap
dikemudian hari sehingga dapat merasakan bagaimana
penderitaan seseorang yang dikerubuti berlaksa-laksa ekor
binatang beracun, tetapi aku takut tidak demikian
gampangnya kau bisa memenuhi keinginanmu itu!
Dia ulapkan tangannya, kemudian tambahnya lagi
Sekarang, silahkan kau keluar dari ruangan ini!"
Lama sekali Hoa Pek Tuo menatap wajah Pek In Hoei,
akhirnya dengan suara berat dia mengancam: Bilamana
kubiarkan kau berhasil tinggalkan tempat ini sejauh tiga
puluh li, sejak ini hari aku tidak akan she Hoa lagi!"
Pek In Hoei tertawa dingin, tanpa mengucapkan sepatah
katapun dia awasi wajah kakek tua itu tanpa berkedip.
Bagaikan dua ekor binatang buas yang saling berhadapan
kedua orang itu saling berpandangan beberapa waktu
lamanya.
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya sambil tertawa
hambar Pek In Hoei berkata: Kalau aku tak sanggup

tinggalkan daerah sejauh tiga puluh li dari sini dan keburu


kena kau tangkap lagi, mulai ini hari juga aku pun tak sudi
she Pek lagi
Bagus! perkataan seorang lelaki sejati berat laksana
gunung Thay-san, setelah diucapkan tak akan diingkari
kembali.
Hoa Pek Tuo mendengus dingin, tanpa mengucapkan
separah kata lagi segera putar badan berlalu dari ruangan
itu.
Pek In Hoei termenung berpikir sejenak, tiba-tiba
tanyanya lagi: Berapa lama waktu yang kau berikan
kepada kami?"
Dua jam! sahut Hoa Pek Tuo sambil menoleh dan
tertawa, kemudian dengan cepatnya ia berlalu dari ruangan
tersebut.
Mendengar waktu yang disebutkan itu sepasang alis Pek
In Hoei kontan berkerut kencang pikirnya didalam hati:
Kurang ajar.... kembali aku tertipu, waktu selama dua
jam hanya cukup bagiku untuk melakukan perjalanan
sejauh tiga puluh li.... bukankah terang-terangan aku bakal
kalah taruhan lagi
Ia merandek sejenak, lalu pikirnya lebih jauh: Aku
masih mengira dalam pertarungan ini dirikulah yang pasti
peroleh kemenangan siapa sangka ucapanku yang terakhir
justru telah terjatuh kedalam perangkap orang. Aaaiiii.....
rupanya aku harus lebih banyak berlatih diri lagi, dengan
demikian dikemudian hari baru tidak sampai tertipu lagi
oleh manusia licik yang banyak akalnya seperti dia....
Dia hanya pusatan semua perhatiannya untuk mencari
akal bagaimana caranya melepaskan diri dari pengejaran

Hoa Pek Tuo dan telah melupakan bahwasanya Kim In


Eng masih berada disitu.
Dalam pada itu sidewi khiem sendiri sejak memasuki
ruangan itu hingga kini hanya berdiri bersandar disisi
dinding saja. menyaksikan Pek In Hoei dalam keadaan
yang kepepet dan terdesak ternyata masih sanggup
menolong dirinya dengan kecerdikan otaknya, diam-diam
ia jadi kagum dibuatnya.
Sambil tersenyum segera pikirnya didalam hati: Kini
dia telah mulai bergerak menuju keposisi kursi singgasana
nomor wahid di kolong langit, suatu saat ia akan berhasil
melenyapkan semua rintangan didepan matanya dan
menjadikan dirinya sebagai manusia yang paling kosen
dikolong langit.....
Tapi.... belum lama senyuman girangnya menghiasi bibir
perempuan itu, tiba tiba ia saksikan sekujur badan Pek In
Hoei gemetar keras, dengan menahan rasa sakit tak
terhingga dia mendengus berat kemudian roboh terjungkal
dari atas tiang pembaringan.
Cahaya pedang berkelebat lewat, senjata Si Jiet Kiam
yang tajam seketika merobek kain kelambu berwarna merah
itu dan membawa tubuh Pek In Hoei yang berat roboh
terjengkang diatas ranjang.
Air muka Kim In Eng berubah hebat, cepat cepat dia
maju kedepan memayang bangun tubuh sianak muda itu,
tampaklah air mukanya telah berubah jadi pucat pias
bagaikan mayat, keringat sebesar kacang kedelai
membasahi sekujur tubuhnya, sambil menggigit bibir ia
telah jatuh tidak sadarkan diri.
Dengan perasaan penuh kasih sayang dan kasihan
perempuan itu mengeluarkan saputangan untuk menyeka
air keringat yang telah membasahi wajah pemuda itu,

bagaimana pun juga dia merasa kagum dan memuji akan


kegagahan serta keberanian yang telah diperlihatkan sianak
muda itu barusan.
Tanpa berpikir panjang lagi diambilnya dua butir pil
yang
berada
diatas
ranjang
itu
kemudian
menghancurkannya dan dijejalkan ke dalam mulut Pek In
Hoei, selelah itu tangannya berkerja keras menguruti dada
serta lambung pemuda itu agar peredaran darah tubuhnya
bisa berjalan kembali dengan lancar.
Memandang raut wajahnya yang tampan dan menarik
hati, muncul perasaan kasihan serta sayang dari mata
perempuan itu, bisiknya dengan suara yang lirih: Selama
dua tahun belakangan ini kau tentu sudah menelan banyak
pahit getir yang menyiksa tubuhmu, kalau tidak dari mana
mungkin dari seorang bocah cilik yang tak pandai ilmu silat
kini telah berubah jadi seorang pendekar muda yang cerdik,
berani serta memilki kepandaian silat maha sakti
Tanpa terasa bayangan dari Cia Ceng Gak sijago pedang
sakti dari Tiam Cong Pay di kala masih mudanya terbayang
kembali dalam benak perempuan she Kim ini. Waktu itu
diapun sedang menginjak masa mudanya, bukan saja
ganteng, gagah dan berani, bahkan di masa mudanya telah
berhasil menduduki jabatan sebagai seorang ketua partai.
Senyuman sedih dan pedih tersungging di ujung
bibirnya, diam diam pikirnya kembali Ketika itu meskipun
Cia lang dengan membawa pedang sakti kepandaian lihay
menginjakkan kakinya didaratan Tionggoan, namun
berhubung dia sudah masuki perguruan To boen maka
terhadap gadis gadis cantik yang ada didalam dunia sama
sekali tak memandang sebelah matapun. Oleh sebab itulah
orang orang sampai menyebut dirinya sebagai pemuda
yang tidak romantis....

Ia menghela napas panjang, pikirnya lebih jauh:


Aaaaai! meskipun ia telah menjabat sebagai ciangbunjin
dari partai Tiam Cong, namun cinta kasihnya terhadap
diriku tetap mendalam dan merasuk hingga ke tulang
sumsum. Ia rela tinggalkan segala galanya untuk menemani
aku berpesiar kesemua tempat yang indah dan menawan
hati. Cinta yang demikian dalamnya bukankah melebihi
dalamnya samudra? tapi aku sendiri.... sama sekali tidak
mengetahui dimana tulang belulangnya dipendam....".
Tetes air mata menetes keluar dari balik biji matanya
yang hitam, gumamnya: Cia-lang, kau sebagai seorang
ciangbunjin sebuah partai besarpun dapat tinggalkan tata
kesopanan serta derajatmu sebagai ketua. Aaaai.... tapi
siapakah dikolong langit yang mengetahui bahwa kaulah
bianglala dan partai Tiam Cong
Ditengah kesunyian yang mencekam seluruh ruangan
itu, pikirannya jadi melayang layang entah kemana,
bayangan Cia Ceng Gak yang gagahpun segera memenuhi
seluruh benaknya.
Perlahan-lahan ia cabut pedang Si Jiet Kiam itu, meraba
sarung pedang yang terbuat dari kulit ikan hiu itu ia
pejamkan matanya rapat rapat.
Ia merasakan dirinya seakan akan berada dalam pelukan
kekasihnya, seakan akan ia sedang membelai dadanya yang
bidang dan kekar....
Aaaai.... dia menghela napas panjang. Tingginya
langit lamanya waktu ada batasnya, namun sampai kapan
cinta kasihku bisa terpenuhi...."
Ia gelengkan kepalanya berulang kaii, kemudian dengan
tangannya yang putih halus dipunggutnya mutiara penolak
air yang menggeletak diatas selimut itu.

Hawa pedang, cahaya mutiara memancar di atas raut


wajahnya yang segar membuat perempuan itu kelihatan
lebih cantik, seolah-olah sebuah patung arca yang terbuat
dari baru pualam.
Mutiara yang besar dan bulat bergelindingan diatas
tandannya, sambil tersenyum cengang pikirnya:
Mengapa perasaan hatiku pada hari ini bisa melayang
sampai begitu jauhnya? kenapa aku sudah melupakan
bahwa usiaku hampir mencapai angka empat puluh?
Aaaai.... kenangan lama apa gunanya dipikirkan
kembali....".
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia
berpikir lebih jauh: Chin Siang adalah seorang bocah yang
halus dan menawan hati, untuk mencari kabar berita dari
Pek In Hoei aku pernah suruh ia berkelana didalam dunia
persilatan dengan menggunakan namanya sehingga
memperoleh sebutan sebagai jago pedang berdarah dingin
kenapa aku tidak jodohkan sama gadis manis itu dengan
diri Pek In Hoei?
Teringat akan Wie Chin Siang, diapun lantas teringat
kembali bahwasanya kemarin malam ia telah mengutus
muridnya ini untuk menyusup kedalam lorong rahasia dan
berusaha untuk menjumpai Cian Hoan Lang Kosu guna
menanyakan nasib dari Cia Ceng Gak.
Dengan cepat ia meloncat bangun, pikirnya dengan hati
cemas. Aaaah! kenapa aku telah melupakan dirinya? Sejak
kemarin malam masuk ke dalam perkampungan hingga kini
belum ada kabar beritanya sama sekali mengenai nasibnya.
Aaaiii.... kenapa setelah bertemu dengan Pek In Hoei
saking gembiranya aku telah melupakan dirinya....

Sambil menggigit ujung bibirnya dia masukkan kembali


padang penghancur sang surya itu kedalam sarung,
kemudian putar badan dan loncat keluar dari ruangan itu.
Tiba tiba terdengar Pek In Hoei merintih, diikuti
matanya dibuka dengan memandang keempat penjuru
dengan sikap tertegun, akhirnya dia loncat bangun dari atas
pembaringan.
Mendengar suara rintihan itu, Kim In Eng menoleh,
menyaksikan Pek In Hoei loncat turun dari pembaringan
dengan penuh kegirangan segera teriaknya: Bocah, apakah
kau telah sehat kembali?".
Cianpwee, Hoa Pek Tuo ada dimena?"
Kim In Eng tidak langsung menjawab, perlahan lahan ia
dekati sianak muda itu kemudian sambil memandangnya
dengan penuh kasih sayang pujinya. Sungguh tak
kusangka setelah berpisah dua tahun, kau telah berhasil
mempelajari ilmu silat yang demikian lihaynya, terutama
sekali didalam situasi yang amat berbahaya kau masih
sanggup memaksa ayah angkatku mundur....
Merah jengah selembar wajah Pek In Hoei. Sebetulnya
aku tidak pantas menggunakan cara yang demikian
rendahnya untuk paksa dia keluar dari sini, tetapi kalau aku
tidak berbuat demikian maka jiwaku bakal terancam....
Tidak! kata Kim In Eng sambil gelengkan kepalanya.
Seseorang bilamana menghadapi situasi yang mengancam
keselamatan serta jiwanya, maka tindakan serta perbuatan
apapun yang dilakukan tak bisa di anggap sebagai suatu
perbuatan yang rendah dan memalukan....
Ia tertawa getir, lalu tambahnya: Seandainya kau tidak
berhasil menangkap titik kelemahan dari ayah angkatku,
mungkin akupun tidak punya harapan untuk tinggalkan

tempat ini dalam keadaan hidup. Selamanya dia paling


pantang kalau ada orang memasuki kamarnya...."
Kendati dalam hati Pek In Hoei merasa heran dari mana
Kim In Eng bisa jadi putri angkat dari Hoa Pek Tuo, tetapi
ia merasa kurang enak untuk menanyakannya.
Setelah terenung sebentar ujarnya dengan serius: Kim
cianpwee, maaf kalau boanpwee akan bicara blak blakan
dengan dirimu. Berhubung Hoa Pek Toew mempunyai
sangkut paut yang amat besar dengan partai Tiam Cong
kami serta seluruh umat bu lim yang ada dikolong langit,
maka bilamana dikemudian hari boanpwee terpaksa harus
bertempur melawan dirinya, aku harap cianwee...."
Tidak usah kau teruskan perkataanmu itu. Aku sudah
mengetahui apa yang kau maksudkan! tukas Kim In Eng.
Ia menghela napas sedih. Usiaku sudah hampir mencapai
empat puluh tahun. Sejak Cia leng mati hatiku telah
berubah jadi tawar bagaikan air. Nanti akan kuberitahukan
kepadamu dimana jenasah ayahmu aku kubur. Setelah itu
aku akan masuk menjadi pendeta dan selama hidup aku tak
mau mencampuri urusan keduniawian lagi. Janganlah kau
mengira aku akan mencampurkan diri didalam urusan ini
hingga menyulitkan dirimu
Semua persoalan yang semula memurungkan hati Pek In
Hoei kini telah lenyap bagaikan asap diangkasa. Perlahanlahan ia menarik nafas dalam2.
Pada dua tahun berselang, boanpwee telah berbuat
Puthauw terhadap orang tua sehingga merepotkan
cianpwee lah yang harus menguburkan jenasah ayah ku.
Atas bantuan serta kebaikan hati cianpwee terimalah
sekarang sebuah hormat dari aku Pek In Hoei
Ia bertekuk lutut dan jatuhkan diri berlutut dihadapan
Kim In Eng untuk menjalani sebuah penghormatan besar.

Buru buru Kim In Eng membimbingnya bangun Pek


hian-tit kau tak usah berbuat begitu, nanti akupun masih
ada sedikit persoalan yang ingin mohon bantuanmu".
Satelah merandek sejenak, katanya dengan nada sedih
Selama hidup hanya satu persoalan yang mencemaskan
hatiku, yaitu hingga kini aku merasa belum mengetahui
bagaimana nasib Cia-leng. Apakah dia masih hidup atau
sudah mati? teringat dikala ia berpisah dengan diriku tempo
dulu, mustika penghancur sang surya ini ada bersama sama
dirinya, dan kini kau....
Supek-couw telah mati di kaki gunung Ching Shia....
seru Pek In Hoei dengan suara berat.
Belum habis ia berkata, sekujur badan Kim In Eng telah
gemetar keras, Ia mundur selangkah kebelakang sementara
air matanya jatuh berlinang bagaikan hujan deras. Sambil
memegang pinggiran ranjang, tanyanya lagi dengan suara
terpatah patah Bagai.... bagaimana mungkin.... apa.... apa
sebabnya dia.... dia mati dan bagaimana.... bagaimana pula
dengan ciangbungjin delapan partai lainnya?.
Dia orang tua mati karena terkena racun yang maha
dahsyat, sedang ciangbunjin dari delapan partai lainnya pun
telah mati semua di dalam satu gua yang sama.....
Pucat pias selembar wajah Kim In Eng, sambil menggigit
kencang bibirnya ia tatap wajah Pek In Hoei dengan tajam,
air matanya mengucur keluar makin deras....
Siapa.... siapakah yang telah membinasakan mereka
semua? Siapakah yang mempunyai kepandaian sedemikian
lihaynya hingga dapat meracuni mereka semua....?
gumamnya.
Mereka semua dibokong dengan cara yang paling
rendah, perbuatan ini bukan dilakukan oleh orang yang tak

berkepandaian silat.... kata Pek In Hoei dengan nada


sedih.
Sebenarnya siapa yeng telah mencelakai mereka?" teriak
Kim In Eog, suaranya parau dan serak.
Pek In Hoei menjadi ragu, sebelum ia sempat mengambil
keputusan untuk memberitakan kerja sama antara Hoa Pek
Tuo dengan Cia Ka Sin-mo untuk mencelakai sembilan
partai besar di gunung Cing Shia, mendadak pintu digedor
orang disusul suara dari Hoa Pek Tauw yang dingin
menyeramkan berkumandang keluar: Hey orang she Pek,
waktu satu jam telah lewat!.
Pek In Hoei tergetar keras, dengan hati bergidik ia
melongok ke pintu luar, sekarang ia pun ingat bahwa ia
telah berjanji dengan Hoa Pek Tuo, dimana dirinya hanya
diberi kesempatan selama dua jam untuk meninggalkan
perkampungan Tay Bie San cung.
Dengan hati bergidik segera pikirnya: Seandainya
kuceritakan perbuatan terkutuknya yang telah mencelakai
ketua dari sembilan partai besar, kemungkinan besar ia
akan mengingkari janji. Bukan saja aku tidak dibiarkan
hidup, bahkan Kim cianpwee pun kemungkinan besar bakal
menemui ajalnya di tangan bajingan tua ini."
Berpikir demikian, ia lantas berseru lantang Aku harap
kaupun bisa menepati janji yang telah kau ucapkan dan
segera mengundurkan diri dari lorong rahasia ini, kalau
tidak akupun bisa mengingkari janjiku
Bangsat cilik, sekarang baiklah kubiarkan kau berlagak
jumawa, nanti kalau aku tidak beset kulit anjingmu lalu
suruh kau merasakan disiksa oleh lima jenis racun yang
terkeji dikolong langit, agar kau menderita siksa selama tiga
hari tiga malam baru mati, jangan panggil namaku Hoa Pek
Tuo".

Suara itu makin lama semakin lirih dan makin jauh


hingga akhirnya lenyap dari pendengaran.
Pek In Hoei mendengus dingin pikirnya: Walaupun
sekarang aku tak bisa menangkan dirimu, tetapi aku bisa
menghancurkan kekuatanmu, agar kalian tak dapat bersatu
padu untuk mewujudkan rencana besar kalian untuk
merajai dunia persilatan".
Aaaaah, sungguh tak nyana begitu kejam dan
telengasnya hati bangsat tua itu" seru Kim In Eng dengan
nada terperanjat. Selama hampir dua puluh tahun lamanya
aku masih mengira dia adalah seorang tabib sakti yang
berhati penuh welas kasih dan suka menolong sesamanya
dikolong langit
Bibir Pek In Hoei bergerak ingin menguutarakan pula hal
hal kekejian serta kelicikan Hoa Pek Tuo, tetapi akhirnya ia
batalkan maksud hatinya itu.
Kembali pikirnya didalam hati: Sekarang adalah
saatnya bagiku untuk melarikan diri dari perkampungan
Tay Bie San cung ini, pertama tama aku harus berusaha
untuk memancing perhatian Hoa Pek Tuo agar seluruh
kekuatan dan pikirannya ditujukan kepadaku, dengan
begitu, Kim cianpwee dapat melarikan diri dengan leluasa".
Dalam pada itu Kim In Eng telah berhasil menguasai
golakan hatinya, sambil membesut air mata katanya: In
Hoei, sekarang aku hendak memberi tahukan sesuatu
kepadamu, yakni jenasah ayahmu telah kubakar hingga
tinggal abu....
Dengan perasaan terperanjat, Pek In Hoei mendongak,
lalu menatap wajah Kim In Eng dengan pandangan
mendelong.

Perempuan itu tertawa getir, ujarnya lebih lanjut: Pada


malam itu aku harus bergebrak sebanyak dua ratus jurus
dengan Ku Loei, walaupun akhirnya dengan irama khiem
ku, aku berhasil mengalahjan dirinya, tetapi akupun
menderita luka parah, dalam keadaan seperti itu aku benar
benar tak bertenaga sama sekali untuk membawa jenasah
ayahmu turun dari gunung Cing Shia
Ia merandek sejenak kemudian terusnya: Oleh sebab itu
setibanya dilereng gunung Cing Shia, maka jenasah ayahmu
segera kuserahkan kepada Hoei Kak Loo Nie untuk dibakar
dan hingga kini abu dari ayahmu mauh berada didalam kuil
Hoei Kak An dibelakang hutan bambu, bila suatu saat kau
datang kesana carilah Hoei Kak Loo nie, maka dia akan
serahkan kembali abu orang tuamu itu kepadamu"
Terima kasih atas bantuanmu, cianpwee.... seru Pek In
Hoei dengan amat terharu hingga titik air mata tanpa terasa
jatuh bercucuran.
Kim In Eng sendiripun dibuat sangat terharu oleh sikap
Pek In Hoei yang lugu itu, ia menghela napas panjang.
Anakku, aku merasa amat menyesal karena tak dapat
mengubur jenasah ayahmu di puncak gunung kenamaan itu
agar sukmanya yang ada di alam baka memperoleh
ketenangan serta ketenteraman, maka dari itu, setelah turun
gunung siang malam, aku berusaha menemukan dirimu,
dan mohon kepadamu....
Pak In Hoei berdiri termangu-mangu. Teringat kembali
olehnya bayangan tatkala sambil memboyong jenasah
ayahnya, per-lahan2 turun gunung, ketika itu tubuhnya
penuh dengan luka, hampir boleh dikata tak sebahagianpun
berada dalam keadaan utuh.
Air matanya jatuh bercucuran, hampir saja ia tak
sanggup menahan kepedihan hatinya, namun ia genggam

sepasang kepalannya kencang2 dan menekan penderitaan


serta siksaan batin itu dalam hatinya Aku harus menuntut
balas terhadap orang orang itu. Perduli pada saat apapun,
dimanapun juga, ujung pedangku pasti akan menembusi
tubuh mereka
Diam diam ia berdoa kepada ayahnya yang berada
dialam baka, agar memperoleh ketenangan dan
ketenteraman.
Perlahan-lahan Kim In Eng berpaling kearah lain,
menyeka air matanya dan berkata: Menurut apa yang
kuketahui Hwie Kak Loo nie berasal dari partai Go-bie.
tetapi entah sejak kapan ternyata la berhasil mendapatkan
sejilid kitab pusaka ilmu silat yang telah lama lenyap dari
peredaran Bu-lim. Kitab tersebut adalah salinan asli kitab
"Ie Cin Keng" karangan Tat Mo Couwsu yang dibawa
kedaratan Tionggoan dari negeri Thian Tok...."
Wajahnya tiba tiba berubah jadi serius, sambungnya
lebih jauh: Tetapi watak Hwie Kak Loo nie sangat aneh.
Bagaimanapun juga ia tak mau serahkan kitab pusaka
tersebut. katanya hanya sebiji Si Lek-cu dari Tong Sem
Chong Hoat-su saja yang dapat ditukar dengan salinan kitab
pusaka Ie Cin Keng tersebut
Pek In Hoei tidak mengerti apa sebabnya secara tiba tiba
Kim In Eng mengungkap soal kitab pusaka "Ie Cin Keng"
dari Tat Mo Couwsu. Dengan pandangan tercengang ia
memandang kearahnya dan mencari tahu apakah
sebenarnya maksud perempuan itu.
Kelemahan dari ilmu pedang Thiam Cong Kiam Hoat
terletak pada terlalu kerasnya tenaga serangan, segala
sesuatu yang terlalu keras gampang dipatahkan. Karena itu
bila ilmu pedang itu bertemu dengan jagoan kenamaan,
maka kau tak akan bisa peroleh keuntungan dibawah

serangan tenaga dalam yang lembek dan dan panjang


kembali Kim In Eng menerangkan.
Boaopwee pun tahu bahwa tenaga lweekang dari partai
Sauw lim panjang tetapi...."
Tenaga sim-hoat partai Sauw-lim dewasa ini tidak lebih
hanya kulit luarnya belaka. bukan sim hoat siaulim itu yang
kau butuhkan tukas Kim In Eng. Kalau kau tidak ingin
seperti halnya dengan Cia Lang yang mati keracunan, kau
harus melatih tenaga dalam semacam itu"
Tatkala dilihatnya wajah sianak muda menunjukkan rasa
terkejut bercampur melengak, dengan nada lirih katanya
lagi: Karena terlalu menguatirkan dirimu dan
memperhatikan dirimu, maka aku harus memberi petunjuk
kepadamu dengan suara keras. Aku berharap pada suatu
hari kau berhasil jadi manusia nomor satu dikolong langit.
Anakku, bukankah kau selalu berharap demikian?".
Dengan mulut membungkam Pek In Hoei mengangguk.
Aku pasti akan mempelajari isi kitab Ie Cin Keng. Aku
pasti tak akan menyia-nyiakan harapan cianpwee."
Sekarang akan kuberitahukan kepadamu dimanakah Si
Lak Cu tersebut disimpan
Perempuan itu menengok dulu ke kiri ke kanan,
kemudian tangan kiri angkat mutiara penolak air tinggi
tinggi, tangan kanannya menulis beberapa patah kata
ditengah udara.
Aaah. Kiranya berada di Ci Im...
Sssst.... cepat cepat Kim In Eng gunakan jari
telunjuknya diatas bibir larang si anak muda itu bicara lebih
lanjut, bisiknya lirih: Aku telah berulang kali
memerintahkan Chin Siang dengan alasan hendak pasang
hio untuk membicarakan soal agama dengan hwesio tua itu,

tapi ia cuma berhasil meyakinkan bahwa Si Lak Cu betul


betul berada di tengah patung arca. Benarkan Si Lak Cu
tersebut adalah peninggalan dari Tong Sam Cong Hoatsu,
hal ini terpaksa harus tergantung pada kecerdikannya
Mendengar perkataan ini, Pek in Hoei lantas teringat
kembali akan kejadian di luar kota Sang Tok Hoe dua hari
setelah ia turun dari gunung Cing Shia, dimana ia
menjumpai Wie Chin Siang sedang pergi pasang hio dikuil
luar kota.
Begitu teringat akan bayangan dari Wie Chin Siang,
pemuda inipun terbayang kembali segala tingkah lakunya
ketika ia dipengaruhi oleh napsu birahi belum lama
berselang hingga seluruh pakaian gadis itu dilepaskan.
Sekujur badannya gemetar keras, tanpa sadar ia bersin
berulang kali. Rupanya Kim In Eng masih belum
menyadari apa yang sedang dipikirkan sianak muda itu,
terdengar ia masih bergumam seorang diri: Chin Siang ku
amat cantik jelita bagaikan bidadari dari kahyangan. Bukan
saja menawan hati bahkan cerdas dan lincah. Dia
merupakan pasangan yang paling ideal bagimu. Sayang kau
belum pernah menjumpai dirinya
Cianpwee tukas Pek In Hoei. Dimanakah kedua butir
pil yang baru saja kuminta dari Hoa Pek Tuo?.
Eeeei? bukankah sudah kuberikan kepadamu? sahut
Kim In Eng melengak. Ku tahu betapa dahsyatnya daya
kerja dari racun Rumput Penghancur hati itu...
Keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar dengan
derasnya, cepat cepat sianak muda itu lari kesisi
pembaringan, kemudian menyingkap selimut yang
menutupi badan gadis she Wie.

Rambut yang panjang dan hitam terurai dari balik


selimut. Air muka Wie Chin Siang merah padam seperti
semula, sedang matanya terpejam rapat rapat.
Ia gigit bibirnya kencang kencang. Urat nadi tangan
kanan dara itu dengan cepat disambar dan dicekalnya. tapi
hatinya segera jadi lega karena denyut nadi dara ayu itu
tetap normal seperti sedia kala.
Sementara itu Kim In Eng merasa terperanjat sewaktu
dilihatnya Pek In Hoei lari ketepi pembaringan bagaikan
kalap kemudian menemukan pula seseorang dibawah
selimut yang menutupi pembaringan tersebut.
Ia
tidak
mengira
kalau
sienak
muda
itu
menyembunyikan seorang gadis didalam kamar itu, alisnya
kontan berkerut dan muncullah keinginan untuk memeriksa
siapakah gerangan gadis itu didalam benaknya.
Aaaaah! jeritan tertahan berkumandang memecahkan
kesunyian. Chin Siang kau....?
Ia maju semakin dekat lalu menatapnya makin tajam dan
kini ia benar benar merasa yakin bahwa perempuan yang
berbaring disitu bukan lain adalah muridnya Wie Chin
Siang.
Tatkala dilihatnya wajah Wie Chin Siang merah padam
dan matanya terpejam rapat rapat, perempuan ini semakin
terperanjat lagi.
Chin Siang, kenapa kau?" teriaknya
Pek In Hoei semakin kelabakan Cianpwee, dia....
dia....
Aaaah ketika Kim In Eng membuka selimut yang
menutupi badan muridnya dan temukan gadis itu berbaring
disana dalam keadaan telanjang bulat tanpa sehelai

benangpun yang menempel ditubuhnya, jeritan yang tinggi


melengking segera menggema dalam ruangan itu.
Wajah Pek In Hoei berubah semakin merah padam.
Dia.... dia terkena....
Ploook tanpa berpikir panjang, sebuah tempelengan
keras mendarat diatas wajah Pek In Hoei, makinya penuh
kegusaran. Sungguh tak nyana kau adalah seorang
bajingan tengik yang berhati binatang!
Plook! sebuah gaplokan kembali mendarat dipipi
sianak muda tatkala ia masih berdiri melengak tanpa sadar
air mata bercucuran membasahi pipinya.
Pek In Hoei jadi penasaran, rasa dongkol dan gelisah
bercampur aduk jadi satu dalam benaknya dan terakhir
meledak satu amarah yang meluap luap, ia cabut
pedangnya lalu bagaikan orang kalap menerjang keluar
pintu ruangan keras keras.
Hoa Pek Tuo. ayoh keluar kau bangsat tua....
Pintu kayu diterjangnya kerai keras hingga hancur
berantakan. Bagaikan banteng yang terluka Pek In Hoei
menerjang keluar dari ruangan meninggalkan Kim In Eng
yang sedang gusar, kaget bercampur melengak serta Wie
Chin Siang yang masih tertidur nyenyak!
Aaaai.... Sungguh tak kusangka ia bisa melakukan
perbuatan serendah ini.... sungguh tak kunyana...
terdengar perempuan itu bergumam seorang diri.
Bentakan gusar dan teriakan kalap dari Pek In Hoei
terdengar berkumandang datang dari luar ruangan, tiada
hentinya ia meneriakkan nama dari Hoa Pek Tuo.
Setelah mengetahui peristiwa tersebut, Kim In Eng
merasa kecewa sekali dengan diri pribadi Pek In Hoei,

sudah tentu ua tidak sudi memikirkan pula nasib dari si


anak muda itu itu serta apa yang bakal menimpa dirinya
setelah berjumpa dengan Hoa Pek Tuo nanti, bukan saja ia
kecewa terhadap pemuda itu, iapun kecewa buat impian
serta khayalannya barusan....
Ia merasa dirinya tertipu mentah mentah, karena sejak
masuk kedalam ruangan itu ternyata hingga detik terakhir
sama sekali tidak tahu kalau dibawah selimut ternyata
disembunyikan seseorang, dan orang itu ada!ah muridnya
sendiri.
Huuuh....! anggap saja mataku buta teriaknya penuh
kebencian. Ternyata aku sudah anggap dia seperti halnya
Cia lang, seoreng lelaki sejati yang benar benar jantan dan
hebat. Sungguh tak nyana dia cuma seorang siauw jien yang
punya pikiran sesat. Hmmmm Untung aku belum
menjodohkan Chin Siang kepadanya.
Makin dipikir ia semakin benci akhirnya mutiara penolak
air yang ada ditangannya diangkat tinggi tinggi dan siap
ditsimpukkan kearah dinding
Cahaya mutiara berkilat membentuk satu lingkaran
busur dihadapannya mendadak satu ingatan berkelebat
didalam benaknya. Chin Siang menyusup kemari dengan
jalan menyaru, darimana dia bisa tahu kalau dia adalah
seorang perempuan? lagi pula pakaian yang ia kenakan tadi
rajin dan masih lengkap. Seandainya dia hendak menodai
kesucian Chin Siang, semestinya pakaian kutang pelindung
badan yang di kenakan harus dilepaskan...
Mutiara penolak air itu digenggamnya semakin erat,
pikirnya leblh jauh: Kalau Chin Siang sudah dinodai
olehnya, diatas pembaringan pasti ada bekas noda darah,
agaknya aku tidak temui noda darah disitu.

Merah padam air mukanya, buru buru ia singkap selimut


yang menutupi tubuh muridnya dan diperiksa dengan
seksama, kini ia baru temukan bahwa perawan Wie Chin
Siang masih utuh dan belum sampai ditembusi oleh milik
kaum lelaki.
Ia menghembuskan nafas panjang, pikirnya: Tak
kusangka berhadapan dengan tubuh seorang gadis yang
begini indah merangsang, Pek In Hoei sama sekali tak
tergerak hatinya. Ia sedikitpun tiada minat untuk menodai
kesuciannya
Sikap serta pandangannya terhadap Pek In Hoei pun
dengan cepat berubah seratus persen, karena itu iapun
mulai menguatirkan keselamatannya. Sambil menutupi
kembali kain selimut itu keatas tubuh Wie Chin Siang, ia
pandang gadis itu dengan pandangan sayang bercampur
kasihan.
Kini, ia merasa rada mendongkol terhadap Pek In Hoei,
sebab berhadapan dengan gadis yang demikian cantiknya
ternyata ia tidak bertindak lebih jauh, sebaliknya malah
dibiarkan merana begitu saja. Apalagi gadis itu adalah
murid kesayangannya.
Aku tidak percaya In Hoei tidak tergerak hatinya oleh
kecantikan wajah Chin Siang serta keindahan tubuhnya
yang bugil. Apakah ia benar benar sanggup menahan
godaan serta rangsangan yang berada di depannya. Aneh....
sungguh aneh....
Tak bisa disalahkan kalau ia mempunyai pikiran
demikian, sebab barang siapapun yang mengetahui
peristiwa tersebut tentu akan berpendapat demikian. Siapa
yang sanggup menahan diri bila dihadapannya berbaring
seorang gadis yang amat cantik jelita dalam keadaan bugil
tanpa sepotong busanapun yang melekat ditubuhnya?

Dalam kenyataan ia tidak menyadari bahwa Pek In Hoei


beberapa kali sudah terpengaruh oleh kobaran napsu berahi
yang menggelora dalam dadanya, berulang kali kesadaran
serta kejernihan pikirannya harus bertentangan dengan
bisikan iblis.... dan akhirnya hampir saja ia terjerumus
kedalam lembah kehinaan.
Seandainya ia tidak muncul pada saat yang bersamaan
sehingga gelora birahi dalam dada pemuda itu berhasil di
lenyapkan, mungkin Pek In Hoei telah melakukan
perbuatan tersebut.
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benak Kim In Emg,
akhirnya dia menghela napas panjang.
Aaaaai....! bagaimanapun juga Chin Siang adalah putri
seorang pembesar, setelah tubuhnya dilihat Pek In Hoei
dalam keadaan polos dan bugil seperti itu, dia harus
dikawinkan dengan pemuda itu!
Cahaya mutiara berkelebat, ia letakkan mutiara penolak
air itu ke atas rambut Wie Chin Siang yang hitam pekat dan
bisiknya lirih: Semoga dikemudian hari kau memperoleh
kehidupan yang bahagia, Jangan seperti aku harus
merasakan siksaan batin yang luar biasa karena kesepian,
selama dua puluh tahun tak dapat melupakan rinduku yang
telah merasuk kedalam tulang dan terukir didalam hati.
Belum habis ia berkata, tiba tiba dari belakang tubuhnya
berkumandang datang suara bentakan yang amat nyaring:
Tutup mulut!
Dengan rasa kaget bercampur melengah, perempuan itu
berpaling, tampaklah entah sejak kapan Hoa Pek Tuo telah
masuk ke dalam ruangan itu dan bagaikan sesosok
bayangan setan ia telah berdiri kurang lebih enam depa
dibelakang tubuhnya.

Dengan wajah penuh kepedihan Hoa Pek Tuo angkat


kepalanya memandang lukisan gadis sedang tersenyum
yang tergantung di atas pembaringan, lalu gumannya
seorang diri: Rindu yang terukir dalam hati, cinta yang
membetot usus, kesepian yang sukar dijauhi, penderitaan
yang panjang dan tiada taranya.....
Dengan hati yang sakit seperti ditusuk tusuk dengan
beribu ribu jarum ia meraung keras, seraya menjejakkan
kakinya ketanah teriaknya keras keras: Sebenarnya apakah
cinta itu?.
Selama hidup belum pernah Kim In Eng menyaksikan
Hoa Pek Tuo menunjukkan penderitaan semacam ini, dan
iapun belum pernah melihat begitu gusarnya sikekek tua itu
semacam hari ini.
Dengan pandangan terkesiap bercampur ngeri ia
memandang bekas telapak kaki yang membekas lima coen
di atas tanah pikirnya: Selama dua puluh tahun belum
pernah ia tunjukkan ilmu silatnya dihadapan orang lain.
Sungguh tak nyana tenaga lweekang yang berhasil ia miliki
jauh melebihi suhu maupun subo. Kepandaiannya untuk
merahasiakan diri serta menyimpan kepandaiannya baik
baik sungguh sukar dicarikan tandingannya dikolong langit.
Tapi.... ternyata iapun terbelenggu oleh soal cinta asmara
Ingatan tersebut bagaikan kilat berkelebat dalam
benaknya, tatkala ia saksikan betapa menderitanya Hoa Pek
Tuo, lama kelamaan Kim In Eng tidak tega, segera
tegurnya: Gie hu, sebenarnya kau....
Tutup mulut! bentak Hoa Pok Tuo dengan penuh
kegusaran, wajahnya berubah hebat.
Serentetan cahaya mata yang amat buas dan mengerikan
terpancar keluar dari balik kelopak matanya, dengan mata
yang dingin menyeramkan ia berkata lebih jauh: Siapapun

yang ada di kolong langit tidak diperkenankan masuk ke


dalam ruangan ini. Karena barang siapa yang telah
menyaksikan iukisan tersebut maka dia harus kubunuh
sampai mati. In Eng! Walaupun kau adalah anak angkatku,
tetapi akupun tidak terkecualikan peraturanku ini. Nah kau
boleh segera bunuh diri!
Kim In Eng tertawa sedih. Berapa banyaknya kisah
pedih yang di alami umat manusia? Aku adalah orang yang
bersedih hati. Sungguh tak nyana Gie hu pun seorang
manusia yang bersedih hati, sejak Cia Lang mati tinggalkan
diriku, sejak itu pula hatiku sudah mati, sekalipun kau
hendak membinasakan diriku, akupun tak akan jeri.
Mula mula Hoa Pek Tuo rada tertegun. Diikuti
badannya bergerak kedepan kelima jari tangan kanannya
dipentangkan langsung menyambar lengan kiri Kim In Eng.
Apa yang kau katakan!?" hardiknya
Kim In Eng sadar bahwa percuma baginya untuk
menghindarkan diri, karena itu dia ini sekali tidak berkutik
dari tempatnya ia biarkan Hoa Pek Tuo mencengkeram
lengan kirinya.
Seakan akan sebuah gelang baja yang mencengkeram
lengannya, kian lama jepitan tersebut kian mengencang
hingga membuat lengannya seolah olah hendak merekah
dan patah.
Saking sakitnya sekujur tubuh perempuan itu mulai
gemetar keras. Keringat sebesar kacang kedelai mengucur
keluar tiada hentinya, namun ia tetap gertak gigil menahan
diri, ujarnya hambar: Walau apapun hendak kau lakukan
terhadap diriku, aku tidak akan mendendam atau merasa
sakit hati kepadamu, karena hatimu benar benar tersiksa
den sangat menderita, perasaan tereebut bagaimanapun

juga memang sudah sepantasnya kalau kau lampiaskan


keluar.
Sorot mata Hoa Pek Tno yang buas bagarikan serigala
liar dengan tajam menatap wajah Kim In Eng tanpa
berkedip, seolah olah dia hendak menembusi lubuk hatinya
Beberapa saat kemudian baruia kendorkan cekalannya
sambil berkata dengan suara berat: Bagaimanapun juga
tetap kau harus mati, tak ada seorang manusiapun yang
dapat menyelamatkan jiwamu!
Bagaimana dengan Pek In Hoei? tanya Kim In Eng
sambil tarik napas panjang panjang, Bagaimana
keadaannya?...
Hmmmm aku hendak suruh dia rasakan siksaan yang
paling sadis dariku, agar dia mati daiam keadaan yang
mengerikan dia mengenaskan.
Ia tertawa seram setelah merandek sejenak terusnya:
Sekarang dia telah terkurung didalam barisan Pak To
Ghiet Seng Tin ka yang lihay. Sebelum seluruh tenaga serta
kekuatannya habis tidak nanti kutangkap dirinya. He....
he.... he.... kau mengerti bukan kalau dalam barisan itu
masih tersedia tujuh jenis makhluk beracun? barangsiapa
yang memasuki barisan tersebut berarti dialah yang akan
menjadi "Chiet Seng Tiauw Goen" atau Kaisar daripada
tujuh bintang itu, ha.... ha.... ha....
Air muka Kim In Eng berubah hebat: Kau.... kau.... kau
benar benar amat keji.... makinya dengan penuh
kemarahan. Kau adalah binatang liar yang tak mempunyai
peri kemanusiaan, Kau adalah binatang berkaki empat yang
berkedok manusia.....
Hee.... hee.... hee.... In Eng, selama hampir dua puluh
tahun lamanya hanya kau saja yang sering kumaki dan

kutegor, belum pernah kau balas memaki atau menegur


diriku. Sekarang kau kuberi kesempatan bagimu untuk
memaki diriku sepuas puasnya!.
Kim In Eng mengerti bahwa barisan Pek To Chiet Seng
Tin" adalah sebuah barisan yang telah dilatih oleh Hoa Pek
Tuo dengan susah payah selama banyak tahun dengan
mengambil tujuh jenis makhluk berbisa untuk menjaga
setiap pintu barisan.
Berhubung begitu hebat dan saktinya perubahan barisan
tersebut, maka barangsiapa yang memasuki barisan itu dia
akan kehilangan arah dan tersesat. Dalam keadaan seperti
itulah serangan bokongan dari tujuh jenis makhluk berbisa
sukar untuk dihindari.
Yang paling lihay adalah sebuah barisan Siauw Chiet
Seng Tin kecil yang dijaga oleh tujuh jenis makhluk beracun
tersebut. Barangsiapa yang masuk kedalam barisan itu
maka pada saat yang bersamaan diatas tubuhnya akan
muncul tujuh buah mulut luka yang akan menghantar
sukma orang itu kembali kealam baka.
Perasaan Kim In Eng pada saat ini bagaikan selaksa
kuda yang berlari kencang, ia merasa gemas dan Ingin
sekali menghantam roboh Hoa Pek Tuo kemudian lari
keluar untuk menolong Pek In Hoei.
Air mukanya berubah berulang kali, mendadak serunya
dengan nada dingin: Hoa Pek Tuo, manusia kejam dan
berhati binatang semacam kau memang pantas dijauhi
orang, tidak aneh kalau tak seorang perempuan yang
mencintai dirimu
Kau bilang apa? seru Hoa Pak tuo tertegun.
Hmmmm. sekalipun kau gantungkan lukisan gadis itu
diatas pembaringan, kendati kau puja puja dia setiap hari

bagaikan malaikat, iapun tak nanti akan melirik kepadamu


barang sekejappun".
Hoa Pek Tuo meraung keras, ia lepaskan Kim In Eeg
lalu meloncat naik keatas pembaringan.
Mimpipun Kim In Eng tidak menyangka kalau
ucapannya ini bisa menghasilkan kebebasan bagi dirinya,
sementara ia masih tertegun tampaklah Hoa Pek Tuo sudah
loncat naik keatas pembaringan.
Perempuan itu tarik napas dalam dalam, kelima jarinya
dipentangkan ke muka lalu menghajar jalan darah penting
di atas punggung Hoa Pek Tuo, sementara tangan kirinya
dengan jurus "Hoei Hoa Gwat Lok atau Bunga Terbang
Merontokkan Rembulan membabat tekukan lutut si kakek
tua berhati keji itu.
Mengikuti serangan tersebut, tubuh Kim In Eng tidak
berhenti belaka, laksana anak panah yang terlepas dari
busurnya dia ikut meloncat naik keatas pembaringan....
12
SEMENTARA itu, begitu Hoa Pek Tuo meloncat naik
keatas pembaringan, kelima jarinya bagaikan cakar burung
elang segera menyambar kearah lukisan gadis yang
tergantung diatas dinding. Tetapi begitu ujung jarinya
menyentuh dasar lukisan, seeolah olah dipagut oleh ular
berbisa dengan wajah ngeri dan ketakutan cepat cepat ia
tarik kembali tangannya.
Sorot matanya yang buas dan mengerikan dalam sekejap
mata berubah jadi halus dan lunak. Dengan nada hampir
mendekati memohon teriaknya:
(Oo-dwkz-oO)

(bersambung ke jiiid 18)


Jilid 18 (edit by Sumahan)
BONG JIEN! Aku percaya kau tak akan berbuat
demikian terhadap diriku.... katakanlah kepadaku, bahwa
kau sangat mencintai diriku!"
Waktu iiu serangan jari serta telapak Kim In Eng sudah
hampir mengenai tubuh lawan tetapi tatkala secara tiba-tiba
ia mendengar pancaran suara kasih yang begitu hangat dan
mesra, seolah-olah sebatang batu semberani yang
menghantam hatinya seketika membuat sekujur tubuhnya
gemetar keras dan gerakannyapun berubah jadi perlahan.
Pada saat itu semua semangat, pikiran serta kesadaran
Hoa Pek Tuo telah terjerumus dalam lamunan, ia sama
sekali tidak menduga kalau Kim In Eng yang berada
dibelakang tubuhnya melancarkan serangan bokongan, tapi
di kala pancaran cintanya di utarakan itulah gerakan
perempuan tersebut mendadak jadi perlahan.
Perubahan yang halus dan kecil inilah membuat kekek
kejam tadi seketika menyadari akan datangnya serangan
bokongan itu, dengan gerakan yang tercepat ia putar
badannya, ujung jubah segera dikebaskan keluar.
Seakan-akan sebuah papan baja yang sangat kuat
menghadang dihadapannya, jari tangan serta telapak Kim
In Eng yang sedang meluncur kemuka mendadak terpental
dan terasa amat sakit.
Aaaaaah....! ia berseru tertahan, buru-buru sikutnya
ditekuk dan pergelangannya diputar, sebuah tendangan
terbang laksana kilat menghajar perut pihak lawan.

Hoa Pek Tuo membentak nyaring, ujung bajunya segera


digulung keluar, telapak kanannya yang kurus kering
muncul dari balik jubah dan langsung membabat lutut Kim
In Eng.
Angin serangan tajam bagaikan pisau, ganas melebihi
babatan goiok, air muka Kim In Eng seketika itu jaga
berubah hebat, ia membentak nyaring. Kesepuluh jarinya
direntangkan tegak kaku, bagaikan sebuah senjata garpu ia
sodok tenggorokan orang.
Jurus serangan ini lebih mengutarakan serangan
daripada pertahanan, ganasnya luar biasa, bukan saja tidak
memperdulikan keselamatan diri pribadi, bahkan hampir
mendekati suatu serangan adu jiwa bersama lawannya.
Sepasang alis Hoa Pek Tuo mengerut kencang, dari
tenggorokannya ia perdengarkan raungan rendah, sepasang
pundaknya bergetar dan tubuhnya segera membubung
empat coen dari tempat semula.
Dengan menggunakan tempat peluang yang
pendek itulah sepasang ujung jubahnya dikebaskan
secara berbareng, hawa serangan segera meluncur
bagaikan gulungan ombak, desiran tajam dan angin
berkumandang memekikkan telinga.

amat
keluar
keluar
dingin

Aaaah, ilmu Poh Giok Kang....." jerit Kim In Eng


dengan wajah amat terperanjat bercampur ngeri.
Berada dalam keadaan seperti ini tak sempat lagi baginya
untuk berpikir panjang, segenap hawa murni yang
dimilikinya segera di salurkan keluar, sepasang telapak
menyerang senara berbareng sementare kakinya mundur
satu langkah lebar ke belakang untuk menghindari
datangnya serangan musuh.

Namun jarak antara masing pihak sangat dekat kendati


ia menghindar dengan gerakan yang cukup sebat dan cepat,
tak urung kena dihantam juga oleh gulungan hawa murni
yang maha dahsyat itu.
Bluuuuumm.... Ditengah ledakan dahsyat, sekujur
badannya seolah olah di hajar oleh martil raksasa. Ia
menjerit keras karena kesakitan, tubuhnya mencelat
delapan depa dari tempat semata dan menumbuk diatas
dinding dengan diiringi suara nyaring rontok di atas tanah.
Darah segar menyembur keluar dari mulutnya, bagaikan
berkuntum-kuntum bunga merah berserakan diatas tanah....
Tubuh Hoa Pek Tuo bergetar keras, hawa murninya
segera disalurkan ke kaki dan ditekan ke bawah.
Kreeek.... kreeeek... Diiringi suara nyaring seketika itu
juga pembaringan tersebut roboh kebawah, mutiara penolak
air itupun bergelinding ke ujung ruangan.
Ia menghembuskan nafas panjang, makinya dengan
penuh kebencian Binatang sialan, manusia yang harus di
bunuh!.
Pada saat ini ia sudah tidak menaruh perhatian lagi
terhadap mati hidupnya Kim In Eng, dengan pandangan
hambar ia awasi darah segar yang berceceran di atas tanah.
Mendadak cahaya matanya berputar. Ia telah melihat
cahaya mutiara disisi pembaringan, sekilas rasa girang
segera berkelebat diatas wajahnya.
Ia ragu-ragu sebentar.... namun dengan cepat rasa girang
tadi berubah menjadi kaget dan menghela napas panjang.
Dan dari kaget segera berubah jadi bernafsu.... dan ingin
melakukan sesuatu.... Sepasang matanya dengan tajam
mengawasi terus permukaan pembaringan

13
KETIKA kain selimut itu tersingkap, tubuh Wie Chin
Siang segera menggelinding keluar, tubuhnya yang padat
berisi dan berada dalam keadaan bugil tanpa busana itu
amat menarik perhatian Hoa Pek Tuo.
Air mukanya berulang kali berubah, nafsu birahi yang
bergelora dalam hatinya bagaikan gulungan ombak di
tengah samudera, dahsyat dan sukar terkendalikan.
Tubuh telanjangnya yang lembut menawan hati, kulit
tubuhnya yang putih halus, pahanya yang mulus dan
panjang, buah dadanya yang padat berisi den keras serta
lekukan lekukan dadanya yang mempersonakkan seakan
akan memancarkan hawa segar bagi kakek tua itu.
Segumpal kobaran api bara membakar keluar dari pusar
menyambar keempat penjuru. Napsu birahi yang sudah
puluhan tahun lamanya tak pernah berkobar kini
menggerakkan seluruh organ tubuhnya.... Ia telan air liur
yang memenuhi mulutnya lalu perlahan lahan maju
kedepan. Dengan tangan yang gemetar ia dekati
12 Halaman 13-14 Hilang
kasihan dia, napsu masih berkobar namun tak sanggup
melangkah lebih jauh daripada meraba belaka.
Sorot mata benuh kegusaran memancar keluar dari
matanya, ia memaki penuh kemarahan lalu menutupi tubuh
Wie Chin Siang yang telanjang dengan selimut, dan
akhirnya ia mengepos tenaga kemudian meloncat keluar
dari ruangan itu.

Dengan hawa amarah yang berkobar kobar, sebetulnya


Hoa Pek Tuo hendak memaki orang she Ke itu kalang
kabut, tetapi sewaktu dijumpainya orang itu masuk dengan
pakaian terkoyak koyak koyak serta darah kental
berkelepotan ditubuhnya, ia jadi kaget.
Kau....!
Pek In Hoei. Dia.... Belum habis jeritan dari Ke Hong,
langkahnya gontai dan akhirnya roboh terjengkang diatas
tanah.
Hoa Pek Tuo meloncat maju kedepan, ia sambar tubuh
Ke Hong seraya tanyanya dengan hati cemas: Kenapa
dengan diri Pek In Hoei?.
Seluruh kulit dan otot Ke Hong diatas wajahnya berkerut
kencang, bibirnya bergetar perlahan, sebelum perkataannya
sempat diutarakan keluar kepalanya lunglai dan putus
nyawa.
Hoa Pek Tuo amat terperanjat, dengan gusar ia
rentangkan tangan kanannya yaag ada diatas dadanya,
segera tampaklah sebuah babatan pedang yang sangat
dalam menembusi paru parunya dan mematahkan tiga
batang tulang iganya....
Keparat cilik! maki Hoa Pek Tuo penuh amarah.
Sungguh tak kunyana Pek In Hoei berhasil menembusi
barisan tujuh bintang-ku, aku bersumpah akan membeset
kulit anjingnya!".
Laksana kilat ia melayang keluar dari ruang tengah dan
menuju kelorong rahasia, kemudian bagaikan anak panah
yang terlepas dari busurnya menyusup keluar dari mulut
lorong berkelebat kearah sisi hutan.
Dibawah sorot cahaya matahari, ditengah bergoyangnya
bayangan pohon tampaklah belasan orang lelaki berbaju

putih dengan bersenjata lengkap berdiri dalam sebuah


lapangan di tepi hutan tersebut, mereka berputar dan
berkelebat kesana kemari dengan tiada hentinya bagaikan
gasingan.
Sementara itu Pek In Hoei dengan senjata terhunus
berdiri tegak tanpa berkutik barang sedikitpun ditengah
kepungan belasan orang lelaki berbaju putih tadi.
Diatas kutang mustika pelindung badannya tertancap
tujuh jenis makhluk berbisa, seakan akan sebuah lukisan
peta yang indah dan aneh terpancang dengan jalasnya
diatas dada.
Ku Loei serta Chin Tiong dengan wajah tegang dan
serius memimpin belasan orang lelaki berbaju putih lainnya
berseliweran diantara tubuh sianak muda itu, bayangan
manusia yang rapat membentuk satu jaring yang kuat
mengurung sekujur badan musuhnya di tengah kalangan.
Lambat lambat Hoa Pek Tuo maju ke muka, tampaklah
mayat berserakan dimana mana, genangan darah menutupi
seluruh permukaan membuat pemandangan disana
kelihatan ngeri dan menggidikkan.
Namun air muka Hoa Pek Tuo masih tetap dingin kaku
tanpa perubahan apapun juga. Ia memandang sekejap
tumpukan empat puluh sembilan batu cadas ditengah
kalangan kemudian alisnya baru berkerut kencang
Sekilas napsu membunuh berkelebat diantara benaknya.
Kakek itu segera mendengus. Bagaimanapun juga ia tak
boleh dibiarkan tetap hidup dikolong langit!
Pelbagai cara untuk membinasakan Pek In Hoei
berkelebat dalam benaknya, mendadak terdengar sianak
muda itu berteriak keras: Hoa Pek Tuo!.

Kakek tua itu terperanjat, buru buru bentaknya: Hati


hati terhadap sianak licik bangsat muda itu!
Tetapi Pek In Hoei telah menggunakan kesempatan yang
sangat baik ini untuk turun tangan.
Ia bersuit panjang, telapak kirinya di dorong ke muka
dengan melancarkan serangan Tay Yang Sinkang"
sementara tangan kanannya mengirim sebuah tusukan kilat
dengan jurus Hoa Ek Si Jiet atau Hoo Ek memanah
matahari.
Udara disekitar situ segera berubah jadi panas menyengat
badan, segulung semburan api yang maha dahsyat langsung
menumbuk tubuh Chin Tiong sementara cahaya kilatan
sedang mengancam tubuh Ku Loei.
Serangan yang sudah dinantikan nantikan sejak tadi ini
benar benar luar biasa dahsyat. Seolah olah angin puyuh
yang menyapu kota menghancurkan semua benda yang
dilintasinya.
Di bawah ancaman bahaya maut yang mungkin akan
mencabut jiwa mereka, baik Ku Loei maupun Chin Tiong
sama sama berseru kaget, air muka mereka berubah hebat
dan buru buru meloncat ke samping untuk menghindar.
Setelah jurus serangannya yang pertama mendatangkan
hasil, Pek In Hoei tidak diam diri sampai disitu saja.
Permainan senjatanya semakin hebat dan satu demi satu
dilancarkan dengan leluasa.
Hawa pedang yang berlapis lapis seketika memancar ke
angkasa dan mengurung belasan pendekar itu ke dalam
kepungan.
Dalam sekejap mata. jeritan ngeri berkumandang silih
berganti, cipratan darah segar muncrat kemana mana.

Barisan Seng Gwat Ciauw Hwie yang hebat itupun


hancur berantakan diujung pedang Si Jiet Sin Kiam.
Menyaksikan barisan besar yang diciptakan dan dilatih
olehnya dengan susah payah kini hancur berantakan
ditangan Pek In Hoei, sudah tentu Hoa Pek Tuo merasa
amat gusar, ia berteriak keras, darah segar menyembur
keluar dari mulutnya saking mendongkol. Sambil mencelat
ke udara sepasang telapaknya secara beruntun menyapu
kebawah.
Desiran tajam membelah angkasa, laksana tindihan
gunung Thay San menubruk dada musuh.
Pek In Hoei tarik napas dalam dalam, pedangnya ditarik
kebelakang sedang telapak kirinya perlahan lahan didorong
ke depan.
Disaat telapaknya meluncur ditengah udara itulah
tampak cahaya merah membara memancar keempat
penjuru, udara disekeliling sana segera berubah jadi panas
menyengat badan....
Bluuuummm Ledakan keras menggema di angkasa,
pohon besar disekeliling kalangan goncang dan berayun
tiada henti diikuti.... Kraaak .... Dahan pohon patah jadi
dua bagian, ranting dan dedaun beterbangan keempat
penjuru.
Pek In Hoei mendengus dingin, badannya miring ke
samping, tangan kanannya bergetar kencang, dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat pedangnya membentuk
selapis cahaya yang menyilaukan mata menghadang
desakan hawa murni Poh Ciok Kang pihak lawan.
Untuk menghadapi serangan musuh yang mantap dan
berat ini, bukan saja Pek In Hoei harus dapat memgunakan
kelincahan untuk mencari kesempatan disamping itu dia

pun harus menggunakan telapak serta pedangnya secara


berbareng.
Sekalipun begitu, dalam suatu bentrokan yang amat
dahsyat, ia masih tak sanggup menahan golakan darah
panas dalam dadanya, tak kuasa ia mundur terdorong tiga
langkah ke belakang.
Lima buah bekas kaki sedalam dua coen tertera di depan
mata. Sekujur tubuhnya gemetar keras. Untuk
menenangkan badannya yang limbung ia harus
menancapkan pedangnya diatas tanah sebagai penyangga.
Sebaliknya tubuh Hoa Pek Tuo yang berada ditengah
udurapun dibikin bergetar keras oleh pantulan hawa
pukulan musuh. Dalam keadaan begini tak mungkin lagi
baginya untuk mengepos tenaga, tak ampun badannya
segera melayang balik kebawah.
Hmmm! Sungguh tak nyana setelah merendam
semalaman didalam telaga Lok Kwat Ouw, badanmu telah
mengelupas dan merubah jadi manusia lain... jengek Hoa
Pek Tuo dengan nada mengejek.
Hey orang she Hoa, sekarang kau boleh rasakan betapa
lihaynya ilmu kepandaian dari Thiam Cong pay kami
balas Pek In Hoei sambil menatap musuhnya tajam tajam.
Bau hangusnya pepohonan menyebar diempat penjuru
menyesakkan napas semua orang, mendadak diantara
percikan api ditengah pepohonan yang tumbang itu
terhembus angin dan berkobar jadi jilatan api yang kian
lama kian membesar.
Menyaksikan peristiwa itu, Hoa Pek Tuo merasa amat
terperanjat, rasa ini muncul di dalam lubuk hatinya, Kalau
ia dibiarkan hidup satu dua tahun lagi, siapakah dikolong
langit dewasa ini yang sanggup menaklukkan dirinya?"

Dalam pada itu Ke Loei serta Chin Tiong berdiri


termangu mangu disisi kalangan sambil menatap Hoa Pek
Tuo serta Pek In Hoei yang telah saling berhadap hadapan,
kemudian mereka saling memberi tanda dan perlahan lahan
bergerak kesisi tubuh sianak muda itu.
Hmmmmm Seandainya hawa murni tidak mengalami
kerusakan hebat akibat pengaruh oleh kobaran napsu birahi
terhadap perempuan cantik tadi, sekarang juga aku bisa
membinasakan dirinya" pikir Hoa Pek Tuo dengan mata
memancarkan cahaya buas Tidak nanti kuberi kesempatan
bagimu untuk berdiri saling berhadap hadapan dengan aku
Biji matanya berputar menyapu sekejap Chin Tiong serta
Ku Loei yang sedang bergeser ke belakang itu, pikirnya
lebih lanjut: Sayang, kedua orang makhluk goblok itu tidak
mengetahui kalau Pek In Hoei telah terluka
Bermacam macam ingatan berkelebat dalam benaknya
sementara hawa murninya sedikit demi sedikit dihimpun
kembali ke dalam pusar....
Sebaliknya Pek In Hoei sendiripun berusaha keras untuk
menenangkan golakan darah panas dalam dadanya, sambil
melotot sinis terhadap ketiga orang itu, iapun memutar otak
mencari akal.
Segulung angin kencang berhembus lewat, percikan api
beterbangan keangkasa dan jatuh diatas ranting kayu,
seketika jilatan api berkobar makin besar dan kebakaran
hebatpun terjadi....
Air muka Ku Loei berubah hebat, badannya bergerak
hendak pergi memadamkan api.
Berhenti!" bentak Pek In Hoei. Kalau kau berani maju
selangkah lagi, segera kucabut jiwa anjingmu"

Perlahan lahan lahan diangkat pedang mustikanya dan


memperlihatkan gerakan pembukaan dari ilmu pedang
penghancur sang surya, seakan akan dia hendak
mempersiapkan diri untuk mengirim satu serangan kilat
yang maha dahsyat.
Ku Loei terkesiap menyaksikan posisi yang telah
disiapkan pihak lawannya, ia benar2 pecah nyali dan tak
berani maju lebih jauh, sebab posisi yang diperlihatkan Pek
In Hoei saat ini selalu hapal dan amat dikenal olehnya.
Pada masa yang silam, justru ia menelan kekalahan yang
paling parah dibawah posisi jurus tersebut yang ketika itu
dibawakan oleh Cia Ceng Gak.
Suasana disekeliling tempat itu barubah jadi sunyi
senyap tak kedengaran sedikit suarapun. Keempat orang itu
saling berhadapan dengan mulut membungkam, hanya
percikan api serta suara gemerutuknya ranting yang
terbakar kadang kala memecah kesunyian
Kobaran api makin lama makin besar hembusan angin
gunung menimbulkan asap hitam yang tebal dan seketika
mengurung seluruh tubuh keempat orang itu.
Jilatan api kian lama kian menjalar kemana mana.
Batang pohon yang terbakar mulai memperdengarkan suara
detakan yang nyaring, asap hitam semakin menutupi
pemandangan.
Cahaya sang surya mulai terhalang.... Dalam sekejap
mata suasana dalam kalangan jadi gelap gulita.
Pek In Hoei yang berdiri tegak ia sambil silangkan
pedangnya di depan dada merasa amat girang setelah
menyaksikan keadaan itu pikirnya: Kenapa aku tidak coba
melarikan diri dengan meminjam gelapnya asap hitam ini?

Asap tebal menutupi seluruh pemandangan dan


menghalangi pula pandangannya terhadap posisi pihak
lawan. Menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah
diam diam ia mulai menggeserkan tubuhnya menyingkir
kearah kanan.
Baru saja melangkah tiga tindak, segara terdengarlah
suara batuk nyaring berkumandang dari depan tubuhnya.
Suara batuk itu tua dan serak, rupanya sudah ditahan
sejak tadi tetapi begitu berbatuk, dengan cepat suaranya
ditahan kembali.
Pek In Hoei adalah orang cerdas. Ia bungkam dalam
seribu bahasa sementara pedangnya sambil membetulkan
posisi yang tepat mendadak ditusuk kearah depan
membokong orang yang barusan berbatuk itu.
Sekilas cahaya tajam barkelebat lewat di tengah
kegelapan yang mencekam, jeritan kesakitan yang amat
lirih seketika menggema di angkasa memecahkan
kesunyian.
Buuum mendadak asap hitam menyebar keempat
penjuru seolah olah terhembus angin puyuh, disusul
munculnya serentetan desiran angin tajam menghantam
punggung Pek In Hoei.
Sianak muda itu terperanjat. Ia putar badannya berkelit
sementara ujung pedangnya ditarik kembali, tak sempat lagi
ia meneruskan tusukannya untuk mencabut nyawa orang
itu.
Bersamaan dengan menggesernya sang badan, ia himpun
segenap tenaga yang di milikinya kemudian melancarkan
satu babatan kilat dengan jurus Yang Kong Phu Cau" atau
Sang Surya Memancar Terang.

Sungguh dahsyat tiga jurus ilmu surya kencana dari


keluarga Toan Ini. Desiran angin puyuh bagaikan
gelombang dahsyat menyapu kearah depan.
Blaaaammm Asap hitam tersapu kesamping dan
muncullah sebuah lubang besar.
Sebelum kabut merapat kembali itulah, ia saksikan Hoa
Pek Tuo sedang memandang kearahnya dengan wajah
penuh nafsu membunuh, sorot mata yang buas memancar
keluar dari balik matanya.
Sebaliknya Hoa Pek Tuo pun sempat menyaksikan
wajah Pek In Hoei yang menderita dan menggertak gigi
kencang2.
Keparat cilik hardiknya. Kau hendak melarikan diri
kemana?
Darah panas dalam dada Pek In Hoei bergolak kencang,
ia rasakan seluruh urat nadi dalam tubuhnya seakan akan
mau putus. Luka dalam yang dideritanya dalam kepungan
barisan Seng Gwat Ciauw Hwie tadi kini semakin perah
lagi keadaannya.
Terperanjat hati pemuda itu menyaksikan wajah Hoa
Pek Tuo yang seram. Ia segera berpikir: Aaaah, tak
kunyana penderitaan yang kusembunyikan dengan susah
payah terlihat juga olehnya. Dengan demikian bukankah
usaha selama ini akan sia sia belaka?. Aaaiii tampaknya
sulit bagiku untuk melepaskan diri dari cengkeramannya".
Bukan tersumbatnya hawa murni dalam tubuhnya yang
membuat ia menderita, melainkan pertaruhannya dengan
Hoa Pek Tuo itulah yang membuat dia pusing kepala.
Sebab ia telah bertaruh bila dalam tiga puluh li ia berhasil
ditangkap maka sejak detik itu dia tak akan she Pek lagi.

Walaupun dia mengerti satu kali dirinya tertangkap


maka dia akan merasakan siksaan yang mengerikan dari
Hoa Pak Tuo tapi penderitaan dibadan luar tidak lebih
menderita daripada ia harus mengasingkan diri dan
membuang she keluarga untuk selamanya.
Maka dari itu ia harus berusaha keras untuk melarikan
diri dari perkampungan Tay Bie San cung, tapi
gampangkah berbuat demikian?
Kami anak cucu keluarga Pek adalah lelaki sejati yang
benar benar murni, kenapa aku harus jeri terhadap
kesulitan? aku harus merebut peluang untuk hidup di
tengah keadaan yang paling buruk!.
Ingatan tersebut laksana kilat berkelebat dalam
benaknya, ketika dilihatnya Hoa Pek Tuo mempersiapkan
serangannya untuk menubruk datang, buru buru ia
menahan penderitaan dalam tubuhnya dan menerobos
kedalam asap hitam yang menyelimuti angkasa.
Desiran angin tajam menyapu lewat, serangan Hoa Pak
Tuo yang dahsyat bagaikan membelah bukit segera
menggulung tiba.
Asap hitam tersapu lewat tetapi bayangan Pek In Hoei
sudah lenyap tak berbekas. Hoa Pek Tuo segera mendengus
dingin, Ia tarik kembali serangannya yang mengenai tempat
kosong kemudian menerobos pula ke dalam gumpalan asap
hitam.
Pek ln Hoei" jengek Hoa Pek Tuo sambil tertawa dingin
Kau sudah menderita luka dalam yang amat parah,
sebentar lagi jiwamu bakal melayang, ayoh menyerah saja
kepadaku.
Suasana dikalangan tetap hening dan
kedengaran sedikit suarapun dari Pek In Hoei.

sunyi

tak

Perlahan lahan Hoa Pek Tuo menggeserkan tubuhnya


kedepan. sepasang telapak disilangkan didepan dada siap
menghadapi segala kemungkinan.
Hmmmmm Sekarang kau masih bisa menyembunyikan
badanmu didalam barisan asap yang tebal" kembali ia
mengejek. Tapi setelah asap hitam ini buyar, akan kulihat
kau hendak lari kemana lagi.
Bicara sampai disini ia merandek sejenak, ialu dengan
gemas sambungnya: Sampai saatnya, akan kubeset setiap
jengkal kulit tubuhmu dan kubetot setiap otot yang ada
didalam badanmu!".
Dari balik kabut hitam menggema datang suara batuk
manusia. Dengan cepat berputar pikirannya Setelah
keparat cilik ini menderita luaa parah. tak nanti ia bisa
terlalu lama menahan panas
Tanpa mengucapkan sepatah katapun sepasang
telapaknya direntangkan dan segera membebat keluar.
Dari balik kegelapan muncul pula segulung hawa
tekanan yang membendung datangnya serangan tersebut,
disusul suara dari Chin Tiong berkumandang datang: Hoa
loo, aku disini!
Hoa Pek Tuo terperanjat buru buru sepasang telapaknya
ditekan kebawah dan menarik balik tenaga pukulan yang
telah dipancarkan keluar itu. Tetapi serangan telah
dilepaskan dan hawa pukulanpun sudah terlanjur
dilancarkan, tak mungkin baginya untuk menarik kembali
semua tenaganya.
Ploook Dua gulung tenaga pukulan seling membentur
satu sama lainnya menimbulkan suara ledakan keras, dari
sebelah sana terdengar Chin Tiong mendengus rendah.

Apa Chin Tiong disitu?" hardik Hoa Pek Tuo dengan


kegusaran yang meluap luap. kenapa kau....?
Tidak mengapa" sahut Chin Tiong sambil tertawa getir.
Cuma sepasang telapakku jadi linu dan kaku".
Dimasa Ku Losi?"
Ia terluka ditangan keparat cilik she Pek itu
Parah tidak lukanya?".
Ujung pedangnya menusuk dua coen di sisi jantung
Apa? kenapa tidak cepat kau bawa pergi dari sini?
Belum habis ia berbicara, desiran angin tajam mendadak?
meluncur datang dari sisi kalangan langsung menghantam
dadanya.
Hoa Pek Tuo membentak nyaring, telapak kanannya
membabat keluar menghajar datangnya ancaman senjata
itu, sementara telapak kirinya dengan membentuk gerakan
setengah busur tiba tiba berubah jadi kepalan menjotos dada
musuh.
Cahaya pedang sirap seketika, jotosan yang maha hebat
tadi dengan telak menhantam dada Pek in Hoei
Duuuukk Tubuh Pek In Hoei mencelat kearah
belakang.
Haa.... haa.... haa.... Pek In Hoei, rupanya kau sudah
bosan hidup?" teriak Hoa Pek Tuo sambil tertawa seram.
Belum habis ia berkata mendadak kepalan kirinya terasa
jadi kaku. Serentetan rasa gatal dan nyeri dengan cepat
merambat naik dari kulit lengannya menuju ke jantung
Kakek tua ini kontan jadi terperanjat, dengan cepat
pikirnya Aaaah, kenapa aku sudah melupakan ketujuh
jenis makhluk beracun yang tertancap diatas kutang

pelindung badannya? Bukankah seranganku ini justru telah


menghantam dadanya yang beracun?"
Ia mendengus berat, dengan eepat telapak kirinya ditarik
kembali dan meloncat mundur tiga depa kebelakang, hawa
murni ditarik dari pusar kemudian disalurkan kelengan kiri
untuk memaksa keluar cairan racun itu dari tubuhnya.
Sebentar kemudian rambutnya pada bangkit berdiri,
jubahnya menggelembung dan cairan hitam yang kental
setetes demi setetes mengucur keluar dari ujung jarinya.
Bisa dibayangkan betapa gusarnya kakek tua itu setelah
mengalami kejadian seperti ini. Darah dalam tubuhnya
terasa mendidih, matanya melotot bulat sementara sinar
kemerah merahan memancar keluar dari matanya.
Keparat cilik! modar kau....! Raungnya keras. Dengan
langkah lebar ia segera maju ke kanan menghampiri Pek In
Hoei.
Sambil berjalan ujung jubahnya dikebaskan kesana
kemari menghalau asap hitam yang menutupi pandangan
matanya. Buny gigi yang gemerutukan kedengaran amat
nyaring. Saking bencinya terhadap sianak muda itu diam
diam Hoa Pek Tuo bersumpah di dalam hati hendak
membedah perutnya dan mengunyah isi perutnya.
Tiba tiba....
Hoa Pek Tuo, kau berani melukai Pek In Hoei?"
bentakan kasar muncul dari balik kegelapan.
Bentakan tersebut muncul dari jarak delapan depa dari
sisi tubuhnya. Begitu nyaring suaranya hingga membuat
kakek tua ini jadi kaget dan meloncat mundur sambil
mempersiapkan diri.

Rasa gusar yang hampir menutupi kejernihan otaknya


pun ikut tersadar kembali.
Setelah melengak beberapa saat ia putar biji matanya ke
arah kegelapan kemudian menegur: Siapa kau?.
Omitohud. Hudya adalah Thian Liong Toa Lhama
dari Tibet. Ini hari sengaja dengan membawa murid Sin
Hoe Yong Su" sipendekar jantan berkapak sakti Chee Thian
Gak serta "Kim Liong Khek" si Jago Naga Sakti It Boan
Chiu datang mengunjungi Hoa Pek Tuo Sianseng".
Mendengar disebutkannya nama orang itu, Hoa Pek Tuo
terkesiap, segera pikirnya: Thien Liong Toa Lhama adalah
padri sakti dari kuil Sila Sie di Tibet dan kini telah
dianugerahi kedudukan Kok su oleh Sri Baginda, entah apa
sebabnya pada hari ini ia berkunjung kemari beserta anak
muridnya?".
Dengan alis berkerut pikirnya lebih jauh: Semula aku
ada maksud memancing Thiat Tie Loo Nie Hoo Bong Jieo
perempuan terkutuk itu masuk ke dalam perkampungan,
kemudian menceburkannya ke dalam telaga Lok Cwat Ouw
hingga modar maka kuperintahkan semua orang yang ade
di dalam perkampungan untuk bersembunyi didalam lorong
rahasia siapa sangka bukan saja kebakaran hebat ini tidak
diketahui mereka bahkan pada malam ini bisa terjadi begitu
banyak peristiwa yang ada diluar dugaan. sampai sempai
jago lihay dari istana Kaisar pun mengunjungi
perkampungan Tayi Bie San cung
Ingatan tersebut hanya sebentar berkelebat didalam
benaknya, dengan suara berat segera tegurnya: Ada
keperluan apa Toa Lhama mengunjungi perkampungan
kami?".
Gelak tertawa yeag amat berat berkumandang keluar dari
balik asap hitam. Haa.... haa.... haa.... Hoa Pek Tuo.

bukankah kau ingin menguasai seluruh Bu lim di daratan


Tionggoan? Toa Lhama itu justru datang kemari untuk
membantu dirimu dalam mensukseskan cita citamu itu.
Hoa Pak Tuo terperanjat. Ia tidak menyangka kalau
hwesio sakti dari Tibet pun mengetahui rencana besarnya
untuk menguasai dunia persilatan.
Ia kebaskan ujung bajunya untuk menyingkirkan
sebagian asap hitam yang menutupi pandangannya, agar
wajah Hwesio Sakti itu dapat tertampak lebih jelas.
Mendadak suara bentakan nyaring muncul dari balik
kegelepan disusul berkelebatnya serentetan cahaya tajam
keemas emasan meluncur ke arahnya.
Hoa Pek Tuo terperanjat. Ia tidak menyangka kalau
Thian Liong Lua lhama secara mendadak bisa melancarkan
serangan senjata rahasia untuk membokong dirinya.
Ia melengak dan tahu tahu cahaya emas itu sudah berada
di depan mata.
Kakek tua itu mendengus, ujung bajunya dikebaskan
keluar, diiringi hembusan angin tajam ia sapu datangnya
senjata rahasia berwarna keemas emasan itu.
Siapa sangka baru saja hawa murninya kerahkan, senjata
rahasia tersebut bagaikan seekor makhluk hidup mendadak
berputar dan menikung ditengah udara, setelah membentuk
gerakan satu lingkaran busur langsung menghajar
wajahnya.
Kaget bercampur ngeri, Hoa Pek Tuo menyaksikan
perubahan ini, air mukanya berubah hebat. Belum pernah
kusaksikan senjata rahasia yang bisa berubah arah dan
tujuan ketika terhantam hawa pukulan pikirnya.

Cahaya emas memancar keempat penjuru, senjata


rahasia tersebut dengan membawa desiran nyaring yang
tajam meluncur kearah tubuhnya.
Kembali kakek she Hoa ini membentak nyaring, tubuh
bagian atasnya dibuang ke belakang sementara telapak
kirinya membentuk gerakan setengah lingkaran untuk
melindungi tubuhnya kemudian secara tiba tiba didorong
kedepan.
Hawa murni menghembus keluar laksana tiupan angin
puyuh, senjata rahasia itu merandek sejenak ditengah udara
kemudian menembusi angin serangannya menekuk tiga
coen kebawah, setelah itu mengikuti lekukan telapaknya
meluncurkan ke arah tenggorokan.
Perubahan serta arah yang aneh dari senjata rahsia ini
sungguh jauh berada di luar dugaannya, tiba tiba ia
membentak keras, badannya laksana anak panah yang
terlepas dari busurnya meluncur keluar dari kalangan.
Disaat yang amat singkat itulah ia baru menyaksikan
dengan jelas bahwasannya senjata rahasia tersebut berupa
seekor naga emas kecil, ditengah daya luncurnya yang cepat
tampaklah kedua helai jenggotnya bergetar kencang,
sepintas lalu kelihatan seolah olah seekor naga sungguhan
yang sedang merentangkan cakarnya untuk menghajar
badannya.
Tidak sempat untuk berpikir lebih jauh, telapak kirinya
yang melindungi badan segera digetarkan. Ujung jubah
laksana sebidang papan baja melayang keluar dengan
mendatar.
Criiiit Naga emas itu menembusi ujung bajunya dan
meluncur kedalam lebih jauh.

Ia mendengus gusar, kelima jarinya dipentangkan lebar


lebar kemudian laksana kilat mencengkram naga emas
tersebut.
Dalam keadaan yang kepepet dan terdesak, satu satunya
jaian yang bisa ia tempuh hanyalah mencengkram naga
emas itu agar tidak meluncur lebih jauh.
Tetapi.... begitu ia mencengkram, telapaknya segera
terasa amat sakit, jenggot naga emas yang panjang itu tahu2
sudah melukai kulitnya dalam dalam.
Darah segar segera mengucur keluar dengan derasnya.
Saking sakitnya, telapak yang terluka itu membuat hawa
amarahnya jadi memuncak. Ia mendengus dingin, kelima
jarinya dirapatkan dengan maksud menghancur lumatkan
benda tersebut.
Hmmmm Serentetan suara yang aneh muncul dari
balik asap hitam, Naga emas itu terbuat dari pasir emas
yang dihasilkan di gunung Attai dalam bilangan propinsi
Lam Ciang, sanggupkah kau menghancur lumatkan
bendaku itu?.
Toa Lhama teriak Hoa Pek Tuo dengan penuh
kegusaran. Maksudmu datang ke dalam perkampunganku
apakah hanya ingin melepaskan senjata rahasia belaka?".
Haa.... haa.... haa.... harap Hoa sianseng suka
memaafkan kelancangan kami ini. Semua muridku adalah
orang orang liar dari luar perbatasan yang tidak begitu
mengerti akan adat-istiadat didaratan Tionggoan. Ketika ia
menjumpai kau mengayun telapak tadi disangkanya akan
hendak menyerang dia, maka dari itu....
Toa Lhama, sudahlah tak usah banyak bicara" tukas
Hoa Pek Tuo tidak sabar Katakanlah apa sebenarnya
tujuanmu datang kedalam perkampungan kami?".

Sewaktu berada di ibukota, aku telah berjumpa dengan


Cia Kak Sin Mo, dialah yang mengundang aku untuk
datang kemari menjumpai dirimu
Ia merandek sejenak, kemudian dengan suara kasar
terusnya. Hmmm. seandainya Pun Hoed-ya tidak
memandang di atas wajah Cia Kak Sin Mo, dengan
sikapmu yang begitu kurang ajar pada hari ini, pasti akan
kuberi sedikit pengajaran kepadamu."
Sepasang alis Hoa Pek Tuo berkerut kencang. Sebelum
mengetahui jelas bagaimanakah lihaynya Thian Liong Toa
Lhama yang berada ditengah kegelapan kabut hitam tu, ia
tidak ingin bertindak gegabah.
Maka sambil memandang asap yang tebal serta percikan
api ditengah udara pikirnya Aaaaiii kenapa justru pada
hari ini bertiup angin barat laut yang kencang? Sehingga
semua asap tebal ini tertiuo ke arah kemari. Kalau tidak....
Sejak tadi tadi Pek In Hoei tentu sudah modar ditanganku
---0d0w0--Berbagai pertanyaan yang membingungkan kepalanya
berkelebat memenuhi benak kakek tua ini. Tiba tiba ia
tertawa kering seraya berkata Hmm... hmm... Harap Toa
Lhama suka memaafkan
Ia remas remas naga emas yang berada ditangannya lalu
berpikir: Toa Lhama ini berasal dari Tibet, sungguh tak
nyana murid muridnya adalah jago melepaskan senjata
rahasia yang amat hebat. Kalau dibandingkan dengan
keluarga Tong dipropinsi Su Cuan. entah barapa kali lipat
lebih hebat. Terhadap manusia manusia semacam ini aku
tak boleh menyalahinya

Maka ia mendehem dan berkata: Ini hari aku hendak


menangkap buronan yang telah menerbitkan keonaran
dalam perkampungan kami, karena itu silahkan Toa Lhama
sekalian menanti dahulu di ruang tamu".
Belum habis ia berkata mendadak terdengar Chin Tiong
mendengus berat lalu menjerit lengking.
Apa yang terjadi?" bentak Hoa Pek Tuo Chin Tiong!
kenapa kau...?
Dari balik tebalnya asap hitam berkumandang suara
kasar dengan logat yang sangat aneh: Siapa suruh ia
menangkap ikan diair keruh? Menggunakan kegelapannya
asap hitam, ia mau mencelakai kami sekalian. Hmmm Hoa
Pek Tuo, beginikah sikapmu menyambut tamumu?".
Hoa Pek Tuo benar benar naik pitam, hawa amarahnya
telah berkobar hingga mencapai pada puncaknya, namun ia
masih tetap menahan diri.
Kaukah anak murid Thiao Liong Toa Hwesio yang
bernama sijago naga emas It Boen Chiu?
Sedikitpun tidak salah" jawaban orang itu sangat
jumawa. Aku adalah sijago naga emas It Boen Chiu!".
Apa yang telah kau lakukan terhadap Chin Tiong?".
Dia hendak membokong diriku, maka kukirim dua
batang naga emas agar dicicipi olehnya.
Chin Tiong.... Chin Tiong ....!
Haa.... haa.... haa.... lebih baik tak usah kau panggil
sebab pertama, dia sudah modar!.
Hoa Pek Tuo gigit bibir menahan gusar, pikirnya:
Kalau kau tidak suruh kau mati dalam keadaan yang sema
seperti kini, aku tidak ingin menguasai dunia persilatan
lagi

Diluaran ia tertawa terbahak bahak. Haa... haa....


haa.... kalau memang sudah mati, yaah sudahlah, biarkan
modar!.
Chiu jie!" Suara dari Thian Liong Toa Lhama segera
menggema lagi dengan lantang. Cepat minta maaf kepada
Hoa Loe sianseng, siapa yang suruh berbuat begitu
gegabah? bukankah sebelum kubawa kau datang kedaratan
Tionggoan telah kukatakan berulang kali bahwa daratan
Tionggoan berbeda dengan luar perbatasan?
Ia merandek sejenak, kemudian tambahnya: Harap Hoa
Loo-sianseng suka memaafkan kelancangan serta
kecerobohan dari muridku.
Tidak mengapa, silahkan Toa Lhama
beristirahat dahulu di dalam ruang tamu.

duduk

Entah Hoa Loo sianseng ada urusan apa? kenapa


mendekam terus di tengah kabut hitam yang tebal? apakah
kau memang ingin membakar hutan di sekitar ini agar bisa
melatih semacam ilmu silat di tengah kegelapan asap
hitam
Heey tua bangka! suara serak yang tak enak didengar
menyambung perkataan itu. Belum pernah kudengar orang
berkata bahwa di kolong langit terdapat kepandaian kentut
anjing yang harus dilatih dalam kegelapan asap hitam.
Ketika didengarnya suara orang itu kasar dan kaku
ditambah pula membawa logat propinsi Sa Cuau, alisnya
lantas berkerut. Apakah kau adalah sipendekar Jantan
Berkapak sakti Chee Thian Gak?"
Haa haa haa.... Tua bangka sialan, kau si cucu kura
kura darimana bisa tahu kalau aku adalah sipendeker jantan
berkapak sakti? Hebat.... hebat...."

Tak disangka sama sekali oleh Hoa Pek Tuo kalau ia


bakal dimaki orang seenaknya. Seking kekinya hampir saja
ia muntah darah segar. Akhirnya ia depakkan kakinya
ketanah lalu tanpa memperdulikan segala sesuatu ia siap
melayang kedepan.
Tapi pada detik yang terakhir ia berpikir lain. Sambil
menyabarkan diri serunya seram:
(Oo-dwkz-oO)
Jilid 19 edit by Sumahan
"THIAN LIONG TOA LHAMA, muridmu betul2 luar
biasa sekali, dibalik perkataannya membawa duri yang
tajam, apakah kesemuanya itu adalah hasil pelajaran dari
thay-su?
Oouw.... muridku ini memang orang manusia kasar,
semasa berada di Tibet ia membuka sebuah toko penjual
peti mati. Loo Sianseng, harap kau jangan marah dan
layani orang kasar macam dia
Suasana kembali diliputi keheningan entah berapa lama
sudah lewat, terdengar suara dari Thian Liong Toa Lhama
kembali bergema diangkasa: Buronan yang hendak kau
tangkap apakah bernama Pek In Hoei?"
Darimana kau bisa tahu kalau dia bernama Pek In
Hoei?" sahut Hoa Pek Tuo dengan hati terperanjat.
Dari ribuan li jauhnya buru-buru loolap berangkat
kemari, tujuanku yang terutama bukan lain hendak mencari
Pek In Hoei. Oleh karena itu aku harap Hoa Loo sianseng
suka melepaskan satu jalan hidup bagi dirinya
Toa Lhama, buat apa kau mencari Pek In Hoei?"

Sribaginda keluarga Toan yang ada di negeri Tayli


mengetahui bahwa Pek In Hoei ialah manusia berbakat
yang paling bagus di kolong langit dewasa ini. Maka
sengaja ia memerintahkan Pun Kok-su dengan membawa
sepuluh orang jago kelas satu dari istana untuk datang
kemari mencari Pek In Hoei
Hoa Pek Tuo terperanjat, ia tidak menyangka kalau
secara tiba-tiba bisa muncul utusan khusus dari Sri Baginda
dinegeri Tayli.
Dengan hati setengah percaya setengah tidak pikirnya:
Pek In Hoei adalah jago lihay dari partai Thiam Cong,
sedangkan jarak antara gunung Thiam Cong dengan negeri
Tayli tidak terlalu jauh, jangan-jangan Kaisar keluarga
Toan dari negeri Tayli benar-benar pernah bertemu dengan
Pek In Hoei dan kini hendak mengangkat dirinya diri....
Sekalipun ia cerdik melebihi orang dan punya kepintaran
yang luar biasa, tetapi setelah semalaman suntuk secara
beruntun mengalami pelbagai peristiwa yang aneh-aneh,
sedang semua peristiwa itu terjadi secara mendadak serta
diluar dugaan semua membuat ia kehilangan keseimbangan
badannya dan keyakinan terhadap kecerdasan serta
kekuatan sendiripun jauh berkurang.
Dalam kesunyian serta keheningan yang mencekam
seluruh jagat itulah tiba-tiba telinganya menangkap suara
gesekan kaki yang lirih, seakan-akan terdapat seorang
manusia yang terluka sedang bergerak menuju keluar
perkampungan.
Pek In Hoei, jangan pergi!" segera bentaknya.
Langkah kaki itu terhenti, disusul suara bentakan gusar
dari Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian Gak
berkumandang datang: Nenek moyang sialan, apa yang
sedang kau teriakkan? sekujur badan Pek In Hoei telah

terluka, keadaannya tidak jauh berbeda dengan orang mati,


mana mungkin ia masih bisa berlari?"
Dalam hati Hoa Pek Tuo merasa amat gusar, dia ingin
sekali menubruk ke depan tanpa memperdulikan apapun,
tetapi ia jeri terhadap Thian Liong Toa Lhama sebagai Koksu Kerajaan dewasa ini, apalagi kedatangannya atas
undangan dari Cia Kak Sin Mo, dia takut rencana besar
yang telah dipersiapkannya selama ini terbengkalai dan
hancur berantakan hanya disebabkan urusan kecil ini saja.
Diam-diam pikirnya dalam hati: Sepanjang hidupku
baru kali ini kualami penghinaan serta pengejekan yang
paling banyak, tetapi aku rela menyabarkan diri. Hmmm!
kesemuanya ini tidak lain demi pembalasan dendamku
terhadap Hoo Boan Jien si perempuan rendah itu....
Berpikir demikian, sambil gigit bibir segera ujarnya
Kalau memang demikian adanya, silakan Toa Lhama
beristirahat dahulu diruang tamu
Haa.... haa.... haa.... terima kasih atas maksud baik dari
Loo siangseng, biarlah loolap perintahkan dahulu muridku
untuk menghantar Pek In Hoei pergi ke markas besar Wie
ciangkun sana, kemudian kita rundingkan rencana besar
untuk mempersatukan seluruh dunia persilatan dibawah
kekuasaan kita, disamping itu akupun hendak serahkan
sepucuk surat rahasia dari Cia Kak Sin Mo yang dititipkan
untuk diri Loo-sianseng.
Oooo.... jadi Cia Gak Sin Mo telah menitipkan sepucuk
surat rahasia kepada diri taysu silahkan....".
Surat ini menyangkut rencana besar kita untuk
menguasai sungai Tiang-kang sebelah utara serta selatan,
karena itu Loolap sudah seharusnya kalau serahkan sendiri
surat tersebut kepadamu, tetapi berhubung loolap sedang

melaksanakan perintah dari Sri Baginda maka mau tak mau


aku harus menghantar Pek In Hoei lebih dahulu.
Ehmmmm, apakah Thaysu
membawa pergi diri Pek In Hoei...?"

bersikeras

hendak

Eeeeei... setelah Loo sianseng kabulkan permintaan


kami tadi, apakah sekarang kau hendak mengingkari janji?".
Ucapan ini membuat Hoa Pek Tuo melengak. Sejak
kapan aku menyetujui dirimu untuk membawa pergi Pek In
Hoei dari sini?".
Kurang ajar! Teriak Thian Liong Toa Lhama dengan
penuh kegusaran. Tak sangka ucapanmu tak bisa
dipercayai, Hmmm manusia macam begitu bisa-bisanya
mengakui sebagai sahabat karibnya Cia Kak Sin Mo.
Aaaaiii.... aku benar benar merasa kecewa baginya!"
Apa yang kau kecewakan?".
Aku merasa kecewa dan kasihan karena dia sudah
mempercayai seorang telur busuk yang lemah tak bertenaga
serta tua bangka sebagai sahabatnya, bahkan mempercayai
telur busuk macam itu untuk mengatur siasat serta rencana
besar guna menguasai kolong langit.....
Mendadak ucapannya terputus ditengah jalan, disusul
suara batuk yang keras menggema datang.
Kejernihan otak Hoa Pek Tuo boleh dibilang sudah
terlamur oleh hawa gusar serta dongkolnya karena dihina
dan diejek terus oleh pihak lawan, untuk sesaat lamanya ia
tak sempat berpikir Thian Liong Toa Lhama sebagai
seorang jago lihay dari Tibet mengapa tidak tahan terhadap
sumpeknya kabut hitam dan terbatuk batuk.
Dengan penuh kegusaran segera bentaknya: Toa
Lhama, coba katakanlah sekali lagi dimana letak

kedogolanku? dimana letak kegoblokanku dan dimana pula


terletak kesalahanku? kalau ini hari kau tak sanggup
menerangkan hingga jelas, jangan harap bisa tinggalkan
tempat ini dalam keadaan hidup-hidup".
Thian Liong Toa Lhama tertawa dingin. Kedogolanmu
terletak pada usiamu yang sudah tua, kegoblokanmu
terletak pada badan yang sudah reyot dan ketololanmu
terletak karena kau sudah tua bangka dan siap masuk liang
kubur.
Seolah olah tergusur sebaskom air dingin mendadak satu
ingatan berkelebat dalam benak Hoa Pek Tuo, seakan akan
dia berhasil memahami sesuatu namun sebentar lagi ia
merasakan pikirannya melamur dan tidak jelas.
Sebenarnya kau siapakah? segera tanyanya setelah
dengan susah payah menghimpun tenaga.
Hee.... hee.... hee....
sebenarnya diriku?

kau

ingin

tahu

siapakah

Apakah kau telah mencatut nama besar dari Thian


Liong Toa Lhama?. bantah kakek itu dengan darah
tersirap.
Sedikitpun tidak salah, bagaimanapun juga yang jelas
kau tetap sebagai seorang manusia yang paling goblok
dikolong langit!".
Sekarang Hoa Pek Tuo sudah dapat menebak siapa
lawan bicaranya, dia lantas menjerit lengking: Kau adalah
Pek In Hoei?.
Dari balik tebalnya asap hitam menggema datang suara
gelak tertawa dari Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee
Thian Gak, kemudian terdengar ia mengejek: Telur busuk
tua, tahukah kau siapakah aku?

Cahaya berapi api memancar keluar dari sepasang mata


Hoa Pek Tuo. Kaupun Pek In Hoei? jeritnya.
Haa.... haa.... haa.... kini suara Jago Naga Emas It
Boen Chiu yang bergema memecahkan kesunyian. Hoa
Pek Tuo, otakmu sudah mendekati sinting, jangan-jangan
kau anggap akupun sebagai Pek In Hoei?.
Bersamaan dengan selesainya ucapan itu, enam titik
cahaya keemas-emasan dengan membentuk sebuah jaring
yang kuat meluncur tiba.
Mimpipun Hoa Pek Tuo tidak menyangka kalau dia
sebagai manusia yang amat cerdik dan sudah banyak tahun
malang melintang dalam dunia persilatan tanpa pernah
jatuh kecundang ditangan orang barang satu kalipun, kini
ternyata harus menelan mentah-mentah pil pahit yang
sangat merusak pamornya, dan dipermainkan oleh Pek In
Hoei tanpa disadari olehnya.
Beberapa patah kata tadi seolah-olah martil besar yang
menghantam kepalanya membuat ia pusing tujuh keliling,
hampir-hampir saja ia jatuh semaput saking tak tahannya.
Dia meraung keras sambil muntahkan darah segar dari
mulutnya laksana seekor beruang terluka loncat masuk ke
dalam jaring emas itu....
Dari tengah kepulan asap hitam meluncur datang titiktitik cahaya emas, yang dipandang sepintas lalu seakan
akan sebuah jaring besar yang akan mengurung tubuhnya.
Gerakan tubuh Hoa Pek Tuo yang sedang menerjang
seketika merandek ditengah udara, ujung jubahnya
dikebaskan kedepan dan seketika itu juga dua gulung
desiran angin pukulan yang maha hebat meluncur kearah
depan.

Setelah menyaksikan kedahsyatan dari naga kecil


berwarna emas tadi, kakek tua ini tak berani bertindak
gegabah, begitu angin pukulan lepaskan badannya segera
meloncat mundur enam langkah ke belakang.
Gerakan mundurnya kali ini dilaksanakan dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat, tanpa berjumpalitan
diudara tahu-tahu ia sudah berada dibelakang.
Saat itu itulah cahaya keemas-emasan yang meluncur
datang dari hadapannya tiba tiba bergabung menjadi satu
dan rontok pada kurang lebih enam depa dihadapannya.
Menyaksikan hal tersebut dengan perasaan bergidik Hoa
Pek Tuo membatin di dalam hatinya: Ilmu melepaskan
senjata rahasia yang ada dikolong langit boleh dikata
kepandaian dan keluarga Tong di Propinsi Su Cuan lah
yang paling lihay dan peling keji. Siapa sangka Si jago Naga
Emas bisa memiliki cara melepaskan senjata rahasia yang
begini lihaynya jauh melebihi keluarga dari Propinsi Su
Cuan!".
Berpikir demikian kakinya lantas berputar dan
memindahkan tubuhnya kearah lain, kemudian setelah
berputar satu lingkaran busur langsung menubruk kearah
Thian Liong Toa Lhama berdiri.
Hmmm!
Hmmm!....
Gelak
tertawa
nyaring
berkumandang dari balik kabut hitam. Hoa Pek Tuo, kau
anggap dengan begitu gampang lantas dapat menghindari
ilmu pelepasan senjata rahasia Lak Liong Yoe Thian" atau
Enam Naga Menembusi Langitku ini?.
Kamu sekalian jangan lari.... hardik Hoa Pek Tuo
dengan sepasang alis berkerut.
Belum habis dia berkata bertitik titik cahaya emas telah
saling bertumbukan hingga menimbulkan suara nyaring dan

secara tiba-tiba bagaikan bunga teratai yang mekar


memencar ke empat penjuru.
Senjata rahasia Naga emas yang memencar tadi meliputi
daerah satu tombak disekeliling situ, dengan meninggalkan
guratan panjang di angkasa segera mengurung tubuhnya
rapat-rapat, dan kemudian laksana kilat mendekati
badannya....
Hoa Pek Tuo membentak nyaring, sepasang telapak
secara beruntun melancarkan tujuh buah serangan berantai,
diantara berkelebat dan menarinya cahaya keemas emasan
tubuhnya pun ikut meloncat mundur sejauh tujuh langkah.
Baru saja ia melangkah mundur terdengarlah suara
desiran angin yang maha hebat, seolah-olah melayang
turunnya seekor naga sakti dari tengah udara menyapu dan
membuyarkan kabut hitam yang mengelilingi sekitar tempat
itu.
Sepasang lengannya segera diangkat balas mengirim satu
pukulan, sebuah pusaran angin yang kencang dan cepat
menghisap segenap asap hitam yang sedang menggulung
kearahnya kemudian melemparkannya ke tengah udara.
Secara beruntun ia telah mengeluarkan ilmu Poh Giok
Chiet Sie" kepandaian maha sakti dari luar lautan untuk
menghadapi lawan. Pertama bukan saja untuk mendesak
mundur pihak lawan, disamping itu diapun takut Si Jago
Naga Emas melancarkan serangan-serangan senjata
rahasianya lagi, maka dari itu Poh Giok Chiet Sie
dimainkan secara berantai membuat asap hitam terhajar
buyar keempat penjuru.
Dalam sekejap mata, pemandangan jadi terang
benderang tetapi bayangan dari Thian Liong Toa Lhama
serta murid muridnya telah lenyap tak berbekas.

Dengan cepat biji matanya berputar. Mendadak ia


temukan diatas permukaan tanah kecuali segumpal darah
segar tidak nampak siapapun jua entah sejak kapan Pek In
Hoei telah berlalu.
Ia tarik napas dalam-dalam untuk mengusir
kemangkelan yang sudah tertimbun dalam dadanya. lalu
pikirnya: Selama lima puluh tahun terakhir belum pernah
hatiku dirangsang oleh golakan hebat seperti hari ini.
Aaaaaai....! kenapa aku harus melancarkan ilmu Poh Giok
Chiet Sih setelah tubuhku terbakar oleh napsu berahi serta
angkara murka? seandainya aku bisa menenangkan hatiku,
kemangkelan ini pasti bisa kutahan".
Tiba tiba ia teringat kembali akan diri Chin Tiong serta
Ku Loei muka segera panggilnya keras keras Ku Loei!
Chin Tiong!"
Kobaran api yang membakar pepohonan dibelakang
tubuhnya kian lama kian bertambah lirih dan lemah, asap
hitam yang menggumpal berlapis-lapis kini mulai buyar
terhembus angin, namun jawaban dari Ku Loei maupun
Chin Tiong tak kunjung tiba.
Hoa Pek Tuo gigit bibirnya keras keras sambil tundukkan
kepalanya ia berpikir: Aku masih teringat ketika asap tebal
masih menutup seluruh jagad, Pek In Hoei telah menusuk
Ku Loei hingga terluka, sedangkan Chin Tiong sama sekali
tidak tahu kalau musuhnya hanya gertak sambal belaka dan
hanya berdiam diri tak berkutik. Kalau tidak, bukankah
sekarang bajingan cilik itu sudah berhasil ditawan?
Dengan perasaan rasa dongkol makinya: Kedua orang
manusia itu gobloknya luar sungguh memalukan mereka
sudah mempelajari ilmu silat aliran Seng Sut Hay serta
disebut orang kangouw sebagai Bu-lim Sam Siok, dalam

kenyataan mereka semua tidak lebih hanyalah kurcaci yang


bernyali seperti tikus!. Sialan!
Asap hitam membawa udara yang panas berhembus
lewat disisi tubuhnya, ia tabok kening sendiri sambil
bergumam: Aaaaai....! kenapa tingkah lakuku pada hari ini
begini tidak genah dan goblok? bukannya pergi menyelidiki
jejak dari Thian Liong Toa Lhama sebaliknya hanya
menggerutu belaka disini. Beginikah yang dinamakan Hoa
Pek Tuo manusia tercerdik dikolong langit?.
Sepanjang hldupnya sudah terlalu banyak masalah yang
sulit dan rumit menimpa dirinya. Setiap kali ia selalu
berhasil meloloskan diri dari bahaya maut karena andalkan
kecerdasan otaknya. Karena itu terjalinlah suatu kebiasaan
untuk memikirkan satu persoalan dengan masak-masak
serta mencari sebab musabab yang sebenarnya sebelum
bertindak.
Karena kebiasaannya ini sering kali membuat ia tak
sanggup menduga duduk perkara yang sebenarnya dari satu
masalah, dan malahan sering membuang kesempatan baik
dengan sia2.
Sejak Pek In Koei masuk kedalam perkampungan Tay
Bie San-cung, berulang kali rencana besar yang telah
disusun olehnya secara masak dihancur lumatkan oleh
pemuda itu. Setiap kali pula tindakan si anak muda itu
berada diluar dugaannya. Terutama sekali tindakan Pek In
Hoei yang menggunakan tabiat banyak curiganya secara
beruntun menyerang titik kelemahan tersebut, membuat ia
hampir saja menderita kekalahan total didalam
pertandingan adu kecerdikan ini. Karena itu ia mulai
mencurigai atas kemampuan dari kecerdasan otaknya.
Karena bayangan hitam itulah membuat kakek tua ini
kehilangan kemantapan serta ketenangan hatinya tatkala

secara tiba-tiba ia bertemu dengan Thian Liong Toa Lhama,


Kok-su kerajaan yang muncul secara mendadak
perkampungan Tay Bie San-cung nya.
Lama sekali Hoa Pek Tuo berdiri termangu-mangu
ditengah kalangan, mendadak ia berseru tertahan dan
bergumam kembali: Bukankah rombongan dari Thian
Liong Toa Lhama terdiri dari tiga orang....? kenapa yang
tertinggal diatas permukaan tanah hanya sebaris telapak
kaki belaka? lagipula diatas tanah terdapat segumpal darah?
sungguh aneh...."
Dengan cepat badannya berkelebat ke depan dan mulai
melakukan pengejaran mengikuti bekas telapak kaki itu.
Dalam keadaan seperti ini dia sudah tidak
memperdulikan keselamatan dari Ku Loei serta Chin Tiong
lagi. Apa yang terdapat dalam benaknya hanyalah mencari
tahu kemana perginya Thian Liong Toa Lhama yang telah
berlalu sambil membawa tubuh Pek In Hoei.
Lambat sekali langkah Hoa Pek Tuo karena bekas
telapak kaki yang tertinggal menimbulkan pelbagai
pertanyaan yang mencurigakan dalam hatinya. Baru saja
berjalan dua tombak jauhnya mendadak ia temukan
kembali segumpal darah kental diatas tanah diikuti bekas
telapak kaki bernoda darah memanjang jauh kedepan dan
kian lamur warnanya sehingga akhirnya lenyap tak
berbekas.
Sinar mata licik terlihat diatas wajahnya, ia tersenyum
sinis, pikirnya Mereka ingin membuat aku menaruh
prasangka bahwa Pek In Hoei telah melarikan diri lewat
perkampungan sebelah belakang. Hmmm! belakang
perkampungan Tay Bie San-cung adalah tebing yang terjal.
Dibawah tebing merupakan sungai dengan aliran air yang
deras, siapa yang sanggup melewati tempat semacam itu?

Ia mendongak dan tertawa ter-bahak2. Haa.... haa....


haa.... suara di timur memukul barat hanya suatu siasat
yang kecil, siasat macam beginipun hendak diperlihatkan
dihadapanku, sungguh tolol
Di tengah gelak tertawa yang nyaring ia gerakkan
sepasang lengannya kemudian tanpa sangsi sedikitpun
kakek tua itu berkelebat menuju keperkampungan sebelah
depan.
Baru seja bayangan tubuhnya lewat di balik pepohonan
dan gelak tertawanya sirap ditelan awan, dari balik
kegelapan disisi telaga perlahan-lahan merangkak keluar
sesosok bayangan manusia.
Wajahnya pucat pias bagaikan mayat, rambutnya yang
panjang terurai kebawah dalam keadaan yang awut awutan.
Lambat-lambat ia bergerak menuju ketempat dimana Hoa
Pek Tuo berdiri tadi.
Memandang asap hitam yang mulai membuyar
diangkasa, orang itu tertawa dingin seraya mengejek Hoa
Pek Tuo! kembali kau tertipu oleh siasatku. Hmmm! justru
aku hendak suruh kau rasakan bagaimanakah siasat suara
ditimur memukul dibaratku ini. Kalau tidak mana bisa kau
berikan jalan keluar bagiku untuk melarikan diri lewat
belakang perkampungan?
Dengan tangan kanan mencekal pedang mustika
penghancur sang surya, ia seka darah yang membasahi
bibirnya lalu bergumam kembali seorang diri: Hoa Pek
Tuo! aku hendak suruh kau saksikan dan buktikan dengan
mata kepala sendiri bahwa kecerdasan yang dimiliki Pek In
Hoei masih mampu digunakan untuk dirimu. Pada saat
yang bagaimanapun juga aku dapat berdiri dibelakang
tubuhmu, menjadi cacing dalam perutmu dan menguntit
terus dirimu tanpa kau rasakan dan ketahui

Sorot mata menggidikkan memancar keluar dari biji


mata sianak muda itu, bekas merah darah pada keningnya
tampak bertambah nyata, napsu membunuh sudah
menyelimuti seluruh benak serta hatinya.
Sang surya condong kebarat meninggalkan bayangan
tubuh pemuda itu di belakangnya. Dipercepat langkah
kakinya menuju kearah gundukan tanah dibelakang telaga
Lok Gwat Ouw. Pantulan sinar dari kutang pelindung
badan yang ia kenakan membiaskan cahaya keperakperakan yang amat menyilaukan mata.
Setelah melewati gundukan tanah, ia tiba ditepi pagar
kayu setinggi dua tombak.
Suasana disekeliling sana sunyi senyap tak kedengaran
sedikit suarapun ia celingukan kekanan kiri lalu dengan
kelima jari kanannya yang tajam bagaikan jepitan secara
tiba-tiba mencengkeram pagar kayu tersebut.
Pagar kayu itu semuanya terbuat dari balok-balok kayu
yang amat besar, sekalipun begitu cengkeraman jarinya
berhasil menembusi batok tadi sedalam dua coen.
Sekali jejak kakinya, bagaikan burung elang yang
melayang ke angkasa tubuhnya segera berjumpalitan satu
kali di angkasa dan segera melayang diatas pagar dan
meluncur keluar dari daerah terkurung tadi.
Permukaan di bawah pagar kayu merupakan batu-batu
kerikil yang tidak rata. Dengan sempoyongan ia berdiri
disitu. Untung cepat cepat ia tahan keseimbangan tubuhnya
dengan sarung pedang sehingga sang badan tidak sampai
roboh ketanah.
Ia tertawa getir, pikirnya: Pada hari hari biasa pagar
kayu setinggi dua tombak tidak akan menghalangi diriku
untuk melompatinya. Aaiaai.... tapi sekarang, aku harus

kerahkan segenap tenagaku dan bersusah payah baru


berhasil melompatinya sungguh lihay kepandaian silat dari
Hoa Pek Tuo
Ia tarik napas dalam dalam, kesadarannya jadi jernih
kembali, pikirnya lebih jauh: Aku telah bertaruh dengan
Hoa Pek Tuo, seandainya dalam jarak tiga puluh li dari
perkampungan diriku keburu tertangkap kembali maka
sejak ini hari aku tidak akan she Pek lagi. Kalau ditinjau
dari medan disekitar tempat ini yang penuh dengan belukar
serta bukit yang terjal, jelas tidak gampang bagiku untuk
melampaui jarak tiga puluh li"
Ia tahu bahwa hingga detik itu Hoa Pek Tuo masih
belum tahu bahwa sifatnya yang terlalu menaruh curiga
terhadap segala sesuatu ini merupakan titik kelemahannya
yang paling gampang dlgunakan orang. Kekalahannya
selama inipun tidak lebih karena persoalan itu. Seandainya
la mau berpikir dengan pikiran yang dingin, maka dengan
cepat ia akan merasakan bahwa dirinya sudah tertipu.
Pemuda itu tertawa geli, batinnya: Kalau bukan sejak
kecil aku sering kali pindah rumah sehingga mempelajari
pelbagai logat pembicaraan dari berbagai daerah, tidak
nanti aku bisa gertak Hoa Pek Tuo sehingga lari
terbirit2....
Segulung angin dingin berhembus lewat membawa bau
harum bunga yang semerbak. Pek In Hoei tarik napas
panjang panjang dan merasakan betapa lapang serta
segarnya suasana disitu.
Ia termenung sejenak kemudian loloskan pedangnya dan
membuat sebuah lubang yang cetek kurang lebih dua depa
diatas pagar kayu tersebut.

Dalam sekejap mata ada enam tempat di luar pagar kayu


itu telah digali olehnya, hingga sepintas lalu seolah olah
tampak enam buah gua yang tertutup oleh pasir.
Memandang hasil pekerjaannya, ia tersenyum ewa,
kemudian menyeka keringat yang membasahi tubuhnya dan
berlalu menuju ke arah utara.
Kedua kakinya melangkah diatas permukaan batu cadas
yang keras, dengan perasaan bangga pikirnya lebih jauh:
Tindakanku ini akan cukup membuat dia jadi amat repot.
Menanti ia temukan bahwa lubang tersebut adalah jebakan
yang kosong maka cuaca ketika itu tentu sudah gelap.
Dalam keadaan seperti itu bila dia ingin mencari tapak
kakiku diatas batu cadas yang keras. Haa.... haa....
bukankah sulitnya bagaikan mencari jarum di dasar
samudera.
Batu cadas tadi berlapis-lapis dan memanjang jauh ke
dalam. Banyak liang serta celah celah kecil terdapat pada
permukaan batu itu hingga sepintas lalu kelihatan bagaikan
sarang laba-laba.
Ribuan tahun berselang mungkin tempat ini merupakan
sebuah sungai yang amat besar pikir Pek In Hoei Oleh
sebab itu disini terdapat begitu banyak batu karang yang
berkumpul jadi sebuah bukit
Tiba tiba ia dengar suara mengalirnya air yang lirih
berkumandang datang dari arah samping, jelas disekitar
sana terdapat sebuah ngarai yang dalam....
Sungguh indah pemandangan di tempat ini. Akan
kulihat dimanakah letak air terjun tersebut, sebab, kalau
keadaanku berada dalam kegembiraan, betapa nikmatnya
memandang pemandangan yang begini indahnya ini

Ia percepat langkah kakinya menuju kearah mana


berasalnya suara air tersebut. Untuk sesaat ia telah
melupakan bahwa dirinya sedang menderita luka parah.
Yang dipikirkan saat ini hanyalah ingin menyaksikan
dimanakah letak air terjun tersebut.
Makin berjalan kedepan makin jauh ia tinggalkan tempat
semula, mengikuti suara aliran air tadi ia mengejar terus
kedepan hingga napasnya tersengkal-sengkal pemuda itu
baru menghentikan langkahnya.
Ia rentangkan tangannya menghirup hawa udara ngarai
yang segar. Memandangi cahaya keemas-emasan yang
ditinggalkan sang surya di balik gunung, Pek In Hoei
menghela napas panjang.
Sungguh indah pemandangan disenja hari ini, tapi
berapa banyak orang yang dapat menikmatinya? Aaaai....
manusia yang hidup dikolong langit, setiap hari tahunya
bekerja, berjuang untuk mempertahankan hidupnya, sama
sekali tiada kegembiraan serta waktu untuk menikmati
keindahan alam ciptaan Yang Maha Kuasa
Alisnya berkerut kencang dan senyuman getir
tersungging dibibir, pikirnya lebih lanjut: Sayang aku
masih memikul tanggung jawab yang sangat berat. Kalau
tidak, maka akan kubuang semua pikiran dari benakku,
akan kujelajahi semua gunung yang indah di kolong langit
untuk mencari ketenangan serta ketenteraman hidup yang
didambakan oleh setiap umat manusia.
Tak tahan ia menghela napas panjang pikirnya lebih
jauh: Sayang kesemuanya itu hanya khayalan belaka.
Selamanya umat manusia tidak akan berhasil melakukan
apa yang diidam-idamkan dalam hatinya. Setiap saat ia
harus
mengimbangi
keadaan
disekelilingnya
dan
melakukan pekerjaan yang tidak disenanginya

Setelah melewati sebuah bukit karang yang tinggi,


pemandangan dihadapannya tiba tiba berubah. Seluruh
bukit boleh di kata bertautan sama lainnya, seakan akan
sebidang tanah datar.
Ia mendongak memandang bukit terjal yang beradapun
jauh disana, memandang pepohonan serta semak belukar
yang merimbun diatas dinding.
Oooh.... sungguh indah pemandangan di tempat ini
Seolah olah dia telah melupakan keadaannya yang
berada dalam bahaya, lupa bahwa ia sedang berusaha
melepaskan diri dari kejaran Hoa Pek Tuo. Pemuda itu
mulai melamun dan mengkhayalkan kejadian yang bukan2.
Mendadak....
Suara nyaring bagaikan jeritan naga berkumandang
datang dari tempat kejauhan. Sesosok bayangan manusia
laksana kilat meluncur tiba diikuti dua sosok bayangan
manusia lainnya menyusul dibelakang.
Pek In Hoei terperanjat. Baru saja otaknya berputar
kencang untuk mencari jalan keluar, ketiga sosok bayangan
manusia tadi dengan memencarkan diri dalam posisi
segitiga telah meluncur datang semakin dekat.
Dengan hati terkesiap segera pikirnya: Sungguh tak
kusangka begitu cepatnya Hoa Pek Tuo telah menyusul
datang kemari, bahkan dua orang yang menyertai dirinya
bisa bergerak begitu cepat. Jelas mereka pun merupakan
jago-jago Bu-lim yang memiliki ilmu silat sangat lihay
Tanpa berpikir penjang lagi badannya bergerak
menyingkir ke sebelah kanan. Setelah ditemuinya sebuah
gua, tanpa berpikir panjang sianak muda itu menerobos
masuk kedalam.

Luas gua tadi tidak seberapa besar, dalamnya pun hanya


mencapai empat depa, persis digunakan untuk
menyembunyikan seseorang.
Pek In Hoei melingkarkan tubuhnya bersembunyi dalam
gua tadi. Pedang mustika penghancur sang surya dipegang
erat erat di tangan kanan. Ia bersiap sedia hendak
melancarkan serangan maut bilamana keadaan memaksa.
Baru saja ia menyembunyikan badannya, terdengarlah
Hoa Pek Tuo yang ada diluar telah berteriak keras: Pek In
Hoei, ayoh keluar
Diikuti suara
yang amet nyaring bagaikan genta
berkumandang datang dari belakang tubuh kakek tua itu.
Hoa loo, kalau kau berteriak dengan cara begitu,
sekalipun Pek In Hoei mendengar panggilanmu juga tak
akan menjawab, buat apa kau buang tenaga dengan
percuma?.
Kong Yo heng, kau tidak mengerti betapa keji dan
jahatnya manusia yang bernama Pek In Hoei itu. Berulang
kali ia telah menjebak serta mempermainkan diriku.
Hmmm bahkan ia hendak menggunakan siasat berantai
untuk memancing aku menuju ke jalan yang sesat
Haa... haa... haa... orang yang disebut Kong Yo heng
tadi segera tertawa terbahak bahak. Aku Cia Kak Sin Mo
baru kali ini mendengar bahwa di kolong langit masih
terdapat juga seorang manusia yang berani beradu
kecerdasan dengan Hoa heng. Hmmm semua umat bu-lim
yang ada dikolong langitpun sudah berada dalam
perhitunganmu. Masa menghadapi seorang bocah cilikpun
kau tidak mampu?.
Pek In Hoei yang mendengar perkataan itu diam diam
merasa amat terperanjat. Ia tidak menyangka bahwa

gembong iblis dari laut Seng Sut Hay, jago kaum sesat yang
terlihay dikolong langit, Cia Kak Sin Mo telah ikut datang
pula di sana.
Dengan perasaan terperanjat segera pikirnya: Janganjangan orang ketiga yang menyertai mereka bukan lain
adalah istrinya Pek Giok Jien Mo?.
Saking gentar dan takutnya terhadap gembong iblis yang
sudah hampir tujuh puluh tahun lamanya menggentarkan
dunia persilatan ini, tanpa sadar sianak muda itu mencekal
pedangnya semakin kencang. Segenap perhatian serta
tenaganya dipusatkan pada ujung senjata tersebut.
Angin malam berhembus sepoi sepoi membawa suara sir
yang bergemerincingan, seolah olah terbuai oleh irama lagu
yang lembut dan merdu.
Tapi dalam benaknya saat ini sama sekali tiada minat
untuk menikmati keadaan tersebut. Apa yang terpikir
olehnya hanyalah bagaimana caranya melepaskan diri dari
incaran ketiga orang gembong iblis itu.
Dalam keadaan seperti ini Pek In Hoei tak berani
bernafas terlalu keras. Ia himpun semua kegugupan hatinya
didasar lubuk kemudian memencarkan ke dalam setiap urat
dan setiap jalan darah.
Lama kelamaan ia mulai melupakan
keadaan
disekitarnya. Segenap perhatian dan kekuatannya telah
terhimpun di dalam senjata dan telapaknya.
Tiba tiba....
Dari balik irama air yang berpautan dengan hembusan
angin berkumandang datang suara dentingan irama khiem
yang tajam. Suara tersebut seakan akan dua bilah pisau
belati yang sangat tajam menembusi ulu hatinya, membuat
hatinya bergetar dan sekujur tubuhnya gemetar keras.

Diikuti suara permainan khiem itu kian lama kian


bertambah tajam dan bertambah lengking. Seluruh angkasa
pura telah dipenuhi oleh irama yang tak sedap didengar itu.
Otot serta kulit badan Pek In Hoei mulai berkerut.
Dengan penuh penderitaan ia bongkokkan pinggangnya, ia
tetap bertahan dengan segenap tenaga. Ia berusaha agar
suara rintihannya jangan sampai kedengaran oleh ketiga
orang itu.
---0d0w0--14
HOA PEK TUO seruan seorang perempuan yang
tinggi melengking berkumandang keangkasa menembusi
suara khiem yang belum buyar. Kau mengatakan bahwa
Pek In Hoei pasti sudah lari ketempat ini, mengapa irama
Khiem ku tidak berhasil memaksanya keluar dari tempat
persembunyian?.
Hujien sahut Cia Kak Sin Mo dengan nada keras
Hoa-Loo pun berhasil dikelabui oleh Pek In Hoei. apalagi
permainan "Hong Loei Cho" mu barusan, sudah pasti tak
akan berhasil memancing kemunculan menusia licik ini
Pek In Hoei yang mendengar perkataan tersebut diam
diam tertawa getir. Dia buka bibirnya dan muntahkan darah
segar yang telah ditahannya selama ini.
Setan ini, bajingan keparat! maki Pek Giok Jien Mo
dengan penuh kegusaran Kau berani mengatakan
permainan khiem ku tidak becus? Hmmm, dahulu kau
mesih memuji-muji permainan khiem ku yang dikatakan
menyerupai permainan para bidadari. Sekarang kau berani
pandang enteng aku si Iblis Khiem kemala hijau?.

Haa.... haa.... haa... Hujien itu kan soal tempo dulu.


Bayangkan saja dahulu wajahmu cantik jeliia bagaikan
bidadari yang turun dari kahyangan. Hmmm, sekarang
coba bercerminlah bagaimanakah tampangmu itu?
Setan tua, ceriwis benar mulutmu yang usang. Kau toh
sudah tahu bahwa usia Loo-nio tahun ini sudah hampir
mencapai delapan puluh tahun, mana bisa dibandingkan
semasa masih berusia delapan belas tahun? Kenapa kau
tidak bercermin pula? Lihatlah tampangmu yang kurus
kering macam tampang monyet itu, jelekmu melebihi diriku
berkali-kali lipat. Hmmm bisa-bisanya mengatakan
tampang Loo nio jelek?
hujien, aku toh tidak mengatakan kalau wajahmu jelek,
cuma tidak secantik tempo dulu.
Kentut busuk makmu. Lebih baik tak usah jual tampang
lagi dihadapanku. Dahulu kaupun seorang keparat cilik
yang gundul, berkaki telanjang dan sekujur badan penuh
dengan kudis. Semuanya salahku sendiri kenapa mataku tak
berbiji dan sudi kawin dengan kau si setan tua. Hmmm,
sialan
Suara dari Cin Kak Sin Mo jadi semakin lemah, buru2
bisiknya lirih: Sudah.... sudahlah. Hujien Janganlah kau
korek korek kejelekenku hingga pada dasarnya.... mau
bukan?".
Ciiss... siapa yang jadi istrimu? istrimu sudah modar di
tangan ketiga orang setan tua dari luar lautan.
Tempo dulu aku toh tidak sengaja hendak suruh kau
rasakan jotosan ilmu Koan Goen Kien Seh dari Thay Chi
si keledai tua itu. Aku kan terpaksa harus menghindar
karena terdesak oleh ilmu setan "Poh Giok Kang nya Pok
giok Cu

Hmmm mengungkap persoalan masa silam, hatiku


merasa semakin dongkol, seandainya wajahku pada masa
yang lalu tidak terluka oleb pasir emas, mana mungkin aku
bisa menelan kekalahan di tangan thian Tie Loosie?
Kemudian aku pergi ke gunung Thian san untuk mencari
teratai salju, kaupun tidak berhasil mendapatkannya.
Karena itulah wajahku tak dapat pulih kembali seperti
sediakala. Apalagi soal itu....
Sekalipun perkataan itu diutarakan sangat cepat, tetapi
suaranya tetap lembut dan merdu, dan walaupun
ucapannya kotor namun masih sedap kedengarannya.
Dalam pada itu tu Pek In Hoei yeng bersembunyi di
balik gua sedang merasa pusing kepala karena irama khiem
dari Pek Giok Jien Mo. Dia tahu apabila harus
mendengarkan irama khiem itu lebih jauh, maka
jantungnya pasti akan pecah dan mati binasa.
Siapa sangka peda detik yang amit kritis itulah Sang Sut
Hay Siang Mo telah cekcok sendiri.
Dari percekcokan itulah, ia bisa bayangkan
bagaimanakah wajah Pek Giok Jien Mo saat itu serta sikap
Cia Kak Sin Mo yang serba kikuk den jengah.
Tapi.... secara tiba tiba ia teringat kembali akan diri Hoa
Pek Tuo, segera pikirnya: Sudah begini lama sepasang iblis
dari samudra Seng Sat Hay cekcok, kenapa tidak
kedengaran suara dari Hoa Pek Tuo? sepantasnya ia
menasehati mereka berdua dengen beberapa patah kata
Berpikir demikian, ingin sekali ia melongok keluar dari
tempat persembunyiannya untuk melihat siapa yang sedang
di lakukan Hoa Pek Tuo pada saat itu, namun ketika
teringat kembali akan kelicikan serta kecerdikan si kakek
tua itu, dengan cepat ia batalkan niatnya kembali.

Sesaat kemudian suasana diatas tebing batu karang pulih


kembali dalam kesunyian, suara cekcok dari sepasang iblis
itupun tak kedengaran lagi seolah olah mereka sudah jauh
meninggalkan tempat itu.
Kesunyian yang mencekam seluruh jagad ini sangat
menekan perasaan batin Pek In Hoei. Suasana diatas tebing
makin sunyi hatinya semakin tegang dan batinnya semakin
tersiksa. Ia takut secara tiba tiba Hoa Pek Tuo
memperlihatkan siasat keji lain yang memancing dia masuk
dalam jebakan.
Perlahan-lahan tangan kirinya merogoh kadalam saku
ambil keluar tiga batang senjata rahasia naga emas,
batinnya: Seandainya jejakku diketahui oleh mereka, maka
pertama tama akan kusuruh mereka rasakan dahulu
bagaimana lihaynya senjata rahasia naga emas!
Angin malam berhembus sepoi2. Dibawah sorot cahaya
rembulan yang redup tampaklah bayangan bukit cadas
seakan akan berubah jadi sesosok iblis yang sedang
mengincar Pek In Hoei dalam persembunyian.
Ia tertawa getir, pikirnya Sungguh kasihan nasibku,
setiap kali aku harus berusaha mencari jalan hidup dibawah
pengejaran orang. Setiap kali malaikat elmaut tertawa
mengejek dihadapanku, keadaanku tidak jauh berbeda
bagaikan seekor tikus kecil yang selalu melarikan diri dari
jangkauan cakar kucing
Angin malam yang dingin berhembus lewat, ia menggigil
dan bergidik, bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Kenapa aku harus menggerutu dan memikirkan hal
yang bukan bukan? aku percaya malam ini pasti berhasil
melepaskan diri dari bahaya maut, karena malaikat
penyelamat selalu menjaga keselamatan serta keamananku

Dengan tenang ia menanti.... menanti datangnya elmaut


yang mencabut jiwanya.
Kerlipan kunang kunang nan jauh disitu berkelebat
kesana kemari bagaikan api setan dipekuburan. Dia merasa
seolah olah ada mata iblis yang sedang mengincar dirinya.
Mendadak ia tersentak kaget. Sekarang ia dapat melihat
jelas bahwasanya kerlipan kunang kunang yang
dikhayalkan sebagai mata iblis tadi berubah jadi sepasang
biji mata yang penuh memancarkan cahaya kekejaman,
kerlipan mata yang menggidikkan dengan penuh perasaan
dendam sedang menatap dirinya tak berkedip.
Kini, ia yakin seratus persen bahwa ada sapasang
manusia sedang mengintip gerak geriknya dan setiap saat
siap menerkam dirinya.
Tak usah dilihat lebih jauh ia sudah mengerti siapakah
orang itu, pedangnya segera dilintangkan didepan dada siap
menghadapi segala sesuatu yang tidak diinginkan.
Hmmm. Hmmm! Hoa Pek Tuo perlahan lahan
bangkit dari kegelapan, lalu menjengek dengan nada dingin
Keparat cilik, kau masih ingin melarikan diri kemana
lagi?.
Pek In Hoei menggetarkan telapak kirinya siap
mengambilkan senjata rahasia naga emas yang
digenggamnya, tapi dengan cepat satu ingatan berkelebat
dalam benaknya. Ia batalkan maksud tersebut dan segera
masukkan kembali senjata rahasia tadi kedalam saku,
kemudian dengan dada lapang meloncat keluar dari tempat
persembunyian.
Hoa Pek Tuo tertawa dingin: Hee... hee... hee...
sekalipun kau licik dan banyak akal, jangan harap bisa
melepaskan diri dari cengkeram loohu. Hmmm, Pek In

Hoei! tahukah kau sudah berapa lama loohu mengincar


dirimu dari situ?.
Pek In Hoei mendengus sinis. Ia dongakkan kepalanya
dan perlahan-lahan melangkah ke atas batu karang.
Meskipun hatinya berdebar debar tetapi menghadapi
tantangan perang menjelang kematiannya, ia malah tidak
gentar, hatinya makin lama semakin tenang.
Memandang bayangan panggungnya Hoa Pek Tuo ia
tertawa dingin, melangkah demi selangkah diapun meloncat
keatas batu cadas yang bidang tersebut.
(Oo-dwkz-oO)
Jilid 20
SEKILAS memandang Pek In Hoei telah menangkap
adanya dua sosok bayangan manusia yang tinggi besar
berdiri tepat di atas gua karang di mana ia
menyembunyikan diri tadi.
Keparat cilik teriak kakek she Hoa itu. Kematian
sudah berada dldepan pintu. Namun sebelum malaikat
elmaut mencabut nyawamu, aku beri kesempatan
kepadamu untuk menjumpai jagoan yang terlihay dari
kalangan jahat. Mereka adalah Cia Kak Sin Mo Iblis
Sakti Berkaki Telanjang Kong Yo Leng serta Pek Giok
Jien Mo Iblis Khiem Kumala Hijau Mie Liok Nio
Perlahan lahan Pek In Hoei mengangguk Sungguh
besar kegembiraan kalian berdua. Ditengah malam buta
sedingin ini kamu berdua masih sudi menemani Hoa Pek
Tuo untuk datang kemari menikmati rembulan digunung
yang tandus

Cia Kak Sio Mo tertegun, kemudian sambil menepuk


kepalanya yang botak bentaknya keras2: Keparat ciiik, jadi
kaulah yang bernama Pek In Hoei dari partai Thiam Cong
Dikolong langit hanya ada seorang yang bernama Pek
In Hoei dan dia adalah aku, masa ada orang kedua?
Rupanya Cia Kak Sio Mo tidak menyangka kalau
keberanian Pek In Hoei begitu besar kendati sudah
terkepung oleh tiga orang jagoan yang terlihay dalam dunia
persilatan dewasa ini, bukan saja tidak menampilkan rasa
gugup atau terperanjat bahkan malahan tenang dan
tersenyum.
Ia lantas mendongak dan tertawa terbahak-bahak,
Haa... haa.... haa.... keparat cilik, besar benar nyalimu!.
Criiiing...!
Pek Giok Jien Mo menyentil senar khiemnya, lalu
membentak: Pek In Hoei, besar benar nyalimu berani
melukai muridku, Hmmm, rupanya kau sudah bosan
hidup?.
Oleh getaran irama khiem tersebut Pek In Hoei rasakan
ulu hatinya seakan akan ditusuk oleh benang tajam. Begitu
sakitnya hingga darah amis segera naik ke atas tenggorokan
dan hampir saja muntah darah.
Ia gigit darahnya kencang kencang menahan penderitaan
yang dirasakan dalam tubuhnya. Dengan suara dingin
segera jawabnya: Asalkan kau tidak memperdulikan
kedudukan serta usiamu, mari.... mari.... dengan senang
hati kusambut kedatangan kamu semua dan aku Pek In
Hoei akan layani kalian hanya mengandalkan sebilah
pedang ini

Keparat cilik geram Kong Yo Leng dengan marahnya,


Kau berani mengucapkan kata kata seperti itu? ku jagal
dirimu.
Sekali ayun mendadak sepuluh batang pedang pendek
laksana kilat meluncur ke arah tubuh sianak muda itu.
Dengan cepat Pek In Hoei mengeluarkan pedangnya,
dengan jurus Jiet Im Si Pian atau Bayangan Sang Surya
Condong Kebarat ia bentuk selapis cahaya pedang yang
segera melindungi seluruh tubuhnya.
Cia Kak Sin Mo mendengus dingin. Kesepuluh jarinya
disentilkan berbareng sepuluh bilah pedang pendek dengan
disertai hawa khikang yang kuat dengan cepat meluncur
kembali ke depan.
Duuuk.... duuuk.... cahaya tajam mendadak sirap,
pedang panjang itu dengan di iringi cahaya panjang
melayang ke angkasa dan rontok kurang lebih dua tombak
dari tempat semula.
Oleh desakan hawa khiekang yang maha dahsyat, tubuh
Pek In Hoei terdorong mundur ke belakang hingga jatuh
terduduk di atasi batu cadas, tak tahan lagi ia berseru berat
dan menyemburkan darah segar dari mulutnya.
Sekalipun begitu, pemuda kita tidak menjadi gentar.
Perlahan-lahan ia bangkit berdiri dengan pandangan yang
sangat dingin ditatapnya wajah Cia Kak Sin Mo tajam
tajam.
Keparat cilik, apa yang hendak kau katakan lagi?
jengek Kong Yo Leng dengan nada seram.
Sikapmu yang kejam terhadap diriku saat ini, pasti akan
kubayar kembali beserta bunga bunganya dikemudian hari

Haa.... haa.... haa.... dua kali Loohu merantau dalam


dunia persilatan, entah sudah berapa banyak manusia yang
kubunuh mati, tapi.... coba kau lihat, bukankah hingga kini
aku masih hidup dalam keadaan segar bugar?
Mendadak gelak tertawa terputus ditengah jalan. Dengan
pandangan mendelong ditatapnya wajah Pek In Hoei tajam,
tanpa sadar sekujur badannya bergidik.
Ternyata secara mendadak ia telah menjumpai bekas
merah darah yang terdapat pada kening pemuda tersebut.
Bekas merah itu kian dipandang kian bertambah nyata.
Raut wajahnya yang ganteng penuh diliputi napsu
membunuh, sikap serta keadaan dari sianak muda itu
membuat hatinya tanpa sadar jadi ciut.
Keparat, kenapa kau melototi terus diriku! hardiknya
dengan penuh kemarahan.
Pek In Hoei tetap membungkam, sementara sorot
matanya buas menggidikkan memancar keluar semakin
nyata.
Diam diam dia tarik nafas panjang panjang, pikirnya:
Seram benar pandangan mata keparat cilik. Maknya....
kalau tidak cepat-cepat kujagal bangsat ini, setiap kali
kutemui dirinya hatiku bisa jadi keder dan bulu kudukku
tanpa sadar pada bangun berdiri
Hoa Pek Tuo sebagai manusia yang amat cerdik segera
dapat merasakan apa yang sedang dipikirkan Cia Kak Sin
Mo dari tingkah laku iblis tersebut, dengan nada dingin
segera serunya: Kong Yo Leng heng jangan terpengaruh
oleh sorot matanya yang seram. Keparat cilik ini
mempunyai ilmu pembetot sukma
Kong Yo Leng meraung keras badannya cepat berputar
diangkasa, kaki kanannya diangkat dan laksana kilat

mengirim beberapa buah tendangan berantai ke arah tubuh


pemuda tersebut.
Dalam tendangannya ini dia telah menggunakan ilmu
tendangan Teng Thian Lak Lee yang maha dahsyat dari
aliran Seng Sut Hay. Ilmu ini adalah hasil ciptaannya
setelah ia diusir dari daratan Tionggoan oleh tiga dewa dari
luar lautan.
Begitu tendangan tersebut dilancarkan, tak mungkin bagi
pihak lawannya untuk menghindar, tidak ampun lagi
serangan tersebut dengan telak bersarang di dada Pek In
Hoei.
Untung si anak muda itu mengenakan kutang pelindung
badan yang melindungi tubuhnya. Sekalipun begitu ia
rasakan dadanya seakan akan dihajar oleh martil besar yang
membuat jantung serta isi perutnya bergolak keras.
Mengikuti datangnya tendangan tadi, badannya mencelat
tujuh delapan depa dari tempat semula dan jatuh terbanting
di atas tanah.
Ia menghembuskan napas panjang, matanya dengan
cepat terputar ke samping, dilihatnya pedang penghancur
sang surya miliknya tepat menancap di atas batu cadas
kurang lebih lima depa dari sisi tubuhnya.
Air bercampur darah mengucur keluar diri bibir,
perlahan lahan dia angkat ujung bajunya untuk
membersihkan noda darah tersebut. Setelah mengendorkan
tubuhnya yang menegang, hawa murni segera disalurkan
mengelilingi seluruh tubuh.
Manyaksikan keadaan lawannya, Hoa Pek Tuo tertawa
seram, serunya dingin: Pek In Hoei, kau berlagak pintar
dan secara beruntun mengatur dua jebakan yang licik, kau
anggap dengan berbuat demikian lantas bisa melepaskan

diri dari cengkeramanku? Hmm.... hmmm.... kau terlalu


pandang rendah aku orang she-Hoa.
Dengan mulut membungkam, Pek In Hoei memandang
sekejap ke arahnya, kemudian sambil bangkit dari atas
tanah katanya Kau anggap dirimu paling cerdik di dunia
dan tiada tandingannya, kenapa sampai tertipu olehku?.
Hoa Pek Tuo memandang sekejap wajah lawannya yang
dihiasi dengan senyuman mengejek, kemudian tertawa
hambar. Ooouw.... jadi kau anggap aku sudah berhasil kau
kelabuhi dengan siasat suara ditimur menghantam dibarat
serta siasat benteng kosongmu?.
Diam diam Pek In Hoei pun terperanjat atas kehebatan
orang, ia tidak menyangka siasat benteng kosong yang
dipergunakan olehnya di balik tebalnya asap hitam berhasil
diketahui orang tapi setelah ia berpikir sejarak tanpa sadar
pemuda kita ini mendongak dan tertawa ter bahak2.
Silahkan tertawa sepuas puasnya seru Hoa Pak Tuo
ketus Karena sebentar lagi kau akan merasakan siksaan
lima racun yang terkeji dlkolong langit.
Hmmm, terangkan dahulu kapankah aku telah
menggunakan siasat benteng kosong untuk mengelabuhi
dirimu?.
Kalau tidak kuberitahukan kepadamu, mungkin kau
tidak rela. Hmmm, sejak kapan dalam perkampungan telah
kedatangan Thian Liong Toa Lhama....?.
Haa.... haa.... haa.... ternyata peristiwa inilah yang kau
anggap sebagai siasat benteng kosong tukas Pek In Hoei
tidak menanti lawannya menyelesaikan perkataan itu.
Hmmm saat ini Thian Liong Toa Lhama serta kedua
orang
saudaranya
telah
menyusup
kedalam
perkampunganmu untuk mencari bukti-bukti yang

menerangkan atas persekongkolanmu


Mongol untuk melawan Sri Baginda

dengan

orang

Hoa Loo, dari mana ia bisa mengatakan hal tersebut?


cepat cepat Cia Kak Sin Mo berseru dengan wajah
melengak.
Kong Yo heng tak usah mendengarkan obrolan dari
bangsat cilik ini. Apa yang diutarakan tidak lebih hanya
ocehannya sebelum ajal menimpa dirinya.
hee.... hee.... hee.... kalau kau tidak percaya,
buktikanlah sendiri perkataanku seru Pek In Hoei sambil
tertawa dingin Pada saat ini Ku Loei serta Chin Tiong
telah ditangkap jago naga emas It Boen Chiu dan digusur ke
dalam istana gubernur!
Sungguhkah peristiwa ini? bentak Kong Yo Leng
dengan mata melotot.
Siapa yang membohongi dirimu? dalam operasinya kali
ini, Thian Liong Toa Lhama telah memimpin sepuluh
orang perwira kelas satu serta dua puluh orang perwira
kelas dua
Hee.... hee.... hee.... darimana kau bisa mengetahui
akan peristiwa ini?
Sebab cayhe adalah ialah satu diantara perwira tinggi
kelas dua yang di pimpin olehnya
Kong Yo Leng menjerit aneh, kelima jari tangen
kanannya segera menyentil ke depan, kuku yang panjang
direntangkan dan laksana lima bilah pisau kecil secara
berbareng menusuk ulu hati Pek In Hoei.
===0d0w0===

Sementara itu, Hoa Pek Tuo sedang mempertimbangkan


kebenaran dari ucapan si anak muda itu. Menyaksikan
serangan Kong Yo Leng sudah hampir mencabut jiwa
musuhnya, dengan hati terperanjat segera teriaknya: Kong
Yo heng jangan kau bunuh dulu bangsat cilik ini!
Dengan cepat tubuhnya meluncur ke depan. Ujung baju
dikebaskan ke depan menggulung kelima jari Kong Yo
Leng dan menghadang dihadapan Pek In Hoei.
Criiiing....! getaran senar khiem beedengung di angkasa,
sekilas bayangan hijau berkelebat kemuka menghadang di
hadapan Kong Yo Leng, Sementara sebuah khiem kuno
berwarna hijau menghantam Cia Kak Sin Mo.
Mimpipun Kong Yo Leng tidak menyangka kalau
serangannya akan memancing tangkisan gabungan dari
kedua orang rekannya, buru buru ia tekan lengan kanannya
ke bawah, sikutnya miring lima coen ke samping dan
bergesek dengan khiem antik miiik istrinya.
Ketiga orang itu sama sama merupakan jago lihay yang
berkepandaian tinggi, dengan sendirinya maju mundur
merekapun dilakukan dengan kecepatan bagaikan kilat,
hanya sedikit bersentuhan mereka telah saling berpisah
kembali.
Setan tua! maki Mie Liok Nio dengan gusar.
Terhadap pemuda ingusan macam itupun kau hendak
turun tangan keji. Hmmm sungguh tak tahu malu.
Kong Yo Leng sendiripun sadar bahwa tidak
sepantasnya kalau ia binasakan Pek In Hoei dalam keadaan
gusar, maka tatkala ditegur oleh istrinya dengan tersipu-sipu
ia lantas berkata: hujien, apa sangkut pautnya persoalan
ini dengan tahu malu ataa tidak tahu malu?

Iblis Khiem Kumala Hijau melotot bulat, kelima jarinya


menyentil di atas senjata khiem nya Criiing getaran
nyaring segera membelah bumi.
Irama khiem tersebut seakan akan sebilah pisau yang
menarik hati Ko Yo Leng. Dengan alis berkerut memaksa
iblis tersebut mundur dua langkah ke belakang.
Setan tua kau berani berkelahi? teriak Mio Liok Nio.
Sambil mengusap kepalanya yang botak, Iblis Sakti
Berkaki Telanjang tertawa jengah. Oooh. hujien,
anggaplah aku jeri padamu, janganlah kau perlihatkan
kecelaanku di depan Hoa heng, mau bukan?
Enso untuk kali ini ampunilah diri Kong Yo heng
buru2 Hoa Pek Tuo pun ikut menimbrung, Karena
mendengar kedua keponakannya ditawan orang, ia telah
gusar dan hilang kesadaran.... hal ini iak bisa disalahkan
dirinya
Kemudian sambil angkat tangan kanannya menghadap
Cia Kak Sin Mo, katanya pula: Kong Yo heng, coba kau
lihat pedang kecil panembus hatimu telah merusak
pakaianku, besok kau harus ganti pakaianku dengan satu
stel pakaian baru.
Kong Yo Leng memandang ke arah yang ditunjuk,
sedikitpun tidak salah, ujung jubah Hoa Pek Tuo telah kena
dilubangi oleh kesepuluh jarinya yang sedang menggunakan
ilmu pedarg kecil penembus hati.
Ia mengerti Hoa Pek Tuo sedang bantu dirinya untuk
mengalihkan pembicaraan, maka ia lantas tertawa terbahak
bahak. haa.... haa.... haa.... baik, baik, besok aku pasti
akan mengganti dengan dua stel jubah baru
Melihat tingkat laku kedua orang itu, Mie Liok Nio
mendengus dingin, Manusia yang tak becus, terhadap

seorang bocah cilik yang sudah terluka parah yang tak


sanggup kau bunuh dalam dua serangan berantai, sudah
begitu masih juga tak tahu malu hendak menyerang lagi.
Hmmm. sebetulnya kau punya rasa malu tidak?
Kong to Leng tertawa getir, ia merasa lebih baik
bungkam dalam seribu bahasa daripada dimaki lebih jauh.
Keparat cilik ini sangat licik dan banyak aksinya sela
Hoa Pek Tuo dari samping. Tidak bisa salahkan Kong Yo
heng jadi kalap ketika ia mendengar dia adalah perwira dari
istana dan kedua keponakannya ditawan
Oooh. Jadi kau anggap muridku bukan orang? tukas
Mie Liok Nio dengan mata melotot Ia telah dihantam
sampai terluka oleh keparat cilik ini. Apakah kau tak boleh
menanyai dirinya hingga jelas?
Sambil menyentil khiem, katanya menambahkan:
Sekarang aku hendak bertanya kepadanya. Aku minta
kamu berdua tak usah ikut mencampuri urusan.
Setelah melotot sekejap ke arah Cia Kak Sin Mo,
perempuan itu segera melangkah mendekati Pek In Hoei.
Menggunakan kesempatan selama sepasang iblis itu
seling bercekcok, Pek In Hoei telah coba menyalurkan hawa
murninya mengelilingi seluruh tubuh. Sekalipun ia tak
berhasil menghimpun kembali seluruh kekuatannya, namun
selama ini ia telah peroleh sedikit kemajuan.
Saat itulah Mie Liok Nio dengan langkah yang enteng
dan cepat telah melayang ke hadapannya. Berlainan dengan
sikap Cia Kak Sln Mo, sikap perempuan ini amat baik dan
ramah.
Benarkah kau adalah perwira kelas satu dari istana?.

Dengan wajah melengak Pek In Hoei angkat kepalanya.


Tampaklah Iblis Khiem Kemala Hijau ini memakai baju
berwarna hijau dengan sebuah tusuk kemala warna hijau
menancap di atas kepalanya, sepatunya terbuat dari kain
hijau dan di bawah sorot cahaya rembulan nampak seluruh
tubuhnya berwarna serba hijau.
Wajahnya meski sudah dipenuhi oleh kerutan, namun
masih nampak dengan jelas kecantikan wajahnya dikala
muda.
Hanya sayang pada kening perempuan itu terdapat
selapis kulit berwarna hitam pekat, membuat wajahnya
kelihatan rada menakutkan di tengah malam buta tersebut.
Sungguh tak kusangka suhu dari Kim In Eng cianpwee
adalah perempuan semacam ini pikirnya. Semula aku
masih mengira jagoan lihay dari samudra Seng Sut Hay ini
pastilah seorang gembong iblis yang berhati kejam, tak
kusangka sikapnya jauh berbeda dengan Cia Kak Sin Mo
(Oo-dwkz-oO)
15
DALAM pada itu tatkala dilihatnya pemuda itu tidak
menjawab pertanyaannya malahan mamandang ke arahnya
dengan termangu-mangu, timbul rasa kasihan dalam hati
Mie Liok Nio, kembali bisiknya lirih: Parahkah luka yang
kau derita?
Sejak perkenalannya dengan Iblis Khiem Kumala Hijau,
belum pernah Kong Yo Leng menyaksikan sikap istrinya
yang begitu lembut dan halus. Ia nampak tertegun sejenak
kemudian rasa cemburu yang hebat segera bergelora dalam
dadanya.

===0d0w0===
Keparat cilik itu sudah kena tendangan mautku
teriaknya keras-keras, Tak mungkin dia bisa hidup lebih
lama dari setengah jam, kau anggap dia masih bisa
ditolong?.
Mie Liok Nio sendiripun diam-diam merasa terperanjat
atas ucapannya yang begitu lembut dan halus, sekarang
mendengar teriakan Kong Yo Leng yang diliputi rasa
cemburu, ia jadi mendongkol bercampur geli, diam-diam
makinya: Setan tua sialan, kenapa tidak kau lihat dulu
berapa besar usia bocah ini? Dia sudah mirip anakku.
Hmm! masa pada masa seperti inipun kau masih menaruh
cemburu terhadapku
Air mukanya segera berubah hebat, dan agak pura pura
berlagak marah teriaknya: Hey setan tua, siapa suruh kau
mencampuri urusan Loo nio? kalau kau bersikeras hendak
turut campur.... baiklah jangan kau anggap kepandaian
Teng Thian Lek Tee mu itu lihay. Kalau Loo nio sedang
senang, bagaimanapun parahnya luka dalam yang ia derita,
aku masih sanggup untuk menyembuhkan
Hoa Pek Tuo mengerti bagaimanakah tabiat dari nyonya
ini. Karena takut dalam gusarnya perempuan itu sampai
turun tangan melindungi Pek In Hoei, maka buru-buru ia
maju menghampiri mereka seraya berkata Enso, tak
usahlah kau ribut terus dengan Kong Yo heng.... bukankah
kalian adalah suami istri?
Cerewet,
urusanku....?

siapa

suruh

kaupun

mencampuri

Ketanggor batunya, dengan wajah jengah Hoa Pek Tuo


segara tertawa lirih. Enso, kenapa napsumu malam ini
begitu besar?.
Iblis Khiem Kumala Hijau sama sekali tidak menggubris
dirinya, kepada Pek In Hoei kembali ia menegur, Apakah
kau merasa sangat menderita?.
Dengan mulut membungkam Pek In Hoei tundukkan
kepalanya rendah rendah, tak sepatah kata pun yang
diutarakan keluar.
Menyaksikan sikapnya yang sedih dan murung, Mie
Liok Nio segera menghela napas panjang Aku mengerti
penderitaan yang paling menyiksa dirimu berada didalam
hati dan bukan dalam tubuh, tetapi.... kembali ia menghela
nafas panjang. dalam kehidupan seorang manusia
memang sudah sewajarnya kalau suatu ketika menderita
kekalahan. Kau masih muda dan masih punya banyak
kesempatan untuk berjuang kembali merebut kemenangan
tersebut janganlah kau berputus asa dan patah semangat
ditengah jalan....
Pek In Hoei terperanjat, mimpipun ia tak pernah
menyangka kalau Pek Ciok Jien Mo seorang iblis
perempuan yang amat disegani orang Bu-lim sejak puluhan
tahun berselang kini bisa mengucapkan perkataan seperti itu
kepadanya. Dengan hati tertegun ia segera mendongak ke
arah Iblis Khiem Kumala Hijau tersebut, katanya lagi:
Tahukah kau bahwa sepanjang masa aku menaruh rasa
simpatik terhadap partai Thiam Cong. Tahukah kau bahwa
murid ku mempunyai hubungan cinta yang sangat
mendalam dengan Cia Cang Gak
Teringat akan hubungan cinta antara Kim In Eng dengan
Cia Ceng Gak pada masa yang silam, perlahan lahan Pek In

Hoei menghela napas panjang, Aku pernah mendengar


kisah ini dari mulut Kim cianpwee sendiri sahutnya.
Ooooo.... kiranya begitu, lalu apa sebabnya kau hantam
dirinya hingga terluka parah?
Kapan aku telah.... mendadak si anak muda itu
temukan bahwasanya Hoa Pek Tuo sedang mencuri dengar
pembicaraan mereka dari sisi kalangan. Otaknya dengan
cepat berputar. Tatkala aku tinggalkan lorong rahasia
tersebut, Kim cianpwee masih ada bersama sama Wie Chin
Siang. Ketika itu Hoa Pek Tuo baru saja menerjang masuk
ke dalam. Seandainya dia benar benar terluka maka ia pasti
masih berada dalam lorong rahasia itu.
Sungguhkah perkataanmu itu? tanya Mie Liok Nio
setelah termenung sejenak.
Kematian telah berada di ambang pintu, buat apa
boanpwee bicara bohong?
Pek Giok Jieo Mo berseru tertahan, tangan kanannya
segera menyentil keras senar khiem nya hingga serentetan
irama yang tajam menggema di angkasa.
Pek In Hoei tertegun dan melongo, pada saat itulah
sebutir pil mendadak melayang masuk ke dalam mulutnya
bersamaan dengan berkumandangnya irama musik tersebut.
Mie Liok Nio segera tepuk bahunya kemudian perlahan
lahan bangkit berdiri.
Diikuti
serentetan
suara
bisikan
yang halus
berkumandang masuk ke dalam telinganya: Pil tersebut
adalah Si Beng-Wan, pil penyambung nyawa dari Hoa Pek
Tio, Setelah kau telan obat itu maka jiwamu pasti akan
selamat.

Tidak sempat ia memecahkan dari ucapan Mio Liok Nio


yang disampaikan dengan ilmu menyampaikan suara itu,
pil tadi sudah melumer dan masuk kedalam perutnya.
Terpaksa ia tertawa getir sambil berpikir: Kali ini terpaksa
aku harus pasrah dengan nasib. Perduli obat tadi adalah
racun atau obat dewa, dalam keadaan begini aku tak bisa
berbuat lain....
Sementara itu Pek Giok Jien Mo dengan wajah
menyeramkan telah menyemprot Hoa Pek Tuo dengan
kata2 yang pedas Bagus.... bagus sekali perbuatanmu. Hey
setan tua, kau ikuti Loo Nio berlalu diri sini!
Tanpa menantikan jawaban dari suaminya lagi ia segera
berkelebat menuju ke arah perkampungan.
Dalam keadaan begini Cia Kak Sin Mo tidak berani
berbuat lain kecuali buru-buru menyusulnya dari belakang.
Hoa Pek Tuo bukanlah manusia bodoh, sekali
memandang perubahan wajah Iblis Khiem Kumala Hijau,
ia segera dapat menebak apa maksud perempuan itu
menuju ke perkampungannya.
Dengan wajah dingin kaku segera tegurnya: Pek In
Hoei, sebelum ajal meminta dirimu ternyata kau masih juga
usil mulut
Setelah menelan pil tadi Pek In Hoei merasakan dadanya
jadi segar dan hawa murni yang tersebar kemana-mana
itupun perlahan-lahan terhimpun kembali kedalam
pusarnya. Ia mengerti asal ada waktu satu satu baginya
untuk mengatur perasaan maka tujuh delapan bagian luka
dalamnya akan berhasil disembuhkan.
Pelbagai ingatan dengan cepat berkelebat dalam
benaknya, sesaat kemudian ia baru berkata: Hoa Pek Tuo,
tahukah kau bahwa aku telah menggunakan empat buah

siasat untuk menipu dirimu? Inginkah kau mengetahui


keempat buah siasat yang telah kugunakan itu?.
Hmmm, hingga keadaan seperti inipun kau hendak
mencoba menipu aku? sekalipun lidahmu jadi kering, tidak
nanti aku akan mempercayai dirimu lagi.
Dengarkanlah aku telah menggunakan siasat Malam
malam
menyeberangi
sungai,
kepompong
emas
meninggalkan kerangnya, Saat ditimur menghantam
dibarat serta terakhir masih ada sebuah siasat lagi yakni
siasat menyeret pedang!.
Siasat menyeret pedang? Hoa Pek Tuo melengak Apa
itu siasat menyeret pedang?. Aku cuma pernah dengar ada
siasat Si To Ci....
Mendadak Pek In Hoei membentak keras, tubuhnya
bergelinding ke samping dan menyambar pedang
penghancur sang surya yang menggeletak disitu kemudian
laksana kilat disambitkan ke arah Hoa Pek Tuo.
Jarak antara Hoa Pek Tuo dengan Pek In Hoei sangat
dekat sekali, ia tidak menyangka dalam keadaan yang
kepepet si anak muda itu masih sanggup menjalankan siasat
menyeret pedang.
Sebelum ingatan kedua berkelebat dalam benaknya,
dengan disertai desiran tajam pedang itu telah meluncur
kehadapannya
Buru-buru ia membentak keras, sepasang tangannya
direntang lalu dlgetarkan keras. Dengan kerahkan Ilmu Poh
Giok Kang ia bendung datangnya ancaman tersebut.
Segulung angin pukulan bagaikan gulungan air sungai
yang membobolkan bandungan segera menerjang kedepan.
Pek In Hoei menjerit kaget, sebelum ia sempat berbuat

sesuatu badannya sudah terhajar roboh ke bawah tebing


oleh sapuan angin serangan tadi.
Pedangnya terlepas dari cekalan, sementara itu jeritan
ngeri dan lengking dari Pek In Hoei berkumandang datang
dari bawah tebing.
Perlahan lahan Hoa Pek Tuo berjalan mendekati tepi
jurang, tampaklah kabut menutupi permukaan. Bayangan
Pek In Hoel telah lenyap tertelan oleh jurang yang
menganga sedalam ratusan tombak.
===0d0w0===
16
DI BAWAH sorot cahaya rembulan, yang tertinggal
hanyalah bunyi angin malam yang berhembus sepoi serta
percikan air nan jauh di bawah sana. Dengan termangumangu Hoa Pek Tuo memandang gusuran air dari air
terjun, hatinya terasa hampa dan kosong, disamping puas
karena usahanya berhasil ia pun merasa kecewa.
Ia menghela nafas panjang pikirnya: Sejak kini dikolong
langit tak akan ada manusia kedua yang sanggup bertanding
kecerdasan dengan diriku lagi. Aaaai.... sungguh tak
kusangka pemuda yang cerdik dan baru saja tumbuh dari
kedewasaannya harus mati dalam usia begini muda....
Ia menyeka embun yang membasahi wajahnya,
kemudian berpikir lebih jauh: Sungguh teramat sayang
bagaikan sebuah bintang cemerlang yang baru saja muncul
di angkasa, namun dengan cepatnya lenyap tertelan oleh
kegelapan
Angin malam berhembus lewat membuat tubuhnya
menggigil, ia tersentak bangun dari lamunannya.

Teringat akan kekesalan serta rasa kecewa yang


ditampilkan olehnya akibat kematian Pek In Hoei, si kakek
tua itu tertawa geli. Ia merasa tingkah lakunya sinting dan
tidak waras.
Dalam hatiku selalu berharap agar dia mati
dihadapanku, kenapa setelah ia mati binasa masuk kedalam
jurang aku harus merasa kecewa dan sedih.... apakah aku
merasa kematiannya terlalu pagi? atau merasa tidak puas
karena ia belum merasakan siksaan ilmu racunku yang
terkeji di kolong langit?.
Ia termenung beberapa saat lamanya namun tidak jelas
juga apa sebabnya ia mempunyai plkiran demikian. Lama
sekali kakek itu berdiri termangu-mangu memikirkan
persoalan ini.
Dalam kenyataan, pemikiran semacam ini hanya akan
muncul pada seseorang yang berakal panjang, belum pernah
ia terjebak ditangan orang lain dan yang ia tahu hanyalah
orang yang terjebak ditangannya.
Tetapi sejak menyusupnya Pak in Hoei secara tiba-tiba
kedalam perkampungan Tay-bie San cung nya, kemudian
secara beruntun menghancurkan rencana besar yang telah ia
susun dengan susah payah, ia malah dibikin kelabakan dan
kebingungan.
Yang paling mengesalkan lagi, Pek in Hoei tiada
hentinya dengan menggunakan kecerdasan yang ia miliki
menggertak serta mendesak dirinya. Berulang kali dengan
menggunakan beberapa macam siasat yang umum
mengalahkan dirinya serta menipu dirinya
Maka dari itu ia lantas menganggap bahwa si anak muda
itu adalah satu-satunya orang yang dapat menandingi
kecerdasan otaknya.

Berada dalam keadaan begini, maka timbullah


keinginannya untuk menghancurkan semua siasat lawan
serta mengalahkan pula kecerdasan yang dimiliki pihak
lawan.
Siapa sangka secara tiba tiba ia mati di hadapannya....
atau paling sedikit ia percaya Pek In Hoei yang telah
menderita luka parah dan terjatuh kedalam jurang sedalam
ratusan tombak tak mungkin punya harapan untuk hidup
lebih jauh.
Setelah satu-satunya lawan tangguh yang blsa
mengimbangi kecerdasannya mati, para jago yang ada
dikolong langit tak nanti bisa mengimbangi kekuatannya
lagi. Kesepian serta kesunyian inilah membuat ia jadi
hampa dan kecewa.
Siasat menyeret pedang? ia gelengkan kepalanya dan
tertawa geli. Sungguh tak nyana ia bisa mencari nama
yang sabagus ini untuk siasatnya itu....
Memandang pedang penghancur sang surya yang berada
ditangannya, kembali ia bergumam seorang diri:
Bagaimanapun juga, seluruh partai Thiam Cong telah
hancur dan musnah. Sejak ini kolong langit adalah berada
didalam kantungku
Mendadak cuaca disekeliling tempat itu jadi gelap,
seakan-akan berlapis-lapis awan hitam telah menutupi
seluruh jagad.
Dengan perasaan terperanjat Hoa Pek Tuo mendongak,
memandang awan hitam yang menutupi cahaya rembulan.
Ia bersuit nyaring, seluruh rasa mangkel dan kesalnya
disalurkan keluar.
Pada saat itulah mendadak dalam benaknya terbayang
kembali tubuh Chin Siang yang bugil dan menggiurkan.

Nafsu birahi yang selama ini terpendam


kembali.... makin lama makin tak tahan....

bergolak

Ia segera bersuit nyaring, bagaikan seekor burung


rajawali laksana kilat si orang tua itu berkelebat menembusi
angkasa dan hilang musnah tertelan kegelapan.
Bagaimana nasib Pek In Hoei selanjutnya, apakah ia
benar mati ditelan oleh jurang yang sangat dalam
mengerikan itu....?
Bagaimana pula nasib Wie Chin Siang yang berbaring
tak sadarkan diri dalam keadaan telanjang bulat? apakah ia
berhasil dilalap oleh Hoa Pek Tuo si tua bangka itu?
Untuk mengetahui kesemuanya ini, silahkan anda
membaca kelanjutan dari kisah ini dalam:
Imam Tanpa Bayangan Bagian Kedua
TAMAT

Anda mungkin juga menyukai