Anda di halaman 1dari 38

HALAMAN JUDUL

ANALISIS DNA SEBAGAI BUKTI YURIDIS DALAM PEMERIKSAAN

FORENSIK SESUAI DENGAN PASAL 184 KUHAP

Proposal Tesis

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Hukum Militer

Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelar Magister Hukum Kesehatan

Oleh

dr. Idul Saputra

NIM:2003008

SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER

JAKARTA

2022

I
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL PENELITIAN

JUDUL : ANALISIS DNA SEBAGAI BUKTI YURIDIS DALAM PEMERIKSAAN


FORENSIK SESUAI DENGAN PASAL 184 KUHAP, SISTEMATIK
REVIEW

PENYUSUN : dr. IDUL SAPUTRA, CKM

NIM : 2003008

Menyetujui Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Mayjen (Purn) DR.dr.Heridadi.M.SC

Mengetahui

Ketua Prodi/ Jurusan

Sekolah Tinggi Hukum Militer

II
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS DNA SEBAGAI BUKTI YURIDIS DALAM PEMERIKSAAN FORENSIK


SESUAI DENGAN PASAL 184 KUHAP, SISTEMATIK REVIEW

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Hukum pada
Program Studi S2 Magister Hukum Kesehatan Sekolah Tinggi Militer

Diajukan Oleh:

dr. Idul Saputra

NIM 2003008

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Mayjen (Purn) DR.dr.Heridadi M.Sc

Mengetahui:

Ketua Departemen Ketua Program Studi S2 ……

III
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................................I

LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL PENELITIAN......................................................................II

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................................III

DAFTAR ISI.............................................................................................................................IV

A. LATAR BELAKANG............................................................................................................1

B. POKOK PERMASALAHAN.................................................................................................9

C. TUJUAN PENULISAN........................................................................................................9

D. MANFAAT PENELITIAN.....................................................................................................9

E. KERANGKA TEORI DAN DEFINISI OPERASIONAL.............................................................10

1 Tinjauan Alat Bukti dan Pembuktian........................................................................................10

2 Teori Pembuktian....................................................................................................................14

3 Mekanisme Tes DNA................................................................................................................17

4 Kerangka Teori.........................................................................................................................21

a. Teori Keabsahan Tes DNA Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Pidana................................................21

b. Teori Pembuktian............................................................................................................................ 24

IV
5 Definisi Operasional.................................................................................................................26

F. METODE PENELITIAN.....................................................................................................27

1. Jenis Penelitian.............................................................................................................................27

2. Spesifikasi Penelitian....................................................................................................................28

3. Pendekatan Penelitian.................................................................................................................28

4. Sumber Data................................................................................................................................29

G. SISTEMATIKA PENELITIAN..............................................................................................29

H. DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................30

V
A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Undang-undang 1

merupakan aturan negara yang di telah dibuat oleh lembaga khusus pemerintahan

seperti menteri, badan eksekutif, dan lain sebagainya. Udang-undang ini lalu akan di

sah kan oleh parlemen seperti dewan perwakilan rakyat, badan legislatif, dan

sebagainya. Setelah di sah kan oleh parlemen maka akan ditandatangi oleh kepala

negara untuk memiliki kekuatan yang mengikat.

KUHAP (Kitab Undang-Undang Acara Pidana) yang merupakan kumpulan aturan

aturan hukum yang berisi tata cara dalam membuat dan menjalankan hukum yang ada.

Pasal 184 KUHAP merupakan peraturan yang membahas tentang bentuk-bentuk alat

bukti yang dapat diterima oleh pemerintah. Bentuk bentuk bukti yang dimaksud dalam

pasal ini adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan

terdakwa, dan juga hal yang secara umum dapat dibuktikan bahwa hal tersebut salah.

Forensik2 merupakan merupakan sebuah penerapan dari berbagai bidang

dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan yang diperlukan dalam sistem hukum yang

ada. Forensik tersendiri merangkum dari metode yang bersifat ilmiah yang terbentuk

dari fakta fakta kejadian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Bukti

merupakan sesuatu yang menyatakan kebenaran atau kenyataan dalam suatu

peristiwa, sedangkan yuridis merupakan hukum. Berdasarkan pengertian tersebut Bukti

Yuridis merupakan suatu hal yang menyarakan kebenaran dimata hukum. Dalam dunia

hukum forensik dianggap sebagai bukti yuridis yang digunakan untuk melakukan
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, Undang-undang, https://kbbi.web.id/undang-2 diakses pada 24
Mei 2023
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, Forensik, https://kbbi.web.id/forensik diakses pada 24 Mei
2023

1
penelitian terhadap mayat, bangkai, dan sejenisnya melalui bukti yang ditemukan di

tempat kejadian perkara.

Ditengah kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, beberapa penemuan-

penemuan baru teknologi sedikit banyak membantu dalam upaya-upaya hukum di

indonesia. Diantaranya teknologi perekaman suara, perekaman gambar, pelacakan

digital, sidik jari dan tes DNA.

Tes DNA dalam sebuah praktik, merujuk kepada cabang ilmu yaitu DNA

Forensik, dimana DNA forensik adalah teknik identifikasi individu berdasarkan profil

DNA. Profil DNA diperoleh dari analisis beberapa fragmen short tandem repeat (STR).

STR tersusun atas urutan basa berulang yang terdiri dari 1-6 pasang basa dengan

ukuran perulangan dapat mencapai 400 pasangan basa. DNA sendiri adalah singkatan

dari Deoxyribo Nucleic Acid (Asam Nukleat), yaitu suatu persenyawaan kimia yang

membawa keterangan genetik dan sel khusus dari makhluk secara keseluruhannya dari

satu generasi ke generasi berikutnya. Di dalam DNA terkandung informasi keturunan

suatu makhluk hidup yang akan mengatur program keturunan selanjutnya. Jadi, DNA

bertugas untuk menyimpan dan mentransfer informasi genetik kemudian

menerjemahkan informasi ini secara tepat.

Dengan kareteristik individual yang tidak mungkin sama 100%, tes DNA pada

dasarnya amat potensial untuk dimanfaatkan dalam melacak individu seseorang,

maupun asal usul seseorang. Pengembangan ini tes DNA dapat berperan dalam

perkara tindak pidana dengan asal usul keturunan seseorang, seperti kasus

pemerkosaan, pemalsuan wali, pemalsuan ahli waris dan sebagainya, lain halnya

kaitannya dengan pembunuhan di mana DNA dipergunakan sebagai identifikasi baik

2
pada mayat atau bendanya, maka informasi genetik dalam DNA itu bisa sangat

bermanfaat untuk upaya-upaya pembuktian di pengadilan. Tetapi masalahnya,

pembuktian tindak pidana di pengadilan itu berada dalam wilayah yuridis formal,

sehingga sah tidaknya sesuatu untuk digunakan sebagai alat bukti amat bergantung

kepada ketentuan-ketentuan formal yang mengaturnya. Di Indonesia sendiri sudah

pernah menggunakan DNA sebagai bukti yuridis dalam peradilan. Hal ini terjadi pada

kasus bom JW Marriort pada tahun 2003 lalu.

Hotel JW Marriottt merupakan salah satu hotel berbintang dengan lokasi di Setia

Budi. Hotel ini merupakan salah satu hotel yang paling sering dikunjungi oleh

wisatawan, hal tersebut dikarenakan pelayanan dan juga keamanan yang diberikan

oleh hotel ini menjadi preferensi utama dari konsumen. Namun, 5 Agustus 2003 hotel

ini menjadi korban dimana terjadinya kasus bom 3 yang menewaskan 14 orang dan 156

orang lainnya mengalami luka dari skala kecil hingga berat. Kasus ini dimulai ketika

ketika pukul 07.50 pagi terdapat mobil yang mengangkut bahan peledak parkir persis di

depan hotel, 10 menit setelahnya terjadilah ledakan yang sangat besar sehingga

membuat kerusakan yang cukup berat di hotel ini. Untuk mengungkap kasus ini polisi

melakukan tes DNA kepada anggota keluarga dari 2 jenazah yang dicurigai sebagai

pelaku utama dari kejadian ini.

Uji DNA4 ini dilakukan kepada M. Nasir dan Tumini yang merupakan kedua

orangtua dari Nur Said yang berasal dari Temanggung, Jawa Tengah. Ia diduga

tersangka yang merupakan tamu di kamar No. 1808, tempat dimana polisi menemukan
3
Detik.Net, Rangkaian terror bom di Hotel JW Mariot,
https://news.detik.com/berita/d-1009934/rangkaian-teror-bom-di-hotel-jw-marriot diakses pada 25 Mei
2023
4
DW News, Keluarga terduga pelaku peledakan jalani tes DNA, https://www.dw.com/id/keluarga-
terduga-pelaku-peledakan-jalani-tes-dna/a-4507823 diakses pada 25 Mei 2023

3
bom yang belum meledak. Selain itu, uji DNA ini juga dilakukan kepada Keluarga

Ibrahim yang merupakan pegawai di hotel ini yang berasal dari cirebon. Hal yang

membuat pihak berwajib curiga kepada dia dikarenakan hilang sejak kejadian ledakan

bom tersebut.

Dalam upaya mengungkap kasus ini polisi menggunakan KUHAP5 (Kitab

Undang-Undang Acara Pidana) yang merupakan kumpulan aturan aturan hukum yang

berisi tata cara dalam membuat dan menjalankan hukum yang ada. Selama proses

pemeriksaan sidang di pengadilan pun melibatkan banyak saksi untuk dapat

mengungkap kasus ini. Pemeriksaan sidang di Pengadilan merupakan suatu agenda

dalam pengadilan yang berfungsi untuk melakukan pemeriksaan terhadap saksi saksi

dengan bertujuan mengungkapkan fakta di peradilan.

Sebagai penguat untuk alat bukti6 yang diperbolehkan, jaksa menggunakan

Pasal 184 KUHAP yang membahas tentang bentuk bentuk alat bukti yang dapat

diterima oleh pemerintah. Bentuk bentuk bukti yang dimaksud dalam pasal ini adalah

keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa, dan juga hal

yang secara umum dapat dibuktikan bahwa hal tersebut salah. Menggunakan DNA

sebenarnya belum memiliki aturan khusus dalam 184 KUHAP ini. Namun, hal ini bisa

menjadi salah satu bukti yuridis dikarenakan DNA dapat muncul apabila adanya

keterangan dari ahli yang memberikan validasi dari suatu kejadian. Begitu pun dengan

kasus ini. Ahli memberikan keterangan bahwasannya DNA yang dimiliki terduga pelaku

5
Mahkamah Agung, KUHAP, https://jdih.mahkamahagung.go.id/storage/uploads/produk_hukum/file/
KUHAP.pdf diakses pada 25 Mei 2023
6
Et.Seq

4
bom hotel JW Marriortt sesuai dengan keluarganya. Sehingga dianggap hal ini valid

dimata peradilan.

Jika dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan formal mengenai alat-alat bukti yang

sah, baik dalam hukum positif (KUHAP), seperti telah dikemukakan di atas, maka jelas

sekali bahwa hasil tes DNA tidak termasuk sebagai salah satu poin di dalamnya.

sampai saat ini penggunaan alat bukti tes DNA dalam proses peradilan di indonesia

hanyalah dipandang sebagai alat yang dapat digunakan sebagai alat bukti yang

mempunyai kekuatan pembuktian sekunder sehingga masih memerlukan dukungan alat

bukti lain. Seperti yang di kutip dalam Pasal 184 KUHAP bahwa alat bukti yang sah

adalah salah satunya adalah keterangan ahli, hal ini merujuk pada tes DNA yang perlu

di perkuat dengan keterangan ahli sehingga alat bukti tes DNA secara mandiri belum

dilihat sebagai alat bukti yang dapat mendukung proses pengidentifikasian pelaku

tindak pidana. padahal jelas bahwa alat bukti tes DNA sebagai alat bukti petunjuk

mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam upaya menegakkan hukum dan

keadilan. DNA sering digunakan oleh tim forensik untuk mengungkap pelaku kejahatan.

ketika terjadi pembunuhan, maka yang pertama kali dicari oleh kepolisian di tempat

kejadian perkara, selain sidik jari, adalah jejak biologis pelaku. melalui analisa DNA,

atau sidik jari genetika, kepolisian sudah berulang kali menuntaskan kasus kriminal.

Mengingat pembuktian dengan menggunakan tes DNA memang tidak diatur

secara khusus dalam KUHAP, sehingga berakibat masalah legalitasnya bersifat sangat

interpretatif. Namun sebelum melangkah lebih jauh mengenai memanfaatkan alat bukti

tes DNA sebagai alat bukti di persidangan, berbagai pemikiran dan ulasan serta

5
kerangka pikir yang terbangun nampaknya sudah mulai mengerucut bahwa alat bukti

tes DNA paling dekat korelasinya dengan alat bukti petunjuk.

Dilihat dari tingkat validitasnya sebagai sebuah instrumen pembuktian tes DNA

dalam kajian DNA Forensik berupaya mengindetifikasi individu melalui pendekatan

profiling DNA. Profil DNA diperoleh dari analisis beberapa fragmen short tandem repeat

(STR). STR tersusun atas urutan basa berulang yang terdiri dari 1-6 pasang basa

dengan ukuran perulangan dapat mencapai 400 pasangan basa. Urutan perulangan

STR dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah pasang basa dalam satu unit

perulangan, yaitu mononukleotida (satu pasang basa tersusun berulang satu sama

lain), dinukelotida (dua pasang basa), trinukelotida (tiga pasang basa), tetranukloetida

(empat pasang basa), pentanukleotida (lima pasang basa) dan heksanukleotida (enam

pasang basa)7.

Keberadaan STR menyebar di seluruh genom dan dapat ditemukan setiap

10.000 nukleotida. Jumlah perulangan STR memiliki polimorfisme tinggi antar individu,

oleh karena itu marka STR sering digunakan sebagai marka untuk identifikasi individu.

Polimorfisme ditunjukkan dengan keragaman alel tiap lokus marka, setiap alel

membawa jumlah perulangan yang berbeda. Identifikasi individu dengan memanfaatkan

profil DNA memerlukan informasi dari keseluruhan urutan DNA dalam waktu yang

cepat, oleh karena itu agar dapat mengkombinasi informasi dari beberapa loki, STR

yang digunakan sebagai marka dalam identifikasi individu dipilih dari kromosom-

kromosom yang berbeda atau dalam kromosom yang sama namun dengan jarak antar

7
Kartika Ratna Pertiwi,Skripsi: Penerapan Teknologi DNA dalam Identifikasi Forensik,
(Yogyakarta: UNY, 2020) Hal 5.

6
lokus yang jauh, hal ini juga untuk menghindari pertautan antara marka. Hingga saat ini

marka STR utama yang digunakan oleh ilmuwan forensik untuk identifikasi individu

adalah 13 lokus yang dipilih oleh Federal Bureau of Investigation (FBI) dalam CODIS

(Combined DNA Index System); yaitu CSF1PO, FGA, TH01, TPOX, vWA, D3S1358,

D5S818, D7S820, D8S1179, D13S317, D16S539, D18S51, dan D21S11 8.

Pada umumnya laboratorium DNA forensik menerima sampel berupa bercak

darah dalam beberapa kondisi lingkungan yang berbeda, yaitu di dalam ruangan, di luar

ruangan, di dalam air atau di dalam tanah. Bercak darah ini telah mengalami paparan

sinar matahari, panas, ion-ion radikal dan mikroorganisme yang berbeda-beda

sehingga kualitas DNA dari sampel tersebut tidak dapat diprediksi. Pemeriksaan DNA

bercak darah dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu ekstraksi, purifikasi, kuantifikasi

DNA, amplifikasi dan analisis fragmen STR. Melalui tahapan-tahapan tersebut

diharapkan dapat memperoleh alel pada keseluruhan fragmen target STR sehingga

dapat menghasilkan profil DNA penuh (full profile). Target dari primer-primer STR

menghasilkan produk amplifikasi (amplikon) dengan panjang 150-450 pasang basa.

Pada tahap amplifikasi STR inilah kualitas sampel DNA menentukan hasil akhir, dimana

apabila terjadi kerusakan atau degradasi pada DNA dari sampel maka hasil amplifikasi

tidak akan sempurna. Degradasi atau kerusakan DNA dapat berupa perubahan pada

struktur DNA dalam bentuk patahan pada untai DNA, hilangnya satu basa atau

perubahan basa pada urutan basa DNA.

Untuk dapat berdiri sendiri sebagai suatu alat bukti maka tes DNA itu sendiri

harus dapat adequate untuk tidak mengganggu validitasnya, namun faktor kimiawi dan
8
Pemeriksaan Forensik DNA Tulang dan Gigi; Identifikasi pada DNA Lokus STR CODIS, Y-STRs, dan
mtDNA,(Yogyakarta: CV Sintesa Prhopetica, 2020) Hal 21.

7
fisik yang terdapat dalam lingkungan dapat mempengaruhi DNA meliputi ion-ion radikal,

hidrolisis, dan paparan sinar UV. Ion-ion radikal merusak DNA melalui reaksi oksidasi,

alkilasi dan deaminasi; sedangkan hidrolisis merusak DNA dengan melepaskan ikatan-

ikatan pada DNA. Radiasi sinar ultraviolet dan radiasi ion dapat merusak DNA dengan

membuat patahan pada untai DNA 9. Kecepatan proses degradasi tergantung pada

waktu dan kondisi lingkungan. Akumulasi degradasi DNA bertambah seiring dengan

bertambahnya waktu dan kondisi lingkungan (suhu, kelembaban, pH dan kimia tanah)

yang mempengaruhi tingkat degradasi tersebut.DNA yang mengalami degradasi

terutama fragmentasi pada sisi pengenalan primer atau pada bagian perulangan STR

mengganggu pengenalan pasangan primer PCR serta amplifikasi urutan perulangan

tersebut, sehingga fragmen STR tidak berhasil diamplifikasi. Sedangkan keberadaan

inhibitor PCR pada sampel DNA akan mengganggu pengenalan enzim polimerase

terhadap target sehingga proses amplifikasi STR terganggu. Kegagalan amplifikasi ini

ditunjukan dengan tidak munculnya puncak alel pada grafik elektroferogam yang

disebut sebagai allelic drop out. Menurut McCord et al10, inhibitor adalah zat yang dapat

menghambat PCR dengan mengikat enzim polimerase atau mengikat DNA template

sehingga DNA target tidak dapat teramplifikasi. Inhibitor yang banyak ditemukan di

lingkungan dapat berupa ion-ion logam, asam humat, dan ion kalsium.

9
Hilman Ali Fardhinand, Eksistensi Tes DNA Sebagai Alat Bukti dalam Pembuktian Hukum Pidana, (Lex
Crimen Vol IV/No 2/April/2015) Hal. 3

10
Epstein F, McCord J, Oxygen-Derived Free Radicals in Postischemic Tissue Injury, (New England
Journal of Medicine, 1985) Hal 4

8
Beberapa penelitian mengenai pengaruh lingkungan terhadap hasil analisis DNA

untuk kepentingan forensik telah banyak dilakukan. Samantha L. Ramey11 melakukan

penelitian terhadap bercak darah yang diletakkan pada beberapa suhu dan kelembaban

yang berbeda dan memperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi kelembaban semakin

tinggi kerusakan DNA. Hasil penelitian Onori et al 12 menunjukkan bahwa allelic drop out

terjadi mulai minggu pertama pada DNA dari bercak darah kering maupun basah. Hasil

profil DNA yang tidak utuh dapat menjadi masalah dalam pengambilan keputusan

identifikasi individu.

Untuk itu diperlukan sebuah kajian literatur yang dapat menguatkan tes DNA

dalam upaya independen sebagai alat bukti dalam kasus pidana, hal ini diharapkan

dapat mendorong sebuah best practice dalam kajian DNA Forensik, karena di negara

lain pengaplikasian Tes DNA untuk kepentingan hukum telah secara luas digunakan

bukan hanya dalam kepentingan alat bukti semata namun berhubungan dengan

penentuan kewarganegaraan dan banyak hal lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan

sebuah kajian literatur tidak hanya untuk melihat sejauh mana Tes DNA diaplikasikan

dalam proses pidana namun juga untuk melihat sejauh mana potensi Tes DNA

dikembangkan; sehingga dapat menjadi dasar best practice dalam kajian DNA

Forensik.

11
Samantha L. Ramley, Disertasi: The effects humidity & temperature has on DNA contamination
during storage,(Missoula:The University Of Montana, 2022) Hal ii
12
Onori et al, Post-mortem DNA damage: A comparative study of STRs and SNPs typing
efficiency in simulated forensic samples, (International Congress Series 1288; 2006) Hal 511
9
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih
mendalam mengenai kondisi tersebut melalui penulisan tesis yang berjudul:

“ANALISIS DNA SEBAGAI BUKTI YURIDIS DALAM PEMERIKSAAN


FORENSIK SESUAI DENGAN PASAL 184 KUHAP, SISTEMATIK REVIEW’’.

B. POKOK PERMASALAHAN

1. Bagaimana mengetahui dan mengambarkan kajian literatur mengenai Tes DNA

dalam kajian forensik.

2. Bagaimana Mengetahui dan mengambarkan kajian literatur mengenai tes DNA

sebagai alat bukti independen dalam kajian hukum pidana

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui dan mengambarkan kajian literatur mengenai Tes DNA dalam kajian

forensik.

2. Mengetahui dan mengambarkan kajian literatur mengenai tes DNA sebagai alat

bukti independen dalam kajian hukum pidana

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Informasi mengenai Best Practice Tes DNA dalam kajian forensik, serta

bagaimana pengaplikasian tes DNA sebagai alat bukti independen dalan kajian

hukum pidana

2. Dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan metode untuk

pemeriksaan DNA forensik.

10
E. KERANGKA TEORI DAN DEFINISI OPERASIONAL

1 Tinjauan Alat Bukti dan Pembuktian

Istilah alat bukti dan pembuktian sering ditemukan dalam literatur hukum, baik

dalam hukum perdata (perkawinan, dan mu’amalat) maupun hukum pidana. Secara

bahasa, alat bukti tersusun atas dua kata. Kata alat memiliki beberapa arti, (1)

barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu, perkakas, atau perabotan, (2)

barang yang dipakai untuk mencapai suatu maksud, syarat, atau sarana, (3) orang

yang dipakai untuk mencapai maksud, (4) bagian tubuh (manusia, binatang, tumbuh-

tumbuhan) yang mengerjakan sesuatu, dan (5) segala apa yang dipakai untuk

menjalankan kekuasaan negara (seperti polisi dan tentara) 13. Kata alat dikhususkan

maknanya ketika telah diberi kata lain di depannya, seperti alat angkutan, alat dapur,

alat keamanan, termasuk di dalamnya alat bukti.

Kata bukti sendiri memiliki arti sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu

peristiwa, keterangan nyata, saksi, atau tanda. Bisa juga berarti hal yang menjadi

tanda perbuatan jahat. Adapun alat bukti adalah alat pembuktian 14. Dengan

demikian, kata alat bukti telah menjadi satu istilah dan memiliki arti tersendiri. Intinya,

alat bukti merupakan sesuatu, baik berupa benda atau kesaksian, sehingga dapat

mendukung suatu pembuktian terhadap suatu persoalan hukum.

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam proses

pemeriksaan sidang pengadilan, dengan kata lain melalui pembuktian nasib

terdakwa ditentukan apakah ia dapat dinyatakan bersalah atau tidak. Pembuktian

juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan oleh

13
Tim Pustaka Phoenix, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas, 2008).
14
Et.Seq.

11
undang-undang yang boleh dipergunakan oleh hakim membuktikan kesalahan yang

didakwakan15.

Benar atau salahnya suatu permasalahan terlebih dahulu perlu dibuktikan.

Begitu pentingnya suatu pembuktian sehingga setiap orang tidak diperbolehkan

untuk menjustifikasi begitu saja sebelum melalui proses pembuktian. Pembuktian ini

adalah untuk menghindari dari kemungkinan-kemungkinan salah dalam memberikan

penilaian.

Pembuktian merupakan titik utama pemeriksaan perkara dalam sidang di

pengadilan, karena melalui pembuktian tersebut putusan hakim ditentukan. Oleh

karena itu, maka kita perlu memperjelas terlebih dahulu tentang pengertian

pembuktian baik secara etimologi maupun secara terminologi 16.

Pembuktian secara etimologi berasal dari kata “bukti” yang artinya dalam

Kamus Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang menyatakan kebenaran atau

peristiwa. Secara terminologi pembuktian berarti usaha menunjukkan benar atau

salahnya dalam sidang pengadilan17.

Pengertian dari bukti, membuktikan, terbukti dan pembuktian menurut W.J.S.

Poerwadarminta sebagai berikut:

a. Bukti adalah sesuatu hal (peristiwa) yang cukup untuk memperlihatkan

kebenaran sesuatu hal (peristiwa dan sebagainya)

b. Tanda bukti, barang bukti adalah apa-apa yang menjadi tanda sesuatu

perbuatan (kejahatan dan sebagainya)

c. Membuktikan mempunyai pengertian-pengertian:

15
D Prakoso, ‘Alat Bukti Dan Kekuatan Pembuktian Di Dalam Proses Pidana’, 1988.
16
Et.Seq
17
Tim Pustaka Phoenix, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas, 2008).

12
1) Memberi (memperlihatkan) bukti

2) Melakukan sesuatu sebagai bukti kebenaran, melaksanakan (cita- cita dan

sebagainya)

3) Menandakan, menyatakan (bahwa sesuatu benar)

4) Meyakinkan, menyaksikan18.

R. Supomo menjabarkan bahwa pembuktian mempunyai dua arti, yaitu arti

yang luas dan arti yang terbatas. Arti yang luas ialah: membenarkan hubungan

hukum, yaitu misalnya apabila hakim mengabulkan tuntutan penggugat. Pengabulan

ini mengandung arti, bahwa hakim menarik kesimpulan bahwa apa yang

dikemukakan oleh penggugat sebagai hubungan hukum antara penggugat dan

tergugat adalah benar. Membuktikan dalam arti yang luas berarti memperkuat

kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Dalam arti yang terbatas,

pembuktian hanya diperlukan apabila apa yang dikemukakan oleh penggugat itu

dibentuk oleh tergugat. Apa yang tidak dibantah, tidak perlu dibuktikan 19.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa dalam suatu pemutusan perkara di

sidang pengadilan harus dapat membuktikan kesalahan terdakwa atas pidana yang

telah dilakukannya.

Sudikno Mertokusumo mempunyai beberapa pengertian, yaitu arti logis,

konvensional, dan yuridis, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Membuktikan dalam arti logis ialah memberikan kepastian yang bersifat mutlak

karena berlaku bagi setiap orang. Dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan.

18
E Danil, Korupsi: Konsep, Tindak Pidana Dan Pemberantasannya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016).
19
R Supomo, Kajian Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, (Yogyakarta: UII Press 2002).

13
2. Membuktikan dalam arti konvensional ialah memberikan kepastian yang bersifat

nisbi atau relatif dengan tingkatan sebagai berikut:

a. Kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka. Karena didasarkan atas

perasaan maka kepastian ini bersifat intutif (conviction intime).

b. Kepastian yang didasarkan pada pertimbangan akal, oleh karena itu disebut

Conviction raisonnee.

3. Membuktikan dalam arti yuridis ialah memberi dasar-dasar yang cukup kepada

hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian

tentang kebenaran peristiwa yang diajukan 20.

Pembuktian dalam arti yuridis ini hanya berlaku bagi pihak-pihak yang

berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka. Dengan demikian pembuktian

dalam arti yuridis tidak menuju pada kebenaran mutlak, karena ada kemungkinan

pengakuan, kesaksian, atau bukti tertulis tidak benar atau dipalsukan.

Dari uraian diatas secara umum dapat disimpulkan bahwa pembuktian adalah

suatu proses bagaimana alat-alat bukti tersebut dipergunakan, diajukan, ataupun

dipertahankan, sesuai dengan hukum acara yang berlaku.

2 Teori Pembuktian

Dalam pembuktian perkara pidana pada umumnya dan khususnya delik

korupsi, diterapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Sedangkan dalam pemeriksaan delik korupsi selain diterapkan KUHAP, diterapkan

juga pada Bab IV terdiri atas pasal 25 sampai dengan pasal 40 dari UU No. 31

Tahun 1999. Ada beberapa teori atau sistem pembuktian, yakni:

b. Teori Tradisionil
20
Sudikno Mertokusumo, Jenis Pembuktian Dalam Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).

14
1) Teori Negatif

Teori ini mengatakan bahwa hakim boleh menjatuhkan pidana, jika hakim

mendapatkan keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa telah terjadi

perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Teori ini dianut oleh Herzienne

Inlands Reglement (HIR) dalam pasal 294 HIR ayat (1), yang pada dasarnya

ialah:

a) Keharusan adanya keyakinan hakim, dan keyakinan itu didasarkan epada

Terdakwa

b) Alat-alat bukti yang sah21

2) Teori Positif

Teori ini mengatakan bahwa hakim hanya boleh menentukan kesalahan

terdakwa, bila ada bukti minimum yang diperlukan oleh undang-undang. Dan

jika bukti minimum itu kedapatan, bahkan hakim diwajibkan menyatakan

bahwa kesalahan terdakwa. Titik berat dari ajaran ini ialah positivitas. Tidak

ada bukti, tidak dihukum; ada bukti, meskipun sedikit harus dihukum 22.

Teori ini dianut oleh KUHAP, sebagaimana tercantum dalam ketentuan pasal

183 KUHAP. Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya” 23


21
Ibid, Hal 71-72
22
Wikipedia, Bukti Hukum, https://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Bukti_hukum , diakses pada 25 Mei 2023
23
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 (Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana).

15
3) Teori Bebas

Teori ini tidak mengikat hakim kepada aturan hukum. Yang dijadikan pokok,

asal saja ada keyakinan tentang kesalahan terdakwa, yang didasarkan pada

alasan-alasan yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh pengalaman. Teori

ini tidak dianut dalam sistem Herzienne Inlands Reglement (HIR) maupun

sistem KUHAP.

c. Teori Modern

1) Teori pembuktian dengan keyakinan Hakim belaka (Conviction intime)

Teori ini tidak membutuhkan suatu peraturan tentang pembuktian dan

menyerahkan segala sesuatunya kepada kebijaksanaan hakim dan terkesan

hakim sangat bersifat subjektif. Menurut teori ini sudah dianggap cukup bahwa

hakim mendasarkan terbuktinya suatu keadaan atas keyakinan belaka,

dengan tidak terikat oleh suatu peraturan. Dalam sistem ini, hakim dapat

menentukan apakah keadaan harus dianggap telah terbukti. Dasar

pertimbangannya menggunakan pikiran secara logika dengan hasil penarikan

pikiran dan logika. Sistem penjatuhan pidana tidak didasarkan pada alat-alat

bukti yang sah menurut perundang-undangan 24.

Kelemahan pada sistem ini terletak pada terlalu banyak memberikan

kepercayaan kepada hakim, kepada kesan-kesan perseorangan sehingga sulit

pengawasan.

2) Teori pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijke

bewijstheorie)

24
LP3M, Pengetahuan Tentang Hukum, http://lp3madilindonesia.blogspot.com/2015/09/beban-
pembuktian-penuntut.html [diakses pada 24 Mei 2023].

16
Dalam teori ini, undang-undang menetapkan alat bukti mana yang dapat

dipakai oleh hakim, dan cara bagaimana hakim mempergunakan alat-alat

bukti serta kekuatan pembuktian dari alat- alat itu sedemikian rupa. Jika alat-

alat bukti ini sudah dipakai secara yang sudah ditetapkan oleh undang-

undang, maka hakim harus menetapkan keadaan sudah terbukti, walaupun

hakim mungkin berkeyakinan bahwa yang harus dianggap terbukti itu tidak

benar. Sebaliknya, jika tidak dipenuhi cara-cara mempergunakan alat-alat

bukti, meskipun mungkin hakim berkeyakinan bahwa keadaan itu benar-benar

terjadi, maka dikesampingkanlah keyakinan hakim tentang terbukti atau

tidaknya sesuatu hal25.

Kelemahan pada sistem ini tidak memberikan kepercayaan kepada ketetapan

kesan-kesan perseorangan hakim yang bertentangan dengan prinsip Hukum

Acara Pidana bahwa putusan harus didasarkan atas kebenaran.

3) Teori pembuktian menurut undang-undang secara negatif (negatief wettelijk)

Teori ini juga dianut oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) dan Herzienne Inlands Reglement (HIR), dalam teori ini dinyatakan

bahwa pembuktian harus didasarkan pada undang- undang, yaitu alat bukti

yang sah menurut undang-undang disertai dengan keyakinan hakim yang

diperoleh dari alat-alat bukti tersebut.

4) Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis

(Iaconviction raisonnee)

25
Indonesian Corruption Watch, Urgensi Pembuktian Terbalik Positif, 2015
https://antikorupsi.org/id/content/urgensi-pembuktian-terbalik [Diakses 24 Mei 2023].

17
Menurut teori ini hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan

keyakinannya, keyakinan yang didasarkan pada dasar- dasar pembuktian

disertai dengan suatu kesimpulan (conclusie) yang berlandaskan pada

peraturan-peraturan pembuktian tertentu. Dalam teori ini juga disebutkan

pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebutkan alasan-alasan

keyakinannya.

5) Teori pembuktian terbalik

Teori pembuktian terbalik merupakan suatu teori yang membebankan

pembuktian kepada terdakwa atau dengan kata lain terdakwa wajib

membuktikan bahwa dia tidak melakukan kesalahan, pelanggaran atau

kejahatan seperti apa yang disangkakan oleh Penuntut Umum 26.

3 Mekanisme Tes DNA

Tes DNA adalah prosedur yang digunakan untuk mengetahui informasi

genetika seseorang. Dengan tes DNA, seseorang bisa mengetahui garis keturunan

dan juga risiko penyakit tertentu. DNA adalah deoxyribonucleic atau asam

deoksiribonukleat. DNA akan membentuk materi genetika yang terdapat di dalam

tubuh tiap orang yang diwarisi dari kedua orang tua 27.

Metode yang digunakan dalam tes DNA adalah dengan mengindentifikasi

ftagmen-fragmen dari DNA itu sendiri. Di dalam inti sel, DNA membentuk satu

kesatuan untaian yang disebut kromosom. Setiap sel manusia yang normal memiliki

46 kromosom sex (XX atau XY). Setiap anak akan menerima setengah pasang

26
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, 2nd edn (Jakarta: Sinar Grafika, 2012).
27
Yuliana Iswandiari, Cara Kerja Tes DNA Untuk Mengecek Garis Keturunan • Hello Sehat, 2021.

18
kromosom dari ayah dan setengah pasang kromosom lainnya dari ibu, sehingga

setiap individu membawa sifat yang di turunkan baik dari ibu maupun dari ayah 28.

Setiap orang memiliki DNA yang berbentuk double helix atau rantai ganda, satu

rantai diturunkan dari ibu dan satu rantai lagi diturunkan dari ayah. Hal inilah yang

bisa mengungkapkan asal usul keturunan. Hal ini bisa dilihat dari susunan DNA

anak, lalu dibandingkan dengan kedua orang tuanya. Kalau susunan DNA ibu dan

ayah itu ada pada anak, berarti anak itu adalah anak kandung.

a. Bagian tubuh yang digunakan untuk tes DNA

Hampir semua bagian tubuh dapat digunakan untuk sampel tes DNA, tetapi yang

sering digunakan adalah darah, rambut, air liur dan kuku. Sampel DNA yang

digunakan bisa dari inti sel maupun mitokondrianya. Namun yang paling akurat

adalah inti sel karena inti sel tidak bisa berubah. Sampel darah adalah sampel

yang paling sering digunakan. Namun yang diambil bukanlah sel darah merah

melainkan sel darah putih, karena sel darah merah tidak memiliki inti sel 29.

b. Tahap-tahap dalam tes DNA

1) Pengambilan sampel DNA

Sampel DNA bisa berupa usapan selaput lendir bagian dalam pipi serta

darah. Tujuannya, memperoleh sampel untuk membuat profil DNA anak dan

orang tua. Hasil pengambilan sampel dilabeli, dicatat, direkam, difoto

kemudian dibawa ke laboratorium.

2) Ekstrasi (Pemisahan) DNA

28
Et.Seq
29
Et.Seq

19
Usapan selaput lendir dalam pipi mungkin tercampur dengan sisa makanan

dan bakteri yang berkeliaran di dalam mulut dan darah terdiri dari sitoplasma,

darah merah, dan darah putih. Tujuan ekstraksi adalah mengambil DNA saja.

3) Penggandaan DNA

Penggandaan DNA bertujuan agar menjadi lebih banyak dan terlihat polanya.

DNA digandakan secara spesifik dengan menggunakan marka 23 posisi.

Setiap marka itu menentukan apakah setengah pasang kromosom itu cocok

dengan anak mengingat ayah hanya menurunkan setengah pasang dan ibu

juga setengah pasang.

4) Pemisahan DNA secara kapiler

Sampel darah diperiksa di laboratorium, digandakan, serta dilanjutkan

dengan visualisasi menggunakan mesin elektroforesis yang khusus untuk

memproyeksi genetic analyzer. Dari proses ini, DNA masing-masing individu

akan terurai. Dari uraian itulah, kita bisa membandingkan DNA ayah, ibu, dan

anak dengan melihat pengulangan-pengulangan yang terjadi pada potongan-

potongan DNA dan muncullah profil DNA yang bersangkutan.

5) Analisis profil DNA

Profil DNA yang muncul kemudian dianalisis dengan menggunakan

perangkat lunak. Hasilnya akan terlihat di bagian mana saja terjadi

pengulangan pola DNA. Marka-marka yang dipakai diakui secara

internasional dan bisa dibaca oleh lembaga dari negara lain. Hasil analisis tes

DNA kemudian diserahkan kepada pemohon30.

30
Tempo, Memahami Tahap-Tahap Dalam Tes DNA, https://cantik.tempo.co/read/815758/memahami-
tahap-tahap-dalam-tes-dna, Diakses 5 Mei 2023.

20
Di Indonesia, terdapat dua Laboratorium yang dapat melayani user dalam tes

DNA yaitu Laboratorium Pusdokkes Polri Jakarta Timur dan di Lembaga Bio

Molekuler Eijkman Jakarta Pusat. Untuk metode tes DNA di Indonesia, masih

memanfaatkan metode elektroforesis DNA. Dengan intreprestasi hasil dengan

cara menganalisa pola DNA menggunakan marka STR (short tandem repeats).

STR adalah lokus DNA yang tersusun atas pengulangan 2-6 basa. Dalam genom

manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang bervariasi jumlah dan jenisnya.

Dengan menganalisa STR ini, maka DNA tersebut dapat diprofilkan dan

dibandingkan dengan sampel DNA terduga lainnya.

Tahapan metode tes DNA dengan cara elektroforesis meliputi beberapa

tahapan berikut, yaitu pertama tahapan preparasi sampel yang meliputi

pengambilan sampel DNA (isolasi) dan pemurnian DNA. Dalam tahap ini

diperlukan kesterilan alat-alat yang digunakan. Untuk sampel darah, dalam

isolasinya dapat digunakan bahan kimia phenolchloroform sedangkan untuk

sampel rambut dapat digunakan bahan kimia Chilex. Selanjutnya DNA dimurnikan

dari kotoran-kotoran seperti protein, sel debris, dan lain-lain. Untuk metode

pemurnian biasanya digunakan tehnik sentrifugasi dan metode filtrasi vakum.

Tetapi berbagai ilmuwan telah banyak meninggalkan cara tersebut dan beralih ke

produk-produk pemurnian yang telah dipasarkan seperti produk butir magnet dari

Promega Corporation yang memanfaatkan silica-Coated paramagnetic resin yang

memugkinkan metode pemisahan DNA yang lebih sederhana dan cepat. Tahapan

selanjutnya adalah memasukan sampel DNA yang telah dimurnikan kedalam

mesin PCR (polymerase chain reaction) sebagai tahapan amplifikasi. Hasil akhir

21
dari tahap amplifikasi ini adalah berupa kopi urutan DNA lengkap dari DNA

sampel. Selanjutnya kopi urutan DNA ini akan di karakterisasi dengan

elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang

berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu juga

berbeda. Pola pita inilah yang disebut DNA sidik jari (DNA finger print) yang akan

dianalisa pola STR nya. Tahap terakhir adalah DNA berada dalam tahapan typing,

proses ini dimaksudkan untuk memperoleh tipe DNA. Mesin PCR akan membaca

data-data DNA dan menampilkannya dalam bentuk angka-angka dan gambar-

gambar identifikasi DNA. Finishing dari tes DNA adalah mencocokan tipe-tipe

DNA31.

4 Kerangka Teori

a. Teori Keabsahan Tes DNA Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara

Pidana

Keotentikan tes DNA sebagai alat bukti dalam penyelesaian tindak pidana

seperti misalnya dalam delik zina bisa diterima, karena:

1) DNA langsung diambil dari bagian tubuh pada orang-orang yang terkait,

baik itu tersangka, korban maupun pelaku, sehingga tidak mungkin ada

rekayasa dari si pelaku untuk menghilangkan jejak 32.

2) Setiap orang memiliki urutan nukleotida atau DNA yang unik dan berbeda

sehingga kesimpulan yang dihasilkan cukup valid 33.

31
Brainly, Bagaimanakah Proses Tes DNA, https://brainly.co.id/tugas/5335471, Diakses pada 12 Mei
2023.
32
H A Fardhinand, Eksistensi Tes Dna (Deoxyribo Nucleic Acid) Sebagai Alat Bukti Dalam Pembuktian
Hukum Pidana’(Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015).
33
National Research Council,The Evaluation of Forensic DNA Evidence, (National Academy Press,
1996).

22
Walaupun demikian penggunaan tes DNA dalam hal pembuktian juga memiliki

beberapa kekurangan, yaitu

a) Jika pelaku adalah saudara kembar identik dari tersangka, karena

keduanya memiliki pita DNA yang sama persis sehingga menyulitkan

proses identifikasi pelaku34.

b) Tes DNA masih jarang dilakukan di Indonesia, karena langkanya pakar

DNA serta peralatan pendukung yang terbatas. Hal tersebut

menyebabkan biaya untuk melakukan tes ini sangat mahal 35.

Pembuktian melalui tes DNA ternyata dapat dikategorikan sebagai alat bukti

yang keotentikannya tergolong cukup akurat, sehingga tidak perlu lagi

diragukan. Bahkan keotentikannya terkadang lebih kuat daripada alat bukti

lainnya, seperti pengakuan, kesaksian dan sumpah. Sebab dalam banyak hal

pengakuan dan kesaksian sering terjadi dibawah ketakutan, karena adanya

tekanan dan ancaman bagi dirinya dan itu sama sekali tidak menggambarkan

pengakuan yang sebenar- benarnya. Banyak saksi yang nampaknya benar

dalam kesaksiannya dan tidak terlihat tanda- tanda dusta, tetapi sebenarnya

mereka menyimpan kedustaan yang nyata. Tes DNA sebagai alat bukti

dengan keakuratan yang cukup tinggi bisa dijadikan pilihan alternatif dalam

penyelesaian tindak pidana. Walau demikian, tes DNA tidak bisa menjadi satu-

satunya bukti yang dipakai. Alat bukti pengakuan dan kesaksian tetap

diperlukan disini, sebagai langkah awal untuk mengetahui ada tidaknya tindak

34
P J Umboh, Fungsi Dan Manfaat Saksi Ahli Memberikan Keterangan Dalam Proses Perkara Pidana,
(Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013).
35
Y Ngili and others, Variants Analysis of Human Mitochondrial Genome Mutation: Study on Indonesian
Human Tissues, (USA: International Journal of ChemTech Research 2012).

23
pidana. Sehingga posisi tes DNA hanya sebagai alat bukti penguat. Dalam

hukum positif, tes DNA merupakan bagian dari Visum et Repertum.

Sedangkan Visum et Repertum dalam bingkai alat bukti yang sah menurut

undang-undang, masuk dalam kategori alat bukti surat. Namun dalam proses

selanjutnya, Visum et Repertum dapat menjadi alat bukti petunjuk. Yang

demikian itu didasarkan pada pasal 188 ayat (1) dan (2) KUHAP. Kemudian,

apabila kita berkeyakinan bahwa pada proses awalnya Visum et Repertum

berasal dari kesaksian dokter terhadap seseorang, menunjukkan bahwa di

dalamnya telah terselip alat bukti berupa keterangan saksi. Dengan kata lain

bisa dijelaskan bahwa untuk adanya Visum et Repertum harus ada

keterangan saksi, Visum et Repertum merupakan bagian dari alat bukti surat

dan dari alat bukti surat tersebut, dapat diperoleh alat bukti baru yaitu

petunjuk36.

b. Teori Pembuktian

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memang tidak menyebutkan

secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam

Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat

disita, yaitu:

1) Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian

diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak

pidana;

36
S Soekanto, B Sampurna, and Herkutanto, Visum et Repertum Teknik Penyusunan Dan Pemerian,
(Indi Hill Company, 1987).

24
2) Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak

pidana atau untuk mempersiapkannya;

3) Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak

pidana;

4) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;

5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana

yang dilakukan,

Atau dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan

dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti. Selain itu

di dalam Hetterziene in Landcsh Regerment (“HIR”) juga terdapat perihal

barang bukti. Dalam Pasal 42 HIR disebutkan bahwa para pegawai, pejabat

atau pun orang-orang berwenang diharuskan mencari kejahatan dan

pelanggaran kemudian selanjutnya mencari dan merampas barang-barang

yang dipakai untuk melakukan suatu kejahatan serta barang-barang yang

didapatkan dari sebuah kejahatan. Penjelasan Pasal 42 HIR menyebutkan

barang-barang yang perlu revisi di antaranya:

1) Barang-barang yang menjadi sasaran tindak pidana (corpora delicti)

2) Barang-barang yang terjadi sebagai hasil dari tindak pidana (corpora

delicti)

3) Barang-barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana

(instrumenta delicti)

4) Barang-barang yang pada umumnya dapat dipergunakan untuk

memberatkan atau meringankan kesalahan terdakwa (corpora delicti)

25
Selain dari pengertian-pengertian yang disebutkan oleh kitab undang-undang

di atas, pengertian mengenai barang bukti juga dikemukakan dengan doktrin

oleh beberapa Sarjana Hukum. Prof. Andi Hamzah mengatakan, barang bukti

dalam perkara pidana adalah barang bukti mengenai mana delik tersebut

dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat yang

dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang merupakan hasil

dari suatu delik (Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, hal. 254). Ciri-

ciri benda yang dapat menjadi barang bukti:

1) Merupakan objek materiil

2) Berbicara untuk diri sendiri

3) Sarana pembuktian yang paling bernilai dibandingkan sarana pembuktian

lainnya

4) Harus diidentifikasi dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa

Menurut Martiman Prodjohamidjojo, barang bukti atau corpus delicti adalah

barang bukti kejahatan. Dalam Pasal 181 KUHAP majelis hakim wajib

memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan

kepadanya apakah ia mengenali barang bukti terebut. Jika dianggap perlu,

hakim sidang memperlihatkan barang bukti tersebut. Ansori Hasibuan

berpendapat barang bukti ialah barang yang digunakan oleh terdakwa untuk

melakukan suatu delik atau sebagai hasil suatu delik, disita oleh penyidik

untuk digunakan sebagai barang bukti pengadilan.

26
5 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian adalah fokus pengkajian dan

penganalisaan dalam pelaksanaan penelitian. Fokus pembahsan dalam

penelitian ini adalah:

DNA sebagai bukti yuridis dalam analisis forensik sesuai dengan kajian pasal

185 KUHAP.

a. Metode PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and

Meta-analyses) adalah sebuah jenis tinjauan literatur dengan menggunakan

metode-metode sistematis untuk mengumpulkan data sekunder, melakukan

kajian-kajian riset, dan mengumpulkan temuan-temuan secara kualitatif dan

kuantitatif. Tinjauan sistematis merumuskan pertanyaan-pertanyaan riset

dalam cakupan yang luas atau sempit, serta mengidentifikasikan dan

mengumpulkan kajian-kajian yang berkaitan langsung dengan pertanyaan

tinjauan sistematis.

b. DNA (deoxyribonucleic acid) adalah salah satu jenis asam nukleat yang

memiliki kemampuan pewarisan sifat. Keberadaan asam deoksiribonukleat

ditemukan di dalam nukleoprotein yang membentuk inti sel.

c. Alat bukti sebagai suatu hal yang ditentukan oleh undang-undang yang dapat

dipergunakan untuk memperkuat dakwaan, tuntutan atau gugatan ataupun

untuk menolak dakwaan tuntutan atau gugatan.

d. Barang bukti barang kepunyaan tersangka/terdakwa yang diperoleh lewat

kejahatan atau yang dengan sengaja digunakan melakukan kejahatan,

sebagaimana diatur dalam Pasal 39 KUHP ayat (1) Barang kepunyaan si

27
terhukum, yang diperoleh dengan kejahatan atau yang dengan sengaja

dipakai akan melakukan kejahatan, dapat dirampas.

F. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dilakuakan untuk

mencari pemecahan masalah atas isu hukum yang timbul sehingga hasil yang

dicapai bukan menolak atau menerima melainkan memberikan perspektif

mengenai apa yang seyogyanya atas penelitian kegiatan ilmiah yang diajukan.

Metode dalam penelitian ini adalah sistemetic literature review yaitu

membandingnkan dan menarik kesimpulan dari berbagai literatur yang terdapat

pada database beberapa jurnal.

Pada penelitian ini penarikan kesimpulan menggunakan metode PRISMA.

Yang mana pada metode tersebut menarik kesimpulan menggunakan kriteria

inklusi dan eksklusi yang terdapat pada penelitian ini untuk melakukan analisis

DNA terhadapa kasus pidana sesuai dengan kajian pasal 184 KUHAP.

2. Spesifikasi Penelitian

Dalam penelitian ini spesifikasi penelitian yang diterapkan adalah

deskriptif dan preskriptif analisis. Penelitian deskriptif analisis berupa pemaparan

dan bertujuan untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan

menyeluruh mengenai segala hal yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti,

berlaku ditempat tertentu, dan pada saat tertentu, yaitu terkait kedudukan hukum

para petugas atau pelaksana teknis yang berkaitan dengan DNA sebagai

pembuktian pada suatu kasus pidana.

28
3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum

kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian ini merupakan penelitian normatif,

yaitu terutama mengkaji kaidah- kaidah (norma-norma) hukum dalam hukum

positif. Selain menggunakan pendekatan normative, pada penelitian ini peniliti

menggunakan pendekatan PRISMA untuk melakukan penarikan kesimpulan

terkait kajian literatur DNA sebagai alat bukti dalam kasus pidana. Lebih

terperinci terkait metode PRISMA adalah sebagai berikut:

a. Kajian ilmiah yang berfokus pada pertanyaan spesifik dan menggunakan

metode ilmiah eksplisit yang telah ditentukan untuk mengidentifikasi,

memilih, menilai, dan merangkum temuan dari studi serupa

b. Merupakan studi sekunder

c. Bermanfaat untuk melakukan sintesis dari berbagai hasil penelitian yang

relevan, sehingga fakta yang disajikan menjadi lebih komprehensif dan

berimbang

4. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini yaitu berupa data sekunder yang diambil

dari berbagai database jurnal yang memiliki topik pembahasan yang sejalan

dengan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kata kunci "DNA test"

and "forensic" and "criminal investigations"

29
G. SISTEMATIKA PENELITIAN

Untuk memberikan gambaran penulisan dan pembahasan pada proposal

ini penulis akan membagi menjadi 2 BAB yang terdiri dari bagian–bagian yang

berkaitan, masing–masing BAB dapat digambarkan Secara ringkas sebagai

berikut:

1. BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori dan konseptual, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

2. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab II ini merupakan kajian beberapa teori terkait peran uji forensic

dengan menggunakan DNA sebagai alat bukti pada suatu perkaran dalam

persidangan.

H. DAFTAR PUSTAKA

Aprianto, A, ‘Kajian Terhadap Konstruksi Pembuktian Penuntut Umum Dalam Menggali


Kurangnya Alat Bukti Dengan Pemanfaatan Forensik Klinik Dalam Perkara
Pencabulan …’, 2012 <https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/27805>
‘Bagaimanakah Proses Tes DNA - Brainly.Co.Id’, 2021
30
Baskin, Deborah, and Ira Sommers, ‘The Influence of Forensic Evidence on the Case
Outcomes of Homicide Incidents’, Journal of Criminal Justice, 38.6 (2010), 1141–
49 <https://doi.org/10.1016/j.jcrimjus.2010.09.002>
Butler, John M., The Future of Forensic DNA Analysis, Philosophical Transactions of
the Royal Society B: Biological Sciences, 2015, CCCLXX
<https://doi.org/10.1098/rstb.2014.0252>
Crimen, H A Fardhinand - Lex, and 2015, ‘Eksistensi Tes DNA (Deoxyribo Nucleic Acid)
Sebagai Alat Bukti Dalam Pembuktian Hukum Pidana’, 2015
<https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/view/8042>
Crimen, P J Umboh - Lex, and 2013, ‘Fungsi Dan Manfaat Saksi Ahli Memberikan
Keterangan Dalam Proses Perkara Pidana’, 2013
<https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/view/1570>
Danil, E, ‘Korupsi: Konsep, Tindak Pidana Dan Pemberantasannya-Rajawali Pers’,
2021 <https://www.google.com/books?
hl=id&lr=&id=7PUbEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=Danil,+Elwi.
+Korupsi+Tindak+pidana,+dan+pemberantasannya.+PT.+Rajagrafindo+Persada.
+Jakarta.+&ots=MyimNM7bTa&sig=Mvs2qVx1nUykZyHeXPBxOblZHhM>
Davis, Robert C., and William Wells, ‘DNA Testing in Sexual Assault Cases: When Do
the Benefits Outweigh the Costs?’, Forensic Science International, 299 (2019), 44–
48 <https://doi.org/10.1016/j.forsciint.2019.03.031>
Ferreira, Samuel T.G., Karla A. Paula, Flávia A. Maia, Arthur E. Svidizinski, Marinã R.
Amaral, Silmara A. Diniz, and others, ‘The Use of DNA Database of Biological
Evidence from Sexual Assaults in Criminal Investigations: A Successful Experience
in Brasília, Brazil’, Forensic Science International: Genetics Supplement Series, 5
(2015), e595–97 <https://doi.org/10.1016/j.fsigss.2015.09.235>
Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, 2nd edn (Jakarta: Sinar Grafika, 2012)
Indonesian Corruption Watch, ‘Urgensi Pembuktian Terbalik Positif’, 2015
<https://antikorupsi.org/id/content/urgensi-pembuktian-terbalik> [accessed 14
September 2021]
Iswandiari, Yuliana, ‘Cara Kerja Tes DNA Untuk Mengecek Garis Keturunan • Hello
Sehat’, 2021
LP3M, ‘Pengetahuan Tentang Hukum’
<http://lp3madilindonesia.blogspot.com/2015/09/beban-pembuktian-penuntut.html>
[accessed 14 September 2021]
Lynch, Michael, ‘Science, Truth, and Forensic Cultures: The Exceptional Legal Status of
DNA Evidence’, Studies in History and Philosophy of Science Part C :Studies in
History and Philosophy of Biological and Biomedical Sciences, 44.1 (2013), 60–70
<https://doi.org/10.1016/j.shpsc.2012.09.008>
‘Memahami Tahap-Tahap Dalam Tes DNA - Cantik Tempo.Co’, 2021

31
Menaker, Tasha A., Bradley A. Campbell, and William Wells, ‘The Use of Forensic
Evidence in Sexual Assault Investigations: Perceptions of Sex Crimes
Investigators’, Violence Against Women, 23.4 (2017), 399–425
<https://doi.org/10.1177/1077801216641519>
Mertokusumo, Sudikno, Jenis Pembuktian Dalam Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika,
2009)
National Research Council, ‘The Evaluation of Forensic DNA Evidence’, 1996
<https://www.google.com/books?
hl=id&lr=&id=0wKfAwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PT15&dq=Everyone+has+a+unique+an
d+different+sequence+of+nucleotides+or+DNA,
+so+the+conclusions+that+come+out+are+quite+valid&ots=zp4KJARWMj&sig=Bc
XbOIwQzd3z8DvhD1JMv_-YTfg>
Ngili, Y, A S Noer, A S Ahmad, Y F Syukriani - pathways, and 2012, ‘Variants Analysis
of Human Mitochondrial Genome Mutation: Study on Indonesian Human Tissues’,
2012
<https://www.researchgate.net/profile/Yoni-Syukriani/publication/267957633_Varia
nts_Analysis_of_Human_Mitochondrial_Genome_Mutation_Study_on_Indonesian_
Human_Tissues/links/5ef4598492851c35353fc6cd/Variants-Analysis-of-Human-
Mitochondrial-Genome-Mutation-St>
Patanra, A R, H Herman, O K Haris - Halu Oleo Legal Research, and 2020,
‘Pembuktian Perkara Pidana Berdasarkan Hasil Tes DNA (Deoxyribo Nucleis
Acid)’, 2020 <http://ojs.uho.ac.id/index.php/holresch/article/view/15333>
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981(Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana)
Peterson, J, D Johnson, D Herz, L Graziano… - Washington, … DC: The, and 2012,
‘Sexual Assault Kit Backlog Study’, 2012
<https://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?
doi=10.1.1.458.9578&rep=rep1&type=pdf>
Prakoso, D, ‘Alat Bukti Dan Kekuatan Pembuktian Di Dalam Proses Pidana’, 1988
SIREGAR, DAYU, ‘Penggunaan Alat Bukti Autopsi Forensik Dalam Pembuktian Tindak
Pidana Pembunuhan’ <http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/12389>
Soekanto, S, B Sampurna, and Herkutanto, ‘Visum et Repertum Teknik Penyusunan
Dan Pemerian’, 1987
Supomo, R, Kajian Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, ed. by UII Press (Yogyakarta,
2002)
Tim Pustaka Phoenix, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas,
2008)
Vanderheyden, Natasja, Elke Verhoeven, Steve Vermeulen, and Bram Bekaert,
‘Survival of Forensic Trace Evidence on Improvised Explosive Devices:
Perspectives on Individualisation’, 2020 <https://www.ncbi.nlm.nih.govundefined>
32
Washington, M S Nelson -, DC: U S Department of Justice, … National, and 2013,
‘Analysis of Untested Sexual Assault Kits in New Orleans’, 2013
<https://www.ojp.gov/pdffiles1/nij/242312.pdf>
Wikipedia, ‘Bukti Sistem Hukum’, 2015
Williams, Robin, and Paul Johnson, ‘Inclusiveness, Effectiveness and Intrusiveness:
Issues in the Developing Uses of DNA Profiling in Support of Criminal
Investigations’, Journal of Law, Medicine & Ethics, 33.3 (2005)
<https://doi.org/10.1111/j.1748-720X.2005.tb00517.x>
Woodman, Peter A., Caroline Spiranovic, Roberta Julian, Kaye N. Ballantyne, and Sally
F. Kelty, ‘The Impact of Chemical Trace Evidence on Justice Outcomes: Exploring
the Additive Value of Forensic Science Disciplines’, Forensic Science International,
307.May (2020), 110121 <https://doi.org/10.1016/j.forsciint.2019.110121>

33

Anda mungkin juga menyukai