KOAGULASI PROTEIN
I. Prinsip Kerja
Prinsip kerja dari praktikum Koagulasi Protein adalah untuk melihat pengaruh
lamanya pemanasan atau perebusan dari berbagai jenis telur yaitu telur ayam,
telur itik, telur puyuh dan telur penyu sehingga dapat menunjukkan peristiwa
koagulasi. Serta melihat pengaruh penambahan air, cuka, alkohol dan minyak
pada putih telur dan kuning telur ayam.
II. Metode Praktikum
2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 20 Oktober 2014 di
Laboratorium Pendidikan III, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Andalas.
2.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah penangas air, kompor, pisau, petridish, gelas,
testube, dan batang pengaduk. Sedangkan bahan yang digunakan adalah telur
puyuh, telur itik, telur ayam, telur penyu, aquadest, asam cuka, alkohol, dan
minyak.
2.3. Cara Kerja
2.3.1. Koagulasi dan Denaturasi dengan Penambahan Larutan
Disediakan 4 butir telur ayam dan 8 buah testube, minyak, alkohol, cuka dan air.
Kemudian dipisahkan antara kuning telur dan putih telur kedalam masing masing testube. Setelah itu, pada testube ke tiga dan keempat dimasukkan alkohol,
testube kelima dan keenam dimasukkan cuka dan testube ketujuh dan kedelapan
dimasukkan minyak. Kemudian diamati perubahan yang terjadi setelah
penambahan zat tersebut.
56
2.3.2. Uji penggumpalan dengan empat jenis telur berbeda dan dalam rentang
waktu pemanasan yang berbeda
Disediakan masing - masing 1 butir telur puyuh, telur ayam, telur itik dan telur
penyu, kemudian semua telur direbus atau dipanaskan dengan waktu yang
berbeda - beda, telur puyuh direbus dalam waktu 5 menit, kemudian telur ayam 10
menit, telur itik direbus dalam waktu 15 menit dan telur penyu direbus dengan
waktu lebih lama yaitu 20 menit. Setelah itu semua telur diletakkan kedalam
piring dan dibelah. Pada semua telur diamati perubahan yang terjadi.
2.3.3. Uji penggumpalan dengan tiga jenis telur berbeda dengan rentang waktu
yang berbeda
Disediakan 3 butir telur ayam, 3 butir telur itik, dan butir telur penyu. Direbus
dengan selang waktu yang berbeda beda (5 menit, 10 menit dan 15 menit). Telur
diangkat dan diletakkan di petridish. Semua telur diamati.
III. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
3.1. Koagulasi dan Denaturasi dengan Penambahan Larutan
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 7. Putih telur dan kuning telur ayam ditambahkan alkohol (a); air (b);
cuka (c); minyak (d)
Tabel 15. Perbandingan Putih dan Kuning Telur Ayam dalam Berbagai Perlakuan
No
1
Perlakuan
Alkohol
Keadaan Awal
Kuning
Putih
Telur
Telur
Kental,
Bening,
warnanya
kental
Keadaan Akhir
Kuning
Putih
Telur
Telur
Warnanya putih Menggumpal,
kekuningan,
warnanya
57
kuning
cerah
Cuka
Aquadest
Minyak
Kental,
warnanya
kuning
Kental,
warnanya
kuning
Bening,
kental
Kental,
warnanya
kuning
Bening,
kental
Bening,
kental
menggumpal,
bercampur
homogen
sempurna tanpa
ada pembatas
Menggumpal
putih pudar
Menyatu dan
warnanya
menjadi putih
kekuningan
Mencair,
menyatu
Mencair,
terbentuk
endapan
Menggumpal
Mencair
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil yang berbedabeda pada tiap-tiap perlakuan. Penambahan alkohol pada putih dan kuning telur
menyebabkan
warna kuning
telur
berubah
menjadi
putih
kekuningan,
katalis pada reaksi hidrolisis triasilgliserol menjadi di- atau monogliserida dan
asam lemak (Crugger, 1984). Sehingga saat penambahan minyak ke putih dan
kuning telur akan menghasilkan campuran yang menyatu dan lipase yang terdapat
di dalam keduanya saling mengkatalis proses penguraian lemak yang terdapat
baik di dalam telur, maupun di dalam minyak.
3.2. Uji penggumpalan dengan 4 jenis telur berbeda dan dalam rentang waktu
pemanasan yang berbeda
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 8. Pemanasan pada telur puyuh 5 menit (a); telur ayam 10 menit (b); telur
itik 15 menit (c); telur penyu 20 menit (d)
Tabel 16. Uji penggumpalan dengan empat jenis telur berbeda dan dalam rentang
waktu pemanasan yang berbeda
No
Jenis Telur
Perebusan
(menit)
Puyuh
Ayam
10
Itik
15
Penyu
20
Perubahan yang
Terjadi
Putih dan kuning telur
menggumpal
Putih dan kuning telur
menggumpal
Putih dan kuning telur
menggumpal
Kuning telur menggumpal,
putih telur tidak menggumpal
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa uji penggumpalan dengan 4 jenis telur yang
berbeda dalam rentang waktu yang berbeda, diperoleh hasil yang berbeda-beda
pada tiap jenis telur. Pada telur puyuh yang direbus dalam centang waktu 5 menit,
60
terjadi penggumpalan atau koagulasi pada putih dan kuning telur, yang
menandakan bahwa telur puyuh tersebut telah matang sempurna. Hal yang sama
juga terjadi pada telur ayam dan telur itik yang masing-masing direbus dalam
rentang waktu 10 menit dan 15 menit, putih dan kuning telur pada telur ayam dan
telur itik mengalami penggumpalan, dan tingkat kematangannya juga sempurna.
Hal berbeda terjadi pada telur penyu, yang direbus dalam centang waktu 20 menit
dan merupakan waktu perebusan terlama dibandingkan waktu perebusan telur
yang lain, namun putih telurnya tidak mengalami penggumpalan, yang
menandakan bahwa pada telur penyu, penggumpalan hanya terjadi pada kuning
telurnya saja, sedangkan putih telurnya tidak.
Pada jenis telur yang berbeda memiliki kandungan protein yang berbeda
pula. Hal ini didukung oleh Robinson (1995) yang menyatakan bahwa protein
berbeda satu sama lain karena masing-masing mempunyai deret unit asam amino
sendiri-sendiri. Asam amino merupakan abjad struktur protein, karena molekulmolekul ini dapat disusun dalam jumlah deret yang hampir tidak terbatas, untuk
membuat berbagai protein dalam jumlahh yang hampir tidak terbatas pula. Hal
inilah yang menyebabkan pada telur penyu yang dipanaskan tidak mengalami
penggumpalan pada putih telurnya, karena asam amino yang menyusun struktur
protein pada telur penyu berbeda dengan asam amino penyusun struktur protein
telur lainnya.
Adapun faktor yang mempengaruhi perbedaan penggumpalan berbagai jenis
telur ini yaitu suhu dan cangkang. Dilihat dari cangkang, telur puyuh memiliki
cangkang yang tipis sehingga pematangannya berlangsung cepat yaitu
membutuhkan waktu 5 menit. Pada telur ayam, cangkangnya lebih tebal daripada
telur puyuh sehingga membutuhkan waktu 10 menit untuk mematangkan seluruh
bagian telur. Sedangkan telur itik, memiliki cangkang lebih tebal dibandingkan
telur ayam, membutuhkan waktu 15 menit untuk mematangkan seluruh bagian
telur, namun pada waktu 10 menit putih telu itik telah matang yang disebabkan
letak putih telur yang lebih dekat ke cangkang daripada letak kuning telur. Lain
halnya pada telur penyu yang tidak dipengaruhi oleh ketebalan cangkang, namun
lebih dipengaruhi oleh suhu tertentu. Pada telur puyuh, ayam, dan itik, semakin
tinggi suhu yang diberikan semakin cepat penggumpalannya, dan hal ini bertolak
61
belakang pada telur penyu yang semakin tinggi suhu yang diberikan semakin lama
terjadi penggumpalannya. Pada saat praktikum suhu yang diberikan adalah suhu
didih (1000C), sehingga menyebabkan telur penyu tidak menggumpal. Hal ini
dikarenakan telur penyu memiliki suhu tertentu dalam penggumpalan. Telah
dilaporkan oleh Charey (1998), putih telur penyu mengalami koagulasi pada suhu
620C, sedangkan kuning telur mengalami koagulasi pada suhu 620C.
3.3 Uji penggumpalan tiga jenis telur yang berbeda dalam rentang waktu yang
sama
(a)
(b)
(c)
Gambar 9. Telur yang direbus selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit telur ayam
(a); telur itik (b); telur penyu (c)
Tabel 17. Uji penggumpalan 3 jenis telur yang berbeda dalam rentang waktu yang
berbeda
No
Jenis Telur
Ayam
Waktu
Perebusan
(menit)
5
10
15
Perubahan yang
Terjadi
Putih dan kuning telur belum
matang
Putih dan kuning telur matang
Putih dan kuning telur matang
62
Itik
5
10
15
5
Penyu
10
20
Berdasarkan tabel diatas, terlihat perbandingan kematangan telur ayam, telur itik,
dan telur penyu pada rentang waktu yang sama, yaitu 5 menit, 10 menit, dan 15
menit. Pada telur ayam dalam waktu 15 menit sudah matang dengan sempurna.
Hal ini dikarenakan pada telur ayam memiliki jenis protein yang cepat mengalami
penggumpalan karena panas. Didukung oleh Jing et al. (2009), penurunan
koagulasi putih telur mengakibatkan denaturasi protein meningkat dan
membutuhkan waktu yang lama untuk membentuk gel pada putih telur. Jing et al.
(2009) juga mengatakan bahwa konsetrasi terbesar dalam lapisan putih telur
adalah ovomucin. Mucin berperan dalam proses koagulasi. Kalaza mempunyai
kandungan
mucin
yang
tinggi
dan
mempunyai
daya
tahan
terhadap
penyu, tinggi akan ovomucoid, hal ini menyebabkan telur penyu cair walaupun
telah dilakukan perebusan. Tetap cairnya telur penyu setelah direbus bukan berarti
tidak matang. Telur telah matang, hanya komponennya yang tetap cair.
64
DAFTAR PUSTAKA
Charey, H. 1998. Foods : A Scientific Approach. Prentice Hall : New Jersey.
Damodaran, et al. 1982. Effect of Conglycinin on Thermal Aggregation of
Glycinin. J. Agric. Food Chem.ceMan, J.M., (1997) Kimia Makanan.
Institut Teknologi Bandung : Bandung.
Fachry, H.A.R., dkk. 2007. Pengaruh Pemanasan dan Derajat Keasaman Emulsi
pada Pembuatan Minyak Kelapa. Jurnal Teknik Kimia Vol. 11 No. 1.
Universitas Sriwijaya : Palembang
Jing, et al. 2009. Comparison of Pysiocochemical and Inulin Mailard Reaction
Product. Food Bioprocess Tech. 269-279.
Martoharsono, S. 2000. Biokimia Jilid II. Jakarta : UGM Press.
Purwadi. 2009. Profil Protein Keju Mozzarella dengan Perlakuan Kombinasi Suhu
Koagulasi dan Suhu Pemuluran. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak
Vol. 4 No. 2. Universitas Brawijaya : Malang.
Romanoff, A. L. 1993. The Avian Egg. John Wiley Sons Inc., New York.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB.
Rosi. Aktivitas Enzim Lipase dari Apergillus niger sebagai Biokatalis pada Proses
Gliserolisis
untuk
Menghasilkan
Monoasilgliserol.
SKRIPSI.
Universitas
Dipponegoro.
Sudarmadji, dkk. 1989. Analisa Pangan dan Pertanian. Yogyakarta : PAU Pangan
dan Gizi UGM.
65
Syah, D., dkk. 2012. Pengaruh Koagulan dan Kondisi terhadap Profil Protein
Curd Kedelai serta Korelasinya terhadap Tekstur. Jurnal Teknologi, dan
Industri Pangan, Vol. XXIII. Institut Pertanian Baogor : Bogor.
Tryono, A. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam pada
Proses Isolasi Protein terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau
(Phaseolus radiates L.). Jurnal Rekayasa Kimia dan Proses. Universitas
Dipponegoro : Semarang.
66