39 Modul PLPG Tekstil 2013 - Draft 2
39 Modul PLPG Tekstil 2013 - Draft 2
(PLPG)
TEKNOLOGI TEKSTIL
Tim Penyusun :
Dr. Noerati, S. Teks. MT.
Gunawan, S.SiT., M.Sc.
Muhammad Ichwan, AT., M.S.Eng.
Atin Sumihartati, S.SiT., MT.
Rayon 110
KATA PENGANTAR
ii
Rayon 110
DAFTAR ISI
ii
iii
Rayon 110
iii
iv
Rayon 110
iv
Rayon 110
vi
Rayon 110
vi
Rayon 110
Serat merupakan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang dan
kain. Serat tekstil ada yang dibuat dari bahan baku bersumber dari alam atau dari
hasil manufaktur atau disebut serat sintetis yang pembuatannya secara kimia.
Semua serat memiliki ciri-ciri bawaan dan sifat masing-masing serat yang beragam,
tidak dapat dipisahkan dari karakteristik dan mempunyai/memiliki berbagai macam
sifat. Beberapa bahan yang termasuk tekstil adalah seperti benang, tali, kain,
karpet dan lain sebagainya.
Rayon 110
1. Sumber Serat
Serat berasal dari bahan alami dan buatan (sintetis). Serat alam adalah
bahan yang tumbuh di alam misalnya katun, flax, sutera, dan wool. Serat buatan
adalah serat yang diciptakan oleh manusia secara teknologi. Serat buatan
sesungguhnya adalah sama dengan hasil sintesa dari zat kimia misalnya terjadi
petroleum, nitrogen, hidrogen dan karbon. Serat sintetik dapat dikelompokkan
sesuai dengan karakteristik dan kesesuaian serat secara kimiawi. Tabel 1.1 dibawah
ini menunjukkan bermacam-macam serat berdasarkan sumber dan jenis serat.
Tabel 1.1 Serat Alam Berdasarkan Susunan dan Sumber
Jenis Serat
Serat
Sumber
Selulosa
Kapas
Biji buah kapas
Kapuk
Biji kapuk
Serat nanas
Daun tanaman nanas
Jute
Batang tanaman jute
Flax/Linen
Batang tanaman Flax
Rami
Batang tanaman rami
Sisal
Daun tanaman Agava
Sabut
Sabut kelapa
Protein
Silk
Cocoon ulat sutera
Wool
Bulu biri biri
Mineral
Serat asbes
Magnesium,kalsium,
silikat
Tabel 1.2 Serat Buatan Berdasarkan Susunan dan Sumber
Jenis Serat
Serat
Sumber
Selulosa
Rayon viskosa, rayon asetat Kayu tanaman, kapas linter
Protein
Azlon
Jagung, kedelai
Mineral
Serat Keramikl
Mineral
Serat Gelas
Pasir silika
Serat Grafit
Karbon
Karet/Isopren
Serat karet
Pohon karet
Polimer
Acrylic
Akrilonitril (85%)
sintetik
Modacrylic
Akrilonitril (30-84%)
Nylon
Poliamida
Olefin
Polietilena
Polyester
Ester
Spandex
Poliuretan
Vinal
Polivinil klorida
Vinyon
Polivinil alcohol
Logam
Serat logam
Tembaga, alumunium, baja
tahan karat
PLPG Sertifikasi Guru
Rayon 110
2. Bentuk Serat
Bentuk serat bermacam-macam, penggolongan serat berdasarkan
bentuknya umumnya didasarkan pada panjang serat tunggalnya. Pada Tabel 1.1
diatas dapat dilihat bahwa ada serat yang memiliki panjang hanya beberapa
milimeter, tetapi sutera memiliki panjang sekitar 500 meter. Berdasarkan panjang
serat dikenal dua jenis serat yaitu filamen dan stapel.
Filamen adalah serat yang sangat yang sangat panjang. Serat buatan
merupakan contoh dari filamen, panjang yang dihasilkan sesuai dengan keinginan
pembuatnya. Satu-satunya serat alam yang berbentuk filamen adalah serat sutera.
Stapel adalah serat yang mepunyai panjang hanya beberapa sentimeter,
umumnya kurang dari sepuluh sentimeter. Semua serat alam merupakan stapel
kecuali sutera. Serat-serat alam pada umumnya berbentuk staple yang panjangnya
hanya beberapa inci. Setengah dari jumlah serat-serat buatan juga berbentuk staple
yang dibuat dengan cara memotong-motong filament menjadi serat-serat yang
panjangnya berkisar antara 1 sampai 6 inchi. Pembuatan serat-serat buatan dalam
bentuk stapel ini dimaksudkan supaya dapat dicampur dengan serat-serat alam.
Serat
Panjang (mm )
Diameter (mikron)
Panjang diameter
1
2
3
4
5
6
7
Kapas
Wol
Sutera
Rami
Jute
Flax
Sisal
25
75
5.105
150
25
25
3
17,5
25
15
50
20
15
24
1400
3000
33.106
3000
1200
170
125
PLPG Sertifikasi Guru
Rayon 110
2. Kehalusan serat
Sifat yang khas dari serat adalah bentuknya yang halus. Yang dimaksud halus
disina adalah benda yang sangat kecil, sehingga istilah kehalusan pada serat tekstil
menunjukkan besar kecilnya diameter serat. Selain perbandingan panjang dan
diametet serat, kehalusan juga mempengaruhi fleksibelitas dari benang atau kain
yang dihasilkan. Kita dapat membayangkan dua bahan tekstil yang memiliki sifat
yang berbeda adalah karung goni dan kain sutera. Karung goni yang terbuat dari
serat jute yang kasar ( memiliki diameter 20 mikron ) dan perbandingan panjang
diameter sebesar 1200, sedangkan kain sutera berasal dari serat sutera yang
memilki diamater 15 mikron dengan perbandingan panjang dan diameter sebesar
33.106
Besar kecilnya diameter serat dapat dinyatakan dengan ukuran yang dikenal
dengan istilah denier dan tex. Kedua istilah ini menyatakan perbandingan berat
serat setiap panjang tertentu. Yang dimaksud dengan denier adalah menyatakan
berat serat (dalam satuan gram) setiap panjang 9000 meter, sedangkan tex
menyatakan berat serat (dalam satuan gram) setiap 1000 meter.
Sebagai contoh: Ada serat A mempunyai panjang 27.000 meter, ketika
ditimbang beratnya sebesar 27 gram, maka serat tersebut memiliki kehalusan
sebesar 9 denier. Hal ini dapat dijelaskan dengan pengertian sebagai berikut:
Untuk panjang 27.000 meter serat A memiliki berat 27 gram, berarti serat tersebut
bila panjangnya 9000 meter maka beratnya sebesar 9 gram, sehingga kehalusannya
jika dinyatakan dalam denier adalah 9 denier. Jika ingin dinyatak dalam rumusan
matematik, perhitungan serat dalam denier dapat dinyatakan dengan :
9000
denier
x berat serat ( gram)....................(1)
panjang serat (meter )
Bagaimana jika serat A tersebut ingin denyatakan kehalusannya dalam tex?.
Hal tersebut dapat dijelaskan dengan perhitungan yang sama seperti diatas. Jika
serat A tersebut memiliki panjang 27.000 meter dan mempunyai berat 27 gram,
berarti serat tersebut juka memiliki panjang 1000 meter memiliki berat sebesar 1
gram, artinya dapat dikatakan kehalusannya sebesar 1 tex. Jika ingin menggunakan
rumus matematik dapat digunakan dengan persamaan:
tex
1000
berat serat ( gram)............(2)
panjang serat (meter )
Dari contoh diatas dapat dilihat bahwa serat A yang memiliki kehalusan 9
denier jika dinyatakan dalam tex ternyata memiliki nila sebesar 1 tex, sehingga
PLPG Sertifikasi Guru
Rayon 110
dapat dinyatakan bahwa 9 denier sama dengan 1 tex. Dalam dunia industri tekstil
dikenal satuan kehalusan lain yang disebut dtex. 1 tex setara dengan 10 dtex. Jika 1
tex sama dengan 9 denier, artinya 10 dtex sama dengan 9 denier atau 1 dtex sama
dengan 0,9 denier dan dapat dinyatakan dalam konversi yang lebih umum :
1 denier = 1,1 dtex
4. Elastisitas
Elastisitas adalah kemampuan untuk kembali ke posisi semula dari serat
tekstil segera setelah beban tarik dihilangkan. Sifat ini sangat penting pada bahan
tekstil. Jika elastisitas suatu serat tekstil baik, maka stabilitas dimensi dari bahan
yang dihasilkan akan baik pula sehingga bahan tekstil tidak mudah kusut.
PLPG Sertifikasi Guru
Rayon 110
MR
BK
x 100%
K
dimana:
B= Berat serat tekstil awal sebelum dikeringkan
K= Berat serat setelah dikeringkan
Beberapa serat mampu menyerap uapa air lebih banyakdibandingkan serat
yang lain, serat-seratyang mampu menyerap uap air lebih banyak disebut serat yang
higroskopis. Sifat higroskopis ditentukan oleh struktur molekul dari seratnya. Serat
selulosa karena mempunyai gugus hidroksil cukup banyak menyebabkan serat
selulosa bersifat higroskopis. Sifat higroskopis dari serat menyebabkan kain yang
dihasilkannya nyaman untuk dipakai. Tabel 1.4 menunjukkan nilai moisture regain
beberapa serat.
Tabel 1. 4 Moisture Regain dari Beberapa Serat
Serat
Kandungan air(%)
Wol
15
Rayon viskosa
11
Sutera
11
Kapas
8,5
Nylon
4,5
Poliester
0,4
C. SERAT ALAM
1. Serat Kapas
Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman kapas. Tanaman kapas
termasuk dalam jenis Gossypium. Tanaman yang berhasil dikembangkan adalah
jenis Gossypium hirsutum dan Gossypium barbadense. Kedua tanaman berasal dari
Amerika, Gossypium hirsutum kemudian terkenal dengan nama kapas Upland
atau kapas Amerika dan Gossypium barbadense kemudian dikenal dengan nama
kapas Sea Island. Kapas upland merupakan kapas yang paling banyak diproduksi
dan digunakan untuk serat tekstil, sedangkan kapas sea island meskipun
produksinya tidak terlalu banyak, tetapi kualitasnya sangat baik karena seratnya
Rayon 110
halus dan panjang. Oleh karena itu kapas sea island digunakan untuk tekstil kualitas
tinggi.
1) Komposisi Kapas
Kandungan terbesar dari serat kapas adalah selulosa, zat lain selulosa akan
menyulitkan masuknya zat warna pada proses pencelupan, oleh karena itu zat
selain selulosa dihilangkan dalam proses pemasakan. Komposisi serat kapas
dicantumkan pada Tabel 1.5.
Tabel 1.5 Komposisi Serat Kapas
Senyawa
Kandungan (%)
Selulosa
94
Protein
1,3
Pektin
1,2
Lilin
0,6
Abu
1,2
Pigmen dan zat lain
1,7
2) Sifat Serat Kapas
Serat kapas berasal dari tanaman, oleh karena itu serat kapas termasuk
serat selulosa, sehingga sifat kimia serat kapas mirip seperti sifat selulosa. Di dalam
larutan alkali kuat serat kapas akan menggembung sedangkan dalam larutan asam
sulfat 70% serat kapas akan larut. Proses penggembungan serat kapas dalam
larutan NaOH 18% disebut proses merserisasi. Kapas yang telah mengalami proses
merserisasi mempunyai sifat kilau lebih tinggi, kekuatan lebih tinggi dan daya serap
terhadap zat warna yang tinggi. Oksidator selama terkontrol kondisi pengerjaanya
tidak mempengaruhi sifat serat, tetapi oksidasi yang berlebihan akan menurunkan
kekuatan tarik serat kapas. Oleh karena itu pada proses pengelantangan yang
menggunakan oksidator harus digunakan konsentrasi oksidator dan suhu
pengerjaan yang tepat agar tidak merusak serat.
Morfologi serat kapas jika dilihat dibawah mikroskop mempunyai
penampang memanjang seperti pita yang terpilin dan penampang melintang seperti
ginjal dengan lubang ditengah yang disebut lumen.
Rayon 110
: Kurang baik
Kimia
Pembakaran
Stabilitas dimensi
Kekuatan
Mulur
2. Serat Rami
Rami adalah serat yang diperoleh dari batang tanaman Boehmeria nivea.
Pohon rami mempunyai batang yang tinggi, kecil dan lurus dengan tinggi batang 1,5
2,5 m dan diameter 1,25 2 cm lain halnya dengan serat-serat batang yang lain,
yang merupakan tanaman tahunan, rami merupakan tanaman yang berumur
panjang, dapat dilakukan panen berkali-kali. Tanaman rami tumbuh baik di daerah
dengan cuaca hangat dan lembab di daerah tropik maupun subtropik dengan curah
hujan tidak kurang dari 9 10 cm per bulan yang merata sepanjang tahun.
Kekeringan dan hujan lebat dapat merusak tanaman. Angin kencang menyebabkan
batang-batang rami saling bergesekan sehingga merusak serat. Rami tumbuh baik di
tanah yang cukup subur, gembur dan dapat mengalirkan air dengan baik.
Serat rami merupakan serat yang mempunyai morfologi paling putih
diantara serat-serat batang yang lain. Hal ini karena kandungan lignin dalam rami
paling sedikit diantara serat-serat batang lainnya. Serat rami diambil dari batang
tanaman rami setelah lebih dahulu mengalami proses pemisahan serat dari batang
yang disebut proses dekortisasi. Proses dekortisasi adalah memukul-mukul batang
tanaman dengan pemukul kayu sehingga serat mudah dipisahkan dari batang
tanaman. Selanjutnya serat dipisahkan dari batang tanaman dengan cara dikerok
memakai pisau tumpul.
Rayon 110
Serat rami panjangnya sangat bervariasi dari 2,5 -50 cm dengan rata-rata
12,5 15 cm, diameternya berkisar antara 25 75 dengan rata-rata 30 50 .
1) Komposisi Serat Rami
Komposisi rami sebagian besar selulosa kompoisis rami tercantum dalam tabel 1.7
berikut :
Tabel 1.7 Komposisi Serat Rami
Senyawa
Kandungan (%)
Selulosa
75
Hemi selulosa
16
Pektin
Lignin
0,7
0,3
10
Rayon 110
Daya serap
Daya kilau
: baik , berkilau
Efek panas
: Tahan panas
Elastisitas
Kimia
Stabilitas dimensi
Kekuatan
: 3 9 g/denier
Mulur
: 2 10% rata-rat a 3 4%
3. Serat Sutera
Sutera adalah salah satu serat alami yang berasal dari hewan, yaitu ulat
sutera. Ulat sutera berasal dari telur kupu-kupu jenis Bombyx mori dan Tussah.
Serat sutera merupakan satu-satunya serat alam yang berbentuk filamen. Serat di
buat pada saat ulat sutera akan berubah menjadi kepompong. Ulat sutera
mengeluarkan filamen sutera yang berasal dari kelenjar ludah ulat sutera. Filamen
disemprotkan dari lubang mulut ulat dan membentuk lapisan demi lapisan sampai
ulat terperangkap didalamnya dan membentuk lapisan pelindung yang disebut
kepompong.
Kepompong beserta filamen yang melapisinya biasa disebut kokon. Ulat
sutera di dalam kepompong berubah menjadi pupa. Pembentukan kepompong
berlangsung sekitar dua hari. Seminggu kemudian pupa didalam kepompong
berubah menjadi kupu-kupu dan mengeluarkan cairan yang bersifat basa, sehingga
kepompong melunak dan kupu-kupu dapat keluar menembus kepompong.
Kepompong yang berasal dari kupu-kupu Tussah saat membuat kepompong
meninggalkan lubang yang ditutup dengan perekat, sehingga sat kupu-kupu dewasa
dan keluar dari lubang tersebut tanpa merusak filamennya.Pengambilan serat
dilakukan dengan jalan menguraikan kokon dengan alat yang biasa disebut mesin
Reeling.
10
11
Rayon 110
1) Pengolahan kokon
Proses pengolahan kokon menjadi benang sutera dilaksanakan sebagai berikut :
- Proses persiapan.
Kokon yang tidak akan menjadi bibit, dikumpulkan untuk di matikan
kepompongnya agar tidak menjadi kupu-kupu yang akan menerobos kokon,
apabila kokon diterobos maka filamen akan rusak. Proses mematikan
kepompong dapat dilakukan dengan cara:
- Penjemuran di bawah sinar matahari selama beberapa jam.
- Menggunakan aliran uap air pada ruangan yang berisi kokon. Suhu di dalam
ruangan kokon harus dijaga tetap, berada antara 65C - 75 C. Pengerjaan
dilakukan selama 15-25 menit, setelah dimatikan kepompongnya kemudian
kokon dikeringkan dalam ruangan pengering.
- Menggunakan aliran udara udara panas. Cara ini dilakukan dalam suatu alat
atau ruangan pengering yang diatur suhunya mulai dari 50 C yang berangsurangsur naik sampai suhu 95 C. Pengeringan dilakukan selama 20-30 menit.
11
12
Rayon 110
4. Serat Wol
Wol merupakan serat yang terpenting diantara serat-serat binatang. Oleh
karena wol dan serat-serat rambut tumbuh pada kulit binatang-binatang dan hidup
maka seperti zat hidup lainnya, serat-serat ini terdiri dari sel-sel.
1) Penggolongan Serat Wol
Jenis biri-biri menentukan sifat wol yang dihasilkan terutama diameter dan
panjang serat, selain itu juga berpengaruh pada kekuatan, kilau, keriting, warna dan
jumlah kotoran. Serat wol dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu wol halus, wol
sedang dan wol kasar (wol permadani).
- Wol halus
Serat yang termasuk dalam golongan ini bersifat halus, lembut, kuat, elastik dan
keriting sehingga dapat dibuat menjadi benang yang halus (Ne3 60 keatas). Wol
halus dihasilkan oleh biri-biri jenis merino Spanyol. Jerman. Perancis, Australia,
Afrika Selatan, Amerika Serikat dan Amerika Selatan. Contoh dari wol jenis ini
adalah wol merino
Wol sedang
Sebagian besar wol sedang dihasilkan oleh biri-biri yang berasal dari Inggris.
Dibandingkan dengan wol halus, serat wol sedang lebih besar , lebih panjang
dan lebih berkilau. Contoh dari jenis ini adalah Wol Down , dan black face
Wol kasar
Kebanyakan wol kasar dihasilkan oleh biri-biri yang hidup dalam kondisi primitif
di banyak daerah di dunia. wol kasar dihasilkan oleh biri-biri yang berekor
gemuk dan berekor lebar yang berasal rata-rata dari Asia terutama daerah
Timur Tengah, India dan Pakistan .
Serat wol jenis ini warnanya bervariasi dari putih sampai hitam dan terdiri dari
rambut panjang dibagian luar dan wol halus dibagian dalam.
12
13
Rayon 110
13
14
Rayon 110
D. SERAT BUATAN
Serat buatan merupakan serat yang dibuat dengan teknologi pembuatan
serat, bahan baku serat buatan selain dapat berasal dari alam misalnya selulosa
atau protein juga dapat berasal dari bahan baku yang harus disintesis terlebih
dahulu.
14
15
Rayon 110
2. Serat Poliester
Serat poliester mulai pertengahan abad duapuluh merupakan serat buatan
yang paling banyak digunakan. Poliester dengan nama dagang Dacron dibuat dari
asam tereftalat dan etilena glikol, sedangkan Terylene dibuat dari dimetil tereftalat
dan etilena glikol, sruktur Dacron dan Terylene disajikan pada Gambar 1.7.
15
16
Rayon 110
OH
(a)
O
O
O
C
OCH3
n
(b)
Gambar 1.7 Struktur Poliester (a) Dacron, (b) Terylene
Pada pembuatan serat poliester, etilena glikol direaksikan dimetil tereftalat
atau asam tereftalat yang dikenal dengan istilah PTA (pure terphthalate acid). Hasil
reaksi berupa ester dari etilena terftalat kemudian dipolimerisasikan pada suhu
tinggi sehingga terjadi reaksi polimerisasi membentuk polietilena tereftalat. Hasil
polimerisasi di Industri umumnya dibuat dalam bentuk butiran-butiran kasar yang
disebut chips poliester.
Chips poliester oleh industri pembuatan serat dipanaskan sampai meleleh
kemudian dipintal dengan menyemprotkan lelehan poliester melalui cetakan
berbentuk lubang-lubang kecil yang disebut spinneret. Hasil pemintalan berupa
filamen filamen poliester. Untuk membuat serat poliester agak suram agar mirip
dengan serat alam, di dalam pemintalannya dapat ditambahkan zat penyuram yang
berupa oksida misalnya titanium dioksida.
1) Sifat serat poliester
Serat poliester merupakan serat buatan yang paling banyak divariasikan
bentuk penampangnya, mulai dari yang berbentuk bulat, segitiga ataupun bergerigi
seperti rayon viskosa. Bentuk penampang serat akan mempengaruhi sifaat
kenampakan seratnya. Bentuk segitiga misalnya akan menyebabkan serat berkilau
seperti sutera, sedangkan bentuk bergerigi menyebabkan serat lebih nyaman
dipakai karena banyak menyimpan udara disela-sela permukaannya.
2) Morfologi serat poliester
Secara umum serat poliester berbentuk silinder lurus untuk penampang
memanjang dan bulat untuk penampang melintangnya. Seperti yang disajikan pada
gambar 48 Adanya bintik-bintik kecil pada permukaan menunjukkan adanya
titanium dioksida sebagai penyuram. Karakteristik serat poliester disajikan pada
Tabel 1.12.
PLPG Sertifikasi Guru
16
17
Rayon 110
17
18
Rayon 110
tekstil maupun kertas, karena memiliki kekuatan yang tinggi dan tahan terhadap
panas. Poliester juga dapat digunakan sebagai tali jala dan kain layar karena tahan
terhadap air.
3. Serat Poliamida
Poliamida pertama kali dibuat oleh W. Carothers pada tahun 1928 dengan
nama dagang Nylon. Poliamida dibuat dari hasil reaksi senyawa diamina dan
dikarboksilat. Poliamida yang pertama dibuat dari heksametilendiamina dan asam
adipat. Serat yang dihasilkannya disebut Nylon 66 angka dibelakang nama Nylon
menunjukkan jumlah atom karbon penyusun dari senyawa amina dan senyawa
karboksilatnya.
H2N
O
H
N
O
C
OH
O
H
N
O
C
8
OH
Sifat poliamida
18
19
Rayon 110
3)
Efek panas
Elastisitas
Kimia
Pembakaran
Terbakar meleleh
pembakaran
Stabilitas dimensi
Cukup stabil,
pencucian
Kekuatan
4,3 8%
Mulur
18 40%
tidak
memberikan
menyusut
sisa
dalam
19
20
Rayon 110
CN H
CN
CN
Cl
Cl
Cl
Cl
kopolimer poliakrilat
20
21
Rayon 110
Efek panas
Elastisitas
Kimia
Pembakaran
Stabilitas dimensi
Kekuatan
Mulur
Sekitar 35 %
5. Serat Polietilena
Polietilena merupakan bahan dasar plastik pengemas, didalam perkembangan mengalami pe-nyempurnaan hingga dapat dibuat serat. Polietilena
dibuat dari polimerisasi gas etilena pada suhu dan tinggi. Dengan penambahan
katalis tertentu proses polimerisasi dapat dilakukan pada suhu dan tekanan yang
lebih rendah. Struktur kimia polietilena disajikan pada Gambar 1.14.
21
22
Rayon 110
itu serat dari polietilena tidak digunakan untuk tekstil pakaian. Karakteristik serat
polietilena disajikan pada Tabel 1.15.
2) Morfologi serat polietilena
Serat polietilena mempunyai penamapng memanjang berbentuk silinder
dengan penampang melintang bulat, mirip dengan serat-serat buatan yang lain,
seperti yang disajikan pada Gambar 1.15.
Daya serap
Efek panas
Elastisitas
Sedang,
Kimia
Pembakaran
Stabilitas dimensi
Kekuatan
2 3 g/denier
Mulur
30 40%
22
23
Rayon 110
6. Serat Spandex
Serat spandex disebut serat elastomer, serat ini mempunyai sifat yang khas
yaitu dapat bertambah panjang hingga lebih dari 200% dan segera kembali ke
panjang semula ketika beban dihilangkan. Serat spandex berasal dari polimer
poliuretan, yang dibuat dari butanadiol direaksikan dengan heksametilena
diisosianat. Struktur poliuretan disajikan pada Gambar 1.16.
H
O
C
NH
C
H
C
O
NH
O
4
23
24
Rayon 110
Efek panas
Elastisitas
Kimia
Pembakaran
Stabilitas dimensi
Kekuatan
Mulur
400 600%
uji kimia dan morfologi biasanya ditambah uji sifat fisika yaitu
Uji pembakaran
Uji berat jenis
Uji titik leleh untuk serat sintetik
Untuk dapat mengidentifikasi jenis serat tidak dapat dilakukan hanya dengan
satu cara uji saja, tetapi dengan penggabungan berbagai cara uji baru dapat
ditentukan jenis serat yang diuji .
PLPG Sertifikasi Guru
24
25
Rayon 110
1. Uji Pembakaran
Uji pembakaran adalah cara uji yang paling mudah dilakukan, tetapi hanya
dapat memperkirakan golongan serat secara umum tidak dapat digunakan untuk
identifikasi serat campuran. Nyala api untuk membakar serat paling baik digunakan
pembakar Bunsen dengan bahan bakar alKohol.
- Beberapa helai serat yang akan diperiksa dipuntir kira-kira sebesar batang
korek api dengan panjang 4-5 cm
- Contoh serat didekatkan pada nyala api dari samping dengan perlahan-lahan,
waktu serat dekat nyala api diamati apakah bahan meleleh , menggulung atau
terbakar mendadak.
- Pada saat menyala, diperhatikan dimana terjadinya nyala api , bila api segera
padam begitu dijauhkan dari apibmaka segera diamati bau dari gas dari serat
yang terbakar tersebut.
- Jika api terus menyala, api dimatikaan dengan cara ditiup kemudian diamati
bau yang dikeluarkan serat tersebut.
- Setelah nyala api padam diperhatikan apakah serat mengeluarkan asap atau
tidak. Kemudian dilihat sisa pembakaran yang ditinggalkan serat tersebut.
Evaluasi
- Apabila serat terbakar cepat, meninggalkan abu berbentuk serat dan berbau
kertas terbakar , makakeadaan ini menunjukkan serat selulosa
- Apabila serat terbakar tanpa ada abu , berbau rambut terbakar meninggalkan
.kecil diujujngnya maka menunjukkan serat ranbut / protein
- Apabila serat meleleh membentuk bulatan kecil diujungnya dan bau asam
asetat menunjukkan serat rayon asetat. Bau amida dengan bulatan kecil tak
teratur menunjukkan serat yang keras serat nilon
- Bau yang menyengat dan bulatan kecil menunjukkan serat polyester
2. Uji Mikroskop
Pemeriksaan serat dengan mikroskop dimaksudkan untuk mengetahui
penampang memanjang dan melintang dari serat. Pada pengamatan secara
melintang, prinsipnya adalah serat dipotong secar melintang setipis mungkin
sehingga dapat diamati dibawah mikroskop. Pembuatan irisan melintang dapat
menggunakan cara gabus, mikrotontangan atau mikroton mekanis, yang paling
mudah adalah cara Gabus.
Untuk Pengamatan Pandangan Memanjang Dari Serat:
- Serat diletakkan sejajar diatas kaca obyek dan dipisahkan satu sama lain agar
tidak menumpuk
- Kemudian ditutup dengan cover glass dan dari arah samping ditetesi medium
air kemudian kelebihan air dihisap dari sisi yang lain ( menggunakan kertas
hisap/kertas saring)
PLPG Sertifikasi Guru
25
26
Rayon 110
3. Uji Pelarutan
Uji pelarutan berhubungan dengan sifat kimia dari masing-masing serat.uji
sangat penting terutama untuk serat-serat buatan yang mempunyai morfologi
hampir sama. Dengan melihat kelarutan serat pada berbagai pelarut dapat
disimpulkan jenis seratnya. Prinsip pengujiannya adalah melarutkan serat pada
beberapa pelarut kemudian diamati sifat kelarutannya. Pelarut yang umum
digunakan adalah :
- Asam klorida
: asam ini akan melarutkan serat poliamida/nylon
- Asam sulfat 60% : asam ini akan melarutkan serat rayon viskosa, rayon
asetat, poliamida/nylon, dan sutera juga serat kapas dan
rami
- Asam sulfat 70%
: serat yang larut dalam pelarut ini adalah serat kapas,
rayon viskosa, rayon asetat, poliamida, dan sutera
- NaOCl
: serat wool dan sutera akan larut dalam pelarut ini
- Metil salisilat
: dalam kondisi mendidih larutan ini akan melarutkan serat
polyesetat
- NaOH 45%
: pada suhu mendidih larutan ini akan melarutkan wool
polyester dan suterara
- Meta cresol
: Larutan ini akan melarutkan serat rayon asetat dan
poliamida
- DMF
: Larutan ini akan melarutkan poliakrilat, poliamida dan
rayon asetat
- Asam nitrat
: pada suhu kamar akan melarutkan rayon asetat , wool,
poliakrilat, dan poliamida
26
27
Rayon 110
27
28
Rayon 110
yang tertinggal ditimbang dan dibandingkan dengan berat awal untuk dihitung
persentase masing masing serat. Pelarut yang digunakan harus dipilih yang sesuai
karena jika serat yang seharusnya larut tidak larut sempurna atau serat yang
seharusnya tidak larut tetapi ikut terlarut maka perhitungan tidak tepat.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Penetral
Na2CO3
NaHCO3
NaHCO3
Na2CO3
Air
CH3COOH
CH3COOH
Kain contoh uji diukur sama sisi lalu ditimbang seberat 1 gram
Diurai atau digunting kecil-kecil, dan dilarutkan dengan kurang lebih 50 mL
pelarut yang sesuai
Diaduk-aduk kemudian disaring, dan dicuci dengan air yang mengalir
Netralkan dengan kurang lebih 3-50 mL penetral yang sesuai selama 10 menit
dan disaring kembali
Keringkan pada suhu 105o-110o C selama 1 jam
Simpan dalam eksikator selama 20-30 menit
Timbang kembali sisa serat hasil pelarutan tersebut = B gram
Perhitungan
Kain yang tidak larut ( Serat I ) = B gram x 100% =
A gram
C%
28
29
Rayon 110
F. TEST FORMATIF
1) Kelebihan serat kapas dibandingkan dengan serat lainnya adalah.. ....
(jelaskan)
2) Kelemahan serat kapas dibandingan dengan serat yang lainnya....
3) Tujuan serat kapas dicampur dengan poliester atau nilon adalah untuk
mendapatkan sifat ...........
4) Serat batang yang dapat digunakan untuk tekstil pakaian adalah ........
5) Pada uji mikroskop sebuah serat terlihat penampang melintang berbentuk
lekukan-lekukan mirip daun semanggi, dengan penampang memanjang
silinder bergaris-garis, kemungkinan serat tersebut adalah
29
30
Rayon 110
Benang adalah jajaran serat-serat stapel (serat pendek) atau filamen alam
atau sintetik yang digabungkan atau dipintal dengan memberikan antihan (twist)
sehingga menjadi suatu untaian yang kontinu. Pembuatan benang umumnya
merupakan tahapan kedua sebagai bahan baku pembuatan kain.
A. KLASIFIKASI BENANG
Benang dalam pertekstilan terdapat dalam berbagai macam dan jenis.
Dalam pengklasifikasian atau penggolongan benang akan terdapat jenis benang
yang sama berada pada klasifikasi yang berbeda. Secara umum benang yang
dihasilkan sangat dipengaruhi oleh asal benang panjang serat, jenis serat, cara
pembuatan dan fungsi serta struktur benang dan satu sama lain dapat saling terkait.
Berdasarkan panjang serat, benang terdiri dua macam, yaitu benang stapel
dan benang filamen. Benang stapel merupakan benang yang berasal dari serat
pendek atau benang filamen yang dipotong, sedangkan benang filamen adalah
benang yang berasal dari serat panjang, pada umumnya benang filamen adalah
benang yang berasal dari serat semi sintetik dan sintetik, sedangkan benang yang
berasal dari serat alam pada umumnya adalah benang stapel kecuali serat sutera
yang merupakan benang filamen alam.
Berdasarkan jenis seratnya atau asal serat tersedia dari serat alam, semi
sintetis dan sintetis atau campuran dari serat-serat tersebut. Benang berasal dari
alam antara lain kapas, rami, linen, wol dan sutera. Benang semi sintetis dari
selulosa yang dimodifikasi seperti rayon viscosa, rayon asetat, dan triasetat serta
benang yang berasal dari serat sintetis seperti poliester, poliamida, poliakrilat dan
lainnya.
Sebagai contoh benang kapas adalah benang yang berasal dari alam dalam
hal ini adalah tumbuhan. Dengan demikian maka benang yang dihasilkan berasal
dari serat pendek yang disebut dengan stapel sehinggadiperlulan proses
penggintiran untuk dapat dijadikan benang. Hasil dari proses penggintiran inilah
yang kemudian disebut dengan benang stapel.
30
31
Rayon 110
Contoh yang lain adalah benang rayon yang merupakan benang semisintetik
karena berasal dari selulosa yang diregenerasi dalam hal ini adalah pulp yang
diproses dengan cara pemintalan basah sehingga dihasilkan benang yang sangat
panjang yang disebut dengan filamen. Serat rayon yang dihasilkan ini kemudian
disatukan dan kemudian digintir. Proses penggintiran dapat dilakukan dari benang
tunggal ataupun lebih sehingga hasil dari benang rayon tersebut adalah benang
rayon gintir.
1. Benang Berdasarkan Jenis
a. Benang Kapas
Kapas berasal dari tanaman kapas (Gossypium ). Kapas telah dikenal sejak
zaman dulu yakni sejak abad ke 15 sebelum masehi hingga saat ini. Kain dari bahan
kapas mempunyai kualitas dan kenampakan yang berbeda-beda bergantung pada
jenis kapasnya. Bahan kapas dari Amerika dikenal sebagai kapas Upland, kapas Sea
Island dari Mesir dikenal sebagai kapas dengan kualitas terbaik, disamping itu ada
jenis kapas lain seperti India, China dan lainnya.
Serat kapas yang dihasilkan untuk setiap tempat berbeda-beda baik panjang
seratnya maupun warna seratnya. Panjang dan warna serat ini akan memberikan
pengaruh terhadap kualitas dari serat kapas. Warna dari serat kapas putih
kecoklatan sampai dengan cream. Benang kapas dibuat dari serat kapas dengan
rata-rata panjang serat 50 mm. Sebenarnya serat yang panjang dan halus adalah
jenis serat yang diinginkan.
Benang kapas sisir atau combed yarn adalah benang kapas yang memerlukan
panjang serat antara 25- 30 mm. Benang sisir adalah benang yang seratnya yang
telah mengalami proses carding, drawing dan spun. Benang sisir mempunyai
kenampakan yang halus, lembut, kuat, keras, pengangan nya dingin dan mudah
kusut. Benang kapas sisir biasanya mempunyai nomer benang dari Ne 1 30 sampai
180 terutama untuk digunakan sebagai benang jahit.
Benang kapas garu atau carded yarn adalah benang yang berasal dari serat
kapas dengan panjang serat antara 20-40 mm. Benang garu adalah benang yang
seratnya telah mengalami proses carding ,drawing dan spun. Benang garu
mempunyai sifat antara benang sisir dan benang spun. Benang tidak terlalu halus
namun nyaman dan harga prosesnya lebih murah.
Benang spun adalah benang yang panjang serat nya kurang dari 25 mm
kadang digunakan juga serat-serat yang pendek yang berasal dari proses combing.
Serat-serat sudah mengalami proses cading dan spun. Benang spun mempunyai
sifat lemah, tebal, lembut dan pegangannya hangat. Benang ini mempunyai kualitas
yang rendah dengan nomer benang antara Ne1 1- 40/S atau dicampur dengan serat
lain
b. Benang Wol
PLPG Sertifikasi Guru
31
32
Rayon 110
Sesuai dengan namanya benang wol berasal dari serat wol yang merupakan
serat binatang yaitu biri-biri. Jenis serat wol bermacam bergantung dari daerah dan
tempat biri-biri berasal. Karakteristik serat wol menjadi berbeda pula, berdasarkan
karakteristiknya jenis wol yang banyak dikenal antara lain adalah wol Merino,
ultrafine wol yang merupakan wol yang paling tinggi kualitas dari wol Merino yang
terbaik, comeback wol yang berasal dari turunan Merino. Jenis lain yang berasal
dari biri-biri bukan Merino adalah wol Crossbred atau English-breed, English long
wools.
Benang wol umumnya tersedia dalam dua macam wol garu (woolen) dan
wol sisir (worsted). Benang wol garu yang dihasilkan dari pemintalan sangat
bervariasi. Jenis seratnya berkisar dari serat yang paling halus sampai dengan serat
yang paling kasar bahkan ada pula yang berasal dari wol bekas atau limbah wol yang
kemudian di pintal menjadi benang garu.
Karakteristik benang wol garu (woolen yarn) adalah sebagai berikut ;
- lembut dan antihannya rendah
- berbulu dan letak seratnya tidak teratur
- kekuatan benangnya rendah
- hasil antihan tidak rata
- kerataannya rendah
- sifat kempanya baik
Benang wol sisir adalah benang yang mempunyai sifat yang lebih baik dari
benang garu dari segi kenampakan maupun
kehalusannya. Benang ini pada
umumnya mempunyai kilau yang baik serta mempunyai panjang serat yang
seragam karena wol pendek dan panjang sudah dipisahkan terlebih dahulu.
Karakteristik benang wol sisir ( worsted yarn) adalah sebagai berikut :
- pegangannya lebih kuat dibandingkan dengan wol garu
- permukaannya licin dan rata
- kekutan benang lebih tinggi dari pada wol garu
- serat-serat sejajar
- antihan rata dan tinggi
- sifat kempa rendah
c. Benang Sutera
Sutera disebut juga sebagai The Queen of Fibers yang artinya berkilau,
lembut,halus,cantik dan mewah. Serat sutera adalah filament yang ringan yang
berasal dari dari air liur ulat sutera dengan nama Bombyx mori. Sutera memiliki
beberapa keunggulan antara lain kuat, lembut, berkilau, halus , daya serap bagus,
ringan tetapi mampu menyimpan panas dengan baik serta bunyi gemerisik (scroop)
apabila bergeseran.
32
33
Rayon 110
Benang sutera adalah benang filamen alam yang panjang dan berasal dari kokon
sutera, biasanya setiap kokon mempunyai panjang antara 3000-4000 yards. Benang
sutera pada umumnya dihasilkan dari gabungan 5 atau lebih kokon.
Filamen benang hasil dari proses reeling masih merupakan sutera mentah
yang masih memerlukan proses selanjutnya. Filamen sutera mentah yang
mengandung sericin dan fibroin. Sericin merupakan bagian yang harus dihilangkan
dan fibroin adalah bagian serat yang akan digunakan. Perbandingan sericin dan
fibroin berkisar antara 25 % dan 75%. Dengan adanya penghilangan sericin maka
akan diperoleh filamen sutera yang ringan halus, dan kuat serta siap untuk diwarnai
atau ditenun. Beberapa filamen sutera karena terlalu ringan kadang dilakukan
proses pemberatan sehingga benang menjadi lebih berat.
d. Benang Rayon
Benang rayon mempunyai bahan dasar yang berasal dari selulosa (pulp),
benang ini disebut benang semi sintetik karena dibuat dengan cara pemintalan
basah dengan bahan baku dari bahan alam. Benang yang dihasilkan dari pemintalan
merupakan serat filamen rayon yang mempunyai kilap yang tinggi dan halus.
Kehalusan filamen bergantung dari pembuat seratnya. Pada umumnya kehalusan
filamen rayon berkisar antara 1 sampai dengan 8 denier.
Benang rayon yang dikenal saat ini ada bermacam-macam diantarnya adalah
rayon Viscosa yang berbahan dasar selulosa (pulp kayu) yang diproses dengan cara
membuat larutan viscosa. Larutan viscosa ini kemudian diproses menjadi filamen.
Benang rayon asetat adalah sama dengan rayon viscosa, mempunyai bahan dasar
sama yaitu selulosa namun pada pembuatannya dilakukan proses asetalisasi
sehingga menjadi selulosa asetat selanjutnya dipintal menjadi filamen rayon asetat.
Benang dari rayon asetat ini dalam perkembangan selanjutnya menjadi rayon tri
asetat. Benang lain dari selulosa yang diregenerasi yang dikenal adalah rayon cupro
dan modal atau polinosic.
e. Benang Nilon atau poliamida
Benang nilon adalah benang sintetik yang dibuat dalam dua macam bentuk
yaitu benang filamen dan benang stapel. Benang nilon mempunyai nomer benang
yang sangat bervariasi bergantung pada penggunaannya. Dengan demikian nomer
benang dari benang ini berkisar dari 1 sampai 150 denier untuk monofilamen dan
10 850 denier untuk multifilamen.
Benang dengan nomer benang yang kecil biasanya digunakan untuk pakaian
wanita, benang rajut, kaos kaki dan lainnya, sedangkan benang dengan nomer yang
besar digunakan untuk keperluan industri. Untuk keperluan khusus industri benang
nilon dapat dibuat dengan nomer 10.000 denier
f. Benang poliester
PLPG Sertifikasi Guru
33
34
Rayon 110
Benang poliester sama dengan benang nilon yang dibuat dari serat sintetik
dan dibuat dalam dua macam bentuk yaitu filamen dan stapel.
Benang filamen pada umumnya digunakan untuk kain yang ringan atau intuk
benang tekstur, sedangkan benang stapel biasanya digunakan untuk pencampuran
dengan benang lain seperti kapas, rayon dan lainnya.
3.
a. Benang Monofilamen
Benang filamen adalah benang yang tersusun dari serat filamen yang sangat
panjang. Pada benang filamen yang tersusun dari satu jenis serat disebut dengan
monofilamen, sedangkan benang yang tersusun lebih dari satu benang disebut
dengan multifilamen.
Benang monofilamen terdiri dari dua yaitu dari alam seperti sutera ,semi
sintetis dan sintetis. Pada umumnya benang filamen sintetik mempunyai sangat
panjang dan mempunyai diameter kecil sehingga sangat halus. Benang
monofilamen pada umumnya tidak diberikan antihan, antihan diberikan bergantung
dari maksud pembentukan benang. Benang monofillamen pada umumnya
digunakan untuk keperluan industri seperti tali, kain jala, kain saringan dan lainnya.
Benang monofilamen apakah benang itu itu tebal ataupun tipis mempunyai
bahan dasar yang sama dan proses polimerisasinya juga sama dengan benang
filamen lainnya. Perbedaanya adalah apabila benang biasa ketebalan dibuat dengan
menggabungkan beberapa filamen, sedangkan benang monofilamen tebal dan tipis
benang dibuat dengan mengatur diameter lubang dari spinneret sebelum proses
pemadatan.
b. Benang Multifilamen
Benang multifilamen adalah benang yang tersusun dari beberapa filamen
dengan dan tanpa antihan. Serat filamen pada umumnya sangat halus, proses
pembuatan sama dengan monofilamen namun karena tujuan tidak untuk
monofilamen maka lubang spinneret dibuat sangat halus. Benang multifilamen
dibuat dengan cara menggabungkan beberapa benang filamen agar mempunyai
ketebalan tertentu sehingga ukuran dari benang meningkat.
Sebagai contoh benang multifilamen yang mempunyai ukuran nomer
benang 120 D dapat dibuat dengan menggabungkan benang monofilamen dengan
jumlah 50 60 filamen per benang. Benang multifilamen yang lebih besar dapat
juga dibuat dengan menggabungkan lebih dari 80 filamen untuk setiap benang, dan
untuk menguatkan dan padat dapat pula diberi antihan. Yang disebut antihan
adalah pemberian puntiran pada benang sehingga dapat melilit satu sama lain.
Dalam penggunaannya multifilamen lebih banyak digunakan untuk kain sandang,
benang tekstur dan lainnya.
c. Benang tunggal
PLPG Sertifikasi Guru
34
35
Rayon 110
Benang tunggal (single-yarn) adalah benang yang terdiri dari satu jenis
benang yang disatukan dengan cara dipintal. Pemintalan dilakukan terhadap serat serat pendek atau stapel yang kemudian diberi antihan. Benang kapas, adalah
benang yang berasal dari serat pendek atau stapel, untuk dapat menjadi benang
maka serat harus mempunyai kemampuan untuk dapat dipintal. Oleh karena serat
kapas ini pendek maka serat kapas tersebut harus disusun dan dipintal dengan cara
memberikan antihan agar serat stapel menjadi bersatu menjadi benang yang kuat
dan tidak terputus.
Tebal tipisnya benang atau nomer benang dapat dibuat sesuai dengan
kebutuhan dengan tidak lupa mempertimbangkan berapa antihan yang diperlukan.
Rumusan untuk menghitung antihan dan nomer benang telah tersedia dan arah
antihan apakah itu S atau Z akan mempengaruhi kekuatan dan kehalusan benang
tunggal tersebut.
d. Benang Gintir
Benang gintir (ply-yarn) adalah benang yang tersusun dari dua benang
tunggal (single) atau lebih dan kemudian digintir. Benang gintir dibuat dengan cara
mengintir dua atau lebih benang tunggal. Sifat benang gintir sangat dipengaruhi
oleh jumlah gintiran yang diberikan serta arah antihan dari benang pembentuknya,
kehalusan serat dan kehalusan benang pembentuk. Apabila diberikan arah gintiran
berlawanan dengan arah antihan maka akan diperoleh benang gintir yang lembut.
Sebaliknya apabila arah gintiran sama dengan arah antihan maka akan diperoleh
benang gintir yang lebih padat, elastis dan kuat tetapi jika jumlah gintiran terlalu
banyak dapat mengakibatkan benang menjadi keriting (sharl).
Pada benang filamen kehalusan serat akan berpengaruh pada kekakuan
benang. Makin halus serat atau benang pembentuk, maka benang yang dihasilkan
akan lebih lembut dan fleksibel. Jenis benang gintir ini banyak digunakan untuk
benang bordir, rajut, krep, lace, voile , merser dan lainnya.
Proses penggintiran benang berdasarkan arah gintiran dan antihan
mempunyai 6 kemungkinan jenis benang gintir seperti dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Z
35
36
Rayon 110
Jenis benang gintir yang antihannya mempunyai arah yang sama dengan
benang tunggal disebut dengan benang gintir twist on twist sedangkan benang yang
digintir dengan arah antihan berlawanan dengan arah antihan benang tunggalnya
disebut benang gintir twist against.
Benang Stapel
Benang stapel atau benang pintal adalah benang yang dibuat dengan cara
menyusun serat-serat yang pendek dan kemudian dilakukan proses pemintalan.
Pemintalan didefinisikan sebagai penarikan (drawing out) dari suatu gabungan serat
sehingga mencapai ketebalan yang diinginkan dan diberi antihan atau puntiran
(twist) untuk memperoleh kekuatan tertentu.
Proses pemintalan pada awalnya merupakan kerajinan tangan namun dalam
perkembangannya pada dua abad kemudian berubah menjadi proses berteknologi
tinggi. Pada pembuatan benang stapel atau pintal, selalu diberikan antihan pada
benang. Antihan atau twist ini diberikan agar serat-serat menjadi suatu massa yang
kompak sehingga meningkatkan kekuatan dari benang.
Jumlah antihan pada benang dinyatakan dalam antihan /twist per inci (Tpi).
Jumlah antihan ini akan sangat berpengaruh pada karakter dan sifat serat fisika
seperti pegangan,kekuatan dan kenampakan. Jumlah antihan sedikit dapat
menyebabkan serat-serat mudah bergeser satu dengan yang lainnya sehingga
apabila mengalami penarikan akan mudah putus. Sebaliknya apabila antihan yang
diperbanyak, serat akan mengalami tekanan kedalam sehingga meningkatkan
gesekan antar serat maka serat menjadi kuat sampai suatu batas tertentu.
Perbanyakan antihan selanjutnya dapat mengakibatkan serat mulur lebih banyak
sehingga mudah putus. Banyaknya antihan per-inci pada benang bergantung pada
PLPG Sertifikasi Guru
36
37
Rayon 110
nomer benang yang dipintal, kegunaan dari benang yang akan dipintal serta
panjang serat yang akan dipakai.
Banyaknya antihan/ twist per inci dinyatakan dalam persamaan dibawah ini adalah :
Tpi = Ne1
Keterangan : Tpi
Ne1
.............................(2.1)
Besarnya koefisien antihan berbeda bergantung dari jenis benang yang akan
dibuat. Untuk benang tenun antara 2,5 5, benang rajut 2,5 dan untuk benang
krep 5,5 6,5. Dari persamaan diatas menunjukkan bahwa makin tinggi nomer
benang atau makin halus benang, maka diperlukan jumlah antihan per inci yang
lebih tinggi.
Benang pintal dibedakan berdasarkan arah antihan yaitu antihan arah kiri
atau huruf S dan benang pintal dengan arah antihan kanan atau huruf Z. Arah
antihan akan memberikan pengaruh terhadap kenampakan permukaan kain.
Gambar dibawah ini menunjukkan perbedaan arah antihan.
37
38
Rayon 110
38
39
Rayon 110
dengan ukuran diameter yang sama. Dengan pembuatan benang seperti ini
maka akan diperoleh benang yang mempunyai efek bintik warna teratur dan
tampak dipermukaan benang.
-
Benang spiral
Benang spiral sesuai dengan namanya, maka kenampakan benang seperti
spiral. Benang ini dibuat dengan memberikan gintiran yang keras pada
benang, kemudian benang tadi digintir lagi dengan benang yang mempunyai
antihan yang lunak. Hasil pengintiran ini kemudian digintir lagi dengan
benang halus yang berfungsi sebagai benang pengikat. Apabila benang spiral
tadi diberi gintiran yang kuat dan kemudian digintir lagi dengan benangbenang yang lebih halus
Benang berjerat
Benang berjerat atau benang keriting atau benang crul sesuai dengan
namanya maka serat akan tampak keriting pada permukaannya. Benang ini
tersusun dari tiga helai benang yaitu pertama adalah benang yang halus
sebagai dasar dari benang. Kedua benang gintir yang tebal dengan gintiran
lunak, sebagai penghias atau benang pembentuk jeratan. Ketiga adalah
benang halus sebagai benang pengikat yang digintir dengan arah
berlawanan dengan benang-benang lainnya.
Benang slab
Benang ini dibuat dari dua helai benang yang digintir. Benang pertama
adalah benang yang halus dan benang lainnya adalah benang yang tebal.
Kedua benang ini kemudian digintir dengan benang pengikat dengan arah
yang berlawanan. Hasil dari pengintiran ini diperoleh benang yang
mempunyai diameter yang berbeda dan tidak teratur.
d. Benang Tekstur
Berbeda dengan serat alam, serat sintetik pada umumnya memiliki
permukaan yang halus, licin dan tidak ada tekukan, sehingga kain yang terbuat dari
serat sintetik kasar dan kaku pegangannya. Untuk memperbaiki sifat kasar dan
pegangan yang kaku pada serat sintetik dapat dilakukan dengan cara pengeritingan
(texturizing).
PLPG Sertifikasi Guru
39
40
Rayon 110
40
41
Rayon 110
B. PENOMERAN BENANG
Penomeran benang dapat menyatakan kehalusan atau ketebalan benang
yang dibuat. Oleh karena itu kehalusan benang atau nomer benang dinyatakan
dengan perbandingan antara panjang dan beratnya.
Sistem penomeran ini digunakan untuk memudahkan dalam pemakaian
selanjutnya dan memudahkan dalam pembuatan benang. Dengan demikian
sseorang pembeli tidak perlu harus membawa contoh benang ke pembuat benang,
cukup memberikan suatu nomer yang artinya ketebalan, kehalusan benang yng
diinginkan sudah tercakup pada nomer yang disampaikan. Penomeran benang
dapat menyatakan kehalusan atau ketebalan suatu benang yang dibuat. Oleh
karena itu kehalusan benang atau nomer benang dinyatakan dengan perbandingan
antara panjang dan beratnya.
Sistem penomeran benang terdiri dari dua cara yaitu sistem langsung yang
didasarkan pada satuan panjang benang yang tetap dan sistem tidak langsung yang
didasarkan pada satuan berat benang yang tetap.
Tex
berat (gram)
(2.2)
panjang(10 00m)
41
42
Rayon 110
Td (Denier)
berat (gram)
(2.3)
panjang(90 00m)
Untuk penomoran dengan sistem Tex perhitungan nomor benang dapat dinyatakan
dalam persamaan (2.5):
Tex
Td
42
43
Rayon 110
Ne1
panjang (hank)
........ (2.7)
berat (lb)
43
44
Rayon 110
Nm 1 menunjukkan dalam berat satu gram maka panjang benang tersebut adalah
satu meter,
Nm
panjang 1 meter
berat 1gram
panjang 20 m
berat 1 gram
Perhitungan nomor benang untuk sistem tidak langsung dapat dinyatakan dengan
rumus umum seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (2.9):
P
.............. (2.9)
N
UxB
Keterangan : N
U
B
P
: nomer benang
: panjang benang dalam satu untaian standar
: berat benang
: panjang benang
Untuk penomoran dengan sistem Ne1 perhitungan nomor benang dapat dinyatakan
dalam persamaan (2.10):
Ne1
Nomer
Ne1
Nm
Td
Tex
Tex
590/Tex
1000/Tex
9 tex
-
44
45
Rayon 110
C. MUTU BENANG
Mutu benang atau kualitas dari benang ditentukan oleh nomer benang kekuatan
benang, kerataan benang, kenampakan dan kehalusan atau penomeran benang.
1. Nomor Benang
Nomor benang adalah suatu ukuran pada benang yang dapat menyatakan
tebal tipisnya suatu benang atau kehalusan dan ketebalan dari benang yang dibuat.
Kehalusan benang dinyatakan dengan cara pemberian nomer benang yang
merupakan perbandingan antara berat dan panjang benang atau perbandingan
antara panjang dengan berat tetap.
Sistem penomeran benang terdiri dari dua yaitu :
- Sistem panjang tetap (sistem langsung), penomeran terhadap panjang
benang tetap
- Sistem berat tetap (sistem tidak langsung), penomeran terhadap berat
benang tetap.
Dari sistem penomeran tersebut, apabila digunakan dengan sistem langsung, makin
kecil nomer benang maka kehalusannya semakin tinggi seperti Tex dan Denier
sebaliknya dengan sistem penomeran tidak langsung, makin besar nomernya maka
makin tebal benangnya seperti penomeran Ne dan Nm.
2. Kekuatan Benang
Kekuatan benang merupakan faktor yang sangat penting dalam pembuatan
kain. Pada proses pertenunan benang akan mengalami tarikan-tarikan dan gesekan,
sehingga untuk benang lusi sebelum digunakan pada proses pertenunan harus
dikanji terlebih dahulu agar kekuatannya menjadi lebih tinggi. Kekuatan benang
dipengaruhi oleh jenis serat, panjang serat,kehalusan serat, dan banyaknya antihan
(twist).
Kekuatan benang selain diperlukan untuk pembuatan kain, juga diperlukan
apabila benang tersebut akan diproses lebih lanjut. Misalnya suatu benang akan
PLPG Sertifikasi Guru
45
46
Rayon 110
diwarnai dengan cara dicelup oleh zat warna. Proses pewarnaan pada umumnya
dilakukan dalam kondisi basah. Beberapa benang mempunyai kekuatan yang
berbeda dalam kondisi basah dan kering, sehingga kekuatan benang perlu diketahui
untuk dapat menyesuaikan mesin dan kondisi proses yang akan dilakukan
Proses-proses seperti pengerjaan kimia seperti pemasakan, pengelantangan,
pencelupan, penyempurnaan, oksidasi, pengaruh sinar matahari, penyimpanan
yang terlalu lama dan juga adanya jamur pada benang akan sangat mempengaruhi
kekuatan benang.
Kekuatan benang dinyatakan dalam gram/helai atau kekuatan per bundel
(lbs/lea) yang dapat diukur menggunakan alat uji kekuatan seperti Pendulum
Tester, Instron dan sebagainya.
3. Kerataan Benang
Kerataan benang sangat bergantung dari beberapa faktor yaitu panjang
serat, kehalusan serat dan distribusi serat atau kesamaan jumlah serat yang ada
pada penampang benang sepanjang benang. Apabila dibandingkan kerataan benang
stapel dengan benang filamen, kerataan benang filamen pada umumnya sangat
rata, sedangkan stapel umumnya kurang rata.
Benang filamen sutera yang berasal dari alam mempunyai kerataan yang
lebih rendah dari pada benang filamen yang berasal dari filamen sintetis. Kerataan
benang dinyatakan dalam U% yang dapat diukur dengan menggunakan Uster
Evenness Tester.
4. Antihan Benang
Antihan benang seperti telah diketahui dapat mempengaruhi sifat fisika dari
benang. Antihan yang diberikan akan menunjukkan penggunaan benang apakah
sebagai benang lusi, pakan atau benang rajut. Jumlah antihan yang diberikan
penting diketahui karena dengan mengetahui jumlah antihan maka kebutuhan
untuk memproduksi benang dapat diketahui dan disiapkan. Disamping itu
perubahan antihan akan merubah kecepatan dari rol , dengan demikian semakin
tinggi antihan maka kecepatannya akan semakin lambat hal ini berarti jumlah
produksi menjadai semakin kecil begitu pula sebaliknya semakin rendah antihan
maka jumlah produksinya akan semakin besar.
Arah antihan ada dua yaitu dari kanan kekiri disebut antihan Z dan dari kiri
kekanan disebut dengan antihan S. Pada umumnya benang tunggal mempunyai
antihan Z sedangkan benang dengan antihan S lebih banyak digunakan untuk
benang gintir. Jumlah antihan yang diberikan pada benang dinyatakan dalam twist
per inci (TPI). Besarnya TPI yang diberikan pada benang pintal secara umum seperti
yang dinyatakan dalam persamaan (2.1) :
TPI = K Ne1
Dengan K : Twist Faktor
PLPG Sertifikasi Guru
46
47
Rayon 110
Antihan atau twist yang diberikan akan berpengaruh pada benang yaitu
terhadap kekuatan tarik, mulur, pegangan, elatisistas, kilap, absorpsi, dan arah
antihan. Penambahan jumlah antihan akan meningkatkan kekuatan tarik dari
benang. Pada serat yang panjang kekuatan maksimum akan dicapai dengan twist
faktor yang lebih rendah daripada serat pendek. Antihan atau twist yang tinggi akan
meningkatkan mulur benang sebelum putus.
Antihan atau twist yang rendah akan memberikan pegangan yang lembut,
sedangkan twist yang tinggi akan memberikan pegangan yang kaku. Antihan atau
twist yang rendah maka elastisitas benang akan rendah. Antihan atau twist yang
tinggi akan mengurangi kilap dari benang. Antihan atau twist yang tinggi akan
mengurangi absorpsi atau penyerapan pada benang karena benang semakin padat
dan rongga antar benang semakin kecil. Pada konstruksi kain arah twist dapat
mempengaruhi kenampakan kain. Bila arah twist benang lusi dan pakan sama maka
kenampakan pada bahan memberikan garis twist yang bersilangan. Hal ini akan
mengurangi kilau dari benang. Pada benang gintir dari benang tunggal yang arah
twistnya sama digintir dengan arah twist berbeda dengan benang tunggalnya.
47
48
Rayon 110
48
49
Rayon 110
D. TEST FORMATIF
1) Jelaskan klasifikasi benang berdasarkan jenisnya!
2) Jelaskan cara penomoran benang baik dengan cara langsung maupun cara
tidak langsung!
3) Jelaskan prinsip cara pengujian kekuatan tarik benang!
4) Suatu benang yang memiliki panjang 1000 meter mempunyai berat 2
gram, ketika diuji kekuatan tarik, beban yang mampu ditahan adalah
sebesar 0,9 kg, hitunglah kekuatan benang tersebut?
5) Suatu benang filamen mempunyai nomer benang Td.125(125 denier)
panjang benang tersebut 500 meter, berapakah berat dari benang filemen
tersebut?
49
50
Rayon 110
A. PENDAHULUAN
Polimer adalah molekul besar yang tersusun dari unit kimia kecil dan
sederhana dan terikat secara ikatan kovalen. Unit kimia kecil dan sederhana disebut
monomer. Unit kimia kecil yang berulang ditulis di dalam tanda kurung [ ]
sedangkan gugus ujung yang spesifik ditulis di luar tanda kurung. Panjang rantai
polimer ditentukan seberapa besar jumlah pengulangan monomer, ditulis dengan
notasi n atau yang disebut Derajat polimerisasi (DP). Jumlah pengulangan
monomer akan menunjukkan seberapa panjang rantai polimer yang terjadi. Jika
pengulangan unit molekul hanya beberapa buah (umumnya di bawah 7) maka
disebut oligomer. Cara penulisan polimer disajikan pada Gambar 3.1.
CN
H3C
CN
CH
CN
CH
CN
CH
CN
CH
CN
CH
CN
CH
CH
CH
CH
CH
CH
CH
CH
CH
CN
CN
CH3
B. PENGGOLONGAN POLIMER
Penggolongan polimer dapat berdasarkan beberapa macam diantaranya
berdasarkan sumbernya, bentuk polimer, sifat termal, cara pembuatan/ sintesis dan
lain-lain.
1. Sumber Polimer
Polimer dapat bersumber dari alam artinya keberadaannya sudah tersedia di
alam. Contoh polimer alam ini adalah selulosa, protein, isoprena. Selain dari alam
polimer juga dapat disintesis dari senyawa kimia. Contoh polimer buatan misalnya
50
51
Rayon 110
polietilena tereftalat suatu poliester yang disintesis dari etilena glikol dan asam
terftalat, poliakrilat hasil sintesis dari vinilsianida.
2. Bentuk Polimer
Polimer linier merupakan polimer berantai lurus, tidak bercabang kecuali
gugus substitusinya yang umumnya kecil.
O
H
H2
C
H2
C
OH
H2N
H2
C
H
N
O
C
H2
C
H2
C
OH
CN
CN
CN
Cl
Cl
Cl
Cl
Cl
Cl
Cl
51
52
Rayon 110
HOOC
HOCH2CHCH2OH
COOH
OH
OC
C
OH
COCH2CHCH 2
COCH2CHCH 2
O
C
O
C
O
OC
COCH2CHC
H
O
O
C
COCH2CHCH 2
O
52
53
Rayon 110
C. DERAJAT POLIMERISASI
Derajat Polimerisasi menyatakan panjang rantai atau jumlah unit kimia yang
berulang, umumnya dinayatakan dalam huruf n dibelakang penulisan monomer
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.5. Besar n menentukan besarnya massa
molekul polimer, dan merupakan jumlah total unit struktur, termasuk gugus ujung
CH2OH
H H
OH
H
OH
OH
O
H
O
H
OH
H
O
CH2OH
Gambar 3. 5 Selulosa
Contoh, pada selulosa, jika n 500, massa monomer 180, maka massa molekul
polimer tersebut : 500 x 180 = 90.000. Panjang rantai polimer tidak seluruhnya
sama, tetapi hampir selalu bervariasi , oleh karena itu derajat polimerisasi
dinyatakan dalam derajat polimerisasi rata-rata.
D. PROSES POLIMERISASI
Proses Polimerisasi adalah proses pembentukan polimer dari monomer
melalui reaksi polimerisasi. Polimerisasi dapat terjadi dengan model bertahap
(reaksi tahap atau pertimbuhan rantai ) dan atau propagasi atau pertumbuhan
rantai (reaksi rantai atau pertumbuhan rantai). Sintesis polimer berdasarkan reaksi
yang terjadi dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu Polimer kondensasi dan
polimerisasi rantai.
1. Polimer Kondensasi
Polimer kondensasi merupakan polimer hasil reaksi kondensasi dari monomermonomernya saat berpolimerisasi. Polimerisasi bertahap terjadi dalam dua cara
yang pertama(a) karena masing-masing molekul memiliki dua gugus fungsi reaktif,
dan yang kedua(b) karena masing-masing monomer memiliki dua gugus fungsi,
seperti yang disajikan pada Gambar berikut.
O
HO
H2
C
COOH
H2
C
H2O
H
N
H2O
O
H2N
H2
C
COOH
H2
C
5
Gambar 3.6 Reaksi Polimerisasi Bertahap Dari Senyawa Yang Memiliki Dua Gugus
Fungsi Pada Masing-Masing Molekul
53
54
Rayon 110
H2N
H2
C
H2
C
H
N
H2
C
H2
C
NH2
ClCO
OCCl
T ,katalis
OC
NHCO
O
H
N
H2
C
H2
C
O
OC
NHCO
Gambar 3.7 Reaksi Polimerisasi Bertahap Dari Monomer Yang Memiliki Dua Gugus
Fungsi Pada Masing-Masing Monomer.
Pada polimerisasi bertahap massa molekul bertambah sedikit demi sedikit
meskipun konversi monomer tinggi. Hasil reaksi berupa senyawa / molekul yang
mempunyai massa molekul dua kali semula. Apabila senyawa dua molekul ini
bereaksi dengan cara yang sama akan terbentuk molekul baru yang mempunyai
massa molekul empat kali semula dan seterusnya sehingga terbentuk suatu
senyawa yang mempunyai rantai panjang dan massa molekul uang sangat besar.
Contoh polimerisasi bertahap disajikan pada Gambar berikut.
H2N
H2 H2
C C
H
N
OCCl
O
H
N
O
H2 H2
C C NH2 + ClCO
O
OC
NHCO
H2 H2
C C
N
H
H2 H2
C C
O
OC
NHCO
OC
NHCO
dst
O
H
N
H2
C
H2
C
NHCO
O
OC
n
54
55
Rayon 110
2) Jika monomer memiliki lebih dari dua gugus fungsi akan terbentuk polimer
jaringan sehingga akan menyulitkan proses pembentukan polimer (lihat
gambar struktur polimer jaringan).
3) Pada akhir reaksi polimerisasi, gugus fungsi tetap ada
4) Massa molekul naik secara perlahan-lahan (bertahap)
b. Kelemahan Polimerisasi Tahap
1) Sulit diperoleh massa molekul yang tinggi, oleh karena itu perlu
penghilangan produk samping agar diperoleh produk reaksi yang tinggi.
O
H2N
H2
C
COOH
H2
C
H
N
H2O
Molekul air harus selalu diambil, misalnya dengan destilasi agar reaksi
bergeser ke kanan, sehingga dihasilkan produk reaksi yang besar.
2) Kecenderungan membentuk senyawa siklik yang beranggotakan 5 atau 6
molekul.
Cl
H3C
Cl
Cl
Cl
CH
Cl
CH
Cl
CH
Cl
CH
Cl
CH
CH3
CH
CH
CH
CH
CH
CH
CH
CH
CH
Cl
55
56
Rayon 110
Polimerisasi terjadi pada ujung rantai yang tumbuh dan melibatkan dua
tahap kinetik yang berbeda, yaitu inisiasi dan propagasi. Pada reaksi inisiasi
diperlukan inisiator agar monomer reaktif untuk memulai suatu reaksi polimerisasi,
sehingga pertumbuhan rantai karena reaksi propagasi pada ujung rantai akan terus
berlangsung sampai terjadi reaksi terminasi, yaitu mentidakaktifkan ujung rantai
yang reaktif. Reaksi terjadi pada ujung rantai menyebabkan massa molekul
bertambah dengan cepat meskipun sisa monomer masih cukup banyak.
a. Ciri Polimerisasi Adisi
Polimerisasi adisi memiliki ciri-ciri khas yaitu:
- Monomer mempunyai ikatan rangkap
- Untuk dapat terjadi pertumbuhan rantai memerlukan inisiator agar terjadi
pembentukan gugus reaktif
- Polimerisasi terjadi secara cepat
- Dapat mencapai massa molekul yang besar
IRo
R CH2 CoHX
HA + CH2 = CHX
H3C C+ HX
Propagasi : pertumbuhan rantai
R CH2 CoHX + CH2 = CHX
R CH2 CHX CH2 CoHX ..dst.
H3C C+ HX + CH2 = CHX
..dst.
56
57
Rayon 110
E. STRUKTUR POLIMER
Susunan rantai polimer di dalam serat berupa gabungan dari rantai-rantai
polimer yang terdiri dari bagian-bagian teratur dan bagian bagian tidak teratur.
Bagian yang teratur disebut daerah kristalin, sedangkan bagian bagian tidak
teratur disebut bagian amorf. Bagian kristalin dan amorf dari susunan rantai
molekul disajikan pada berikut.
57
58
Rayon 110
molekul bergerak lebih leluasa juga memungkinkan masuknya molekul lain misalnya
air atau zat warna ke dalam daerah amorf tersebut. Perbandingan luas daerah
kristalin dengan daerah amorf disebut derajat kristalinitas. Serat yang memiliki
derajat kristalinitas yang tinggi akan memiliki kekuatan tarik yang tinggi, tetapi
bersifat getas atau memiliki mulur saat putus yang rendah. Adanya daerah amorf
pada serat menyebabkan serat dapat diwarnai dengan pencelupan atau pencapan.
Pada daerah kristalin rantai molekul yang tersusun teratur sama lain masih
memiliki orientasi atau arah rantai yang tidak selalu sama. Pada pengolahan polimer
kadangkala diperlukan keteraturan arah dari kristalin pada satu aruh tertentu. Pada
polimer serat keteraturan arah tersebut umumnya mengarah kepada sumbu serat.
Dengan mengarahkan rantai-rantai polimer searah sumbu serat akan menaikkan
kekuatan dan kilau serat, tetapi menurunkan sifat elastisnya sehingga serat menjadi
kaku dan getas. Kesejajaran rantai molekul searah sumbu serat disebut derajat
orientasi.
Untuk mendapatkan atau menaikkan derajat orientasi dapat dilakukan
dengan proses penarikan. Dengan adanya proses penarikan maka rantai polimer
akan cenderung mengatur diri searah dengan arah penarikan, sehingga didapatkan
susunan molekul yang lebih teratur. Susunan rantai molekul sebelum dan sesudah
penarikan disajikan pada Gambar berikut.
(a)
(b)
Gambar 3.11 Susunan Rantai Polimer (a) Sebelum dan (b) Sesudah penarikan
F. TEST FORMATIF
1) Jelaskan cara monomer berpolimerisasi ( penggolongan polimer berdasarkan
cara polimerisasi)
2) Jelaskan pemnggolongan polimer berdasarkan sifat termalnya
3) Jelaskan apa yang dimaksud dengan derajat kristalinitas, derajat orientasi
dan derajat polimerisasi
4) Bagaimana cara pengaturan massa molekul pada polimerisasi kondensasi
5) Jelaskan pengaruh kristalinitas terhadap sifat polimer
58
59
Rayon 110
A. PENDAHULUAN
Saat ini sebagian besar tekstil terbuat dari serat buatan, hal ini disebabkan
semakin banyak penduduk semakin banyak pula kebutuhan akan bahan tekstil baik
sandang maupun non sandang, sementara sumber daya alam yang menghasilkan
serat yang merupakan bahan baku tekstil tidak mencukupinya untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Bahan baku serat buatan dapat berasal dari alam misalnya kayu pinus atau
bahan alam lainnya misalnya kedelai, jagung, protein hewani dan sebagainya. Bahan
baku dari alam artinya polimer sebagai bahan baku telah tersedia di alam, tetapi
bentuknya belum berupa serat. Untuk mendapatkan bentuk serat harus dilakukan
proses pembuatan serat yang disebut pemintalan serat buatan. Contoh serat ini
adalah rayon viskosa, serat kedelai, jagung dan lainnya.
Selain berasal dari alam, bahan baku serat juga dapat dibuat dari polimer
sintetis. Polimer sintetis artinya polimer sebagai bahan baku seratnya belum
tersedia di alam tetapi harus dilakukan suatu sintesis polimer untuk menghasilkan
bahan baku serat. Contoh serat ini misalnya poliester, poliamida dan poliakrilat.
59
60
Rayon 110
Gambar 4. 1 Spineret
Agar Polimer dapat melewati lubang spineret yang sangat kecil, polimer
harus dalam bentuk cairan. Pengubahan polimer pada menjadi bentuk cairan dapat
dilakukan dengan dua metoda tergantung kepada sifat bahan baku polimer.
Polimer termoplastis yang mempunyai titik leleh jauh di bawah temperatur
dekomposisi polimer, pencairan polimer dapat dilakukan dengan pemanasan pada
temperatur sedikit di atas temperatur leleh polimer yang bersangkutan. Untuk
polimer yang tidak meleleh atau polimer dengan titik leleh mendekati atau diatas
temperatur dekompoisisi proses pemanasan pada temperatur tinggi harus
dihindari, oleh karena itu pencairan dapat dilakukan dengan melarutkan polimer
pada pelarut yang sesuai.
Setelah keluar dari lubang spineret polimer harus langsung memadat
kembali, untuk menghindari bersatunya kembali filamen yang keluar dari luang
spineret. Pemadatan kembali polimer cair dapat dilakukan dengan cara
mendinginkan polimer yang telah dipanaskan dalam pencairannya atau dengan cara
pengambilan kembali pelarut yang ditambahkan saat polimer dilarutkan.
Berdasarkan proses pencairan dan pemadatan kembali polimer pada pembuatan
serat dikenal tiga cara pembuatan serat yaitu : pemintalan leleh, pemintalan kering
dan pemintalan basah. Diagram pembuatan serat disajikan pada gambar 4.2
berikut.
Pemintalan leleh : dilakukan jika bahan baku polimer mudah dilelehkan dan tidak
rusak oleh panas, setelah lelehan polimer melewati spineret polimer didinginkan
dengan tiupan udara dingin.
Pemintalan kering : dilakukan pada polimer yang sukar meleleh atau tidak tahan
panas. Polimer dilarutkan dengan pelarut yang mudah menguap. Untuk
memadatkan serat yang keluar dari spineret dilakukan dengan menguapkan pelarut
pada temperatur yang sesuai.
Pemintalan basah : pada proses pelarutan polimer, jika pelarut yang digunakan sulit
untuk diuapkan (misalkan titik didih yang terlalu tinggi) penghilangan pelarut dapat
dilakukan dengan proses koagulasi.
60
61
Rayon 110
Polimer(padat)
dilelehkan
dicairkan
dilarutkan
Polimer (cair)
diekstrusi
melalui spineret
pendinginan udara
dipadatkan
penguapan pelarut
koagulasi
Filamen/ serat
Pemintalan leleh
Pemintalan kering
Pemintalan basah
C. PEMINTALAN LELEH
Pemintalan leleh dilakukan dengan cara memanaskan polimer dalam bentuk
chips dalam suatu hoper pada temperatur diatas temperatur lelehnya. Lelehan
polimer kemudian ditekan dengan proses ekstrusi ataupun dengan bantuan gear
pump hingga keluar melalui lubang spineret di dalam spineret pack. Skema proses
spinning dapat dilihat pada Gambar 4.3.
61
62
Rayon 110
1. Ekstruder
Polimer padat dalam bentuk Chips dimasukkan ke dalam ekstruder secara
gravitasi. Extruder tersusun atas pipa silinder yang dilengkapi pemanas dan screw di
dalamnya.
PLPG Sertifikasi Guru
62
63
Rayon 110
Gambar 4. 4 Ekstruder
Ekstruder memiliki ruang pemanas bertingkat dengan suhu sedikit dibawah
titik leleh polimer sampai 63ilament63re diatas 63ilament63re diatas titik leleh
polimer. Tujuan pemanasan bertingkat adalah mendapatkan pelelehan chips yang
sempurna. Chips dilelehkan dengan pemanasan dan tekanan tinggi karena adanya
penekanan ulir(screwing). Pemanas pada pipa silinder menggunakan elemen
pemanas listrik. Lelehan chips dari ekstruder dialirkan ke filter, pada bagian ini
umumnya terdapat sensor elektronik yang mengatur viskositas lelehan polimer agar
tidak menggumpal. Lelehan polimer kemudian dengan bantuan spin pump
didistribusikan ke tiap-tiap posisi spinning.
2. Pemintalan (Spinning)
Pada tahap ini lelehan polimer diubah menjadi filament yang mempunyai
ukuran seragam. Lelehan polimer diatur laju distribusinya ke posisi spinning dengan
kecepatan aliran yang diatur oleh suatu pompa gear pump. Pada tiap bagian/ line
umumnya terdapat beberapa posisi spinning dan pada setiap posisi terdapat satu
spin pack. Pada spin pack terdapat spineret yang memiliki lubang-lubang dengan
ukuran beberapa mikron.
63
64
Rayon 110
D. PEMINTALAN KERING
Pemintalan kering dilakukan untuk bahan baku serat yang tidak dapat
dilelehkan. Pencairan polimer dilakukan dengan melarutkan polimer pada pelarut
yang sesuai. Skema pemintalan kering dapat dilihat pada Gambar 4.7
Larutan polimer disemprotkan melalui lubang spineret yang berada di ruang
pemanas, sehingga begitu keluar dari lubang spineret pelarut akan menguap
akibatnya filamen memadat karena hilangnya pelarut. Pada saat keluar dari lubang
spineret filamen yang akan memadat ditarik oleh pasangan rol, sehingga terjadi
pertambahan panjang atau pengecilan diameter. Namun variasi penarikan yang
dilakukan selama filamen didalam ruang pemanas tidak sebesar pada pemintalan
leleh, sehingga variasi kehalusan filamen yang dihasilkan tidak semata-mata
dtentukan oleh variasi kecepatan rol penarik melainkan juga dioengaruhi oleh besar
kecilnya lubang spineret.
Pada pemintalan kering, karena pengambilan pelarut dilakukan dengan cara
penguapan maka pemilihan pelarut harus tepat. Pelarut yang dipilih harus
mempunyai titik didih yang rendah yang artinya mudah menguap. Hal ini untuk
memudahkan penguapan sehingga tidak diperlukan suhu yang terlalu tinggi untuk
menghilangkan pelarut dari filamen yang terbentuk.
64
65
Rayon 110
E. PEMINTALAN BASAH
Pemintalan basah dilakukan pada serat yang berbahan baku sukar untuk
dilelehkan, dan pelarut yang digunakan sukar untuk diuapkan. Diagram pemintalan
basah disajikan pada gambar 4.8. Pemintalan basah mempunyai kelebihan
dibandingkan dua pemintalan yang sebelumnya yaitu dapat dilakukan pada suhu
ruang, sehingga dapat dilakukan penghematan energi panas yang digunakan.
Pada pemintalan basah pengambilan pelarut dilakukan dengan melewatkan
polimer pada larutan kimia sehingga terjadi proses koagulasi dari polimer yang
mengakibatkan polimer memadat. Pemintalan dilakukan dengan menyemprotkan
PLPG Sertifikasi Guru
65
66
Rayon 110
larutan polimer melalui lubang spineret yang berada di dalam larutan koagulasi.
Saat keluar dari lubang spineret permukaan serat akan bersentuhan dengan larutan
koagulasi sehingga terjadi pemadatan polimer menjdi filamen. Pada saat polimer
bersentuhan dengan larutan koagulasi terjadi gabungan berbagai peristiwa kimia
mapupun fisika yaitu terjadinya peristiwa difusi dari pelarut ke larutan koagulasi
diikuti peristiwa osmosis pelarut ke larutan koagulasi melalui lapisan kulit luar yang
terbentuk lebih dahulu maupun peristiwa pengendapan oleh adanya elektrolit di
dalam larutan koagulasi.
66
67
Rayon 110
Pelarut
Rayon kuproamonium
Rayon viskosa
Lyocel
Kasein
Zein
Kuproampnium hidroksida
Alkali
NMMO
Larutan
koagulasi
Asam dan air
Asam
Air
NaOH
Formaldehid
PVC
PVA
Kevlar
Aseton
Air Panas
Asam sulfat
Air
Natrium sulfat
Asam sulfat
encer
Polimer
Selulosa
Protein
Sintetik
Pada proses pemintalan basah terdiri dari tiga proses utama yaitu pelarutan
polimer, penyemprotan larutan polimer melalui lubang spinneret diikuti pemadatan
polimer dalam larutan koagulasi. Pada proses pelarutan polimer, polimer yang akan
dilarutkan ditambahkan suatu pelarut yang sesuai kemudian terjadi pencampuran
antara polimer dan pelarut secara homogen. Proses pelarutan polimer terdiri dari
dua tahap yaitu mula-mula terjadi penggembungan polimer oleh pelarut yang
kemudian diikuti dengan proses pelarutan polimer.
Proses pemintalan basah adalah memadatkan larutan polimer menjadi serat
yang memiliki bentuk halus dan perbandingan panjang dan diameter yang sangat
besar. Untuk mendapatkan bentuk serat maka pada saat pemadatan polimer
dilakukan suatu proses penyemprotan larutan polimer melalui lubang spineret. Agar
dapat mempertahankan bentuk serat, segera setelah melewati lubang spineret
polimer harus memadat. Pemadatan dilakukan dengan proses koagulasi larutan
polimer sehingga terjadi pemadatan. Agar dapat langsung memadat spineret
diletakan di dalam bak larutan koagulasi seperti yang digambarkan pada Gambar
4.9 berikut, sehingga begitu keluar dari lubang spineret polimer langsung memadat
melalui mekanisme koagulasi.
67
68
Rayon 110
68
69
Rayon 110
2.
Pulp sebagai bahan baku serat rayon diambil dari pohon kayu, diantaranya
pohon kayu pinus. Bahan kayu pohon pinus masih mengandung senyawa selain
selulosa. Kandungan senyawa yang ada pada pohon pinus dicantumkan pada Tabel
4.2 Senyawa lain selain selulosa harus dihilangkan, oleh karena itu untuk
memperoleh selulosa dari pohon kayu dapat dilakukan dengan metoda
mengekstraksi, sehingga diperoleh senyawa selulosa hasil pemisahan dari pohon
kayu.
Tabel 4.2 Komposisi Senyawa Pada Kayu Pinus
Senyawa
Komposisi (%)
Selulosa
40
Hemiselulosa
30
Lignin
28
Zat lain
2
3.
69
70
Rayon 110
4.
5.
Penimbangan Pulp
70
71
Rayon 110
Pulp sebagai bahan baku pembuatan serat rayon kemudian diolah melalui
pemintalan basah menjadi serat rayon. Alur proses pembuatan rayon disajikan pada
gambar berikut ini.
6.
(C6H9O4ONa)n + H2O
(Selulosa)
(Alkali selulosa)
71
72
Rayon 110
yang lebih homogen. Slurry alkali selulosa dari slurry tank dipompakan ke dalam
slurry press untuk menghilangkan kelebihan NaOH yang menempel pada
permukaan selulosa. Dari slurry press, gumpalan alkali selulosa disuapkan ke dalam
pre schredder yang kemudian dikirim ke schredder. Di dalam schredder, gumpalan
alkali selulosa dicabik-cabik membentuk serbuk alkali selulosa yang disebut crumb.
Gambar mesin pulper, slurry press dan schredder dapat dilihat pada gambar berikut:
7.
72
73
Rayon 110
8.
Proses Xantasi
Larutan alkali selulosa xantat berwarna jingga hal ini karena terbentuknya senyawa
Na2CS3 sebagai hasil samping proses xantasi.
PLPG Sertifikasi Guru
73
74
Rayon 110
9.
Proses pelarutan alkali selulosa xantat dengan NaOH 20 g/L dilakukan pada
dissolver dan fine homogenizer. Di dalam fine homogenizer terjadi penghalusan
gumpalan-gumpalan selulosa xantat. Pelarutan dan penghalusan dilakukan pada
suhu rendah untuk menghindari dekomposisi xantat yang berlebihan dan
pembentukan produk samping. Pelarutan dan penghalusan berlangsung selama
(1,25 1,75) jam pada suhu sekitar (15 20)C. Tangki dissolver dilengkapi dengan
sistem pendingin berupa jaket yang dialiri dengan chilled water. Dari dissolver dan
fine homogenizer, larutan viskosa dialirkan ke blender. Di dalam blender larutan
viskosa diaduk untuk menghasilkan larutan viskosa yang lebih halus dan merata.
74
75
Rayon 110
75
76
Rayon 110
Filamen
1: Trio Rol
2 : Motor Penggerak Pisau
3 : Air Panas Penyemprot
4 ; Pengasah Pisau
5 : Lempengan Pisau
Air
Stapel
76
77
Rayon 110
77
78
Rayon 110
78
79
Rayon 110
Gambar 4.16 Skema Proses Pengeringan Serat Pada Mesin Pengering (Dryer)
79
80
Rayon 110
2) Kadar hemiselulosa
Kadar hemiselulosa merupakan komponen selulosa yang akan terlarut dalam
larutan 17,5% NaOH. Hemiselulosa tersusun dari dan selulosa.
3) Kadar gum kayu
Setiap komponen hemiselulosa akan mengandung gum (getah) yang akan larut
dalam 5% NaOH. Kadar maksimum gum yang diperbolehkan adalah 3 %.
4) Kadar abu
Nilai maksimum kadar abu adalah 0,1% dan cara pengukurannya dilakukan
lewat insinenerasi (pengabuan) selulosa.
5) Kadar air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara dipanaskan selama 4 jam pada
temperatur 105 C.
6) Derajat putih
Penggunaan pulp dengan derajat putih yang tinggi akan mendapatkan serat
dengan derajat putih yang tinggi pula. Penentuan derajat putih dilakukan
dengan analisa photo kimia menggunakan standar plat putih sebagai referensi
pengujian.
7) Kadar resin
Kadar resin yang tinggi dalam selulosa akan mengganggu proses filtrasi pada
proses pembuatan serat rayon, kadar resin yang diperbolehkan antara 0,2 0,3%.
8) Viskositas
Viskositas larutan selulosa akan bertambah dengan naiknya derajat polimerisasi
rata-ratanya. Viskositas ditentukan berdasarkan jenis larutan pelarut pulpnya.
Bila untuk pelarutnya dipakai kuproamonium maka viskositas larutan pulp
disebut viskositas kuproamonium.
9) Analisis Black Particle
Black particle dianalisa dengan cara menghitung jumlah black particle pada
pulp berukuran tertentu.
b. Pengujian Serat
Pengujian serat dilakukan untuk mengontrol kualitas serat yang dihasilkan, yakni :
1) Kehalusan (denier)
Derajat kehalusan serat dinyatakan dengan angka denier. Pengukuran
kehalusan serat dilakukan dengan alat vibroskop yaitu suatu alat pengukur titer
kehalusan serat tunggal yang menggunakan prinsip resonansi optoelektronik.
2) Kekuatan (tenacity) dan mulur (elongation)
Pengukuran kekuatan tarik dan mulur dilakukan pada mesin vibrodyn dengan
cara memberikan beban tarik pada serat tunggal yang yang sebelumnya sudah
teregang vertikal oleh pembebanan awal. Serat ditarik ke bawah dengan
kecepatan konstan sehingga serat bertambah panjang dan kemudian putus.
PLPG Sertifikasi Guru
80
81
3)
4)
5)
6)
7)
Rayon 110
Angka mulur (%) yang didapatkan merupakan perbandingan panjang awal dan
panjang setelah putus.
Panjang serat (stapel length)
Dilakukan dengan mengukur panjang serat manual (10 helai serat) sehingga
didapatkan panjang rata-ratanya.
Kadar air
Angka persentase kadar air akan berhubungan dengan berat keringnya.
Pengukuran kadar air dilakukan pada akhir pengepakan. Untuk menjamin
kualitas serat, maka serat diproduksi dengan kadar air kering (11-13) %.
Kerutan (crimp)
Kerutan didefinisikan sebagai perbedaan perpanjangan panjang serat dalam
keadaan mengerut dan panjang serat setelah diregangkan.
Kecerahan
Kecerahan didefinisikan sebagai perbandingan cahaya pantul dari serat uji dan
cahaya pantul dari standar bright dari BaSO4 dinyatakan dalam persen.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kecerahan yang
disebut vibrochrom.
Black particle serat
Analisis black particle pada serat dilakukan secara manual dengan cara mencari
kotoran yang terdapat di dalam serat sebanyak 5 kg. Kotoran yang dianggap
black particle diantaranya :
- Serat coklat ukuran < 1 mm.
- Serat hitam ukuran 1 2 mm dan > 2 m.
Standar kualitas untuk black particle adalah :
- Ukuran < 1 mm dengan jumlah < 10, maka kualitas serat A1.
- Ukuran 1 2 mm dengan jumlah 10 20, maka kualitas serat A2.
- Ukuran > 2 mm dengan jumlah < 20, maka kualitas serat B.
81
82
Rayon 110
Chip poliester
Pemintalan leleh
Draw texture
Draw twister
Pengepakan
1. Esterifikasi
Esterifikasi merupakan tahap pembentukan monomer. Proses ini disebut
esterifikasi langsung (direct esterification) karena gugus karboksil (-COOH-) dari
asam tereftalat dapat dengan mudah bereaksi dengan etilena glikol, sehingga reaksi
esterifikasi ini tidak memerlukan katalis.
- Proses esterifikasi ini diawali dengan pemompaan larutan homogen yang
mengandung asam tereftalat murni, etilenglikol, kobalt asetat, asam fosfit,
diantimontrioksida, titaniumoksida ke dalam reaktor esterifikasi.
- Proses esterifikasi berlangsung selama kurang lebih 45 menit pada reaktor
esterifikasi bersuhu 2600C.
Pada proses esterifikasi selain bishidroksi etilena tereftalat (BHET) juga
dihasilkan air sebagai hasil sampingannya. Untuk memperoleh polimer dengan
berat molekul yang besar maka harus dilakukan pemisahan air secara paksa dengan
cara divakum. Untuk menghasilkan polimer dengan berat molekul yang tinggi, selain
penghilangan air juga diperlukan reaktan dalam jumlah yang sama selama tahap
reaksi. Hal ini diperlukan karena dalam reaksi polimerisasi antara asam karboksilat
PLPG Sertifikasi Guru
82
83
Rayon 110
2. Polimerisasi
Penggabungan monomer menjadi polimer disebut proses polimerisasi.
Panjang rantai molekul polimer dikenal sebagai derajat polimerisasi sangat
dipengaruhi dan ditentukan oleh suhu dan lama reaksi melalui putaran pengadukan
yang dilakukan secara bertahap. Waktu dan cara proses pengadukan serta suhu
yang digunakan akan menentukan kualitas kekentalan atau viskositas spesific
polimer tersebut. Pada umumnya nilai viskositas spesifik polimer yang dihasilkan
dari reaksi kondensasi berbeda. Perbedaan nilai viskositas spesifik yang besar dapat
disebabkan karena lamanya waktu pengeluaran polimer sehingga banyak
menimbulkan berbagai masalah.
Pada tahap reaksi polimerisasi terjadi kerusakan rantai polimer disebabkan
oleh adanya oksigen, yang berasal dari dalam reaktor maupun diluar reaktor.
Adanya oksigen dalam jumlah yang sangat sedikit pun dalam reaktor dapat
menyebabkan meningkatnya kerusakan rantai polimer. Oleh karena itu pada proses
kondensasi, reaktor polikondensasi diisolasi dengan gas nitrogen untuk menghindari
masuknya oksigen ke dalam reaktor.
Adanya senyawa dietilenaglikol (DEG) dalam polietilenatereftalat (PET) akan
meningkatkan daya serap serat poliester terhadap zat warna. Sebaliknya bila
senyawa DEG terlalu tinggi akan berakibat pada penurunan terhadap titik leleh PET
sehingga mudah rusak oleh pemanasan. Pada setiap kenaikan 1% DEG adalam
larutan polimerisasi PET maka akan terjadi penurunan terhadap titik leleh 5 o C.
Dengan demikian maka jumlah DEG dalam proses polimerisasi ini harus dijaga
kuantitasnya.
Hal lain yang akan mempengaruhi pembentukan polimer yaitu adanya gugus
ujung asam (karboksil) yang terbentuk pada proses polimerisasi. Kadar karboksil
yang tinggi dalam polimer menunjukkan bahwa reaksi polimerisasi belum sempurna
PLPG Sertifikasi Guru
83
84
Rayon 110
atau terjadi fotooksidasi oleh panas atau oksigen sehingga terjadi pemutusan rantai
PET.
O
HO
H2
C
O C
H2
C
C O
Katalis, T
OH
Vakum
monomer BHET
O
HO
H2
C
O C
O
C O
H2
C
H + (n-1)
HO
H2
C
OH
2
n
polietilena tereftalan
etilena glikol
84
85
Rayon 110
4. Penimbangan Chips
Proses penimbangan chip dilakukan sebelum chip diproses pemintalan.
Chips polimer yang akan diproses menjadi benang filamen terlebih dahulu diperiksa
di laboratorium. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dari chip
karena chip-chip yang akan diproses untuk menjadi filamen harus dapat memenuhi
standar produksi yang telah ditetapkan. Dengan pemeriksaan ini diharapkan akan
diperoleh benang filamen yang berkualitas dan seragam serta kekurangan atau
cacat dari chips dapat diketahui terlebih dahulu.
PLPG Sertifikasi Guru
85
86
Rayon 110
Chip dihisap masuk ke dalam vacum tank yang berfungsi sebagai penghisap
chip dari gudang chip dan menyalurkan ke main silo. Main Silo adalah tangki
penampung utama chip sebelum chip diproses pemintalan leleh. Tangki ini dapat
menampung atau menyimpan chip dengan kapasitas kurang lebih 10 ton.
Selanjutnya chip disalurkan ke dosing silo. Pada dosing silo yang mempunyai
kapasitas tangki 2,5 ton terdapat gate valve yang bekerja secara otomatis
berdasarkan level chip untuk mengatur jumlah chip yang akan diproses kemudian
chip didorong menuju crystallizer chamber.
Pada crystallizer chamber dihembuskan udara panas dengan suhu 135 140C untuk kristalisasi permukaan chip serta memisahkan debu dan kotoran yang
menempel pada chip tersebut. Debu dan kotoran chip tersebut dihisap oleh dust
separator dan dipisahkan antara udara dengan kotoran chip. Kemudian chip
dikeringkan pada chips dryer.
86
87
Rayon 110
3) Kadar Aldehid
Maksud : Untuk mengukur kandungan aldehid sebagai 4-carboxyl Benzyl
Aldehyde ( 4-CBA).
Prinsip : Mengukur kadar 4-CBA dengan bantuan spektrofotometer.
4) Bilangan Asam
Maksud : Untuk mengetahui kadar asam yang terkandung di dalam asam
terftalat.
Prinsip : Menghitung kadar asam yang terkandung dengan metoda titrasi
asam basa.
5) Benda Asing
Maksud : Untuk mengetahui benda asing yang terapat di dalam asam terftalat
yang dilarutkan dengan amoniak.
Prinsip : Menghitung partikel kotoran yang ada dengan bantuan mikroskop
b. Pengujian Etilena Glikol
1) Kelarutan Dalam Air (Water Solubility)
Maksud : Untuk mengetahui daya larut etilena glikol di dalam air.
Prinsip
: Melarutkan etilena glikol dalam air suling kemudian mengevaluasi
kelarutannya.
2) Kadar Air
Maksud : Untuk mengetahui kadar air dari etilena gikol
3) Kandungan Fe (Iron Content)
Maksud : Untuk mengetahui kadar besi yang terlarut dalam etilena glikol
Prinsip : Mengukur kadar Fe dalam etilena glikol dengan cara colorimetri
4) Kandungan Klorida (Chloride Content)
Maksud : Untuk mengetahui kadar klorida dalam air
5) Kadar Keasaman
Maksud : untuk mengetahui kadar asam dari Etilena glikol
Prinsip : mengukur keasaman dari etilena glikol dengan metoda titrasi asam
basa.
6) Transparansi
Maksud : Untuk mengetahui % T dari etilena glikol pada panjang gelombang
350 nm
Prinsip : Mengukur transparansi etilena glikol dengan bantuan
spektrofotometer.
PLPG Sertifikasi Guru
87
88
Rayon 110
88
89
Rayon 110
Prinsip
89
90
Rayon 110
Lantai 6
Lantai 5
7
11
7
3
9
12
9
11
10
Lantai 4
14
13
Lantai 3
15
Lantai 2
16
Lantai 1
Gambar 4.20 Skema Mesin Pemintalan Leleh Pada Pembuatan Benang POY
Keterangan gambar :
1. Vacuum silo
2. Main silo
3. Dosing silo
4. Crystallizer Chamber
5. Dust separator
6. Tangki debu
7. Chip dryer
8. K-tron mixer
9. Heat exchanger
10. Air dryer
11. Radial fan
12. Filter
13. Extruder
14. Non stop filter
15. Spin pump
16. Take up
90
91
Rayon 110
91
92
Rayon 110
92
93
Rayon 110
2
3
4
5
6
2
7
6
8
2
12
9
10
13
11
Gambar 4.22 Skema Mesin Draw Twister St 1502 E Pada Proses Pembuatan
Benang FOY
Sumber : Instruction ST 1502 E, Ishikawa Seisakusho Ltd., Japan.
Keterangan gambar :
1. POY
2. Snail wire
3. Pressure roll
4. Delivery roll
5. Stretch roll/hot roll
6. Separator roll
7. Plate heater
8. Stretch roll/cold roll
9. Traveller
10. Ring holder
11. Spindel
12. Bobbin
13. FOY
Fungsi bagian-bagian mesin pada mesin draw twister ST1502 E :
1. Snail wire berfungsi sebagai pengarah benang.
2. Pressure roll berfungsi sebagai rol penekan untuk menjaga agar benang tetap
pada jalurnya dan mencegah slip benang.
3. Delivery roll berfungsi mengatur kecepatan penyuapan benang.
4. Stretch roll/hot roll berfungsi sebagai rol heat setting benang dengan suhu rol
90-100C.
5. Separator roll berfungsi sebagai pengarah benang pada stretch roll.
93
94
Rayon 110
6. Plate heater berfungsi untuk heat setting benang pada proses stabilizing dengan
suhu plat 200-210C.
7. Stretch roll/cold roll berfungsi sebagai rol penarik dan pendingin benang.
8. Traveller berfungsi sebagai pengantar arah benang saat digulung pada bobbin.
9. Ring holder berfungsi sebagai mengatur jalur benang saat digulung pada bobbin
dan sebagai tempat posisi traveller.
10. Spindel berfungsi sebagai kedudukan bobbin dan menggerakkan bobbin untuk
menggulung benang.
Urutan proses pembuatan benang FOY pada mesin draw twister ST 1502 E :
- Benang POY diletakkan pada tiap-tiap posisi sesuai dengan kode nomor proses
yang terdapat pada bagian dalam chesse dengan kode nomor proses yang
terdapat pada kedudukan benang POY pada mesin.
- Bobbin dipasangkan pada spindel.
- Mesin dihidupkan melalui rangkaian control panel digital yang berada disamping
mesin kemudian diatur kecepatan delivery roll, kecepatan stretch roll/hot roll,
suhu plate heater, kecepatan stretch roll/cold roll, kecepatan ring holder dan
kecepatan putaran spindel.
- Benang POY kemudian dipasangkan pada snail wire, kemudian dilewatkan pada
delivery roll, hot roll, separator roll, plate heater, cold roll, separator roll, snail
wire, taveller dan digulungkan pada bobbin.
- Setelah benang terpasang sesuai jalurnya, maka proses produksi dijalankan
dengan menekan tombol ON proses dan mesin bekerja secara otomatis sesuai
dengan skema pengaturan yang telah dibuat pada control panel.
- Apabila waktu penggulungan benang telah tercapai maka proses doffing benang
FOY dilakukan, gulungan benang FOY diambil dari posisinya dan diganti dengan
bobbin baru untuk proses doffing selanjutnya.
Benang filamen dari hot roll kemudian masuk ke plate heater secara non
contact heater untuk stabilizing agar kondisi benang tetap. Benang kemudian
digulung pada cold roll dengan pengarah separator roll secara contact roll untuk
pendinginan benang. Pada saat benang digulungkan pada hot roll atau cold roll,
benang mengalami peregangan dan friksi akibat putaran rol yang cepat, hal ini
menyebabkan benang hasil proses FOY tampak mengkilat.
Benang dari cold roll kemudian dilewatkan pada snail wire dan diarahkan
pada traveller sebagai pengantar arah benang pada bobbin yang bergerak melingkar
pada ring holder. Ring holder bergerak naik turun untuk mengatur jalur gulungan
dan mengatur sudut gulungan benang pada bobbin sedangkan bobbin yang berada
pada spindle bergerak pada porosnya untuk menarik dan menggulung benang.
Benang yang tergulung pada bobbin disebut benang FOY (Full Oriented Yarn).
94
95
Rayon 110
J. BENANG TEKSTUR
Benang atau filamen tekstur adalah benang filamen yang mengalami proses
texturizing sehingga benang mempunyai crimp dan bersifat bulky. Benang yang
mengalami proses texturizing pada awalnya berupa benang filamen yang berbentuk
lurus dan melalui proses texturizing maka terbentuk gelombang-gelombang kecil
yang bersifat permanen di sepanjang permukaan benang sehingga benang menjadi
lebih gembur dan elastis.
95
96
Rayon 110
96
97
Rayon 110
97
98
Rayon 110
benang ini mempunyai tingkat kenyamanan yang tinggi. Benang yang diproses
dengan cara stuffing box sangat disukai oleh industri perajutan dan garmen karena
keunggulan yang dimilikinya.
Mesin stuffer box pada dasarnya terdiri dari rol penyuap, tabung (stuffer
box), pemanas, dan tabung kecil atau pemberat, dan rol penarik atau penggulung.
Tabung, pemanas, dan pemberat biasa disebut sebagai crimping head.
Prinsip proses texturizing dengan metode stuffing box adalah mendeformasi
benang dengan cara mendorong benang ke dalam suatu tabung pada kecepatan
tinggi dan suhu tinggi secara serentak sehingga benang menjadi berkerut seperti
yang disajikan pada Gambar berikut.
98
99
Rayon 110
99
100
Rayon 110
K. PEMBUATAN DTY
Draw texturizing adalah proses penarikan benang POY, sebagian ataupun
seluruhnya, menjadi benang dengan ukuran tertentu dan kemudian ditekstur
dengan cara kontinyu. Kehalusan dan keseragaman orientasi benang yang
dihasilkan merupakan pertimbangan ekonomis dan teknologi mengapa proses ini
dikembangkan. Benang DTY merupakan benang filamen yang mengalami proses
texturizing sambil diregangkan (drawing) sehingga menghasilkan sifat bulky (efek
rua). Proses texturizing dapat digunakan dengan metoda false twist atau antihan
palsu. Benang tekstur ini diperoleh dari proses pengeritingan serat filamen POY
yang berbentuk lurus menjadi bentuk keriting (crimp) dan pada proses ini serat
filamen mengalami proses peregangan dan pengantihan palsu secara bersamaan
atau disebut draw texture. Proses pembuatan benang tekstur ini menggunakan
mesin draw texture jenis SDS.
100
101
Rayon 110
8
7
6
9
10
5
11
12
18
16
4
6
5
3
2
17
13
5
14
15
19
Gambar 4.28 Skema Mesin Draw Texture Sds 900 Pada Proses Pembuatan Benang
DTY
Keterangan gambar :
1. POY
2. Pengantar benang
3. Cutter
4. Input feed roll
5. Pressure roll
6. Snail wire
7. Primary heater
8. Cooling plate
9. Disk positorq
10. Intermediate roll
11. Nozzle air jet
12. Secondary heater
13. Out put roll
14. Non contact detector
15. Nozzle oil
16. Traverse
17. Take up roll
18. DTY
Fungsi bagian-bagian mesin pada mesin draw texture SDS 900 :
1. Pengantar benang berfungsi untuk mengantarkan benang dari tiap-tiap posisi ke
cutter sesuai jalurnya melalui pipa kecil.
2. Cutter berfungsi untuk memotong benang .
PLPG Sertifikasi Guru
101
102
Rayon 110
102
103
Rayon 110
kepada draw ratio yang digunakan. Dengan mengatut draw ratio dapat
diperhitungkan perkiraan nomor benang yang dihasilkan, atau sebaliknya, untuk
mendapatkan nomor benang tertentu dapat dicapai dengan mengatur draw ratio
mesin drawing.
Contoh perhitungan penggunaan draw ratio dalam proses drawing adalah sebagai
berikut:
1) Menghitung draw ratio dari nomor benang POY dan nomor benang DTY yang
diinginkan.
Misalkan : Nomor benang POY 250 denier. Nomor DTY (yang diinginkan)
150 denier. Maka besar draw ratio yang ditetapkan :
NomorPOY
250
=
= 1,666 kali
NomorDTY 150
2) Menghitung draw ratio dari kecepatan rol penyuap ke 1 dan rol penyuap ke 2.
Misalkan : Kecepatan rol ke 1 V1 = 450 m/menit, Kecepatan rol ke 3 V2 = 900
m/menit. Maka besar draw ratio yang ditetapkan :
V1
900
=
= 2 kali
V2
450
L. TEST FORMATIF
1)
2)
3)
4)
5)
103
104
Rayon 110
Setelah anda mempelajari pada sub bab ini anda diharapkan akan memiliki
kemampuan untuk :
1. Mengetahui mutu serat kapas
2. Melaksanakan proses persiapan pembuatan benang
3. Melakukan pencampuran serat
4. Menjelaskan urutan proses pemintalan kapas
A. BAHAN BAKU
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang yaitu serat, baik yang
berasal berasal dari serat alam maupun serat buatan. Sebagai bahan baku dalam
pembuatan benang, maka serat-serat tersebut harus memiliki karakteristik tertentu
untuk bisa diproses dalam pemintalan. Kemampuan serat untuk bisa dipintal tanpa
mengalami kesulitan dengan mutu benang yang baik biasa disebut spinning ability.
Persyaratan serat sehingga memiliki kemampuan untuk dipintal (spinning
ability) diantaranya adalah:
1) Serat harus cukup panjang
2) Serat harus cukup halus
3) Serat harus cukup kuat dan
4) Gesekan permukaan serat harus memadai.
Bahan baku yang akan dijelaskan dalam bab ini adalah serat kapas. Mutu
dari serat kapas secara tradisional dinyatakan dengan grade dan staple yang
ditentukan oleh cotton classers yang terlatih dengan baik. Pengukuran-pengukuran
secara laboratoris telah dikembangkan untuk memperoleh informasi tambahan
tentang mutu. Dengan adanya bermacam-macam jenis kapas dan varitas kapas,
maka kapas juga mempunyai bermacam-macam kwalitas kapas yang dipengaruhi
oleh daerah tempat tumbuh, cara penanaman, iklim dan lain-lain. Pembagian
kwalitas kapas tersebut lazim disebut grading kapas. Grade ini menunjang mutu
kapas, dan juga menentukan harga kapas. Grade ditentukan oleh warna, kotoran
dan preparation.
Warna akan menentukan kenampakan dari benangnya, kotoran akan
menambah jumlah limbah, mengganggu kelancaran proses dan mempengaruhi
grade benang yang dihasilkan, sedang preparation dapat menimbulkan kerusakan
pada serat. Oleh karena itu grade kapas perlu diketahui. Untuk mengetahui grade
kapas tersebut dapat dilakukan secara visual dengan membandingkan contoh kapas
PLPG Sertifikasi Guru
104
105
Rayon 110
tersebut dengan suatu standard grade box. Selain grade ada faktor mutu serat yang
sangat berpengaruh terhadap mutu produk dan sejauhmana kehalusan benang
yang bisa dipintal dari suatu serat yang harus diketahui, faktor mutu tersebut
adalah panjang serat.
Dengan mengetahui panjang serat maka dapat direncanakan kehalusan
benang yang bisa dicapai oleh serat tersebut, selain itu data panjang serat sangat
berpengaruh terhadap penyetingan mesin-mesin pemintalan yang digunakan untuk
mengolah serat tersebut. Jika panjang serat tidak diketahui maka seting pada mesin
tidak akan bisa mendukung panjang serat yang diolah, pada akhirnya kelancaran
proses akan terganggu, dan mutu benang yang dihasilkan tidak akan baik.
Dilihat dari panjang seratnya. Jenis serat kapas dapat dikelompokkan menjadi :
- Serat kapas panjang, termasuk pada golongan ini adalah serat dari Mesir.
- Serat kapas medium, termasuk pada golongan ini adalah serat dari Amerika.
- Serat kapas pendek, termasuk pada golongan ini adalah serat dari India.
B. PROSES PERSIAPAN
Untuk memudahkan pengerjaan, persiapan yang baik perlu dilakukan
khususnya mengenai pergudangan. Pergudangan ini meliputi :
105
106
Rayon 110
C. PENCAMPURAN SERAT
Dalam proses pencampuran serat, ada dua macam istilah yang sering
diartikan sama tetapi sebenarnya masing-masing mempunyai pengertian yang
berbeda yaitu Blending dan Mixing. Perbedaan pengertian istilah tersebut
berdasarkan jenis atau macam serat yang akan dicampur.
1. Blending
Blending adalah pencampuran antara dua jenis serat atau lebih yang sifatsifat dan atau harganya berbeda, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil benang
dengan mutu dan harga yang diinginkan. Misalnya kita akan membuat benang
campuran antara serat polyester dan serat kapas dengan perbandingan 65 %
Polyester dan 35 % kapas, maka sebelum proses dikerjakan kita sudah dapat
meramalkan benang campuran yang akan dihasilkan diharapkan akan mempunyai
sifat-sifat antara lain :
a. Lebih kuat
b. Lebih rata
c. Tahan kusut dan lain-lain
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam blending ini antara lain adalah :
a. Panjang serat
b. Kehalusan serat
c. Kekuatan dan mulur serat
d. Persentase perbandingan
Jadi yang diartikan dengan blending dalam pemintalan ialah pencampuran dua
macam serat atau lebih dengan memperhatikan persyaratan diatas untuk diolah
menjadi benang dengan hasil yang dapat diramalkan sebelumnya dan kalau
dikemudian hari akan membuat benang semacam itu dapat dengan mudah
dilaksanakan. Blending yang dilakukan di pabrik pemintalan di Indonesia biasanya
antara :
- Serat poliester dengan serat kapas
- Serat poliester dengan serat rayon
- Serat kapas dengan serat buatan lainnya.
Dalam pelaksanaannya blending dapat dilakukan antara lain pada mesinmesin blowing, carding dan drawing. Dari beberapa cara tersebut yang banyak
dipakai ialah blending yang dilakukan pada mesin drawing dan dalam beberapa hal
juga dilakukan di mesin blowing. Blending yang dilakukan di mesin Blowing
mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain disebabkan karena adanya
perbedaan panjang serat, jumlah kotoran, berat jenis, sifat-sifat fisik dan mekanis
PLPG Sertifikasi Guru
106
107
Rayon 110
lainnya antara serat polyester dan serat kapas. Panjang serat, jumlah kotoran yang
berbeda seharusnya memerlukan setting dan tingkat pembukaan yang berbedabeda. Serat-serat yang berat jenisnya lebih kecil kemungkinan besar akan terhisap
lebih dahulu dibandingkan dengan seratserat yang berat jenisnya lebih besar,
sehingga blending yang diharapkan mungkin tidak dapat tercapai. Demikian pula
terhadap sifat-sifat fisik dan mekanis lainnya perlu diperhatikan.
Dari uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
berbagai macam perbedaan sifat-sifat serat, maka sukar sekali untuk menentukan
kondisi pengolahan yang sesuai, misalnya besarnya setting dan pukulan, kekuatan
hisapan udara, kelembaban dan sebagainya. Dengan demikian blending pada mesin
blowing biasanya hanya dilakukan apabila terdapat beberapa persamaan sifat dari
serat-serat yang dicampurkan, misalnya serat polyester dan serat rayon.
Blending pada mesin drawing biasanya dilakukan dengan cara mengatur
perbandingan rangkapan dan susunan sliver yang disuapkan pada mesin drawing
passage pertama. Dengan cara tersebut, maka Persentase campuran yang
diinginkan dapat dicapai.
Perbandingan Persentase campuran yang lazim digunakan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1 Macam-Macam Perbandingan Persentase Campuran
No.
Macam campuran serat
Perbandingan persentase campuran
1.
Polyester / kapas
65 % / 35 %
2.
Polyester / rayon
65 % / 35 %
3.
Kapas / rayon
80 % / 20 %
4.
Polyacrilic / kapas
55 % / 45 %
5.
Polyester / wol
55 % / 45 %
6.
Kapas / kapas
Tidak tertentu
2. Mixing
Tujuan dari mixing di pemintalan ialah untuk mengurangi ketidakrataan hasil
benangnya. Mixing biasanya dilakukan terhadap serat-serat yang sejenis. Biasanya
kapas yang datang, walaupun spesifikasi telah ditetapkan dalam pemintalan, namun
dalam kenyataannya sukar dipenuhi, mungkin disebabkan jumlah persediaan sangat
terbatas.
Adakalanya walaupun grade dan panjang staple sama dalam spesifikasinya,
namun karena berasal dari berbagai daerah yang kondisinya tidak sama, maka
dimungkinkan adanya perbedaan sifat antar kapas. Agar hasil produksi benang yang
berasal dari kapas-kapas tersebut dapat dijamin kesamaannya, maka perlu
dilakukan mixing.
Mixing dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain :
a. Pencampuran di lantai (floor mixing).
b. Pencampuran dalam ruangan (bin mixing).
c. Pencampuran selama penyuapan.
PLPG Sertifikasi Guru
107
108
Rayon 110
Dari berbagai macam cara tersebut diatas, yang banyak digunakan ialah
pencampuran selama penyuapan. Pada cara ini, biasanya disediakan 24 bal kapas
yang disusun sekeliling feed lattice dari mesin pembuka (Hopper Bale Breaker).
Kemudian dari setiap bal kapas diambil segumpal demi segumpal dengan tangan
dan ditaruh diatas feed lattice, selanjutnya terus masuk kedalam mesin Hopper Bale
Breaker.
Walaupun antar blending dan mixing pada hakekatnya mengandung
pengertian yang berbeda, dalam pengertian sehari-hari sering dicampur adukkan.
Blending sering diberi pengertian apabila percampuran dilakukan terhadap jenis
serat yang berbeda, sedang percampuran beberapa macam serat kapas untuk
tujuan-tujuan tertentu dipatal-patal di Indonesia seringkali digunakan istilah mixing.
Blowing
Carding
Drawing I
Drawing II
Roving
Spinning
Winding
Gambar 5.1 Urutan Proses Carded Yarn
PLPG Sertifikasi Guru
108
109
Rayon 110
Blowing
Carding
Pre Drawing
Super Lap
Combing
Drawing I
Drawing II
Roving
Spinning
Winding
Gambar 5.2 Urutan Proses Combed Yarn
PLPG Sertifikasi Guru
109
110
Rayon 110
E. TEST FORMATIF
1)
2)
3)
4)
110
111
Rayon 110
A. MESIN BLOWING
Bahan baku blowing berupa bal serat, masing-masing diambil segumpal
demi segumpal dengan tangan dan disuapkan kedalam penyuap. Serat-serat yang
dikemas secara padat, perlu dibuka sehingga serat-serat yang ada didalamnya
terurai dan terbuka. Dengan terurainya serat-serat tersebut maka serat-serat bahan
baku akan mudah untuk dibersihkan. Mengingat hal tersebut maka proses utama
yang terjadi pada blowing adalah proses pembukaan dan pembersihan serat.
Proses-proses tersebut sangat dibutuhkan dalam menjamin kelancaran dan mutu
produksi pada proses selanjutnya dalam pemintalan.
Walaupun proses pembukaan dan pembersihan hanya sekitar 5 10 % dari
total biaya pemintalan benang, tetapi hal ini sangat berpengaruh secara tidak
langsung terhadap besarnya bahan baku yang hilang dan mutu benang yang
diproduksi pada pemintalan.
Selain proses pembukaan dan pembersihan dalam proses blowing juga
terjadi proses pencampuran yang biasa disebut dengan blending. Proses
pencampuran pada blowing dilakukan untuk mencampur bagian-bagian serat yang
memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga memiliki sifat yang homogen.
Serat yang berada diatas bagian bal perlu dicampur dengan serat yang berada
dibawah bal, dan juga untuk posisi-posisi yang lainnya.
111
112
Rayon 110
112
113
Rayon 110
Keterangan:
1. Susunan bal serat bahan baku
6. Fine opener (Opener + Cleaner)
2. Bale opener otomatis (Blendomat) 8. Pembersih debu (deduster)
4. Pemisah logam (metal separator)
9. Mesin Carding
5. Multi mixer
Blowing lines untuk serat buatan lebih pendek, pada susunan ini terdapat
pemisah logam (4) untuk memisahkan logam dari serat-serat yang mungkin
terbawa pada saat serat dibuat, sedangkan pencampuran, pembukaan, dan
pembersihan lebih sedikit jika dibandingkan dengan Blowing lines untuk serat
buatan.
3.
1
3
113
114
Rayon 110
114
115
Rayon 110
pembersihan. Mesin ini terdiri dari rol-rol penyuap, rol-rol pemukul, mote knifes
(pisau pembersih), dan peralatan listrik statis tegangan tinggi. Elemen-elemen
utama tersebut disusun terstruktur membentuk sistem pembersihan bahan baku
yang efisien sehingga kotoran yang melekat pada bahan baku yang berupa debu
dan kotoran lainnya dapat terlepas dengan tanpa merusak serat yang sedang
diproses.
a. Bagian-Bagian Utama Mesin Super Cleaner
Struktur susunan komponen-komponen mesin super cleaner dapat dilihat
pada gambar dibawah ini:
1
115
116
Rayon 110
Rol ini terdiri dari dua buah dan dipasang sebagai rol pemukul yang kedua dan
ketiga dengan fungsi sebagai pembuka, pembersih debu, dan pelurus seratserat yang diproses.
5) Mote Knife
Mote knife pada mesin ini terdiri dari dari delapan buah yang dipasang di bawah
rol-rol pemukul. Dibawah rol pemukul pertama dipasang 4 buah mote knife, dan
dibawah rol pemukul kedua dan ketiga masing-masing 2 buah. Fungsi utama
mote knife adalah untuk memisahkan antara kotoran dengan serat yang
terlepas. Pada mesin ini, celah antara mote knife dengan rol pemukul serta
kemiringannya dapat diatur sesuai dengan bahan baku yang diolah.
6) Peralatan Listrik Statis Tegangan Tinggi
Peralatan ini dipasang diantara pemukul kesatu dan kedua dan diantara
pemukul kedua dan ketiga. Peralatan ini berfungsi untuk membantu dalam
meluruskan serat dengan memanfaatkan gaya magnetic pada listrik statis, selain
itu peralatan ini juga membantu gumpalan serat bergerak dengan lancar tanpa
masalah.
7) Pengumpul Debu dan Kotoran
Debu dan kotoran yang terpisahkan dari serat oleh mote knife dikumpulkan
dalam tempat pengumpul dan dihudap keluar dari mesin oleh kipas penghisap
debu dan kotoran.
b. Mekanisme Kerja Mesin Super Cleaner
Serat-serat bahan baku dari mesin bale opener disuapkan kepada rol-rol
penyuap mesin super cleaner kemudian diambil oleh pasangan rol pengambil, oleh
rol ini ketebalan gumpalan serat yang masuk pada rol pemukul pertama diatur,
kemudia serat-serat mengalami pembukaan dan pembersihan oleh rol pemukul
pertama yang berupa rol pemukul berpaku yang dibawahnya terdapat mote knife.
Dari rol pemukul pertama serat-serat bergerak ke pemukul kedua dan ketiga yang
berupa rol pemukul gigi gergaji serta dibawahnya terdapat mote knife, pada kedua
rol pemukul ini serat-serat mengalami pembersihan lebih lanjut sehingga debu dan
kotoran yang melekat pada serat dapat terlepas dan serat menjadi lebih bersih.
Ketika serat mengalami proses pembukaan dan pembersihan, pergerakan
serat dibantu oleh peralatan listrik statis tegangan tinggi. Selain membantu
pergerakan serat, peralatan ini juga membantu pelurusan serat. Kotoran yang
terpisahkan dari serat oleh mote knife dikumpulkan pada suatu tempat dan dihisap
oleh kipas penghisap keluar dari mesin.
116
117
Rayon 110
117
118
Rayon 110
118
119
Rayon 110
akan memasuki mesin carding melalui tiga rol penyuap (12) yang digerakan
langsung oleh mesin carding menuju rol penyuap di mesin carding (13).
B. MESIN CARDING
Mesin Carding adalah mesin yang mengubah bentuk lap menjadi sliver. Lap
hasil mesin Blowing masih berupa gumpalan-gumpalan kapas yang mengandung
serat-serat pendek dan kotoran. Gumpalan-gumpalan kapas tersebut masih perlu
dibuka dan dibersihkan lebih lanjut pada mesin Carding.
Sistem penyuapan bahan baku terhadap mesin carding telah mengalami
perkembangan dari mulai sistem lap feeding hingga sistem chute feed. Dengan
pengembangan sistem penyuapan bahan baku ini kelancaran proses, tingkat
produktifitas, dan mutu produk bisa ditingkatkan.
1. Fungsi Carding
Proses yang terjadi pada mesin carding memliki fungsi secara umum adalah
untuk membuka serat secara individu, membersihkan, dan membentuk sliver
carding. Secara rinci fungsi mesin carding adalah :
a. Membuka gumpalan serat lebih lanjut
b. Membersihkan kotoran-kotoran serat (impurities) dan debu yang masih
terdapat didalam gumpalan kapas
c. Menguraikan neps
d. Mengurangi/menghilangkan serat pendek
e. Mengorientasikan serat searah sumbu sliver
f. Membentuk sliver.
119
120
Rayon 110
Feeder Hopper
Taker In (Licker In)
Silinder utama
Top Flat
Doffer
Calender Roll
Coiler
Pada instalasi modern seperti yang ditunjukan pada gambar 6.3, bahan baku
didistribusikan melalui saluran bahan baku dari proses blowing (1) menuju mesin
carding melalui sistem penyuapan chute feed pada mesin carding. Bahan baku yang
terbentuk pada sistem chute feed ini langsung disuapkan melalui rol penyuap pada
feeder hopper menuju landasan penyuap yang secara perlahan mendorong lapisan
serat menuju daerah taker-in (2).
Bagian dari lapisan bahan baku dari rol penyuap harus tersisir dan terbuka
menjadi individu-individu serat yang terbuka oleh taker-in, serat-serat ini melewati
peralatan grid bar dan dipindahkan pada silinder utama (3). Pada saat serat-serat
melalui mote knife, grid bar, dan daerah carding action, sebagian besar kotoran
yang terkandung dalam serat akan jatuh ke bawah melewati grid bar dan terkumpul
pada saluran limbah. Kapas yang terbawa oleh taker-in, kemudian dibawa ke depan
sampai bertemu dengan permukaan silinder utama (3) yang bergerak lebih cepat.
Karena arah jarum-jarum pada permukaan silinder searah dengan jarum-jarum dari
taker-in yang bergerak lebih lambat, maka serat-serat yang berada di permukaan rol
pengambil akan dipindahkan ke permukaan silinder dan terus dibawa ke atas dan
berada diantara permukaan silinder dan top flat (4), disinilah terjadi carding action.
Kecepatan silinder jauh lebih besar daripada kecepatan flat dan
kedudukannya saling berhadapan. Hal ini mengakibatkan lapisan kapas yang
PLPG Sertifikasi Guru
120
121
Rayon 110
terdapat di antara kedua permukaan tersebut akan tergaruk dan terurai. Serat-serat
pendek beserta kotoran-kotorannya akan menempel pada jarum-jarum flat. Oleh
sisir flat, lapisan kapas digaruk hingga lepas dari jarum-jarum flat.
Serat kapas yang menempel pada jarum-jarum pada permukaan silinder
terus dibawa ke bawah sampai titik singgung dengan permukaan doffer(5). Doffer
mengubah serat-serat yang dibawa oleh silinder menjadi lapisan serat (web), hal in
terjadi karena kecepatan doffer lebih lambat dibandingkan kecepatan silinder.
Peralatan pengambil web (doffer stripper) mengambil web dari doffer dan
mengubahnya dari bentuk web menjadi sliver kemudian mengantarkannya kepada
calender rol (6) yang akan menekan sliver tersebut sehingga memiliki diameter
tertentu. Dari calendar roll, sliver yang terbentuk masuk kepada coiler (7) yang akan
menyimpannya dalam can.
Cepat
121
122
Rayon 110
Lambat
Cepat
4. Perhitungan
Mesin carding konvensional biasanya digerakan oleh hanya satu motor,
motor ini menggerakan secara langsung taker-in, silinder utama, dan bagian-bagian
mesin yang lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sabuk
penggerak (belt) dan gigi-gigi penghubung. Pada mesin carding modern yang
berkecepatan tinggi penggerak mesin tidak hanya mengandalkan satu motor, tetapi
telah dilengkapi dengan beberapa motor penggerak sehingga masing-masing bagian
pada mesin carding digerakan tersendiri oleh satu motor, hal ini sangat
menguntungkan dalam menyeting mesin.
Dengan suatu mekanisme gearing dan belt tertentu mesin carding dapat
berjalan dengan baik memenuhi tujuan proses carding. Struktur gearing pada
mesin carding didesain sedemikian rupa sehingga kecepatan masing-masing bagian
mesin sesuai dengan perhitungan-perhitungan mengenai regangan mekanik dan
regangan nyata yang harus terjadi pada proses carding.
122
123
Rayon 110
RM
Kecepatankelilingdoffer
Kecepatankelilingrol penyuap
RN
100
RM
100 %L
123
124
Rayon 110
1 lb lap
453,6
40
hank 0,00131
16,45 x1000 840
113,74
Nomormasuk 0,00131
Dari Regangan Nyata, dapat dihitung Regangan Mekaniknya. Bila mesin Carding
mempunyai limbar sebesar 5 %, maka :
RM
(100 % Limbah)
RN
100
RM
(100 5)
113,74 108,05
100
c. Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi mesin carding dapat ditentukan dengan mengetahui
kecepatan permukaan doffer dan nomor sliver yang dihasilkannya. Kecepatan
permukaan doffer mesin carding dapat dihitung dengan melihat gearing diagram
dari mesin tersebut, bentuk penampang doffer adalah lingkaran, maka untuk
menentukan kecepatan permukaannya sangat tergantung pada rpm dan diameter
doffer tersebut. Kecepatan permukaan doffer dalam perhitungan produksi
menunjukkan panjang sliver yang dihasilkan oleh mesin carding dalam satuan waktu
tertentu.
Sliver yang dihasilkan mesin carding memiliki nomor tertentu, nomor ini
menunjukan berat per satuan panjang dari sliver tersebut. Dengan mengetahui
nomor sliver carding dan besarnya kecepatan permukaan doffer maka kapasitas
produksi mesin carding dapat dihitung dengan satuan berat per satuan waktu.
Dalam setiap proses produksi selalu ada ketidaksesuaian antara perhitungan
produksi dengan produksi sebenarnya. Selisih antara perhitungan dan produksi
nyata ini disebut faktor effisiensi. Hal ini terjadi karena dalam prosduksi masalahmasalah pasti terjadi seperti putus sliver, slip, dan lain sebagainya.
PLPG Sertifikasi Guru
124
125
Rayon 110
C. MESIN COMBING
Proses penyisiran pada mesin combing dilakukan dalam rangka
meningkatkan kualitas sliver yang keluar dari mesin carding. Proses ini
menghilangkan serat pendek, pelurusan serat yang lebih baik dan menghilangkan
nep serta kotoran yang mungkin masih terdapat dalam sliver carding . Dari fungsi
tersebut, proses combing pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh benang
kualitas yang sangat baik, dan untuk memenuhi hal itu, maka bahan baku yang
digunakan harus memiliki ciri-ciri fisik dan mekanik diatas rata-rata sejak awal
proses pemintalan. Tergantung dari bahan yang diproduksi, limbah combing
bervariasi dari 12%-25%.
Serat-serat didalam sliver hasil mesin carding sebagian besar mempunyai
ujung yang tertekuk dibagian belakangnya. Dengan adanya tekukan serat, maka
pelurusan dan penjajaran serat pada mesin drawing tidak akan sempurna. Untuk
menghilangkan/ meluruskan tekukan-tekukan serat tersebut, selain mesin drawing
juga dapat digunakan mesin combing dalam melaksanakannya dengan jalan
penyisiran. Penyisiran ini juga dapat berfungsi meluruskan tekukan serat disamping
serat ini terjadi bilamana letak tekukan selama penyuapan ada dibagian depan
serat, sedang bagian belakangnya dalam keadaan dijepit.
1. Persiapan Combing
Tujuan dari proses persiapan combing adalah untuk meluruskan serat,
memperbaiki kerataan berat persatuan panjang dan dan mengubah sliver carding
menjadi lap kecil yang sesuai untuk penyuapan mesin combing.
Pada mesin-mesin persiapan combing model lama, beberapa sliver carding
disuapkan berjajar satu sama lain pada mesin sliver lap dan hasilnya berupa lap kecil
yang digulung pada bobin. Beberapa lap kecil tersebut kemudian disuapkan ke
mesin ribbon lap dan hasilnya berupa lap kecil yang lebih rata dan lebih lurus seratseratnya. Karena penggulungan lap kecil pada bobin di mesin sliver lap tidak dapat
memuat banyak, maka bobin lekas penuh dan segera harus dilakukan doffing
sehingga efisiensi mesin menjadi rendah.
Apabila lap kecil pada mesin ribbon lap, maka gulungan lap kecil pada bobin
juga cepat habis, penggantian lap kecil yang disuapkan harus sering dilakukan,
sehingga memerlukan perhatian dan pelayanan yang lebih banyak.
Untuk meningkatkan efisiensi mesin-mesin persiapan combing maka pada
mesin model baru, beberapa sliver carding yang disuapkan dan telah mengalami
peregangan tidak digulung dalam bentuk lap kecil melainkan dikumpulkan menjadi
satu melalui terompet dan ditampung dalam can besar.
Karena mesin tersebut tidak menghasilkan lap kecil, maka sesuai dengan
tujuan mesin tersebut, lazim disebut mesin pre drawing. Beberapa sliver hasil mesin
pre drawing kemudian disuapkan ke mesin lap former (super lap) dan hasilnya
PLPG Sertifikasi Guru
125
126
Rayon 110
berupa lap kecil yang sesuai untuk penyuapan mesin combing. Karena sliver yang
disuapkan tersedia cukup banyak dalam can, maka penyuapan tidak cepat habis,
sehingga tidak banyak memerlukan perhatian dan pelayanan.
Secara singkat urutan proses persiapan combing dapat digambarkan sebagai
berikut:
Model Lama
Model Baru
Carding
Carding
Sliver Lap
Pre Drawing
Ribbon lap
Lap former
(super lap)
Combing
Combing
(a)
(b)
126
127
Rayon 110
Gambar 6.7 (a) memperlihatkan arah penyuapan tekukan serat yang betul
sehigga tekukan serat dapat diluruskan selama penyisiran. Sedang gambar 6.7 (b)
memperlihatkan arah penyuapan tekukan serat yang salah sehingga tekukan serat
tidak terluruskan pada waktu penyisiran. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka
pada urutan proses persiapan combing baik model lama maupun baru, harus
disusun sedemikian rupa sehingga penyuapan serat pada mesin combing, sebagian
besar tekukan serat berada dibagian depan seperti yang terlihat pada gambar 6.7
(a). Dengan demikian sebagian besar tekukan serat dengan mudah dapat diluruskan
oleh sisir-sisir mesin combing.
Pada cara model baru yaitu dengan urutan mesin-mesin pre drawing dan lap
former, maka selain mesin pre drawing mengubah kedudukan tekukan serat dari
bagian belakang (travelling hook) ke bagian depat serat (leading hook), maka mesin
pre drawing juga berfungsi sebagai mesin drawing.
Dengan memasang 1 atau 3 mesin drawing sebagai proses pre drawing, yang
kemudian hasil slivernya disuapkan pada lap former, maka serat-serat dari lap hasil
lap former yang akan disuapkan ke dalam mesin combing, akan mempunyai tekukan
yang terletak dibagian depan (leading hook). Dengan demikian sisir pada mesin
combing dapat menyisir serat serta meluruskan tekukan, karena bagian belakang
serat dalam keadaan dijepit.
Pemakaian mesin lap former dan mesin ribbon lap (gambar 6.7 (a)),
meskipun juga mengubah letak tekukan serat dari bagian belakang (lap hasil lap
former) ke bagian depan (lap hasil ribbon lap) yang kemudian disuapkan ke mesin
combing, tetapi dengan cara ini peregangan (drafting) dan pelurusan tekukan serat
sebagai akibat proses peregangan pada mesin drawing kurang sempurna, karena
fungsi utama dari lap former yaitu membuat lap dengan memberikan peregangan
yang kecil. Dengan demikian hasil proses berikutnya tidak akan lebih baik dari cara
seperti pada gambar 6.8 (b), dimana dengan cara ini lebih banyak dilakukan
peregangan dengan mesin drawing, sehingga seratseratnya makin terarah dan
sejajar.
Karena adanya kekurangan pada cara seperti gambar 6.7 (a), maka cara yang
konvensional ini tidak lazim dipakai lagi, yang berarti bahwa mesin sliver lap juga
sudah jarang sekali dijumpai dalam urutan proses persiapan combing pada proses
pemintalan model baru.
a. Mesin Pre Drawing
Mesin persiapan combing model baru pada prinsipnya berfungsi sama, yaitu
membuat lap kecil yang lebih rata sebagai bahan penyuap combing. Mesin
persiapan combing model baru banyak digunakan dewasa ini adalah mesin Pre
Drawing dan mesin lap Former. Mesin Pre Drawing ini bekerjanya adalah sama
dengan mesin drawing biasa. Sebagai bahan penyuapan digunakan sliver hasil mesin
Carding. Biasanya 6 8 buah sliver dirangkap menjadi satu, kemudian setelah
PLPG Sertifikasi Guru
127
128
Rayon 110
melalui proses peregangan akan dihasilkan sliver yang lebih rata, letak seratseratnya lebih sejajar jika dibandingkan dengan sliver hasil mesin Carding.
Penempatan can yang berisi sliver hasil mesin Carding harus diatur sedemikian rupa
sehingga slivernya tidak boleh habis dalam waktu yang bersamaan.
128
129
Rayon 110
129
130
Rayon 110
Keterangan :
1. Rol pengantar
2. Pelat pengantar
3. Pasangan rol peregang
4. Pembersih
5a. Rol penekan
5b. Rol penggilas
6. Rol penggulungn lap
7. Penahan bobin
Bahan yang disuapkan berupa sliver hasil mesin pre drawing, yang kemudian
dikerjakan lebih lanjut pada mesin lap former. Sliver dalam can hasil mesin pre
drawing diletakkan secara teratur dibelakang mesin. Pengaturan dilakukan
sedemikian rupa, sehingga sliver dalam can tidak boleh habis dalam waktu yang
bersamaan. Selanjutnya ujung sliver dilalukan pada pengatur (1) pelat pengantar
(2), rol penekan (5a) rol peregang (3), rol penggilas (5b) terus digulung pada rol
penggulung (6).
Sliver yang melewati pengantar (2) terkumpul berjajar selebar rol peregang.
Di sini kapas akan mengalami proses peregangan dan peregangan ini terjadi karena
adanya perbedaan kecepatan permukaan rol peregang yang satu terhadap rol
peregang yang lainnya. Sekeluarnya dari rol peregang terus diadakan peregangan
pada rol penggilas untuk memadatkannya.
Setelah kapas keluar dari rol peregang kemudian digilas oleh rol penggilas
(5b) dan hasilnya berupa lap yang cukup padat, terus digulung pada bobin. Besarnya
tekanan rol penggilas (5b) dapat diatur menurut tebalnya lap yang dihasilkan.Agar
penggulungan lap dapat berlangsung dengan baik, maka bobin harus betul-betul
menempel pada rol penggulung. Setelah penggulungan lap pada bobin telah
mencapai ukuran yang diinginkan, kemudian dilakukan doffing (pengambilan lap).
Dengan demikian maka lap yang dihasilkan telah siap untuk disuapkan ke mesin
Combing.
2. Mesin Combing
Setelah hasil mesin Carding di proses dalam mesin-mesin persiapan
Combing, maka hasilnya berupa lap yang digunakan sebagai bahan penyuap mesin
Combing. Pada mesin Combing ini akan terjadi proses penyisiran. Proses penyisiran
tersebut pada hakekatnya terdiri dari beberapa gerakan secara bergantian dengan
urutan sebagai berikut :
1) Lap yang disuapkan oleh sepasang penjepit ke arah lebar lap.
2) Ujung-ujung serat yang keluar dari jepitan kemudian disisir oleh pasangan
beberapa sisir.
3) Ujung-ujung serat yang panjang kemudian dicabut oleh pasangan rol melalui
sisir atas.
PLPG Sertifikasi Guru
130
131
Rayon 110
131
132
Rayon 110
132
133
Rayon 110
133
134
Rayon 110
134
135
Rayon 110
D. MESIN DRAWING
Proses pada mesin Drawing merupakan langkah yang sangat penting dalam
tahap pembuatan benang dan dilakukan setelah proses pada mesin Carding, apabila
pembuatan benang tersebut tidak menggunakan mesin Combing.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa fungsi mesin Carding ialah untuk
menguraikan serat serat menjadi serat-serat individu serta sekaligus membersihkan
kotoran-kotoran yang ada di dalam gumpalan kapas, dengan cara pemukulan
pemukulan dan penarikan, dengan menggunakan jarum jarum atau gigi-gigi yang
tajam.
Akibat adanya pukulan-pukulan dan penarikan-penarikan tersebut serta sifat
elastis dari serat, maka ujung-ujung serat cenderung untuk membentuk tekukan
(hook), sehingga serat serat yang ada dalam sliver carding, tidaklah lurus dan sejajar
kearah sumbu dari slivernya.
Hasil penelitian dengan menggunakan tracer fiber technique yang dilakukan oleh
beberapa peneliti menunjukkan bahwa :
Sebagian besar dari serat serat mempunyai tekukan pada salah satu atau
kedua ujungnya.
Hampir setengah dari jumlah serat-serat, ujung belakangnya mempunyai
tekukan-tekukan, sedang ujung depan yang mempunyai tekukan hanya
merupakan seper-enamnya saja.
Secara keseluruhannya, derajat kelurusan serat yang merupakan
perbandingan antara panjang serat dalam keadaan tertekuk (extent) dengan
panjang serat dalam keadaan lurus, pada sliver carding ini hanya 50 %.
Dengan demikian, proses berikutnya setelah carding pada umumnya
dimaksudkan untuk meluruskan dan mensejajarkan serat terlebih dahulu kearah
sumbu sliver, sebagai persiapan sebelum serat-serat tersebut akan diregangkan dan
dibuat menjadi benang di mesin pintal. Pelurusan dan pensejajaran serat-serat
tersebut dilakukan di mesin drawing, dimana beberapa sliver dilalukan bersamasama melalui beberapa pasangan rol penarik, yang mempunyai jarak tertentu,
dengan kecepatan permukaannya makin depan makin cepat. Dengan demikian,
apabila sliver disuapkan ke pasangan-pasangan rol penarik, maka serat-serat dalam
sliver tersebut akan mengalami peregangan-peregangan sampai ke tingkat tertentu,
yang besarnya tergantung kepada perbandingan kecepatan pasangan-pasangan rol
tersebut. Dan sebagai akibatnya serat-serat yang mempunyai tekukan-tekukan akan
diluruskan, karena mendapat gesekan-gesekan dari serat serat disekelilingnya.
135
136
Rayon 110
maka ketidakrataan dalam berat per satuan panjang juga dapat dikurangi. Dengan
demikian maka tujuan dari mesin drawing adalah :
Meluruskan dan mensejajarkan serat-serat dalam sliver ke arah sumbu dari
sliver.
Memperbaiki kerataan berat per satuan panjang, campuran atau sifat-sifat
lainnya dengan jalan perangkapan.
Menyesuaikan berat sliver per satuan panjang dengan keperluan pada
proses berikutnya.
Dari ketiga tujuan tersebut, pelurusan serat dan perataan dari hasilnya
adalah hal yang sangat penting dalam peregangan di mesin drawing. Kerataan dari
hasilnya jelas sangat penting, karena hal ini tidak saja diperlukan untuk dapat
menghasilkan benang dengan mutu yang baik, tetapi juga untuk menghindari
kemungkinan-kemungkinan kesulitan yang dapat timbul dalam proses-proses
sebelum dipintal. Pelurusan serat dalam sliver sebelum dipintal perlu sekali, karena
derajat kelurusan dari serat-serat dalam sliver akan menentukan sifat-sifatnya
selama peregangan. Serat-serat dalam sliver yang sangat lurus akan memudahkan
peregangannya, sedangkan serat-serat yang tidak teratur letaknya akan
menghasilkan sliver yang kurang baik.
136
137
Rayon 110
137
138
Rayon 110
138
139
Rayon 110
Keterangan :
A = puli 112 mm
B = puli 340 mm
Dimisalkan rol penyuap berputar 1 kali, maka rol penggilas akan berputar :
139
140
Rayon 110
a. Regangan Mekanik
Regangan mekanik dapat dihitung dengan membandingkan kecepatan
permukaan rol penggilas dengan kecepatan permukaan dari rol penyuap. Hasil
perhitungan disini adalah merupakan regangan jumlah dari mesin Drawing.
Menurut perhitungan di atas, didapat :
Regangan jumlah dapat pula dihitung dari hasil perkalian dari regangan masingmasing bagian dari daerah Regangan.
1) Regangan antara rol penyuap dan rol I.
140
141
Rayon 110
Bila limbah yang dihasilkan selama proses pada mesin Drawing adalah sebesar 2%,
maka :
141
142
Rayon 110
E. MESIN FLYER
Hasil dari mesin drawing berupa sliver yang lebih rata dan letak seratseratnya sudah sejajar satu sama lain. Walaupun dari bentuk sliver dapat juga
langsung dibuat menjadi benang. Namun untuk memperoleh hasil benang yang
baik, maka sliver tersebut perlu diperkecil tahap demi tahap melalui proses
peregangan di mesin flyer. Akibat pengecilan, sliver tersebut akan menjadi lemah
dan untuk memperkuatnya perlu diberikan sedikit antihan (twist) sebelum digulung
pada bobin karena roving tersebut nantinya masih akan dikerjakan lebih lanjut pada
mesin Ring Spinning. Maka pemberian antihan hanya secukupnya saja sekedar
untuk mendapatkan kekuatan saat digulung pada bobin. Apabila antihannya terlalu
tinggi, dalam proses selanjutnya akan mengalami banyak kesulitan pada waktu
peregangan di mesin Ring Spinning. Sebaliknya apabila pemberian antihan terlalu
rendah, hal tersebut akan menyebabkan roving tidak mempunyai kekuatan yang
cukup sehingga roving mudah putus pada saat proses penggulungan berlangsung.
142
143
Rayon 110
143
144
Rayon 110
titik jepit terlalu jauh akan terjadi banyak serat yang mengembang (floating fibre)
dan kalau jaraknya terlalu dekat akan timbul serat yang putus atau bergelombang
(cracking fibre). Setelah kapas keluar dari pasangan rol depan terus masuk lubang
sayap bagian atas terus ke sayap (6a), selanjutnya dibelitkan pada lengan sayap (6b)
lalu digulung pada bobin (8). Karena putaran dari sayap berikut lengan sayapnya,
maka terjadi antihan pada rovingnya.
Antihan yang terdapat pada roving tidak boleh terlalu besar dan tidak boleh
terlalu kecil tetapi secukupnya saja asal rovingnya sudah cukup kuat untuk digulung
pada bobin. Kalau antihan pada roving terlalu tinggi, mungkin dapat mengakibatkan
banyaknya benang yang putus pada proses dispinning dan sebaliknya kalau antihan
terlalu rendah, roving akan banyak putus pada waktu penggulungan. Proses
penggulungan roving pada bobin terjadi karena adanya perbedaan kecepatan
putaran bobin dan putaran sayapnya.
144
145
Rayon 110
Cradle, suatu batang yang konstruksinya sedemikian rupa untuk memegang rol
atas dan dilengkapi dengan beban penekan rol sistem per.
c. Bagian Penampungan
Bagian Penampungan terdiri dari :
- Sayap (flyer) dibuat dari baja yang berbentuk seperti jangkar terbalik yang
terdiri dari bagian puncak, sayap yang masif dan sayap yang berlubang dengan
lengannya lubang dari sayap ini merupakan rongga dari pipa sebagai tempat
jalannya roving. Selanjutnya roving dibelitkan pada lengan sayap, kemudian
digulung pada bobin.
- Bobin yang dibuat dari karton, kayu atau dari plastik berbentuk silinder yang
bagian atas dan bawahnya dibungkus besi.
- Ujung bawahnya diberi lekukan sebagai tempat mengaitkan bobin pada roda
gigi pemutar bobin.
4. Proses Peregangan
Dengan makin besarnya kecepatan permukaan rol peregang depan, maka
kapas yang disuapkan makin kedepan menjadi semakin kecil karena terjadinya
proses peregangan setelah keluar dari rol depan kemudian diberi antihan dan
digulung pada bobin sudah berupa roving sesuai dengan yang dibutuhkan.
5. Proses Pengantihan
Setelah kapas mengalami proses peregangan, bentuknya menjadi lebih kecil.
Untuk mendapatkan kekuatan, maka roving perlu diberi antihan dan antihan tidak
boleh terlalu besar maupun terlalu kecil tetapi hanya secukupnya saja untuk dapat
digulung pada bobin. Pemberian antihan dilakukan oleh sayap (flyer), kapas yang
keluar dari rol depan terus masuk pada flyer dari atas secara axial dan seterusnya
kapas keluar dari arah samping secara radial. Karena sayap tersebut bertumpu pada
spindel yang berputar cepat, maka sayap juga turut berputar sehingga terjadi
pengantihan pada kapas dan terjadilah roving yang telah cukup mempunyai
kekuatan untuk digulung pada bobin. Karena putaran sayap sangat cepat maka
pengantihan tidak hanya terjadi pada sayap saja, tetapi diteruskan sampai rol depan
pada saat kapas keluar.
PLPG Sertifikasi Guru
145
146
Rayon 110
6. Proses Penggulungan
Setelah kapas mengalami proses peregangan dan antihan kemudian
digulung pada bobin. Proses penggulungan ini terjadi karena adanya perbedaan
banyaknya putaran bobin dengan putaran spindel per menit. Pada waktu
berlangsungnya penggulungan roving pada bobin, maka bobin bergerak naik turun
secara teratur terbawa oleh gerakan kereta, sehingga roving diletakkan pada bobin
sejajar merapat satu sama lain.
Seperti kita ketahui bahwa spindel berikut lengan sayap dan pengantar
roving tetap berada pada tinggi yang tertentu, maka tentunya harus ada yang
menggerakkan bobbin keatas dan kebawah untuk pembentukan gulungan roving
pada bobin dan yang menggerakkan bobin ini ialah kereta.
Jadi kecepatan kereta akan bertambah lambat seperti halnya kecepatan
bobin yang makin lama makin lambat sesuai dengan bertambah besarnya diameter
bobin.
Pemindahan gerakan dari poros utama ke bobin ini melalui roda gigi diferensial,
dimana terdapat dua gerakan dengan sumber putaran yang sama yaitu putaran
poros utama yang tetap dan putaran roda gigi diferensial yang berubah-ubah pada
poros yang menyelubungi poros utama. Berubahnya putaran roda gigi diferensial ini
disebabkan karenan adanya pergerakan belt pada cone drum dari kanan ke kiri yang
mengakibatkan perputaran roda gigi diferensial makin lama makin lambat.
Setiap terjadinya lapisan gulungan roving yang baru, maka tinggi gulungan
roving pada bobin dikurangi dari atas dan dari bawah dengan satu diameter roving
pada bobin dibatasi oleh sebuah kerucut yang terpotong.
Untuk pembentukan gulungan roving pada bobin ada 3 gerakan yang diperlukan
yaitu :
- Pembalikan kereta setelah menyelesaikan satu lapisan gulungan roving, yaitu
dari atas ke bawah atau sebaliknya.
PLPG Sertifikasi Guru
146
147
Rayon 110
147
148
Rayon 110
8. Pengendalian Mutu
Hasil dari mesin flyer adalah roving. Roving ini harus selalu dikontrol
mutunya agar tidak menyimpang dari standar yang ditetapkan.
Ada 4 macam pengujian mutu roving yaitu :
a. Nomor Roving
b. Kerataan Roving
c. Kekuatan Roving
d. Antihan pada Roving
148
149
Rayon 110
149
150
Rayon 110
keluar dari rol peregangan depan akan terhisap oleh pengisap (7). Kapas yang keluar
dari rol depan masih sejajar, dan dengan perantaraan pengantar ekor babi (9) terus
melewati traveller(10) ring yang terputarkan oleh spindel. Karena adanya putaran
traveller pada ring mengelilingi spindel, terbentuklah antihan pada benang dan
benang telah cukup kuat untuk digulung pada bobbin. Putaran spindle yang sangat
cepat mengakibatkan traveller juga terbawa berputar dengan cepat pada ring
mengelilingi spindel yang menimbulkan gaya centrifugal yang besar. Dibandingkan
dengan berat benang antara rol depan sampai bobin, maka gaya centrifugal dapat
mengakibatkan timbulnya bayangan benang berputar seperti balon yang biasa
disebut baloning.
Untuk menjaga kebersihan dari traveller, pada dekat ring biasanya dipasang
baja pelat kecil disebut pisau, gunanya untuk menahan serat-serat yang terbawa
dan menyangkut pada traveller. Bilamana bobin yang digunakan panjang (9), maka
baloning yang terjadi sangat besar. Untuk mencegah dan membatasi besarnya
baloning biasa dibantu dengan antinode ring. Disamping antinode ring untuk
membersihkan pemisahan antara baloning pada spindle satu dengan spindel lainnya
juga diberi penyekat (14), sebab apabila baloning bergesekan dengan arah yang
berlawanan akan menimbulkan bulu benang atau mungkin akan saling menyangkut
dan benang dapat putus.
Setelah benang diberi antihan benang terus digulung pada bobin. Pada awal
penggulungan pada pangkal bobin, bentuk gulungan benangnya harus khusus dan
untuk ini digunakan suatu peralatan yang disebut Cam Screw. Setelah pembentukan
pangkal gulungan selesai, kemudian disusul penggulungan yang sebenarnya
sehingga gulungan benang pada bobin menjadi penuh. Pada mesin spinning
terjadinya penggulungan benang pada bobin karena traveller berputar lebih lambat
dari putaran bobin. Lapisan gulungan roving di mesin flyer sejajar poros bobin,
sedang lapisan gulungan benang di mesin Ring Spinning arahnya miring terhadap
bobin.
Gerakan naik dari ring rail lebih lambat daripada gerakan turun, dan pada
waktu ring rail naik terjadi penggulungan benang yang sebenarnya, sedang pada
waktu ring rail turun terjadi gulungan bersilang sebagai pembatas lapisan gulungan
yang satu terhadap lapisan gulungan yang berikutnya.
150
151
Rayon 110
a. Bagian Penyuapan
Bagian penyuapan terdiri dari :
1) Rak bobin (1), berfungsi untuk menempatkan penggantung (bobin holder) yang
jumlahnya sama dengan jumlah spindel yang terdapat pada satu frame
2) Penggantung (2) dimana gulungan roving hasil mesin flyer terpasang dan dapat
berputar dengan mudah pada penggantungnya pada saat roving ditarik oleh
pasangan rol peregang serta topi penutup gulungan roving, untuk mencegah
menempelnya serat-serat yang beterbangan pada roving
3) Pengantar (3) yang dilalui oleh roving sebelum disuapkan ke pasangan rol
peregang belakang. Hal ini dilakukan agar penguluran roving dari gulungannya
dapat lancar.
4) Terompet pengantar (traverse guide) (4), bergerak ke kanan dan ke kiri yang
berfungsi untuk mengatur penyuapan roving agar keausan rol peregang
merata.
b. Bagian Peregangan
Bagian peregangan ini terdiri dari :
1) Tiga pasangan rol peregang (5) yang diperlengkapi dengan per penekan yang
fungsinya untuk dapat memberikan tekanan pada rol peregang atas terhadap
rol peregang bawah, sehingga dperoleh garis jepit yang diharapkan. Akibat
adanya tarikan-tarikan pasangan rol peregang ada sebagian serat yang putus
menjadi serat-serat pendek maka pada rol atas dipasang pembersih yang
gunanya untuk membersihkan serat-serat yang menempel pada rol atas. Pada
rol peregang tengah dipasang Apron yang berfungsi untuk mengantarkan seratserat ke pasangan rol depan. Dengan perantaraan apron tersebut, maka
kecepatan serat yang pendek juga selalu mengikuti kecepatan permukaan rol
tengah.
2) Cradle (6), berfungsi untuk memegang rol atas dan dilengkapi dengan beban
penekan rol sistem per.
3) Penghisap (pneumafil) (7), berfungsi untuk menghisap serat yang keluar dari
pasangan rol peregang depan apabila ada benang yang putus.
c. Bagian Penggulungan
Bagian penggulungan terdiri dari :
1) Ekor babi (8) berfungsi agar bentuk balon simetris terhadap spindel, sehingga
benang tidak bergesekan dengan ujung spindel.
2) Traveller (11) yang dipasang pada ring (12) dan berfungsi sebagai pengantar
benang
3) Spindel (13), sebagai tempat bobin spindel berikut bobin diputarkan oleh dan,
bergerak naik turun pada saat penggulungan benang sedang berlangsung.
4) Pengontrol balooning (9) yang fungsinya untuk membatasi kemungkinan
membesarnya baloning
PLPG Sertifikasi Guru
151
152
Rayon 110
5) Penyekat (separator) (10), untuk membatasi baloning agar tidak saling terkena
satu sama lain, sehingga tidak mengakibatkan benang putus.
6) Tin roll (14) sebagai poros utama mesin ring spinning, dan juga untuk
memutarkan spindel dengan perantaraan pita (spindel tape) yang ditegangkan
oleh peregang jocky pulley.
3. Proses Peregangan
Peregangan yang terjadi antara pasangan rol peregang belakang dan rol
peregang tengah disebut break draft (preliminary draft). Selanjutnya oleh pasangan
rol tengah diteruskan ke pasangan rol depan yang mempunyai kecepatan
permukaan yang lebih besar daripada rol tengah, sehingga terjadi proses
peregangan yang sebenarnya. Peregangan yang terjadi di daerah ini disebut main
draft, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 6.28.
152
153
Rayon 110
Dimana :
TPI
= Twist per inch
C
= Konstanta antihan atautwist multiplier
Ne1
= Nomor dari benang untuk sistem tidak langsung
Apabila untaian tersebut akan mengalami tegangan dan perpanjangan
(stretching), seperti halnya kalau suatu per ditarik, sepanjang tidak terjadi
pergeseran atau slip antara serat. Apabila tegangan ini menyebabkan adanya
perpanjangan atau mulur, maka serat-serat yang menempati kedudukan yang
paling luar akan mendesak kedalam, sehingga mengakibatkan penampang dari
untaian serat tersebut akan menciut/mengecil.
Jadi, banyaknya antihan yang harus diberikan pada benang merupakan
masalah yang harus kita pertimbangkan, baik ditinjau dari segi teknis (operasionil)
maupun ekonomi. Arah antihan pada benang ada dua macam tergantung dari arah
putaran spindelnya. Kedua arah antihan tersebut disebut arah Z (kanan) atau S
(kiri), seperti terlihat pada gambar 6.29.
153
154
c.
Rayon 110
154
155
Rayon 110
Pada gambar 6.31 terlihat macam bentuk gulungan benang pada bobin.
a. Bentuk gulungan yang normal. Isi gulungan tergantung panjang bobin dan
diameter ring. Gulungan tidak mudah rusak dan tidak sulit sewaktu dikelos di
mesin kelos (winder).
b. Bentuk gulungan benang yang tidak normal karena dalam proses benang sering
putus dan penyambungannya sering terlambat.
c. Bentuk gulungan benang tidak normal, karena bagian bawahnya besar.
d. Bentuk gulungan benang tidak normal, karena bagian atasnya besar.
e. Bentuk gulungan benang tidak normal, karena terlalu kurus.
f. Bentuk gulungan benang tidak normal, karena terlalu gemuk.
g. Bentuk gulungan benang tidak normal, karena bagian atas membesar.
h. Bentuk gulungan benang tidak normal, karena bagian bawah membesar.
i. Bentuk gulungan benang normal, tetapi tidak penuh.
j. Bentuk gulungan benang tidak normal, karena bagian bawahnya kosong.
k. Bentuk gulungan benang tidak normal, karena bagian tengah ada benang yang
tidak tergulung.
7. Pengendalian Mutu
Pengendalian yang dilakukan terhadap benang sebagai hasil dari mesin ring
spinning untuk menentukan mutu benang antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Nomor benang
Kekuatan Benang
Twist per Inch (TPI)
Ketidakrataan Benang
Putus Benang
Grade Benang
155
156
Rayon 110
156
157
Rayon 110
157
158
Rayon 110
Karakteristik lain dari benang open end ini adalah adanya twist palsu (false
twist) antara navel yang terdapat pada rotor dengan binding-in zone. Setiap
perputaran rotor, serat baru bergabung terhadap untaian serat yang telah
terpuntir. Pada perputaran ini terjadi twist yang sangat kecil. Apabila twist yang
kecil ini kurang dari efek false twist, maka serat akan terpuntirkan dalam arah yang
berlawanan. yang bengkok dalam arti terbalik selama pembatalan twist palsu
(memutar terbalik) di pusar, dan dengan demikian melilit serat lain dengan twist
terbalik.
158
159
Rayon 110
Nomor sliver
Nomor benang
Draft range
TPM (Twist Per Meter)
H. TEST FORMATIF
1) Jelaskan mekanisme pembukaan dan pembersihan serat pada mesin
Blowing!
2) Gambarkan diagram Carding action dan Striping action pada mesin Carding?
3) Jelaskan fungsi dari mesin Drawing dan mesin Flyer?
4) Sebutkan dan jelaskan prinsip kerja dari mesin-mesin yang digunakan untuk
persiapan pada mesin Combing?
5) Bagaimana prinsip kerja mesin pemintalan Open end?
159
160
Rayon 110
A. PENDAHULUAN
Teknologi pertenunan merupakan salah satu teknologi yang digunakan
untuk membuat kain, selain dengan menggunakan teknologi perajutan dan non
woven. Sruktur kain tenun dibentuk oleh silangan-silangan benang yang saling
menganyam satu sama lain. Letak silangan-silangan ini teratur yang merupakan
suatu deretan. Deretan benang kearah panjang kain disebut benang Lusi (A-A),
sedangkan deretan benang kearah lebar kain disebut benang Pakan (B-B).
Lusi
Pakan
160
161
Rayon 110
peralatan pengatur benang lusi masih dapat dibedakan menjadi mesin tenun
dengan peralatan cam, dobby dan jacquard.
B. PERSIAPAN PERTENUNAN
Proses pembuatan kain dengan menggunakan teknologi pertenuan
memerlukan proses persiapan untuk benang lusi dan pakan. Proses persiapan yang
dilakukan untuk benang pakan adalah proses penggulungan benang dalam bentuk
gulungan cones untuk mesin tenun tanpa teropong atau berupa bobbin palet untuk
mesin tenun teropong. Proses persiapan yang dilakukan untuk benang lusi adalah
proses pengelosan, penghanian, penganjian (jika diperlukan), penyambungan, dan
pencucukan.
1.
Proses Pengelosan
Proses menggulung benang dalam suatu bentuk dan volume tertentu sesuai
dengan kebutuhan merupakan proses pengelosan. Mesin yang digunakan untuk
tujuan tersebut adalah mesin kelos. Mesin kelos merupakan salah satu diantara
sekian proses persiapan pertenunan.
Setidaknya ada empat tujuan proses pengelosan, yaitu sebagai berikut :
a. Meningkatkan mutu benang yang meliputi kekuatan, kerataan, kebersihan
benang dan sambungan-sambungan yang kurang baik.
b. Meningkatkan mutu gulungan benang yang meliputi kerataan permukaan,
kekerasan, bentuk gulungan benang.
c. Membuat gulungan benang sesuai dengan bentuk dan volume sesuai dengan
kebutuhan proses selanjutnya.
d. Meningkatkan mutu dan efesiensi pada proses selanjutnya.
Secara umum skema dan bagian-bagian mesin kelos adalah seperti terlihat
pada gambar 7.2 berikut ini :
161
162
Rayon 110
(A)
(B)
Gambar 7.3 (A) Tension Device dengan Per dan (B) Cincin Pemberat
Pengaturan tegangan benang dengan sistem per dengan cara memutarkan
mur penyetel (c), sehingga per spiral (b) akan memampat yang membuat cakra
pengerem (a) menekan benang sesuai dengan putaran yang diberikan. Sedangkan
pengaturan benang dengan menggunakan cincin pemberat, yaitu dengan cara
menambahkan cincin pengatur tegangan (b) sehingga akan menambah tekanan
pada cakra pengerem (b).
Peralatan Slub Catcher berfungsi untuk memutuskan bagian benang yang
tebal dan sambungan yang terlalu besar. Bagian benang yang tebal atau sambungan
yang terlalu besar tersebut akan putus pada saat benang tersebut melalui celah
pada slub catcher. Pengaturan jarak celah slub catcher disesuaikan dengan nomor,
jenis benang dan kerataan benang yang diharapkan. Setidaknya ada tiga jenis slub
catcher, yaitu: Single Blade berbentuk pisau untuk nomor benang rendah atau
kasar, Double Comb berbentuk sisir atau gergaji untuk nomor sedang dan gabungan
Blade dan Comb untuk benang halus.
162
163
Rayon 110
(A)
(B)
Gambar 7.4 (A) Slub Catcher Single Blade dan (B) Double Comb
Peralatan yang digunakan untuk mengatur jarak celah slub catcher dengan
menggunakan peralatan Leaf Gauge dengan cara memasukan Leaf Gauge pada
celah slub catcher. Pada peralatan ini terdapat berbagai lempengan dengan ukuran
atau ketebalan tertentu. Peralatan Leaf Gauge dapat dilihat pada gambar 7.5
berikut ini.
163
164
Rayon 110
Penanganan yang dapat dilakukan dengan cara mengatur pada bagian pengatur
tegangan benang (tension device). Apabila terlalu tinggi kekerasan gulungannya,
maka cincin pemberat harus dikurangi begitu juga sebaliknya apabila terlalu
rendah atau lembek, maka cincin pemberat perlu ditambahkan.
b. Benang masih banyak memiliki bagian yang tebal atau sambungan yang besar.
Apabila benang masih banyak memiliki bagian yang tebal atau sambungan yang
terlalu besar, maka akan menyebabkan kualitas kain yang dihasilkan tidak akan
rata. Penanganan yang dapat dilakukan dengan cara mengatur atau menyetel
jarak diantara celah slub catcher misalnya dengan mengurangi jarak diantara
celah tersebut sehinggga bagian-bagian yang tebal tadi akan putus.
2.
Proses Penghanian
Proses menggulung benang lusi dengan arah gulungan sejajar pada beam
hani atau beam lusi merupakan salah satu diantara sekian proses persiapan
pertenunan di sebut proses penghanian. Mesin yang digunakan untuk tujuan
tersebut adalah mesin hani.
Persyaratan gulungan benang yang baik pada beam tenun adalah sebagai
berikut :
a. Benang-benang yang digulung harus sama panjang.
b. Letak benang-benang yang digulung harus sejajar.
c. Benang yang digulung pada beam tenun harus seoptimal mungkin.
d. Gulungan benang pada beam hani mempunyai kekerasan yang cukup atau setiap
lapis gulungan benang mempunyai tegangan yang sama.
e. Lebar benang pada beam tenun harus lebih lebar dari pada lebar cucukan sisir
tenun.
f. Panjang benang harus lebih panjang dari panjang kain yang akan dibuat.
g. Permukaan gulungan benang pada beam tenun harus rata.
Secara umum teknologi proses penghanian dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu sebagai berikut :
a. Penghanian langsung (beam warping / direct warping)
b. Penghanian seksional (sectional warping)
Creel adalah tempat atau rak untuk meletakan gulungan benang. Creel
terbuat dari rangka logam yang dilengkapi dengan peralatan pengatur tegangan
benang (yarn tension device). Pada mesin hani yang lebih modern pengatur
tegangan benang dikontrol secara otomatis dan terprogram untuk mengatur
tegangan benang yang diinginkan. Creel juga dilengkapi dengan peralatan otomatis
pendeteksi benang putus (yarn breakage monitoring system).
164
165
Rayon 110
Jumlah creel yang digunakan pada mesin hani disesuaikan dengan jumlah
benang lusi yang akan digunakan pada proses pertenunan. Pada umumnya jumlah
creel sekitar 800 1200.
Peralatan
otomatis
165
166
Rayon 110
Keterangan ;
1. Creel
2. Tensioner (Pengatur
tegangan benang)
3. Central power
tensioner control
4. Computer
5. Sisir silang (leasing
reed)
6. Beam hani
7. Sisir ekspansi
Gambar 7.9 Proses Penggulungan Seksi Demi Seksi Pada Mesin Hani Seksi
PLPG Sertifikasi Guru
166
167
Rayon 110
Beberapa jenis mesin hani seksi lainnya memiliki kontruksi mesin yang sama
hanya ada perbedaan kecil. Mesin hani seksi kerucut di bawah ini misalnya memiliki
kontruksi yang terdiri dari : Rak hani/creel (1), Rol pengantar (2), sisir silang (3), rol
pengantar (4), sisir hani (5), rol pengantar (6), rol pengantar (7), drum/tambur (8),
rol pengantar (9) dan beam tenun (10).
167
168
Rayon 110
sesuai dengan pembagian antara total benang lusi yang akan digunakan pada
beam tenun dengan jumlah benang yang digulung setiap beamnya.
b. Proses penggulungan beam-beam tadi secara simultan pada beam tenun
seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
168
169
Rayon 110
ditarik dan akan mudah kusut serta sering putus. Penanganan yang dapat dilakukan
dengan cara mengatur pada bagian pengatur tegangan benang (tension device).
3.
169
170
Rayon 110
2) tipe terdispersi, lemak akan terdispersi namu jika didiamkan bahan ini
akan tetap terpisahkan dan merekatnya pada benang merata. Tipe ini
banyak digunakan untuk benang spun dan tidak untuk benang filamen
karena memiliki sifat licin yang baik walaupun sifat larut pada larutan
kanji cukup rendah.
3) tipe emulsi, terdispersi secara homogen dalam larutan kanji, kondisi
rekatnya dalam benang cukup merata akan tetapi sifat licinnya lebih
rendah daripada tipe unsoluble dan terdispersi. Bahan ini digunakan
untuk benang spun dan filamen.
4) Tipe larut sempurna, teremulsi secara sempurna dan terdispersi oleh
bahan-behan permukaan aktif. Bahan ini memiliki sifat licin yang kurang
baik dan banyak digunakan untuk benang filamen.
c. Bahan-bahan pembantu yang terdiri dari bahan pelunak air, bahan
pemberat dan bahan anti septic.
Dilihat dari perkambangannya, ada dua jenis mesin kanji yang digunakan,
yaitu yang masih konvensional dan lebih modern. Pada mesin kanji yang
konvensional, benang-benang pada creel digulung pada beam sebelumnya melalui
bagian panganjian (sizing vat). Benang kemudian melalui bagian pengering (drying
unit) yang berfungsi untuk mengeringkan benang. Proses pengeringan didapatkan
dengan melewatkan benang melalui silinder-silinder atau dengan menggunakan
udara panas atau dengan frekwensi radio (radio-frequency).
Sistem pengeringan dengan frekwensi radio dihasilkan melalui gelombang
electromagnetic yang mampu mengekstra air di dalam larutan kanji tanpa harus
memanaskan benang. Metoda ini mampu menghindari kejutan panas yang disebabkan
oleh udara panas di dalam oven sehingga sifat-sifat kimia dan fisik benang tidak
berubah. Selama proses penganjian perlu diperhatikan agar benang tidak menyatu
satu sama lain. Setelah melewati bagian pengering, kemudia benang melaui bagian
pemberian lilin (waxing device) yang bertujuan untuk meningkatkan kehalusan
permukaan benang.
Skema mesin kanji antara yang konvensional dan modern dapat terlihat
pada gambar 1 dan 2 dibawah ini. Sedangkan gambar 3 dan 4 memperlihatkan
skema dua jenis mesin kanji dengan line atau sistem yang berbeda.
170
171
Rayon 110
5
4
5
4
Gambar 7.17 Skema Mesin kanji : 1 Size vat; 2 Hot air oven; 3 Drum
drying machine; 4 Waxing device; 5 Beaming
Selama proses penganjian, faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah
jangan sampai benang menempel satu sama lain. Faktor putus benang juga perlu
mendapatkan perhatian karena benang tersebut digulung langsung dari benang ke
beam.
Pada bagian pemberian kanji, larutan kanji harus homogen sehingga larutan
kanji yang melapisi permukaan benang baik kualitasnya. Sirkulasi larutan kanji dan
temperatur yang terjadi harus diperhatikan sedemikian rupa.
Pada bagian pengeringan harus bisa dipastikan bahwa temperatur yang terjadi
harus tepat. Khusus untuk pengeringan dengan menggunakan silinder, pengaturan
perbedaan temperatur pada setiap silinder antara satu dengan lainnya harus diatur
dengan baik untuk menghindari hasil penganjian yang getas karena terlalu kering
PLPG Sertifikasi Guru
171
172
Rayon 110
atau tidak menempel dengan baik karena masih basah. Pada umumnya proses
pengeringan dilakukan secara bertahap misalnya mulai dari suhu 800C -900C lalu ke
suhu 1000C dan akhirnya suhunya turun ke 700C -800C. Pengaturan ini cukup
penting untuk menghindari pengeringan dan pendinginan yang mendadak yang
dapat menyebabkan kanji menjadi rapuh.
4. Proses Pencucukan Benang
Untuk mendapatkan proses yang baik selama pertenunan perlu
mempersiapkan mesin tenun dengan baik dengan proses pencucukan benang
(drawing in). Pada saat proses perubahan jenis order atau perubahan jenis kain
yang dibuat beam terkadang perlu diganti sehingga benang harus di cucuk ulang.
Namun apabila tidak ada perubahan jenis benang, maka hanya dilakukan proses
penyambungan.
Proses pencucukan mulai dari mencucuk benang pada bagian dropper, mata
gun (heald) dan sisir tenun (reed) seperti terlihat pada gambar 7.18 Proses
pencucukan bisa dilakukan secara manual atau dengan mesin.
172
173
Rayon 110
Gambar 7.19 (A) Kawat Cucuk Tunggal Dan Ganda (B) Pisau Cucuk
Metode pencucukan lainnya dengan menggunakan mesin secara otomatis
seperti terlihat pada gambar 3. Proses pencucukan dilakukan dengan bantuan
pemograman pada komputer lalu mesin melakukannya secara otomatis. Jarum
panjang mengambil benang untuk kemudian dimasukan pada dropper, mata gun
dan sisir tenun. Computer mengontrol berbagai fungsi dan kontrol yang berbeda
secara elektronik. Mesin otomatis ini dapat digunakan untuk berbagai jenis mesin
dan benang yang berbeda dengan kecepatan pencucukan sampai 6.000
benang/jam.
173
174
Rayon 110
174
175
Rayon 110
dibagi nomor sisir dan jumlah lusi setiap lubang. Misalnya jumlah benang lusi
sebesar 2540 helai, jumlah lusi pinggi 40 helai dengan nomor sisir 50, sedangkan
jumlah benang tiap lubangnya 2 helai, maka lebar cucukannya adalah :
2540 40 = 50 inci.
60/2 x 2
C. RENCANA TENUN
Pada sub bab ini akan dipelajari bagaimana membuat rencana tenun.
Namun sebelum dapat membuat rencana tenun harus terlebih dahulu memahami
jenis-jenis anyaman yang dipakai untuk membuat kain tenun, oleh karenanya maka
jenis-jenis anyaman mulai dari anyaman dasar polos, keper dan satin beserta
turunannya akan dipelajari. Sub bab ini sangat penting dikuasai oleh karena
pemahaman mengenai jenis-jenis anyaman dasar dan turunannya beserta rencana
tenun merupakan pondasi awal untuk melakukan perencanaan di mesin tenun
dengan baik.
1. Metode Penggambaran Anyaman
Kain tenun adalah kain yang dibentuk oleh persilangan antara benang lusi
dan benang pakan. Ada dua kemungkinan titik persilangan antara benang pakan
dan lusi, yaitu benang lusi berada diatas benang pakan atau benang pakan berada di
atas benang lusi.
Metode untuk menggambarkan anyaman dengan menggunakan diagram
anyaman yang berbentuk kotak-kotak seperti terlihat pada gambar 7.22. Satu kotak
menunjukan titik persilagan antara benang pakan dengan benang lusi. Tanda silang
(x) atau menghitamkan kotak menunjukan bahwa pada titik persilangan tersebut
benang lusi berada diatas benang pakan, sebaliknya apabila kotak tersebut kosong
berarti benang pakan yang berada diatas benang lusi.
175
176
Rayon 110
176
177
Rayon 110
Selain itu ada juga perpanjangan kearah pakan yaitu yang disebut rib pakan.
Pada gambar 7.25 (A,B,C,D) berturut-turut adalah rib pakan dengan repeat yang
berbeda-beda. Anyaman turunan polos lainnya merupakan perpanjangan efek lusi
dan pakan. Gambar 7.26 menunjukan anyaman panama 2/2 dan panama 3/3.
Gambar 7.26 Diagram Anyaman Panama 2/2 (A) Dan Panama 3/3 (B)
Selain itu dikenal juga anyaman turunan polos lainnya, yaitu turunan
anyaman polos tidak langsung. Anyaman berlubang (perforated fabric) dan
anyaman huckback merupakan contoh anyaman polos tidak langsung seperti
terlihat pada gambar 7.27 (A) dan 6 (B).
177
178
Rayon 110
(A)
(B)
Gambar 7.28 Diagram Anyaman Keper Lusi 4 / 1 Dan Keper Pakan 1/4 (B)
1
178
179
Rayon 110
Anyaman keper memiliki turunan, misalnya keper rangkap 2/2 (croise atau
cashmere) seperti terlihat pada gambar 7.29 dibawah ini. Contoh anyaman keper
turunannya lainnya seperti herring bone.
Gambar 7.29 Diagram Anyaman Keper Rangkap 2/2 (A) Dan Herring Bone (B)
4. Anyaman Satin dan Turunannya
Kain dengan anyaman satin memiliki sifat kain yang lebih licin dan lebih
berkilau dibanding anyaman lainnya. Titik loncat pada anyaman satin menjadi ciri
anyaman satin, misalnya satin 5 angka loncat 2 (5 V2) seperti terlihat pada gambar
7.30 berikut ini yang berarti setiap melewati dua helai benang pakan, terjadi titik
persilanganan kembali benang pakan diatas benang lusi.
179
180
Rayon 110
5. Rencana Tenun
Rencana tenun adalah suatu diagram yang memberikan petunjuk tentang
hubungan antara anyaman, cucukan (draft/drawing plan), rencana ikatan dan cara
pengangkatan gun atau rencana paku (peg / lifting plan). Rencana tenun dapat
dibedakan antara rencana tenun dengan menggunakan rol kerek atau dengan
peralatan dobby. Dibawah ini adalah contoh rencana paku dengan anyaman keper
kanan 2/2.
180
181
Rayon 110
naik dan turunnya oleh peralatan cam atau dobby. Gerakan sebagian Kamran
keatas dan sebagiannya kebawah membentuk semacam celah yang disebut
mulut lusi.
b. Penyisipan benang pakan (weft insertion), merupakan gerakan penyusupan
benang pakan setelah terjadinya proses pembukaan mulut lusi. Penyusupan
benang pakan diantara benang lusi dilakukan dengan cara meluncurkan benang
pakan oleh peralatan pembawa benang pakan. Peralatan pembawa benang
pakan yang digunakan bermacam-macam jenis dan bentuknya mulai dari yang
menggunakan teropong (shuttle) dan non teropong (shuttles). Peralatan untuk
non teropong bisa menggunakan projektil, rapier, dan semburan udara atau air.
c. Penutupan mulut lusi (shed closing), merupakan gerakan benang lusi menuju
arah yang berlawanan sampai pada posisi awal, yaitu benang tidak membentuk
mulut lusi.
d. Pengetekan benang pakan (weft beat up), merupakan gerakan merapatkan
benang pakan yang telah diluncurkan diantara benang lusi oleh peralatan sisir
tenun. Setelah benang pakan dirapatkan, maka benang-benang lusi dan pakan
tadi akan menyilang satu sama lain menjadi kain.
Skema mesin tenun beserta bagian-bagiannya dapat dilihat pada gambar
7.33 dibawah ini. Benang digulung pada beam tenun (1) kemudian melewati rol
pengantar (2), lalu melewati dropper (3) untuk kemudian masing-masing benang
dicucuk pada setiap mata gun (5) dan sisir tenun (7).
181
182
Rayon 110
menurut peralatan pembawa benang pakan, mesin tenun terbagi atas mesin tenun
dengan peluncuran teropong (shuttle loom) dan mesin tanpa teropong (shuttlees
loom). Mesin tenun tanpa teropong terbagi lagi menurut peralatan atau media
pembawa benang pakan yang berbeda, yaitu mesin tenun projectiles, rapier, air jet
(udara) dan water jet (air).
1. Mesin Tenun Teropong
Mesin tenun teropong atau merupakan mesin tenun yang proses peluncuran
benang pakannya menggunakan peralatan teropong. Benang tersebut digulung
dalam bentuk bobin palet. Proses penggulungan benang pakan dalam bentuk bobin
palet disebut proses pemaletan. Teropong terbuat dari bahan kayu, plastik ataupun
fiberglass. Skema mesin tenun dengan teropong dapat dilihat pada gambar 7.34
berikut ini.
182
183
Rayon 110
183
184
Rayon 110
Ada dua jenis peralatan pendukung untuk menggerakan rapier pada mesin
tenun rapier, yaitu dengan peralatan berupa batang (rigid rapier) atau belt (flexible
rapier). Rigid rapier memiliki keuntungan yaitu batang dan rapier ketika bergerak
sepanjang mulut lusi tidak menyentuh benang lusi. Batang tersebut harus cukup
kuat dan kaku supaya rapier bergerak dengan cukup stabil dan presisi.
Flexible rapier menggunakan peralatan belt yang dibuat dari material
komposit sehingga cukup fleksibel dan bahkan dapat dibengkokan sampai 1800.
Sifat fleksibilitas batang ini memungkinkan batang rapier dapat ditempatkan pada
bagian bawah, sehingga dapat menghemat ukuran mesin karena tidak memerlukan
tempat tambahan.
Untuk menggerakan peralatan rapier, baik itu dengan rigid atau flexible
rapier digunakan susunan roda gigi sedemikian sehingga rapier dapat begerak maju
dan mundur. Gambar 7.37 menunjukan skema hubungan cam, roda gigi dan flexible
rapier pada salah satu mesin tenun flexible rapier.
184
185
Rayon 110
Mekanisme mesin tenun projektil seperti terlihat pada gambar 7.40 adalah
sebagai berikut :
185
186
Rayon 110
186
187
Rayon 110
(A)
(B)
(C)
Gambar 7.41 (A) Sisir tenun (B) Main nozzle (C) Relay nozzle
Main nozzle dan realy noozle disemburkan udaranya melalui pengontrol
tekanan udara (pressure control). Pada banyak mesin tenun air jet terkini
pengaturan dan kontrol mesin dilakukan dengan bantuan mikro presesor. Sistem
pengaturan secara otomatis ini berfungsi untuk mengoptimalkan tekanan angin di
mesin sesuai dengan jenis benang yang akan di proses. Tekanan udara pada main
noozle dan relay noozle diatur secara otomatis sesuai dengan struktur benang dan
resistensinya terhadap udara ketika dihemburkan. Skema pengaturan mesin tenun
air jet seperti ini dapat dilihat pada gambar 7.42.
187
188
Rayon 110
188
189
Rayon 110
E. TEST FORMATIF
NO
Pertanyaan
Ya
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Y
T
Tidak
189
190
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Rayon 110
190
191
Rayon 110
A. PENDAHULUAN
Teknologi perajutan merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk
membuat kain, selain dengan menggunakan teknologi pertenunan dan non woven.
Sruktur kain rajut dibentuk oleh jeratan-jeratan benang yang bersambung satu
sama lain. Letak jeratan-jeratan ini teratur yang merupakan suatu deretan. Deretan
jeratan kearah panjang kain disebut Wale (B-B), sedangkan deretan jeratan kearah
lebar kain disebut Course (A-A).
191
192
Rayon 110
192
193
Rayon 110
193
194
Rayon 110
194
195
Rayon 110
195
196
Rayon 110
Diagram block cam rajutan plain pada needle bed bagian belakang:
10
10
196
197
Rayon 110
Diagram block cam rajutan plain pada needle bed bagian depan:
10
10
10
10
10
2. Proses Pembuatan
Untuk membuat kain rajut plain pada salah satu needle bed dan plain bundar
dengan cara kerja sebagai berikut :
a. Memasang benang yang akan dirajut pada mesin rajut datar yang telah
ditentukan.
b. Mengatur tension untuk penguluran benang sampai masuk feeder.
c. Membuat pancingan awal kain rajut dengan cara sebagai berikut :
Raising cam (RC) dalam posisi seluruhnya aktif dengan nilai skala Stitch cam
(SC) 10. Pada beberapa mesin nilai skala SC tidak harus selalu 10, bergantung
pada kelancaran proses di mesin.
Menjalankan penyeret sebanyak 1 course, yaitu 1 kali geseran penyeret
kearah kanan atau kiri.
PLPG Sertifikasi Guru
197
198
d.
e.
f.
g.
Rayon 110
198
199
Rayon 110
10
10
10
2. Proses Pembuatan
Untuk membuat kain rajut Rib 1x1, 2x1, Rib 3x2 dan Rib 3x2 tanpa diverzet
dengan cara kerja sebagai berikut :
a. Menyusun jarum pada mesin untuk rajutan rib 1x1.
b. Memasang benang pada mesin rajut datar.
c. mengatur tension untuk penguluran benang sampai masuk feeder.
d. membuat pancingan awal kain rajut.
e. Menjalankan mesin sebanyak course yang dikehendaki.
PLPG Sertifikasi Guru
199
200
Rayon 110
f. Melepaskan kain dari mesin dengan cara benang diputuskan dari feeder, kain
dipegang lalu penyeret digerakan sebanyak 1 course.
g. Menyusun jarum pada mesin untuk rajutan rib 2x1.
h. Melakukan proses Verset needle bed sebanyak 1 kali.
i. Membuat pancingan awal kain rajut.
j. Mengembalikan verset seperti keadaan pada waktu menyusun jarum rib 2x1.
k. Menjalankan mesin sebanyak course yang dikehendaki.
l. Melepaskan kain dari mesin dengan cara benang diputuskan dari feeder, kain
dipegang lalu penyeret digerakan sebanyak 1 course
m. Menyusun jarum pada mesin untuk masing-masing rajutan rib 3x2.
n. Melakukan proses Verset needle bed sebanyak 2 kali.
o. Memasang benang pada mesin rajut datar.
p. Mengatur tension untuk penguluran benang sampai masuk feeder.
q. Menjalankan penyeret tour dengan posisi cam seluruhnya aktif membentuk
jeratan knit.
r. Menjalankan penyeret sebanyak 1 tour dengan setelan block cam untuk rajutan
plain bundar.
s. Mengembalikan verset seperti keadaan pada waktu menyusun jarum rib 3x2.
t. Mengembalikan setelan blok cam untuk rib
u. Menjalankan mesin sebanyak course yang dikehendaki.
v. Memasang benang pada mesin rajut datar.
w. Mengatur tension untuk penguluran benang sampai masuk feeder.
x. Menjalankan penyeret tour dengan posisi cam seluruhnya aktif membentuk
jeratan knit.
y. Menjalankan penyeret sebanyak 1 tour dengan setelan block cam untuk rajutan
plain bundar.
z. Mengembalikan setelan blok cam untuk rib dan menjalankan mesin sebanyak
course yang dikehendaki.
200
201
Rayon 110
10
10
201
202
Rayon 110
10
10
2. Proses Pembuatan
Untuk membuat kain rajut Rib 2x1, half cardigan dan full cardigan dengan cara
kerja sebagai berikut :
a. Menyusun jarum pada mesin untuk rajutan rib 2x1.
b. Melakukan proses verzet needle bed sebanyak 1 kali
c. membuat pancingan kain
d. Mengemembalikan Verzet needle bed sebanyak 1 kali ke posisi semula rib 2x1
e. Menjalankan mesin sebanyak course yang dikehendaki
f. Merubah stelan stitch cam untuk rajutan half cardigan dengan diagram cam;
10
10
10
10
10
i.
j.
202
203
Rayon 110
203
204
Rayon 110
Perbedaan mesin rajut bundar double knit rib dan interlock, yaitu terletak
pada posisi jarum silinder dan dial. Pada mesin rajut bundar rib seperti terlihat pada
gambar 8.8, posisi jarum dial dan silinder saling bersilangan satu sama lain. Pada
mesin rajut bundar interlock seperti terlihat pada gambar 8.9, posisi jarum dial dan
silinder saling berhadapan satu sama lain.
204
205
Rayon 110
205
206
Rayon 110
206
207
Rayon 110
Gambar 8.15 Susunan Block Cam Silinder (A) dan Cam Sinker (B)
PLPG Sertifikasi Guru
207
208
Rayon 110
208
209
Rayon 110
209
210
Rayon 110
G. TEST FORMATIF
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Pertanyaan
Ya
T
Tidak
210
211
22
23
24
25
26
27
28
Rayon 110
211
212
Rayon 110
A. PENDAHULUAN
Bahan tekstil mentah (grey) dari serat alam masih mengandung kotorankotoran, baik kotoran alam, kotoran luar maupun kotoran yang ditambahkan
seperti minyak pelumas yang terdapat pada bahan serat-serat sintetik. Kotorankotoran ini dapat mengganggu atau menghalangi keberhasilan dan penyerapan
pada proses-proses lebih lanjut seperti pada proses pengelantangan, pencelupan,
pencapan dan penyempurnaan. Agar bahan tekstil mentah tersebut siap untuk
diproses lebih lanjut, diperlukan suatu teknik dan proses-proses tertentu yang
dikenal dengan teknologi persiapan penyempurnaan tekstil.
Proses Persiapan Penyempurnaan secara umum didefinisikan sebagai proses
kimia dan fisika yang dilakukan terhadap bahan tekstil mentah, yang bertujuan
untuk menghilangkan material non-serat alami seperti wax, lemak, pigmen warna,
kandungan logam Ca, Mg, Fe maupun material non-serat tambahan seperti
debu,potongan serat, minyak pelumas dari bahan tekstil sehingga diperoleh bahan
tekstil yang memiliki daya serap, derajat putih dan kestabilan dimensi tertentu yang
memberi kemudahan bagi proses berikutnya. Proses ini meliputi proses persiapan
awal kain, pembakaan bulu, penghilangan kanji, pemasakan, pengelantangan,
pemutihan optik, merserisasi, pemantapan panas dan pengurangan berat poliester.
212
213
Rayon 110
213
214
Rayon 110
214
215
Rayon 110
6 : nomor gulungan
206 m : panjang kain grey dalam satu gulung
dengan satuan meter
Dari contoh penulisan kode di atas terdapat kode yang menunjukkan jenis
kain disesuaikan dengan jenis proses dan lebar jadi kain, seperti tercantum pada
tabel berikut :
Tabel 9.1 Kode jenis Kain
215
216
Rayon 110
kain karena tarikan makin tinggi. Jika terdapat lebar kain yang berbeda dalam satu
palet sebaiknya kain dilepas dari dipisahkan dari tumpukan. Perbedaan lebar yang
cukup mencolok menyulitkan dalam proses setting pada mesin stenter dalam
menentukan lebar jadi. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses
inspecting adalah:
1. Persiapan proses
Melihat urutan order/perintah kerja
Menyiapkan alat dan bahan
Alat :
Mesin Inspecting
Spidol
Ballpoint
Lembar laporan kain jadi
Palet
Bahan : Kain greige/mentah
2. Cara kerja
Memasang kain pada mesin
Menempatkan palet kosong pada out inspecting
Mengecek kepekaan iron detector dengan logam yang tersedia.
Mencatat data kain pada lembar laporan kain jadi.
Men-On-kan switch mesin.
Menjalankan mesin dengan menekan tombol forward untuk arah kain maju,
atau tombol reward untuk untuk arah kain mundur dan tombol stop untuk
menghentikan laju kain.
Meneliti kebenaran hasil penulisan dari pile up pada setiap gulungnya.
Menuliskan hasil panjang inspecting pada setiap ujung sambungan di
sebelah nomor kode.
Mencatat pada lembar laporan kain jadi tanda asal yang meliputi :
no.gulung, panjang asal, no. mesin, juga hasil inspecting yang meliputi: no.
gulung pile up, panjang dan lebar kain. Kolom keterangan bisa dituliskan
adanya cacat, jumlah logam yang terdapat, dan lain lain.
Memisahkan kain-kain yang tidak memenuhi syarat untuk dikembalikan,
seperti :
Panjang kurang 50 yard, kecuali jenis kain potongan.
Perbedaan lebar yang meliputi: untuk full finish 1,5 inch dan merserisasi
+ 1 inch.
Lebar tidak memenuhi syarat untuk dijadikan lebar permintaan. Untuk
full finish minimal 1,5 inch maksimal 4 inch + lebar permintaan. Untuk
mercerize dan sanforize minimal kurang dari 0,5 inch dari lebar asal.
Cacat yang dapat menyebabkan sobek/rusak/putus pada proses
finishing seperti noda karat, noda jamur, pinggir kain tidak baik,
PLPG Sertifikasi Guru
216
217
Rayon 110
217
218
Rayon 110
b. Bentuk jahitan
Untuk mengetahui apakah bentuk jahitan yang telah dilakukan benar atau
salah, dapat membandingkannya dengan gambar 9.4 sebagai berikut :
218
219
Rayon 110
219
220
Rayon 110
Tidak semua kain dibakar bulunya. Terdapat kain yang tidak boleh dibakar bulunya
yaitu :
Kain handuk
Kain karpet
Kain flanel, dsb.
Tetapi untuk kain-kain berikut harus dilakukan proses pembakaran bulu yaitu :
Kain untuk lapis (voering)
Kain anyaman keeper, tenunan wafel, dan Kain-kain yang berusuk garisgaris
ke dalam.
Kain-kain yang akan di merser, dicelup, dan dicap.
Kainkain murahan untuk meningkatkan kualitasnya.
Prinsip pembakaran bulu adalah melewatkan kain di atas nyala api, plat
logam, dan silinder panas dengan kecepatan tertentu sesuai dengan tebal tipisnya
kain. Penanganan yang kurang tepat dalam proses pembakaran bulu menyebabkan
halhal berikut :
1) Kain gosong, disebabkan karena api atau plat logam terlalu panas. Kain gosong
menyebakan pegangan kaku, dan gosong pada kain akan sulit diperbaiki
2) Kain terbakar, disebabkan karena kain putus, kain kendor, dan kecepatan
jalannya kain lambat
3) Kain melipat, disebabkan karena tegangan kain yang rendah, sambungan
melipat. lipatan kain akan menyebabkan bulu pada lipatan tersebut tidak
terbakar dan membentuk garis sesuai lipatan. garis lipatan akan terlihat setelah
kain dicelup.
4) Kain hitam, karena api berwarna merah yang disebabkan percampuran udara
dan gas kurang tepat.
5) Gosong setempat, karena kain kotor mengandung oli.
Mesin pembakar bulu dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu :
- Mesin bakar bulu gas
- Mesin pembakar bulu pelat dan silinder
a.
220
221
Rayon 110
diperoleh nyala api berwarna biru. Gas yang digunakan dapat diperoleh dari gas
batubara, butan, propan, solar, bensin atau gas (LPG).
Proses pembakaran bulu dilakukan dengan cara melewatkan benang atau
kain dengan posisi terbuka lebar (open width) diantara nyala api, dengan kecepatan
kain yang tinggi sekitar 100400 m/menit untuk menghidarkan kain hangus, tetapi
kecepatan dapat diatur disesuaikan dengan banyak sedikit bulu, tebal tipis kain,
besar kecil api pembakaran dan konstruksi kain maupun benang atau kecepatan
kain 60-120 m/menit dengan jarak api terhadap kain 1,5- 4 mm. Secara umum
makin tipis kain, maka makin tinggi kecepatan jalannya kain.
Teknik pembakaran bulu dapat dilakukan dengan cara langsung, yaitu
dengan pengontrolan nyala api pembakar dengan kain berjarak sangat dekat,
biasanya 6-8 mm tetapi panas yang dipakai bisa sampai 1.300oC dengan waktu
kontak kurang dari 0,1 detik.
221
222
Rayon 110
posisi singgung ini sesuai untuk kain yang ringan (tipis) dan sensitif terhadap nyala
api pembakaran.
Pada cara tidak langsung, pembakaran bulu dengan nyala api dari
pemancaran panas infra merah dengan panas mencapai 1.000 oC. Dengan mengatur
reflektor, pembakaran terhadap bulu kain dapat diperoleh posisi pembakaran yang
terbaik sehingga hanya terjadi pembakaran pada serat di permukaan kain dan dapat
menghindari kerusakan kain.
Besar kecilnya nyala api dan posisinya terhadap kain dapat diatur pada
bagian burner. Model burner yang baru dikenal dengan model Radiation Jet
Burner System dengan tujuan untuk menghindari terjadinya pegangan kain yang
kaku dan dapat dipakai untuk kain tebal maupun tipis dengan hasil yang baik.
Sedangkan panas dan abu hasil pembakaran agar tidak berterbangan akan dihisap
oleh alat yang disebut Exhausting Fan yang selanjutnya dibuang melalui cerobong
pembuangan.
222
223
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Rayon 110
dapat terbakar sempurna dan hasilnya lebih rata. Pada kain yang sudah kering,
pengeringan pada rol tidak perlu dilakukan untuk mengurangi biaya proses
Rolrol penyikat
Kain sebelum masuk ruang pembakar dilewatkan pada rolrol penyikat yang
berputar dengan kecepatan tinggi dan arah putarannya berlawanan dengan
jalannya kain. Rol ini berfungsi untuk menimbulkan bulu pada permukaan kain.
Selain itu dalam proses penyikatan juga terjadi proses penghilangan debu,
potongan-potongan serat / benang. Rolrol penyikat ini terdapat dalam
ruangan tertutup yang dihubungkan dengan kipas penghisap (Blower).
Ruang pembakar bulu
Pada ruang pembakar terdapat tungku (Burner) dan Rol pendingin (Cooling rol).
Burner dialiri gas dan udara, api yang dihasilkan dari burner tersebut akan
membakar kain.
Rol pendingin
berfungsi sebagai landasan kain saat kain dibakar, api yang terus menerus
membakar kain mengenai rol pendingin sehingga makin lama menyebabkan rol
pendingin panas, untuk itu rol pendingin dialiri air dingin untuk mengurangi
panas pada rol pendingin.
Pengatur kecepatan
Pengatur kecepatan kain berfungsi untuk mengatur jalannya kain pada proses
pembakaran bulu. Pengaturan kecepatan mesin pembakar bulu bergantung
pada tebal tipisnya kain yang dibakar.
Pengatur percampuran gas dan udara
Untuk memperoleh api yang berwarna biru kehijauan dilakukan dengan cara
mencampur aliran gas dan udara. Perbandingan campuran harus seimbang.
Bak pemadam api
Kain yang dibakar melewati bak yang berisi air sehingga api yang terbawa akan
mati. Selain berisi air bak juga mengandung larutan penghilang kanji seperti
enzim sehingga proses pembakaran bulu simultan dengan penghilangan kanji.
Sistem ini banyak dilakukan pada industri tekstil.
b. Pengoperasian Mesin
Untuk mengoperasikan mesin pembakar bulu ada beberapa langkah yang dilakukan
yaitu :
1) Persiapan kain
Tumpukan kain pada palet yang telah disambung ditempatkan di bagian depan
mesin kemudian dipasang pada mesin melewati rolrol pengantar, rol penegang,
rol pengering, rol penyikat, ruang pembakar, bak air, dan playtor
2) Persiapan mesin
Mesin yang akan digunakan harus dalam siap operasi. hal hal yang dilakukan
dalam persiapan meliputi kesiapan gas, kebersihan mesin, mengatur aliran air
pada rol pendingin, aliran udara, bak air, dan panel panel listrik.
PLPG Sertifikasi Guru
223
224
Rayon 110
3) Menjalankan mesin
Menjalankan mesin meliputi tahap penyalaan api dan mengatur kecepatan
mesin. Aliran gas dan udara dibuka burner dinyalakan, kemudian mesin
dijalankan dengan cara memutar tombol pengatur kecepatan (speed). Setelah
mencapai kecepatan 2040 meter/menit api didekatkan pada kain dan
selanjutnya kecepatan diatur sesuai dengan kain yang dibakar.
c.
Pengendalian Proses
Parameter yang perlu diperhatikan dan berpengaruh terhadap hasil proses
pembakaran bulu adalah:
1) kekuatan pembakaran (nyala api)
2) kecepatan kain
3) jarak nyala api terhadap kain
4) metode pembakaran
5) jenis serat
6) berat ringan kain
7) konstruksi kain
D.
224
225
Rayon 110
nC6H12O6
glukosa (gula)
Cara perendaman ini tidak banyak dipakai lagi karena reaksinya berjalan
lambat dan hasilnya kurang sempurna. Perendaman yang terlalu lama
menyebabkan timbulnya asam yang dapat menghidrolisa serat. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam penghilangan kanji dengan perendaman:
Saat perendaman waktu harus tepat, jika terlalu lama dapat menurunkan
kekuatan bahan yang diproses, yang diakibatkan oleh asam yang terjadi selama
proses perendaman (fermentasi).
Selama proses bahan harus dalam keadaan terendam semua.
Penataan kain pada bak proses harus dalam keadaan rata tidak boleh ada bagian
yang tersembul, karena bisa menimbulkan pembasahan yang kurang merata.
225
226
Rayon 110
226
227
Rayon 110
Cara ini mempunyai keuntungan selain murah, tidak perlu suhu tinggi juga
dapat menghilangkan logam-logam pengotor yang terdapat pada kain, karena
logam-logam tersebut akan menjadi masalah dalam proses pemutihan yang
menyebabkan kerusakan serat. Selain cara perendaman dapat pula dilakukan
proses rendamperas larutan asam yang lebih cepat. Setelah proses penghilangan
kanji dengan asam harus segera dihilangkan dengan pencucian air hangat dan
dibilas air dingin atau jika perlu dilakukan netralisasi dengan larutan alkali lemah.
Pada cara ini perlu dilakukan dengan hati-hati karena asam juga dapat merusak
serat-serat selulosa, termasuk proses pencuciannya harus bersih.
c. Penghilangan Kanji dengan Alkali encer
Proses penghilangan kanji dapat dilakukan pula dengan soda kostik/soda api
encer tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, cara ini jarang dilakukan di
samping makan waktu lama juga hasilnya kurang begitu sempurna. Jenis kanji yang
larut dengan alkali seperti kanji protein, PVA, pati. Bahan direndam dalam larutan
natrium hidroksida encer pada suhu kamar selama + 12 jam, Setelah selesai bahan
dicuci panas, cuci dingin, keringkan.
hidrolisa
2 (C6H10O5)n + nH2O
Kanji (Pati) alkali
nC12H22O11
maltosa (gula)
227
228
Rayon 110
Pengaruh dari
PH
Suhu Optimum
optimum
(oC)
NaCl
CaCl2
6,8 7,0
4,6-5,2
4,6-5,2
5,0-7,0
nyata
tidak
tidak
-
nyata
nyata
tidak
Nyata
40- 55
55-65
40-50
60-70
Reaksi yang terjadi pada perubahan kanji menjadi gula yang larut pada
penghilangan kanji dengan enzym dapat digambarkan sebagai berikut :
2 (C6H10O5)n + nH2O
nC12H22O11
2nC6H10O5+H2O
Kanji(amilum)
enzyma maltosa (gula)
glukosa (gula)
Rendam peras dapat dilakukan bersamaan proses pembakaran bulu. Kain
setelah dibakar dilewatkan dalam bak pemadam api yang mengandung larut enzim.
Proses penghilangan kanji simultan dengan proses pembakaran bulu lebih efesien,
efektif, dan hasilnya lebih baik.
1) Enzym mout / malt diastase
Diperoleh dari masa pertumbuhan gandum. Jenis enzim ini diperdagangkan
dengan nama Diastofar, Maltoferment, Textillomalt, Terhydna Diastase,
Gabalit, Deglatal dan sebagainya.
Enzyma Mout diastase aktifitasnya sangat dipengaruhi oleh suhu pada pH,
karena suhu yang tinggi dapat mengurangi (mematikan) aktifitas enzyma.
Adapun kondisi yang optimal untuk jenis enzyma ini adalah sebagai berikut :
Konsentrasi enzym 5 20 gram/l
Suhu larutan 40 650C
pH larutan 4,6 5.2
2) Enzyma pankreas diastase
Jenis enzym ini diperoleh dari kelenjar-kelenjar ludah perut babi dengan nama
dagang Novofermasol As, Dagomma, Anamyl, Viveral, Ultraferment,
Enzymoline, Oyatsime dan lain-lain. Suhu sangat berpengaruh sekali karena
pada suhu yang terlalu tinggi atau lebih rendah dari suhu optimal dapat
menurunkan aktifitas kerja enzim tersebut. Sedangkan kondisi optimal jenis
enzyme pankreas adalah sebagai berikut :
Konsentrasi 1 3 gram/l
Suhu larutan 400C 550C
pH larutan 6,8 7,0
228
229
Rayon 110
n (C6H10O5)m
dimana m<n
Kanji (amilum) rantai panjang rantai pendek
229
230
Rayon 110
adanya logam-logam dari kain maupun peralatan serta pengontrolan yang baik
kadar oksigen selama proses. Proses pengeringan yang berlebihan pada waktu
penganjian benang lusi dapat mengurangi jumlah kanji yang dapat dihilangkan dari
benang tanpa membedakan jenis kanji yang digunakan.
1. Zat-zat Pemasak
Pada dasarnya proses pemasakan serat-serat alam dilakukan dengan alkali
seperti natrium hidroksida (NaOH), natrium carbonat (Na2CO3) dan air kapur,
campuran natrium carbonat dan sabun, amoniak dan lain-lain. Sedangkan
230
231
Rayon 110
pemasakan serat buatan (sintetik) dapat dilakukan dengan zat aktif permukaan yang
bersifat sebagai pencuci (detergen).
Pada proses pemasakan bahan dari serat kapas terjadi hal-hal sebagai berikut :
Safonifikasi minyak menjadi garam-garam larut.
Pektin dan pektosa berubah menjadi garam-garam yang larut.
Protein akan pecah menjadi asam amino asam amonia.
Mineral-mineral dilarutkan
Minyak-minyak yang tidak tersafonifikasi diemulsikan oleh sabun yang
terbentuk.
Kotoran-kotoran lain disuspensikan oleh sabun yang terbentuk.
Zat-zat penguat yang terdapat pada serat akan terlepas.
Kotoran-kotoran yang disuspensikan oleh sabun yang terbentuk.
Kotoran-kotoran luar, sisa daun, sisa biji dapat dihilangkan secara mekanik
pada mesin-mesin tertentu dengan menggunakan alkali kuat.
Tabel 9.4 Komposisi Serat Kapas
Komposisi
Selulosa
Pektin & zat yang mengandung Nitrogen
Lemak,malam,lilin
Pektin,pekstosa
Logam mineral, pigmen,resin
Air
Jumlah (%)
80 85
1 2,8
0,5 1
0,4 1
35
6 8
7
2. Metoda Pemasakan
Ditinjau dari sistem yang digunakan, proses pemasakan dapat digolongkan
menjadi 2 macam, yaitu pemasakan sistem tidak kontinyu (discontinue) contohnya
pemasakan dengan bak, mesin Jigger, mesin Haspel, mesin Clapbau, mesin Kier
Ketel dan pemasakan sistem kontinyu (continue) contohnya pemasakan dengan
mesin padd roll Artos, Roller Bed. Sedangkan kalau ditinjau dari tekanan mesin yang
digunakan, proses pemasakan dibagi menjadi 2 macam, yaitu pemasakan tanpa
tekanan misalnya menggunakan bak, mesin Jigger, Haspel, Clapbau, J-Box dan L-Box
dan pemasakan dengan tekanan, misalnya menggunakan mesin Kier Ketel, Jigger
Tertutup.
231
232
Rayon 110
sedangkan zat yang digunakan untuk proses pemasakan bahan kapas antara lain
soda kostik (NaOH), soda abu (Na2CO3) dan campuran air kapur dan soda abu.
Reaksi yang terjadi antara lemak serat kapas dengan zat yang digunakan adalah :
R COO Na + H2O
sabun natrium larut dalam air
2R COO Na + H2O + CO2
Sabun natrium larut dlm air gas CO 2
232
233
Rayon 110
Pemasakan dengan mesin jigger kain dalam posisi terbuka lebar dan
ditegangkan. Kain digulung pada rol kiri dan rol kanan melewati rol pengantar dan
rol rol perendam, kapasitas mesin tergantung tebal tipisnya kain + 400 meter
2000 meter. Bahan dikerjakan dalam larutan soda kostik dan pembasah.
Selanjutkannya bahan digerakan atau diputar sambil suhu dinaikan sampai
mendidih./100oC. Bahan dikerjakan selama 8-10 putaran tergantung panjang
kainnya atau 1 2 jam. Pemasukan zat pemasak sebaiknya dilakukan bertahap
setiap 2 kali putaran sebanyak 1/3 resep. Salah satu resep pemasakan kain drill
dengan mesin jiger adalah :
Soda kostik 38o Be : 10 cc / liter
Pembasah : 4 g / liter
Vlot : 1 : 5
Suhu : 100oC
Waktu : 8 10 Putaran
Setelah selesai bahan dicuci dingin, cuci panas, dan dibilas dengan air dingin,
pembilasan dilakukan dengan air yang mengalir sambil diputar sehingga kotoran
yang menempel dapat hilang dengan sempurna.
Keterangan :
1. Rol penggulung
2. Rol penegang
3. Rol pengantar
4. Bak
5. Pipa air
6. Pipa uap
Gambar 9.8 Skema Jalannya Kain pada Mesin Jigger
2) Pemasakan Bahan Kapas Sistem Kontinyu
Pada umumnya pemasakan dengan mesin ini dilakukan untuk proses-proses
kontinyu dan setelah bahan dimasak langsung dikelantang bahkan sebelum dimasak
pada awal mesin ini ada proses bakar bulu dan penghilangan kanji. Pada mesin
kontinyu bahan diproses dalam bentuk untaian (rope), mula-mula bahan
diimpregnasi dalam larutan yang mengandung 4% soda kostik dan 2 g/l soda abu
serta pembasah, kemudian bahan disimpan dalam ruang penguapan pada suhu 90
100oC selama 60 menit, selanjutnya bahan dicuci secara kontinyu dan berikutnya
bahan dilakukan proses pengelantangan kontinyu seperti pada proses pemasakan.
Setelah selesai bahan dicuci dingin, cuci panas dan dikeringkan pada rol pengering.
(lihat gambar 9.9 ) Pemasakan bahan kapas sistem kontinyu dapat dilakukan pada
mesin Perble Range, J-Box, L-Box, Artos.
233
234
Rayon 110
13. Impregnasi
dalam
larutan
hydrogen peroksida
14. Penguapan pada J-Box
9 s.d. 18 Pencucian air dingin dan
air panas
19. Padder
20. Silinder pengering
Untuk kain dan juga hasilnya baik sekali, karena disamping daya serapnya
tinggi, dengan adanya tekanan maka kulit biji, batang dan lain-lain yang sulit lepas
dengan pemasakan tanpa tekanan, dengan proses ini semuanya akan bisa lepas.
PLPG Sertifikasi Guru
234
235
Rayon 110
Bahan dimasak dalam larutan soda kostik 1 5% dan 0,2 0,5% zat pembasah yang
bersifat sebagai pencuci selama 6 sampai 10 jam dengan tekanan 1 3 Atmosfir,
setelah selesai bahan dicuci dengan air panas dan dingin.
235
236
Rayon 110
236
237
Rayon 110
perlu dilakukan proses pemeriksaan agar kadar larutan selalu konstan. Pengecekan
kadar larutan pemasakan dilakukan dengan cara titrasi sebagai berikut :
a. Zat yang Digunakan
Zat yang digunakan adalah larutan pada saturator scouring, larutan HCl 0,1 N dan
indikator PP.
b. Cara Titrasi
Pertama mengambil 10 ml larutan saturator scouring dengan pipet ukur dan
masukan ke dalam erlenmeyer, kemudian ke dalamnya tambahkan 3 tetes indikator
PP sampai larutan menjadi merah muda, titrasi larutan tersebut dengan HCl 0,1 N
menggunakan buret sedikit demi sedikit sambil Erlenmeyer dikocok-kocok sampai
larutan berubah warna menjadi jernih dan catat volume HCl 0,1 N yang digunakan
untuk titrasi. Untuk memudahkan dalam perhitungan kadar larutan dapat dilihat
dengan tabel 9.5. Pengecekan kadar larutan dilakukan secara rutin setiap 30 menit
sekali agar kadarnya sesuai dengan ketentuan, jika dari hasil titrasi kadarnya lebih
tinggi dari ketentuan maka feeding kertas ke saturator dikurangi demikian juga
sebaliknya.
Tabel 9.5 Kadar NaOH Berdasarkan Hasil Titrasi Larutan Pemasakan/Scouring
237
238
Rayon 110
1. Zat Pengelantang
Dalam pertekstilan dikenal dua jenis zat pengelantang yaitu zat
pengelantang yang bersifat oksidator dan yang bersifat reduktor. Zat pengelantang
yang bersifat oksidator pada umumnya digunakan untuk pengelantangan seratserat selulosa dan beberapa di antaranya dapat pula dipakai untuk serat-serat
binatang dan seat-serat sintetis. Sedangkan zat pengelantang yang bersifat reduktor
hanya dapat digunakan untuk pengelantangan serat-serat binatang.
Zat pengelantang yang bersifat oksidator ada dua golongan, yaitu yang
mengandung khlor dan yang tidak mengandung khlor.
Zat pengelantang oksidator yang mengandung khlor, di antaranya :
Kaporit (CaOCl2)
Natrium hipokhlorit (NaOCl)
Natrium khlorit (NaOClO2)
Zat pengelantang oksidator yang tidak mengandung khlor, di antaranya :
Hidrogen peroksida (H2O2)
Natrium peroksida (Na2O2)
Natrium perborat (NaBO3)
Kalium bikhromat (K2Cr2O7)
Kalium permanganat (KMnO2)
Zat Pengelantang yang bersifat reduktor, antara lain :
Sulfur dioksida (SO2)
Natrium sulfit (Na2SO3)
PLPG Sertifikasi Guru
238
239
Rayon 110
239
240
Rayon 110
240
241
Rayon 110
241
242
Rayon 110
Setelah selesai dilakukan pencucian dengan air hangat, air dingin, kemudian
dikeringkan.
Setelah selesai proses pengeringan kain hasil pengelantangan dapat
dilakukan proses pemutihan optik. Proses pengelantangan dengan kaporit dapat
dikerjakan secara perendaman dalam bak porselin atau plastik dan menggunakan
mesin Haspel atau mesin Jigger.
b. Pengelantangan dengan Natrium hipokhlorit
Natrium hipokhlorit diperdagangkan dalam bentuk cairan daya oksidasinya
lebih rendah daripada kaporit. Penguraiannya lebih banyak digunakan untuk
pengelantangan serat rayon. Pengelantangan serat kapas dilakukan pada suasana
alkali yaitu pada pH : 11, sedangkan untuk serat rayon viskosa pHnya lebih rendah,
dan untuk serat rayon asetat pengelantangannya dilakukan dalam suasana asam.
Garam natrium hipokhlorit terurai oleh asam kuat menjadi asam hipokhlorit atau
menghasilkan gas khlor tergantung dari banyaknya asam yang ekuivalen, seperti
reaksi :
NaOCl + HCl
NaCl + HOCl
NaOCl + 2HCl
NaCl + Cl2 + H2O
Asam lemah juga dapat menguraikan garam hipokhlorit menjadi asam hipokhlorit
tetapi asam hipokhlorit yang terbentuk tidak dapat terurai menjadi gas khlor oleh
adanya kelebihan asam lemah. Sifat penting yang sangat berarti dalam
pengelantangan adalah dengan mudahnya garam natrium hipokhlorit terhidrolisa
oleh air menghasilkan asam hipokhlorit yang salanjutnya terurai menghasilkan
oksigen.
- Natrium hipokhlorit terhidrolisa
NaOCl + H2O
NaOH + HOCl
- Asam hipokhlorit yang terjadi bekerja memutihkan bahan
HOCl
HCl + On
- Pada waktu yang sama terjadi pula gas khlor
NaOH + HCl
NaCl + H2O
NaCl + NaOCl + H2O
NaOH + Cl2
Selama proses pengelantangan kemungkinan juga terjadi penurunan pH yang
apabila mencapai batas tertentu dapat merusak bahan. Untuk menjaga agar larutan
stabil dapat ditambahkan larutan penyangga. Dalam pengelantangan dengan
natrium hipokhlorit, pengaruh CO2 dari udara tidak begitu besar, karena hanya
terbentuk natrium karbonat yang larut, sedangkan pada kaporit dapat terbentuk
kalsium karbonat yang mengendap. Oleh karena itu pengelantangan dengan
natrium hipokhlorit tidak perlu dilakukan proses pengasaman. Tetapi karena dalam
pengelantangan ini juga timbul gas khlor, maka proses anti khlor perlu dilakukan
PLPG Sertifikasi Guru
242
243
Rayon 110
pula. Proses anti khlor dikerjakan seperti halnya pada kaporit yaitu dengan
menggunakan natrium bisulfit atau natrium hidrosulfit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penguraian garam natrium hipokhlorit
1) Pengaruh pH
- pH > 10, hipokhlorit berada sebagai natrium hipokhlorit
- 5 < pH < 8,5, larutan lebih banyak mengandung asam hipokhlorit (HOCl) bebas.
- pH < 5, pembebasan gas khlor (Cl2) mulai ambil bagian.
- pH < 3, seluruh asam hipokhlorit terurai menjadi gas Cl2.
Pada suasana alkali (pH > 7), asam hipokhlorit yang terbentuk dapat dinetralkan
oleh alkali menjadi garam natrium hipokhlorit
HOCl + NaOH
NaOCl + H2O
Setelah penetralan, larutan bersifat alkalis dan terjadi reaksi kesetimbangan
sehingga larutan menjadi lebih stabil.
NaOCl + H2O
NaOH + HOCl
2) Pengaruh logam dan oksidanya
Seperti halnya pada pengelantangan dengan kaporit, maka logam-logam dan
oksidanya seperti besi, tembaga, nikel dan kobalt bersifat sebagai katalisator
yang mempercepat reaksi penguraian garam natrium hipokhlorit membentuk
oksida atau hidroksidanya dan membebaskan oksigen.
2 CaO + NaOCl
Ca2O3 + NaCl
2Ca2O3
4CaO + O2
Contoh resep pengelantangan dengan natrium hipokhlorit :
1) Pengelantangan untuk kapas
NaOCl
: 2 3 g/l Khlor aktif
Na2CO3
: 5 g/l pH 11
Zat pembasah : 1 ml/l
Waktu
: 60 menit
Suhu
: Suhu kamar
Setelah selesai dilakukan pencucian dengan air dingin sampai bersih
2) Proses anti khlor
NaHSO3
: 3 g/l
Waktu
: 60 menit
Suhu
: 500C
Setelah selesai dilakukan pencucian dengan air hangat dan air dingin sampai
bersih
3) Proses pemutihan optik
Zat pemutih optik
: 0,05 0,5% dari serat buatan
Waktu
: 9 menit
PLPG Sertifikasi Guru
243
244
Rayon 110
Suhu
: Suhu kamar
Setelah selesai bahan diperas dan dikeringkan Pengelantangan dengan
natrium hipokhlorit dapat dilakukan pada bak porselin atau plastik,
menggunakan mesin Ketel Pemutih, Jigger, Haspel dan lain-lain.
c. Pengelantangan dengan Natrium Khlorit
Natrium khlorit dikenal diperdagangkan dengan nama Textone. Sebagai zat
oksidator dalam suasana netral natrium khlorit bereaksi lambat, tetapi dalam
kondisi asam reaksinya makin cepat.
NaClO2 + H2O
NaOH + HClO2
Narium Khlorit Asam Khlorit
HClO2
HCl + On
Sifat natrium khlorit terhadap asam kuat akan terurai menjadi gas khor dioksida
sebagai oksidator yang kuat
5NaClO2 + 4HCl
4ClO2 + 5NaCl + 2H2O
Gas khlor dioksida
Gas khlor dioksida (ClO2) larut dalam air sampai 8 gram/l stabil dalam keadaan
gelap, tetapi bila kena sinar akan terbentuk asam khlorit dan asam khlorat.
2ClO2 + H2O
HClO2 + HClO3
asam asam khlorit khlorat
Dalam keadaan asam, gas ClO2 mula-mula tereduksi menjadi asam khlorit
selanjutnya terurai menjadi asam khlorida dan On jika tidak ada yang dioksidasi
maka On mengoksidasi asam khlorit menjadi asam khlorat.
ClO2 + H+ + e
HOCl2
HClO2
HCl + On
HClO2 + O2 + On
HClO3
Pengaruh pH dalam pengelantangan dengan natrium khlorit adalah bahwa
pada keadaan netral (pH7) penguraiannya sangat lambat, maka untuk mengaktifkan
penguraian NaClO2 dilakukan pada kondisi sedikit alkali (pH 8-9) dengan
penambahan natrium hipokhlorit seperti reaksi berikut ini.
NaOCl + H2O
NaOH + HOCl
Natrium hipokhlorit asam hipokhlorit
3NaClO2 + 2HOCl
2ClO2 + NaClO3 + 2NaCl3 + H2O
natrium khlorit khlordiosida
ClO2 yang terbentuk akan bekerja mengoksidasi pigmen-pigmen alam yang
terdapat dalam serat.
Natrium khlorit atau textone banyak dipakai untuk pengelantangan seratserat sintentik. Proses pengelantangannya dilakukan dalam suasana asam, sedang
dalam suasana alkali daya oksidasinya sangat rendah. Pengelantangan dengan
natrium khlorit jauh lebih aman, karena dalam penguraiannya mengeluarkan gas
khlor dioksida (ClO2) yang tidak membahayakan serat. Dalam pengelantangan
PLPG Sertifikasi Guru
244
245
Rayon 110
selulosa sampai pada pH 3 juga tidak terlihat adanya kerusakan serat, meskipun
dilakukan pada suhu hamper mendidih. Jika terjadi kerusakan serat pada pH rendah
adalah karena akibat dari serangan asam bukan karena oksidasi. Oleh karena itu
setelah proses pengelantangan perlu dilakukan penetralan dengan larutan natrium
karbonat encer.
Penguraian natrium khlorit dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
pH : makin kecil pH penguraiannya makin besar.
Suhu : makin tinggi suhu, penguraiannya makin besar.
Konsentrasi : makin besar konsentrasi, penguraiannya makin besar.
Reaksi penguraian natrium khlorit agak komplek. Dengan asam akan terurai
menjadi ClO2 yang aktif sebagai oksidator sebagian ClO2 larut dalam air membentuk
ion khlorit (ClO2-), kemudian terurai lagi menjadi ion khlorida (Cl- ) dan ion khlorat
(ClO-3 ). Di samping itu ClO2 juga dapat melepaskan On yang bertindak pula sebagai
oksidator. Jadi dalam penguraian natrium khlorit, yang aktif sebagai oksidator
adalah ClO2, dan sedikit On yang terjadi dari penguraian ion khlorit. Untuk
pengelantangan serat selulosa dengan natrium khlorit dilakukan dalam suasana
asam pada suhu 600C atau dengan penambahan NaOCl dalam perbandingan 1 : 1,5
pada suhu kamar dan suasana agak alkali (pH 9).
Beberapa contoh resep untuk pengelantangan dengan natrium khlorit pada
beberapa macam serat adalah sebagai berikut :
1) Pengelantangan rayon serat
NaClO2
: 0,5 1 g/l
pH
: 3 4 (dengan tambahan asam asetat)
Suhu
: 65 700C
Waktu
: 30 60 menit
2) Pengelantangan serat poliamida
NaClO2
: 0,5 1 g/l
pH
: 3 3,5 (dengan tambahan asam asetat)
Suhu
: 85 900C
Waktu
: 30 60 menit
3) Pengelantangan serat poliester
NaClO2
: 1 g/l pH : 2 3 (dengan tambahan asam nitrat)
Suhu
: 960C
Waktu
: 20 menit
4) Pengelantangan serat poliakrilat
NaClO2
: 1,5 g/l
pH
: 2 3 (dengan tambahanasam nitrat)
Suhu
: 950C
Waktu
: 60 menit
5) Pengelantangan serat poliesterkapas atau poliesterrayon
NaClO2
: 1 3 g/l
PLPG Sertifikasi Guru
245
246
Rayon 110
pH
Suhu
Waktu
246
247
Rayon 110
247
248
Rayon 110
Keterangan :
A = Pencucian setelah penghilangan
kanji
B = Larutan pemasakan dan
pengelantangan
C = Ruang pengukusan
D = Pencucian dingin
E = Pencucian panas
F = Pembilasan
G = Pengeringan
H. PEMUTIHAN OPTIK
Penggunaan zat pemutihan optik kaitannya dengan bahan hasil
pengelantangan adalah untuk dapat menambah kecerahan bahan karena
pembesaran pantulan sinar, sehingga kain putih yang diberi zat pemutihan optik
nampak lebih putih dan lebih cerah. Pembesaran pantulan sinar ini disebabkan
karena zat pemutihan optik bersifat fluoressensi. Sinar ultraviolet yang diserap
bahan dan selanjutnya diubah menjadi sinar-sinar yang panjang gelombangnya
berubah-ubah. Fluoressensi violet sampai hijau kebiru-biruan banyak digunakan
untuk zat pemutih karena mengandung warna kuning yang memisah, sehingga
dapat dilihat dengan mata dan dapat berkilau bila menyerap sinar ultra violet. Zat
248
249
Rayon 110
pemutihan optik yang efektif, paling sedikit mengandung 4 ikatan rangkap yang
letaknya berselang-seling dengan ikatan tunggal seperti :
-C=C-C=C-C=C-C=C
atau N=C-C=C-C=N-C=C
Penggunaan zat pemutihan optik tergantung dari hasil akhir bahan, sehingga
dapat dipakai tersendiri atau bersama-sama dengan proses penyempurnaan
khususnya.
Berikut ini adalah beberapa contoh resep pemakaian zat pemutihan optik :
a. Untuk bahan kapas atau rayon cara perendaman
1) Leucophor A
: 0,25 1%
NaCl atau Na2SO4 : 10 %
Suhu
: 900C
Waktu
: 30 menit
Setelah selesai bahan diperas dan dikeringkan.
2). H2O2
: 1- 2 volum
Stalisator C
: 5,5 g/l
Suhu
: 500C
Waktu
: 8 jam
3). H2O2
: 1 volum
pH
:7,5 8 (Na2SiO3)
Suhu
: 500C
Waktu
: 12 16 jam
4). Untuk bahan tebal/berat
H2O2
: 4 volum
Suhu
: 500C
Waktu
: 24 jam
pH
: 7,5 8
b. Untuk kapas atau rayon cara padding bersama dengan penyempurnaan
Louxophor A
: 0,5 4 g/l
Finish LCRN
: 100 g/l
Sancozin NI
: 1 g/l
(pendispersi)
MgCl2 6H2O
: 13 g/l
(katalisator)
Prosesnya kain dipadd dengan efek peras 75%, kemudian dikeringkan pada suhu
1000C selama 5 menit dan akhirnya dipanggang pada suhu 900C selama 3 menit.
c. Untuk kain poliester secara carier
Lencophor EFR
: 0,5 2%
Carier
: 2 ml/l
Suhu
: 980C
Waktu
: 60 menit
PLPG Sertifikasi Guru
249
250
Rayon 110
Untuk menghilangkan sisa-sisa cariernya, setelah proses bahan dicuci bersih, dan
dikeringkan.
d. Untuk kain poliester secara termosol
Kain dipad dalam larutan leucophor EFR 10 40 g/l dengan efek peras 60%,
dikeringkan pada suhu 100 1200C dan diikuti dengan proses fiksasi secara
termosol pada suhu 180 2000C selama 30 40 detik.
e. Untuk kain campuran poliester kapas atau poliester rayon
Proses pemutihan optiknya dikerjakan dulu terhadap serat poliesternya, selanjutnya
diikuti proses kedua terhadap serat kapas atau rayonnya menurut cara-cara yang
dikehendaki.
250
251
Rayon 110
terjadi karena perbedaan serat kapas dan metoda yang digunakan selama
penelitian.
251
252
Rayon 110
26
24
22
20
18
Mengkeret (%)
16
2
14
18
12
30
80
10
8
6
4
2
0
0
10
20
30
40
NaOH (%)
Gambar 9.13 Pengaruh Konsentrasi dan Suhu Larutan NaOH Terhadap Mengkeret
Benang
Literatur-literatur lama banyak menyarankan untuk bekerja pada suhu 9 20C, namun saat ini nampaknya sudah tidak banyak lagi dilakukan dan orang lebih
menyukai merserisasi panas (60 - 97C) karena memberikan keuntungan seperti
Tidak memerlukan instalasi pendingin,
Penetrasi soda kostik yang lebih baik, dan karena itu
Tidak memerlukan pembasah
Reaksi yang berlangsung selama proses merserisasi merupakan reaksi
eksoterm (melepaskan panas) sehingga pengerjaan pada suhu rendah pada satu sisi
memang memberikan hasil yang lebih baik, yaitu penggembungan yang lebih besar
dan pada proses dengan tegangan akan menimbulkan kilau yang lebih tinggi.
Kenaikan suhu larutan akibat panas yang dilepaskan reaksi antar alkali dan selulosa
dapat secara signifikan mempengaruhi kerataan hasil proses merserisasi dingin
(normal). Dalam hal ini pengontrolan suhu pada proses merserisasi panas tidak
sekrusial merserisasi dingin. Pengerjaan pada suhu di bawah 0C dilaporkan
menghasilkan efek-efek khusus pada kain kapas, dimana perendaman dalam larutan
soda kostik 25% pada suhu 10C selama 1 menit membuat kain kapas menjadi
tembus pandang secar permanen. Kombinasi dengan merserisasi normal dapat
memberikan hasil yang lebih baik, dan sangat memungkinkan untuk memperoleh
sifat tembus pandang dan kilau tinggi secara bersamaan. Proses demikian disebut
penyempurnaan swiss dan biasa dilakukan pada masa lalu untuk memproduksi kain
volie dan organdy.
PLPG Sertifikasi Guru
252
253
Rayon 110
Waktu proses yang ditetapkan oleh tiap pabrik tentu saja bervariasi
tergantung pada konstruksi dan keadaan benang atau kain dan jenis mesin yang
digunakan, namun umumnya berada di antara 30 - 90 detik. Waktu proses yang
dimaksud adalah waktu yang dibutuhkan oleh soda kostik untuk penetrasi ke dalam
dan bereaksi dengan serat. Gebhardt menyebutkan bahwa waktu proses optimum
sesungguhnya dapat diketahui dengan mengamati apa yang disebutnya sebagai titik
gelas tepat sebelum bahan memasuki bagian penstabilan (pencucian awal). Titik ini
dapat dikenali berdasarkan kenampakan bahan yang tembus pandang, dan menurut
hasil percobaan biasanya dicapai setelah 40 - 45 detik. Cara lain untuk menentukan
waktu optimum adalah dengan mengukur elastisitasnya, dimana waktu optimum
adalah waktu proses yang menghasilkan elastisitas maksimum, yang hanya bisa
dicapai bila telah terjadi pembasahan sempurna pada bahan. Namun demikian
harus diingat bahwa angka tesebut (40-45 detik) bukan merupakan sesuatu yang
baku karena alasan-alasan yang sudah disebutkan di atas tabel 9.7 menyajikan data
mengenai pengaruh waktu tehadap mengkeret benang pada berbagai konsentrasi
dan suhu larutan merserisasi.
Kilau, salah satu karakteristik utama produk merserisasi, pada dasarnya
merupakan efek yang dihasilkan dari pemantulan cahaya yang jatuh pada
permukaan serat, dan sangat bergantung pada bentuk penampang lintang dan sifat
permukaannya. Pada merserisasi dengan tegangan penampang lintang serat kapas
menjadi lebih bulat dan permukaannya pun lebih halus sehingga cahaya yang jatuh
di atasnya akan dipantulkan secara lebih teratur dan menimbulkan kilau yang lebih
baik daripada merserisasi tanpa tegangan. Namun demikian harus diingat pula
bahwa penampang lintang bulat bukanlah satu-satunya penyebab timbulnya kilau,
karena serat sutera yang berpenampang lintang segitiga dan hasil
penyempurnaan kalender juga memiliki kilau tinggi.
Suhu
(oC)
2
18
30
80
10
1
0
0
0
10
30
1
0
0
0
1 10
12 9
8 9
5 5
4 4
30
17
12
6
4
19
24
29
Waktu (menit)
1 10 30
19 20 22
19 20 21
19 20 29
14 14 9
1 10 30
23 23 24
23 23 23
20 20 20
16 16 16
1 10 30
24 23 23
24 23 21
21 21 20
16 16 16
Pemberian tegangan dapat dilakukan dengan salah satu dari kedua cara
berikut, yaitu (1) benang atau kain mula-mula dibiarkan mengkeret hingga maksimal
lalu dikembalikan ke panjang atau lebarnya semula dengan penarikan, atau (2)
sedikit ditegangkan tanpa penarikan sejak awal proses sehingga mengkeret yang
PLPG Sertifikasi Guru
253
254
Rayon 110
terjadi saat kontak dengan larutan soda kostik akan menimbulkan efek tegangan
yang besarnya tergantung pada konsentrasi soda kostik yang digunakan. Cara kedua
biasanya memberikan efek kilau yang lebih tinggi daripada cara pertama, namun
harus dipahami bahwa penyerapan akan berlangsung relatif lebih sulit dalam
keadaan tegang, dan sesunguhnya kebanyakan proses merserisasi dilakukan
menurut cara (1). Cara manapun yang dilakukan semakin besar tegangan atau
penarikan pada bahan maka semakin tinggi efek kilau yang dihasilkan.
Salah satu faktor yang turut menentukan kilau serat namun nampaknya
jarang disinggung adalah jenis serat. Pengamatan dengan mikroskop
memperhatikan bahwa serat panjang (long staple) memiliki kerataan yang lebih
tinggi sehingga dengan sendirinya memiliki kilau yang lebih baik. Faktor tegangan
juga menjadi penyebab rendahnya kilau benang yang terbuat dari serat pendek.
254
255
Rayon 110
B
20
Mengkeret, % (skala B)
15
100
50
Mulur, % (skala B)
10
15
20
25
30
35
NaOH (g) dalam 100 ml larutan
40
45
Gambar 9.15 Pengaruh Konsentrasi NaOH Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Serat
Kapas
Kenaikan kekuatan tarik pada benang hasil merserisasi, seperti diperlihatkan
pada tabel 9.8, lebih ditentukan oleh konsolidasi struktur benang dan bukannya
pada pertambahan kekuatan tarik masing-masing serat penyusun benang tersebut.
Oleh karena itu tidak mengherankan bila puntiran memberikan kekuatan tarik yang
lebih besar daripada yang dapat diberikan dengan merserisasi. Kasusnya menjadi
berbeda untuk benang gintir. Pemberian puntiran yang lebih tinggi memang
menaikkan kekuatannya akan tetapi nilainya ternyata masih jauh di bawah yang
dapat dicapai dengan merserisasi.
Tabel 9.8 Pengaruh Puntiran dan Merserisasi Terhadap Kekuatan Tarik Benang
Kapas
Nomor
benang
% kenaikan
Puntiran
kekuatan tarik
/inci
akibat puntiran
Nonmerser
Merser
% kenaikan
kekuatan
tarik akibat
merserisasi
12/1
0,64
1,39
117
12/1
14
128
1,46
1,70
40/2
13,5
127,5
99
32,5
40/2
24
14
145
166
7,6
255
256
Rayon 110
variabel pokok yang harus diperhitungkan dalam hal ini adalah penetrasi soda kostik
dan penggembungan, di mana keduanya sangat bergantung pada struktur ruang
benang yang bersangkutan (dan ini berhubungan erat dengan nomor benang dan
puntiran), Namun demikian secara umum dapat dikatakan bahwa penggembungan
yang terjadi pada masing-masing serat penyusun benang membuat struktur benang
menjadi lebih rapat dan dengan penarikan yang diberikan selama proses merserisasi
serat-serat tersebut akan terorientasi lebih sejajar dengan sumbu benang, sehingga
pembebanan gaya tarik pada benang akan terdistribusi lebih merata.
256
257
Rayon 110
Sedangkan dari jenis non-kresilat, seperti natrium dodesil difenil oksida disulfonat,
2-etil heksil alkohol, natrium difenil sulfonat.
Kekurangan lain dari merserisasi grey adalah ketidakrataan hasil merser
sebagai akibat pemanasan lokal yang timbul dari reaksi eksotermis antara kanji
pada benang lusi dengan soda kostik. Proses daur ulang soda kostik menjadi lebih
rumit dan mahal karena adanya kontaminasi oleh lemak dan malam selama proses
merserisasi. Untuk itu lebih diarankan untuk melakukan merserisasi setelah proses
penghilangan kanji atau lebih baik setelah pemasakan.
Merserisasi yang dilakukan setelah pengelantangan memiliki keuntungan:
(1) Hasil merser yang lebih merata, (2) menghilangkan kekusutan bahan apabila
pada pengelantangan bahan diproses dalam bentuk untaian (rope), (3) Daya serap
terhadap larutan merser lebih baik karena bahan sudah bersih ari kotoran. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah kondisi kain sebelum dimerser, apakah basah atau
kering. Apabila kain dalam keadaan basah maka sebaiknya diperas terlebih dahulu
untuk meratakan kelembaban bahan sehingga penyerapan soda kostik juga merata,
disamping itu pengenceran terhadap larutan merser tidak terlalu banyak.
Proses merserisasi pada prinsipnya terbagi atas beberapa tahapan proses
yaitu impregnasi larutan, penegangan, penstabilan (pencucian awal), pencucian
akhir dan penetralan. Penegangan dapat dilakukan sejak awal proses atau sesudah
rendam-peras. Pada proses konvensional dengan mesin jenis rantai kain mula-mula
dilewatkan pada larutan soda kostik dan sepasang rol pemeras untuk meratakan
pembasahan serat menghilangkan kelebihan alkali pada kain. Selanjutnya kain
dilewatkan pada serangkaian tambur berjumlah 12 untuk memberikan kesempatan
bagi berlangsunya reaksi antara soda kostik dengan serat. Setelah keluar dari
perendamperasan yang kedua kain ditegangkan kearah pakan dengan stenter untuk
dikembalikan ke lebar semula. Penegangan kearah lusi terjadi pada saat kain
melewati tambur dan dengan mengatur kecepatan relatif rol pemeras pertama
terhadap rol pemeras kedua. Perendamperasan kedua tidak selalu dilakukan dan
sangat tergantung pada tebal tipisnya bahan, dimana kain tebal biasanya
memerlukan dua kali rendam-peras untuk membantu penetrasi larutan. Laju dan
derajat penetrasi juga dapat ditingkatkan dengan menggunakan larutan soda kostik
yang lebih rendah daripada perendamperasan pertama, mengingat penetrasi akan
lebih mudah untuk larutan dengan viskositas lebih rendah.
Pada unit pencucian proses pencucian belangsung berdasarkan sistem alir
balik atau counterflow dimana larutan pencuci disirkulasikan berlawanan arah
dengan arah jalannya kain sehingga akan terjadi penghematan penggunaan air dan
zat pencuci dan memungkinkan terakumulasinya alkali secara bertahap mengikuti
aliran dan mencapai maksimum pada bak terakhir. Larutan yang terkumpul pada
bak ini kemudian dialirkan ke unit daur ulang soda kostik dan dapat digunakan
kembali pada proses berikutnya. Pada tahap pencucian ini selain mengurangi
kandungan alkali juga terjadi proses penstabilan, dimana kain saat dicuci masih
dalam keadaan tegang dan tegangan baru dilepaskan bila kandungan alkali kurang
PLPG Sertifikasi Guru
257
258
Rayon 110
dari 5% agar tidak terjadi mengkeret lanjutan saat pencucian akhir yang akan
mengurangi kestabilan dimensi kain.
Pengeringan dilakukan dengan silinder pengering pada suhu 110 oC.
Gambar 9.16 adalah skema mesin merserisasi jenis rantai dan tanpa rantai dari era
akhir tahun 80-an type perfecta dan optima buatan Goller Jerman.
Gambar 9.16. Skema Mesin Merserisasi Perfecta (atas) dan Optima (bawah)
Pada mesin perfecta penegangan kain kearah lebar dilakukan oleh bagian
stenter dengan menggunakan penjepit otomatis yang terpasang pada rantai yang
terdapat di kedua sisi mesin, sedangkan pada jenis optima menggunakan
serangkaian rol lengkung dan rol pengantar kain yang dirancang khusus.
Penegangan ini dipengaruhi langsung oleh tegangan kearah panjang kain.
Perbedaan friksi antara kain dan rol di bagian tengah dan tepi menyebabkan
bertambahnya kerapatan tenunan atau jeratan di kedua pinggir kain, sehingga pada
proses pencelupan kedua bagian kain tersebut akan nampak lebih tua. Ini
merupakan salah satu kekurangan mesin tanpa rantai Perbedaan lainnya terletak
pada saat pemberian tegangan, pada mesin jenis rantai kain mula-mula dibiarkan
mengkeret maksimum dan baru ditegangkan kembali pada bagian stenter,
sedangkan pada mesin jenis tanpa rantai tegangan sudah diberikan sejak awal
proses.
Merserisasi pada kain rajut semula dianggap terlalu sulit karena kondisinya
yang saling bertentangan. Penarikan saat merser yang akan meningkatkan kilau
dapat menurunkan elastisitas dan kestabilan dimensi kain rajut. Masalah lainnya
adalah bekas lipatan yang bersifat permanen pada kain rajut bundar bila
menggunakan mesin untuk kain tenun. Cara yang selama ini dilakukan adalah
dengan membelah kain tersebut agar diperoses dalam bentuk lebar agar tidak
meninggalkan bekas lipatan. Inipun belum menyelesaikan masalah karena adanya
perbedaan friksi antara kain dengan rol pengantar di bagian tengah dan pinggir
PLPG Sertifikasi Guru
258
259
Rayon 110
259
260
Rayon 110
seluruh bagian untaian, dan rol pemeras yang berhubungan dengan salah satu dari
kedua rol pembawa (Gambar 9.18). Di bawah rol-rol pembawa terdapat bak larutan
alkali yang dapat bergerak naik turun dan bak penampung pencucian yang dapat
bergeser
secara horizontal. Sementara itu diatasnya terdapat pipa-pipa
penyemprot air untuk pencucian.
Penyemprot air
Benang
Rol pembawa
Rol pemeras
Bak alkali
260
261
Rayon 110
261
262
Rayon 110
100
90
800
0o
Selulosa
regenerasi
80
Ku
600
Vi s
ko
400
pra
mo
niu
Persentase terlarut
1000
sa
70
60
50
40
30
200
0
0
1
4
2
8
3
12
4
16
5
20
6 N
24 %
15o
o
20
20
10
25o
0
2
3
4
5
Konsentrasi natrium hidroksida (normalitas)
NaOH
Gambar 9.20
Penggembungan Serat Rayon
Gambar 9.21
Pelarutan Serat Rayon
262
263
Rayon 110
air panas untuk mengencerkan dengan cepat konsentrasi soda kostik atau dengan
penambahan 10% NaCl ke dalam air pencucian yang menjaga air agar tetap berada
pada fase larutan. Cara lain untuk menghindari kerusakan serat rayon adalah
dengan menggunakan KOH pada konsentrasi 29-30% pada suhu 16oC, dimana pada
konsentrasi ini serat kapas mengalami penggembungan maksimum namun aman
bagi serat rayon. Penggunaan KOH ini memiliki kelebihan karena tidak dapat
melarutkan serat rayon, namun karena harganya mahal seringkali dilakukan
pencampuran dengan NaOH. Komposisi campuran yang sering digunakan adalah
70-80 bagian volume NaOH 23% dan 30-20 bagian volume KOH 28%.
Demikian pula untuk suhu diupayakan agar menghasilkan penggembungan
maksimum pada kapas namun sebaliknya pada rayon. Suhu yang disarankan adalah
suhu 38oC pada merserisasi dengan NaOH. Waktu pengerjaan pun harus sesingkat
mungkin agar tidak merusak serat rayon, untuk itu sebaiknya digunakan zat
pembasah tahan alkali untuk mempercepat pembasahan dan penetrasi. Salah satu
literatur menyarankan waktu kontak tidak boleh melebihi 90 detik.
4. Merserisasi Panas
Keberhasilan proses merserisasi sangat ditentukan oleh penetrasi soda
kostik ke dalam serat pada bahan. Hal ini dipengaruhi oleh viskositas larutan soda
kostik, derajat penggembungan serat, waktu kontak dan tegangan. Kebersihan
bahan terhadap kotoran seperti kanji, lemak, wax yang masih terdapat pada bahan
juga akan menghambat pembasahan dan tentu saja menghalangi penetrasi ke
dalam serat.
Larutan soda kostik dengan konsentrasi 25-30% pada suhu rendah memiliki
viskositas yang tinggi, sementara penggembungan pada serat kapas yang
berlangsung cepat dan ektensif akan menyebabkan terbentuknya struktur yang
lebih rapat pada permukaan serat, sehingga penetrasi berlangsung lambat dan tidak
merata, dan bila dicelup ketuaan warna bahan tidak sama di semua bagian. Salah
satu cara yang dilakukan untuk mengatasi ini adalah dengan menambahakan zat
pembasah tahan alkali, namun cara ini masih kurang efektif untuk kain-kain tebal
dan proses merserisasi dengan kecepatan tinggi. Lagi pula pembasah sebenarnya
lebih berfungsi memperbaiki kerataan pembasahan daripada mempercepat laju
penetrasi larutan ke dalam serat. Kelemahan lainnya adalah adanya absorbsi
preferensial air yang dapat menghambat absorbsi preferensial alkali oleh selulosa,
dan tidak memberikan solusi bagi masalah yang timbul akibat rapatnya struktur
benang maupun kain karena pemengkeretan.
Untuk memecahkan berbagai masalah tersebut maka dilakukanlah
merserisasi panas yaitu pada suhu 60-97oC, dimana pada suhu ini viskositas larutan
soda kostik menjadi rendah. Proses ini merupakan hasil kerja sama suatu lembaga
penelitian Hungaria dan Mather & Platt Ltd pada awal tahun 70-an. Proses ini juga
memberikan keuntungan ekonomis dalam hal penghematan pemakaian zat-zat
kimia dan air, energi, investasi mesin, efisiensi pemanfaatan ruang produksi melalui
PLPG Sertifikasi Guru
263
264
Rayon 110
Batch masuk
Over feed/relaks
Hot saturator
264
265
Rayon 110
kembali pada proses merserisasi selanjutnya. Namun cara ini tidak dapat dilakukan
pada sisa larutan merserisasi pada bahan grey karena mengandung kontaminan
berupa kanji yang sulit untuk dipisahkan. Akan tetapi penelitian yang dilakukan
Universitas Innsbruck di Jerman, dapat memisahkan soda kostik dari pencemarnya
melalui proses pengerjaan dengan peroksida.
265
266
Rayon 110
mendekati suhu leleh atau diatas suhu lunak serat yang tergantung dari jenis
seratnya dalam waktu sekitar 40 60 detik.
Serat-serat sintetik mempunyai sifat termoplastik, yaitu ketika dipanaskan
melebihi suhu transisi gelas orde kedua tanpa tegangan akan melunak dan
kecenderungannya akan mengkeret. Tetapi ketika dalam keadaan plastis ini diberi
bentuk atau tegangan, kemudian dilakukan pendinginan dengan cepat maka serat
akan menjaga bentuknya dan stabil.
Proses pemantapan panas pada benang dikerjakan pada ketel heat set,
untuk kain tenun dikerjakan pada mesin stenter dan untuk kain rajut menggunakan
mesin stenter khusus agar tidak menyebabkan kerusakan struktur kain rajutnya.
Terdapat tiga macam cara yang dapat dilakukan untuk proses pemantapan panas,
yaitu:
1) Pemantapan awal (pre-setting), pemantapan panas yang dikerjakan pada kain
mentah (grey) sebelum proses pemasakan dan untuk benang dikerjakan
sebelum pertenunan. Pada pemantapan sebelum pemasakan, panas tinggi akan
memfiksasi kotoran-kotoran serat dan proses pemasakan akan menjadi lebih
sulit.
2) Pemantapan tengah (intermediate setting), dikerjakan pada kain yang telah
dimasak dan dikelantang sebelum dicelup.
3) Pemantapan akhir (post setting), dikerjakan pada kain setelah pencelupan,
pencapan dan sebelum penyempurnaan. Pemantapan panas setelah
pencelupan, dapat menyebabkan sublimasi zat warna dispersi pada bahan,
apabila tidak dilakukan pemilihan ketahanan sublimasi zat warna dispersi
dengan baik.
Berikut tabel suhu yang dipergunakan untuk proses pemantapan panas pada
beberapa jenis serat sintetik.
Tabel 9.9 Suhu Pemantapan Panas Pada Serat-serat Sintetik
Suhu
Suhu
Waktu
Jenis Serat
Minimum Maksimum
(detik)
(oC)
(oC)
Poliester
170
210
1650
Poliamida 66
170
210
1640
Poliamida 6
160
180
1640
Triasetat
160
180
1640
Poliakrilat
160
180200
1640
Elastomer
170
180200
1640
Perubahan suhu dalam ruang stenter dan kelembaban dalam serat
menyebabkan perubahan dari kristalinitas didalam struktur polimer serat dan
perbedaan afinitas serat terhadap zat warna. Serat poliester terdiri dari rantairantai yang panjang dan terletak sepanjang sumbu serat yang terdiri dari bagian
PLPG Sertifikasi Guru
266
267
Rayon 110
yang acak (amorf) dan bagian yang teratur (kristalin). Rantai ini tidak stabil sehingga
pada waktu diberi panas dengan suhu tinggi (peningkatan suhu) maka molekolmolekul serat menjadi aktif bergerak (mobilitas meningkat) dan cenderung untuk
berubah strukturnya. Perubahan pertama terjadi pada segmen-segmen rantai
dalam daerah amorf serat yang terjadi pada suhu transisi gelas orde kedua yaitu
sekitar 80 130oC, jika suhu dinaikkan akan terjadi perubahan yang signifikan pada
daerah kristalin dengan membentuk struktur yang baru yang lebih stabil. Perubahan
ini terjadi pada suhu diatas 160oC dan lebih aktif bergerak apabila suhu bertambah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pemantapan panas adalah:
1) suhu, yang digunakan tergantung jenis seratnya, lebih tinggi dari proses
selanjutnya dan suhu pemakaian akhir.
2) waktu, yang diperlukan tergantung tinggi rendahnya suhu pemantapan panas.
Makin tinggi suhunya makin singkat waktu pemantapan panas dan sebaliknya.
3) medium, yang dapat dipergunakan adalah air, uap air, rol panas dan udara
panas. Serat poliester biasanya dengan udara panas sedangkan untuk kain-kain
dengan konstruksi berat menggunakan rol-rol panas.
Proses pemantapan panas yang dilakukan pada suhu terlalu rendah tidak
dapat memberikan hasil yang baik, sebaliknya jika suhu yang terlalu tinggi dan
waktu yang lama akan menyebabkan efek kekuningan pada serat poliamida dan
elastomer, pegangan kaku pada serat akrilat dan berkurangnya elastisitas pada
serat-serat elastis.Pada serat poliester, kenaikan suhu pemantapan panas akan
menurunkan penyerapan zat warna dispersi sampai mencapai minimum pada suhu
sekitar 170 sampai 200oC kemudian penyerapan zat warna meningkat kembali.
Sebagai gambaran, pencelupan serat Terylene dengan zat warna CI. Disperse Red 1
pada suhu 100oC selama 90 menit. Kecuali pada suhu 220 oC atau lebih, penyerapan
zat warna lebih rendah dari pada kain yang tidak di kerjakan pemantapan panas.
Penyerapan zat warna (%)
80
70
60
50
40
30
120 130 140
267
268
Rayon 110
panas seperti yang diperoleh pada suhu pemantapan panas 130 oC. Kenaikan
penyerapan zat warna dispersi oleh serat poliester yang telah dimantapkan
disebabkan oleh perubahan rantai molekul yaitu terjadinya reorientasi molekul
serat sehingga rantai molekul serat menjadi lebih longgar tetapi stabil.
Diketahui bahwa stabilisasi dimensi dilakukan untuk menstabilkan atau
memantapkan serat atau benang pada berbagai konstruksi kain, supaya tidak
mengkeret atau mulur (mengalami perubahan bentuk) selama proses tekstil atau
dalam penggunaan. Stabilisasi dimensi dilakukan berdasarkan pengaruh panas dan
gaya mekanik struktur bahan selama proses. Proses penstabilan dimensi terjadi
dengan teknik pemantapan dengan pengukusan atau udara panas dengan
menggunakan stenter untuk menahan terjadinya mengkeret kain. Jadi semua serat
dalam kain merupakan subyek ketidakbebasan secara konstruksi maupun geometri
kain.
Mekanisme pemantapan dapat terjadi diantara maupun didalam serat yang
berpengaruh besar terhadap dimensi dan bentuk kain selama proses pemantapan.
Diantara serat-serat
1) Pergeseran, berhubungan dengan gaya normal dalam struktur
2) Ikatan lemah (hidrogen) dan kuat (adesif)
3) Impregnasi dengan matrik
Didalam serat-serat
1) Kekakuan rantai
2) Ikatan silang sementara
Sensitif tehadap suhu,
(dipol kuat; ikatan hidrogen)
kelembaban dan tegangan.
3) Kristalisasi
4) Ikatan silang kimia
5) Impregnasi dengan matrik
Gambar 9.24 Proses Pemantapan Panas Yang Terjadi Pada Polimer Termoplastik
PLPG Sertifikasi Guru
268
269
Rayon 110
Keterangan Gambar :
a. ikatan antar molekul polimer di dalam serat
b. distorsi serat; ikatan intermolekuler ditegangkan dan menyimpan kembali
konfigurasi molekul yang lama.
c. pengerjaan panas, banyak merusak ikatan intermolekuler yang lama. Ikatan
yang tersisa mempunyai gaya yang lemah.
d. ikatan baru yang terbentuk pada waktu pendinginan (yang bertitik), akan
menyusun struktur molekul dalam konfigurasi yang baru dan mengatasi efek
gaya lemah dari ikatan molekul lama yang tersisa.
Penarikan dalam proses pemantapan panas akan menyebabkan perubahanperubahan didalam serat sebagai berikut:
1) molekul-molekul bergeser satu terhadap lainnya
2) susunan molekul akan berubah kearah tarikan sehingga molekul-molekulnya
searah dengan sumbu serat atau terorientasi
3) susunan molekul menjadi lebih rapat sehingga memungkinkan lebih banyak
terjadi ikatan antar molekul.
4) molekulmolekul akan tersusun lebih teratur, sehingga lebih kristalin.
5) terjadi perubahan sifat-sifat serat akibat kenaikan derajat orientrasi, sebagai
berikut :
- kekuatan, kilau dan kestabilan serat terhadap zat kimia makin tinggi
- mulur dan penyerapan lembab makin rendah serta lebih sukar dicelup.
- pegangan kaku
Ikatan hidrogen merupakan jenis ikatan yang paling mungkin dari ikatan
antara dan di dalam serat yang mempengaruhi pemantapan dan penstabilan serat.
Selulosa dengan gugus hidroksil dan nilon maupun wol dengan gugus amin
mempunyai jaringan ikatan hidrogen yang besar. Bagaimanapun jenis ikatan ini
mungkin akan rusak atau putus dengan air atau uap air pada suhu tinggi. Jadi
penghilangan kestabilan atau relaksasi pada serat-serat ini dapat terjadi pada
kelembaban yang cukup. Sebaliknya pemantapan akan diperoleh atau terjadi ketika
serat atau kain dikerjakan proses pengeringan dan terbentuknya ikatan hidrogen.
269
270
Rayon 110
Proses pengurangan berat kain poliester didasarkan pada sifat poliester yang
tidak tahan terhadap alkali kuat, tertutama bila dikerjakan pada suhu tinggi. Alkali
kuat seperti NaOH akan menghidrolisa bagian permukaan serat poliester pada
tingkat tertentu menjadi natrium tereftalat yang larut dalam air. Hidrolisa ini
selanjutnya perlahan-lahan menuju ke dalam serat. Dengan adanya hidrolisa serat
ini penampang serat menjadi lebih kecil, berat kain berkurang sehingga kain
menjadi lebih tipis, lemas dan pegangan menjadi lembut. Semakin besar
pengurangan beratnya, semakin lemas kainnya hingga pengurangan berat tertentu
sekitar 20-30%, lebih dari itu seratnya rusak.
Serat poliester terdiri dari bagian amorf dan kristalin. Bagian amorf akan
lebih mudah diserang oleh NaOH, karena pada bagian amorf ini alkali akan lebih
mudah berpenetrasi masuk kedalam serat poliester sehingga lebih cepat
menghidrolisa serat. Mekanisme hidrolisa poliester oleh alkali pada proses
pengurangan berat adalah sebagai berikut:
1) Selama proses berlangsung, terjadi reaksi penyabunan poliester oleh NaOH yang
dimulai dengan penyerangan ion hidroksil pada bagian positif atom karbon dari
ikatan rangkap karbon oksigen pada senyawa karbonil dari polietilen-tereftalat.
O
OOHC OR
C OR
OH
O-
OHOR
C
H2O
OH
O
OR
O-
+ OR
O-
Na+
+ OR
O-
O
C
HOR
H2O
OHH2O
ONa
270
271
Rayon 110
O CH 2 CH 2 OH
NaO
Dinatrium tereftalat
ONa
2n NaOH
Natrium hidroksida
Polietilena tereftalat
O
HO CH 2 CH 2 OH
Etilena glikol
H2O
Air
Proses pengikisan serat poliester akan terhenti, bila NaOH yang ada telah
habis dipakai untuk reaksi hidrolisa serat poliester dan biasanya sisa larutan akan
mempunyai pH 9.
Faktor-faktor yang berpengaruh dan dapat dipakai sebagai pengontrol
persentase pengurangan berat pada proses pengurangan berat kain poliester
dengan NaOH adalah sebagai berikut:
1) Konsentrasi NaOH
Konsentrasi NaOH yang digunakan berbanding lurus dengan pengurangan berat
poliester. Semakin besar konsentrasi NaOH yang digunakan, maka secara teoritis
semakin banyak NaOH yang menyabunkan (menghidrolisa) serat poliester
sehingga pengurangan berat semakin besar. Konsentrasi NaOH merupakan
kontrol yang penting untuk mendapatkan persentase pengurangan berat
polietser. Maka banyaknya NaOH yang digunakan disesuaikan dengan
persentase pengurangan berat yang diinginkan.
Bertambahnya konsentrasi soda kostik akan menyebabkan hal-hal berikut:
- terjadi pengikisan atau lubang-lubang pada permukaan serat
- mempercepat pemutusan rantai molekul
- meningkatkan jumlah gugus hidrofilik (-COOH dan -OH) pada permukaan
serat akibat pemutusan rantai molekul
- mempercepat proses hidrolisa
2) Suhu Proses
Suhu merupakan faktor penting dalam proses pengurangan berat, sebab
kecepatan pengikisan serat akan bertambah cepat apabila suhu dinaikkan.
Semakin tinggi suhu proses pengurangan berat pada waktu dan konsentrasi
NaOH yang sama pengurangan berat serat semakin besar pula.
Kenaikkan suhu akan menyebabkan hal-hal berikut:
- pembukaan struktur serat poliester
- serat menggembung dan mempercepat gerakan rantai molekul dalam serat
- mempercepat pemutusan rantai molekul
PLPG Sertifikasi Guru
271
272
Rayon 110
A
B
Gambar 9.25
(A) Serat Poliester Sebelum dan (B) Sesudah Proses Pengurangan Berat
Hasil dari proses pengurangan berat, poliester akan mempunyai sifat antara
lain pegangan kain lembut, drape-nya bagus, mengurangi bau keringat, sifat
elektrostatik dan kekuatan kain turun serta meningkatkan ketuaan warna.
Perhitungan jumlah NaOH yang diperlukan untuk pengurangan berat adalah sebagai
berikut:
PLPG Sertifikasi Guru
272
273
Rayon 110
Dari reaksi, bahwa dua molekul NaOH yang diperlukan untuk menghidrolisa
monomer serat poliester.
2( BMNaOH )
x 100% = Y % NaOH dari berat bahan
BM .PET
2(40)
x 100 % = 41, 70 % NaOH dari berat bahan
192
Untuk mengetahui jumlah NaOH yang diperlukan untuk mendapatkan X %
pengurangan berat bahan adalah:
X
41,70% x
= n % NaOH dari berat bahan
100
Proses pengurangan berat pada kain poliester dapat dilakukan dengan beberapa
metode yaitu:
1) Metode Perendaman
Pada metode ini kain poliester dikerjakan dalam larutan NaOH 30 g/L tanpa
tekanan pada suhu 90-95oC pada mesin-mesin bak terbuka selama 60-90 menit.
Kelebihan dari metode ini antara lain adalah kelemasan kain yang dihasilkan
cukup baik, persentase pengurangan berat stabil dan pengaruh terhadap
penurunan kekuatan tarik kecil. Sedangkan kekurangannya adalah waktu
prosesnya cukup lama.
2) Metode Pad Batch
Prinsip proses pengurangan berat metode ini adalah kain poliester
direndamperas dengan larutan NaOH 34oBe, kemudian dibacam dalam waktu
lebih dari 12 jam pada suhu ruang. Pada metode pad batch, akan diperoleh
hasil pengurangan berat yang stabil, biaya operasional rendah tetapi waktu
proses lama dan jumlah produksinya rendah.
3) Metode Pad Steam
Prinsip proses pengurangan berat metode ini adalah kain poliester
direndamperas dengan larutan NaOH 34oBe, kemudian dilakukan pengukusan
pada suhu 110oC dalam waktu sekitar 3 menit. Kelebihan metode ini adalah
prosesnya kontinyu, waktu lebih singkat dan produksi lebih banyak. Sedangkan
kekurangannya bahwa penurunan kekuatan tarik kain lebih besar.
4) Metode Suhu dan Tekanan Tinggi
Prinsip pengerjaannya hampir sama dengan metode perendaman, hanya dalam
metode ini digunakan tekanan dan suhu yang tinggi (130 oC) dalam waktu 10
menit. Dengan demikian mesin-mesin yang digunakan harus mesin dalam
keadaan tertutup seperti haspel, jigger tertutup dan mesin celup jet. Kelebihan
metode ini sama dengan metode perendaman, tetapi waktu proses lebih
273
274
Rayon 110
singkat dan hemat larutan. Kekurangannya adalah diperlukan energi (panas dan
tekanan) yang lebih tinggi dan tidak kontinyu.
5) Metode Pad Cure
Prinsip proses pengurangan berat metode ini adalah kain poliseter
direndamperas dengan larutan NaOH 34oBe, kemudian dikerjakan dengan
udara panas dengan suhu 160oC dalam waktu sekitar 2 menit. Kelebihan
metode ini adalah waktunya lebih singkat karena proses kontinyu sehingga
produksi lebih tinggi. Tetapi kekurangannya adalah dapat menghasilkan
penurunan kekuatan tarik kain yang lebih besar.
6) Metode Pad-Radiasi
Kain poliester dikerjakan rendamperas dengan larutan NaOH 22 oBe dengan
WPU 70%, pada suhu 100-130oC selama 10 menit untuk proses tidak kontinyu
pada mesin Apollotex-B atau kecepatan mesin 30-50 meter/menit untuk proses
kontinyu Apollotex-R. Mesin yang digunakan adalah Apollotex yang
menggunakan radiasi gelombang mikro (916-2450 MHz) dan uap jenuh pada
suhu 100-120oC. Untuk suhu yang lebih tinggi dilengkapi pemanas gas atau
elemen pemanas. Kelebihan cara radiasi adalah panas yang terjadi dari kain
sendiri, pemanasan cepat, panasnya rata dan waktu proses singkat.
Dalam proses pengurangan berat dapat terjadi oligomer seperti halnya yang
terjadi pada proses polimerisasi kondensasi antara etilena-glikol dengan asam
tereftalat. Oligomer merupakan hasil reaksi sendiri antara kedua gugus reaktif
monomer-monomernya yang membentuk senyawa cincin yang dapat berbentuk
linier atau siklik.
274
275
Rayon 110
HO(CH2)2 OCO
COO
COO n H
(CH2)2OCO
Oligomer linier
n<8
(CH2)2 OCO
CO
COO(CH2)2 O
CO
COO(CH2)2OCO
Oligomer siklik
L. TEST FORMATIF
1. Proses persiapan penyempurnaan bahan tekstil bertujuan untuk :
A. Mengetahui jumlah cacat kain
B. Menghitung panjang kain
C. Menghilangkan kotoran non-serat
D. Meningkatkan daya guna kain
2. Besarnya nyala api pada mesin bakar bulu gas diatur oleh :
A. Sudut kemiringan kain
B. Kecepatan kain
C. Rol pemadam api
D. Burner
275
276
Rayon 110
A.
B.
C.
D.
276
277
Rayon 110
277
278
Rayon 110
sangat muda, maka larutan tersebut dinetralkan dengan asam asetat kemudian
tambah 1 ml asetat 10% dan masukkan wol putih, lalu dididihkan larutan itu selama
menit, kemudian wolnya dicuci dan diamati adanya pewarnaan pada wol
tersebut. Bila terjadi pewarnaan pada wol putih tersebut, ini menunjukkan uji
positif zat warna asam.
c. Zat warna basa
Zat warna basa jarang dipakai untuk mencelup serat selulosa, karena
berkembangnya pemakaian zat warna reaktif. Zat warna basa ini hanya dipakai
untuk mendapatkan bahan dengan warna yang cerah dan murah tetapi tahan luntur
warnanya jelek. Cara pengujiannya ialah bila pada uji zat warna direk tidak terjadi
pelunturan atau hanya luntur sedikit maka perlu diadakan uji zat warna basa.
Contoh uji dimasukkan pada tabung reaksi, kemudian tambahkan ml asam asetat
glasial, panaskan dan tambahkan 5 ml air dan dididihkan. Kemudian contoh uji
diambil dan masukkan serat acrilic yang dapat dicelup dengan zat warna cationic,
atau kapas yang telah dibeits dengan tanin dan terus dididihkan. Pencelupan
kembali pada serat acrilic atau pada kapas yang ditanin menunjukkan adanya zat
warna basa. Untuk uji penentuan zat warna basa dapat dilakukan dengan
menambahkan larutan natrium hidroksida 10% pada larutan ekstraksi tersebut, dan
tambahkan juga eter. Larutan dikocok supaya ekstraksi zat warna basa terserap ke
dalam lapisan eter. Setelah campuran didiamkan sampai terjadi pemisahan lapisan,
kemudian tambahkan air supaya lapisan atas eter berada di dekat mulut tabung,
kemudian lapisan dipindahkan ke dalam tabung reaksi tambah 2 3 tetas asam
asetat 10% dan dikocok kembali. Semua zat warna basa akan meninggalkan lapisan
eter dan warna asli akan terlihat dalam lapisan asam asetat.
d. Zat warna direk dengan penyempurnaan resin
Bila contoh uji tidak luntur atau sedikit luntur pada uji zat warna direk,
sedang pada uji zat warna basa hasilnya negatif, maka perlu dilakukan uji
kemungkinan adanya zat warna direk dengan penyempurnaan resin. Cara
pengujiannya dilakukan dengan memasukkan contoh uji dalam tabung, lalu
tambahkan larutan asam khlorida 1% dan dididihkan selama 1 menit. Kemudian
larutan asamnya dibuang diganti dengan larutan asam yang baru, dan dilakukan
pengerjaan-pengerjaan ekstraksi kembali. Akhirnya dicuci dengan air dingin.
Pengerjaan dengan asam khlorida itu bermaksud untuk menghilangkan resin.
Setelah pengerjaan tersebut contoh uji memberikan uji positif untuk zat warna
direk maka zat warna tersebut adalah zat warna direk dengan penyempurnaan
resin.
278
279
Rayon 110
279
280
Rayon 110
280
281
Rayon 110
281
282
Rayon 110
282
283
Rayon 110
B. TEKNOLOGI PENCELUPAN
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat
warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil ke dalam
larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna ke dalam serat. Penyerapan
zat warna ke dalam serat merupakan suatu reaksi eksotermik dan reaksi
keseimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam, asam, alkali atau lainnya
ditambahkan ke dalam larutan celup dan kemudian pencelupan diteruskan hingga
diperoleh warna yang dikehendaki.
Vickerstaf menyimpulkan bahwa dalam pencelupan terjadi tiga tahap :
Tahap pertama merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu
bergerak, pada suhu tinggi gerakan molekul lebih cepat kemudian bahan
tekstil dimasukkan ke dalam larutan celup. Serat tekstil dalam larutan
bersifat negatif pada permukaannya sehingga dalam tahap ini terdapat dua
kemungkinan yakni molekul zat warna akan tertarik oleh serat atau tertolak
menjauhi serat. Oleh karena itu perlu penambahan zat-zat pembantu untuk
mendorong zat warna lebih mudah mendekati permukaan serat. Peristiwa
tahap pertama tersebut sering disebut zat warna dalam larutan.
Dalam tahap kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga yang cukup
besar dapat mengatasi gaya-gaya tolak dari permukaan serat, sehingga
molekul zat warna tersebut dapat terserap menempel pada permukaan
serat.Peristiwa ini disebut adsorpsi.
Tahap ketiga yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan
adalah penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat ke pusat. Tahap
ketiga merupakan proses yang paling lambat sehingga dipergunakan sebagai
ukuran untuk menentukan kecepatan celup.
283
284
Rayon 110
Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan ikatan sekunder yang terbentuk karena atom
hidrogen pada gugusan hidroksi atau amina mengadakan ikatan yang lemah dengan
atom lainnya, misalnya molekul-molekul air yang mendidih pada suhu yang jauh
lebih tinggi daripada molekul-molekul senyawa alkana dengan berat yang sama.
284
285
Rayon 110
langsungdiserap oleh wol dan menetralkan ion karboksilat sehingga serat wol akan
bermuatan positif yang kemudian langsung menyerap anion asam.
Pada tahap selanjutnya anion zat warna yang berkerak lebih lambat karena
molekul lebih besar akan masuk ke dalam serat dan mengganti kedudukan anion
asam. Hal tersebut mungkin sekali terjadi karena selain penarikan oleh muatan yang
berlawanan juga terjadi gaya-gaya non-polar.
c.
2. Kecepatan Celup
Perjalanan zat warna melalui pori-pori di dalam serat yang sempit dan
demikian pula struktur benang atau kain yang mampat akan menahan kecepatan
celup. Kecepatan celup seringkali dinyatakan dengan waktu setengah celup yakni
waktu yang dibutuhkan untuk mencelup bahan tekstil dengan jumlah zat warna
yang terserap setengah dari zat warna yang terserap pada keadaan setimbang.
Kelanjutan perembesan zat warna masuk ke dalam serat ditentukan oleh koefisien
difusinya yang dapat didefinisikan sebagai bilangan yang menunjukkan jumlah zat
warna yang melalui sesuatu luas dan waktu yang tertentu pada gradien konsentrasi
yang telah dipastikan.
Dalam praktek sifat-sifat zat warna yang memberikan pencelupan yang
sangat cepat ataupun sangat lambat tidak dikehendaki. Pencelupan yang sangat
cepat mempunyai kecenderungan sukar rata, sedangkan pencelupan yang sangat
lambat akan menambah biaya-biaya pengerjaan dan sering mudah merusak serat
yang dicelup. Oleh karena itu ahli celup harus mampu menggunakan beberapa
sarana untuk mengatur agar supaya kecepatan celup dalam sesuatu proses
pencelupan menjadi optimum. Sarana tersebut mungkin merupakan pengaturan
suhu celup atau penambahan zat-zat kimia yang membantu agar diperoleh hasil
celupan yang baik.
PLPG Sertifikasi Guru
285
286
Rayon 110
5. Mekanisme Pencelupan
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat
warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil ke dalam
larutan tersebut, sehingga terjadi penyerapan zat warna ke dalam serat.
Penyerapan ini terjadi karena reaksi eksotermik (mengeluarkan panas) dan
keseimbangan. Jadi pada pencelupan terjadi tiga peristiwa penting, yaitu :
1) Melarutkan zat warna dan mengusahakan agar larutan zat warna bergerak
menempel pada bahan. Peristiwa ini disebut migrasi.
PLPG Sertifikasi Guru
286
287
Rayon 110
2) Mendorong larutan zat warna agar dapat terserap menempel pada bahan.
Peristiwa ini disebut adsorpsi.
3) Penyerapan zat warna dari permukaan bahan ke dalam bahan. Peristiwa ini
disebut difusi, kemudian terjadi fiksasi.
4) Pada tahap ini diperlukan bantuan luar, seperti : menaikkan suhu, menambah
zat pembantu lain seperti garam dapur, asam dan lain-lain.
Baik tidaknya hasil pencelupan sangat ditentukan oleh ketiga tingkatan
pencelupan tersebut. Apabila zat warna terlalu cepat terfiksasi maka kemungkinan
diperoleh celupan yang tidak rata. Sebaliknya, apabila zat warna memerlukan waktu
yang cukup lama untuk fiksasinya, agar diperoleh waktu yang sesuai dengan yang
diharapkan, diperlukan peningkatan suhu atau penambahan zat-zat pembantu
lainnya Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dalam pencelupan faktor-faktor
pendorong seperti suhu, penambahan zat pembantu dan lamanya pencelupan perlu
mendapatkan perhatian yang sempurna. Zat warna dapat terserap ke dalam bahan
sehingga mempunyai sifat tahan Cuci
287
288
Rayon 110
Warna primer
Warna primer terdiri dari warna merah, biru dan kuning. Warna-warna tersebut
tidak dapat dibuat dengan cara percampuran beberapa warna Percampuran
dari warna-warna primer akan menghasilkan warna abu-abu pekat atau hitam.
b. Warna sekunder
Warna sekunder terdiri dari warna oranye (jingga), ungu dan hijau, diperoleh
dengan cara mencampur dua warna primer yang sama kuat.
M (merah) + K (kuning) = O (jingga)
M (merah) + B (biru) = U (ungu)
B (biru) + K (kuning) = H (hijau)
c.
Warna tersier
M (merah) + O (jingga) = MO (merah jingga)
K (kuning) + O (jingga) = KO (kuning jingga)
H (hijau) + B (biru) = HB (hijau biru)
B (biru) + U (ungu) = BU (biru ungu)
U (ungu) + M (merah) = UM (ungu merah)
d. Warna komplemen
Warna komplemen adalah warna yang terletak berhadapan di dalam lingkaran
warna. Percampurannya akan menghasilkan warna abu-abu atau hitam.
B (biru) + O (jingga) = A (abu-abu)
M (merah) + H (hijau) = A (abu-abu)
U (ungu) + K (kuning) = A (abu-abu)
U+O =(B+M)+(M+K) ` = M+(M+K+B) = MA
U+H =(B+M)+(B+K) = B+(M+K+B) = BA
PLPG Sertifikasi Guru
288
289
Rayon 110
1. Sifat-sifat
Zat warna direk termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Sifat
utama dari zat warna direk adalah ketahanan cucinya kurang baik, ketahanan
sinarnya cukup, beberapa di antaranya cukup baik. Untuk memperbaikinya sesudah
pencelupan sering dilanjutkan dengan pengerjaan iring. Selain itu zat warna direk
juga tidak tahan terhadap oksidasi dan reduksi. Kerataan pencelupannya berbedabeda, sehingga zat warna direk dapat digolongkan menjadi 3 golongan yaitu :
a. Golongan A
Zat warna direk yang termasuk golongan ini mudah bermigrasi, sehingga
mempunyai daya perata yang tinggi. Pada permulaan pencelupannya mungkin
tidak rata akan tetapi dengan pendidihan yang cukup akan diperoleh hasil
pencelupan yang rata.
b. Golongan B
Zat warna direk yang termasuk golongan ini mempunyai daya perata yang
rendah, sehingga pada penyerapannya perlu diatur dengan penambahan suatu
elektrolit. Apabila pada permulaan pencelupannya memberikan hasil yang
kurang rata, maka akan sulit untuk memperbaikinya.
c. Golongan C
Zat warna direk yang termasuk golongan ini mempunyai daya perata yang
rendah dan sangat peka terhadap elektrolit. Penyerapan sangat baik walaupun
tanpa penambahan elektrolit, akan tetapi perlu pengaturan suhu pencelupan.
2. Mekanisme Pencelupan
Serat selulosa tidak mengandung gugus polar yang dapat mengadakan suatu
ikatan dengan zat warna direk, sehingga antara zat warna direk dengan selulosa
merupakan ikatan yang disebabkan oleh gaya fisika saja. Selain itu terjadi juga
289
290
Rayon 110
ikatan hidrogen antara gugus hidroksil dalam molekul serat selulosa dengan
gugusan amina pada zat warna direk, seperti reaksi berikut :
Gambar 10.2
Pengaruh Elektrolit pada Penyerapan Zat Warna Direk
b. Pengaruh Suhu
Peristiwa pencelupan adalah peristiwa keseimbangan yang eksotermik. Pada
suhu yang lebih tinggi, jumlah zat warna yang dapat diserap oleh serat pada
keadaan setimbang akan berkurang. Apabila suhu dinaikkan, jumlah zat warna
yang dapat terserap oleh serat akan bertambah sampai mencapai harga tertentu,
kemudian akan berkurang kembali.
290
291
Rayon 110
4. Cara Pemakaian
a. Zat warna Direk Golongan A
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin dengan ditambah zat
pembasah non ionik atau anionik. Kemudian ditambah air mendidih, diaduk
hingga larut sempurna. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam larutan celup
dengan penambahan calgon atau natrium karbonat 1-3% untuk menghilangkan
kesadahan air. Selanjutnya ditambah natrium klorida 5-20% bergantung kepada
tua mudanya warna. Bahan dari selulosa yang telah dimasak, dicelup pada suhu
40-500C sambil suhunya dinaikkan hingga mendidih, selama 30-40 menit.
Pencelupan diteruskan selama - 1 jam pada suhu mendidih tersebut. Apabila
celupannya belum rata maka dapat diperpanjang waktunya selama beberapa
menit.
b. Zat warna Direk Golongan B
Cara pencelupan zat warna direk golongan ini sama dengan golongan A, hanya
penambahan natrium chlorida dilakukan sebagian-sebagian sampai larutan celup
mendidih. Penambahan natrium chlorida ini akan lebih baik apabila sebelumnya
telah dilarutkan terlebih dahulu dan disuapkan secara kontinyu. Untuk mengatur
penyerapan dan mengurangi kepekaan zat warna terhadap elektrolit dapat juga
ditambahkan zat aktif permukaan.
PLPG Sertifikasi Guru
291
292
Rayon 110
5. Pengerjaan Iring
Satu kejelekan dari pada zat warna direk adalah ketahanan cucinya yang
kurang, untuk memperbaikinya dapat dilakukan pengerjaan iring dengan
bermacam-macam cara. Pada prinsipnya adalah dengan cara memperbesar molekul
zat warna yang telah berada dalam serat, sehingga sukar bermigrasi.
Macam-macam pengerjaan iring :
a. Pengerjaan iring dengan kalium bichromat dengan atau tanpa tembaga sulfat
Setelah bahan dicelup dan dibilas, kemudian dikerjakan dalam larutan 1-3%
kalium bichromat dan 1-2% asam asetat 30% pada suhu 600C selama 20-30
menit. Selain itu dapat juga dilakukan dengan 1-2% kalium bichromat 1-2%
tembaga sulfat 2-4% asam asetat 30% pada suhu 600C selama 30 menit sehingga
ketahanan cuci dan sinarnya dapat diperbaiki.
b. Pengerjaan iring dengan zat kation aktif
Zat kation aktif dalam perdagangan dikenal dengan nama Neofix C-300, amigen,
sandofix WE dan sebagainya.Zat warna tersebut akan bergabung dengan anion
dan zat warna direk membentuk molekul yang lebih kompleks, sehingga akan
memperbaiki tahan cucinya. Bahan yang telah dicelup dan dibilas kemudian
dikerjakan dalam larutan 1-3% zat kation aktif pada suhu 60oC 70oC selama 15
menit. Pengerjaan iring dengan zat kation aktif ini dapat menurunkan ketahanan
sinarnya.
292
293
Rayon 110
diamine, tetra asetat (EDTA) dan 1 gram/l soda abu. Kemudian dilanjutkan dengan
dikerjakan dalam 2-3 gram/l natrium hidrosulfit.
1. Sifat sifat
Zat warna reaktif termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Karena
mengadakan reaksi dengan serat selulosa, maka hasil pencelupan zat warna reaktif
mempunyai ketahanan luntur yang sangat baik. Demikian pula karena berat molekul
kecil maka kilapnya baik. Berdasarkan cara pemakaiannya, zat warna reaktif
digolongkan menjadi dua golongan, yaitu :
a. Zat warna reaktif dingin
Yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan tinggi, dicelup pada
suhu rendah. Misalnya procion M, dengan sistem reaktif dikloro triazin.
b. Zat warna reaktif panas
Yaitu zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah, dicelup pada
suhu tinggi. Misalnya Procion H, Cibacron dengan sistem reaktif mono kloro
triazin, Remazol dengan sistem reaktif vinil sulfon. Di dalam air, zat warna
reaktif dapat terhidrolisa, sehingga sifat reaktifnya hilang dan hal ini
menyebabkan penurunan tahan cucinya. Hidrolisa tersebut menurut reaksi
sebagai berikut :
D Cl + H2O
D OH + HCl
2. Mekanisme Pencelupan
Dalam proses pencelupan reaksi fiksasi zat warna reaktif dengan serat
terjadi simultan dengan reaksi hidrolisis antara zat warna dengan air. Kereaktifan
zat warna reaktif meningkat dengan meningkatnya pH larutan celup. Oleh karena
PLPG Sertifikasi Guru
293
294
Rayon 110
itu pada dasarnya mekanisme pencelupan zat warna reaktif terdiri dari dua tahap.
Tahap pertama merupakan tahap penyerapan zat warna reaktif dari larutan celup
ke dalam serat. Pada tahap ini tidak terjadi reaksi antara zat warna dengan serat
karena belum ditambahkan alkali. Selain itu, karena reaksi hidrolisis terhadap zat
warna lebih banyak terjadi pada pH tinggi, maka pada tahap ini zat warna akan lebih
banyak terserap ke dalam serat dari pada terhidrolisis. Penyerapan ini dibantu
dengan penambahan elektrolit.
Tahap kedua, merupakan fiksasi, yaitu reaksi antara zat warna yang sudah
terserap berada dalam serat bereaksi dengan seratnya. Reaksi ini terjadi dengan
penambahan alkali.
D Cl + Selulosa-OH
D O Selulosa + HCl
Na OH + HCl
NaCl + H2O
Reaksi antara gugus OH dari serat selulosa dengan zat warna reaktif dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu :
a. Reaksi substitusi
Membentuk ikatan pseudo ester (ester palsu) misalnya pada pencelupan serat
selulosa dengan zat warna reaktif Procion, Cibacron dan Levafix.
b. Reaksi adisi
Membentuk ikatan eter, misalnya pada pencelupan serat selulosa dengan zat
warna reaktif Remazol.
294
295
Rayon 110
kecil akan menaikan konsentrasi zat warna dalam larutan. Kenaikan konsentrasi zat
warna dalam larutan tersebut akan menambah besarnya penyerapan. Maka untuk
mencelup warna-warna tua diusahakan untuk memakai perbandingan larutan yang
kecil.
c. Pengaruh Suhu
Pada pencelupan dengan zat warna reaktif maka penambahan suhu akan
menyebabkan zat warna mudah sekali bereaksi dengan air, sehingga dapat
menyebabkan berkurangnya afinitas zat warna dan kemungkinan terjadi penurunan
daya serap (substantivitas) juga lebih besar sehingga dapat menurunkan efisiensii
fiksasi. Kerugian karena penurunan efisiensi fiksasi ini dapat diatasi dengan
pemakaian pH yang terlalu tinggi, oleh karena itu faktor suhu pencelupan dan pH
larutan celup memegang peranan penting di dalam proses pencelupan dengan zat
warna reaktif. Zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan tinggi, dicelup pada
suhu kamar. akan tetapi zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah
memerlukan suhu pencelupan minimal 700C.
d. Pengaruh Elektrolit
Pengaruh elektrolit pada pencelupan dengan zat warna reaktif seperti
halnya pada zat warna direk. Makin tinggi pemakaian elektrolit, maka makin besar
penyerapannya. Jumlah pemakaian elektrolit hampir mencapai sepuluh kali lipat
dari pada pemakaian pada zat warna direk.
4. Cara Pemakaian
a. Pencelupan pada Bahan dari Serat Selulosa Cara Perendaman
Pada pencelupan cara ini, dapat dipakai alat seperti Haspel, Jigger dan alat
lain yang mempunyai perbandingan larutan celup yang tinggi, terutama untuk
benang, kain rajut dan juga kain tenun. Mula-mula zat warna reaktif dingin dibuat
pasta dengan air dingin, kemudian ditambah air hangat hingga larut sempurna.
Bahan yang telah dimasak, dikerjakan dalam larutan zat warna pada suhu 40 oC
selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 30 60 g/l natrium klorida dan
pencelupan diteruskan selama 30 menit. Selanjutnya ditambahkan alkali, misal
natrium karbonat dan pencelupan diteruskan 30 45 menit. Setelah selesai bahan
dicuci dengan air dingin kemudian dengan air mendidih. Selanjutnya bahan dicuci
dengan sabun mendidih dan dibilas sampai bersih, untuk menghilangkan sisa-sisa
warna yang terhidrolisis di permukaan bahan.
Pencucian ini sangat memegang peranan, karena apabila sisa zat warna yang
terhidrolisis tersebut masih menempel pada bahan, maka akan dapat mewarnai
bahan dari serat selulosa yang dicuci bersama. Jumlah pemakaian natrium karbonat
untuk fiksasi zat warna tergantung kepada macam alat celup yang dipakai dan
bahan yang dicelup. Untuk pencelupan zat warna reaktif panas cara pemakaiannya
sama dengan zat warna reaktif dingin, hanya suhu pencelupan adalah 85 95oC
PLPG Sertifikasi Guru
295
296
Rayon 110
Gambar 10.4
Skema Pencelupan Sellulosa Dengan Zat Warna Reaktif Dingin
Gambar 10.5
Skema Pencelupan Sellulosa Dengan Zat Warna Reaktif Dingin
b. Pencelupan pada Bahan dari Serat Selulosa Cara Semi Kontinyu
Bahan yang telah dimasak, direndam peras dalam larutan celup yang
mengandung zat warna zat penetrasi dan natrium karbonat, sejumlah konsentrasi
zat warnanya dengan efek pemerasan 70 80%. Selanjutnya bahan digulung,
ditutup rapat dengan plastik, diputar selama 24 jam (pembacaman/batching).
Setelah selesai bahan dicuci air dingin, dicuci air mendidih, disabun mendidih dan
dibilas sampai bersih.
Gambar 10.6
Skema Pencelupan Zat Warna Reaktif Dingin Cara Rendam-PerasPembacaman (Pad Batch)
Keterangan :
1. Rendam peras dalam larutan celup
2. Digulung
PLPG Sertifikasi Guru
296
297
Rayon 110
Gambar 10.7
Skema Pencelupan Zat Warna Reaktif Cara Rendam Peras-PengeringanPencucian
Keterangan :
1. Rendam peras dalam larutan celup
2. Pengeringan pendahuluan
3. Pengeringan
4. Fixasi dengan pemanasan
5. Pencucian
Selanjutnya bahan dicuci dengan air dingin, air panas, disabun dan dibilas.
Untuk menambah ketuaan warna pada bahan dari kapas, dianjurkan menambah
200 g/l urea dalam larutan rendam peras. Untuk menghindari penambahan urea
yang harganya cukup mahal, maka dapat ditempuh cara fiksasi dengan melakukan
bahan yang telah direndam peras dan dikeringkan ke dalam kamar penguapan
(steamer) pada suhu 100 102oC, fiksasi dengan penguapan dan dibilas.
Gambar 10.8
Skema Pencelupan Zat Warna Reaktif Cara Rendam Peras-Rendam Peras
Alkali dan Penguapan
297
298
Rayon 110
Keterangan :
1. Rendam peras dalam larutan celup
2. Penguapan
3. Larutan peras alkali
4. Penguapan
5. Pencucian
Cara di atas umumnya larutan alkali dipisahkan dari larutan celup, sehingga
diperlukan dua kali rendam peras.
1. Sifat-sifat
Zat warna bejana termasuk golongan zat warna yang tidak larut dalam air
dan tidak dapat mewarnai serat selulosa secara langsung. Dalam pemakaiannya, zat
warna ini harus dibejanakan (direduksi) terlebih dahulu membentuk larutan yang
mempunyai afinitas terhadap serat selulosa. Setelah berada di dalam serat, maka
bentuk leuko tadi dioksidasi kembali menjadi bentuk semula yang tidak larut dalam
air. Oleh karena itu hasil celupannya mempunyai tahan cuci yang sangat baik. Selain
itu juga mempunyai sifat tahan sinar dan tahan larutan hipoklorit dengan baik.
Larutan zat warna yang dibejanakan tersebut, disebut juga larutan leuko.
Warnanya lebih muda atau berbeda dengan warna pigmen aslinya. Afinitas larutan
leuko terhadap serat selulosa sangat besar, sehingga sering menimbulkan celupan
yang tidak rata. Untuk mengatasinya sering dilakukan pencelupan cara pigmen
padding di mana zat warna yang tidak mempunyai afinitas tersebut didistribusikan
merata pada bahan sebelum direduksi dan dioksidasi.
Ukuran molekul zat warna bejana ada 4 macam, yaitu :
Bentuk bubuk (powder), mempunyai kadar tinggi, digunakan untuk
mencelup dalam mesin-mesin dengan perbandingan larutan celup yangbesar,
seperti bak, Jigger atau Haspel.
298
299
Rayon 110
Bentuk bubuk halus (Fine powder), lebih mudah dibejanakan dari pada bentuk
bubuk dan penggunaannya sama dengan bentuk bubuk.
entuk bubuk sangat halus (micro fine powder), terutama digunakan untuk
pencelupan cara pigmen padding.
Bentuk colloidal, digunakan untuk pencelupan kontinyu.
Berdasarkan cara pemakaiannya, maka zat warna bejana digolongkan menjadi 4
golongan sebagai berikut.
a. Golongan IK (Indanthren Kalt)
Mempunyai afinitas yang kurang baik, sehingga memerlukan tambahan
elektrolit. Pemakaian reduktor dan alkali sedikit, dibejanakan dan dicelup
pada suhu rendah (20 25oC).
b. Golongan IW (Indanthren Warn)
Memerlukan penambahan elektrolit untuk penyerapannya. Pemakaian
reduktor dan alkali agak banyak dibejanakan dan dicelup pada suhu hangat
(40 50oC).
c. Golongan IN (Indanthren Normal)
Tidak memerlukan penambahan elektrolit, karena mempunyai daya serap
yang tinggi. Pemakaian reduktor dan alkali banyak, dibejanakan dan dicelup
pada suhu panas (50 60oC).
d. Golongan IN Special (Indanthren Normal Special)
Menyerupai golongan IN, hanya pemakaian alkali dan reduktor, suhu
pembejanaan dan pencelupannya lebih tinggi (60oC).
Menurut struktur kimianya zat warna bejana dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu golongan antrakwinon dan golongan indigoida. Golongan
antrakwinon pada pembejanaan warna larutannya lebih tua dari pada warna
sesungguhnya, sedangkan golongan dindigoida mempunyai warna kuning
muda
2. Mekanisme Pencelupan
Mekanisme pencelupan dengan zat warna bejana terdiri dari 3 pokok
sebagai berikut :
a. Pembejanaan (membuat senyawa leuko)
Zat utama yang digunakan adalah reduktor kuat dan soda kostik. Reaksinya
adalah sebagai berikut :
2H2O
Na2S2O4 + 2NaOH
2Na2SO4 + 6Hn
D = C = O + Hn
D = C OH
Zat warna bejana
D C OH + NaOH
C = C Ona + H2O
(senyawa leuko)
299
300
Rayon 110
4. Cara Pemakaian
a. Pencelupan pada Bahan Selulosa Cara Perendaman
Mula-mula zat warna bejana dibejanakan dahulu dengan penambahan air
hangat 50oC dan soda kostik. Kemudian natrium hidrosulfit ditaburkan sambil terus
diaduk selama 10 20 menit. Selanjutnya larutan leuko tersebut dimasukkan ke
dalam larutan celup dengan penambahan alkali dan reduktor seperlunya. Bahan
dari serat kapas yang telah dimasak, dikerjakan dalam larutan celup tersebut. Untuk
PLPG Sertifikasi Guru
300
301
Rayon 110
zat warna bejana IK, suhu pencelupan dimulai pada 40 50oC dan dengan
penambahan elektrolit kemudian larutan celup dibiarkan turun suhunya, sehingga
akan menambah penyerapannya.
Zat warna bejana golongan IW, IN atau IN Special pencelupannya dimulai
pada suhu 20 30oC, kemudian dinaikkan perlahan-lahan sampai pada suhu yang
diharapkan. Pencelupan pada umumnya berlangsung selama 30 60 menit. Setelah
selesai bahan dicuci, dioksidasi, disabun panas dan dibilas.
b. Pencelupan pada Bahan Selulosa, Cara Setengah Kontinyu (Pad-Jig)
Pencelupan cara ini terutama untuk mencelup kain yang tebal dengan hasil
yang mempunyai ketuaan warna dan kerataan yang baik. Mula-mula bahan yang
telah dimasak, direndam peras dalam larutan zat warna yang telah didispersikan
dengan baik memakai zat pendispersi sebanyak 5 g/l pada suhu 30 35oC dengan
efek pemerasan 70 80%. Selanjutnya bahan dikeringkan perlahan-lahan agar
warna tidak berpindah tempat. Setelah selesai bahan dikerjakan dalam larutan
reduktor dengan memakai mesin Jigger. Larutan reduktor tersebut mengandung
natrium hidroksida, natrium hidrosulfit dan natrium klorida, bergantung kepada
tua mudanya warna dan macam bahannya. Selain itu juga ditambahkan larutan
pigmen zat warna sejumlah konsentrasi zat warna kali pangkat dua efek pemerasan
dibagi 10.000. Hal ini diperlukan untuk menjaga agar ketuaan warna tidak berubah
menurun. Pencelupan dimulai pada suhu 30oC dan perlahan-lahan dinaikkan sampai
80 90oC selama 30 menit. Selanjutnya diteruskan selama 30 menit lagi. Setelah
selesai bahan dicuci, dioksidasi dan disabun
Gambar 10.9 Skema Pencelupan dengan Zat Warna Bejana Cara Kontinyu (Pad Jig)
Keterangan :
1. Rendam peras larutan celup.
2. Pengeringan
3. Fixasi basah dan penyiraman
c. Pencelupan pada Bahan Selulosa Cara Kontinyu
Pencelupan cara ini terutama untuk mencelup kain dalam jumlah besar
dengan hasil warna yang tetap sama dan rata. Mula-mula bahan yang telah
dimasak, direndam peras dalam larutan yang mengandung zat warna jenis bubuk
halus, bubuk sangat halus atau koloidal yang didispersikan sempurna pada suhu
30oC dengan efek pemerasan 70 80%. Selanjutnya bahan dikeringkan dan
direndam peras dalam larutan natrium hidrosulfit, soda kostik, natrium klorida
PLPG Sertifikasi Guru
301
302
Rayon 110
Gambar 10.10
Skema Pencelupan dengan Zat Warna Bejana Cara Kontinyu (Pad Stream)
Keterangan :
1. Rendam peras larutan celup
2. Pengeringan
3. Rendam peras larutan alkali
4. Fiksasi
5. Penyabunan
1. Sifat-sifat
Zat warna naftol termasuk golongan zat warna azo yang tidak larut dalam
air. Untuk membedakan dengan jenis zat warna azo lainnya sering juga disebut zat
warna azoic. Daya serapnya (substantivitas) terhadap serat selulosa kurang baik dan
bervariasi, sehingga dapat digolongkan dalam 3 golongan, yaitu yang mempunyai
substantivitas rendah, misalnya Naftol AS, substantivitas sedang, misalnya Naftol AS
G dan substantivitas tinggi, misalnya Naftol AS BO. Sifat utama dari zat warna
naftol ialah tahan gosoknya yang kurang, terutama tahan gosok basah, sedang
tahan cuci dan tahan sinarnya sangat baik. Zat warna naftol baru mempunyai
PLPG Sertifikasi Guru
302
303
Rayon 110
afinitas terhadap serat selulosa setelah diubah menjadi naftolat, dengan jalan
melarutkannya dalam larutan alkali.
Garam diazonium yang dipergunakan sebagai pembangkit tidak mempunyai
afinitas terhadap selulosa, sehingga cara pencelupan dengan zat warna naftol selalu
dimulai dengan pencelupan memakai larutan naftolat, kemudian baru dibangkitkan
dengan garam diazonium. Zat warna naftol dapat bersifat poligenik, artinya dapat
memberikan bermacammacam warna, bergantung kepada macam garam
diazonium yang dipergunakan dan dapat pula brsifat monogetik, yaitu hanya dapat
memberikan warna yang mengarah ke satu warna saja, tidak bergantung kepada
macam garam diazoniumnya.
2. Mekanisme Pencelupan
Mekanisme pencelupan dengan zat warna naftol terdiri dari 4 pokok, yaitu :
a. Melarutkan naftol (membuat naftolat)
Zat utama yang dipergunakan untuk pelarutan zat warna naftol adalah soda
kostik. Pelarutan naftol dilakukan dengan dua cara yaitu :
1). Cara dingin
Zat warna naftol didispersikan dengan spiritus diaduk rata ditambah larutan
soda kostik, kemudian ditambah air dingin
2). Cara panas
Zat warna naftol didispersikan dengan koloid pelindung (TRO) diaduk rata
ditambah larutan soda kostik kemudian ditambah air panas. Zat warna naftol
yang larut akan berwarna kuning jernih
Reaksi :
303
304
Rayon 110
garam diasonium, maka dengan mudah dapat dilarutkan dalam air dengan jalan
menaburkannya sambil diaduk terus. Akan tetapi apabila masih dalam bentuk
basa naftol maka perlu didiazotasi terlebih dahulu dengan menggunakan asam
chlorida berlebihan dan natrium nitrit pada suhu yang sangat rendah.
Reaksi :
d. Pembangkitan
Naftolat yang telah berada di dalam serat perlu dibangkitkan larutan garam
diazonium agar terjadi pigmen naftol yang berwarna dan terbentuk di dalam
serat.
Reaksi :
Setelah pigmen Zat warna naftol dalam serat bereaksi pembangkitan selesai,
selanjutnya perlu dilakukan penyabunan panas untuk menghilangkan pigmen naftol
yang terbentuk pada permukaan serat, sehingga memperbaiki tahan gosok dan
mempertinggi kilapnya.
304
305
Rayon 110
4. Cara Pemakaian
Cara pencelupan cat warna naftol pada bahan dari serat selulosa ada 2 cara,
yaitu cara perendaman biasa dimana sesudah pencelupan sisa larutan naftolat
PLPG Sertifikasi Guru
305
306
Rayon 110
dibuang dan cara standing bath, di mana larutan naftolat sesudah pencelupan
tidak dibuang tetapi dipergunakan lagi dengan penambahan naftolat secukupnya.
a. Cara Perendaman Biasa pada Bahan dari Serat Selulosa
Mula-mula zat warna naftol dilarutkan dengan cara membuat pasta dengan
penambahan TRO, kemudian ditambah soda kostik dan diencerkan dengan air
panas sampai terbentuk larutan jernih. Cara ini dikenal dengan nama pelarutan
panas. Cara naftol dibuat pasta dengan spiritus, kemudian ditambah soda kostik,
kemudian diencerkan dengan air dingin sampai terbentuk larutan yang jernih.
Bahan dari serat selulosa yang telah dimasak, dicelup dalam larutan celup yang
mengandung larutan zat naftol tersebut di atas dengan penambahan 10 15 ml/l
soda kostik 38oBe dan 30 g/l natrium klorida. Selanjutnya bahan diperas dan
dibangkitkan di dalam larutan garam diazonium yang sebelumnya telah ditaburkan
ke dalam air dingin dengan pengadukan yang sempurna. Ke dalam larutan
pembangkit garam diazonium tersebut sering ditambahkan natrium asetat dan
asam asetat sebagai larutan penyangga, agar pH larutan pembangkit selalu tetap
berkisar 4,5 5.
Gambar 10.11 Skema Proses Pencelupan Sellulosa Dengan Zat Warna Naptol
Kadang-kadang sebagai larutan pembangkit tidak dipergunakan garam
diazonium, tetapi basa naftol. Untuk itu basa naftol tersebut perlu diazotasi terlebih
dahulu menjadi garam diazonium. Reaksi diazotasi ini harus dikerjakan di dalam
bejana yang bebas logam pada suhu di bawah 18oC bila perlu dengan tambahan es
atau bejana tersebut direndam dalam es. Mula-mula basa naftol dilarutkan dalam
asam klorida dan air mendidih, kemudian ditambah air dingin sampai suhunya
mencapai 18oC. Natrium nitrit yang sebelumnya dilarutkan ditambahkan ke dalam
larutan tersebut dengan diaduk terus menerus selama 30 menit sehingga reaksi
diazonium tersebut berlangsung sempurna dan siap dipergunakan sebagai larutan
pembangkit.
b. Pencelupan Cara Larutan Baku (Standing Bath)
Karena substantivitas zat warna naftol pada umumnya rendah, maka air
larutan celup dapat dipergunakan berulang-ulang dengan penambahan zat warna
naftol dan garam diazonium yang lebih sedikit dari pada jumlah yang diperlukan
pada permulaan pencelupan. Substansivitas zat warna naftol berbeda-beda dan
besarnya substantivitas tersebut dinyatakan dalam jumlah garam zat warna naftol
PLPG Sertifikasi Guru
306
307
Rayon 110
yang dapat diserap oleh satu kilogram bahan. Konsentrasi larutan celup dari zat
warna naftol dinyatakan dalam gram per liter larutan. Demikian halnya untuk garam
diazoniumnya. Jumlah zat warna naftol yang dapat diserap oleh bahan dan jumlah
yang perlu ditambahkan untuk pencelupan berikutnya pada umumnya telah
dapatdisajikan oleh pabrik pembuat zat warna tersebut pada buku penuntunnya,
sehingga para pemakai tinggal mengikutinya. Larutan celup tersebut pada
umumnya dapat dipakai sampai sepuluh kali atau lebih, bergantung kepada jenis zat
warna naftol dan kondisi pengerjaannya.
1. Sifat-sifat
Zat warna belerang termasuk golongan zat warna yang tidak larut dalam air.
Beberapa di antaranya ada yang larut dalam air dan menyerupai zat warna bejana.
Zat warna ini tidak langsung dipakai untuk mencelup serat selulosa tanpa direduksi
terlebih dahulu. Sebagai reduktor dapat dipakai natrium sulfida, natrium hidrosulfit
atau campuran dari keduanya. Sifat tahan cuci dan tahan sinarnya adalah baik dan
harganya pun sangat murah. Hasil celupan dengan zat warna belerang dapat
menimbulkan kemunduran kekuatan bahan yang dicelupnya.
2. Mekanisme Pencelupan
Mekanisme pencelupan dengan zat warna belerang terdiri dari 3 pokok, yaitu :
a. Melarutkan (mereduksi) zat warna
Zat utama yang dapat dipakai untuk melarutkan dalah larutan natrium sulfida
(Swafel Natrium = SN), dengan atau tanpa tambahan natrium karbonat.
Reaksinya adalah sebagai berikut :
PLPG Sertifikasi Guru
307
308
Rayon 110
Na2CO3
D S S D + 2H
2D S Na + H2O + CO2
b. Mencelup
Bentuk zat warna yang telah tereduksi tersebut mempunyai afinitas terhadap
serat selulosa, sehingga dapat mencelupnya.
c. Membangkitkan warna (oksidasi)
Zat warna dalam bentuk tereduksi yang telah berada di dalam serat tersebut
harus dirubah kembali menjadi bentuk semula yang mempunyai ukuran
molekul yang besar, sehingga tidak dapat keluar kembali. Reaksinya dalah
sebagai berikut :
CO2
2D S Na + On
D S S D + Na2CO3
4. Cara Pemakaian
a. Pencelupan Serat Selulosa dengan Zat Warna Belerang Biasa (Sulphur)
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin, kemudian ditambah
larutan natrium sulfida dan natrium karbonat. Bahan yang telah dimasak,
dimasukkan ke dalam larutan celup yang mengandung larutan zat warna,2 g/l
natrium karbonat, dan 5 25% natrium klorida pada suhu hangat. Setelah merata
PLPG Sertifikasi Guru
308
309
Rayon 110
Gambar 10.12
Skema Proses Pencelupan Sellulosa Dengan Zat Warna Belerang
1. Sifat-sifat
Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Pada
umumnya zat warna asam mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang
baik. Sifat ketahanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berat molekul dan
konfigurasinya. Berdasarkan cara pamakaiannya zat warna asam digolongkan
menjadi 3 golongan, yaitu :
a. Golongan 1
Zat warna yang termasuk golongan ini dalam pemakaiannya memerlukan asam
kuat pH 2-3 sebagai asam dapat dipakai asam sulfat atau asam formiat. Zat
warna asam golongan ini sering juga disebut zat warna asam celupan rata
(leveldying) atau zat warna asam terdispersi molekul (moleculerly dispersid).
309
310
Rayon 110
2. Mekanisme Pencelupan
Mekanisme utama pada pencelupan serat protein dengan zat warna asam
adalah pembentukan ikatan garam dengan gugusan amino dalam serat. Selain itu
mungkin juga terjadi ikatan lain. Dalam keadaan iso elektrik wol mengandung ikatan
garam yang netral, seperti berikut :
+H N wool-COO3
Dengan penambahan ion hidrogen dari asam, maka akan terbentuk ion amonium
bebas yang bermuatan positif, seperti berikut :
+H N wool COO + H+
+H N wol - COOH
3
3
Sehingga dapat mengikat anion dari zat warna asam sebagai berikut :
+H N wol COOH + D
DH3N wol COOH
3
Anion zat warna asam
310
311
Rayon 110
mempunyai suhu kritis tertentu di mana apabila suhu tersebut telah dilampaui, zat
warna akan terserap dengan cepat sekali. Sebagai contoh zat warna asam celupan
netral pada suhu di bawah 60oC hampir tidak akan terserap, tetapi apabila suhu
dinaikkan sampai 70oC akan terjadi penyerapan dengan cepat sekali, sehingga ada
kemungkinan menghasilkan celupan yang tidak rata.
4. Cara Pemakaian
1) Zat warna asam golongan A
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin, kemudian ditambah air
hangat hingga larut sempurna. Bahan dari serat wol yang telah dimasak,
dikerjakan dalam larutan celup yang mengandung 10-20% garam glauber 2-4%
asal sulfat pada suhu 40oC selama 10-20 menit, sehingga diperoleh pH yang sama
merata pada bahan. Zat warna yang telah dilarutkan dimasukkan dan suhu
dinaikkan sampai mendidih selama 45 menit. Selanjutnya ditambahkan 1-3%
asam asetat 30% atau 1% asam sulfat pekat dan pencelupan diteruskan selama
beberapa menit.
2) Zat asam golongan B
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin, kemudian ditambah air
hangat sampai larut sempurna. Bahan dari serat wol yang telah dimasak mulamula dikerjakan larutan celup yang mengandung 10-15% garam glauber 3-5%
asam asetat 30% pada suhu 40oC selama 10-20 menit. Kemudian ke dalamnya
ditambahkan larutan zat warna dan suhu dinaikkan sampai mendidih selama 45
menit. Pencelupan diteruskan selama 40-45 menit dengan penambahan 1-3%
asam asetan 30% dan 1% asal sulfat pekat untuk memperbaiki penyerapannya.
3) Zat warna asam golongan C
Mula-mula zat warna dibuat pasta dengan air dingin, kemudian ditambahkan air
hangat sampai larut sempurna. Bahan dari serat wol yang telah dimasak
dikerjakan dalam larutan celup yang mengandung 2-4% ammonium sulfat pada
suhu 40oC selama 10-20 menit. Zat warna yang telah dilarutkan dimasukkan dan
suhu dinaikkan sampai mendidih selama 45 menit. Pencelupan diteruskan selama
1 jam pada suhu mendidih.
a. Cara Pencelupan untuk Serat Sutera
Cara pencelupan untuk serat sutera sama dengan untuk serat wol hanya
suhunya lebih rendah yakni 85oC. Hal ini disebabkan karena pada suhu mendidih
kemungkinan dapat menurunkan kekuatan serat sutera, kadang-kadang dalam
larutan celup ditambahkan 10 ml/l air bekas degumming.
311
312
Rayon 110
Gambar 10.13 Skema Proses Pencelupan Sutera Dengan Zat Warna Asam
b. Cara Melunturkan zat warna asam
Bahan yang telah dicelup, dapat dilunturkan kembali dengan mengerjakan
dalam larutan 2-4% sulfoksilat formaldehide (formosol) yang mengandung 3- 5%
asam asetat 2% pada suhu mendidih. Pelunturan dengan natrium hidrosulfit pada
suhu yang rendah (60oC) alam suasana netral dapat juga dilakukan, hanya kadangkadang menyebabkan pegangan wolnya menjadi kasar.
1. Sifat-sifat
Zat warna basa termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Sifat
utama dari zat warna basa adalah ketahanan sinarnya yang jelek. Ketahanan cuci
pada umumnya juga kurang baik. Beberapa di antaranya mempunyai ketahanan
cuci sedang. Warnanya sangat cerah dan intensitas warnanya sangat tinggi. Zat
warna basa di dalam larutan celup akan terionisasi dan bagian yang berwarna
bermuatan positif. Oleh karena itu zat warna basa disebut juga zat warna kationik.
312
313
Rayon 110
2. Mekanisme Pencelupan
Zat warna basa tidak mempunyai afinitas terhadap serat selulosa kecuali
apabila sebelumnya telah dimordan dengan asam tanin, sehingga terbentuk
senyawa yang tidak larut dalam air. Hasil celupannya pun mempunyai ketahanan
cuci yang rendah. Serat protein
seperti wol, dapat dicelup dengan zat warna basa karena terbentuknya ikatan
garam seperti berikut :
NH3+- Wol-COO- + D+
NH3+- Wol-COO.D
Afinitasnya kation zat warna basa terhadap serat poliakrilat, seperti
mekanisme pencelupan serat wol. Hal ini disebabkan karena serat poliakrilat
mengandung gugus asam yang dapat mengikat zat warna basa. Jumlah gugus asam
tersebut terbatas, dan berbeda-beda tergantung kepada pabrik pembuatnya.
Dengan demikian, maka penyerapan zat warna juga
terbatas sampai sejumlah gugus asam yang ada di dalam serat tersebut. Oleh
karena itu di dalam pencelupan serat poliakrilat harus diperhatikan betulbetul jenis
atau asal pabrik pembuat serat tersebut, sehingga dapat diperhitungkan jumlah
penyerapan maksimum dari zat warna.
3. Cara Pemakaian
a. Melarutkan Zat Warna
Zat warna dibuat pasta dengan asam asetat 30% sebanyak zat warna,
kemudian ditambah air mendidih, diaduk sampai larut sempurna. Sebagai
pengganti asam asetat dapat juga dipakai alkohol atau zat aktif permukaan yang
bersifat nonionik atau kationik.
b. Cara Pencelupan pada Serat Selulosa
Mula-mula bahan dari selulosa yang telah dimasak dikerjakan dalam larutan
asam tanin, sebanyak 2 kali berat zat warna pada suhu mendidih, selama 10-20
menit. Larutan dibiarkan tetap suhunya dan pengerjaan diteruskan selama 2 jam
atau semalam. Bahan diperas, dikerjakan lagi dalam larutan antimontartrat
sebanyak setengah dari berat asam tanin pada suhu kamar selama 30 menit
setelah selesai bahan dibilas dan diperas. Kemudian bahan dicelupkan dalam
larutan celup yang mengandung 1-3% asam asetat 30% dan 1/3 bagian larutan
zat warna pada suhu kamar selama 15 menit, 1/3 bagian larutan zat warna
ditambahkan lagi dan suhu dinaikka sampai 40oC. Setelah 20 menit sisa larutan
zat warna ditambahkan dan suhu dinaikkan sampai 70 oC. Pencelupan diteruskan
selama 30 menit setelah selesai bahan dimordan kembali dalam larutan 0,5 ml/l
asam tartrat pada suhu kamar selama 30 menit. Selanjutnya diperas dan
dikerjakan dalam larutan 0,2 ml/l antinion tatrat selama beberapa menit. Hasil
celupan tersebut akan memperbaiki tahan cuci, akan tetapi dapat merubah
warna celupan.
PLPG Sertifikasi Guru
313
314
Rayon 110
314
315
Rayon 110
e. Cara Melunturkan
Celupan zat warna basa pada bahan dari serat kapas, sutera atau wol dapat
dilunturkan dalam larutan mendidih yang mengandung 10-40% natrium karbonat 510% sabun selama 2 jam lalu dibilas. Celupan pada bahan dari serat poliakrilat dapat
dilunturkan dalam larutan mendidih 10-40% natrium hipokrolit, 5-10% natrium
nitrit 2% natrium asetat dan asam asetat pH 4-4,5 selama 1 jam. Selanjutnya dicuci
mendidih dalam larutan 10-40% sabun selama 1 jam, lalu bilas.
315
316
Rayon 110
316
317
Rayon 110
Tumescal OP merupakan garam natrium yang larut dalam air sehingga lebih
mudah dihilangkan setelah pencelupan dan pula tidak berbau seperti zat
pengemban Tumescal D. Kerja zat pengemban Tumescal OP dipengaruhi oleh
perbandingan larutan celup dan harus diberikan dengan konsentrasi 3 4 gram per
liter dari larutan celup. Garam natrium tesebut tak dapat bekerja sebagai
pengemban, maka harus diberikan penambahan asam asetat sedikit demi sedikit
selama pencelupan.
Cara pencelupan dengan menggunakan zat pengemban Tumescal OP dalah
sebagai berikut : Mula-mula dibuat larutan celup yang mengandung 0,5 2 gram
per liter zat aktif permukaan anion dan 3 4 gram per liter Tumescal OP pada suhu
40oC. Setelah ditambahkan zat warna ke dalamnya, larutan celup dapat dipanaskan
lebih tinggi hingga mendidih secara perlahan-lahan. Penambahan asam asetat yang
telah diencerkan sebanyak 1 ml asam asetat 30% setiap 1 gram Tumescal OP dapat
diberikan dengan perlahan-lahan setelah pencelupan berjalan selama 15 menit.
Setelah selesai pencelupan zat pengemban dapat dihilangkan dengan pencucian
dari larutan detergen ditambah soda kostik.
317
318
Rayon 110
318
319
Rayon 110
319
320
Rayon 110
peras dalam larutan ini pada suhu dingin, kemudian dikeringkan pada suhu 110 oC,
dipanggang pada suhu 180oC selama 2 menit, dan akhirnya disabun dalam larutan 3
g/l lissapol NC pada suhu 850C selama 30 menit. Skema pencelupan kain poliesterkapas dengan zat warna dispersi-reaktif cara rendam peras pemanggangan dapat
dilihat pada gambar nomor 8 14.
Gambar 10.17 Skema Pencelupan Kain Poliester - Kapas dengan Zat Warna
Dispersi Reaktif Cara Rendam Peras Pemanggangan
Keterangan :
1. Rendam peras
2. Pengeringan pendahuluan
3. Pengeringan
4. Heat setting (pemanggangan)
5. Pencucian, penyabunan.
Pada pencelupan dengan zat warna poliester, yaitu zat warna bejana yang
dipilih dan dirancang untuk pencelupan bahan campuran dari serat polyester kapas,
bahan direndam peras dalam larutan zat warna tersebut, kemudian dipanggang
pada suhu kira-kira 210oC selama 40 50 detik, sehingga terjadi penetrasi dan
fiksasi zat warna pada serat poliester. Pengerjaan dilanjutkan dalam larutan
hidrosulfit dan soda kostik untuk menghilangkan sisa-sisa zat warna dari permukaan
serat poliester dan secara simultan zat warna terfiksasi pad serat kapas. Kemudian
diikuti dengan oksidasi dan penyabunan.
320
321
Rayon 110
M. TEST FORMATIF
1. Yang tidak termasuk golongan zat warna untuk pencelupan selulosa adalah :
A. Zat warna direk
B. Zat warna reaktif
C. Zat warna bejana
D. Zat warna dispersi
2. Identifikasi zat warna direk berdasarkan pelunturan dan pencelupan
menggunakan pereaksi :
A. Amonia
B. Asam sulfat
C. Garam glouber
D. Asam formiat
3. Mekanisme pencelupan yang menentukan tahan luntur hasil celupan adalah :
A. Pelarutan zat warna
B. Adsorpsi zat warna
C. Fiksasi zat warna
D. Difusi zat warna
4. Pengaruh elektrolit dalam pencelupan selulosa dengan zat warna reaktif
adalah :
A. Meningkatnya kelarutan zat warna
B. Mendorong fiksasi
C. Menambah penyerapan zat warna
D. Mencegah hidrolisis zat warna
5. Keuntungan proses pencelupan poliester dengan metoda HT/HP adalah:
A. Suhu proses tinggi
B. Warna tua
C. Tahan luntur cukup
D. Vlot tidak berpengaruh
6. Efek warna yang dapat dihasilkan oleh pencelupan serat campuran adalah
adalah sebagai berikut, kecuali:
A. Gradasi warna
B. Warna solid
C. Warna kontras
D. Warna tunggal
321
322
Rayon 110
A. PENGERTIAN PENCAPAN
Pencapan adalah suatu proses pemberian warna pada kain secara tidak
merata sesuai dengan motif yang telah ditentukan dan hasilnya memiliki ketahanan
luntur warna. Untuk mencapai hasil pencapan yang baik pada proses pencapan
dibutuhkan kondisi yang spesifik, peralatan khusus dan desain yang sempurna,
desain memiliki nilai seni yang tinggi dan biasanya diciptakan sebagai hasil karya
seni. Teknik pencapan intinya merupakan cara pemindahan desain dengan suatu
peralatan tertentu yang diharapkan dapat menjamin mutu dan kualitas hasil
pencapan.
2. Pembuatan Pola/Gambar/Desain
Pembuatan desain merupakan bagian yang sangat penting bagi keberhasilan
proses pencapan, desain dibuat harus memiliki seni dan dapat diterima oleh
pasar/konsumen. Pembuatan desain sangt rumit dan memerlukan suatu keahian
khusus. Pembuatan desain untuk pencapan meliputi :
a. Pemilihan Gambar
Ketika membuat sutau perencanaan produksi pencapan bahan tekstil,
desain dan kain harus dipilih terlebih dahulu, pemilihan jenis kain akan menentukan
pemakaian jenis zat warna dan proses pencapan yang dilakukan. Desain dipilih
harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti jenis produksi, peralatan
pencapan, dan permintaan pasar. Jenis produksi misalkan desain untuk pakaian
pria/wanita, desain untuk pakaian anak-anak, desain untuk keperluan rumah tangga
dan sebagainya. Pertimbangan lain yang tidak kalah penting adalah jenis-jenis motif
yang akan dibuat. Motif dalam pembuatan desain digolongkan menjadi :
- Motif embose yaitu motif yang terdiri dari titik yang ditebalkan.
- Motif blok yaitu motif yang terbuka.
- Motif line kontur yaitu motif yang berupa garis.
PLPG Sertifikasi Guru
322
323
Rayon 110
Motif arsir yaitu motif yang terdiri dari garis-garis yang digabungkan.
Motif over print yaitu motif yang menumpang pada motif lain.
Keterangan :
1 dan 3 Rangka penarik
2 dan 4 Penjepit
5 Rangka kasa
Gambar 11.2
Raport Gambar Warna Kesatu
Gambar 11.3
Rapot Gambar Warna Kedua
PLPG Sertifikasi Guru
323
324
Rayon 110
Gambar 11.4
Raport Gambar Warna Kesatu dan Dua
Gambar 11.5
Penyusunan Raport Gambar
324
325
Rayon 110
dakan dilakukan pengkopian gambar menjadi negatif film dan memberikan ukuran
yang sesuai. Negatif film dalam bentuk ortho film dicuci dandibangkitkanpada mesin
Developing Otomatis menjadi film positif.
325
326
Rayon 110
kodatrace, keras kalkir atau kertas minyak, sedangkan tinta gambarnya dapat
dipakai : tinta afdruk, cat plakat, tinta bak (Cost Indische Ink). Tiap-tiap warna harus
digambar sendiri-sendiri pada kertas tembus cahaya tersebut.
Cara mengerjakannya :
Gambar asli diafdruk pada kertas film seperti afdruk foto biasa kemudian dicuci
hingga kita dapatkan gambar negatif. Gambar ini diretusir, yaitu menutup bagian
gambar yang tidak perlu dengan tinta afdruk. Negatif yang telah diretusir ini
diafdruk dengan film yang sama berulang-ulang, sehingga mendapatkan gambar
diapositif yang banyak, kemudian diapositip yang banyak ini disambung satu sama
lain denan jarak tertentu sehingga merupakan satu rapor untuk satu warna.
Sebagai obat untuk cuci film dapat dipakai antara lain :
1) Obat pembangkit
Matol 2 gram
Na-sulfit kristal 50 gram
Hidrochinon 5 gram
Borax 20 gram
Air sampai berjumlah 1000 gram dengan obat-obat tersebut di atas.
2) Larutan fiksir
Na-Thiosulfat 200 gram
K-meta bisulfat 20 gram
Air sampai 1000 gram
Setelah penyinaran film dimasukkan dalam obat pembangkit sampai timbul
gambarnya, kemudian masukkan dalam larutan obat pembangkit sampai timbul
gambarnya, kemudian masukkan dalam larutan obat fiksir, setelah itu baru dicuci
dengan air mengalir sampai bersih. Semua pekerjaan ini dilakukan dalam ruang
gelap atau bercahaya hijau. Setelah diperoleh film dan positif pekerjaan selanjutnya
film diapositif dipindahkan ke kasa screen dengan tahapan pekerjaan sebagai
berikut :
1) Pembuatan larutan peka cahaya
2) Pelapisan larutan peka cahaya pada kasa (coating)
3) Memindahkan gambar pada screen (exposure)
4) Membangkitkan gambar pada screen
5) Perbaikan gambar pada screen (retusir)
6) Memperkuat lapisan gambar pada screen (hardening)
326
327
Rayon 110
Gelatin-bichromat
Resep 1
a) 125 gram gelatin larutkan dalam 52,5 gram air
b) 50 gram zink oksid larutkan dalam 200 gram air
c) 13,5 gram ammonium bichromat
d) 6,5 gram kalium bichromat
e) 50 gram ammonium liquida
f) 2,5 gram T.R.O
Cara membuatnya :
a) ditambah b), kemudian ditambah lagi dengan c), dan yang terakhir ditambahkan
d), sambil diaduk-aduk. Campuran tersebut dapat langsung dipakai atau kalau akan
disimpan dapat dikeringkan dalam tempat yang berwara jingga pada suhu 50 0C.
Chrome-gelatine
Chrome gelatine ada yang langsung dapat dipakai seperti super emulsion, Ulano,
Exel, Super X. Ada yang tinggal melarutkan seperti chrome gelatin D.N. (D.H.), dan
ada yang dibuat dari campuran ammonium bichromat dan gelatine.
Super emulsion
Super emulsion merupakan larutan chrome gelatine yang sudah jadi, ada yang
berwarna kehijau-hijauan dan kekuningan super emulsi bisa langsung dipakai.
Untuk mencegah kemungkinan sudah berkurangnya kekuatan super emulsion,
biasanya ditambahkan ammonium bicromat.
Resep :
Super emulsion 110 gram
Ammonium bicromat 115 gram
Ulano, Exel, Super X
Larutan peka cahaya ini terdiri dari emulsi dan larutan chromatin. Penggunaannya
dilakukan dengan cara mencampur emulsi dan larutan chromatin dengan
perbandingan 20 : 1, kemudian campuran diaduk hingga rata.
Chrome gelatine D.N. (D.H.)
Resep :
Chrome gelatine 20 25 gram
Air panas 600C 100 gram
Cara membuatnya :
Mula-mula disediakan air panas 600C sebanyak 100 cc. Taburkan 20 -25 gram
chrome gelatine sedikit-sedikit sambil diaduk-aduk, kemudian dinginkan, setelah
dingin siap dipakai.
PLPG Sertifikasi Guru
327
328
Rayon 110
328
329
Rayon 110
Cara mengerjakannya :
Karet busa diletakkan di atas meja, kemudian screen yang telah ditempeli diapositif
ditutupkan ke atas karet busa tadi dengan gambar di atas, di atas gambar diletakkan
kaca. Kalau gambar belum melekat betul pada screen, kaca dapat diberi perekat.
Akhirnya disinari dengan waktu sebagai berikut :
- Untuk lampu pijar 4 x 500 watt, jarak 60 cm selama + 5 menit.
- Untuk lampu pijar 4 x 250 watt, jarak 60 cm selama + 7,5 menit.
- Untuk lampu pijar 4 x 40 watt, jarak 30 cm selama 5 menit.
Selain dengan lampu dapat juga dipakai sinar matahari dengan waktu penyinaran
antara 1 2 menit pada jam 11.00 sampai jam 15.00.
Keterangan :
1. Kaca
2. Diapositif
3. Screen
4. Karet busa
5. Meja afdruk
329
330
Rayon 110
C. PROSEDUR PENCAPAN
Secara umum prosedur pencapan meliputi tahapan sebagai berikut :
1) Persiapan pengental
2) Persiapan pasta cap
3) Persiapan mesin
4) Pencapan
5) Pengeringan
PLPG Sertifikasi Guru
330
331
Rayon 110
1. Persiapan Pengental
Pengental berfungsi untuk melekatkan zat warna pada bagian bahan tekstil
yang akan diwarnai selama proses pencapan berlangsung, sehingga dipeoleh batas
gambar yang tajam, warna yang rata, dan penetrasi zat warna yang cukup baik.
Pengental digunakan dalam proses pencapan sebagai medium untuk melekatkan
zat warna pada permukaan kain, medium air seperti halnya pada pencelupan tidak
bisa dipergunakan karena sifat air yang menyebar sehingga menyebabkan gambar
blobor. Medium untuk membawa zat warna pada pencapan harus memiliki
viskositas atau kekentalan yang cukup agar zat warna yang dicapkan tidak keluar
motif yang sudah ditentukan. Viskositas yang sesuai sangat diperlukan untuk
mencapai hasil yang memuaskan. Viskositas yang terlalu tinggi menyebabkan pasta
cap hanya mewarnai permukaan kain saja, sedangkan viskositas yang rendah
berakibat hasil pencapan pastanya menyebar sehingga gambar tidak tajam.
Selain fungsi utama pengental untuk melekatkan zat warna, fungsi lain dari
pengental adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2. Pemilihan Pengental
Dalam memilih pengental, selain viskositas ada beberapa persyaratan lain
yang menjadi pertimbangan yaitu :
PLPG Sertifikasi Guru
331
332
Rayon 110
332
333
Rayon 110
8) Tidak menimbulkan migrasi warna yang disebabkan oleh kontak dengan serat
setelah pengeringan
9) Dapat mengikat air dengan baik, sehingga dapat menghindari bleeding (blobor)
pada waktu pengukusan
10) Mempunyai daya reduksi yang rendah
11) Mudah dihilangkan kembali dalam proses pencucian
12) Memberikan nilai warna yang baik, serta ketajaman garis-garis motif.
b. Jenis Pengental
Zat pengental pada umumnya terdiri dari polimer polisakarida dengan rantai
polimer yang panjang. Monomer penyusunnya biasanya glukosa,maltosa, galaktosa,
dan arabinosa. Selain pengental alam yang terbuat dari bahan baku seperti di atas (
golongan polisakarida), jenis pengental lain adalah modifikasi pengental alam,
emulsi, semi emulsi, dan pengental sintetik. Pengental emulsi dibuat dari campuran
minyak dan air yang ditambah zat pengemulsi (emulgator). Pengental emulsi banyak
digununakan untuk pencapan pigmen sedangkan untuk zat warna lain
penggunaannya dicampur dengan pengental alam dari jenis alginat atau guar.
Campuran pengental emulsi dengan pengental alam sering disebut dengan
pengental setengah emulsi. Pengental ini memberikan keuntungan yaitu lebih tinggi
tingkat pewarnaan yang dicapai dan waktu pengeringan lebih cepat dari pada
pengental alam.
Pengental emulsi dibagi 2 jenis yaitu :
1) Emulsi air dalam minyak (W/O), yaitu air merupakan fasa terdispersi dan
minyak sebagai medium pendispersi
2) Emulsi minyak dalan air (O/W), yaitu minyak merupakan fasa terdispersi dan air
sebagai medium pendispersi
Kekentalan emulsi dipengaruhi oleh zat terdispersi dalam sistem emulsi, sedangkan
kestabilannya dapat dipengaruhi oleh kenaikan suhu, gerakan mekanik, elektrolit,
dan pH.
Modifikasi pengental alam antara lain :
1) Derivat kanji, yaitu gom Inggris (dekstrin) dan karboksimetil kanji
2) Derivat selulosa, yaitu karboksimetil selulosa dan hidroksietil selulosa
3) Derivat gom, yaitu meyprogum dan indalka
Yang termasuk pengental sintetik antara lain :
Akrilat, yaitu asam poliakrilat, polimetakrilat dan poliakrilamida Vinil, yaitu polivinil
alkohol Sifat sifat dari beberapa pengental untuk pencapan dapat diperlihatkan
pada tabel 11.1.
333
334
Rayon 110
Sodium
Alginat
Manutex
Carbixy
Metil
Selulose
PVA
CMC
Pencucian
J
B
B
B
B
J
Cj
Cj
Cj
Keterangan :
B : Baik
J : Jelek
Cj : Cukup jelek
S : Sedikit jelek
P : Plastik
PS : Pseudo plastik
N : Newton
PLPG Sertifikasi Guru
334
335
Rayon 110
c. Pembuatan Pengental
1) British Gum D dan British Gum No. 5
Untuk pencapan dengan zat warna bejana dan teknik etsa. British Gum No. 5
kurang mengandung dekstrin dibanding dengan British Gum D, dan campuran
dengan perbandingan yang sama menghasilkan pasta yang lebih kental.
Resep :
500 g British Gum D
500 g Air
1000 g
250 g British Gum No. 5
750 g Air
1000 g
Bubuk British Gum D atau No. 5 diaduk dengan air/diencerkan. Pasta yang
diperolah didihkan dengan pengadukan tetap selama 20 30 menit dan
dinginkankan. Isi diatur menjadi 1000 g dan akhirnya pengental disaring.
Manutex F (natrium alginat, kekentalan rendah) Manutex F adalah natrium
alginat dengan kadar zat padat tinggi, terutama untuk pencapan zat warna
reaktif, dimana diperlukan gambar yang tajam.
2) Pengental emulsi
Untuk membuat pengental emulsi diperlukan zat pengemulsi misalnya
Dispersol PR. Zat pengemulsi ini terutama sesuai untuk membuat pengental
emulsi minyak dalam air untuk pencapan zat warna reaktif.
Resep :
8 15 g Dispersol PR dilarutkan dalam 195 185 g air pada 60 700C Kemudian
setelah pendinginan 800 g spritus atau destilat ditambahkan dengan pengadukan
putaran tinggi, yang diteruskan sampai campuran diemulsikan sempurna 1000 g
Pengental emulsi induk tersebut mudah disiapkan dengan pengaduk
putaran tinggi (1000 putaran/menit atau lebih). Pengental emulsi biasanya stabil
dalam kondisi penyimpanan yang normal. Penyimpanan lebih lama dapat
mengakibatkan pemisahan fasa minyak dan pengadukan kembali perlu
dilakukan. Pemanasan cederung memecahkan emulsi. Penyimpanan sebaikanya
ditempat yang dingin dalam bejana yang tidak berpori dan dilengkapi dengan
tutup.
335
336
Rayon 110
terhadap zat-zat kimia, ketahanan terhadap suhu tinggi dan sebagainya. Macam zat
warna yang digunakan untuk pencapan sama seperti zat warna yang digunakan
untuk pencelupan.
Dalam perdagangan terdapat zat warna dalam bentuk bubuk atau bubuk
halus yang larut dalam air dan yang tidak larut dalam air tetapi mudah
didispersikan. Zat warna yang banyak digunakan untuk pencapan bahan selulosa
yaitu zat warna direk, zat warna bejana larut, zat warna naftol, zat warna reaktif,
dan pigmen. Untuk poliester digunakan zat warna dispersi dan pigmen, serat nilon
digunakan zat warna dispersi, zat warna asam, dan pigmen. Sedangkan untuk serat
protein digunakan zat warna asam, zat warna reaktif.
Pengental yang dipakai untuk pencapan dipilih sesuai dengan kain yang
dicap, jenis zat warna dan alat atau mesin yang digunakan. Pengental mempunyai
viskositas, daya rekat, daya penetrasi, dan elastisitas tertentu yang berbeda satu
dengan lainnya, sehingga kadang dalam pemakaian untuk pencapan dilakukan
percampuran beberapa jenis pengental untuk mendapatkan sifat yang dingginkan
dan mengurangi biaya produksi. Viskositas pasta induk sebagai pengental dibuat
lebih tinggi viskositasnya dari pada viskositas pasta cap, setelah pembuatan
pengental sebaiknya didiamkan selama waktu tertentu utnuk menghilangkan
gelembung udara. Untuk menjaga kestabilan pengental induk agar tahan dalam
jangka waktu lama ditambahkan pengawet 0,5% (anti septik) dan zat pembantu
lainnya. Kerusakan pengental sebelum digunakan menyebabkan pengental menjadi
bau, daya rekat berkurang sehingga warna hasil pencapan terjadi bleeding.
Penambahan zat pengawet dilakukan waktu persiapan pasta cap atau pada saat
pasta akan digunakan tergantung dari sifat pengental. Pengental induk perlu
disimpan ditempat yang sesuai agar tidak mengering, atau ditutup dengan plastik.
Bila akan digunakan kembali perlu dilakukanpengadukan dan pengukuran viskositas.
Pembuatan pasta cap disesuaikan dengan resep yang telah ditentukan,
kesesuaian warna, dan urutan warna motif. Jumlah pasta cap dibuat sesuai dengan
jumlah bahan yang dicap. Prinsip pembuatan pasta cap adalah percampuran
sejumlah zat warna yang telah dilarutkan atau dipastakan dengan air atau dengan
bantuan zat pelarut zat warna kedalam pengental induk yang telah dicampur
dengan zat-zat pembantu secara sedikit demi sedikit sambil diaduk, setelah
pengadukan selesai kemudian diukur viskositasnya.
Pasta yang digunakan dalam proses pencapan terdiri dari :
- Zat warna
- Pengental induk
- Zat pembantu
- Air (sebagai pelarut dan balance )
Secara mudah pengukuran viskositas dilakukan dengan cara pasta diambil
dengan sendok kemudian dituang, bila pasta mengalir deras berarti pasta cap encer
PLPG Sertifikasi Guru
336
337
Rayon 110
sebaliknya bila pasta cap mengalir terputus putus berarti pasta terlalu kental.
Disamping itu, di pasar juga telah tersedia alat pengukur viskositas.
Fungsi air selain sebagai pelarut juga sebagai pengatur kekentalan pasta, di
industri, pembuatan pasta dapat dilakukan dengan mesin khusus, atau
menggunakan bak dengan pengaduk menggunakan mixer, sehingga hasilnya lebih
homogen. Viskositas pasta tergantung pada proses pencapan, jenis dan bentuk
bahan yang dicap ataupun besar kecilnya motif, tetapi secara umum dipengaruhi
pula oleh jenis alat atau mesin yang digunakan yaitu :
- Pencapan rol (roller printing) besarnya viskositas 300 1.500 cps
- Pencapan kasa datar (flat screen printing ) besarnya viskositas 6000 15.000 cps
- Pencapan kasa putar (rotary screen printing) besarnya viskositas 4.000 8.000 cps
- Pencapan kasa datar tangan (hand screen printing) besarnya viskositas 1.0000
20.000 cps
4. Persiapan Mesin
Persiapan mesin dan alat pencapan dilakukan untuk memperlancar proses
pencapan, meningkatkan efisiensi, dan hsil pencapan bermutu baik. Pekerjaan
persiapan mesin meliputi pembersihan mesin, meja/blngket,mengatur kedudukan
screen, mengatur raport, mengatur kedudukan dan kemiringan rakel, ruang
pengering, dan pengaturan bagian lainnya
5. Pencapan
Pencapan pada kain dapat dilakukan dengan bermacammacam alat
pencapan baik secara manual maupun dengan mesin, mesin yang banyak digunakan
adalah mesin pencapan kasa datar ( flat screen printing ) dan mesin pencapan kasa
putar (rotary screen printing), secara manual dapat digunakan kasa screen.
a. Pencapan Kasa Datar (Flat Screen Printing) Otomatis
Mesin pencapan kasa (screen printing) otomatis merupakan pengembangan
dari hand screen printing, pemasangan kain, perakelan dan pergerakan kasa
dilakukan secara mekanik (otomatis), kain terletak pada meja pencapan yang
bergerak menurut raport, kasa bergerak naik turun dengan tidak berpindah tempat.
Karena kecepatannya tinggi, mesin pencapan kasa otomatis dilengkapi dengan
alat/mesin pengering.
337
338
Rayon 110
338
339
Rayon 110
339
340
Rayon 110
340
341
Rayon 110
untuk mengontrol ketinggian pasta dalam kasa, jika pasta cap berkurang karena
perakelan, maka alat peraba akan memberi perintah kepada pompa untuk
mensuplai kembali pasta cap dalam kasa dan secara otomatis pompa akan berhenti
bila pasta cap telah mencapai ketinggian tertentu.
1) Pembukaan Kasa/Screen
Proses mengeluarkan screen dari dos/pack. Pada proses ini bentuk screen
masih dalam kondisi lembek, belum membentuk bulatan yang kuat. Dalam
mengambil screen dari pack/dos, harus dilakukan dengan hati-hati karena
dapat menyebabkan screen sobek.
2) Pembulatan Kasa/Screen
Screen yang telah dikeluarkan selanjutnya dilakukan proses pembulatan screen
dengan alat Ring Endring. Cara kerjanya adalah screen dibulatkan dengan
memasang ring pada lingkaran bagian dalam screen pada kedua ujung screen
dalam posisi screen berdiri. Ujung ujung screen harus datar dengan
permukaan ring supaya bulat betul. Kemudian screen dimasukan dalam ruang
panas (drying oven ) selama 1 jam, agar bulat screen menjadi stabil.
3) Pencucian dan Pengeringan
Pencucian screen untuk menghilangkan kotoran kotoran yang terdapat pada
permukaan screen agar tidak mengganggu proses berikutnya, kotoran pada
screen dapat menghalangi pelekatan larutan peka cahaya dengn screen
sehingga setelah afdruk menyebabkan screen bocor.
a) Persiapan
Alat : Supryer
Tiang penyangga
Bahan : Screen yang telah dibulatkan
Zat.obat : Neutralizier R
Busa
Air
b) Cara kerja :
- Merendam screen pada bak cuci
- Menggosok screen agar kotoran tidak menempelkuat pada screen.
- Meletakan screen pada tiang penyangga dengan posisi tiang penyangga
tidur
- Menyemprot screen dengan larutan kimia
- Mengeringkan screen pada ruang pengering.
4) Rakel Kasa Putar
Rakel bentuk pisau maupun bentuk rol terbuat dari logam anti karat, rakel
bentuk pisau dioperasikan untuk merakel pasta dalam posisi diam tak bergerak
PLPG Sertifikasi Guru
341
342
Rayon 110
(pasif) sementara kasa putar bergerak secara berotasi, sedangkan rakel bentuk
rol dioperasikan untuk merakel pasta dalam posisi bergerak berotasi sementara
kasa putar juga bergerak berotasi, perbedaan bentuk rakel mengakibatkan
perbedaan jumlah pasta yang menembus keluar dan menempel pada kain,
rakel bentuk rol memindahkan jumlah pasta lebih banyak dari pada bentuk
pisau.
342
343
Rayon 110
343
344
Rayon 110
344
345
Rayon 110
Gambar 11.14
Penampang Rakel untuk Pelapisan Zat Peka Cahaya pada Rotary
345
346
Rayon 110
6. Pengeringan
Pengeringan setelah kain dicap mutlak dilakukan untuk menghilangkan
kandungan air pada lapisan pasta cap atau menghilangkan kelembaban lapisan
pasta sehingga mencegah zat warna blobor (bleeding), selain itu pengeringan
bertujuan untuk memudahkan penanganan kain hasil cap untuk proses fiksasi.
Proes pengeringan perlu memperhatikan faktor faktor jenis kain (hidrofob atau
hidrofil), jenis pasta cap alkali/asam, tegangan kain. Kain yang memiliki regain
rendah atau sifat hidrofob pengeringan harus dilakukan sesegera mungkin.
Jenis pengeringan yang bisa dilakukan antara lain :
1) Pengering udara panas
Sumber panas berasal dari oil panas, uap panas, dan elemen listrik dengan
suhu100 125oC
346
347
Rayon 110
2) Pengering silinder
Kain dilewatkan pada silinder panas dengan suhu 95-110oC, silinder terbuat dari
logam baja tahan karat.
3) Pengering di udara
Kain dijemur atau digantung pada ruang terbuka. Kondisi pengeringan
berpengaruh terhadap hasil fiksasi zat warna, namun standar pengeringan yang
baik akan memberikan efek hasil pewarnaan yang baik pula. Pengeringan yang
berlebihan akan menyebabkan retak dan pecahnya lapisan pasta cap sehingga
fiksasi tidak sempurna dan terjadi penodaan warna. Demikian pula pengeringan
yang tidak merata akan menyebabkan ketidakrataan warna hasil pencapan.
347
348
Rayon 110
dan fiksasi denga mesin Festoon steamer dilakukan pada suhu 100oC selama 5-30
menit.
2) Penguapan tekanan tinggi
Fiksasi dengan cara ini dilakukan pada suhu 110 - 130oC, tekanan 2-3 Atm, dan
waktu 30 menit, sesuai untuk fiksasi zat warna dispersi. Fiksasi dilakukan dengan
mesin Cottage.
3) Pengukusan temperatur tinggi
Fiksasi dilakukan pada suhu 150-180oC selama 10-30 menit sesuai untuk fiksasi
zat warna dispersi, fiksasi dapat dilakukan pada mesin Festoon atau stork
Steamer.
c. Proses Udara Panas
Proses udara panas prinsipnya adalah merangsang molekul molekul zat
warna oleh energi udara panas dan meningkatkan gerakan molekul serat sehingga
memungkinkan terjadinya fiksasi zat warna kedalam serat. Fiksasi ini lebih efektif
bila dilakukan pada kondisi mendekati titik leleh serat. Yang termasuk dalam sistem
ini adalah fiksasi pemanggangan (baking), dilakukan pada suhu 120-160oC selama 35 menit untuk zatwarna pigmen dan reaktif, fiksasi termosol dilakukan pada suhu
180 210oC selama 60-90 detik. untuk zatwarna pigmen dan reaktif, dan
pigmen.Hasil fiksasi sistem udara panas kainnya agak kaku.
d. Pengerjaan dengan Larutan Kimia
Sistem ini menggunakan dua cara, yaitu cara dingin dan cara panas. Cara
dingin dilakukan pada temperatur ruang dengan waktu agak lama , sedang cara
panas dilakukan pada suhu 90 - 100oC dengan waktu yang lebih singkat, misalnya
untuk fiksasi zat warna reaktif panas.
8. Pencucian
Proses pencucian setelah fiksasi zat warna, dimaksudkan untuk
menghilangan zat warna yang tidak terfiksasi, pengental dan zat-zat kimia
pembantu sehingga akan diperoleh hasil pewarnaan yang brilian, mempunyai
ketahanan luntur yang baik dan pegenan kain cap yang lembut. Demikian pula akan
memberikan hasil yang memuaskan pada proses penyempurnaan berikutnya,
misalnya pada proses penyempurnaan tahan kusust dan sebagainya.
Pada umumnya proses pencucian diawali dengan cuci dingin dan panas
dimaksudkan untuk pembasahan dan pengembangan lapisan pasta cap sehingga
mudah dilarutkan dan lepas dari kain, selanjutnya penyabunan dengan deterjen dan
zat-zat kimia pada temperatur yang sesuai dimaksudkan agar keseluruhan sisa-sisa
residu termasuk zat warna yang tidak terfiksasi dilepaskan dari kain secera
penetrasi, pelarutan, pendispersi dan dekomposisi. Kemudian diikuti dengan
pembilasan panas dan dingin serta pengeringan. Penodaan area di luar motif oleh
sisa-sisa zat warna yang berbeda di dalam larutan pencuci merupakan resiko yang
PLPG Sertifikasi Guru
348
349
Rayon 110
mungkin terjadi jika konsentrasi zat warna yang tidak terfiksasi dalam jumlah yang
cukup besar. Hal ini dapat dihindari jika telah dilakukan seleksi dengan baik
terhadap zat warna yang dipakai, zat pengental dan kondisi fiksasi yang tepat,
sehingga fikasasi zat warna dapat ditingkatkan dan sisa-sisa zat warna yang tidak
terfiksasi dapat diminimalkan.
Demikian pula kondisi optimum setiap pencucian juga harus disesuaikan
terhadap setiap kombinasi zat warna dan jenis serat. Zat-zat warna yang tidak
terfiksasi dapat dihilangkan secara cepat dengan menggunakan temperatur tinggi,
sebaliknya penodaan pada area di luar motif akan berlangsung lebih lambat jika
temperatur pencucian rendah. Oleh karena itu perlu adanya pertimbanganpertimbangan dalam menentukan kondisi optimum pencucian. Beberapa contoh
prosedur pencucian diberikan di bawah ini:
Pencucian hasil pencapan zat warna dispersi pada kain poliester, setelah
melalui pencucian dingin dan pencucian hangat, dilanjutkan dengan pencucian
reduksi menggunakan 2 ml/l natrium hidroksida 38oBe, natrium ditionit/hidrosulfit
(1 2 g/l) dan zat aktif permukaan non ion atau kationik (1g/l) pada temperatur 70
80oC selama 10 15 menit. Akhirnya kain dibilas dengan air hangat, air dingin dan
dikeringkan dengan tegangan yang minimum. Proses penyempurnaan berikutnya,
misalnya proses pelembut kain, hendaknya temperatur yang diterapkan tidak
melebihi 120oC. Jika temperatur lebih tinggi ada kemungkinan terjadi termomigrasi
zat warna ke permukaan kain sehingga ketahanan gosoknya akan menurun.
Pencucian hasil pencapan zat warna reaktif pada kain selulosa akan
memberikan hasil yang optimal jika kondisi fiksasi zat warna yang diterapkan
sebelumnya benar-benarn telah sesuai, sehingga semua zat warna di dalam kain
hanya berada dalam keadaan terikat secara kovalen dengan serat dan selebihnya
dalam keadaan terhidrolisa. Zat warna yang terhidrolis mempunyai afinitas rendah,
sehingga pada pencucian dengan menggunakan cukup air dan waktu dapat
dibersihkan dari kain. Walaupun demikian, jika kondisi pencucian kurang memadai
akan mengakibatkan tertinggalnya zat warna yang terhidrolisa tersebut pada kain,
sehingga akan terjadi keluhan dari pihak konsumen pada saat pertama kali mereka
melakukan pencucian karena terjadi pelunturan zat-zat warna yang terhidrolisa
tersebut. Disarankan pencucian diawali dengan pencucian dingin dan cuci panas
dengan suhu 60 70oC, dimaksudkan untuk melunakkan pengental sehingga mudah
lepas yang diikuti lepasnya alkali dan sisa-sisa zat pembantu lainnya dari kain.
Penyabunan (dengan deterjen kationik atau anionik) pada temperatur
mendekati titik didih dimaksudkan untuk melepaskan zat-zat warna yang tidak
terfiksasi atau terhidrolisa dari dalam serat. Jika air pencucinya terlalu sadah maka
akan mengalami kesulitan dalam pelepasan pengental, oleh karena itu sebaiknya
ditambahkan zat penurun kesadahan. Selanjutnya disempurnakan dengan
pencucian dingin. Untuk mencegah terjdinya penodaan oleh sisa-sisa zat warna,
sebaiknya selama proses pencucian digunakan sistem arus balik (over flow). Jika
untuk fiksasi digunakan natrium, silikat, pencucian sebaiknya diawali dengan cuci
PLPG Sertifikasi Guru
349
350
Rayon 110
hangat 40oC, cuci panas dan dilanjutkan penyabunan. Pencucian kain campuran
poliester kapas hasil pencapan dengan zat warna dispersi reaktif,
dipermasalahkan pada dua hal yaitu, pertama bahwa tingkat fiksasi yang dihasilkan
dari pencapan kain campuran tersbut dengan zat warna dispersi - reaktif adalah
lebih rendah dibandingkan dengan pencapan pada serat tunggal, akibatnya jumlah
zat warna tidak terfiksasi yang harus dihilangkan lebih banyak. Masalah kedua
adalah bahwa kondisi pencucian hasil pencapan zat warna reaktif pada kain selulosa
efektif pada temperatur mendidih, sedangkan untuk pencucian zat warna dispersi
pada kain poliester kondisi tersebut tidak memungkinkan karena adanya
kemungkinan terjadi penodaan di luar motif.
D. TEST FORMATIF
1. Pembuatan raport motif dapat dilakukan dengan teknik :
A. Over print
B. Inasuke
C. Half drop
D. Copy cut
2. Proses pelekatan zat peka cahaya bertujuan untuk :
A. Memperkuat motif pencapan
B. Memperkuat kasa pencapan
C. Membuat film diaposif
D. Memindahkan motif ke kasa
3. Persyaratan pengental yang baik adalah sebagai berikut, kecuali :
A. Viskositas sesuai
B. Daya rekat kuat
C. Penetrasi bagus
D. Mudah dicuci
4. Viskositas pasta cap yang cocok untuk pencapan menggunakan mesin kasa
datar adalah :
A. 300 -1.500 cps
B. 4.000 8.000 cps
C. 6.000-15.000 cps
D. 10.000-20.000 cps
5. Bleeding pada hasil pencapan dapat terjadi akibat :
A. Suhu steam terlalu tinggi
B. Uap terlalu basah
C. Tekanan rakel terlalu kuat
D. Pasta cap terlalu kental
PLPG Sertifikasi Guru
350
351
Rayon 110
B. PENYEMPURNAAN FISIKA
Proses penyempurnaan fiska meliputi proses Calendering, Emerising,
Compressive shrinkage (Sanforisasi), Raising, Brushing and Shearing,
Pelipatan/penggulungan kain.
1. Penyempurnaan Kalender
Penyempurnaan kalender dimaksudkan untuk memperoleh kain dengan
permukaan rata, halus dan berkilau dengan cara kain dilewatkan dan ditekan
diantara rol-rol kalender yang panas.Hasil yang baik akan diperoleh bila serat pada
kain dalam kondisi plastis yaitu dalam keadaan lembab dan panas.
Mesin kalender umumnya terdiri dari satu pasang rol (nip) atau lebih,
dimana salah satunya lebih lunak dari pasangan rol lainnya agar dapat menjadi
landasan bagian kain yang lebih tebal dari bagaian lainnya. Rol lunak ini terbuat dari
logam yang dilapisi kain atau kertas tebal. Jumlah rol pada kalender bervariasi mulai
dari dua hingga tujuh rol yang diatur sedemikian rupa untuk mendapatkan efek
penyempurnaan yang diinginkan. Kalender yang terdiri dari dua rol, tiga rol atau
lima rol disebut kalender universal, masing-masing memiliki satu rol rol logam dan
sisanya adalah rol lunak, sedangkan kalender tujuh rol memiliki dua buah rol logam
dan lima rol lunak. Rol logam berdiameter lebih kecil daripada rol lunak, memiliki
permukaan yang licin dengan lubang di bagian tengahnya untuk suplai uap panas
351
352
Rayon 110
dan dapat bergerak aktif sementara rol lunak gerakannya pasif akibat bergesekan
dengan rol logam.
Efek penyempurnaan kalender dapat bersifat sementara maupun permanen,
tergantung pada jenis proses penyempurnaan seblumnya dan juga jenis serat dari
kain yang diproses.
Gambar 12.1. Mesin Kalender 3 Rol ( 1 rol logam dan 2 rol lunak)
Beberapa contoh efek kalender dan proses penyempurnaan kalender dapat
dilihat pada gambar susunan rol berlikut :
1) Efek maat : efek permukaan kain rata namun tidak begitu berkilau, benang
tidak begitu pipih, efek ini dihasilkan akibat kain dilewatkan pada rol-rol lunak
saja
Gambar 12.2 Skema Jalannya Kain Pada Proses Kalender Dengan Efek Maat
2) Efek swizzing : efek permukaan kain rata dan berkilau dengan benang-benang
pipih, efek ini dihasilkan dengan melewatkan kain pada semua rol kalender
Gambar 12.3 Skema Jalannya Kain Pada Proses Kalender Dengan Efek Swizzing
352
353
Rayon 110
Pada kalender tertentu rol yang satu berputar lebih cepat daripada rol yang
lainnya. Kecepatan putar rol logam bisanya 1,5 hingga 2 kali kecepatan rol
lunak. Kalender semacam ini disebut kalender friksi, dan mampu menghasilkan
kilau lebih tinggi namun kenampakan dan pegangan kain menjadi tipis seperti
kertas.
3) Efek Glazing : efek permukaan kain yang sangat halus, licin dan berkilau yang
diperoleh jika kain dikerjakan dengan resin terlebih dahulu, kemudian
dilewatkan pada kalender friksi. Kain chintz adalah salah satu contoh kain hasil
glazing.
4) Efek Cire : kata cire berasla dari bahasa Perancis yang berarti lilin, efek ini
diperoleh setelah kain diproses dengan lilin atau bahan termoplastik lainnya
kemudian dilewatkan pada mesin kalender friksi sehingga permukaan kain
menjadi seperti basah dan berkilau.
5) Efek Moire : Moire (bahasa Perancis) yang berari air, efek ini menghasilkan kain
dengan kenampakan seperti riak gelombang pada permukaan air. Efek ini
diperoleh dengan melewatkan dua lapis kain dengan anyaman rib secara
bersamaan diantara rol-rol kalender dengan tekanan tinggi (8-10 Ton), sehingga
motif rib bagian atas akan menekan lapisan bawah dan menimbulkan efek
pantulan cahaya yang berbeda dan terlihat seperti riak gelombang permukaan
air.
6) Efek Emboss: efek ini menghasilkan motif timbul pada permukaan kain akibat
kain dilewatkan pada rol logam panas yang diukir membentuk motif tertentu.
Efek ini dapat bersifat permanen pada kain yang terbuat dari serat
termoplastik seperti nilon, polieter, dan akrilat. Kain yang memiliki efek embos
biasana digunakan untuk pakaian-pakaian mewah dengan harga jual tinggi.
2. Penyempurnaan Sanforisasi
Kain tenun yang terbuat dari serat kapas dan rayon memiliki daya serap yang
tinggi terhadap air dan cenderung bertambah panjang akibat adanya tarikan sejak
dari pertenunan hingga proses basah tekstil seperti pemasakan dan pencelupan,
dimana sat pencucian dan pengeringan kain tersebut berpotensi untuk mengkerat
kembali sehingga kain berubah dimensinya. Untuk menghilangkan sifat mengkerat
tersebut kain dapat diproses penyempurnaan pemengkeratan kpmpresif melalui
proses yang dikenal dengan Sanforisasi. Pada proses ini kain sengaja dibuat
mengkeret permanen sehingga residu mengkeret kain saat setalah dicuci tidal lebih
dari 0.75 %. Proses Sanforisasi ini berdasarkan prinsip dimana awalnya kain dalam
keadan lembab sengaja ditarik ke arah lusi mengikuti tekukan yang dialami belt
PLPG Sertifikasi Guru
353
354
Rayon 110
karet saat melwati rol dengan diameter 216 mm dan ditekan oleh silinder Palmer
yang panas berdiameter 609 mm, seperti terlihat pada gambar 12.4 berikut :
Kain dalam keadaan lembab (plastis) disuapkan pada titik A pada belt
karet,dimana kain melekat rapat pada karet sehingga tidak ada kelebihan panjang
kan antara titik A dan B. Pada titik B belt karet mulai mengkeret dan bentuk
permukannya berubah dari cembung menjadi cekung menyebabkan mulur kain pad
permukaan belt karet akan terkompresi dengan merata dan rapat ke arah panjang
kain. Hal ini menyebabkan kain mengkeret secara teratur pada titik C-D. Derajat
pemengkeretan kain diatur oleh panajang kain yang disuapkan dan besarnya
tekanan yang dialami kain saat melewati rol Palmer.
Gambar 12.4 Skema Jalannya Kain Pada Belt Karet Mesin Sanforisasi
Ukuran ketebalan belt karet sangant berperan dalam proses
pemengkeretan, umumnya terdapat tiga jenis ketebalan belt karet , yaitu :
a. Belt karet ketebalan 0,275 inchi
- Untuk bahan kemeja/kain tipis
- Pemengkeretan mencapai 3,5 inchi/yard
b. Belt karet ketebalan 0,4 inchi
- Pemengkeratan 3,5 5,0 inchi/yard
c. Belt karet ketebalan 0,450 inchi
- Untuk kain denim
- Pemengkeretan 3,9 - 5,6 inchi/yard
354
355
Rayon 110
Keterangan :
1 = draw roller (fabric entry) ; 2 = water spray unit; 3 = steaming drum; 4 = skewed
fabric straightening roller; 5 = clip type widthwise stenter; 6 = rubber blanket
shrinking unit; 7 = felt calender; 8 = felt drying cylinder; 6 = plaiter
(A)
(B)
Gambar 12.6 Rangka Kayu Laping (A), Kain yang Digulung pada Lapping (B)
Folding adalah meiipat kain dalambentuk lebar dengan ukuran lebar kain
sekitar 1 m atau 1 yard dan biasanya digunakan untuk kain mori. Penggulungan
kain umumnya dilakukan untuk kain-kain halus/tipis dengan menggulung kain pada
sebuah rol yang terbuat dari kertas karton. Panjang kain pada rol umumnya
menrupakan kelipatan 30 yards dengan lebar sesuai lebar kain.
C. PENYEMPURNAAN KIMIA
Proses penyempurnaan kimia atau penyempurnaan basah melibatkan
penambahan suatu zat kimia tertentu pada kain untuk mencapai hasil yang
diinginkan, namun tidak merubah kenampakan kain. Proses ini meliputi :
1) Penyempurnaan untuk memperbaiki kenampakan dan pegangan kain
- Pelembutan & pelemasan
- Kreeping
PLPG Sertifikasi Guru
355
356
Rayon 110
- Merserisasi
- Biopolishing/ Penyempurnaan enzim
- Penganjian
- Penyempurnaan resin (anti kusut, kain keras)
2) Penyempurnaan peningkatan daya pakai
- Tolak air
- Tahan api
- Anti hama
- Anti jamur
- Anti busuk
- Antistatik
- Anti UV
1. Penyempurnaan Resin
Penyempurnaan resin bertujuan untuk memperbaiki tahan kusut dan
stabilitas dimensi kain ( mengurangi mengkeret kain saat pencucian) yang terbuat
dari serat selulosa seperti kapas dan rayon viskosa. Selain itu resin dapat pula
digunakan untuk membuat kain kaku secara permanen, dapat pula memberikan
sifat termoplastik pada permukaan bahan yang selanjutnya akan diproses pada
penyempurnaan mekanik seperti calendering.
Proses penyempurnaan resin menggunakan resin-resin sintetik, yaitu
senyawa organik yang rumit dengan berat molekul tinggi. Resin ini harus mampu
berpenetrasi ke dalam serat, sehingga terjadi reaksi polimerisasi di dalam serat.
Polimerisasi resin di permukaan akan menyebabkan kain menjadi kaku sehingga
menurunkan kenyamanan saat dipakai.
Pada awalnya resin masih berupa molekul yang sederhana (monomer
prakondensat), pada saat polimerisasi dengan bantuan katalis berupa garam asam
dan suhu tinggi, asam akan dan panas mempercepat reaksi prakondensat untuk
berikatan satu sama lain membentuk molekul yang lebih panjang secara linier
maupun siklik, dan dapat pula terbentuk cabang-cabang dan ikatan silang antar
polimer-polimer dan polimer-serat.
a. Penyempurnaan anti kusut/ Easy care & Durable press Finish
Penyempurnaan anti kusut banyak dilakukan untuk memperbaiki sifat
ketahanan kusut, mengurangi penggembungan dan mengkeret saat dicuci, dan
membuat kenampakan kain lebih licin dan rapi pada kain yang terbuat dari serat
selulosa. Proses penyempurnaan anti kusut yang baik dapat meningkatkan terlihat
sudut pemulihan kekusutan dari 150o menjadi 300o dan menurunkan mengkeret
kain kurang dari 5%. Selain itu proses ini bedampak pada meningkatnya kekakuan
kain, berkurangnya ketahanan gosok kain, kekuatan sobek dan kekuatan tarik kain.
Kekurangan ini dapat diatasi dengan mnggunakan kain yang telah dimerser dengan
356
357
Rayon 110
ammonia cair, atau dengan menambahkan silicone, poliuretan atau polivini asetat
pada proses penyempurnaan resin.
b. Resin anti kusut mengandung formaldehid
1) Urea Formaldehid (Dimetilol Urea /DMU)
Sifat sifat :
- Sangat reaktif, larutan prakondensat harus segera dipakai karean tidak
tahan lama.
- Mudah terhidrolisi
- Efek tidak permanen dan dapat hilang akibat pencucian
- Menahan Chlor bebas pada bahan Residu Formaldehid di bahan tinggi
- Kelentingan dan elastisitas bahan sangat baik
357
358
Rayon 110
358
359
Rayon 110
359
360
Rayon 110
resin yang menghasilkan formladehid tinggi mulai digantikan oleh resin yang tidak
menghasilkan formaldehid bebas, seperti resin DMeDHEU (N,N'-Dimethyl- 4,5dihydroxyethylene urea) atau DMUG (dimethylurea glyoxalate) BTCA (1,2,3,4Butane tetra carboxylic acid), formaldehyde-free phosphono- and phosphino
carboxylic acids (APCM, modified polycarboxylic acids).
Sifat utama DMeDHEU adalah :
- Bebas residu formaldehid
- Rektifitas sangat rendah
- Sangat sedikit menahan khlorin
- Tidak permanen, ketahanan terhadap pencucian rendah
- Menimbulkan efek kekuning-kuningan
- Harga empat kali lebih maha daripada DMDHEU
- Menimbulkan bau kurang sedap
Gambar 12.13 Reaksi Sintesa DMeDHEU (atas) dan Ikatan Silang DMeDHEU
dengan Serat Kapas (bawah)
360
361
Rayon 110
361
362
Rayon 110
Suhu
(oC)
140155
Waktu
pH
+/-
Kering
Kelembaban
(%)
0,5-2,0
4-6
menit
5-6
Lembab
6-8 (kapas)
25-35
16-24
jam
1-2
10-30
16-24
jam
<1
10-16 (rayon)
Basah
60-80
D. TEST FORMATIF
1. Proses penyempurnaan fisika yang bertujuan untuk mengurangi mengkeret
kain saat pencucian adalah :
A. Merserisasi
B. Pemantapan panas
C. Kostisasi
D. Sanforisasi
2. Proses penyempurnaan fisika yang bertujuan untuk meningkatkan kilau dan
memberikan efek motif pada kain adalah :
A. Pencukuran bulu
B. Calandering moire
C. Pengampelasan/ emerising
D. Calandering embose
362
363
Rayon 110
363
364
Rayon 110
364
365
Rayon 110
C. PENGERTIAN
KESELAMATAN,
LINGKUNGAN HIDUP (K3LH)
KESEHATAN
KERJA
DAN
Sikap pekerja
Keadaan yang tidak aman
Tidak ada/lemahnya Prosedur K-3
Pengawasan yang lemah
1. Sikap pekerja
Terlalu menganggap remeh kecelakaan yang mungkin terjadi.
Enggan memakai alat pelindung diri, dan mengabaikan aturan aturan
keselamatan kerja
2. Keadaan yang tidak aman
Alat, bahan, maupun teknik dalam bekerja.
Kesalahan teknik dalam proses produksi
3. Tidak ada/lemahnya prosedur K3
Belum adanya prosedur K3
Prosedur K3 belum tersusun dengan baik
Prosedur K3 belum tersosialisasi/belum dipahami pekerja
4. Pengawasan yang lemah
Pengetahuan pengawas tentang kemungkinan bahaya yang timbul
Penjelasan kepada pekerja prosedur dan cara kerja yang sesuai standar
operasi
365
366
Rayon 110
E. PROSEDUR K3
Salah satu cara untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja adalah dengan
menetapkan dan menyusun prosedur pekerjaan dan melatih semua pekerja
untuk menerapkan metode kerja yang efisien dan aman.
Menyusun prosedur kerja yang benar merupakan salah satu keuntungan
dari menerapkan Job Safety Analysis (JSA) yang meliputi mempelajari dan
membuat laporan setiap langkah pekerjaan, identifikasi bahaya pekerjaan
yang sudah ada atau potensi (baik kesehatan maupun keselamatan), dan
menentukan jalan terbaik untuk mengurangi dan mengeliminasi bahaya ini.
JSA digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan bahaya yang :
Mungkin diabaikan dalam layout pabrik atau bangunan dan dalam desain
permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja dan proses.
Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau personel.
Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai.
366
367
Rayon 110
367
368
Rayon 110
d. Mengembangkan solusi
Menemukan cara baru untuk suatu pekerjaan
Mengubah kondisi fisik yang menimbulkan bahaya
Mengubah prosedur kerja
Mengurangi frekuensi pekerjaan
e. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya yang mungkin terjadi terhadap jenis pekerjaan yang
diamati terhadap lima faktor :
368
369
Rayon 110
6. Nyeri otot : akibat posisi tubuh yang salah saat bekerja dalam jangka waktu
yang cukup lama, melakukan gerakan yang sama berulang-ulang,kelelahan
kerja
7. Stres: Tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan pekerja, hal ini juga dapat
dipicu oleh melakukan pekerjaan yang berulang-ulang dalam jangka waktu
yang lama, tuntutan untuk memenuhi target pekerjaan sesegera mungkin
dsb
369
370
Rayon 110
Lingkungan Abiotik, yaitu segala kondisi yang ada disekitar makhluk hidup
yang bukan berupa organisme hidup seperti : batuan, tanah, mineral, udara,
air, energi matahari, serta proses dan daya yang terjadi padanya.
Lingkungan Biotik, yaitu segala makhluk hidup mulai dari mikroorganisme
yang tidak dapat kita lihat secara kasat mata sampai kepada binatang dan
tumbuh-tumbuhan raksasa yang ada disekitar kita atau makhluk lain yang
Lingkungan Alam, yaitu kondisi alamiah baik abiotik maupun biotik yang
belum banyak dipengaruhi oleh tangan manusia yang berpengaruh terhadap
kehidupan umat manusia.
Lingkungan Sosial, yaitu manusia baik secara individu maupun kelompok
yang ada diluar diri kita. Keluarga, teman, tetangga, penduduk sekampung,
sampai manusia antar bangsa, merupakan lingkungan sosial yang
berpengaruh terhadap perubahan dan perkembangan kehidupan kita.
Lingkungan Budaya, yaitu segala kondisi baik yang berupa materi maupun
non materi yang dihasilkan oleh manusia melalui aktivitas, kreativitas dan
penciptaan yang berpengaruh terhadap kehidupan umat manusia.
Lingkungan budaya yang berupa benda atau materi meliputi bangunan,
peralatan, senjata, pakaian, dan sebagainya.
370
371
Rayon 110
371
372
Rayon 110
372
373
Rayon 110
2. Pembalutan
Tujuan dari pembalutan adalah untuk mengurangi resiko kerusakan jaringan
yang telah ada sehingga mencegah maut, menguangi rasa sakit, dan mencegah
cacat serta infeksi.
3. Pembidaian
Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan (fiksasi)
tulang yang patah. Tujuannya, menghindari gerakan yang berlebihan pada
tulang yang patah. Syarat pemasangan bidai
4. Pernafasan buatan
Sering disebut bantuan hidup dasar (BHD) atau resusitasi jantung paru (RJP)
intinya adalah melakukan oksigenasi darurat. Dilakukan pada kecelakaan:
a. Tersedak,
b. Tenggelam
c. Sengatan Listrik,
d. Penderita tak sadar,
e. Menghirup gas dan atau kurang oksigen,
f. serangan jantung usia muda, henti jantung primer tejadi
Fase RJP:
A = Airway control (pengeluasaan jalan napas),
B = Breathing support (ventilasi buatan dan oksigenasi paru darurat)
C = Circulation (pengenalan ada tidaknya denyut nadi)
F. Evakuasi dan Transportasi
5.
Evakuasi
Evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban dari lokasi kecelakaan ke
tempat lain yang lebih aman dengan cara-cara yang sederhana di lakukan di
daerah-daerah yang sulit dijangkau dimulai setelah keadaan darurat. Penolong
harus melakukan evakuasi dan perawatan darurat selama perjalanan.
6.
Transportasi
Merupakan kegiatan pemindahan korban dari tempat darurat ke tempat yang
fasilitas perawatannya lebih baik, seperti rumah sakit. Biasanya dilakukan bagi
pasien/ korban cedera cukup parah sehingga harus dirujuk ke dokter.
373
374
Rayon 110
374
375
Rayon 110
375
376
Rayon 110
6. Keracunan makanan.
Pertolongan:
- Usahakan penderita muntah dengan memekan langit-langit tenggorokan
dengan jari melalui mulut.
- Setelah muntah beri norit / arang ditumbuk halus
- Bila perlu diberikan napas buatan
Q. PROSEDUR
SULFAT
Reaksi dengan air sangat eksotermis (menimbulkan panas), jika terkena tubuh
manusia akan menyerap air dalam tubuh dan menimbulkan luka bakar.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
Melakukan pencampuran zat dengan hati-hati,
Tidak menambahkan air pada larutan asam sulfat pekat, tetapi sebaliknya,
masukkan sedikit demi sedikit asam sulfat ke dalam air pengencer
Alat pelindung diri berupa:
Sarung tangan,
Masker
Pakaian pelindung
Pertolongan pertama pada kecelakaan terhadap larutan asam sulfat
Pada bagian yang terkena asam sulfat dibilas dengan air sebanyakbanyaknya,
PLPG Sertifikasi Guru
376
377
Rayon 110
S. TES FORMATIF
1. Kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh hal berikut, kecuali :
A. Kurangnya dispilin
B. Prosedur kerja tidak jelas
C. Lemahnya pengawasan
D. Tekanan atasan
2. Dalam menyusun prosedur K3LH perlu dilakukan suatu job safety analysis,
yang bertujuan untuk :
A. Memperbaiki displin pekerja
B. Meningkatkan pengetahuan K3
C. Mengidentifikasi potensi bahaya
D. Meningkatkan pengawasan
377
378
Rayon 110
378
379
Rayon 110
DAFTAR PUSTAKA
Acimit, Weaving reference books of textile technologies, Acimit, 2001.
Abdul Latief Sulam, Teknik Pembuatan Benang dan Pembuatan Kain Jilid 2,
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan-Departemen
Pendidikan Nasional, Bandung, 2008.
Acimit, Knitting Reference books of Textile, 2001.
Amir Zain, Okim Djamhir, Soekarso, Teknologi Perajutan 1, Institut teknologi Tekstil,
Bandung, 1975.
Berkeley L. Hathorn, Woven Stretch and Textured Fabrics, John Wiley & Son, 1966
Bill Murphy, International Fiber Journal, Gear Pump Technology Makes Todays
Polymer Processing Better Than Ever , April 2000.
Bohumill P, Bulked Yarn : Production, Properties and Application. The Textile Trade
Press, 1973.
Carissoni, Ezio et.al., Spinning Cotton and Wool Spinning, Reference Books of Textile
Technologies, Acimit, 2002.
David spencer, Knitting Technology, Leicester, Inggris, 1995.
Debbie Ann Gioello, Understanding Fabrics, Fairchild Publication, New York, 1982.
Djumaeri.,Pengetahuan Barang Tekstil. ITT 1973
Ford. J., E., Foster, H., Sagar, C., E., Taylor, C. Identification of Textile Materials,
Textile Institute, Manchester, 1970
Goswami, B.C. et al, Textile Yarns: Technology, Structure and Properties, John Wiley
& Sons, 1977.
Ghosh, P., Fibre Science and Technology, Tata McGraw-Hill Publishing, Ltd, 2004.
Gunawan, Dadang Himan, Irwan Zaini, Pedoman Praktikum Teknologi Perajutan 1,
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, 2005.
Hearle,J.W., Peters, R.H., Fibre structure, The Textile Institute, 1973
Herman, P.H., Physics and Chemistry of Cellulose Fibres, Elesevier Publishing 1959
Hongu,T., Philips,G.O., New Fiber, Woodhead Publishing, 1997
Hathorne, B., L., Woven Stretch and Textured Fabrics, John Wiley & Son 1966.
PLPG Sertifikasi Guru
379
380
Rayon 110
Isabel B. Wingate, Textile Fabrics and their Selection, 6th edition. Prentice Hall, 1985.
Iyer, Mammel, Schach, Circular Knitting : Technology Process, Structures Yarns &
Quality, Mesisenbach Bamberg, 2004
Jojo, S., Bebeng, S., Skill Trainning Course Spinning Process. Indo Bharat Rayon. 2002
Katharine Wardle, Silk worm to silk thread 1996, www.fibersource.com diakses
tanggal 2 des 2005
Klein W., Technology of Short-Staple Spinning,Review Textinfo, 1991.
Kluka, A., Textured Yarn, Spinning. The Lodz Textile Seminars, 1970, UNIDO
Publication.
Liek Soeparlie, S.Teks, dkk, Teknologi Persiapan Pertenunan, Institut teknologi
Tekstil, Bandung, 1975.
Liek Soeparlie, S.Teks, dkk,
Bandung, 1975.
380
381
Rayon 110
Syarif Iskandar dkk, Bahan Ajar Praktikum Teknologi Pemintalan 1, Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil, 2005.
Suwandi, H., Sajinu, A.P., Benang Tekstur, Sekolah Tinggi Teksnologi Tekstil, 2005.
Steven M., Polymer Chemistry An Introduction, Oxford University Press. 2001
Terry Brackenbury, Knitted Clothing Technology, Blackwell Scientific Publications,
London, Inggris, 1992.
Vidurashwatha, K.L., editor, Texturising : A Technology of Yarn Modification, The
Textile Association (India), Bombay, 1988.
Wilson, D.K. and Kollu, T., The Production of Textured Yarns by the False-twist
Technique, Textile Progress Vol. 21/3. The Textile Institute. 1987
Wray, G.R., editor, Modern Yarn Production from Man-Made Fibres (and their
Conversion into Fabrics) - A Symposium, Columbine Press, 1969.
Annual Books of ASTM Standards, Section 7: Textiles, Vol. 07.01 07.02, 1999.
. Textile Terms and Definitions, 8th edition, 1977, Textile Institute.
... Kasen Nozzle Mfg. Co.,Ltd. General Wet and Dry Spinning Spinneret Meltspinning Spinneret Zhenjiang Machinery, 2007
..... South Pasific Viscose, Trainning Centre, Pembuatan Serat Viskose, 2004.
..... www.allercotton.com diakses tanggal 5 Juni 2006.
..... www.allstatestextile.com diakses tanggal 2 Januari 2009.
.. www.fibersource.com diakses tanggal 9 Desember 2005.
..... www.flickr.com diakses tanggal 20 Oktober 2008.
.. www.geocities.com diakses tanggal 20 Oktober 2008.
.. www.cottonjourney.com diakses tanggal 2 Maret 2005.
..... www.indiamart.com diakses tanggal 5 Desember 2008.
.. www.journeytoforever.org diakses tanggal 6 Januari 2007
.. www.lenzing-instrument.com diakses tanggal 7 Desember 2008
.. www.madehow.com diakses tanggal 20 Desember2007.
.. www.neumag.com diakses tanggal 20 Desember2007
.. www.sheepandwool.com diakses tanggal 6 Januari 2007.
PLPG Sertifikasi Guru
381
382
Rayon 110
382