Anda di halaman 1dari 8

Pengawasan UTTP (Ukuran Takaran Timbangan

dan Perlengkapannya)
I. Dasar Hukum Kegiatan Pengawasan UTTP
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk
Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-Syarat Bagi Alat-Alat Ukur, Takar,
Timbang, dan Perlengkapannya;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Satuan Turunan, Satuan
Tambahan, dan Satuan Lain Yang Berlaku;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota;
5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 61/MPP/Kep/2/l998
tentang Penyelenggaraan Kemetrologian sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 251/MPP/Kep/6/1999;
6. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50/M-DAG/PER/10/2009 tentang Unit
Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal;
7. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/10/12009 tentang Penilaian
Terhadap Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Metrologi Legal;
8. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG/PER/3/2010 tentang Alat-Alat
Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera
Ulang;
9. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 52/M-DAG/PER/10/2009 tentang Tanda Tera
Tahun 2010;
10. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor
31/PDN/Kep/3/2010 tentang Syarat Teknis Timbangan Bukan Otomatis;
11. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor
40/PDN/Kep/3/2010 tentang Syarat Teknis Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan
Khusus.
II. Ruang Lingkup Pengawasan UTTP
1. Pengawasan Penggunaan UTTP
2. Pengawasan Tanda Tera
3. Kebenaran

1. Pengawasan Penggunaan UTTP.

Ketentuan mengenai penggunaan UTTP diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981
tentang Metrologi Legal:
1. Pasal 25 huruf d : Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau
menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang
setelah padanya dilakukan perbaikan atau perubahan yang dapat mempengaruhi
panjang, isi, berat, atau penunjukannya, yang sebelum dipakai kembali tidak disahkan
oleh pegawai yang berhak;
2. Pasal 25 huruf f : Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau
menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang
mempunyai tanda khusus yang memungkinkan orang menentukan ukuran, takaran,
atau timbangan menurut dasar dan sebutan lain daripada yang dimaksud dalam Pasal
6 dan Pasal 7 Undang-Undang ini;
3. Pasal 25 huruf g : Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau
menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya untuk
keperluan lain daripada yang dimaksud dalam atau berdasarkan Undang-Undang ini;
di tempat usaha; di tempat untuk menentukan ukuran atau timbangan untuk kepentingan
umum; di tempat melakukan penyerahan-penyerahan; di tempat menentukan pungutan atau
upah yang didasarkan pada ukuran atau timbangan.

1. Pasal 26 ayat (1) : Dilarang pada tempat-tempat seperti tersebut dalam Pasal 25
Undang-Undang ini memakai atau menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang,
dan perlengkapannya dengan cara lain atau dalam kedudukan lain daripada yang
seharusnya;
2. Pasal 26 ayat (2) : Dilarang pada tempat-tempat seperti tersebut dalam Pasal 25
Undang-Undang ini memakai atau menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang,
dan perlengkapannya untuk mengukur, menakar atau menimbang melebihi kapasitas
maksimumnya;
3. Pasal 26 ayat (3) : Dilarang pada tempat-tempat seperti tersebut dalam Pasal 25
Undang-Undang ini memakai atau menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang,
dan perlengkapannya untuk mengukur, menakar, dan menimbang atau menentukan
ukuran kurang dari pada batas terendah yang ditentukan berdasarkan Keputusan
Menteri;
4. Pasal 27 ayat (1) : Dilarang memasang alat ukur, alat penunjuk atau alat lainnya
sebagai tambahan pada alat-alat ukur, takar atau timbang yang sudah ditera atau yang
sudah ditera ulang;
5. Pasal 27 ayat (2) : Alat-alat ukur, takar atau timbang yang diubah atau ditambah
dengan cara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diperlakukan sebagai
tidak ditera atau tidak ditera ulang.

Dari pasal-pasal di atas dapat dirumuskan bahwa penggunaan UTTP harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:

1. UTTP yang telah mengalami perbaikan atau perubahan yang dapat mempengaruhi sifat
metrologinya, sebelum digunakan harus ditera ulang oleh pegawai yang berhak;
2. Pada UTTP tidak boleh terdapat tanda-tanda khusus (misalnya garis, titik, coretan) yang
memungkinkan penggunaan satuan lain selain yang telah ditentukan (satuan Sistem
Internasional dan satuan lain yang berlaku);
3. UTTP tidak boleh digunakan selain untuk peruntukannya atau fungsinya, misalnya : neraca
emas tidak boleh digunakan untuk menimbang obat, timbangan rumah tangga tidak boleh
digunakan untuk keperluan jual beli, dll;
4. UTTP harus digunakan dalam kedudukan atau posisi yang telah ditentukan dalam
peraturan teknis, yaitu dalam posisi datar atau rata;
5. UTTP tidak boleh digunakan untuk mengukur, menakar, atau menimbang muatan yang
melebihi kapasitas maksimumnya;
6. UTTP tidak boleh digunakan untuk mengukur, menakar, atau menimbang kurang dari batas
terendah yang telah ditentukan, atau yang disebut dengan minimum menimbang;
7. UTTP yang telah ditera atau ditera ulang tidak boleh ditambah dengan alat penunjuk
lainnya atau alat tambahan.

2. Pengawasan Tanda Tera


Jenis dan bentuk tanda tera diatur dengan Peraturan Menteri, dan untuk tanda tera tahun 2010
diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 52/M-DAG/PER/10/2009 tentang Tanda
Tera Tahun 2010. Adapun jenis dan bentuk tanda tera tersebut adalah sebagai berikut:
1)

Tanda sah.

Tanda sah merupakan tanda tera yang dibubuhkan dan/atau dipasang pada UTTP setelah
melalui pemeriksaan dan pengujian oleh pegawai berhak dengan hasil yang memenuhi
ketentuan. Jika tidak memungkinkan dibubuhkan pada badan UTTP, maka dibubuhkan Surat
Keterangan Tertulis penggantinya. Fungsi tanda sah sebagai kontrol bahwa UTTP tersebut
telah memenuhi syarat untuk digunakan.
2)

Tanda Batal.

Tanda batal merupakan tanda tera yang dibubuhkan dan/atau dipasang pada UTTP setelah
melalui pemeriksaan dan pengujian oleh pegawai berhak namun hasilnya yang tidak
memenuhi ketentuan. Jika tidak memungkinkan dibubuhkan pada badan UTTP, maka
dibubuhkan Surat Keterangan Tertulis penggantinya Fungsi tanda batal adalah sebagai
kontrol bahwa UTTP tersebut tidak memenuhi syarat dan tidak boleh digunakan.
3)

Tanda jaminan.

Tanda jaminan merupakan tanda tera yang dibubuhkan dan/atau dipasang pada bagian-bagian
tertentu dari UTTP yang dapat mengubah sifat ukur UTTP tersebut. Hal ini untuk
menghindari perubahan atau penjustiran ulang.
4)

Tanda daerah.

Tanda daerah merupakan tanda tera yang dibubuhkan pada saat tera (pertama), yang
berfungsi agar dapat diketahui kedudukan atau lokasi pada saat ditera pertama kali.
5)

Tanda pengawai.

Tanda pegawai merupakan tanda tera yang dibubuhkan pada saat tera (pertama), yang
berfungsi agar dapat diketahui pegawai berhak yang melakukan peneraan pertama kali.
Perbuatan yang dilarang yang berkaitan dengan tanda tera.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal mengatur perbuatan yang
dilarang yang berkaitan dengan tanda tera, yaitu:
1)
Pasal 25 huruf a : Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau
menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang bertanda
batal;
2)
Pasal 25 huruf b : Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau
menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang tidak
bertanda tera sah yang berlaku atau tidak disertai keterangan pengesahan yang berlaku,
kecuali seperti yang tersebut dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang ini;
3)
Pasal 25 huruf c: Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau
menyuruh memakai alat-alat ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang tanda
teranya rusak.
Di tempat usaha; di tempat untuk menentukan ukuran atau timbangan untuk kepentingan
umum; di tempat melakukan penyerahan-penyerahan; di tempat menentukan pungutan atau
upah yang didasarkan pada ukuran atau timbangan.
4)
Pasal 26 huruf a : Dilarang menawarkan untuk dibeli, menjual, menawarkan untuk
disewa, menyewakan, mengadakan persediaan untuk dijual, disewakan atau diserahkan atau
memperdagangkan secara bagaimanapun juga alat-alat ukur, takar, timbang dan atau
perlengkapannya yang bertanda tera batal;
5)
Pasal 26 huruf b : Dilarang menawarkan untuk dibeli, menjual, menawarkan untuk
disewa, menyewakan, mengadakan persediaan untuk dijual, disewakan atau diserahkan atau
memperdagangkan secara bagaimanapun juga alat-alat ukur, takar, timbang dan atau
perlengkapannya yang tidak bertanda tera sah yang berlaku, atau tidak disertai keterangan
pengesahan yang berlaku, atau tidak disertai keterangan pengesahan yang berlaku, kecuali
seperti yang tersebut dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang ini;
6)
Pasal 26 huruf c : Dilarang menawarkan untuk dibeli, menjual, menawarkan untuk
disewa, menyewakan, mengadakan persediaan untuk dijual, disewakan atau diserahkan atau

memperdagangkan secara bagaimanapun juga alat-alat ukur, takar, timbang dan atau
perlengkapannya yang tanda jaminannya rusak.
Dari pasal-pasal di atas dapat dirumuskan bahwa UTTP harus memenuhi ketentuan tanda tera
sebagai berikut:
1)

UTTP tidak boleh terdapat tanda batal;

2)
UTTP harus bertanda tera sah yang berlaku, kecuali untuk UTTP yang dibebaskan
dari tera ulang atau dari tera maupun tera ulang;
3)

Tanda tera tidak boleh rusak.

Masa pembubuhan dan masa berlakunya tanda tera sah.


Masa pembubuhan tanda tera sah mulai tanggal 1 Januari sampai 31 Desember tahun yang
bersangkutan (sesuai tahun tanda tera). Misalnya tanda tera sah tahun 2010, maka masa
pembubuhannya mulai tanggal 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2010. Sedangakan masa
berlakunya tanda tera adalah sejak dibubuhkan dan/atau dipasangkan sampai dengan tanggal
30 Nopember tahun berikutnya.
Letak pembubuhan tanda tera.
Ketentuan letak pembubuhan tanda tera diatur dalam Syarat Teknis.
1)
Untuk timbangan non otomatis diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri Nomor 31/PDN/Kep/3/2010 tentang Syarat Teknis Timbangan
Bukan Otomatis, letak pembubuhan tanda tera harus sedemikian rupa, sehingga tanda tera
yang dibubuhkan tidak dapat dipindahkan dari timbangan tanpa merusak, memberikan
kemudahan pembubuhan tanda-tanda tera tanpa mengubah kualitas kemetrologian timbangan
tersebut, terlihat tanpa mengubah posisi timbangan pada waktu digunakan;
2)
Untuk anak timbangan diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri Nomor 40/PDN/Kep/3/2010 tentang Syarat Teknis Anak Timbangan Ketelitian
Biasa dan Khusus, letak tanda tanda teranya tergantung pada kelas, massa nominal, bentuk,
dan bahan anak timbangan, yaitu pada badan anak timbangan, sumbat cap, atau label/amplop
anak timbangan.

3. Kebenaran.
Ketentuan mengenai kebenaran UTTP diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981
tentang Metrologi Legal pasal 25 huruf e, yaitu :
Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau menyuruh memakai alat-alat
ukur, takar, timbang dan atau perlengkapannya yang panjang, isi, berat atau penunjukannya

menyimpang dari nilai yang seharusnya daripada yang diijinkan berdasarkan Pasal 12 huruf c
Undang-undang ini untuk tera ulang;
Di tempat usaha; di tempat untuk menentukan ukuran atau timbangan untuk kepentingan
umum; di tempat melakukan penyerahan-penyerahan; di tempat menentukan pungutan atau
upah yang didasarkan pada ukuran atau timbangan.
Dari pasal di atas dapat dirumuskan bahwa kesalahan penunjukan UTTP harus dalam Batas
Kesalahan Yang Diijinkan (BKD) untuk tera ulang yang ditetapkan.
Besarnya BKD tergantung dari kelas kesaksamaan timbangan dan interval skala verifikasi
(e). Hubungan antara kelas kesaksamaan timbangan, interval skala verifikasi (e), dan
kapasitas minimum dapat dilihat pada tabel kelas timbangan sebagai berikut:
Kelas Interval skala verifikasi Jumlah interval skala verifikasi
(e)
n =
Minimum
Maksimum
I
0,001 g e *)
50.000 **)
II
0,001 g e 0,05 g
100
100.000
IIII

0,1 g e
0,1 g e 2 g

5.000
100

100.000
10.000

Kapasitas
minimum

100e
20e
50e
20e

5ge
500
10.000
20e
IV
5ge
100
1.000
10e
*)
Verifikasi timbangan yang mempunyai interval skala verifikasi (e) < 1 mg,tidak
dapat dilakukan karena ketidakpastian standarnya tidak terpenuhi.**)
Jumlah
minimum interval skala verifikasi (e) untuk timbangan kelas satu(khusus) dengan
d<0,1 mg, n boleh kurang dari 50.000.
Tabel II.1. Klasifikasi timbangan
Adapun besarnya BKD untuk timbangan non otomatis diatur dalam Surat Keputusan Direktur
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 31/PDN/Kep/3/2010 tentang Syarat Teknis
Timbangan Bukan Otomatis, yaitu sebagai berikut:
BKD

Untuk muatan (m) yang dinyatakan dalam interval skala verifikasi (e)
Kelas Satu
Kelas Dua
Kelas Tiga
Kelas Empat
(Khusus)
0 m 50.000

(Halus)

0,5 e
0 m 5.000
Catatan :
BKD di atas adalah untuk tera;

(Sedang)

(Biasa)

0 m 500

0 m 50

BKD untuk tera ulang = 2 x BKD tera


Tabel II.2. Batas Kesalahan Yang Diijinkan (BKD) timbangan non otomatis

Sedangkan besarnya BKD untuk anak timbangan diatur dalam Surat Keputusan Direktur
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 40/PDN/Kep/3/2010 tentang Syarat Teknis Anak
Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus, yaitu sebagai berikut:

Massa
Nominal

Kelas

Kelas

Kelas

dalam mg
Kelas Kelas

Kelas M2

Kelas

M1
E1
E2
F1
F2
M3
50 kg
25
75
250
750
2500
7500
25000
20 kg
10
30
100
300
1000
3000
10000
10 kg
5
15
50
150
500
1500
5000
5 kg
2,5
7,5
25
75
250
750
2500
2 kg
1,0
3,0
10
30
100
300
1000
1 kg
0,5
1,5
5
15
50
150
500
500 g
0,23
0,73
2,5
7,5
25
75
250
200 g
0,10
0,30
1,0
3,0
10
30
100
100 g
0,05
0,15
0,5
1,5
5
15
50
50 g
0,050
0,10
0,30
1,0
3,0
10
30
20 g
0,025
0,080
0,25
0,8
2,5
8
25
10 g
0,020
0,060
0,20
0,6
2
6
20
5g
0,015
0,050
0,15
0,5
1,5
5
15
2g
0,012
0,040
0,12
0,4
1,2
4
12
1g
0,010
0,030
0,10
0,3
1,0
3
10
500 mg 0,008
0,025
0,08
0,25
0,8
2,5
200 mg 0,006
0,020
0,06
0,20
0,6
2,0
100 mg 0,005
0,015
0,05
0,15
0,5
1,5
50 mg
0,004
0,012
0,04
0,12
0,4
20 mg
0,003
0,010
0,03
0,10
0,3
10 mg
0,002
0,008
0,025
0,08
0,25
5 mg
0,002
0,006
0,020
0,06
0,20
2 mg
0,002
0,006
0,020
0,06
0,20
1 mg
0,002
0,006
0,020
0,06
0,20
Tabel II.3. Batas Kesalahan Yang Diijinkan (BKD) anak timbangan ketelitian
biasa dan khusus
III. Sanksi Terhadap Kejahatan/Pelanggaran UU Metrologi Legal
Ketentuan mengenai sanksi atas kejahatan dan/atau pelanggaran UTTP diatur dalam UndangUndang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, yaitu sebagai berikut:
1. Pasal 32 ayat (1) : Barangsiapa melakukan perbuatan yang tercantum dalam Pasal 25,
Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-Undang ini dipidana penjara selamalamanya 1 (satu) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta
tupiah);

2. Pasal 32 ayat (2) : Barangsiapa melakukan perbuatan yang tercantum dalam Pasal 30
dan Pasal 31 Undang-Undang ini dipidana penjara selama-lamanya 6 (enam) bulan
dan atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu tupiah);
3. Pasal 33 ayat (1) : Perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang ini adalah kejahatan.

IV. Aturan Peralihan


Undang-Undang No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal pasal 38 :
Ketentuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah ada yang tidak
bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini masih tetap berlaku sampai peraturan itu
dicabut atau diganti dengan peraturan yang baru .
Pasal di atas mengandung arti bahwa peraturan-peraturan yang sudah ada masih tetap berlaku
selama tidak bertentangan dengan UU Metrologi Legal, belum dicabut, dan atau diganti
dengan peraturan yang baru. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kekosongan
hukum.

Anda mungkin juga menyukai