Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Perkembangan Batik Solo

Zahra Zuluthfa, 1306405276


Fakultas Ilmu Komputer
Selasa
Sejarah Batik Solo tak terlepas dari pengaruh Keraton. Jadi pengaruh sejarah Keraton
berpengaruh juga pada sejarah batik. Sebelum ada Solo, sudah ada Desa Laweyan terlebih
dahulu. Sejarah ini berawal dari perpindahan pemerintahannya dari Demak Bintoro ke
Pajang. Pada tahun 1546 M, saat itu batik pertama kali diperkenalkan oleh Kyai Ageng
Henis, beliau adalah putra Ki Ageng Selo yang merupakan keturunan dari Brawijaya V. Desa
Laweyan adalah desa yang terletak di tepi Sungai Laweyan, yang pada saat itu merupakan
pusat perdaganangan Lawe (bahan baku tenun). Pendistribusian Lawen ini juga dipasok ke
bandar bandar di tepi sungai Laweyan. Melalui bandar-bandar inilah yang menghubungan
Desa Laweyan ke Sungai Bengawan Solo.
Seiring perkembangan jaman, terjadi juga perkembangan teknik membatik yang
dulunya masih teknik batik tulis menjadi teknik batik cap. Hal ini disebabkan oleh
permintaan batik yang sangat banyak pada era 1900an. Hal ini juga menandakan masa
kejayaan industri batik laweyan pada saat itu. Penggunaaan teknik batik cap ini dibandingan
dengan batik tulis relatif lebih mudah, lebih cepat dan lebih ekonomis, sehingga harga jualnya
lebih murah dan bisa menarik masyarakat mada umummnya. Pada saat itulah muncul seorang
tokoh juragan batik yang fenomenal bernama Tjokrosoemarto. Beliau memiliki industri batik
terbesar di laweyan. Beliau juga banyak didukung oleh pengrajin-pengrajin batik. Wilayah
pemasarannya tidak hanya di Indonesia saja, tetapi mencakup manca negara. Ini
mengakibatkan Tjokrosoemarto sebagai eksportir batik pertama di Indonesia. Jejak-jejak
Tjokrosoemarto ini juga banyak diikuti oleh juragan-juragan lainnya. Hal ini menyebabkan
banyaknya sisa-sisa bangunan rumah berarsitektur jawa dan di eropa di Kampung Batik
Laweyan.
Namun kampung batik laweyan ini dulu pernah mengalami masa kemunduran, pada
tahun 1970an dikarenakan perkembangan teknologi, muncul kembali teknik membatik baru
yaitu membuat tekstil bermotif batik tanpa menggunakan lilin panas sebagai perintang warna
tapi menggunakan screen sablon atau yang lebih kita kenal dengan sebutan batik printing.
Teknik produksi ini banyak diikuti oleh masyarakat diluar Kampung Batik Laweyan, yang
mengakibatkan saat itu industri batik Laweyan mengalami kemunduran pada tahun 2000an

Namun setelah mengalami keterpurukan, para tokoh masyarakat dan juragan batik
laweyan bermusyawah untuk membangun kembali industri batik laweyan dengan
menggunakan konsep pariwisata yang bersinergi dengan Pemerintahan, Perguruan Tinggi dan
instansi lainnya.
Tak hanya dari Kampung Laweyan saja, pekembangan batik juga dipengaruhi oleh
Keraton Surakarta.

Pada awal berdirinya Keraton Surakarta pada tahun 1745 yang

disebabkan oleh perjanjian Giyanti tahun 1755. Seluruh busana kebesaran Mataram dibawa
ke Keraton Yogyakarta. Saat itu PB III memerintahkan kepada para abdinya untuk membuat
sendiri motif batik Gagrak Surakarta. Sejak perintah dari PB III masyarakat mulai berlombalomba membuat batik dengan bermacam-macam corak. Karena banyaknya motif batik yang
berkembang pada masyarakat pada saat itu, PB II juga mengeluarkan peraturan terkain
tentang kain batik yang mana saja yang boleh di pakai dalam keraton. Selain itu, beliau juga
mengeluarkan batik dengan corak apa saja yand diizinan untuk dipakai dalam lingkungan
keraton. Desa Laweyan ini membuat batik khas sendiri yaitu Batik Laweyan. Batik ini
berkembang semasa pemerintahan Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) di Keraton Pajan. Pada
saat itu para pengrajin batik masih menggunakan pewarna alami sehingga desa laweyan
merupakan desa penghasil batik tertua di Indonesia.
Beliau mengatakan, Ana dene kang arupa jejarit kalebu laranganingsun, bathik
sawat, bathik parang lan bathik cemukiran kang calacap modang, bangun tulak, lenga teleng
lan tumpal, apa dene bathik cemukiran kang calacap lung-lungan, kang sun wenagake
anganggoa pepatihingsun lan sentaningsun dene kawulaningsun pada wedhia. Yang berarti,
adapun jenis kain batik yang saya larang: batik sawat, batik parang, dan batik cemukiran yang
berujung seperti paruh burung podang, bagun tulak, minyak telnge serta berujud tumpal dan
juga batik batik cemukiran yang berujung lung (daun tumbuhan yang menjalar di tanah),
adapun yang saya izinkan memakaikannya adalah patih dan para keranbat saya. Sedangkan
para kawula atau rakyyat tidak diperkenangkan.
Para Abdi yang bertugas untuk merancang batik untuk orang-orang keraton banyak
yang tinggal di luar keraton, sehingga terbentulah komunitas pengrajin batik. Adapun
beberapa

komunitas

perajin

batik

saati

itu,

diantaranya

Kusumodiningratan, Kauman dan juga di Pasar Kliwon.

adalah

di

Kratonan,

Pada awal abad 2000, batik merupakan salah satu identitas perekonomian masyaraat
Jawa. Batik memasuki era indstri yang mengakibatkan timbulnya banyak kelompokkelompok pedagang. Salah satu organisasi yang paling terkenal adalah Sarekat Dagang Islam
(SDI) yang didirikan oleh KH Samanhudi. Selain dilatarbelakangi oleh persaingan dagan
antara orang-orang Tionghoa dan Belanda, organisasi ini juga mempertahankan eksistensi
batik yang menjadi salah satu pilar ekonomi masyarakat Jawa. Dengan pengaruh organisasi
inilah yang mengakibatkan Batik Laweyan Solo terus ada dan batik-batik lainnya. Kini
pemerintah Surakarta mempunya dua kampung batik di kota Solo, selain kampung batik
Laweyan, ada pula kampung batik Kauman. Selain itu salah satu pusat perdagangan batik
yang terkenal adalah Pasar Klewer.

Daftar Pustaka
Anonim, 2013. Sejarah Batik Laweyan <http://kampoengbatiklaweyan.org/sejarah-batiklaweyan/>
Aliph,

Ilham

2013.

Sejarah

Batik

<http://ragambudayaindonesian.blogspot.com/2013/05/sejarah-batik-solo.html>

Solo

Anda mungkin juga menyukai