Namun setelah mengalami keterpurukan, para tokoh masyarakat dan juragan batik
laweyan bermusyawah untuk membangun kembali industri batik laweyan dengan
menggunakan konsep pariwisata yang bersinergi dengan Pemerintahan, Perguruan Tinggi dan
instansi lainnya.
Tak hanya dari Kampung Laweyan saja, pekembangan batik juga dipengaruhi oleh
Keraton Surakarta.
disebabkan oleh perjanjian Giyanti tahun 1755. Seluruh busana kebesaran Mataram dibawa
ke Keraton Yogyakarta. Saat itu PB III memerintahkan kepada para abdinya untuk membuat
sendiri motif batik Gagrak Surakarta. Sejak perintah dari PB III masyarakat mulai berlombalomba membuat batik dengan bermacam-macam corak. Karena banyaknya motif batik yang
berkembang pada masyarakat pada saat itu, PB II juga mengeluarkan peraturan terkain
tentang kain batik yang mana saja yang boleh di pakai dalam keraton. Selain itu, beliau juga
mengeluarkan batik dengan corak apa saja yand diizinan untuk dipakai dalam lingkungan
keraton. Desa Laweyan ini membuat batik khas sendiri yaitu Batik Laweyan. Batik ini
berkembang semasa pemerintahan Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) di Keraton Pajan. Pada
saat itu para pengrajin batik masih menggunakan pewarna alami sehingga desa laweyan
merupakan desa penghasil batik tertua di Indonesia.
Beliau mengatakan, Ana dene kang arupa jejarit kalebu laranganingsun, bathik
sawat, bathik parang lan bathik cemukiran kang calacap modang, bangun tulak, lenga teleng
lan tumpal, apa dene bathik cemukiran kang calacap lung-lungan, kang sun wenagake
anganggoa pepatihingsun lan sentaningsun dene kawulaningsun pada wedhia. Yang berarti,
adapun jenis kain batik yang saya larang: batik sawat, batik parang, dan batik cemukiran yang
berujung seperti paruh burung podang, bagun tulak, minyak telnge serta berujud tumpal dan
juga batik batik cemukiran yang berujung lung (daun tumbuhan yang menjalar di tanah),
adapun yang saya izinkan memakaikannya adalah patih dan para keranbat saya. Sedangkan
para kawula atau rakyyat tidak diperkenangkan.
Para Abdi yang bertugas untuk merancang batik untuk orang-orang keraton banyak
yang tinggal di luar keraton, sehingga terbentulah komunitas pengrajin batik. Adapun
beberapa
komunitas
perajin
batik
saati
itu,
diantaranya
adalah
di
Kratonan,
Pada awal abad 2000, batik merupakan salah satu identitas perekonomian masyaraat
Jawa. Batik memasuki era indstri yang mengakibatkan timbulnya banyak kelompokkelompok pedagang. Salah satu organisasi yang paling terkenal adalah Sarekat Dagang Islam
(SDI) yang didirikan oleh KH Samanhudi. Selain dilatarbelakangi oleh persaingan dagan
antara orang-orang Tionghoa dan Belanda, organisasi ini juga mempertahankan eksistensi
batik yang menjadi salah satu pilar ekonomi masyarakat Jawa. Dengan pengaruh organisasi
inilah yang mengakibatkan Batik Laweyan Solo terus ada dan batik-batik lainnya. Kini
pemerintah Surakarta mempunya dua kampung batik di kota Solo, selain kampung batik
Laweyan, ada pula kampung batik Kauman. Selain itu salah satu pusat perdagangan batik
yang terkenal adalah Pasar Klewer.
Daftar Pustaka
Anonim, 2013. Sejarah Batik Laweyan <http://kampoengbatiklaweyan.org/sejarah-batiklaweyan/>
Aliph,
Ilham
2013.
Sejarah
Batik
<http://ragambudayaindonesian.blogspot.com/2013/05/sejarah-batik-solo.html>
Solo