Mutilasi
Mutilasi
MEDIKOLEGAL
MUTILASI
Disusun Oleh :
Ardi Fauzi
22010112210008
FK UNDIP
Farah Maulida
22010112210018
FK UNDIP
Wellwinner Imanuel S.
0861050121
FK UKI
0861050129
FK UKI
Yohanes Theodorus
0961050160
FK UKI
Gabriela Enneria S.
0961050124
FK UKI
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER KARIADI SEMARANG
PERIODE 21 OKTOBER 16 NOVEMBER 2013
LEMBAR PENGESAHAN
MUTILASI
Disusun Oleh :
Ardi Fauzi
22010112210008
FK UNDIP
Farah Maulida
22010112210018
FK UNDIP
Wellwinner Imanuel S.
0861050121
FK UKI
0861050129
FK UKI
Yohanes Theodorus
0961050160
FK UKI
Gabriela Enneria S.
0961050124
FK UKI
Mengetahui
Dosen Penguji
Residen Pembimbing
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan refarat yang berjudul Mutilasi.
3
Adapun tujuan dari penyusunan refarat ini adalah untuk mengenal pola perlukaan
yang terjadi pada kecelakaan lalu lintas. Dalam proses pembuatan referat ini, penyusun
dilatih untuk membaca dan memahami buku-buku Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal khususnya dan memahami buku Kedokteran lain pada umumnya, juga
mencari bahan-bahan melalui situs-situs di internet, lalu menuangkan pengetahuan yang
telah diperoleh dari semua sumber tersebut dalam bentuk tulisan dan mempresentasikan
secara lisan di hadapan dokter penguji, dokter pembimbing, dan teman-teman.
Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak
mendukung dan membantu hingga selesainya referat ini.
1. dr. Sigid Kirana L.B.,SpKF, selaku penguji referat.
2. dr. Suryo Wijoyo, selaku pembimbing referat yang senantiasa meluangkan waktu
dan penuh kesabaran membimbing kami dalam menyelesaikan referat ini.
3. Segenap staf Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro/RSUP dr. Kariadi Semarang.
4. Kedua orang tua kami yang telah memberikan bantuan baik material maupun
spiritual.
5. Rekan-rekan kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro/RSUP dr.Kariadi Semarang yang telah memberikan bantuan
baik material maupun spiritual bagi kami.
Dalam penyusunan referat ini kami merasa masih banyak kekurangan baik secara
teknik maupun materi penulisan, mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mutilasi merupakan tindakan memotong-motong organ tubuh seseorang,
baik dalam keadaan korban masih hidup maupun sudah tidak bernyawa dengan
alasan untuk menghilangkan jejak korbannya maupun karena alasan dendam.
Maraknya terjadi pembunuhan dengan mutilasi di Indonesia menimbulkan banyak
pertanyaan di benak kita. Mengapa seseorang dapat melakukan mutilasi, apakah
perbuatan tersebut dilakukan untuk menghilangkan jejak perbuatannya atau
pelaku mengalami kelainan jiwa. Di Indonesia sendiri tidak ada peraturan yang
secara khusus mengatur tentang kejahatan dengan cara mutilasi ini. Pengaturan
mutilasi pun akhirnya disamakan dengan pengaturan tindak pidana terhadap
nyawa pada umumnya, yaitu dengan berpedoman pada pasal 338 dan 340 KUHP.
Hal ini juga menjadi pertanyaan kita bahwa bagaimana Hukum Positif Indonesia
memandang dan mengatur tentang mutilasi.
Tindak Pidana Pembunuhan memang sudah lama di kenal oleh Hukum
Nasional kita melalui Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bab XIX Buku II
KUHP menggolongkan beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai
Kejahatan terhadap Nyawa. Jenis Pembunuhan yang di atur dalam Bab ini
meliputi Pembunuhan dengan Sengaja (Pasal 338), pembunuhan dengan rencana
(Pasal 340), Pembunuhan anak setelah lahir oleh Ibu (pasal 341-342), Mati Bagus
(Pasal 344) dan Pengguguran kandungan (pasal 346-349). Sama sekali tidak
terdapat satu pasal pun yang mengatur tentang tindak pidana pembunuhan yang
diikuti pemotongan tubuh korban. Keadaan ini tentu saja dapat menimbulkan
masalah hukum tentang kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat. Oleh
karena itu dapatlah diambil beberapa isu hokum. Pertama, apakah tindakan
pemotongan tubuh korban (mutilasi) dapat disebut sebagai kejahatan? Kedua,
ketentuan hukum pidana apakah yang dapat dikenakan pada tindak mutilasi?
Dalam makalah ini dibahas dua pokok permasalahan terkait dengan hal
tersebut, yaitu Pertama, menjawab faktor-faktor apakah yang menyebabkan
terjadinya mutilasi. Kedua, menjawab pertanyaan bagaimana pengaturan mutilasi
dalam hukum pidana Indonesia. Dalam kenyataannya, mutilasi bisa dilakukan
oleh siapapun sepanjang pelaku mempunyai kemampuan psikologis dan adanya
kondisi situasional yang memungkinkan terjadinya hal tersebut dengan tujuan
untuk menghilangkan jejak maupun karena rasa dendam si pelaku. Pengaturannya
pun tidak sembarangan karena sisi psikologi dan kriminologinya harus
diperhatikan. Disinilah hukum pidana berfungsi dalam menentukan penjatuhan
hukuman yang sesuai terhadap pelaku mutilasi.
Mutilasi merupakan sebuah budaya yang pada dasarnya telah terjadi
selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, banyak suku-suku di dunia yang telah
melakukan budaya mutilasi diamana perbuatan tersebut merupakan suatu identitas
mereka terhadap dunia, seperti suku aborigin, suku-suku brazil, amerika, meksiko,
peru dan suku conibos. Pada umumnya mutilasi ini dilakukan terhadap kaum
perempuan dimana tujuannya adalah untuk menjaga keperawanan mereka, yang
sering disebut dengan Female Genital Mutilation (FGM). FGM merupakan
prosedur termasuk pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ genital
perempuan yang paling sensitif.1
Pada kenyataannya, belakangan ini mutilasi tidak hanya digunakan dalam
suatu kebudayaan dimana terdapat unsur-unsur dan nilai-nilai estetika dan nilai
filosofis, tetapi Mutilasi sudah termasuk kedalam suatu modus operandi kejahatan
dimana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk
mengelabui para petugas, menyamarkan identitas korban sehingga sulit untuk
dicari petunjuk mengenai identitas korban, serta meghilangkan jejak dari para
korban seperti memotong bagian-bagian tubuh korban menjadi beberapa bagian,
seperti kepala, tubuh dan bagian-bagian lain tubuh, yang kemudian bagian-bagian
tubuh tersebut dibuang secara terpisah.
Maraknya metode Mutilasi ini digunakan oleh para pelaku kejahatan
terjadi karena berbagai faktor, baik itu karena kondisi psikis dari seseorang
dimana terjadi ganguan terhadap kejiwaan dari seseorang sehingga dapat
melakukan
tindakan
yang
dapat
digologkan
sebagai
tindakan
yang
tidak manusiawi tersebut, karena faktor dari sosial, karena faktor ekonomi, atau
karena keadaan rumah tangga dari pelaku. Kejahatan merupakan suatu istilah
yang tidak asing lagi dalam kehidupan bermasyarakat, pada dasarnya istilah
kejahatan itu diberikan kepada suatu jenis perbuatan atau tingkah laku manusia
tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan jahat. Perbuatan atau tingkah laku
yang yang dinilai serta mendapat reaksi yang yang bersifat tidak disukai oleh
masyarakat itu, merupakan suatu tindakan yang tidak dibenarkan untuk muncul
di tengah-tengah kehidupan masyarakat begitu juga dengan kejahatan mutilasi.
Tindak pidana mutilasi (human cutting body) merupakan tindak pidana yang
tergolong kejahatan terhadap tubuh dalam bentuk pemotongan bagianbagian tubuh tertentu dari korban. Apabila ditinjau dari segi gramatikal, kata
mutilasi itu sendiri berarti pemisahan, penghilangan, pemutusan, pemotongan
bagian tubuh tertentu. Dalam hal lain mutilasi itu sendiri diperkenankan dalam
etika dunia kedokteran yang dinamakan dengan istilah amputasi yaitu,
pemotongan bagian tubuh tertentu dalam hal kepentingan medis. Berdasarkan
tinjauan sejarah, mutilasi merupakan sebuah budaya yang pada dasarnya telah
terjadi selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, banyak suku-suku di dunia
yang telah melakukan budaya mutilasi diamana perbuatan tersebut merupakan
suatu identitas mereka terhadap dunia, seperti suku aborigin, suku-suku brazil,
amerika, meksiko, peru dan suku conibos. Pada umumnya mutilasi ini dilakukan
terhadap kaum perempuan dimana tujuannya adalah untuk menjaga keperawanan
mereka, yang sering disebut dengan female genital mutilation
(FGM),
banyaknya anggota tubuh yang hilang, ini membutuhkan kerja keras dari pihak
kepolisian khususnya satuan Reserse Kriminal, jadi dengan Keberadaan institusi
Kepolisian dalam kehidupan masyarakat harus dapat mewujudkan hukum dalam
kenyataan, menjamin kepastian hukum, dan keadilan, sehingga memegang
peranan penting dalam mewujudkan Negara hukum.
Baik buruknya citra suatu Negara hukum sebahagian turut ditentukan
oleh kinerja Kepolisian negaranya. Kebutuhan pokok setiap manusia baik
sebagai individu
Negara adalah
terjaminnya
bertujuan untuk
mewujudkan
hukum, terselenggaranya
B. RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
Mutilasi.
Bagaimana Tinjauan Hukum Terhadap Tindak Pidana Mutilasi.
Upayaupaya dalam Menanggulangi tindak pidana Mutilasi
C. TUJUAN PENULISAN
a) Tujuan Umum
Mengetahui
b) Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui
Bagaimana
Peranan
dan
Tugas
Satuan
2.
3.
Pidana
Untuk mengetahui Upaya-upaya dari Satuan Reserse Kriminal
untuk Menanggulangi Tindak Pidana Mutilasi.
D. MANFAAT PENULISAN
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada teman sejawat untuk menambah pengetahuan dan
wawasan pada medikolegal perlindungan pasien. Manfaat lain dari penulisan
makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat
dijadikan acuan dalam menjalankan profesi sebagai seorang dokter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
PENGERTIAN MUTILASI
Dari pengertiannya, kata "mutilasi" tidak selalu identik dengan manusia
atau hewan. Kata ini lebih identik dengan pekerjaan memotong-motong atau
memilah sesuatu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Mutilasi (mutilate)
menurut Burton's Legal Thesaurus berarti "amputate, batter, blemish,broise,
butcher, cripple, cut, damage, debilitate, deface, deform, deprive of an important
part, disable, disfigure, dismantle, dismember, distort, gash, impair, incapatitate,
injure, knock out of shape, lacerate, maim, mangle, render a document
imperfect" (William C. Burton, Burton's Legal Thesaurus, 3 rd ed, New York:
McGraw-Hill, 1998). Kejahatan mutilasi adalah jenis kejahatan yang tergolong
sadis, dimana pelaku kejahatan itu tidak hanya membunuh atau menghilangkan
nyawa orang lain melainkan ia juga memotong-motong setiap bagian tubuh si
korbannya. Menurut beberapa ahli kejahatan pidana, biasanya kejahatan ini
terjadi tergantung kepada keadaan psikis si pelaku, dimana si pelaku cenderung
mengalami gangguan kejiwaan. Pada pendapat ahli lain, bahwa kejahatan ini
merupakan kejahatan susulan dari sebuah kejahatan pembunuhan, dengan
maksud untuk menutupi kejahatan pembunuhan tersebut maka dilakukanlah
pemutilasian tubuh korban, sehingga korban tidak diketahui keberadaannya
ataupun jika diketahui maka akan mengelabui penyidik untuk mengungkap
identitasnya.
Dari sisi ilmu kriminologi, yang dimaksud dengan mutilasi adalah
terpisahnya anggota tubuh yang satu dari anggota tubuh lainnya oleh sebab yang
tidak wajar. Suatu konteks tindak kejahatan orang melakukan tindakan mutilasi
adalah dengan tujuan untuk membuat relasi antara dirinya dengan korban
terputus dan agar jati diri korban tidak dikenali dengan alasan-alasan tertentu.
Terdapat dua hal yang sangat berbeda antara psikopat dan pelaku mutilasi,
meskipun dari kondisi korban sering terdapat kesamaan akibat perbuatan dari
keduanya. Psikopat adalah orang-orang yang dalam istilah ilmu krominologi
disebut sebagai orang-orang dengan orientasi benar-salahnya berbeda dengan
orang kebanyakan. Artinya, jika orang lain menganggap membunuh adalah
tindakan yang tidak salah, sebaliknya psikopat menganggap membunuh adalah
perbuatan yang benar. Sementara itu, pelaku mutilasi adalah orang normal yang
melakukan pembunuhan disertai tindakan memisah-misahkan tubuh korban
dengan kesadarannya dan oleh latar belakang emosinya.
Modus operasi kejahatan mutilasi umumnya tidak lahir dari pemikiran
sendiri, tetapi meniru kejahatan mutilasi yang sebelumnya pernah terjadi. Pelaku
berkaca pada peristiwa pidana yang pernah terjadi, lalu mempertimbangkan
cara-cara yang berlangsung di dalamnya untuk diterapkan. Perilaku semacam ini
dinamakan imitation of crime model. Menurut kriminolog sekaligus sosiolog
Perancis, Gabriel Tarde (1842-1904), manusia itu pada dasarnya individualis,
tetapi berkat kemampuan untuk meniru (imitasi), berbagai peniruan yang
dilakukannya membentuk jalinan interaksi sosial dan pada gilirannya tersusun
kehidupan sosial.
Imitasi
Mengingat imitasi merupakan salah satu bentuk aspek kegiatan belajar meniru
perilaku orang lain. Manusia mengimitasi hampir semua hal yang sanggup
ditiru, termasuk kejahatan. Menurut Chorus, proses imitasi memerlukan
beberapa syarat yaitu Pertama, adanya minat atau perhatian yang cukup besar
terhadap apa yang akan diimitasi. Kedua, ada sikap menjunjung tinggi atau
mengagumi apa yang akan diimitasi. Dan, ketiga, tergantung pada pengertian,
tingkat perkembangan, dan tingkat pengetahuan individu yang akan
mengimitasi.
Peranan Media
Semakin kaya informasi, semakin mudah melakukan peniruan. Di sinilah
media massa mempunyai peranan penting. Pemberitaan kejahatan yang
membeberkan detail-detail pelaksanaannya akan melahirkan proses imitasi
untuk kejahatan sejenis. Akibatnya media dapat menjadi transmisi modus
operasi kejahatan. Padahal, karena faktor persaingan media, tidak jarang
peristiwa kejahatan yang diberitakan sengaja didramatisasi secara berlebihan.
Motif
Pemilihan modus mutilasi juga didasari berbagai motif. Pertama, untuk
dalam
pemberitaan
kasus
mutilasi
dan
kesadisan
lain
perlu
dipertimbangkan.
II.
JENIS-JENIS MUTILASI
Mutilasi
memiliki
beberapa
unsur,
seperti
unsur
perencanaan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulis mengambil beberapa kesimpulan yang berupa inti sari
10
sebagai berikut :
ini
dimaksudkan
untuk
mencari
dan
11
berlaku,
seperti
yang
berwenang
harus
dilakukan
terhadap
orang
yang
diduga
keras
yang
mengatur,
KUHP
sebenarnya
memberikan
12
Perlunya
untuk
penyuluhan
hukum
bagi
masyarakat
awam
hukum
dalam
rangka
menciptakan
untuk
budaya
ekonomi
lebih
lemah
kelompok
dalam
masyarakat
bidang
terbanyak
di kotamadya
Medan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Perkara
Pidana
university,1994)
R. Soesilo, 1989, Taktik dan Teknik dalamPenyidikan Perkara
12.
13.
14.
Syahperenong,
1985,
Hukum
Jakarta.
G.W. Bawengan, 1991, Pengantar Psikologi Krominal, PT. Pradnya
16.
Paramita, Jakarta.
Chainur Arrasijd, 1988, Pengantar Psikologi Kriminal, Yani
17.
Corporation, Medan.
Ruslan Prawiro, 1983,
18.
19.
20.
21.
1998)
Ninik Widiyanti dan Yuius Wastika, 1987, Perkembangan
Kejahatan dan Masalahnya
22.
Kependudukan
ditinjau
dari
Teori
Fakta
Kriminologi
dan
dan
14
23.
24.
15