Anda di halaman 1dari 11

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Studi Kesesuaian Lokasi Rumah Susun Sederhana Sewa


Berdasarkan Preferensi Penghungi (Komparasi antara Rusunawa
Cigugur dan Rusunawa Cibeureum, Kota Cimahi)
Ario Pradhityo Susanto(1), Sugiyantoro(2)
(1)
(2)

Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB.
Kelompok Keilmuan Perencanaan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB.

Abstrak
Dalam menanggulangi kepadatan dan menyediakan perumahan yang layak bagi masyarakat
berpenghasilan rendah di daerah kawasan padat industri sekitar Cigugur dan Leuwigajah,
Pemerintah Kota Cimahi telah membangun 2 lokasi Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa)
Cigugur yang terletak di Kelurahan Cigugur Tengah dan Rusunawa Cibeureum yang terletak di
Kelurahan Melong. Dengan keterbatasan lahan yang dimiliki oleh Kota Cimahi, pembangunan
perumahan vertikal menjadi pilihan yang sangat dikedepankan oleh Pemerintah Kota Cimahi dimana
faktor Lokasi menjadi hal yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Terkait dengan hal tersebut, studi mengenai lokasi rusunawa yang telah terhuni dan peruntukkan
lokasi rusunawa tersebut untuk masyarakat berpenghasilan rendah, dapat diidentifikasi dan
diketahui berdasarkan persepsi dan preferensi penghuni yang menempati lokasi di kedua lokasi
rusunawa tersebut. Peneliti mencoba mengetahui sejauh mana kesesuaian lokasi kedua rusunawa
tersebut berdasarkan preferensi penghuni rusunawa. Metode yang akan digunakan dalam studi ini
adalah metode deskriptif komparatif dengan menggunakan analisis data kuantitatif. Berdasarkan
hasil analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa preferensi penghuni dalam beraktivitas seharihari dari lokasi mereka berhuni sangat dipengaruhi oleh faktor Jarak Tempuh, Waktu Tempuh, dan
Biaya Perjalanan dalam mereka beraktivitas. Untuk kedua lokasi rusunawa tersebut, dapat
disimpulkan, preferensi penghuni terhadap lokasi mereka beraktivitas sudah sesuai dengan kondisi
mereka terhadap lokasi tujuan mereka beraktivitas.
Kata-kunci: rumah susun sederhana sewa, lokasi, preferensi

Pengantar
Jumlah penduduk yang semakin meningkat
menjadi permasalahan tersendiri bagi kota besar
di Indonesia. Semakin meningkat jumlah
penduduk di suatu kota, semakin meningkat
pula kebutuhan akan rumah di kota tersebut.
Kondisi yang ada saat ini adalah ketersediaan
lahan di perkotaan terbatas, sedangkan
permintaan akan rumah semakin meningkat
seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.
Keterbatasan lahan di perkotaan menyebabkan
harga tanah menjadi mahal sehingga harga
rumah pun juga tinggi dan tidak dapat
terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan
rendah. Keadaan tersebut mendorong golongan
masyarakat berpenghasilan rendah tinggal di

permukiman kumuh kota. Sebagai upaya


pemenuhan kebutuhan akan rumah, khususnya
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah,
dan salah satu bentuk upaya mengurangi
perkembangan
permukiman
kumuh
dan
memecahkan persoalan keterbatasan lahan di
wilayah perkotaan, pemerintah Indonesia
mengeluarkan kebijakan program pembangunan
rumah susun dan tertulis dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
perubahan dari Undang-Undang Nomor 16
Tahun 1985 tentang Rumah Susun dalam
pemenuhan
rumah
bagi
masyarakat
berpenghasilan rendah yang layak huni. Kota
Cimahi dihadapkan dengan persoalan sulit
dalam penyediaan rumah tinggal, khususnya
daerah yang termasuk ke dalam daerah
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N2|271

Studi Kesesuaian Lokasi Rumah Susun Sederhana Sewa Berdasarkan Preferensi Penghuni

kepadatan tinggi. Kondisi ini disebabkan


minimnya lahan kosong yang dimiliki, dimana
sebagian masyarakat adalah pekerja baik di
sektor
formal
maupun
informal,
dan
membutuhkan perumahan sebagai tempat
tinggal. Sesuai dengan data Badan Pusat
Statistik, bahwa jumlah penduduk di Kota
Cimahi terus bertambah setiap tahunnya, hingga
Mei 2011 penduduk Kota Cimahi mencapai
612.168.000 jiwa, dengan laju pertambahan
penduduk yang setiap tahunnya rata-rata
mencapai 2,63 %, sementara lahan yang
tersedia untuk perumahan dan permukiman
terbatas. Untuk mengatasi masalah kepadatan
penduduk yang tinggi dan permukiman tidak
layak huni di daerah tersebut, maka Pemerintah
Kota Cimahi pada pertengahan tahun 2003
melaksanakan program penataan lingkungan
permukiman kumuh dengan membangun
Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa)
Cigugur di Kelurahan Cigugur Tengah dengan1.
hunian Rusunawa ber-tipe 21. Setelah itu,
Pemerintah Kota Cimahi pada pertengahan
2008, membangun kembali Rumah Susun
Sederhana Sewa (Rusunawa) Cibeureum di
Kelurahan Melong dengan Rusunawa Tipe 24
dan 27, yang telah selesai pada tahun 2010.

tempat mereka berhuni pada saat ini terhadap


lokasi
penghuni
beraktivitas
sehari-hari.
Sedangkan sasaran penelitian dalam penelitian
ini
adalah
untuk
mengidentifikasi
dan
menganalisis karakteristik umum, karakteristik
lokasi penghuni terhadap lokasi aktivitas
penghuni sehari-hari berdasarkan preferensi
penghuni serta menganalisis keterhubungan
antar variabel karakteristik tersebut.

Masalah, Tujuan, dan Sasaran Penelitian 2.

Rumah susun menengah, diperuntukkan bagi


masyarakat golongan menengah ke atas, baik
untuk dimiliki maupun sewa. Pembangunan
rumah susun menengah diserahkan kepada
mekanisme pasar, sedangkan pemerintah akan
mengatur perizinan serta memberi petunjuk
teknis dan pengendalian.

Dalam penelitian ini perumusan masalah


diarahkan kepada faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi preferensi penghuni Rusunawa
Cigugur dan Rusunawa Cibeureum terkait lokasi
hunian penghuni terhadap lokasi aktivitas
penghuni sehari-hari. Hal ini dikarenakan
preferensi masyarakat berpenghasilan rendah3.
akan sangat berbeda bila dibandingkan
preferensi masyarakat yang berpenghasilan
cukup, dimana faktor-faktor keterjangkauan
lokasi terhadap kegiatan mereka sehari-hari
menjadi hal yang sangat penting terlebih aspek
kesesuaian lokasi rusunawa yang tepat guna
menjadi hal yang utama mengingat pentingnya
efektifitas dan efisiensi ketercapaian penghuni
rumah susun ke tempat mereka beraktifitas
sehari-hari. Maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui karakteristik dan preferensi
penghuni dari Rusunawa Cigugur dan Rusunawa
Cibeureum, terkait dengan lokasi rusunawa
272 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N2

Kajian Teori
Rumah susun berasal dari kata flat yaitu rumah
tinggal yang bertingkat dan beratap datar atau
loteng sebagai tempat tinggal atau kediaman
tersendiri.
Jenis Rumah Susun
Rumah susun mewah, diperuntukkan bagi
masyarakat golongan atas, baik untuk dimiliki
maupun disewa. Pembangunan rumah susun
mewah ini sepenuhnya diserahkan kepada
mekanisme pasar, sedangkan pemerintah akan
mengatur perizinan serta member petunjuk
teknis dan pengendalian.

Rumah
susun
sederhana
(Rusuna),
diperuntukkan bagi masyarakat menengah ke
bawah. Berdasarkan kelompok sasarannya
rumah susun sederhana dibagi dalam dalam tiga
kategori, antara lain:
a.

Rumah susun sederhana milik (Rusunami).

Rumah susun sederhana ini diprioritaskan bagi


kelompok masyarakat yang secara ekonomi
mampu untuk membeli tunai atau dengan KPR
unit rumah susun. Intervensi pemerintah dalam
batas memberi insentif kemudahan perijinan

Ario Pradhityo Susanto

dan petujuk teknis, karena pembangunannya


menunjang kebijakan pemerintah.
b. Rumah susun sederhana sewa tanpa subsidi.
Rumah susun sederhana sewa ini diproritaskan
bagi kelompok masyarakat yang secara ekonomi
mampu, tetapi memilih untuk tinggal di rumah
sewa (karena tinggal sementara atau alasan
lain). Intervensi pemerintah dalam batas
memberi insentif kemudahan perijinan dan
petunjuk teknis, karena pembangunannya
menunjang kebijakan pemerintah.
c. Rumah susun sederhana sewa bersubsidi.
secara umum dibagi menjadi dua, yaitu:
Subsidi
terbatas,
diprioritaskan
bagi
kelompok masyarakat dengan kemampuan
ekonomi menengah ke bawah yang mampu
membayar meskipun terbatas. Intervensi
pemerintah
dapat
dilakukan
dalam
penyediaan
tanah,
pembiayaan
pembangunan maupun pengelolaannya,
namun tetap diperhitungkan pengembalian
dananya agar dapat bergulir untuk proyek
selanjutnya.
Subsidi penuh, diprioritaskan bagi kelompok
yang kemampuan ekonominya sangat
terbatas, hanya mampu membayar sewa
untuk menutupi biaya operasi dan
pemeliharaan
rutin
saja.
Intervensi
pemerintah dilakukan dengan memberikan
subsidi pembangunan berupa lahan,
bangunan, prasarana dan sarana dasar
lingkungan, dan sepenuhnya bersifat social
housing.
Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Masyarakat berpenghasilan rendah atau juga
dapat disingkat MBR, adalah masyarakat yang
mempunyai keterbatasan daya beli sehingga
perlu mendapat dukungan pemerintah untuk
memperoleh
rumah.
Sedangkan
terkait
karakteristik MBR menurut Permenpera No.
5/PERMEN/M/2007, masyarakat berpenghasilan
rendah adalah masyarakat dengan penghasilan
dibawah dua juta lima ratus ribu rupiah per
bulan.

Rumah susun sederhana sewa (Rusunawa)


adalah rumah susun sederhana yang dikelola
oleh suatu unit pengelola atau perusahaan
daerah yang ditunjuk oleh pemilik rusunawa
dengan status penghunian sistem sewa. Rumah
susun dengan sistem sewa dikembangkan untuk
mengakomodasi kebutuhan rumah yang layak
dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan
rendah di perkotaan namun tetap memenuhi
persyaratan
kesehatan,
keamanan
dan
kenyamanan.
Menurut Joseph de Chiara dan Lee E.Koppelman
(1978;96-97), terdapat 14 faktor yang harus
dipertimbangkan ketika menganalisis lokasi
rumah susun. Faktor-faktor tersebut antara lain
pemasaran, keterangan yang berkaitan dengan
daerah sekitarnya, transportasi yang tersedia,
penzonaan tapak, badan perencanaan, fasilitas
lingkungan, pelayanan kota, ukuran bentuk,
topografi, kondisi bawah permukaan tanah,
utilitas, ciri khas, biaya tapak, kependudukan,
lahan, aksesibilitas, sarana dan prasaran yang
terdiri dari berbagai macam variabel.
Sedangkan apabila dikaitkan dengan penelitian
lokasi rusunawa ini, Rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah merupakan hasil dari
suatu
proses
keputusan
yang
mempertimbangkan berbagai kebutuhan dan
kemampuan secara ekonomi, sosial dan fisik.
Rumah harus memenuhi syarat dekat dengan
tempat kerja atau berlokasi di tempat yang
berpeluang dalam mendapatkan pekerjaan.
Masyarakat berpenghasilan rendah tidak terlalu
mementingkan kualitas fisik rumah asalkan
tetap menjamin kelangsungan kehidupannya.
Prioritas utama masyarakat berpenghasilan
rendah adalah jarak rumah dengan tempat
kerja, baru kemudian status kepemilikan dan
lahan, serta kualitas adalah kualitas berikutnya
(Turner, 1971 dalam Panudju, 1999:9-12).
Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, rumah
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Dekat dengan tempat kerja atau berlokasi di
tempat yang berpeluang dalam mendapatkan
pekerjaan, minimal pekerjaan di sektor
informal.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N2|273

Studi Kesesuaian Lokasi Rumah Susun Sederhana Sewa Berdasarkan Preferensi Penghuni

Kualitas fisik hunian dan lingkungan tidak


penting sejauh mereka masih mungkin
menyelenggarakan kehidupan mereka.
Hak-hak penguasaan atas tanah dan
bangunan khususnya hak milik tidak penting.
Yang penting mereka tidak diusir atau
digusur, hal ini sesuai dengan cara pikir
mereka bahwa rumah adalah sebuah fasilitas.
Preferensi
mengandung
pengertian
kecenderungan dalam memilih atau prioritas
yang diinginkan. Jadi dalam studi ini, peneliti
ingin mengetahui kecenderungan/prioritas yang
diinginkan dari penghuni Rusunawa Cigugur dan
Rusunawa
Cibeureum
terkait
lokasinya.
Preferensi lokasi adalah keinginan atau
kecenderungan seseorang untuk memilih lokasi
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Dalan hal ini faktor-faktor lokasi dipengaruhi
oleh aksesibilitas, jarak tempuh, waktu tempuh
dan
biaya
perjalanan/ongkos.
Preferensi
seseorang dalam berlokasi sangat bervariasi,
karena setiap individu mempunyai keinginan
berbeda-beda dalam mempertimbangkan suatu
lokasi. Namun secara umum, tingkat preferensi
seseorang tersebut dapat diperoleh berdasarkan
faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan
pemilihan lokasi.
Sarana ekisting dan fasilitas lingkungan (jarak
dari lokasi dan cara pencapaian ke) dikaitkan
dengan kecenderungan aktivitas sehari-hari
yaitu:

Lokasi Kerja
Lokasi Sekolah (Sarana Pendidikan)
Lokasi Belanja (Sarana Perniagaan/
Perbelanjaan)

Faktor-faktor di atas adalah yang akan dibahas


dalam penelitian ini dimana peneliti memiliki
pertimbangan hanya faktor-faktor di atas yang
dapat diteliti terkait dengan batasan penelitian
ini adalah pada preferensi penghuni, sedangkan
faktor-faktor lain kurang dapat mengakomodasi
kebutuhan dalam batasan penelitian tersebut.
Metode
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui
karakteristik
dan
preferensi
274 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N2

penghuni pada lokasi tempat mereka berhuni


pada saat ini (Rusunawa Cigugur dan Rusunawa
Cibeureum), serta kaitannya dengan lokasi
aktivitas kegiatan mereka sehari-hari. Untuk
mengetahui tujuan tersebut, maka tipe
penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif (descriptive research).
Teknik analisis data yang akan dipergunakan
dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
kuantitatif, dimana analisis temuan penelitian
tersebut menggunakan tabel distribusi frekuensi
dan presentase secara komparatif yang
ditafsirkan sebagai hasil pengolahan data.
Dalam studi ini dilakukan pula uji statistik yaitu
dengan tabulasi silang (Cross Tabulation),
dilakukan dengan uji chi square dalam
menganalisis hubungan antara dua variabel.
Analisis statistik tersebut dilakukan dengan
menggunakan software program SPSS PASW
Statistics 18.
Hasil dan Pembahasan
Sebagian besar responden penghuni rusunawa
berasal dari asli Kota Cimahi (53,3 %).
Sementara
sisanya
(46,7%)
merupakan
penghuni pendatang yang berasal dari luar Kota
Cimahi. Pendatang tersebut sebagian besar
berasal dari sekitar area Jawa Barat (dalam hal
ini masih dalam sekitar Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, Sumedang, Rancaekek,
Tasikmalaya,
atau
Garut).
Kebanyakan
pendatang tersebut adalah pendatang yang
kebetulan mendapat pekerjaan atau kegiatan
sektor informal di sekitar area Kota Cimahi atau
Kota Bandung.
Lama tinggal responden penghuni tersebut
paling lama dalam rusunawa Cibeureum adalah
9 bulan dengan responden penghuni terbanyak
telah menempati selama 6 bulan sebanyak
30.3%, sedangkan untuk rusunawa Cigugur
lama tinggal paling lama adalah 72 bulan (6
tahun) dengan responden penghuni terbanyak
telah menempati selama 24 bulan (2 tahun)
sebanyak 30.4%. Terkait lama tinggal tersebut
terdapat pelanggaran persyaratan penghunian
yang didasarkan pada Peraturan Walikota
Cimahi No.8 Tentang Tata Tertib dan Tata Cara

Ario Pradhityo Susanto

Penghunian Rusunawa bahwa Lama tinggal


penghuni minimal 6 bulan maksimal 3 tahun,
Jumlah anggota keluarga responden penghuni
rusunawa tersebut didominasi dengan jumlah
rata-rata 3 orang anggota keluarga sebesar
48,9%. Terkait jumlah anggota keluarga
tersebut terdapat pelanggaan jumlah hunian,
ada beberapa dari jumlah anggota keluraga
yang tinggal dalam hunian rusunawa tersebut
yang lebih dari 4 orang, sehingga didapat
adanya pelanggaran persyaratan penghunian
yang dibatasi 4 penghuni dalam 1 hunian
rusunawa. (sesuai persyaratan penghunian
rusunawa dalam Peraturan Walikota Cimahi
No.8 Tentang Tata Tertib dan Tata Cara
Penghunian Rusunawa).
Untuk tingkat pendidikan responden penghuni,
didominasi dengan tingkat pendidikan tamat
SMA/Sederajat, yang masing-masing sebanyak
56,1% untuk Rusunawa Cibeureum dan 71%
untuk Rusunawa Cigugur.
Untuk pendapatan/penghasilan yang dimiliki
sebagian besar responden penghuni rusunawa,
untuk rusunawa Cigugur, rata-rata responden
penghuni mempunyai jumlah penghasilan di
bawah Rp 2.500.000 yang dalam hal ini dapat
dikategorikan sebagai kriteria masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR). Sedangkan
penghasilan yang didapat dari responden
penghuni
lokasi
rusunawa
Cibeureum,
menunjukkan bahwa jumlah penghasilan
didominasi dengan penghasilan antara rentang
Rp 2.500.000 - Rp 3.299.999. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
penghuni rusunawa Cibeureum mempunyai
jumlah penghasilan di atas Rp 2.500.000 yang
dalam hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai
kriteria masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR). Dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antar kedua
lokasi rusunawa tersebut, dimana jumlah
penghasilan dari responden penghuni rusunawa
Cigugur, hampir sebagian besar masuk ke dalam
kategori masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) sedangkan untuk responden penghuni
rusunawa Cibeureum, menunjukkan sebaliknya.
Banyak dari responden penghuni di dalam

rusunawa Cibeureum, tidak diindikasikan


sebagai masyarakat berpenghasilan rendah,
karena jumlah penghasilannya yang melebihi
persyaratan masyarakat berpenghasilan rendah.
Untuk pengeluaran, sebagian besar responden
penghuni rusunawa Cigugur mempunyai jumlah
pengeluaran di antara rentang Rp 1.200.000
Rp 2.099.000 yang dalam hal ini apabila
dikaitkan
dengan
tingkat
pendapatan/
penghasilan responden rusunawa Cigugur,
hampir dapat dikatakan berjumlah sama besar.
Hal ini dipastikan sangat memberatkan kondisi
penghuni rusunawa dalam tujuannya untuk
dapat memiliki hunian sendiri karena dalam
mencukupi kebutuhan sehari-hari saja hampir
sejumlah
dengan
tingkat
pendapatan/
penghasilan yang mereka miliki. Sedangkan
untuk jumlah pengeluaran yang didapat dari
responden
penghuni
lokasi
rusunawa
Cibeureum,
menunjukkan
bahwa
jumlah
pengeluaran didominasi dengan pengeluaran
antara rentang Rp 1.200.000 - Rp 1.799.999
yang berjumlah sebesar 39,4%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
penghuni rusunawa Cibeureum mempunyai
jumlah pengeluaran di antara rentang Rp
1.200.000 Rp 2.399.000 yang dalam hal ini
apabila
dikaitkan
dengan
data
tingkat
pendapatan/penghasilan responden rusunawa
Cibeureum, hampir dapat dikatakan berjumlah
lebih kecil dari rata-rata tingkat pendapatan
responden penghuni rusunawa Cibeureum.
Apabila
dibandingkan
dengan
rusunawa
Cigugur, terkait pengeluaran dan pendapatan
dari kedua responden penghuni rusunawa
tersebut, untuk responden penghuni rusunawa
Cibeureum dapat dikatakan lebih baik daripada
responden penghuni rusunawa Cigugur dalam
porsinya antara tingkat pendapatan dengan
tingkat pengeluaran.
Untuk penggunaan angkutan dari aktivitas
responden penghuni rusunawa, penggunaan
kendaraan pribadi sangat mendominasi dengan
jumlah hampir 85,9% dari keseluruhan total
responden penghuni rusunawa, dengan masingmasing 84,8% untuk rusunawa Cibeureum dan
87% untuk rusunawa Cigugur. Penggunaan
kendaraan
pribadi
tersebut
didominasi
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N2|275

Studi Kesesuaian Lokasi Rumah Susun Sederhana Sewa Berdasarkan Preferensi Penghuni

penggunaan sepeda motor yang didapat alasan


penggunaan moda kendaraan pribadi berupa
motor dikarenakan faktor efisiensi dan efektifitas
yang didapat dari motor, selain lebih murah
dalam biaya perjalanan dibandingkan dengan
angkutan umum, kepraktisan dan lebih terhindar
dari macet menjadi alasan utama dari sebagian
responden
penghuni
menggunakan
jenis
kendaraan tersebut, bahkan ada beberapa
alasan yang dikemukakan adalah fungsi jenis
kendaraan
motor
yang
kadang
dapat
berbonceng 3 orang (bersama anak di posisi
tengah sepeda motor), walaupun hal tersebut
melanggar peraturan, tetapi bagi responden
penghuni, hal tersebut sangat berguna dalam
memangkas biaya perjalanan.
Untuk alasan utama responden penghuni
menempati di kedua lokasi rusunawa tersebut
adalah karena alasan harga sewa yang
ditawarkan di kedua lokasi tersebut lebih murah
dibandingkan dengan hunian sewa di sekitar
kedua lokasi rusunawa.
Adanya persepsi dari responden penghuni
rusunawa bahwa alasan utama mereka
menempati hunian tersebut karena harga
sewanya yang lebih murah dibandingkan hunian
sewa yang lain di sekitar lokasi rusunawa
menunjukkan bahwa subsidi harga yang
dilakukan oleh pemerintah telah mampu
mengakomodasi
harga
kebutuhan
sewa
sebagian responden di kedua lokasi rusunawa.
Terkait kedua lokasi rusunawa tersebut dapat
dikatakan secara umum kedua lokasi rusunawa
tersebut terletak di lokasi sekitar kawasan
industri Kota Cimahi, tetapi catatan yang
didapat dari amatan penelitian di lapangan,
untuk lokasi rusunawa Cibeureum, lokasi untuk
menuju jalanan utama yang dapat dilalui oleh
kendaraan umum, dapat dikatakan tidak cukup
dekat, karena letaknya yang masuk ke dalam
komplek perumahan Cibeureum dan tidak ada
sarana angkutan umum kecuali ojek. Dari data
pemetaan lokasi sekolah baik dari tingkat SD
hingga SLTA, diketahui banyak terdapat sarana
pendidikan sejauh radius 2 km di sekitar
masing-masing rusunawa. Hanya saja dari
amatan penelitian, khusus untuk lokasi
276 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N2

rusunawa Cibeureum, sarana pendidikan di


sekitar
daerah
tersebut,
lebih
sedikit
dibandingkan dengan lokasi rusunawa Cigugur.
Hal ini dikarenakan lokasi rusunawa Cibeureum
berada di tengah-tengah lokasi kawasan
industri, yang untuk menjangkau fasilitas
pendidikan, berjarak paling dekat adalah dengan
radius sekitar 1 km, jarak tersebut kurang ideal
dalam mengakomodasi standar berjalan kaki
khususnya anak-anak dalam menempuh lokasi
sekolah, sedangkan untuk lokasi rusunawa
Cigugur, lokasi fasilitas pendidikan sangat dekat
dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki. hal
tersebut dapat dilihat dari tabel, bahwa
responden penghuni yang berpendapat jarak
antar lokasi tersebut berjarak dekat lebih
banyak dijawab oleh responden penghuni
rusunawa Cigugur sebesar 29% berbanding
responden penghuni rusunawa Cibeureum
sebesar 18,2%. Sedangkan berdasarkan data
pemetaan lokasi tempat berbelanja baik dari
tingkat pasar hingga perbelanjaan modern,
diketahui banyak terdapat fasilitas perbelanjaan
sejauh radius 1 km di sekitar masing-masing
rusunawa. Untuk lokasi rusunawa Cigugur, dari
amatan penelitian, banyak dari responden
penghuni rusunwa tersebut, berbelanja di pasar
Cimindi yang berlokasi kurang lebih 300 meter
dari lokasi rusunawa cigugur. Sedangkan untuk
lokasi rusunwa Cibeureum, walaupun sebetulnya
UPTD lokasi rusunawa Cibeureum telah
membangun pasar modern berskala kecil di
dalam lokasi rusunawa Cibeureum, pasar
tersebut kurang diminati oleh responden
penghuni rusunawa Cibeureum dikarenakan
kurang lengkapnya bahan-bahan perbelanjaan
yang dapat dibeli di pasar tersebut, sehingga
pada akhirnya responden penghuni berbelanja
di lokasi pasar Cimindi yang berjarak hampir 2
km.
Penghuni yang sebagian besar menggunakan
kendaraan moda pribadi berupa motor,
pencapaian terhadap lokasi kerja dapat
ditempuh dengan mudah, hanya saja untuk
lokasi rusunawa Cibeureum, beberapa dari
reponden penghuni lokasi rusunawa tersebut
yang tidak menggunakan kendaraan pribadi,
berpendapat bahwa pencapaian terhadap lokasi
kerja mereka tidak begitu mudah atau cukup

Ario Pradhityo Susanto

sebesar 25,8%, dengan alasan lokasi rusunawa


Cibeureum tidak dapat langsung mengakses
jalan utama dimana terdapat transportasi
umum. Didapat pula bahwa sebagian besar
anak-anak yang masih dalam usia sekolah,
bersekolah di lokasi yang tidak begitu jauh dan
dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari lokasi
rusunawa Cigugur, sedangkan untuk lokasi
rusunawa Cibeureum, untuk menempuh lokasi
sekolah
terdekat
diperlukan
penggunaan
angkutan umum berupa angkot atau ojek atau
penggunaan kendaraan pribadi, untuk berjalan
kaki dapat dikatakan sangat jauh khususnya
untuk anak-anak. Sedangkan untuk lokasi
belanja, sebagian besar dari responden
penghuni di kedua lokasi rusunawa tersebut
dapat mencapai lokasi tujuan belanja mereka
dengan mudah.
Untuk kestrategisan lokasi, sebagian besar dari
responden penghuni di kedua lokasi rusunawa
tersebut berpendapat bahwa lokasi hunian
tempat tinggal mereka saat ini strategis dalam
mencapai lokasi tempat mereka bekerja.
Sedangkan untuk lokasi sekolah, responden
penghuni berpendapat bahwa lokasi hunian
tempat tinggal mereka saat ini strategis dalam
mencapai lokasi tempat mereka sekolah. Apabila
terkait lokasi belanja, responden penghuni
menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden penghuni di kedua lokasi rusunawa
tersebut berpendapat bahwa lokasi hunian
tempat tinggal mereka saat ini strategis dalam
mencapai lokasi tempat mereka belanja.
Bila dibandingkan antar dua lokasi rusunawa
tersebut, terdapat perbedaan yang cukup
signifikan
terkait
kepuasan
mengakses
transportasi umum tersebut, untuk lokasi
rusunawa Cibeureum, pendapat kurang puas
terhadap askes transportasi umum mendominasi
sebesar 53%, hal ini berbanding terbalik dengan
lokasi rusunawa Cigugur yang didominasi
pendapat puas sebesar 81,2%, hal ini sejalan
dengan amatan penelitian di lapangan, untuk
lokasi rusunawa Cibeureum letak rusunawa
tersebut dapat dikatakan cukup sulit mengakses
transportasi umum secara langsung karena
letaknya yang berada di dalam komplek
perumahan Cibeureum, untuk dapat mengakses

transportasi
umum,
responden
penghuni
rusunawa tersebut, perlu berjalan kaki dengan
jarak yang cukup jauh, memang di dalam area
sekitar rusunawa tersebut terdapat sarana ojek,
tetapi hal tersebut sangat tidak ideal bagi para
penghuni rusunawa yang seharusnya jarak
lokasi rusunawa dapat mengakses transportasi
umum secara mudah dan jaraknya terjangkau
dengan berjalan kaki.
Dapat disimpulkan, rata-rata jarak responden
penghuni bekerja, didominasi dengan jarak
antara 5000 meter hingga 10000 meter, dengan
masing-masing sebesar 35,9% untuk lokasi
rusunawa Cibeureum dan sebesar 22,2% untuk
lokasi rusunawa Cigugur. Bila dilihat dari ukuran
jarak tersebut besaran jarak tersebut sudah
hampir keluar dari batas administrasi area Kota
Cimahi yang berdasarkan pemetaan radius jarak
dari masing-masing lokasi rusunawa baik
rusunawa
Cigugur
maupun
rusunawa
Cibeureum, sampai batas administrasi Kota
Cimahi memiliki radius jarak 6000-7000 meter.
Hal ini menunjukkan terkait jarak antara lokasi
hunian masing-masing rusunawa dengan lokasi
responden
penghuni
bekerja
dapat
dikategorikan
kurang
ideal
mengingat
peruntukan hunian rusunawa tersebut adalah
yang bekerja di sekitar Kota Cimahi. Sedangkan
untuk rata-rata jarak responden penghuni
menuju lokasi sekolah, didominasi dengan jarak
antara 2500 meter hingga 5000 meter untuk
rusunawa
Cibeureum
sebesar
37,9%,
sedangkan untuk lokasi rusunawa Cigugur
didominasi dengan jarak antara 50 meter hingga
500 meter sebesar 63,3%. Terkait lokasi belanja
secara garis besar untuk kedua lokasi rusunawa
tersebut,
rata-rata
responden
penghuni
menempuh jarak sekitar 50 meter hingga 500
meter untuk menuju lokasi mereka berbelanja.
Dapat disimpulkan rata-rata waktu tempuh yang
diperlukan responden penghuni rusunawa
meuju lokasi bekerja adalah 5-30 menit. Adapun
temuan bahwa dominasi waktu tempuh yang
berbeda antara masing-masing lokasi rusunawa,
yaitu responden penghuni rusunawa Cibeureum
membutuhkan waktu tempuh yang lebih lama
yaitu selama 30 menit (23,4%) berbanding
dengan waktu tempuh yang dibutuhkan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N2|277

Studi Kesesuaian Lokasi Rumah Susun Sederhana Sewa Berdasarkan Preferensi Penghuni

responden penghuni rusunawa Cigugur yaitu


hanya membutuhkan waktu tempuh 10 menit
(25%). Hal tersebut sejalan dengan letak atau
posisi lokasi rusunawa Cibeureum yang terdapat
di dalam komplek kawasan hunian Cibeureum,
dan tidak sedekat dengan lokasi rusunawa
Cigugur yang lebih dekat mengakses jalan
utama. Sedangkan untuk rata-rata waktu
tempuh yang diperlukan responden penghuni
rusunawa meuju lokasi bekerja adalah 5-15
menit dan rata-rata waktu tempuh yang
diperlukan responden penghuni rusunawa
meuju lokasi belanja adalah 5-10 menit.
Untuk biaya perjalanan responden penghuni,
biaya perjalanan sebesar Rp 5000 yang
mendominasi dengan jumlah sebesar 37,2 %,
dengan masing-masing 31,3% yang berasal dari
responden penghuni rusunawa Cibeureum, dan
43,1% yang berasal dari responden penghuni
rusunawa Cigugur. Diikuti dengan jumlah
pengeluaran biaya perjalanan Rp 2000 sebesar
13,2 % dan pengeluaran biaya perjalanan Rp
10000 sebesar 12,4%. Hal ini sejalan dengan
penggunaan
moda
angkutan
responden
penghuni rusunawa yang rata-rata didominasi
oleh kendaraan pribadi berupa sepeda motor.
Untuk satu kali perjalanan menuju lokasi tujuan
dengan menggunakan sepeda motor, biaya Rp
2000 Rp 5000 dengan membeli bensin dapat
menempuh
jarak
5-10
km,
dengan
menggunakan sepeda motor, dirasakan oleh
responden penghuni rusunawa lebih hemat dan
efisien dibandingkan dengan menggunakan
moda angkutan umum. Sedangkan untuk
responden penghuni rusunawa yang beraktifitas
sekolah
dan
beraktifitas
belanja,
tidak
mengeluarkan biaya karena berjalan kaki untuk
menuju lokasi sekolah dan lokasi belanja.
Untuk preferensi responden penghuni berlokasi
secara garis besar untuk kedua lokasi rusunawa
tersebut,
terdapat
perbedaan
rata-rata
preferensi jarak responden penghuni terhadap
lokasi kerja, untuk rusunawa Cibeureum, ratarata responden penghuni rusunawa tersebut
memiliki preferensi jarak terhadap lokasi kerja
sebesar 5000 meter hingga 10000 meter,
sedangkan untuk rusunawa Cigugur, rata-rata
responden penghuni rusunawa tersebut memiliki
278 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N2

preferensi jarak terhadap lokasi kerja sebesar


500 meter hingga 1000 meter. Sedangkan untuk
lokasi sekolah terdapat persamaan rata-rata
preferensi jarak responden penghuni terhadap
lokasi sekolah, yaitu jarak antara 50 meter
hingga 500 meter dengan masing-masing
sebesar
46,7%
untuk
lokasi
rusunawa
Cibeureum dan 75,9% untuk lokasi rusunawa
Cigugur. Sedangkan preferensi jarak responden
penghuni terhadap lokasi belanja, yaitu jarak
antara 50 meter hingga 500 meter dengan
masing-masing sebesar 85,2% untuk lokasi
rusunawa Cibeureum dan 93,4% untuk lokasi
rusunawa Cigugur.
Untuk preferensi responden penghuni terhadap
rata-rata waktu tempuh yang menjadi preferensi
dari responden penghuni rusunawa meuju lokasi
kerja dan lokasi belanja adalah 5-15 menit.
Sedangkan rata-rata waktu tempuh yang
menjadi preferensi dari responden penghuni
rusunawa meuju lokasi sekolah adalah 5-10
menit.
Untuk preferensi responden penghuni terhadap
terhadap biaya perjalanan untuk menuju lokasi
mereka bekerja didominasi sebesar Rp 5000
(35,1%), dan diikuti dengan sebesar Rp 2000
Rupiah (17,6%). Sedangkan untuk preferensi
terhadap biaya perjalanan untuk menuju lokasi
mereka sekolah didominasi sebesar Rp 0, atau
tanpa biaya (55,9%), dan diikuti dengan
sebesar Rp 1000 Rupiah (13,6%). Sedangkan
preferensi terhadap biaya perjalanan untuk
menuju lokasi mereka belanja didominasi
sebesar Rp 0, atau tanpa biaya (75,8%), dan
diikuti dengan sebesar Rp 1000 Rupiah (11,3%).
Untuk analisa crosstab dalam mencari hubungan
antara faktor-faktor atau variabel-variabel dalam
penelitian ini, didapat untuk lokasi rusunawa
Cibeureum, terkait hubungan antara Variabel
Preferensi
Karakteristik
Lokasi
Aktivitas
Penghuni dengan Karakteristik Lokasi Aktivitas
Penghuni pada saat ini, bahwa didominasi
(16/27) dengan hubungan yang signifikan antar
variabel-variabel tersebut (kolom Asymp.
Sig<0,10 maka terdapat hubungan antara
faktor-faktor). Sedangkan untuk hubungan
antara Variabel Preferensi Lokasi Aktifitas

Ario Pradhityo Susanto

dengan Variabel Persepsi Penghuni terhadap


Lokasi Aktivitas, didominasi (34/54) dengan
hubungan yang tidak signifikan antar variabelvariabel tersebut (kolom Asymp. Sig>0,10 maka
tidak terdapat hubungan antara faktor-faktor).
Sedangkan untuk hubungan antara masingmasing Variabel Karakteistik Umum, didominasi
(6/10) dimana hubungan yang tidak signifikan
antar variabel-variabel tersebut (kolom Asymp.
Sig>0,10 maka tidak terdapat hubungan antara
faktor-faktor).
Untuk crosstab yang dilakukan terhadap lokasi
rusunawa Cigugur, didapat terkait hubungan
antara Variabel Preferensi Karakteristik Lokasi
Aktivitas Penghuni dengan Karakteristik Lokasi
Aktivitas Penghuni pada saat ini, bahwa
didominasi (23/27) dengan hubungan yang
signifikan antar variabel-variabel tersebut
(kolom Asymp. Sig<0,10 maka terdapat
hubungan antara faktor-faktor). Sedangkan
untuk hubungan antara Variabel Preferensi
Lokasi Aktifitas dengan Variabel Persepsi
Penghuni terhadap Lokasi Aktivitas, didominasi
(44/54) dengan hubungan yang tidak signifikan
antar variabel-variabel tersebut (kolom Asymp.
Sig>0,10 maka tidak terdapat hubungan antara
faktor-faktor). Catatan untuk variabel tersebut,
terdapat 3 uji crosstab yang tidak valid, yaitu ;
Preferensi Jarak Tempuh, Waktu Tempuh, dan
Biaya Perjalanan terhadap Kepuasan dalam
Mengakses Transportasi Umum. Sedangkan
untuk hubungan antara masing-masing Variabel
Karakteistik Umum, didominasi (2/10) dimana
hubungan yang tidak signifikan antar variabelvariabel tersebut (kolom Asymp. Sig>0,10 maka
tidak terdapat hubungan antara faktor-faktor).

Kesimpulan
Temuan studi yang dapat
penelitian ini antara lain :

dihasilkan

dari

Terdapat kesamaan karakteristik responden


penghuni dalam hal karakteristik tingkat
usia, jumlah anggota keluarga dalam hunian,
tingkat pendidikan, kepemilikan kendaraan,
dan penggunaan moda angkutan., baik dari
rusunawa Cibeureum maupun rusunawa
Cigugur.

Terdapat perbedaan karakteristik responden


penghuni dalam hal karakteristik tingkat
pendapatan dan pengeluaran responden
penghuni rusunawa, dimana responden
penghuni dari lokasi rusunawa Cibeureum
memiliki tingkat pendapatan yang lebih baik
dibandingkan dengan responden penghuni
dari lokasi rusunawa Cigugur.
Secara eksplisit, untuk responden penghuni
lokasi rusunawa Cigugur, hampir sebagian
besar dapat dikategorikan masuk ke dalam
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),
sedangkan untuk responden penghuni lokasi
rusuanwa Cibeureum dapat dikategorikan
sebaliknya, yaitu dimana MBR hanya
sebagian kecil dari responden penghuni
lokasi rusunawa Cibeureum.
Terdapat beberapa pelanggaran penghunian
di lokasi kedua rusunawa tersebut, terkait
dengan Peraturan Walikota Cimahi mengenai
penghunian rusunawa di kota cimahi. Hal
tersebut berupa pelanggaran lama tinggal
maksimal bagi penghuni khususnya bagi
lokasi rusunawa Cigugur, pelanggaran
jumlah maksimal keluarga yang tinggal di
dalam
rusunawa,
dan
pelanggaran
peruntukkan rusunawa sebagai area komersil
di dalam hunian responden penghuni.
Adanya temuan studi bahwa sebagian besar
responden penghuni yang khususnya di
lokasi
rusunawa
Cibeureum
adalah
responden penghuni yang tidak dapat
dikategorikan MBR karena penghasilannya
yang> Rp 2.500.000,-. Hal tersebut
melanggar peruntukan rusunawa yang
sebetulnya dikhususkan bagi penghuni
kategori MBR.
Adanya temuan studi bahwa sebagian besar
responden penghuni secara garis besar
memiliki persepsi tentang lokasi rusunawa
tempat mereka berhuni pada saat ini,
memiliki kedekatan lokasi yang cukup,
mudah dalam pencapaian menuju lokasi
mereka beraktivitas sehari-hari, dapat
dikatakan tempat mereka berhuni pada saat
ini adalah lokasi yang termasuk strategis,
dan sesuai dengan kebutuhan mereka dalam
mencapai lokasi aktivitas mereka sehari-hari.
Hal ini sangat erat kaitannya dengan
kepemilikan kendaraan responden penghuni

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N2|279

Studi Kesesuaian Lokasi Rumah Susun Sederhana Sewa Berdasarkan Preferensi Penghuni

yang
didominasi
dengan
kepemilikan
kendaraan pribadi berupa motor, sehingga
sangat mempermudah dalam pencapaian
mereka menuju lokasi tujuan aktivitas
masing-masing responden penghuni.
Adanya temuan studi bahwa sebagian besar
responden penghuni secara garis besar
memiliki kesamaan preferensi mereka
terhadap jarak tempuh, waktu tempuh, dan
biaya perjalanan dengan kondisi responden
penghuni dalam mencapai lokasi aktivitas
mereka sehari-hari. Bagi sebagian besar
responden penghuni, lokasi pada saat
sekarang sudah sesuai dengan preferensi
mereka, hanya saja ada catatan untuk Jarak
Tempuh Lokasi Sekolah, Waktu Tempuh
Lokasi Kerja, dan Waktu Tempuh Lokasi
Belanja, belum sesuai dengan preferensi
sebagian
besar
responden
penghuni
rusunawa.

Dari hasil-hasil observasi di lapangan dan


analisis data serta temuan studi, maka
kesimpulan yang dapat diambil adalah terdapat
adanya beberapa kesamaan karakteristik dari
penghuni lokasi rusunawa Cibeureum dan lokasi
rusunawa Cigugur, tetapi terdapat perbedaan
dalam
karakteristik
kategori
masyarakat
berpenghasilan
rendah
khususnya
untuk
rusunawa Cibeureum yang sebagian besar
penghuni bukan dari golongan masyarakat
berpenghasilan rendah. Hal tersebut sangat
berpengaruh dan berimplikasi dengan preferensi
para responden penghuni terhadap kaitannya
dengan lokasi mereka berhuni dan faktor-faktor
yang memperngaruhi terhadap aksesibilitas
penghuni terhadap lokasi mereka beraktivitas
sehari-hari. Dimana persepsi dan preferensi
anatar kedua lokasi rusunawa tersebut dapat
dikatakan ada kemiripan dan kesamaan, yang
bilamana peneliti mengambil kesimpulan, hal
tersebut dipengaruhi dengan kepemilikan
kendaraan pribadi berupa motor yang hampir
mendominasi dari para responden penghuni
rusunawa. Dengan penggunaan kendaraan
tersebut persepsi dan preferensi tentang lokasi
tujuan penghuni beraktivitas, dapat dikatakan
menjadi sangat mudah dan dekat. Faktor-faktor
kedekatan lokasi
yang diperlukan
oleh
280 | Jurnal Perencanan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N2

masyarakat berpenghasilan rendah, menjadi


tidak relevan ketika peneliti menyadari bahwa
sebagian besar penghuni dari kedua lokasi
rusunawa tersebut tidak dapat digolongkan
kedalama masyarakat berpenghasilan rendah.
Rekomendasi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan pertimbangan bagi pembuat
kebijakan tentang penentuan lokasi rumah
susun yang dimana peruntukannya untuk
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Bagi Pemerintah Kota Cimahi, untuk lebih
memperhatikan aspek preferensi tentang lokasi
bagi calon penghuni yang akan menempati
lokasi rusunawa baru mengingat pentingnya
faktor-faktor lokasi bagi MBR, agar aspek
preferensi
tersebut
dapat
terakomodasi
seluruhnya bagi penghuni rusunawa di masa
yang akan datang.
Pemerintah dapat melakukan evaluasi dan
monitoring terkait dengan persepsi dan
preferensi lokasi bagi para penghuni yang telah
menempati lokasi rusunawa, agar menjadi
bahan pertimbangan yang terus dapat
diperbaharui dalam menentukan lokasi-lokasi
rusunawa bagi MBR.

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir.
Sugiyantoro, MIP selaku pembimbing atas
bimbingan dan arahan selama penelitian.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Kota Cimahi. 2012. Kota
Cimahi Dalam Angka. Pemerintah Kota Cimahi
Cimahi. 2012
Bappeda Kota Cimahi. 2011. Materi Teknis

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cimahi


Tahun 2012-2032. Pemerintah Kota Cimahi

Cimahi. 2011
Budiharjo, Eko (Penyunting). 1984. Sejumlah
Permasalahan Permukiman Kota. Bandung:
Alumni.

Ario Pradhityo Susanto

De Ciarra, Joseph dan Lee. E . Koppelman.


1997. Standar Perencanaan Tapak. Januar
Hakim. Erlangga.
Dinas Pekerjaan Umum Kota Cimahi. 2011.

Ekspose Rumah Susun Sederhana Sewa Kota


Cimahi. Pemerintah Kota Cimahi, Cimahi.
2011
Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia
Indonesia.

Pedoman Penghunian Rumah Susun Sederhana


Sewa Cigugur Tengah Kota Cimahi.
Pemerintah Kota Cimahi Cimahi. 2005
Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendi,. 1989.
Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.
Turner, John F.C. 1976. Housing by People:
Towards Autonomy in Buildings Environment.
London: Marion Boyars Publisher.
Yudohusodo, Siswono. 1991. Rumah untuk
Seluruh Rakyat. Jakarta: Yayasan Padamu
Negeri

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N2|281

Anda mungkin juga menyukai