Anda di halaman 1dari 5

Pelabuhan Panarukan

Oleh Herdian Firaz


Panarukan merupakan pelabuhan yang strategis karena terletak di sebelah Pantai Utara Jawa
Timur dan sebagai salah satu bandar kuna telah mempermainkan peranannya sejak berabadabad yang lampau. Pada masa Kerajaan Majapahit Panarukan sangat terkenal sebagai kota
pelabuhan di ujung timur Pulau Jawa. Selain diketahui bahwa Hayam Wuruk pernah
mengunjungi Panarukan pada tahun 1359 Masehi. Panarukan mempunyai kedudukan lebih
penting karena terletak pada tepi jalan perdagangan yang lebih ramai. Ini mungkin menjadi
alasan mengapa raja dan petinggi-petinggi Kerajaan Majapahit sering singgah di Panarukan.
Panarukan saat ini merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Situbondo Propinsi Jawa
Timur. Secara geografis Kabupaten Situbondo terletak di Pantai utara Jawa Timur bagian
timur dengan posisi diantara 7? 35' - 7? 44'LS dan 113? 30' - 114? 42'BT.
Letak Kabupaten Situbondo, di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah Timur
berbatasan dengan Selat Bali, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan
Banyuwangi, serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Luas wilayah
Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 Km?. Hampir keseluruhan terletak di pesisir pantai dari
Barat ke Timur, bentuknya memanjang kurang lebih 140 km.
Panarukan dahulu merupakan bagian dari Keresidenan Besuki. Pada mulanya nama Kabupaten
Situbondo adalah "Kabupaten Panarukan" dengan ibukota Situbondo. Pada masa pemerintahan
Belanda oleh Gubernur Jendral Daendels (? tahun 1808-1811 M) membangun jalan dengan
kerja paksa sepanjang pantai utara Pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan "Jalan Anyer Panarukan" atau lebih dikenal lagi dengan "Jalan Daendels" atau juga "Jalan Pos".
Panarukan berkembang dengan pesat karena surplus wilayah belakang yang merupakan
penghasil ekspor, seperti tembakau, kopi dan tebu. Dengan berkembangnya Panarukan yang
begitu pesat, sehingga pada akhirnya pusat pemerintahan berpindah ke Kabupaten Panarukan
dengan Raden Tumenggung Aryo Soeryo Amijoyo (1858 - 1872) sebagai Bupati Pertama.
Pada masa pemerintahan Bupati Achmad Tahir (? tahun 1972 M) Kabupaten Panarukan
kemudian berganti nama menjadi Kabupaten Situbondo, dengan ibukota tetap di Situbondo,
berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28/1972 tentang Perubahan
Nama dan Pemindahan Tempat Kedudukan pemerintah daerah.
Kawasan pelabuhan Panarukan berada di Pedukuhan Pesisir Kilensari Kecamatan Panarukan.
Jarak dari pusat kota Situbondo ke lokasi pelabuhan Panarukan kurang lebih 8 km ke arah
barat. Lokasi pelabuhan terletak di pinggir laut dan dekat dengan jalan raya sehinggga dapat
dijangkau dengan mudah.
Sejak abad XVI Panarukan sudah berfungsi sebagai salah satu kota pelabuhan terkemuka di
Jawa Timur. Fungsi pelabuhan Panarukan semakin tampak yakni pada sekitar abad XIX tatkala
daerah Jember dan Bondowoso dijadikan sebagai sentra area penanaman cash crop
production, khususnya tanaman tembakau, kopi, tebu dan produk-produk perkebunan yang

lain. Di pelabuhan Panarukan inilah tempat untuk menimbun, menyimpan dan mengangkut
hasil perkebunan ke luar negeri.
Pelabuhan Panarukan didirikan oleh salah seorang Ondemer terkemuka di kawasan Besuki
yakni George Birnie pada tahun 1890-an dengan nama Maactschappij Panaroekan. Pelabuhan
Panarukan ini pada saat sekarang kondisinya memprihatinkan, karena fungsi pelabuhan
dialihkan ke Probolinggo dan Banyuwangi, sehingga banyak tinggalan arkeologis di pelabuhan
Panarukan yang dibongkar seperti gudang induk, kantor Djakarta Llyod dan gudang-gudang
yang lainnya. Bangunan yang tersisa berupa dermaga kuno, gudang-gudang dan mercusuar.
Pada masa dahulu terdapat "tanggang lanjang". Yakni tempat rel trem atau kereta kecil yang
menjorok ke laut. Fungsi rel trem ini untuk mengangkut barang dari gudang penyimpanan ke
perahu-perahu sebelum diangkut ke luar negeri oleh kapal besar. Bangunan ini panjangnya
mencapai 550 M dan lebar 11 M. Bangunan ini terbuat dari bahan beton untuk bagian bawah,
sedangkan bagian atas terbuat dari kayu. Pada bagian tengah terdapat rel besi tempat jalan
trem pangangkut barang. Selain itu di pinggir pantai terdapat bangunan menara atau mercu
suar yang berfungsi sebagai sinyal atau tanda pelayaran. Letaknya di tepi pantai kawasan
pelabuhan. Mercu suar tua ini hingga sekarang masih ada, dibuat dari kontruksi besi. Adapun
mercu suar itu adalah sebagai tanda kedudukan pelabuhan Panarukan. Tinggi menara ini
sekitar 50 M dengan lebar 8 M. Untuk menyinari menara tersebut pada jaman dahulu
dipergunakan karbit namun sekarang menggunakan lampu listirk. Di sebelah kanan menara
terdapat bekas bangunan kolonial yang berupa perkantoran dan menjadi gedung induk
Maasctschappij Panaroekan yang terbuat dari batu bata. Menurut seorang informan dahulu
bangunan ini sangat megah berlantai tiga, namun pada saat sekarang bangunan itu sudah
tidak ada lagi. Di sebelah kanan dan kiri bangunan induk ini terdapat puluhan gudang tempat
penimbunan barang hasil perkebunan sebelum dikirim ke luar negeri. Gudang-gudang ini
terbuat dari bahan tembok. Pada bagian bawahnya tidak diberi lantai, namun hanya berlantai
bambu. Ukuran gudang-gudang tersebut sangat luas mencapai ratusan meter persegi. Pada
masa Belanda dibangun rel kereta api dari stasiun sampai pelabuhan, bahkan di sebelah kanan
dermaga dulunya ada rel sampai ujung dermaga. Setelah pelabuhan Panarukan mengalami
kemunduran, rel tersebut dicabut, bahkan sampai ke stasiun.
Di pelabuhan Panarukan juga dibangun beberapa galangan atau dok-dok terapung, yaitu
tempat untuk memperbaiki kapal. Untuk memuat dan membongkar muatan kapal-kapal
merapat ke kade, yaitu suatu pelataran luas, lengkap dengan gudang, alat-alat derek, bahkan
rel-rel untuk lori.
Pelabuhan Panarukan mempunyai beberapa gudang, dibagi menjadi dua jenis. Pertama,
gudang lini 1 terdiri dari (1) Gudang A ; 1.105 m?, (2) Gudang B ; 867 m?, (3) Gudang C : 2.494
m?, (4) Gudang D : 2.098 m?, (5) Gudang E ; 2.400 m?, (6) Gudang F ; 400 m?, (7) Gudang G ;
600 m?, (8) Gudang I ; 2.700 m?, (9) Gudang K ; 2.000 m?, (10) Gudang L ; 450 m?, (11)
Gudang M ; 410 m?, (12) Gudang N ; 2.200 m?, (13) Gudang O ; 6.000 m? (Anonim, 1981: 50).
Di Panarukan telah dibangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) pada tahun 1808 oleh Gebernur
Jenderal Herman Willem Daendels Jalan Raya Pos yang berawal dari Anyer dan berakhir di
Panarukan. Pada awalnya dibuat dengan tujuan untuk memperlancar usaha militer Belanda
dalam peperangan menaklukkan daerah Blambangan (Banyuwangi). Pada perkembangan
selanjutnya jalan yang memanjang dari arah barat ke timur di pesisir utara sangat bermanfaat

bagi kelancaran lalu lintas pos, ekonomi dan transportasi.


Selain keberadaan jaringan jalan, keberadaan jalur kereta api di Panarukan turut
memperlancar distribusi barang. Stasiun Kereta Api di Panarukan dibangun oleh Belanda
sekitar tahun 1890-an. Bangunan ini pada saat sekarang masih utuh, tetapi pada tahun 2003
sudah tidak difungsikan lagi. Struktur bangunan Stasiun Kereta Api Panarukan terdiri atas tiga
bagian pertama adalah tempat administrasi, bagian kedua merupakan ruang tunggu
penumpang, sedangkan bagian ketiga merupakan tempat pemberangkatan dan pemberhentian
kereta api. Jalur kereta api ini merupakan alat transportasi penting bagi pelabuhan Panarukan
untuk mengangkut tembakau dari Jember dan Bondowoso ke pelabuhan di Panarukan.
Pada masa pendudukan Kolonial Belanda, di wilayah Kabupaten Panarukan terdapat 12 buah
pabrik gula, yaitu Pabrik Gula (PG) De Maas, Assembagoes, Pandjie, Olean, Boedoean,
Soekowidi, Prajekan, Tangarang, Bedadoeng, Semboro dan Goenoeng Sarie. Pada saat ini di
wilayah Kabupaten Situbondo hanya terdapat enam pabrik gula, yaitu PG De Maas,
Assembagoes, Pandjie, Olean, Boedoean dan Wringin Anom, yang tersebar di seluruh wilayah
Kabupaten Situbondo. Dari keenam pabrik gula tersebut empat pabrik gula masih terlihat
wujudnya dan masih berproduksi hingga saat ini pabrik gula Assembagus, Olean, Pandjie,
Wringin Anom, satu pabrik gula masih berdiri tetapi tidak berproduksi lagi adalah PG Demaas
dan satu pabrik gula yang lain adalah PG Boedoean sudah tidak tampak lagi keberadaannya.
Keseluruhan pabrik-pabrik tersebut merupakan produsen gula terbesar di Jawa Timur.
Di Panarukan terdapat Benteng VOC (baca archief" Benteng VOC di panarukan) yang berada di
wilayah Dusun Kilensari Timur, Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan. Tinggalan arkeologis
yang berupa bekas benteng ini berada di tepi barat Sungai Sampeyan, sekitar 500 m dari
muara Sungai Sampeyan sehingga letaknya sangat strategis karena langsung berhadapan
dengan laut Jawa. Selain itu benteng VOC ini juga melindungi pelabuhan Panarukan dari
wilayah timur, yaitu dari wilayah sungai Sampeyan. Jarak dari pusat kota Situbondo ke lokasi
benteng ini kurang lebih 8,5 Km ke arah barat. Untuk menuju lokasi benteng hanya bisa
dijangkau dengan kendaraan sepeda motor. Saat ini lingkungan benteng berada di areal
pemakaman penduduk dan lahan pertanian masyarakat. Di Panarukan terdapat Tugu Portugis
yang terletak di Kota Beddha, Desa Pelean, Kecamatan Panarukan diperkirakan peninggalan
abad XVI yakni tatkala Potugis melakukan aktivitas perdagangan di wilayah Nusantara. Tugu
Portugis terletak di sebelah timur Sungai Sampeyan. Jarak dari pusat kota Situbondo ke lokasi
tugu ? 8 km ke arah barat. Lingkungan sekitar tugu ini sekarang berupa areal persawahan yang
terletak di tepi desa.
Menurut masyarakat di sekitar Tugu Portugis ini banyak ditemukan bekas kerang-kerang besar
yang menunjukan di sekitar tugu ini dulunya merupakan laut yang mengalami proses
sedimentasi demikian cepat karena terjadi pendangkalan di Sungai Sampeyan. Oleh karenanya
bisa jadi tinggalan Tugu Portugis ini hanya merupakan sebagaian kecil (paling atas dari
bangunan). Melihat bangunannya, tugu ini berfungsi sebagai menara petunjuk bagi pelautpelaut, bahwa di tempat ini sebagai tempat pelabuhan.
Beberapa peninggalan arkeologis yang ada sekarang ini, menunjukkan bahwa Panarukan
merupakan pelabuhan yang strategis dan kuat. Adanya berbagai fasilitas pendukung
menunjukkan bahwa pelabuhan Panarukan sangat berkembang sebagai pelabuhan dagang,

dengan adanya surplus dari wilayah belakang yang mendukung pelabuhan Panarukan
berkembang. Dengan adanya fasilitas pendukung mengakibatkan pelabuhan Panarukan pada
abad XIX dapat berfungsi maksimal, yaitu sebagai pelabuhan perdagangan dan ekspor. Selain
itu keletakan pelabuhan yang tepat di tepi jalur pelayaran perdagangan melalui Laut Jawa
dan Selat Madura yang dilalui pedagang-pedagang yang menuju ke Maluku sangat mendukung
perkembangan pelabuhan untuk menjadi pelabuhan internasional.
Pelabuhan Panarukan letaknya sangat strategis, yaitu pertama terletak di teluk yang
merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung suatu pelayaran. Kedua pelabuhan
Panarukan terletak di jalur pelayaran dari barat menuju ke Maluku di bagian timur dan
sebaliknya dari timur ke barat. Ketiga, adanya persediaan air bersih yang dibutuhkan kapalkapal untuk perbekalan air minum dalam pelayaran jarak jauh. Keempat, wilayah belakang.
Panarukan penghasil gula, kopi, tembakau, beras dan terbentang hutan jati yang kayunya
berkualitas baik sebagai komoditi perdagangan dan bahan pembutan kapal.
Pelabuhan Panarukan erat hubungannya dengan aktivitas serta perkembangan PT. Djakarta
Lloyd sub. Cab Panarukan (dahulu Panaroekan Maatscappij) yang didirikan pada tahun 1886.
Maka sejak tahun pendirian tersebut pelabuhan Panarukan sudah dikenal pasaran dunia atau
Eropa melalui ekspor komoditi gula, kopi, tembakau, karet dan jagung.
Untuk menunjang berlangsungnya kegiatan perdagangan maka di pelabuhan dilengkapi dengan
berbagai sarana pendukung. Pemerintah kolonial mempersiapkan sarana dan prasarana
pelabuhan antara lain dibangunnya dermaga, alat Derek (alat pengangkut), lori, gudanggudang pemerintah dan milik swasta, serta gudang-gudang garam. Pemerintah juga
menyediakan berbagai kebutuhan kapal, akomodasi, air bersih, tempat penumpukan untuk
barang-barang impor-ekspor, parkiran, menyambung rel kereta api, dan menyediakan
gerbong-gerbong, menyambung pipa air, bahan bakar, kabel-kebel listrik, menyediakan
tongkang-tongkang, galangan kapal, tempat timbangan umum, penginapan, rumah sakit, dan
lain-lain. Untuk mendukung kelancaran administrasi pelabuhan, pemerintah membangun
kantor bernama Djakarta Lyiod. Dari persiapan tersebut tampak bahwa Panarukan berfungsi
sebagai pelabuhan tempat menyalurkan barang-barang ke berbagai.
Di pelabuhan Panarukan terdapat lori yang menghubungkan stasiun kereta api sampai
dermaga, kira-kira sepanjang ? 1 Km. Untuk angkutan tembakau dan kopi dari Jember dan
Bondowoso lebih murah dan cepat dengan jasa kereta api sampai Panarukan.
Sejak awal abad XIX pihak pemerintah kolonial menerapkan kebijakan ekonomi the system of
onterprice (sistem pembangunan perusahaan atau Industri) sebagai pengganti the cultivation
system (sistem pengolahan bahan). Dampak kebijakan politik ekonomi itu menyebabkan
banyak berdirinya perusahaan perkebunan. Salah satu daerah yang berkembang sebagai akibat
kebijakan itu ialah daerah Bondowoso dan Jember. Kedua daerah ini terletak di bagian
pedalaman yang cocok untuk penanaman komoditi ekspor. Namun pada waktu itu
permasalahan utama yang dihadapi oleh perusahaan perkebunan ialah sulitnya mengangkut
hasil perkebunan ke luar negeri, karena kedua daerah tersebut jauh dari pelabuhan. Untuk
mengatasi masalah tersebut George Bernie, pemilik NV LMOD (Landbouw Maatschappij Oude
Djember) yakni salah seorang penguasa perkebunan terbesar di daerah ini berinisiatif untuk
membangun pelabuhan di Panarukan dan jalur kereta api Jember-Bondowoso-Panarukan.

Gagasan untuk membangun pelabuhan Panarukan terealisasi pada tahun 1897 dan jalur kereta
api Jember-Bondowoso-Panarukan yang berjarak 98 km dibuka pada tanggal 1 Oktober 1987.
Untuk itu Bernie bekerjasama dengan Stoomvaart Matscapien Nederlandsch dengan
mendirikan Matscapay Panaroekan. Sejak berdirinya perusahaan pelabuhan ini semua hasil
perkebunan yang berasal dari Bondowoso, Jember, Banyuwangi, dan Panarukan sendiri
ditimbun di gudang-gudang di sekitar pelabuhan kemudian diangkut dari pelabuhan Panarukan
ke luar negeri terutama ke Bremen (Jerman) dan Rooterdam (Belanda).
Penduduk kota Panarukan dan sekitarnya bersifat heterogen. Permukiman suku-suku bangsa
Nusantara maupun bangsa lain tumbuh dan telah berkembang sejak zaman dulu. Pada saat
sekarang yang ada hanya perkampungan Cina, yang berada di tanjung Pecinan. Namun
demikian dalam komposisi nampak sekali bahwa penduduk pribumi yang terdiri dari orang
Jawa dan Madura tetap merupakan mayoritas.

Anda mungkin juga menyukai