Anda di halaman 1dari 32

SKENARIO 4

MENCRET BERKEPANJANGAN

Seorang laki-laki, 25 tahun, mengeluh diare yang hilang timbul sejak 3 bulan yang
lalu. Selain itu pasien juga mengeluh sering demam, sariawan, tidak nafsu makan dan berat
badan menurun 10 kg dalam waktu 3 bulan terakhir. Dari anamnesis didapatkan pasien adalah
anggota komunitas gay.
Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat kaheksia, mukosa lidah kering dan terdapat
bercak-bercak putih. Pemeriksaan laboratorium darah rutin LED 50 mm/jam. Pemeriksaan
feses terdapat sel ragi. Pada pemeriksaan screening antibodi HIV didapatkan hasil (+)
kemudian dokter menganjurkan pemeriksaan konfirmasi HIV dan hitung jumlah limfosit T
CD4 dan CD8.
Dari data tersebut dokter menyimpulkan bahwa penderita ini mengalami gangguan
defisiensi imun akibat terinfeksi virus HIV. Dokter menganjurkan pasien untuk datang ke
dokter lain dengan alasan yang tidak jelas.

I.

MM Gangguan Defisiensi Imun


a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
d. Patofisiologi
e. Penatalaksanaan
f. Pencegahan

II.

MM Human Immunodeficiency
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Klasifikasi
e. Manifestasi Klinis
f. Patogenesis
g. Diagnosis
i. Anamnesis
ii. Pemeriksaan Fisik
iii. Pemeriksaan Penunjang
h. Diagnosis Banding
i. Penatalaksaan
j. Pencegahan
k. Komplikasi
l. Prognosis

III.
IV.

MM KODEKI sesuai kasus


MM Dalil Naqli sesuai kasus

I.

Memahami dan Menjelaskan Gangguan


Defisiensi Imun

A. Definsi

Gangguan Defisiensi Imun :

Defek salah satu komponen sistem imun dapat menimbulkan penyakit berat bahkan fatal
secara kolektif. Terbagi dua :
1. Kongenital atau primer
2. Didapat atau sekunder.
{ Karnen and Iris. 2014 }
Berkurangnya respon imun atau penyakit dengan ciri khas berkurangnya respon imun ;

Antibody ( Sel B )
Seluler ( Sel T )
Kombinasi Sel B dan Sel T
Penyakit Disfungsi Fagosit
Defisiensi Komplemen
{ Dorland Medical Dictionary. 2012 }

B. Etiologi

Penyakit defisiensi imun dapat mempengaruhi sistem imun tubuh manapun.


Umumnya, kondisi immunodefisiensi terjadi saat Leukosit T dan/atau B tidak berfungsi
semestinya, seperti tubuh tidak mampu memproduksi jumlah antibodi yang cukup.
Penyebab paling umum immunodefisiensi :
1. Malnutrisi
2. Sanitasi rendah
3. Infeksi HIV
Penyebab sementara atau kerusakan permanen sistem imun :
1. Umur yang tua
2. Pengobatan Immunosupressan ( ex : Cortison, Corticosteroid )
3. Radiotherapy
3

4. Stress setelah operasi


5. Tumor ganas pada sumsung tulang dan nodus limfatikus
{ Deutsche. 2009 }

C. Klasifikasi

Defisiensi Imum Spesifik


a) Immunodeficiency Primer atau Kongenital
Merupakan defek genetik dalam hubungannya pada immunodefisiensi yang
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, contohnya :

1. Defisiensi Imun Primer Sel B


Gangguan pada perkembangan sel B tidak adanya satu subkelas Ig, bahkan hingga
tak ada Ig sama sekali.
Berikut contohnya :
o
o
o
o

X-Linked Agammaglobulinemia
Severe Combined Immunodeficiency
Common Variable Immunodeficiency
Alymphocytosis ( Boy in the bubble dissease )

2. Defisiensi Imun Primer Sel T


Penderita dengan defisiensi sel T rentan terhadap infeksi virus, jamur, dan protozoa.
Sel T berpengaruh terhadap pembentukan antibodi (T-Cell Dependent Antibody Type).
Menggangu proliferasi Sel B gangguan jumlah antibodi dalam
tubuh.
Berikut contihnya :
o
o
o
o

Infeksi Virus, Jamur, dan Protozoa


Sindrom Bare Lymphocyte ( Tak ada MHC kelas II )
Sindrom Omen
Sindrom DiGiorge

3. Defisiensi Kombinasi
4

o
o
o
o
o

Severe combined immunodeficiency disease


Sindrom nezelof
Sindrom wiskott-aldrich
Ataksia telangiektasi
Defisiensi adenosin deaminase

b) Immunodeficiency Sekunder atau Didapat


Fungsi fagosit dan limfosit mengalami penurunan fungsi dan jumlah karena :
1)
2)
3)
4)

Malnutrisi
Infeksi
Obat, trauma, tindakan, kateterisasi, dan bedah
Obat sitotoksik, gentamisin, amikain, tobramisin dapat mengganggu kemotaksis
neutrofil. Kloramfenikol, tetrasiklin dapat menekan antibodi sedangkan rifampisin
dapat menekan baik imunitas humoral ataupun selular.
5) Penyinaran
6) Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid, dosis rendah menekan aktivitas sel
Ts secara selektif
7) Penyakit berat
8) Penyakit yang menyerang jaringan limfoid seperti Hodgkin, mieloma multipel,
leukemia dan limfosarkoma. Uremia dapat menekan sistem imun dan
menimbulkan defisiensi imun.Gagal ginjal dan diabetes menimbulkan defek
fagosit sekunder yang mekanismenya belum jelas. Imunoglobulin juga dapat
menghilang melalui usus pada diare
9) Kehilangan Ig/leukosit
10) Sindrom nefrotik penurunan IgG dan IgA, IgM norml.Diare (linfangiektasi
intestinal, protein losing enteropaty) dan luka bakar akibat kehilangan protein.
11) Stress
12) Agammaglobulinmia dengan timoma
13) Dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total dari sirkulasi.
Eosinopenia atau aplasia sel darah merah juga dapat menyertai

14) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

Defisiensi Imum Non-Spesifik


a) Immunodeficiency Komplemen
Defisiensi komplemen pada pemeriksaan penunjang menunjukan adanya aktivasi
komplemen oleh komplek imun dalam tubuh aktivasi komplemen meningkat
Defisiensi protein komplemen pada sirkulasi darah
Komplemen berguna untuk membunuh kuman dengan berbagai proses ( ex :
opsonisasi ) . Defisiensi komplemen menimbulkan berbagai akibat, seperti :

Infeksi bakteri rekurens


Sensitivitas terhadap autoimmune dissease meningkat

Kebanyakan defisiensi komplemen bersifat herediter.

1) Defisiensi Komplemen Kongenital


Menimbulkan infeksi berulang /penyakit kompleks imun (SLE dan glomerulonefritis)

2) Fisiologik
Ditemukan pada neonatus disebabkan kadar C3, C5, dan faktor B yang masih rendah.

3) Didapat
Disebabkan oleh depresi sintesis (sirosis hati dan malnutrisi protein/kalori)

b) Interferon dan lisozim


1) Interferon kongenital
Menimbulkan infeksi mononukleosis fatal
2) Interferon dan lisozim didapat
Pada malnutrisi protein/kalori

c) Sel NK
1) Kongenital

Pada penderita osteopetrosis (defek osteoklas dan monosit), kadar IgG, IgA,
dan kekerapan autoantibodi meningkat.

2) Didapat
Akibat imunosupresi atau radiasi.

d) Sistem fagosit
Menyebabkan infeksi berulang, kerentanan terhadap infeksi piogenik
berhubungan langsung dengan jumlah neutrofil yang menurun, resiko meningkat
apabila jumlah fagosit turun < 500/mm3. Defek ini juga mengenai sel PMN.
1) Kuantitatif
Terjadi neutropenia/granulositopenia yang disebabkan oleh menurunnya
produksi atau meningkatnya destruksi. Penurunan produksi diakibatkan
pemberian depresan (kemoterapi pada kanker, leukimia) dan kondisi genetik
(defek perkembangan sel hematopioetik). Peningkatan destruksi merupakan
fenomena autoimun akibat pemberian obat tertentu (kuinidin, oksasilin).
2) Kualitatif
Mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, fagositosis, dan membunuh
mikroba intrasel.
Chronic Granulomatous Disease (infeksi rekuren mikroba gram dan +)
Defisiensi G6PD (menyebabkan anemia hemolitik)
Defisiensi Mieloperoksidase (menganggu kemampuan membunuh benda
asing)
Chediak-Higashi Syndrome (abnormalitas lisosom sehingga tidak mampu
melepas isinya, penderita meninggal pada usai anak)
Job Syndrome (pilek berulang, abses staphylococcus, eksim kronis, dan
otitis media. Kadar IgE serum sangat tinggi dan ditemukan eosinofilia).
Lazy Leucocyte Syndrome (merupakan kerentanan infeksi mikroba berat.
Jumlah neutrofil menurun, respon kemotaksis dan inflamasi terganggu)
Adhesi Leukosit (defek adhesi endotel, kemotaksis dan fagositsosis buruk,
efeks sitotoksik neutrofil, sel NK, sel T terganggu. Ditandai infeksi bakteri
dan jamur rekuren dan gangguan penyembuhan luka)

{ Karnen and Iris. 2014 }

II. Memahami dan Menjelaskan Human


Immunodeficiency Virus
A. Definsi

HIV = Human Immunodeficiency Virus

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS yang
termasuk kelompok retrovirus. Seseorang yang terinfeksi HIV, akan mengalami infeksi
seumur hidup. Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tetap asimtomatik (tanpa
tanda dan gejala dari suatu penyakit) untuk jangka waktu lama. Meski demikian, sebetulnya
mereka telah dapat menulari orang lain.
{ PERMENKES No. 21. 2003 }

AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh menurunnya
kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
{ Idrus Alwi, et al. 2014 }

B. Etiologi
AIDS disebabkan oleh infeksi virus HIV. HIV adalah virus famili retrovirus. Pengertian
retrovirus adalah kemampuan genom RNA virus mentranskrip DNA ke sel target
menngunakan bantuan enzim Reverse Transcryptase, sehingga mampu mengubah RNA
DNA. Pada manusia, HIV dapat diisolasi dari berbagai cairan tubuh penderita.

Perjalanan Penyakit
8

Infeksi HIV menuju AIDS ditandai oleh perusakan sel limfosit T CD4 oleh HIV
menurunkan respon imun spesifik tubuh meningkatkan infeksi opurtunistik dan infeksi
sekunder. HIV akan terus bereplikasi dalam tubuh. Perjalan penyakit ini dibagi 3 fase :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Transmisi Virus
Infeksi Akut Primer ( 2-6 Minggu )
Serokonversi
Infeksi Kronik (Asimptomatik) 5-10 tahun
Infeksi Kronik (Simptomatik)
AIDS (CD4 <200/mm3) + infeksi opurtunistik dan sekunder
Infeksi HIV lanjut (CD4 <50/mm3)

60-70% penderita akan mencapai fase AIDS setelah 10-11 tahun terinfeksi HIV.
Perbedaan lama waktu mencapai fase AIDS pada manusia ditentukan oleh :
1)
2)
3)
4)

Titer Virus dalam plasma ( Virologic )


Jumlah limfosit T CD4
Respon imun spesifik ( Immunologic )
Genetic

Struktur HIV

HIV termasuk golongan virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa
informasi genetik. Enzim Reverse Transcryptase yang mampu merubah RNA menjadi DNA
melalui jalur transkrip enzim ini Provirus.
HIV ada dua macam :

HIV 1
HIV 2

Isi dari Virus :


1) Inti
Mengandung genom virus terkait dengan protein nukleokapsid, protein kapsid, protein
matriks, dan protein fosforilasi (p12)

2) Protein kapsul
Terdapat suatu derivat glikoprotein.

Gp120
Gp160
Gp41

: Glikoprotein HIV untuk mengikat CD4+ pada sel T dan Makrofag


:
: Membantu fusi membran virus dan sel target
10

3) Permukaan Luar Kapsul


Terdapat 72 tonjolan. Sebagai indikator jumlah protein kapsul

Provirus DNA akan mendekati membran sel host menembus membran sel host dari
dalam Virion matur menyebar. Virion matur ini berpotensi untuk menginfeksi individu lain
apabila tertransmisi.
Selama proses replikasi virus, HIV dapat mengalami mutasi pada envelope dikarenakan
stress pada lingkungan mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan :
a.
b.
c.
d.

Jumlah CD4 perifer menurun


Sel T gagal memberikan respon terhadap Antigen Recall
Hypergammaglobulinemia
Antibodi gp120 dan gp41 gagal menetralkan antigen gp120 dan gp41 karena
antigen mengalami mutasi gagal berikatan pada Fac-nya.

Siklus Hidup HIV


Garis besar infeksi HIV adalah infeksi sel produksi DNA virus ( dengan bantuan
enzim RT ) dan integrasi ke dalam genom Ekpresi gen virus + Produksi partikel Virus
Virion menembus membran sel Sel rusak + Virion tersebar.
Target utama virus HIV adalah sel yang memiliki protein CD4 pada membrannya, yaitu
sel T. Glikoprotein gp120 HIV akan berikatan dengan reseptor CD4 + reseptor kemokin
( CXCR4 dan CCR5 ). Makrofag dan sel dendritik dapan diinfeksi juga.
Virus berada dalam kondisi laten dengan bersembunyi dalam sel sehingga tersembunyi
dari sistem imun pasien. Keadaan ini dapat berlangsung bertahun-tahun.

C. Epidemiologi
Laporan Kasus HIV dan AIDS Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 menunjukkan cara
penularan tertinggi terjadi akibat hubungan seksual beresiko, diikuti penggunaan jarum suntik
tidak steril pada penasun; dengan jumlah pengidap AIDS terbanyak pada kategori pekerjaan
ibu rumah tangga. Hal ini juga terlihat dari proporsi jumlah kasus HIV pada perempuan
meningkat dari 34% (2008) menjadi 44% (2011), selain itu juga terdapat peningkatan HIV
dan AIDS yang ditularkan dari ibu HIV positif ke bayinya.
Jumlah kasus HIV pada anak 0-4 tahun meningkat dari 1,8% (2010) menjadi 2,6% (2011)

Upaya Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak telah dilaksanakan di Indonesia sejak
tahun 2004, khususnya di daerah dengan tingkat epidemi HIV tinggi. Namun, hingga akhir
11

tahun 2011 baru terdapat 94 layanan PPIA (Kemkes, 2011), yang baru menjangkau sekitar
7% dari perkiraan jumlah ibu yang memerlukan layanan PPIA. Program PPIA juga telah
dilaksanakan oleh beberapa lembaga masyarakat khususnya untuk penjangkauan dan
perluasan akses layanan bagi masyarakat. Agar penularan HIV dari ibu ke anak dapat
dikendalikan, diperlukan peningkatan akses program dan pelayanan PPIA yang diintegrasikan
ke dalam kegiatan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB),
serta kesehatan remaja di setiap jenjang fasilitas layanan kesehatan dasar dan rujukan.
{ PERMENKES No. 51. 2013 }
D. Klasifikasi

E. Manifestasi Klinis

12

Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan
gejala minor (tidak umum terjadi):
Gejala Klinis
Gejala Mayor

a. Berat badan menurun lebih dari 10%


dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih
dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1
bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan
neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati

Gejala Minor

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan


b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental
dan herpes zoster berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Renitis virus Sitomegalo

Gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.

a. Fase Akut
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
o
o
o
o
o
o
o
o

Demam
Sakit kepala
Sakit tenggorokan + Faringitis
Limfadenopati
Penurunan berat badan tidak jelas
Ruam
Diare kronik lebih dari satu bulan
Nafsu makan menurun

b. Fase laten
13

Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Namun
dalam tubuhnya, jumlah sel CD4 terus menurun hingga batas <200/mm3
c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS.

Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain:
a. Manifestadi tumor diantaranya;
1) Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi
kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang
terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer.
2) Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf, dan
bertahan kurang lebih 1 tahun.
b. Manifestasi Oportunistik diantaranya
1) Manifestasi pada Paru
a) Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru
PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan
demam.
b) Cytomegalo Virus (CMV)Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai
komensial pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV
merupakan penyebab kematian pada 30% penderita AIDS.
c) Mycobacterium Avilum Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium
akhir dan sulit disembuhkan.
d) Mycobacterium TuberculosisBiasanya timbul lebih dini, penyakit cepat
menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru.
2) Manifestasi pada Gastroitestinal
Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan.
3) Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang biasanya
timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis,
meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer (Siregar, 2008).

F. Patogenesis
14

15

G. Diagnosis
Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa mereka terinfeksi karena
mereka tidak mengalami gejala setelah mereka pertama kali terinfeksi HIV. Sebagian dari
mereka memiliki gejala mirip flu dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah
terpapar virus. Mereka mengeluh demam, sakit kepala, kelelahan, dan terjadi pembesaran
kelenjar getah bening di leher. Gejala-gejala ini biasanya hilang dengan sendirinya dalam
beberapa minggu. Setelah itu, orang tersebut merasa normal dan tidak memiliki gejala. Fase
ini sering berlangsung tanpa gejala selama bertahun-tahun. Pemeriksaan darah adalah cara
paling umum untuk mendiagnosis HIV. Tes ini bertujuan untuk mencari antibodi terhadap
virus HIV. Orang yang terkena virus harus segera dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Tindak lanjut tes mungkin diperlukan, tergantung pada waktu awal paparan.
Sebelum dilakukan tes, pemeriksaan anamnesis juga perlu dilakukan untuk
mengetahui gaya hidup pasien apakah termasuk gaya hidup berisiko tinggi.
Pemeriksaan primer untuk mendiagnosis HIV dan AIDS meliputi:

ELISA
ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) digunakan untuk mendeteksi
infeksi HIV. Jika tes ELISA positif, tes Western blot biasanya dilakukan untuk
mengkonfirmasikan diagnosis. Jika tes ELISA negatif, tetapi ada kemungkinan
pasien tersebut memiliki HIV, pemeriksaan harus diulang lagi dalam satu sampai
tiga bulan.
ELISA sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%, cukup sensitif pada infeksi
HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, hasil tes
mungkin negatif selama beberapa minggu untuk beberapa bulan setelah terinfeksi.
Meskipun hasil tes mungkin negatif selama periode ini, pasien mungkin memiliki
tingkat penularan tinggi. Biasanya tes ini memberikan hasil positif setelah 2-3
bulan terinfeksi.

Pemeriksaan Air Liur


Pad kapas digunakan untuk memperoleh air liur dari bagian dalam pipi. Pad
ditempatkan dalam botol dan diserahkan ke laboratorium untuk pengujian. Hasil
dapat diperoleh dalam tiga hari. Hasil positif harus dikonfirmasi dengan tes darah.

Viral Load Test


Tes ini bertujuan untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah. Umumnya, tes
ini digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan atau mendeteksi dini infeksi
HIV. Tiga teknologi yang digunakan untuk mengukur viral load HIV dalam darah:
Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Branched DNA
(bDNA) and Nucleic Acid Sequence-Based Amplification Assay (NASBA).
Prinsip-prinsip dasar dari tes ini sama. HIV dideteksi menggunakan urutan DNA

16

yang terikat secara khusus pada virus. Penting untuk dicatat bahwa hasil dapat
bervariasi antara tes.

Western Blot
Ini adalah pemeriksaan darah yang sangat sensitif sebesar 99,6-100%, yang
digunakan untuk mengkonfirmasi hasil tes ELISA positif. Tetapi pemeriksaan ini
cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Western Blot
merupakan elektroporesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi
rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang
ditemukan berarti tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein
ditemukan berarti western blot positif. Tes ini harus diulangi lagi setelah 2 minggu
dengan sampel yang sama. Jika western blot tetap tidak bisa disimpulkan maka tes
western blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien
dianggap HIV negatif

Pemeriksaan Infeksi HIV

Strategi I

Hanya dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka
dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan nonreaktif dianggap tidak
terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk pemeriksaan pada strategi ini harus memiliki
sensitivitas yang tinggi (>99%).

Strategi II

17

Menggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama


memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama hasilnya nonreaktif, maka
dilaporkan hasilnya negatif. Pemeriksaan pertama menggunakan reagensia dengan
sensitivitas tertinggi dan pada pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta
berbeda jenis antigen atau tekniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama. Bila hasil
pemeriksaan kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV. Namun jika hasil
pemeriksaan yang kedua adalah nonreaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua
metode. Bila hasil tetap tidak sama, maka dilaporkan sebagai indeterminate.

Strategi III

Menggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan
ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV. Bila
hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan tes
ketiga nonreaktif, atau tes pertama reaktif, sementara tes kedua dan ketiga nonreaktif, maka
keadaan ini disebut sebagai equivokal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki
riwayat pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggi tertular HIV. Sedangkan bila hasil
seperti yang disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan terhadap HIV
atau tidak berisiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai nonreaktif. Perlu
diperhatikan juga bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yang berbeda asal
antigen atau tekniknya, serta memiliki spesifisitas yang lebih tinggi.
Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV, yang
paling sering dipakai saat ini adalah teknik Western Blot (WB).
Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus
mendapatkan konseling pra tes. Hal ini dilakukan agar ia bisa mendapat informasi yang
sejelas-jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS sehingga dapat mengambil keputusan yang
terbaik untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya nanti. Untuk keperluan
survei tidak diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak akan diberi tahu hasil
tesnya.
Untuk memberi tahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil tes
positif maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan
untuk memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya
negatif, konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana
mempertahankan perilaku yang tidak berisiko. Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila
dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan
antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh.

18

Skrining HIV
Mempunyai makna melakukan pemeriksaan HIV pada suatu populasi tertentu,
sementara uji diagnostik HIV berarti melakukan pemeriksaan HIV pada orang-orang dengan
gejala dan tanda yang konsisten dengan infeksi HIV. CDC menyatakan bahwa infeksi HIV
memenuhi seluruh kriteria untuk dilakukan skrining, karena:
a. Infeksi HIV merupakan penyakit serius yang dapat didiagnosis sebelum timbulnya
gejala.
b. HIV dapat dideteksi dengan uji skrining yang mudah, murah, dan noninvasif.
c. Pasien yang terinfeksi HIV memiliki harapan untuk lebih lama hidup bila pengobatan
dilakukan sedini mungkin, sebelum timbulnya gejala.
d. Biaya yang dikeluarkan untuk skrining sebanding dengan manfaat yang akan diperoleh
serta dampak negatif yang dapat diantisipasi. Di antara wanita hamil, skrining secara
substansial telah terbukti lebih efektif dibandingkan pemeriksaan berdasarkan risiko
untuk mendeteksi infeksi HIV dan mencegah penularan perinatal.
CDC merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan HIV secara rutin untuk setiap
orang berusia 13-64 tahun yang datang ke sarana pelayanan kesehatan meskipun tanpa gejala.
Selain itu, CDC juga merekomendasikan agar pemeriksaan HIV dimasukkan dalam
pemeriksaan rutin antenatal bagi wanita hamil.11 Sementara pemeriksaan wajib HIV lebih
ditekankan untuk dilakukan pada donor darah dan organ. Pemeriksaan wajib HIV juga dapat
dilakukan pada bidang perekrutan tentara atau tenaga kerja imigran.
Panduan WHO mengenai PITC tahun 2007 menyebutkan bahwa metode ini dapat
diterapkan pada wilayah dengan tingkat epidemiologi HIV yang berbeda- beda, yaitu daerah
dengan epidemi HIV yang rendah, daerah dengan tingkat epidemi HIV yang terkonsentrasi,
dan daerah dengan tingkat epidemi yang meluas. Yang dimaksud dengan epidemi yang
rendah adalah infeksi HIV hanya ditemukan pada beberapa individu dengan perilaku berisiko
(WPS, pengguna narkoba suntik, laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki); angka
prevalensinya tidak melebih 5% pada subpopulasi tertentu. Sementara itu, yang dimaksud
dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi adalah infeksi HIV telah menyebar di
subpopulasi tertentu, namun tidak ditemukan di populasi umum. Hal ini menunjukkan
aktifnya hubungan antara risiko dengan subpopulasi; angka prevalensi pada subpopulasi
melebihi 5%, namun tidak sampai 1% pada wanita hamil. Kemudian, yang dimaksud tingkat
epidemi yang meluas adalah infeksi HIV telah ditemukan pada populasi umum, dengan
prevalensi pada wanita hamil melebihi 1%.
Pada semua tingkat epidemi, PITC direkomendasikan untuk dilakukan kepada orang
dewasa, remaja, atau anak dengan gejala dan tanda klinis yang sesuai dengan infeksi HIV;
anak yang terpapar HIV atau anak yang lahir dari ibu yang HIV positif; anak dengan
pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi, di daerah dengan epidemi yang meluas, yang tidak
19

membaik dengan terapi yang optimal; serta pria yang menginginkan untuk dilakukan
sirkumsisi sebagai pencegahan penularan HIV.
Pada daerah dengan epidemi yang meluas, PITC direkomendasikan untuk diterapkan
kepada pasien rawat inap dan rawat jalan, termasuk pasien TB; pelayanan kesehatan
antenatal, persalinan dan post partum; pelayanan infeksi menular seksual; pelayanan
kesehatan untuk populasi yang berisiko; pelayanan kesehatan untuk anak usia dibawah 10
tahun; pelayanan kesehatan untuk remaja; pelayanan pembedahan; dan layanan kesehatan
reproduksi, termasuk keluarga berencana.
Untuk daerah dengan tingkat epidemi rendah atau terkonsentrasi, PITC dapat
dipertimbangkan untuk diaplikasikan pada tempat pelayanan infeksi menular seksual;
pelayanan kesehatan untuk populasi paling berisiko; pelayanan antenatal, persalinan, dan
pascamelahirkan; serta pelayanan untuk TB.

Panduan nasional Inggris tahun 2008 tentang pemeriksaan HIV merekomendasikan


pemeriksaan HIV secara rutin kepada orang-orang berikut:
a. Semua pasien yang datang ke sarana pelayanan kesehatan di mana HIV, termasuk
infeksi primer HIV, menjadi salah satu diagnosis banding.
b. Semua pasien yang didiagnosis dengan infeksi menular seksual.
c. Semua partner seksual dari laki-laki atau wanita yang diketahui HIV positif.
d. Semua laki-laki dengan riwayat berhubungan seksual dengan laki-laki
e. Semua wanita partner seksual dari laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki.
f. Semuapasiendenganriwayatpenggunaannarkobasuntik.
g. Semua laki-laki dan wanita yang diketahui berasal dari negara/daerah dengan
prevalensi HIV yang tinggi (>1%).
h. Semua laki-laki dan wanita yang berhubungan seksual di luar atau di dalam Inggris
dengan pasangan yang diketahui berasal dari negara/daerah dengan prevalensi HIV
yang tinggi.

20

Uji

Konfirmasi HIV
Pemeriksaan Anti-HIV konfirmasi merupakan pemeriksaan tahap kedua setelah uji
saring. Pemeriksaan ini diperlukan ketika hasil uji saring positif atau positif palsu (hasil uji
saring menyatakan positif, namun sebenarnya tidak terinfeksi HIV). Bila pada pemeriksaan
ini menunjukkan hasil positif, maka hampir dapat dipastikan bahwa seorang individu
terinfeksi HIV.

H. Diagnosis Banding

I. Penatalaksanaan Infeksi HIV


21

Pengobatan suportif Yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum


penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat sintomatik,
vitamin dan dukungan psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti
semula/seoptimal mungkin.

Pengobatan infeksi oportunistikYaitu pengobatan yang ditujukan untuk infeksi


oportunistik dan dilakukan secara empiris.

Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretrovira (ARV)

TERAPI ANTIRETROVIRAL
Pengobatan ODHA dewasa dengan antiretroviral dibagi menjadi dua kelompok:
1. Regimen ARV Lini Pertama
a. Golongan Nucleoside RTI (NRTI):
Abacavir (ABC) 400 mg sekali sehari
Didanosine (ddl) 250 mg sekali sehari (BB<60 kg)
Lamivudine (3TC) 300 mg sekali sehari
Stavudine (d4T) 40 mg setiap 12 jam
Zidovudine (ZDV atau AZT) 300 mg setiap 12 jam
b. Nucleotide RTI
Tenofovir (TDF) 300 mgsekali sehari (obat baru)
c. Non-nucleoside RTI (NNRTI)
Efavirenz (EFV)600 mg sekali sehari
Nevirapine (NPV) 200 mg sekali sehari selama 14 hari, selanjutnya setelah 12
jam
d. Protease Inhibitor (PI)
Indinavir/ritronavir (IDV/r) 800 mg/100 mg setiap 12 jam
Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 400 mg/100 mg setiap 12 jam
Nelfinavir (NFV) 1250 mg setiap 12 jam
Sequinavir/r (SQV/r) 1000 mg/100 mg setiap 12 jam
Ritonavir (RTV, r) 100 mg

Pilihan pengobatan adalah kombinasi 2 NRTI + 1 NNRTI:


1.
2.
3.
4.

AZT + 3TC + NVP


AZT + 3TC +EVP
d4T + 3TC + NVP
d4T +3TC + EFV

2. Regimen ARV Lini Kedua


Ini merupakan alternative pengobatan apabila yang pertama gagal:
22

1. AZT atau d4T diganti dengan TDF atau ABC


2. 3TC diganti dengan ddl
3. NVP atau EFV diganti dengan LPV/r atau SQV/r

Obat ARV menjadi pilihan terapi karena:

ARV memperlambat progresivitas penyakit dan dapat memperpanjang daya tahan


tubuh
Obat ini aman, mudah, dan tidak mahal. Angka transmisi dapat diturunkan sampai
mendekati nol melalui identifikasi dini ibu hamil dengan HIV positif dan
pengelolaan klinis yang agresif
Imunisasi belum memuaskan

Tujuan Terapi ARV

Menurunkan angka kematian dan angka perawatan di rumah sakit


Menurunkan viral load
Meningkatkan CD4 (pemulihan respons imun)
Mengurangi resiko penularan
Meningkatkan kualitas hidup

Kriteria untuk memberikan terapi antiretrovirus sebagai berikut :

Tes HIV secara sukarela disertai konseling yang mudah dijangkau untuk
mendiagnosis HIV secara dini.
Tersedia dana yang cukup untuk membiayai Anti Retrovirus Terapi (ART) selama
sedikitnya 1 tahun
Konseling bagi pasien dan pendamping untuk memberikan pengertian tentang
ART, pentingnya kepatuhan pada terapi, efek samping yang mungkin terjadi, dll.
Konseling lanjutan untuk memberi dukungan psikososial dan mendorong
kepatuhan serta untuk menghadapi masalah nutrisi yang dapat timbul akibat ART
Laboratorium untuk memantau efek samping obat termasuk Hb, tes fungsi hati, dll.
Kemampuan untuk mengenal dan menangani penyakit umum dan infeksi
oportunistik akibat HIV
Tersedianya obat yang bermutu dengan jumlah yang cukup, termasuk obat untuk
infeksi oportunistik dan penyakit yang berhubungan dengan HIV.
Tersedianya tim kesehatan termasuk dokter, perawat, konselor, pekerja sosial,
dukungan sebaya. Tim ini seharusnya membantu pembentukan kelompok
dukungan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan pendampinya.
Adanya pelatihan, pendidikan berkelanjutan, pemantauan dan umpan balik tentang
penatalaksanaan penyakit HIV yang efektif termasuk sistem untuk menyebar
luaskan informasi dan pedoman baru.
23

J. Pencegahan
o Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya : hubungan seks
yang tidak memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini
memungkinkan penularan HIV)
o Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang semua
resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan
bayinya, sehingga keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa
dipertimbangkan.
o Abstinensi ( puasa, tidak melakukan hubungan seks)
o Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia
kepada pasangannya
o Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko, dianjurkan
melakukan seks aman termasuk menggunakan kondom
Ada dua hal yang perlu diperhatikan:
o Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, atau pisau
cukur) harus disterilisasi dengan benar
o Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan
orang lain

24

K. Prognosis
Tanpa pengobatan, waktu hidup bersih rata-rata setelah terinfeksi HIV diperkirakan 9
sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, di daerah-daerah dimana banyak tersedia,
pengembangan ARV sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi kematian
tingkat dari penyakit dengan 80%, dan meningkatkan harapan hidup untuk orang yang
terinfeksi HIV baru didiagnosis sekitar 20 tahun.
Tanpa terapi antiretroviral, kematian biasanya terjadi dalam waktu satu tahun. Laju
perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antara individu dan telah terbukti dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti kerentanan host dan fungsi kekebalan tubuh

L. Komplikasi Infeksi HIV


Kebanyakan komplikasi HIV terjadi akibat dari surpresi sel T. Karena sel T yang
diserang, kekebalan tubuh menuruh hingga dapat terjadi infeksi oportunistik. Komplikasikomplikasi pada pasien yang terjangkit HIV menyebabkan AIDS. Obat anti-retroviral, yang
dikenal sebagai Highly Active Anti-Retroviral Therapy (ART), sekarang tersedia untuk
menghambat replikasi dari virus HIV. Obat-obat ini membantu untuk memperpanjang hidup,
mengembalikan sistem kekebalan pasien hingga mendekati aktivitas normal dan mengurangi
kemungkinan infeksi oportunistik. Kombinasi dari tiga atau lebih obat-obatan diberikan
untuk mengurangi kemungkinan resistensi.
a) Komplikasi-komplikasi umum pada pasien HIV/AIDS akibat infeksi oportunistik:
Tuberkulosis (TB)
Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang
terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di antara orang yang hidup
dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi HIV dan TBC dan banyak ahli
menganggap bahwa ini merupakan wabah dua penyakit kembar.
Salmonelosis
Kontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah
terkontaminasi. Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut dan,
kadang-kadang, muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella dapat menjadi
sakit, salmonellosis jauh lebih umum ditemukan pada orang yang HIV-positif.

Cytomegalovirus (CMV)
Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh seperti air
liur, darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat
menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase dorman (tertidur) di
dalam tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi aktif kembali dan
dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ
tubuh lainnya.
25

Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal ini menyebabkan peradangan
dan timbulnya lapisan putih tebal pada selaput lendir, lidah, mulut, kerongkongan atau
vagina. Anak-anak mungkin memiliki gejala parah terutama di mulut atau
kerongkongan sehingga pasien merasa sakit saat makan.

Cryptococcal Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi sistem saraf
pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang ada dalam tanah
dan mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar.

Toxoplasmolisis
Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penularan
parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam tinja kucing yang
terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain.

Kriptosporidiosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan.
Penularan kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang
terkontaminasi. Parasit tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang menyebabkan
diare kronis pada orang dengan AIDS.

b) Kanker yang biasa terjadi pada pasien HIV/AIDS:


Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun jarang
terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini menjadi biasa pada orang dengan
HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah muda, merah atau
ungu pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit lebih gelap, lesi mungkin terlihat
hitam atau coklat gelap. Sarkoma Kaposi juga dapat mempengaruhi organ-organ
internal, termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.
Limfoma
Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal dari
kelenjar getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa sakit dan
pembengkakan kelenjar getah bening ketiak, leher atau selangkangan.

26

Komplikasi lainnya:

Wasting Syndrome
Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun masih
tetap mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan sebagai
penurunan paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai dengan diare,
kelemahan kronis dan demam.

Komlikasi Neurologis
Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS bisa
menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi, kecemasan dan
kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang paling umum adalah
demensia AIDS yang kompleks, yang menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi
mental berkurang.

27

III. Memahami dan Menjelaskan KODEKI sesuai


dengan Skenario
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN


Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

Kaidah Dasar Bioetik

Prinsip Autonomy, menghormati hak-hak pasien, hak otonomi pasien. Melahirkan


informed consent
Prinsip Beneficence, Tindakan untuk kebaikan pasien. Memilih lebih banyak manfaatnya
daripada buruknya.
Prinsip Non-maleficence, Melarang tindakan yang memperburuk kedaan pasien. Primum
non nocere atau above all do no harm.
Prinsip Justice, mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam
mendistribusikan sumber daya (distributiv justice)

UUD yang Berhubungan


Pasal 6
Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan
kegiatan lainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekam medis.
Dalam kaitannya aspek hukum kerahasiaan pasien HIV AIDS , kode etik administrator
perekammedis dan informasi kesehatan ( PORMIKI, 2006) adalah :
Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang terkandung di
dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan
28

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan


dan hak atas informasi pasien yang terkait dengan identittas individu atau sosial.
Administrator informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang
dari kode etik profesi. Perbuatan / tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah
menyebarluaskan informasiyang terkandung dalam laporan rekam medis HIV AIDS yang
dapat merusak citra profesi rekam administrator informasi kesehatan. Disisi lain rumah sakit
sebagai institusi tempatdilaksanakannya pelayanan medis, memiliki Kode Etik Rumah Sakit
(Kodersi) dalam kaitannya manajemen informasi kesehatan :

Pasal 9
Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien

Pasal 10
Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang
hendak dilakukan.
Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan
jabatan adalahuntuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena
terbongkarnya statuskesehatan. Menurut Declaration on the Rights of the Patients yang
dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut:
Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi
medis,diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lain yang sifatnya
pribadi, harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat
pasien mungkin mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan
mengenai resiko kesehatan mereka.

ETIKA MENGHADAPI ODHA


Mengingat HIV/AIDS sering diasosiasikan dengan seks, penggunaan narkoba dan
kematian, banyak orang yang tidak peduli, tidak menerima, dan takut terhadap penyakit ini di
hampir seluruh lapisan masyarakat. Stigma sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi
dan akan mendorong munculnya pelanggaran HAM bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)
dan keluarganya. (Kesrepro, 2007).
Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga
untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka
akan status HIV seseorang. Contoh-contoh diskriminasi meliputi para staf rumah sakit atau
penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan kepada ODHA; atasan yang
memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau prasangka akan status HIV mereka;
atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang hidup, atau dipercayai hidup, dengan
HIV/AIDS. Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi
manusia (Kesrepro, 2007)
29

IV. Mampu Menjelaskan Hukum dan Etika Islam Terkait


dengan Penderita HIV/AIDS
Transmisi utama (media penularan yang utama) penyakit HIV/AIDS adalah seks
bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas
tersebut. Hal ini meliputi media-media yang merangsang (pornografi-pornoaksi), tempattempat prostitusi, club-club malam, tempat maksiat dan pelaku maksiat.
1. Islam telah mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukanmuhrim
berkholwat (berduaan/pacaran).
Sabda Rasulullah Saw:Laa yakhluwanna rojulun bi imroatin Fa inna tsalisuha
syaithanartinya: Jangan sekali-kali seorang lelaki dengan perempuan menyepi (bukan
muhrim) karena sesungguhnya syaithan ada sebagai pihak ketiga. (HR. Baihaqy)
2. Islam mengharamkan perzinahan dan segala yang terkait dengannya.
Allah Swt berfirman:

Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji dan
seburuk-buruknya jalan (QS al Isra[17]:32)
3. Islam mengharamkan perilaku seks menyimpang, antara lain homoseks (laki-laki
dengan laki-laki) dan lesbian (perempuan dengan perempuan ).
Firman Allah Swt dalam surat al Araf ayat 80-81 : Dan (kami juga telah mengutus)
Luth ( kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan kotor itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun
manusia (didunia ini) sebelummu? Sesungghnya kamu mendatangi lelaki untuk
melepaskan nafsumu ( kepada mereka ), bukan kepada wanita, Bahkan kamu ini adalah
kaum yang melampaui batas. ( TQS. Al Araf : 80-81)
4. Islam melarang pria-wanita melakukan perbuatan-perbuatan yang
membahayakan akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornografi dan
pornoaksi.
Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang
menonjolkan sensualitasnya. Rafi ibnu Rifaa pernah bertutur demikian: Nahaana
Shallallaahu alaihi wassaliman kasbi; ammato illa maa amilat biyadaiha. Wa qaala:
Haa kadza biashobiihi nakhwal khabzi wal ghazli wan naqsyi.artinya: Nabi Saw telah
melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh

30

kedua tangannya. Beliau bersabda Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana
halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir.
5. Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta
mengharamkan narkoba.
Sabda Rasulullah Saw :Kullu muskirin haraamun artinya : Setiap yang
menghilangkan akal itu adalah haram (HR. Bukhori Muslim) Laa dharaara wa la
dhiraara artinya : Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang
lain. (HR. Ibnu Majah). Narkoba termasuk sesuatu yang dapat menghilangkan akal dan
menjadi pintu gerbang dari segala kemaksiatan termasuk seks bebas. Sementara seks
bebas inilah media utama penyebab virus HIV/AIDS.
6. Amar maruf nahi munkar
Yang wajib dilakukan oleh individu dan masyarakat.
7. Tugas Negara memberi sangsi tegas bagi pelaku mendekati zina.
Pelaku zina muhshan (sudah menikah) dirajam, sedangkan pezina ghoiru muhshan
dicambuk 100 kali. Adapun pelaku homoseksual dihukum mati; dan penyalahgunaan
narkoba dihukum cambuk. Para pegedar dan pabrik narkoba diberi sangsi tegas sampai
dengan mati. Semua fasilitator seks bebas yaitu pemilik media porno, pelaku porno,
distributor, pemilik tempat-tempat maksiat, germo, mucikari, backing baik oknum aparat
atau bukan, semuanya diberi sangsi yang tegas dan dibubarkan.

31

DAFTAR PUSTAKA
Deutsche Gesellschaft fuer Immunologie e.V./German Society for Immunology. 2009. "The
Many Causes Of Immune Deficiency." ScienceDaily. ScienceDaily, 18 September 2009.
<www.sciencedaily.com/releases/2009/09/090914111540.htm>.
Dorland Medical Dictionary. 2012.
Idrus Alwi, et al. (2014). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI, Jilid 1 Jakarta : Departemen
Penyakit Dalam FKUI.
Karnen, Baratawidjaja & Iris Rengganis. 2012. Imunologi Dasar. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI

32

Anda mungkin juga menyukai