Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan tekhnologi, perkembangan
di dunia farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam
penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan pun terus di kembangkan.
Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah
dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat,
yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di
konsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian
luar seperti krim, salep, gel, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum.
Kelebihan dari sediaan semisolid ini yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai,
mudah pada pengabsorbsiannya. Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan
terhadap kulit.
Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu
diantaranya yaitu mudah di tumbuhi mikroba. Untuk meminimalisir kekurangan
tersebut, para ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan
secara tepat. Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang
tepat untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan,
menentukan formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta
karakteristik bahan yang digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan benar.

B. Tujuan
Mengetahui langkah-langkah cara pembuatan sediaan krim yang baik dan
tepat.

C. Manfaat
1. Dapat memahami langkah-langkah dalam pembuatan sediaan krim.
2. Untuk dapat mengaplikasikan di dunia kerja.
3. Untuk menambah wawasan dan keterampilan.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sediaan Krim


Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa
emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian
luar.
Farmakope Indonesia edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
mengandung satu atau lebih bahan terlarut yang terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai.
The Pharmaceutical Codex 1994, krim adalah sediaan semisolid kental, umumnya
berupa emulsi tipe M/A atau emulsi tipe A/M.
Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental
mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Secara Tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak(a/m)
atau minyak dalam air (m/a) (Budiasih, 2008).
Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke
bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut,
kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut definisi tersebut yang termasuk obat
luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir,
injeksi, dan lainnya.

B. Penggolongan Sediaan Krim


1. Berdasarkan pemakaian:
a. Untuk kosmetik
b. Untuk pengobatan
2. Berdasarkan tipe:
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asamasam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air
dan lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim,
yaitu:
a. Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak :
Contoh : cold cream
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih,
berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil
dalam jumlah besar.
2

Krim berminyak yang mengandung zat pengemulsi A/M seperti adeps


lanae, wool alkohol atau ester asam lemak dengan atau dari asam lemak
dengan logam bervalensi 2 seperti Ca.
b. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air
Contoh: vanishing cream
Vanishing cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
maksud membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak. Vanishing
cream sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan lapisan berminyak/film
pada kulit.
Bila dioleskan pada kulit akan hilang tanpa bekas. Dalam
pembuatannya sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan
yang umumnya merupakan alkohol rantai panjang.

C. Komponen Sediaan Krim


1. Zat Aktif
Zat aktif merupakan zat yang memang terbukti memberikan efek farmakologis
pada tubuh manusia atau hewan dalam dosis tertentu. Zat aktif juga dikenal
sebagai drug, active ingredient, dan active pharmaceutical ingredient (API). Suatu
proses penemuan obat (drug discovery) dilakukan untuk memperoleh suatu zat
aktif yang dibutuhkan, baik dari bahan alam, semisintesis maupun sintesis penuh.
Hal utama yang perlu diperhatikan dalam menemukan suatu senyawa aktif
farmakologis tersebut adalah terbuktinya keamanan dan khasiatnya. Perlu
dipertimbangkan benefit to risk ratio dari senyawa aktif yang baru tersebut.
2. Basis Krim
Pemilihan basis krim tergantung pada sifat zat aktif, OTT, dan absorbsi. Basis
krim terdiri dari 3 komponen, yaitu:
a. Fase minyak (fase internal), yaitu bahan obat yang larut dalam minyak,
bersifat asam. Contoh : asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin
solidum, minyak lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol,
dan sebagainya.
b. Fase air (dapat mengandung pengawet, humektan, pendapar, penstabil,
antioksidan, dan lain-lain), yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
Contoh : Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/ TEA, NaOH,
KOH, Na2CO3, Gliserin, Polietilenglikol/ PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na
lauril sulfat, Na setostearil alkohol, polisorbatum/ Tween, Span dan
sebagainya).
c. Pengemulsi, digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis dan sifat
krim yang akan dibuat /dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat
digunakan emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, stearil
alkohol, trietanolamin stearat, polisorbat, PEG.
3

3. Zat Tambahan
a. Pengawet
Syarat pengawet sama seperti pada umumnya. Lebih bersifat bakterisid
dari pada bakteriostatik. Contoh: senyawa ammonium quartener, senyawa
organic ammonium, formaldehid, fenol terhalogenasi, asam benzoate, nipagin,
nipasol, klorkresol, dan lain-lain.
b. Pendapar
Tujuannya adalah untuk menstabilkan zat aktif.
c. Humektan
Disebut juga pembasah. Dimaksudkan untuk mengurangi
kemungkinan hilangnya air dari sediaan, mencegah kekeringan, meningkatkan
kualitas dan konsistensi secara umum (agar sediaan mudah menyebar jika
krim dioleskan. Contohnya: poliol, gliserin, propilenglikol, sorbitol 70, PEG.
Humektan dipakai dengan kadar 70%.
d. Antioksidan
Yang perlu diperhatikan adalah warna, bau, potensi, sifat iritan,
toksisitas, stabilitas, dan kompatibilitas. Contohnya: tokoferol, alkyl galat,
BHA, BHT, garam natrium, asam askorbat, asam organic, seperti sitrat,
maleat, tartrat, dan lain-lain.
e. Pengkompleks
Utnuk mengkomplekskan logam yang ada dalam sediaan yang dapat
menyebabkan oksidasi.

D. Pembuatan Sediaan Krim


1. Metode Pelelehan
Zat pembawa dilelehkan lalu digerus sampai terjadi krim. Kalau zat aktif tahan
panas, maka dapat dilelehkan bersama zat pembawa, jika tidak, maka zat aktif
dicampurkan setelah terbentuk basis krim.
2. Triturasi
Zat yang tidak terlarut didistribusikan dengan sedikit basis krim atau dengan
bahan pembantu lainnya. Setelah larut baru ditambahkan basisnya.

E. Permasalahan Dalam Sediaan Krim


1. Craking

Yaitu pemisahan fase terdispersi membentuk lapisan yang terpisah.


Disebabkan oleh penambahan emulgator denga tipe yang berlawanan,
penambahan larutan dalam satu fase yang merusak emulsi, aksi mikroba.
2. Creaming
Yaitu pergerakan emulsi ke atas permukaan sehingga membentuk krim, hal ini
masih dapat diterima asalkan saat dikocok dapat bercampur kembali.

F. Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Krim


1. Kelebihan sediaan krim, yaitu:
a. Mudah menyebar rata
b. Praktis
c. Mudah dibersihkan atau dicuci
d. Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat
e. Tidak lengket terutama tipe m/a
f. Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m
g. Digunakan sebagai kosmetik
h. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun.
2. Kekurangan sediaan krim, yaitu:
a. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan
panas.
b. Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas.
c. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem
campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi
disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan.

G. Evaluasi Sediaan Krim


Agar system pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus
dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang mendasari dan ini harus selalu ditaati.
Pertama, tujuan pemeriksaan semata-mata adalah demi mutu obat yang baik. Kedua,
setia pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau spesifikasi dan harus
berupaya meningkatkan standard an spesifikasi yang telah ada.

1. Evaluasi Fisik
a. Penampilan

: Pecahnya emulsi, bau tengik, perubahan warna.


5

b. Homogenitas

: Krim diletakan diantara 2 kaca lalu diamati


homogenitasnya

c. Viskositas dan rheologi : Viskometer Brookfield


d. Ukuran partikel

: Menggunakan kaca preparat lalu dilihat dibawah


mikroskop

e. Stabilitas krim

: agitasi atau sentrifugasi dan manipulasi suhu

f. Isi minimum

: Tidak lebih dari 150g (Farmakope Indonesia ed IV hal.


997)

g. Penentuan tipe emulsi : Uji kelarutan zat warna (Metilen Blue, larut dalam air
= tipe M/A), (Sudan III, larut dalam minyak = tipe
A/M) dan uji pengenceran.
h. Penetapan pH

: Sesuai Farmakope Indonesia ed IV hal. 1039

i. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan


j. Uji kebocoran tube

: Sesuai Farmakope Indonesia ed IV hal. 1086

2. Evaluasi Kimia
a. Uji identifikasi
b. Penetapan kadar
3. Evaluasi Biologi
a. Penetapan potensi antibiotic

: Sesuai Farmakope Indonesia edisi IV hal. 891.


Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik
yang dipakai secara topikal

b. Kontaminasi mikroba

: Salep mata harus steril untuk salep luka bakar,


luka terbuka dan penyakit kulit yang parah juga
harus steril

H. Klindamisin
Rumus bangun klindamisin mirip dengan linkomisin. Perbedaannya hanya
pada 1 gugus hidroksil pada linkomisinyang diganti dengan atom Cl. Klindamisin
adalah derivat dari linkosimin, terikat pada ikatan 50s ribosom. Klindamisin
merupakan kelompok obat antibiotik. Penggunaan topikal membantu dalam
mengontrol akne. Klindamisin dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan
obat lain baik oral maupun topikal untuk akne. Klindamisin hanya tersedia dengan
resep dokter dengan bentuk gel, larutan maupun suspensi.
Sifat antimikroba Klindamisin yaitu aktif terhadap beberapa bakteri anaerob,
kokkus gram positif dan beberapa protozoa. Enterokokkus pada umumnya lebih
resisten. Bakteri anaerob yang termasuk adalah P. Ance.
6

I. Hal-hal yang Diperhatikan Sebelum Penggunaan Obat


1. Alergi
2. Kehamilan, Klindamisin belum pernah diteliti pada wanita hamil tetapi obat ini
tidak memperlihatkan kelainan bawaan atau masalah lain pada binatang percobaan
3. Menyusui, Klindamisin dalam jumlah sedikit diserap melalui kulit. Hal ini
memungkinkan klindamisin berada dalam air susu ibu, tetapi belum ada laporan
bahwa klindamisin menyebabkan masalah pada bayi yang menyusui
4. Anak-anak, penelitian klindamisin hanya pernah dilakukan pada pasien dewasa
dan tidak ada informasi yang membandingkan penggunaan obat ini anak dibawah
12 tahun
5. Paruh baya, tidak ada penelitian yang pernah dilakukan pada usia ini tetapi obat
ini diharapkan tidak memberikan efek samping yang berbeda pada pemberian
untuk usia orang dewasa muda
6. Obat-obatan lain

J. Penggunaan Klindamisin
Sebelum menggunakan obat ini bersihkan daerah yang terkena dengan air
hangat dan sabun, bilas dengan baik dan keringkan. Sebaiknya olesi obat ini pada
daerah yang biasa terkena akne untuk mencegah munculnya lesi baru. Hindari
membasuh muka terlalu sering karen dapat menyebabkan kulit menjadi kering dan
lesi bertambah parah. Basuh muka cukup 2 atau 3 kali sehari kecuali untuk kulit
berminyak bisa lebih sering.

K. Efek Samping Klindamisin


1. Jarang: Kram abdomen atau perut, nyeri, kembung (parah), diare sampai diare
berdarah, demam, haus, mual, muntah, lemas, penurunan berat badan. Efek ini
bisa hilang sampai beberapa minggu setelah penghentian obat. Bila timbul efek
samping ini hubungi dokter secepat mungkin.
2. Kadang-kadang: ruam kulit, gatal, kemerahan, membengkak, iritasi, kulit
berminyak, rasa perih dan terbakar. Bila timbul efek samping ini hubungi dokter
sebisa mungkin. Efek samping ringan (tanpa perlu tindakan medis kecuali jika
sangat mengganggu).
3. Bisa terjadi: kulit kering, bersisik, terkelupas.
L. Dosis Klindamisin
Sediaan biasanya disajikan dosis 10mg/ml gel, 10 mg/ml lotion, 10 mg/ml
topical solution. penggunaan 1-2 kali sehari.

M. Efektivitas Klindamisin
Pengobatan topikal dipakai dalam pengobatan akne vulgaris dan terbukti
sukses. Seperti eritromisin, klindamisin, metronidazole, asam azelonik, benzoil
perokside, kombinasi benzoil perokside dengan klindamisin atau eritromisin.
Kombinasi benzoil perokside dengan klindamisin atau eritromisin telah terbukti
efektif terutama mereduksi jumlah P. Acne.

BAB III
PEMBAHASAN

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI press

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI


10

Pharmacopee Ned edisi V

Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta: Departemen Kesehatan

Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press

Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press

Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta

11

Anda mungkin juga menyukai