Anatomi Fisiologi THT
Anatomi Fisiologi THT
Anatomi Fisiologi THT
PENDAHULUAN
Otologi: ilmu yang mempelajari tentang telinga dan kelainan serta operasi mikro telinga.
Rinologi: ilmu tentang hidung dan sinus paranasal sehingga saat ini sering juga disebut
rinologi dan sinusologi
Onkologi Bedah Kepala Leher: Subbagian yang menangani tumor di THT Kepala dan
leher
Neurotologi
Bronkoesofagologi
Plastik Rekonstruksi
Alergi Imunologi
THT-Komunitas
Sebelum memperdalam ilmu THT ini perlu diketahui anatomi dan fisiologi dari
masing masing orang tersebut agar dapat juga dengan mudah melakukan suat pemeriksaan
fisik THT dan juga tindakan tindakan yang perlu dilakukan dalam mengatasi penyakitpenyakit yang berhubungan dengan telinga, hidung dan tenggorokan.
1.2 Tujuan
Makalah dibuat dengan tujuan agar mahasiswa kedokteran memahami anatomi dan
fungsi dari masing-masing organ telinga, hidung, dan tenggorokan.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga
Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam: 1,2,3,5
2.1.1
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani.
Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus)
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga
bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasikelenjar keringat
= Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.
Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian
dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh
kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah
mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang
berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan
yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan
mencegah infeksi.
Gambar 2.1 : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga 1,2,3
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar
: Membran timpani
Batas depan
: Tuba eustachius
Batas Bawah
Batas belakang
Batas atas
Batas dalam
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (Membran
Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya
berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai
3
satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin
yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut umbo.
Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam
4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak
lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawahdepan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar
kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling
berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat
pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria
yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat
dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara.
maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat
daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam
telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba
auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane
tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan.
Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk
mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka
dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan
tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membrane vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.
Gambar 2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam
1,2,3,5
Koklea
bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia panjangnya
35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang mengelilingi sumbunya.
Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam
koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri
dari lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis
membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian
atas) dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat
ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala timpani
berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis membranasea
kearah perifer atas, terdapat membrane yang dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan
kedua lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea
saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang berisi
endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini, terdapat stria
vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.
organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari ampulla
sehingga dapat menutup seluruh ampulla.
2.1.4 Fisiologi pendengaran 1,2,3,4,5
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris
dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu
atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang
disebut nares posterior (koana)yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior,
disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea
dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.6
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha inferior.
Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang lebih kecil
adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah
konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang
tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior
dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar
hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut
meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior.6
Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang
lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksilla,
sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang
letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang
dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit
menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris.
Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci
dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.6
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus paranasal
terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap ke
fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum
nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana
mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung
sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina
cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.6
11
Perdarahan hidung
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:6
1. Arteri Etmoidalis anterior
2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika
3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri
karotis eksterna.
Persyarafan hidung
12
maksila.Serabut
parasimpatis
dari
nervus
petrosus
profundus.
Ganglion
sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konkha media.
Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidupada mukosa olfaktorius di
daerah sepertiga atas hidung.
2.2.2 Fisiologi hidung
Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat
digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel
olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-sel
13
syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan
melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan.
Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung
dengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai
jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara, (3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu,
(5) Untuk resonansi suara, (6) Turut membantuproses bicara,(7) Reflek nasal.7
2.2.3 Sistem Mukosiliar
2.2.3.1. Histologi mukosa6
Luas permukaan kavum nasi kurang lebih 150 cm2 dan total volumenya sekitar 15 ml.
Sebagian besar dilapisi oleh mukosa respiratorius.Secara histologis, mukosa hidung terdiri
dari palut lendir (mucous blanket), epitel kolumnar berlapis semu bersilia, membrana basalis,
lamina propria yang terdiri dari lapisan subepitelial, lapisan media dan lapisan kelenjar
profunda.
Gambar2.10 :gambaranhistologimukosahidung
2.2.3.2 Epitel
Epitel mukosa hidung terdiri dari beberapa jenis, yaitu epitel skuamous kompleks
pada vestibulum, epitel transisional terletak tepat di belakang vestibulum dan epitel kolumnar
berlapis semu bersilia pada sebagian mukosa respiratorius. Epitel kolumnar sebagian besar
memiliki silia. Sel-sel bersilia ini memiliki banyak mitokondria yang sebagian besar
berkelompok pada bagian apeks sel. Mitokondria ini merupakan sumber energi utama sel
yang diperlukan untuk kerja silia. Sel goblet merupakan kelenjar uniseluler yang
menghasilkan mukus, sedangkan sel basal merupakan sel primitif yang merupakan sel bakal
dari epitel dan sel goblet. Sel goblet atau kelenjar mukus merupakan sel tunggal,
14
menghasilkan protein polisakarida yang membentuk lendir dalam air. Distribusi dan
kepadatan sel goblet tertinggi di daerah konka inferior sebanyak 11.000 sel/mm2 dan
terendah di septum nasi sebanyak 5700 sel/mm2. Sel basal tidak pernah mencapai
permukaan. Sel kolumnar pada lapisan epitel ini tidak semuanya memiliki silia.
Kavum nasi bagian anterior pada tepi bawah konka inferior 1 cm dari tepi depan
memperlihatkan sedikit silia (10%) dari total permukaan. Lebih kebelakang epitel bersilia
menutupi 2/3 posterior kavum nasi.
Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang,
dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile. Jumlah silia dapat mencapai 200 buah pada
tiap sel. Panjangnya antara 2-6 m dengan diameter 0,3 m. Struktur silia terbentuk dari dua
mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus luar. Masingmasing mikrotubulus dihubungkan satu sama lain oleh bahan elastis yang disebut neksin dan
jari-jari radial. Tiap silia tertanam pada badan basal yang letaknya tepat dibawah permukaan
sel.
Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba-tiba ke salah satu arah (active stroke)
dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga menggerakan lapisan ini.. Kemudian
silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak mencapai lapisan tadi (recovery
stroke). Perbandingan durasi geraknya kira-kira 1 : 3. Dengan demikian gerakan silia seolaholah menyerupai ayunan tangan seorang perenang. Silia ini tidak bergerak secara serentak,
tetapi berurutan seperti efek domino (metachronical waves) pada satu area arahnya sama.
Gerak silia terjadi karena mikrotubulus saling meluncur satu sama lainnya. Sumber
energinya ATP yang berasal dari mitokondria. ATP berasal dari pemecahan ADP oleh ATPase.
ATP berada di lengan dinein yang menghubungkan mikrotubulus dalam pasangannya.
Sedangkan antarapasangan yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan bahan elastis
yang diduga neksin.
Mikrovilia merupakan penonjolan dengan panjang maksimal 2 m dan diameternya
0,1 m atau 1/3 diameter silia. Mikrovilia tidak bergerak seperti silia. Semua epitel kolumnar
bersilia atau tidak bersilia memiliki mikrovilia pada permukaannya. Jumlahnya mencapai
300-400 buah tiap sel. Tiap sel panjangnya sama. Mikrovilia bukan merupakan bakal silia.
Mikrovilia merupakan perluasan membran sel, yang menambah luas permukaan sel.
Mikrovilia ini membantu pertukaran cairan dan elektrolit dari dan ke dalam sel epitel.
Dengan demikian mencegah kekeringan permukaaan sel, sehingga menjaga kelembaban yang
lebih baik dibanding dengan sel epitel gepeng.
15
16
propria ini terdiri dari sel jaringan ikat, serabut jaringan ikat, substansi dasar, kelenjar,
pembuluh darah dan saraf.
Mukosa pada sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung. Mukosanya
lebih tipis dan kelenjarnya lebih sedikit. Epitel toraknya berlapis semu bersilia, bertumpu
pada membran basal yang tipis dan lamina propria yang melekat erat dengan periosteum
dibawahnya. Silia lebih banyak dekat ostium, gerakannya akan mengalirkan lendir ke arah
hidung melalui ostium masing-masing. Diantara semua sinus paranasal, maka sinus maksila
mempunyai kepadatan sel goblet yang paling tinggi.
2.2.3.6 Transportasi mukosiliar
Transportasi mukosiliar hidung adalah suatu mekanisme mukosa hidung untuk
membersihkan dirinya dengan mengangkut partikel-partikel asing yang terperangkap pada
palut lendir ke arah nasofaring. Merupakan fungsi pertahanan lokal pada mukosa hidung.
Transportasi mukosiliar disebut juga clearance mukosiliar.
Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang merupakan gabungan dari lapisan
mukosa dan epitel yang bekerja secara simultan. Sistem ini tergantung dari gerakan aktif silia
yang mendorong gumpalan mukus. Lapisan mukosa mengandung enzim lisozim
(muramidase), dimana enzim ini dapat merusak beberapa bakteri. Enzim tersebut sangat
mirip dengan imunoglobulin A (Ig A), dengan ditambah beberapa zat imunologik yang
berasal dari sekresi sel. Imunoglobulin G (Ig G) dan interferon dapat juga ditemukan pada
sekret hidung sewaktu serangan akut infeksi virus. Ujung silia tersebut dalam keadaan tegak
dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian menggerakkannya ke arah posterior
bersama materi asing yang terperangkap didalamnya ke arah faring. Cairan perisilia
dibawahnya akan dialirkan ke arah posterior oleh aktivitas silia, tetapi mekanismenya belum
diketahui secara pasti. Transportasi mukosilia yang bergerak secara aktif ini sangat penting
untuk kesehatan tubuh. Bila sistem ini tidak bekerja secara sempurna maka materi yang
terperangkap oleh palut lendir akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit.
Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus media dan inferior maka gerakan
mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik lapisan mukus
dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Sedangkan arah gerakan silia pada sinus
seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium. Kecepatan gerakan silia bertambah
secara progresifsaat mencapai ostium, dan pada daerah ostium silia tersebut berputar dengan
kecepatan 15 hingga 20 mm/menit.
17
Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda di berbagai bagian hidung. Pada
segmen hidung anterior kecepatan gerakan silianya mungkin hanya 1/6 segmen posterior,
sekitar 1 hingga 20 mm/menit.
Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan bergabung dengan
sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di dekat infundibulum etmoid,
kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba eustachius akan dialirkan ke arah nasofaring.
Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior dan sfenoid akan bergabung di resesus
sfenoetmoid, kemudian melalui posteroinferior orifisium tuba eustachius menuju nasofaring.
Dari rongga nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan menelan.
2.2.3.7 Pemeriksaan fungsi mukosiliar
Fungsi pembersih mukosiliar atau transportasi mukosiliar dapat diperiksa dengan
menggunakan partikel, baik yang larut maupun tidak larut dalam air. Zat yang bisa larut
seperti sakarin, obat topikal, atau gas inhalasi, sedangkan yang tidak larut adalah lamp black,
colloid sulfur, 600-um alluminium disc atau substansi radioaktif seperti human serum
albumin, teflon, bismuth trioxide.
Sebagai pengganti partikel dapat digunakan sakarin yang disebut uji sakarin. Uji ini
telah dilakukan oleh Anderson dan kawan pada tahun 1974dan sampai sekarang banyak
dipakai untuk pemeriksaan rutin. Uji sakarin cukup ideal untuk penggunaan di klinik.
Penderita di periksa dalam kondisi standar dan diminta untuk tidak menghirup, makan atau
minum, batuk dan bersin. Penderita duduk dengan posisi kepala fleksi 10 derajat. Setengah
mm sakarin diletakkan 1 cm di belakang batas anterior konka inferior, kemudian penderita
diminta untuk menelan secara periodik tertentu kira-kira 1/2-1 menit sampai penderita
merasakan manis. Waktu dari mulai sakarin diletakkan di bawah konka inferior sampai
merasakan manis dicatat dan disebut sebagai waktu transportasi mukosiliar atau waktu
sakarin. Dengan menggunakan bahan celupan, warna dapat dilihat di orofaring.
Transportasi mukosiliar normal sangat bervariasi. Mahakit (1994) mendapatkan waktu
transportasi mukosiliar normal adalah 12 menit. Sedangkan pada penderita sinusitis, waktu
transportasi mukosiliar adalah 16,6 7 menit. Waguespack (1995) mendapatkan nilai ratarata adalah 12-15 menit. Elynawaty (2002) dalam penelitian mendapatkan nilai normal pada
kontrol adalah 7,61 menit untuk wanita dan 9,08 menit untuk pria.
2.3 Anatomi dan fisiologi tenggorokan
18
19
sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring
(hipofaring).
Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior,
kemudianbagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring
membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada
mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa terdapat didepan
lekukan yangdisebut fosa rosenmuller. Otot tensor velipalatini, merupakan otot yang
menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius masuk ke faring melalui ruangan ini.
Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal
dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan tonsila,
arcus faring anterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari arkus faring
posterior disusun oleh otot palatofaringeus, otot-otot ini membantu menutupnya orofaring
bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksus faringeus.
2.3.1.1 Vaskularisasi.8
Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama berasal
daricabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni cabang palatine
superior.
2.3.1.2 Persarafan8
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan
serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang
ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung
oleh cabang n.glossofaringeus.
2.3.1.3 Kelenjar Getah Bening8
Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu superior,media dan
inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar
getah bening servikal dalam atas. Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening
jugulodigastrik dan kelenjar getah bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe
inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.
20
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah
m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat
suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan
biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi
oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenarbenarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya.9
c. Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus didalamnya.9
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual
yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang
biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali
ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah
tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.9
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang
disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus.
Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri
dan sisa makanan.9
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul
tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada
tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil
a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.9
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada
apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang
menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila
ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.9
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat
meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.9
2.3.1.6 Laringofaring (hipofaring)9
22
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula
epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan
pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral
terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus
piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika
dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas
posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid
dan di bawahnya terdapat muara esofagus.
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak
langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama
yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan
yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika
lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil ( pill pockets), sebab pada beberapa
orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk
omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi
demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak
menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika
menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis
dan ke esofagus.2 Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan
laring pada tindakan laringoskopi langsung.
2.3.2 Fisiologi Tenggorokan
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk
artikulasi.8
Proses menelan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke
faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga,
jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya
adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan
palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang
hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah
23
aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan
kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media
dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis
inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya
24
25