Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN WAWANCARA KAUM DHUAFA

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Dosen Pembimbing:
Dr. Lilik Nur Kholidah, M.Pdi

Oleh :
Eka Setyaningrum

(120321402474)

JURUSAN FISIKA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
2013

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan lapoan ini pada tanggal 2 Mei
2013.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk dapat
membangkitkan motivasi generasi muda agar mempunyai cita-cita yang positif dan memiliki
masa depan yang lebih baik.
Laporan ini disusun berdasarkan wawancara yang kami lakukan terhadap seorang
narasumber yang bernama Ibu Kasniti.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam membuat makalah ini.
Satu harapan yang kami inginkan semoga karya tulis ini dapat berguna bagi pembaca dan
kami juga berharap kritik dan saran dari pembaca atas segala kekurangan dalam makalah ini.
`

Malang, 2 Mei 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...........................................................................................................

.....................................................................................................................................i
Daftar Isi .....................................................................................................................

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang .........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................
1.3 Tujuan .......................................................................................................
1.4 Metode dan Teknik Penulisan ..................................................................

4
5
5
5

Bab II Isi
2.1 Pengertian Kaum Dhuafa .........................................................................
2.2 Kondisi Narasumber .................................................................................
2.3 Pandangan Islam Terhadap Kaum Dhuafa ...............................................

6
7
9

Bab III Penutup


3.1 Kesimpulan ...............................................................................................
3.2 Saran .........................................................................................................

14
14

Lampiran ....................................................................................................................

15

Daftar Pustaka ............................................................................................................

16

BAB I
PENDAHULUAN
3

1.1 Latar Belakang


Kehidupan masyarakat kita belakangan ini memang seringkali melupakan kita akan
kehidupan saudara-saudara kita yang hidup dalam serba keterbatasan. Katanya kehidupan bangsa
ini semakin maju dan sejahtera dalam bidang ekonomi. Dimana-mana ada pembangunan
berbagai macam perumahan modern dan mal-mal berdiri dengan megahnya. Tetapi kita juga
tidak bisa pungkiri pula disamping lingkungan masyarakat kita sendiri masih banyak yang serba
kekurangan.
Kita mengetahui bahwasannya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah pecinta
kaum dhuafa. Ada hadist Rasulullah yang mengingatkan akan pentingnya membantu sesamanya
dalam berbagai hal yang berkaitan dengan kebaikan yang artinya :"Rasulullah SAW bersabda :
"Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain. Siapa saja yang berusaha memenuhi
kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa saja yang menghilangkan
kesusahan dari seorang Muslim, Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya pada Hari
Kiamat." (HR. Muttafaq 'alaih).
Perjalanan hidup ini berliku-liku.Pasang surut.Terkadang terasa enak namun juga kadang
terasa tidak enak.Akan tetapi semua rasa itu tergantung bagaimana kita menyikapinya. Seperti
tatkala menyaksikan anak-anak gelandangan yang seringkali kita lihat bertebaran di pinggir
jalan, kalau pola pikir kita bermuatan negatif, maka kita akan melihat sampah-sampah
berkeliaran yang hanya membuat sesak di muka bumi ini.
Namun, jika muatan pola pikir kita positif, maka kita akan berfikir, kasihan akan nasib
mereka yang tidak seberuntung kita. Kemudian kita akan mencari-cari cara bagaimana untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan sekolah mereka agar menjadi layaknya seorang manusia.
Dan diantaranya tandanya menyayangi kaum dhuafa adalah kita akan menyisihkan sedikit rejeki
yang kita dapatkan buat mereka. sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Taala yang telah
memberikan modal berupa kesehatan sehingga kita bisa bekerja, lalu Allah pulalah yang telah
mengaruniakan hasil yang baik dari pekerjaan kita ini.

Penduduk Indonesia ini bejumlah kurang lebih 220 juta. Katakan saja umat Islam di
Indonesia negeri kita tercinta ini berjumlah 150 juta jiwa. Kalau seandainya semua umat Islam di
Indonesia mau menyisihkan 200 rupiah saja buat fakir miskin maka Indonesia telah mampu
mengimpulkan uang 1,5 milyar dalam sehari. Bagaimana jika seminggu ? Setahun ? Tentunya
akan banyak sekali jumlahnya. Dan kita memerlukan akan kepedulian terhadap dhuafa yang
akan bisa mendorong dan membantu peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Kita harus bisa meneladani contoh Rasulullah dalam memberikan kasih sayangnya dan
cintanya beliau kepada kaum dhuafa ini. Karena sebagai umat Rasulullah Muhammad
Shallallahu a'alaihi wa sallam kita diharuskan menjalankan sunnah-sunnah beliau dalam
mengaplikasikan kedalam kehidupan kita sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud kaum dhuafa?
Bagaimana kondisi narasumber?
Bagaimana pandangan islam terhadap kaum dhuafa?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah :

Untuk mengetahui pengertian dari kaum dhuafa.


Untuk mengetahui kondisi dari narasumber agar mampu meningkatkan kepedulian

sosial generasi muda.


Untuk mengetahui pandangan islamterhadap kaum dhuafa.

1.4 Metode dan Teknik Penulisan


Metode dan teknik penulisan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan cara
wawancara secara langsung kepada narasumber serta tetangga terdekat dengan cara mendatangi
rumahnya langsung yang berada di daerah Pakis.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kaum Dhuafa


5

Kaum Duafa adalah sebuah kelompok manusia yang dianggap lemah atau mereka
yang TERTINDAS. Asal muasal Kaum Duafa adalah mereka yang tak bisa hijrah karena
terhalang kafir mekkah (tertindas).

Dari segi Ekonomi : adalah mereka yang fakir dan miskin (tertekan keadaan) bukan

malas.
Dari segi Fisik : adalah mereka yang kurang tenaga (bukan karena malas)
Dari segi Otak : adalah mereka yang stupid ( bukan karena malas )
Dari segi Sikap : adalah mereka yang terbelakang (bukan karena )
Kaum dhuafa (lemah) terlahir dari kekerasan negara. Kaum dhuafa terdiri dari orang-

orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Kaum dhuafa ialah orangorang yang menderita hidupnya secara sistemik. Para dhuafa setiap hari berjuang melawan
kemiskinan. Kaum dhuafa korban dari kenaikan harga BBM, dan barang-barang kebutuhan
lainnya. Kaum dhuafa cerminan ketidakmampuan negara dalam memelihara mereka. Para
dhuafa secara sendirian harus berjuang melawan sistem kapitalisme. Kaum dhuafa adalah
orang-orang miskin yang ada di jalanan, di pinggiran dan di sudut-sudut lingkungan kumuh.
Mereka bekerja sebagai pemulung, para pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh bangunan
dan abang becak. Mereka ini kelompok masyarakat yang mudah terkena penyakit menural,
seperti demam berdarah, malaria, dan kusta, dan segudang kesengsaraan. Lantas, apa yang harus
dilakukan?
Kaum dhuafa (lemah) merupakan korban kekerasan negara. Kaum dhuafa terdiri dari
orang-orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Kaum dhuafa ialah
orang-orang yang menderita hidupnya secara sistemik. Para dhuafa setiap hari berjuang
melawan kemiskinan. Kaum dhuafa korban dari kenaikan harga BBM, dan barang-barang
kebutuhan lainnya. Mereka harus menanggung beban hutang negara dengan membeli mahalnya
minyak tanah dan sembako. Kaum dhuafa cerminan ketidakmampuan negara dalam memelihara
mereka. Para duafa sendirian berjuang melawan sistem kapitalisme. Kaum dhuafa adalah
orang-orang miskin yang ada di jalanan, di pinggiran dan di sudut-sudut lingkungan kumuh.
Mereka bekerja sebagai pemulung, para pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh bangunan
dan abang becak. Penderitaan dan penindasan yang dialaminya menyebabkan kaum dhuafa
sangat rentan dengan penyakit menular dan ancaman bunuh diri. Contoh, mereka yang terkena
6

penyakit menural seperti demam berdarah, malaria, kusta adalah mereka yang miskin dan dari
lingkungan kumuh. Demikian juga orang-orang yang terinfeksi penyakit menular seksual
HIV/AIDS banyak dari kalangan miskin dan tidak mengerti arti menjaga kesehatan tubuh.
2.2 Kondisi Narasumber
Narasumber yang kami wawancarai adalah Ibu Kasniti . Ibu Kasniti tinggal di jalan
Sunan Ampel No. 34 Pakis, Malang. Beliau sudah lanjut usia, sehinnga beliau tidak bekerja.
Beliau kesehariannya

melakukan kegiatan seperti selayaknya nenek-nenek lainnya, seperti

menjemur nasi aking, menjemur gabah, sholat, dll. Beliau tinggal sendirian namun anak beliau
tinggal disamping rumah beliau Untuk lebih jelasnya berikut wawancara saya dengan beliau
Sejak kapan Ibu tinggal sendiri?
Saya tinggal sendiri sejak anak-anak saya sudah berkeluarga masing-masing. Meskipun
ada satu anak yang bernama Sauri yang tinggal samping rumah saya, tetapi dia jarang pulang ke
rumah. Sedangkan anak-anaknya yang lain salah satunya yang bernama Surtini dan saya sendiri
tidak begitu ingat dan tahu ada berapa cucu saya karena sudah lama tidak ketemu mereka. Saya
juga sudah tua, jadi tidak begitu ingat tentang keluarga saya.
Apa kegiatan sehari-hari ibu selama tinggal sendiri ini ?
Sebagai orang tua tidak begitu banyak kegiatan yang bisa saya lakukan karena usia
yang sudah tua renta serta kondisi fisik yang sudah sakit-sakitan. Tetapi yang sering saya lakukan
kesehari-hariannya itu hanya memasak nasi, menyapu, menjemur pakaian, menjemur nasi aking,
tidur, dll.
Bagaimana dengan kondisi fisik dan kesehatan ibu sekarang?
Namanya orang tua kondinsinya seperti ini, tidak kuat apa-apa, untuk melakukan
sesuatu sekarang merasa kesulitan, di tambah lagi saya tinggal sendirian, jadi tidak ada yang
dapat di mintai tolong kalau saya sedang membutuhkan bantuan. Kaki-kaki saya juga linu-linu,
sakit dibuat jalan.

Bagaimana Ibu bisa mempertahankan hidupnya sampai sekarang ini dengan kondisi
yang tua ini ?
Kalau uang saya tidak punya, saya juga asalnya bukan orang mampu, jadi kondisi
perekonomian saya seperti ini dari dulu. Hanya saja saya diberi beras saja dari anak saya untuk
di masak agar saya bisa makan sehari-harinya. Makan saya sedikit, jadi tiap masak nasinya
sampai bisa di buat makan besok dan besoknya lagi. Namanya orang tua, makan hanya apa
adanya saja yang bisa di makan asal ada yang di makan saya sudah senang.
Karena kondisi Ibu Kasniti yang sudah tua, sehingga sudah sulit pula beliau
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya berikan. Jadi saya meminta informasi dengan
mewawancarai tetangga terdekat beliau. Berikut hasil wawancara saya dengan tetangga beliau:
Bagaimana kondisi ibu Kasniti?
Ibu Kasniti tinggal dirumah itu sendiri, suaminya telah lama meninggal. Anaknya, Sauri
yang tinggal disamping rumahnya itu.
Bekerja sebagai apa Pak Sauri?
Sauri bekerja sebagai buruh tani di sawah. Tetapi dia jarang bahkan hampir tidak
pernah pulang dari sawah. Dia mendirikan gubuk kecil disana dan tinggal disana.
Bagaimana dengan anak Ibu Kasniti yang satunya (Surtini)?
Surtini sudah menikah dan tinggal dengan suaminya disana dan tidak pernah pulang
atau menjenguk Ibu Kasniti.

Begitulah hasil wawancara yang telah saya lakukan. Dan berikut menurut observasi
Kondisi Ibu Kasniti sangat memprihatinkan. Rumah beliau berlantaikan tanah, hanya ada
satu pintu saja yakni pintu masuk, dan beberapa bambu yang telah usang menghitam menonjok
pondasi-pondasi rumahnya, ruang depan hanya ada 3 kursi lapuk, meja besar yang diatasnya ada
sedikit nasi dan cobek kotor tanpa ada sedikitpun lauk yang terlihat, dan beliau mengatakan

bahwa beliau sholat di pelataran rumah karena kondisi rumah yang sudah tidak layak untuk
dijadikan tempat sholat. Beliau masak nasi hanya dari pemberian anaknya.
2.3 Pandangan Islam terhadap Kaum Dhuafa
Allah subhanahu wa taala menjadikan sebagian manusia sebagai fitnah (ujian)
terhadap sebagian yang lainnya. Yang miskin merupakan ujian bagi yang kaya dan sebaliknya,
yang kaya adalah ujian bagi yang miskin. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah subhanahu
wa taala dalam firman-Nya:



3



Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu
bersabar? Dan adalah Rabb-mu Maha Melihat. (Al-Furqan: 20)
Tanpa diragukan lagi bahwa keberadaan anak yatim serta kaum dhuafa` seperti fakir
miskin, para janda, dan yang lainnya merupakan dua golongan masyarakat yang berhak untuk
mendapatkan

perhatian

dan

pemeliharaan. Allah subhanahu wa

taala banyak

sekali

menyebutkan di dalam Al-Qur`an tentang anjuran untuk menyayangi dan berbuat baik kepada
dua golongan tersebut.
Allah subhanahu wa taala telah berfirman:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitabkitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin (Al-Baqarah: 177)
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin. (An
Nisa`: 36)
Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap
orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. (Adh-Dhuha: 9-10)
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan hari kiamat? Itulah orang yang menghardik anak
yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (Al-Maun: 1-3)
Maka sudah sepantasnya bagi kita untuk peduli dengan nasib mereka yang diwujudkan dalam
bentuk memberikan bantuan, menyayangi dan berlemah lembut kepada mereka.
Sebagaimana pesan Rasulullah Saw :
9

Untuk mendekati simiskin


Untuk melihat ke bawah
Menghubungi kaum kerabat
Jangan minta apapun dari manusia
Kalau kita bicara dalam konteks ukhwah Islamiyah maka hal ini akan lebih bermakna.

Ukhwah Islamiyah sendiri bisa didefinisikan sebagai rasa persaudaraan yang dilandasi persaman
aqidah dan keyakinan. Pengertian ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam al Qur'an :

Hanyalah orang-orang beriman itu bersaudara
Maka segala perbuatan sosial yang berkaitan dengan kemasyarakatan yang kita lakukan
hendaklah mengutamakan saudara kita. Sehingga bisa diharapkan, kita menjadi ummat yang
unggul baik secara aqidah, ekonomi, pertahanan dan lain sebagainya. Dari sinilah loyalitas kita
terhadap ajaran agama menjadi tampak. Rasulullah SAW bersabda:


Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu, sehingga dia mencintai Saudaranya sama
seperti mencintai dirinya sendiri.
Hadits ini mengaitkan antara kesempurnaan iman dengan kecintaan terhadap sesama
muslim. Bukan hanya sekedar ucapan cinta, tapi yang lebih utama adalah pembuktian rasa cinta
itu dalam kehidupan. Misalnya dengan membantu meingankan beban hidup mereka. Karena
cinta tanpa bukti tak lebih dari fatamorgana dan hiasan bibir semata. Kepedulian kepada sesama
muslim ini menjadi barometer sejauh mana kesempurnaan iman seorang muslim. Semakin peduli
dia terhadap saudaranya, sejauh itu pula kesempurnaan imannya. inilah yang ingin diajarkan al
habib Hasan Baharun kepada semua muridnya.
Agama memberikan isyarat sangat jelas untuk mengeluarkan zakat fitrah kepada kaum
dhuafa. Zakat adalah perintah untuk mensucikan diri yang dibagikan kepada orang-orang yang
lemah. Mereka merupakan orang-orang yang tertindas yang memerlukan pertolongan manusia
10

yang lainnya. Membiarkan mereka dalam penderitaan, berarti menyia-nyiakan agama. Kehadiran
agama Islam adalah untuk memberikan keselamatan kepada seluruh alam, terutama bagi orang
miskin yang membutuhkan uluran tangan-tangan manusia yang lain. Mereka seharusnya
dikasihani dan dilindungi hak-haknya. Kaum dhuafa merupakan bentuk ketidak-adilan sistem
yang patriarkhal. Sistem dominasi melanggar hak-hak hidup orang lain. Misalnya, hak
memperoleh makan dan minum serta pekerjaan layak. Para kaum dhuafa tidak memperoleh hak
tersebut karena uang untuk mereka dikorup, dirampas oleh orang-orang tidak bertanggung
jawab. Orang miskin semenjak dulu kala kehidupannya dililit oleh kemiskinan. Miskin segala
hal. Miskin pengetahuan dan kesempatan melakukan perubahan. Miskin pendidikan yang
mampu merubah keadaan hidupnya. Akibatnya, hidup mereka secara turun temurun berada
dalam lingkaran kemiskinan. Sementara itu orang-oramg yang memiliki kekuasaan, sebagian
menjadi sangat serakah dan tidak memberikan kesempatan yang sama. Akar persolan dari
lingkaran setan sistem patriarkhal. Sistem doominasi yang tidak adil. Lalu bagaimana melihat
dari prespektif kemanusiaan?
Kaum dhuafa disebut oleh Nabi Muhammad sebagai orang-orang yang sangat dekat
dengan Nabi kelak di akhirat. Hidup mereka lebih berharga dan tehormat dari pada mereka yang
makan uang rakyat. Doa orang-orang mustadh'afin (orang yang terlemahkan) akan cepat
dikabulkan oleh Allah SWT. Bahkan Nabi Muhammmad bersabda, bahwa kelak Nabi akan
bersama kaum dhuafa di akhirat. Maka sudah selayaknya, sebagai ummat Muhammad SAW
untuk membela kepentingan para dhuafa, berjuang memperoleh hak hidup yang layak. Hak
hidup yang adil dalam memperoleh makan dan minum serta lapangan pekerjaan. Hampir semua
agama mengajarkan kemanusiaan untuk memperhatikan kaum ini. Demikian juga Nabi
Muhammad sebagai bapak anak-anak yatim. Nabi sangat menolong kaum fakir miskin. Nabi
menyebutkan, bahwa antara dirinya dengan anak-anak yatim seperti jari telunjuk dengan jari
tengah. Keduanya sangat dekat. Bagaimana jika kaum duafa tidak diperhatikan, dan malah
dizalimi? Sesungguhnya doa kaum dhuafa sangat mustajab (dikabulkan oleh Allah SWT).
Apabila kaum dhuafa dibiarkan menderita, maka bangsa ini akan mendapatkan generasigenerasi lemah dan tidak berdaya. Apabila generasi itu lemah, tentu bangsa ini akan rapuh dan
gagal. Bangsa lemah, akan mudah musuh-musuh menyerang dan merongrong bangsa.
Rongrongan tersebut beragam cara, misalnya nampak nyata penjajahan ekonomi dengan

11

permainan harga BBM. Negara tidak mampu mengontrol lagi harga standar sesuai dengan
kemampuan daya jangkauan masyarakatnya, harga-harga dipermainkan kepentingan global.
Akibatnya rakyat makin sulit memperoleh hak-hak hidup yang layak.
Lalu bagaimana agar bangsa ini menjadi kuat? Pertama, ialah memberdayakan kaum
dhuafa. Semakin kaum dhuafa dipelihara dan dilindungi, mereka bangkit dengan sendirinya
mengubah hidupnya. Sebaliknya, membiarkan dan mendiamkan kaum dhuafa di jalanan dan
terlantar memunculkan ragam kekerasan. Misalnya, orang-orang miskin yang lari dari kehidupan
normal kepada kehidupan tidak normal, seperti pencandu narkoba, minuman-minuman keras,
dan pecandu seksual yang tidak halal. Realitas ini menimbulkan banyak penyakit sosial seperti
kejahatan, kriminal dan bunuh diri. Misalnya, setiap hari rata-rata lima orang yang ditembak
karena melakukan pencurian, apabila dibiarkan maka tindak pencurian akan meningkat seiring
kemiskinan yang nyata. Apabila orang-orang tersebut dibina, dirawat dan diberikan mata
pencaharian dan semangat hidupnya bangkit, maka perlahan mereka akan menjalani hidup
normal kembali. Hadis Nabi menyebutkan, bahwa sesungguhnya kefakiran mempercepat pada
kekufuran. Bagaimana caranya agar kaum duafa mampu bangkit? Kedua, yaitu dengan menjalin
kerjasama lintas agama, etnik dan budaya. Secara faktual, bangsa Indonesia terdiri dari beragam
agama yang mampu bekerjasama dengan baik. Menafikan kekuatan agama lain, mengakibatkan
kerjasama berkurang dan tidak efektif. Bagaimana kerjasama itu bisa dilakukan? Caranya dengan
saling menghargai dari berbagai agama, dan kelompok profesional dalam melakukan
pemberdayaan kepada para duafa. penghargaan itu terwujud apabila adanya kerukunan antar
ummat beragama. Kerukunan antar ummat beragama relevan untuk mengusung isue kepedulian
kepada kaum dhuafa.
Ketiga, membangkitkan semangat kerja keras bagi generasi muda dan anak-anak.
Kehidupan adalah milik masa depan. Masa depan tersebut sangat bergantung dari keadaan
generasi mudanya. Generasi muda dibentuk oleh masa anak-anak. Apabila anak-anak sudah kuat
karakter hidupnya untuk bersemangat dan kerja keras, tentu mereka akan gigih melawan
kemiskinan. Sebaliknya, meninggalkan generasi dan anak-anak yang lemah, bencana bagi
bangsa ini dimasa mendatang. Semenjak kecil, anak-anak dilatih untuk menghadapi kesulitan
demi kesulitan agar tangguh. Mengapa sejak kecil harus dilatih? karena kecakapan seseorang
yang paling berpengaruh didasarkan pada penguasaan pengalaman mereka. Jika semenjak kecil,
12

anak-anak dibiasakan untuk berlatih kerja keras dan mandiri serta bertanggung jawab, maka akan
menjadi orang yang kuat menghadapi permasalahan hidupnya. Apabila anak dibiasakan
menadahkan tangan dan meminta-meminta, maka akan tertanam di benaknya untuk hidup dari
pemberian dan belas kasihan orang lain. Pengalaman mereka itulah yang akan banyak menuntun
mereka membaca kehidupannya kelak dimasa mendatang. Ironinya, banyak kalangan dhuafa
yang menjadikan anak-anak mereka sebagai pengais rezeki, seperti penjualan anak-anak dan
kerja-kerja jalanan saat masih dibawah umur. Menerjunkan anak pada kerja-kerja eksploitatif,
menyebabkan kemiskinan sistemis menghegemonik mereka. Untuk itulah, kesadaran mendidikan
anak menjadi rajin belajar, kerja keras merupakan bentuk keluar dari mata rantai kemiskinan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kaum Duafa adalah sebuah kelompok manusia yang dianggap lemah. Kaum dhuafa
(lemah) terlahir dari kekerasan negara. Kaum dhuafa terdiri dari orang-orang yang terlantar,
fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Kaum dhuafa ialah orang-orang yang menderita
hidupnya secara sistemik. Kondisi Ibu Kasniti merupakan cerminan kaum dhuafa yang dari

13

beliau dapat diambil banyak pelajaran kehidupan. Berdasarkan firman Allah SWT serta sabda
Rasulullah SAW maka sudah sepantasnya bagi kita untuk peduli dengan nasib mereka yang
diwujudkan dalam bentuk memberikan bantuan, menyayangi dan berlemah lembut kepada
mereka.

3.2 Saran
1. Pedulilah dengan nasib kaum dhuafa dalam bentuk memberikan bantuan, menyayangi
dan berlemah lembut kepada mereka.
2. Milikilah kesadaran rajin belajar, kerja keras agar dapat keluar dari mata rantai
kemiskinan.
3. Perbanyak bersyukur saat kita melihat kaum dhuafa, jangan hanya melihat keatas tapi
lihatlah kebawah, masih banyak orang-orang yang tak seberuntung kita.

LAMPIRAN

14

DAFTAR PUSTAKA

http://www.buletin-alilmu.com
H T T P : / / K O M P U T E R M US L IM . B LO G S P O T.C O M

15

Anda mungkin juga menyukai