Anda di halaman 1dari 3

MEMBANGUN NEGERI TANPA KORUPSI, MUNGKINKAH ? « ... http://kamoenyo.wordpress.com/2007/07/08/membangun-negeri-tanpa...

Kamoenyo

Sarana Tukar Menukar Informasi

Pengumpan:
Tulisan
Komentar

MEMBANGUN NEGERI TANPA KORUPSI,


MUNGKINKAH ?

Juli 8, 2007 oleh kamoenyo

MEMBANGUN NEGERI TANPA KORUPSI, MUNGKINKAH ?

Korupsi telah terjadi di negeri ini sejak awal kemerdekaan, hanya saja waktu itu belum
kentara dibandingkan saat-saat orde baru dan sekarang ini. Sejak itu sampai saat ini berbagai
lembaga telah dibentuk dan didirikan di republik ini, namun korupsi terus saja bertahan.
Sebenarnya usia korupsi telah setua usia peradaban dunia, sama juga dengan berbagai penyakit
sosial lainnya, seperti pelacuran, judi, minuman keras, madat, perampokan, pembunuhan,
monopoli, penindasan dan lain sebagainya.

Berbagai agama dunia telah diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa ke bumi ini, namun
penyakit sosial ini termasuk korupsi masih tetap ada, meskipun ada masa dorman dan ada
kalanya tumbuh subur dan berkembang biak.. Sepertinya itu semacam fitrah atau keharusan
sejarah, karena mungkin bila tidak ada lagi kejahatan, penyakit sosial, maka mungkin dunia ini
telah tiada. Kehidupan ini tak perlu lagi untuk dipertahankan. Bagaimana seorang hamba bisa
mengetahui sesuatu itu baik, bila tidak pernah mengetahui, melihat atau mendengar yang
buruk dan jahat.

Orang baru dapat menghargai malam, bila dia telah melalui siang. Orang akan – lebih –
memahami arti kemerdekaan, bila ia telah merasakan penjajahan. Kita akan lebih mencintai
kedamaian, bila kita telah menghadapi masa kekacauan. Orang akan kurang memaknai harta,
bila ia tidak pernah merasa kekurangan harta. Orang tidak akan merasa kehilangan, bila ia
memang tidak pernah memiliki apapun. Orang tidak akan merasa penting nilai kesehatan, bila
ia tidak pernah merasakan sakit. Itulah dunia, ada hitam dan ada putih. Ada siang dan ada
malam. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Itulah hidup, semuanya saling berpasangan.

1 of 3 15/08/2012 13:43
MEMBANGUN NEGERI TANPA KORUPSI, MUNGKINKAH ? « ... http://kamoenyo.wordpress.com/2007/07/08/membangun-negeri-tanpa...

Sebenarnya tak ada negeri yang tak ada prilaku-prilaku menyimpang ini, semuanya ada.
Hanya saja intensitas atau ukurannya yang berbeda. Mana ada negeri yang tak ada perjudian,
perzinahan, penindasan dan ketidak-adilan, semuanya ada dan memang harus ada untuk
memberi makna bagi suatu perjuangan. Karena perjuangan inilah yang memberikan nilai dan
tingkatan bagi individu-individu ummat manusia. Semuanya wajar saja.

Lantas yang menjadi pertanyaan bagi kita, apa lantas kita membiarkan segala penyakit sosial
termasuk korupsi itu tumbuh dan berkembang. Mungkin iya dan mungkin saja tidak.
Tergantung sudut pandang setiap individu orang. Ada orang yang beranggapan bahwa ketika
kekacauan sedang merajalela, justeru itu yang menjadi pemicu munculnya kesadaran nasional
bagi warga bangsa akan pentingnya kedamaian. Tidak dipaksakan.

Pada masyarakat kanibal, justeru orang yang tak mau berprilaku kanibal dianggap aneh, unik,
eksentrik dan tidak gaul. Di sejumlah negara maju, baik di eropa dan amerika – yang dianggap
negara modern – justeru para remaja putri dan remaja pria merasa malu bila belum pernah
berhubungan badan dengan lawan jenisnya dianggap hal yang memalukan, dan cenderung
digelar dengan virgid (dingin), ngak gaul, kolot, kampungan dan berbagai penghinaan dari
rekan sesamanya. Toh akhirnya, pemerintah dan masyarakat amerika saat ini mulai kewalahan
akibat dampak yang terjadi akibat pergaulan bebas, yang akhirnya mendongkrak angka
kriminalitas. Masyarakat maju tersebut mulai merasakan ada yang tidak sehat dalam prilaku
budaya masyarakatnya sendiri. Mereka mengalami depresi berat.

Pada masyarakat purba, yang kuat itulah yang menjadi pemimpin. Pada masyarakat bandit,
bromoncorah, gang, penjahat, maka yang menjadi pemimpin pasti yang paling jahat, paling
kuat, bengis dan tak berprikemanusiaan. Lantas muncul pertanyaan, sudahkah totalitas warga
bangsa di republik ini merasa bahwa budaya korupsi, kolusi dan nepotisme adalah penyakit
sosial yang luar biasa, atau jesteru mungkin masih dianggap biasa dan wajar saja. Kalau masih
dianggap biasa, lumrah dan wajar saja, maka omong kosong korupsi bisa diberantas – pasti
tidak bisa diberantas – hanya mungkin diminimalisir. Untuk mengetahui ini, mari kita bertanya
pada diri kita masing-masing secara jujur, sudah siapkah kita bila korupsi, kolusi dan
nepotisme ini dihapuskan dalam budaya kita?.

Kalau masih belum siap semuanya atau setidaknya sebahagian besar warga bangsa, maka
kebijakan apapun dan berapa banyak pun lembaga anti korupsi dibentuk, toh hasilnya sama
saja. Kalau masih begini, maka mari kita biarkan saja korupsi merajalela sampai pada titik kritis
munculnya kesadaran nasional akan pentingnya kehidupan tanpa korupsi. Kami teringat pada
teori trend, bahwa sesuatu yang terpecah-pecah cenderung menyatu, sesuatu yang kacau
cenderung akan menjadi teratur.

Sekali lagi perlu kami sampaikan bahwa bila kita secara nasional secara jujur merasa belum
penting benar akan dampak korupsi, maka yang terjadi hanya perubahan pelaku, dari yang
tertindas menjadi penindas dan dari penindas menjadi yang tertindas. Selamat dari mulut
buaya masuk ke mulut harimau. Lingkaran setan ini terus berputar tanpa ujung. Mungkin
inilah yang sedang terjadi di negeri ini.

Kami sering menyatakan ke rekan-rekan bahwa kita sedang terjebak dengan perlombaan
tikusnya Robert T. Kiyosaki, yang ngak atau kapan akan berakhirnya semua ini. Sejarah
memperlihatkan kepada kita dua hal yang ekstrem yang terjadi, yaitu bila kita telah terlalu
lama tertindas, maka biasanya orang akan menghadapi dua kemungkinan, yaitu belajar untuk
tidak menindas atau jesteru kita belajar untuk menindas. Kita seharusnya belajar dari
pengalaman masa lalu bahwa segala sesuatunya pasti ada pasang dan surutnya. Dan mudah-
mudahan kita termasuk dalam kelompok orang-orang yang selamat dari banjir bandang Nabi

2 of 3 15/08/2012 13:43
MEMBANGUN NEGERI TANPA KORUPSI, MUNGKINKAH ? « ... http://kamoenyo.wordpress.com/2007/07/08/membangun-negeri-tanpa...

Nuh atau tsunami dari prilaku menyimpang ini.

Untuk selamat dari banjir bandang dan tsunami ini, mari kami ingatkan dari suatu pepatah
yang tertulis di batu nisan seorang tokoh – yang kami lupa namanya – yang kira-kira artinya
“suatu hari aku berpikir untuk merubah dunia, ternyata aku tidak mampu. Kemudian aku mulai berpikir
merubah bangsaku, ternyata aku juga tidak mampu. Dan ketika aku mulai berpikir merubah diriku,
ternyata aku telah keburu mati”. Mudah-mudahan dari pepatah ini, mari kita mulai merubah diri
kita sendiri, baru setelah itu merubah lingkungan kita dan seterusnya. Kalau ini kita lakukan,
kita pasti selamat dari banjir bandang dan tsunami ini.

Ditulis dalam OPINI | Tinggalkan Sebuah Komentar

Komentar RSS

Blog pada WordPress.com.

Tema: MistyLook oleh WPThemes.

3 of 3 15/08/2012 13:43

Anda mungkin juga menyukai