objektif
pada
pasien
tinitus
subjektif.
http://www.researchgate.net/publication/267787838
Audiological clinical assessment. In: Moller AR, Langguth B, DeRidder
D, Kleinjung T, editors. Textbook of tinnitus. London: Springer; 2010.
p.409-16
2. Tatalaksana anti-inflamasi untuk radang kronik:
Peradangan berulang yang terjadi pada hidung, faring, dan tonsil,
mengarahkan pada keadaan kronis. Peradangan kronis sendiri dapat
mengalami eksaserbasi akut berulang pada masa intervalnya, keluhan yang
muncul biasanya rasa tidak enak pada tenggorokan atau hidung, seperti rasa
kering dan iritasi menjengkelkan. Membrana mukosa kadang terlihat pucat,
pembuluh darah menonjol, dinding mukosa sering ditutupi oleh sekresi
mukous dan jaringan limfoid sering hipertrofi dan memiliki gmbaran
bergranul atau berbenjol-benjol.
Fokus utama penangan peradangan kronis adalah mencegah agar tidak
terjadi eksaserbasi akut. Bila terjadi eksaserbasi akut, penanganannya adalah
sama seperti pada radang akut pada umumnya dengan memberikan obat antiinflamasi dan mengatasi sumber penyebab peradangan berulangnya.
Pada peradangan kronik dalam keadaan tidak terjadi eksaserbasi, tidak
ada penanganan yang spesifik dan pasien tidak diberikan obat anti-inflamasi
untuk menterapi peradangan kronik. Biasanya hanya diberikan terapi
simptomatis seperti obat kumur atau tablet hisap untuk keluhan di
tenggorokan.
Selain itu, pilihan terapi yang lain adalah dengan melakukan tonsilektomi
pada tonsilitis kronis, kaustik pada faringitis kronis atau konka hipertrofi
dengan zat kimia (nitras argenti atau triklokauterisasi) atau dengan electro
cauter.
Sumber: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
Leher. Edisi ke-7. Jakarta. Balai Penerbit FK UI, 2010
rendah)
cenderung
untuk
menolak
energi
akustik.
Dalam
Gambar 1. Timpanometer
Timpanometer
adalah
alat
yang
digunakan
dalam
pemeriksaan
Cara Pemeriksaan
Probe, setelah dipasangi tip yang sesuai, dimasukkan ke dalam liang
telinga sedemikian rupa sehingga tertutup dengan ketat. Mula-mula ke dalam
liang telinga yang tertutup cepat diberikan tekanan 200 mmH 2O melalui
manometer. Membrana timpani dan untaian tulang-tulang pendengaran akan
mengalami tekanan dan terjadi kekakuan sedemikian rupa sehingga tak ada
energi bunyi yang dapat diserap melalui jalur ini ke dalam koklea. Dengan
kata lain, jumlah energi bunyi yang dipantulkan kembali ke dalam liang
telinga luar akan bertambah.
Tekanan kemudian diturunkan sampai titik di mana energi bunyi diserap
dalam jumlah tertinggi; keadaan ini menyatakan membran timpani dan
untaian tulang pendengaran dalam compliance yang maksimal. Pada saat
compliance maksimal ini dicapai, tekanan udara dalam rongga telinga
tengah sama dengan tekanan udara dalam liang telinga luar. Jadi tekanan
dalam rongga telinga tengah diukur secara tak langsung.
Tekanan dalam liang telinga luar kemudian diturunkan lagi sampai -400
mmH2O.
timpani dan untaian tulang-tulang pendengaran, sehingga tak ada bunyi yang
diserap, dan energi bunyi yang dipantulkan akan meningkat lagi.
Cara Kerja Impedans Meter
Cara kerja timpanometri adalah alat pemeriksaan (probe) yang
dimasukkan ke dalam liang telinga memancarkan sebuah nada dengan
frekuensi 220 Hz. Alat lainnya mendeteksi respon dari membran timpani
terhadap nada tersebut.
Secara bersamaan, probe yang menutupi liang telinga menghadirkan
berbagai jenis tekanan udara. Pertama positif, kemudian negatif ke dalam
liang telinga. Jumlah energi yang dipancarkan berhubungan langsung dengan
compliance. Compliance menunjukkan jumlah mobilitas di telinga tengah.
Sebagai contoh, lebih banyak energi yang kembali ke alat pemeriksaan, lebih
sedikit energi yang diterima oleh membran timpani. Hal ini menggambarkan
suatu compliance yang rendah.
lonceng.
Penghantaran bunyi melalui telinga tengah akan maksimal bila tekanan
udara sama pada kedua sisi membran timpani. Pada telinga yang normal,
penghantaran maksimum terjadi pada atau mendekati tekanan atmosfir.
Itulah sebabnya ketika tekanan udara di dalam liang telinga sama dengan
tekanan udara di dalam kavum timpani, imitans dari sistem getaran telinga
tengah normal akan berada pada puncak optimal dan aliran energi yang
melalui sistem ini akan maksimal. Tekanan telinga tengah dinilai dengan
bermacam-macam tekanan pada liang telinga yang ditutup probe sampai
Hal ini
Interpretasi
Tipe-tipe klasifikasi timpanometri adalah sebagai berikut:
1.
Tipe A
2.
Tipe As.
3.
Tipe Ad.
Terdapat
pada
diskontinuitas
keadaan
membran
(kadang-kadang
timpani
sebagian)
yang
flaksid
atau
dari
tulang-tulang
pendengaran.
Tipe B
mobilitas pada telinga tengah. Bila tidak ada puncak tetapi ECV >
normal, ini menunjukkan adanya perforasi pada membran timpani.
Tipe C