sebagai titik pusat jari-jari besi tersebut. Pada atap kubah memiliki hiasan
kemuncak berupa tongkat runcing sebagai penunjuk arah mata angin dan
penangkal petir serta pada gevel bangunan yang mempunyai variasi gevel gaya
barat tahun 1870-1940.
Gambar 1.0
Tampak Gereja Immanuel Semarang
Sumber Wikipedia
Gambar 2.0
Denah Gereja Imanuel Semarang
Sumber Moejiono
Gambar 3.0
Detail Fasad
Sumber Triyulianti 2010
Bangunan ini mempunyai 4 buah pintu masuk yaitu Barat, Timur, Selatan
dan utara dengan pusat berada di tengah bangunan. Penempatan pintu masuk
mendapatkan pengaruh gaya Art dan Craft yang menggunakan daun pintu
berpanel yang diberi motif geometris. Pintu masuk bermaterial kayu dengan 2
buah daun pintu. Pada jendela gereja terdapat 2 macam yaitu jendela dengan
dua buah daun krepyak dan jendela dengan kaca patri berwarna warni yang
mengadaptasi arsitektur eropa. Dibagian atas pntu dan jendela diletakkan
ventilasi sebagai penyesuaian pada iklim tropis. Selain itu bangunan GPIB
Immanuel menyesuaikan iklim tropis di Indonesia dengan cara penggunaan
teras, ventilasi silang dan pagar untuk mengurangi panas matahari dan tampias
air hujan ke dalam bangunan.
Gambar 3.0
Detail pintu dan jendela
Sumber Triyulianti 2010
Secara umum ruangan pada gereja ini terbagi menjadi 11 bagian yaitu
area teras eksterior, bilik 1 sebagai hall penerima yang dikanan kirinya terdapat
tangga menuju menara, bilik 2 sebagai ruang peralihan menuju ruang jemaat
dan ke balkon dan bilik 3 sebagai ruang upacara kebaktian dan penyimpan alat
upacaya yang biasa disebut ruang Konsistori. Sedangkan pada bilik 4
merupakan ruang perluasan ruang jemaat dan tangga menuju balkon untuk
memainkan orgel, bilik 5 sebagai ruang peralihan dan terdapat tangga menuju
runag soundsystem, ruang jemaat, ruang kantor, ruang soundsystem, ruang
orgel musik dan menara. Terdapat pula orgel musik bergaya baroque abad 18
yang dibuat oleh P. Farwangler dan Hummer. Selain itu terdapat tangga
melingkar yang terbuat dari besi tempa berukir.
Organisasi ruang pada bangunan ini mengikuti gereja di Barat yang
memiliki konsep pola sirkulasi memusat dengan kubah di tengah. Batas ruang
diwujudkan melalui elemen fisik dan non fisik berupa elevasi lantai, penggunaan
material lantai, jajaran kolom dan lainnya. Susunan ruang pada gereja memusat
sebagai perwujudan dan penerapan arsitektur terhadap keseimbangan. Ruang
jemaat sebagai pusat mempunyai makna umat kepada Tuhannya.
Pada penggunaan material lantai dengan keramik 30x30cm sedangkan
pada ruang bilik
menggunakan keramik abu abu. Pada bilik ketiga
menggunakan keramik terasso 16x16cm yang merupakan material lantai yang
dipakai pada rumah tinggal The Indische Empire Style. Renovasi pertama pada
tahun 1894 menggunakan lantai berwarna monokromatik cokelat dengan variasi
hitam untuk mempertegas pola geomeris dengan tata susun grid dan simetris
pada lantai. Selain itu, pola lantai menyerupai struktur pada batik kawung
dalam bingkai segi empat. Pada ruang sekretariat dan soundsystem
menggunakan lantai parket kayu 30x30cm yang merupakan material lantai
gaya Art Nouveau.
Pada dinding gereja menggunakan batu bata finishing yang diplester dan
kuas kapur putih yang berdinding tebal. Terdapat ornamen motif garis, bunga,
dan geometris. Terdapat pula
pilaster pada dinding dan jendela yang
memperlihatkan pengaruh renaisans, art deco dan jawa yang merupakan ciri
The Indische Empire Style. Pada interior dinding gereja berbentuk lengkung
dengan sentuhan gaya gotik yang ditopang oleh pilar dengan sistem kerangka.
Pada ruang utama terdapat kolom berwarna putih dengan ornamen emas yang
berjenis Kornitian
memberi
kesan
mewah
dan
megah
pada
bangunan.
Plafon pada teras dan bilik gereja mempunyai kesamaan motif garis dan
geometris yang merupakan ciri kolonial Belanda (Handinoto dan Paulus
Soehargo, 1996:88). Selain itu, terdapat plafon datar,Gambar
sederhana,
simetris, dan
4.0
Detail
kolom
Gereja
Immanuel
terdapat ukiran berupa stilasi bunga terletak di tengah susunan pola geometrik
Semarang
yang mencerminkan gaya arsitektur tradisional jawa.
Plafon area jemaat
Sumber Triyulianti 2010
mengikuti bentuk kubah yang menjadi atap dengan konstruksi kayu yang sangat
tinggi.
Gambar 5.0
Detail plafond Gereja Immanuel
Semarang
Sumber Triyulianti 2010