Anda di halaman 1dari 20

MATA KULIAH PILIHAN

ARSITEKTUR KOLONIAL
Judul Tugas :

Gereja Katolik San Antonius Surakarta


(SK Wali Kota Solo No 646/116/I/1997 Tanggal 31 Desember 1997)

Nama :

WIRMAN SIMBOLON (DBB 112 043)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS PALANGKARAYA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR
2014/2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan limpahan berkat
& karunia-Nya tugas ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Tugas ini disusun sebagai tugas besar Mata Kuliah Pilihan IV Arsitektur dan Kota Kolonial.
Penyaji tugas ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Amiany, ST., MT. sebagai koordinator Mata Kuliah Pilihan IV Arsitektur dan Kota Kolonial.
2. Orang tua atas dukungannya dalam menyelesaikan tugas ini.
3. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Penyaji tugas menyadari bahwa tugas ini masih memiliki banyak kekurangan sehingga
kami berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua, terutama dalam
pengetahuan tentang Arsitektur dan Kota Kolonial bangunan Gereja Katolik Antonius.

Palangka Raya,

2015

DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................
Daftar Isi...................................................................................................................
I. PENDAHULUAN

i
ii

1.1
1.2
1.3
1.4
1.5

1
2
2
2
3

Latar Belakang............................................................................................................
Rumusan Permasalahan............................................................................................
Tujuan dan Sasara......................................................................................................
Teknik Pengumpulan Data.........................................................................................
Sistem Penulisan........................................................................................................

II. PEMBAHASAN
2.1 Sejarah dan Ciri-ciri Bangunan Kolonial di Indonesia............................................
2.1.1 Sejarah Bangunan Kolonial di Indonesia......................................................
2.1.2 Ciri-ciri Bangunan Kolonial............................................................................
2.1.3
Berbagai
Elemen
Bangunan Arsitektur
Kolonial
Belanda
Indonesia ..........................................................................................

di

2.2 Sejarah dan Ciri-ciri Gereja Katolik San Antonius Purwakarta..............................


2.2.1 Sejarah Gereja Katolik San Antonius Purwakarta .....................................................

4
4
7
10
12
12
15

2.3 Analisa ....................................................................................................


18
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................. 18

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

3.2 Saran................................................................................................................ ............

Daftar Gambar
Daftar Tabel
Daftar Pustaka.....................................................................................................

19

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gaya bangunan kolonial merupakan warisan yang mau tak mau memberi khasanah
dalam wacana arsitektur Indonesia. Meski sebagian orang menolak untuk mengaitkan gaya
arsitektur ini dengan identitas Indonesia karena isu penjajahan dan karena alasan originalitas,
sebagian tidak dapat memungkiri keindahannya dan menganggap bagaimana pun gaya bangunan
ini tetap merupakan bagian dari ciri khas Indonesia. Bangunan kolonial adalah bangunan bercorak
arsitektur kolonial yang dimanfaatkan untuk kegiatan fungsional di zaman kolonial. Ciri-ciri umum
bangunan yang bersifat kolonial adalah bangunan tinggi, kokoh, dan beratap datar untuk gedung
serta atap miring untuk perumahan biasa dan memiliki detail-detail tertentu.
Salah satu kota yang memiliki banyak peninggalan bangunan tua adalah Kota Solo,
Surakarta. Sebagai kota yang sudah berusia hampir 250 tahun, Surakarta memiliki banyak
kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Selain bangunan tua yang terpencar dan
berserakan di berbagai lokasi, ada juga yang terkumpul di sekian lokasi sehingga membentuk
beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnya masing-masing.
Pada masa kolonial, Surakarta menjadi tempat kedudukan dari residen, yang membawahi
Karesidenan Surakarta. Di masa awal kemerdekaan RI, kedua Karaton Solo tersebut memberikan
dukungan dan bersedia menjadi bagian dari RI. Pada tahun 1945 Presiden Soekarno menetapkan
Surakarta sebagai Daerah Istimewa. Namun karena adanya pemberontakan Tan Malaka dan
penculikan terhadap penasehat raja pada tahun 1946, status DIS dicabut dan Surakarta kembali
menjadi karesidenan Surakarta yang meliputi wilayah: Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen,
Karanganyar, dan Klaten.

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

Pada tahun 1997 telah didata 70 peninggalan sejarah di Solo yang meliputi tempat
bersejarah, rumah tradisional, bangunan kolonial, tempat ibadah, pintu gerbang, monumen,
furnitur jalan, dan taman kota. Salah satu bangunannya telah menjadi bahan yang akan dikupas
dalam makalah ini, yaitu Gereja Katolik Santo Antonius Surakarta.
1.2 RUMUSAN PERMASALAHAN
Apakah Gereja Katolik Santo Antonius merupakan bangunan yang bercirikan bangunan
kolonial?
1.3 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mengindentifikasi bangunan Gereja
Katolik San Antonius yang masih bertahan bercirikan bangunan kolonial atau tidak.
SASARAN
Mengetahui potensi dan permasalan yang ada pada Gereja Katolik Santo

Antonius
Menjelaskan defenisi, tipe, dan fungsi Ruang pada Gereja Katolik Santo

Antonius

1.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan
metode deskriptif yaitu pengambilan data dari tulisan-tulisan tanpa menggunakan
pengkajian angka. Berikut beberapa tahapan yang dilakukan, yaitu:
Metode Pengumpulan Data
A. Tahapan pengumpulan data
Studi kepustakaan, Mencari data dari sumber-sumber literatur yang berkaitan dan
relevan dengan judul.
B. Analisa

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

Menganalisis data yang ada serta menggali potensi-potensi dan masalah yang
timbul, mencari keterkaitan antar masalah. Pada tahap ini berdasarkan pada landasan
teoritis berupa standar-standar yang berasal dari literatur studi kepustakaan.
Analisis dimaksudkan untuk mengadakan penilaian terhadap berbagai keadaan,
yang dilakukan berdasarkan prinsip -prinsip, pendekatan, metode serta teknik analisa

BAB I

perancangan yang dapat dipertanggung jawabkan.


Latar Belakang, Rumusan Permasalahan,

Berisikan Tentang
BAB II
Berisikan Tentang
BAB III
Berisikan Tentang

Tujuan dan Sasaran, Teknik pengumpulan


data, dan sistematika penulisan.
1. Kasus Kota dan Kolonial
2. Teori-teori Kota dan kolonial (dari yang
umum hingga yang khusus)
3. Analisa bangunan
Kesimpulan dan saran

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

BAB I I
PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH DAN CIRI-CIRI BANGUNAN KOLONIAL DI INDONESIA
2.1.1 Sejarah Bangunan Kolonial di Indonesia
Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa Belanda dalam waktu yang sangat lama, yaitu 350
tahun. Penjajahan yang sangat panjang tersebut tentunya menyebabkan perubahan dalam
berbagai bidang. Salah satunya adalah terciptanya kota-kota kolonial di Indonesia.
Pembentukan kota sebenarnya telah dimulai sejak jaman Pra-Sejarah khususnya setelah
dikenal sistem becocok tanam ( Food Gathering ). Munculnya budaya bercocok tanam ini sedikit
demi sedikit memudarkan budaya nomaden (berpindah-pindah tempat tinggal), dari sinilah
manusia mulai menetap. Bersamaan dengan ditemukannya system becocok tanam ini, muncul
pula struktur sosial yang bisa disebut desa. Suatu wilayah dapat menghasilkan bahan pangan
dengan jumlah dan komoditi yang berbeda dengan wilayah lainnya. Hal ini menyebabkan
munculnya sistem perdagangan yang menjadi faktor perubahan dari sebuah village menjadi
overgrown village, yang merupakan cikal bakal kota.
Terdapat tiga teori pembentukan kota. Teori-teori tersebut yaitu teori efisiensi, teori surplus
dan teori konflik/integrative. Teori efisiensi menyatakan bahwa sebuah kota terbentuk karena sifat
kota yang efisien, banyak aktivitas yang dapat dilakukan dalamnya. Teori surplus melihat bahwa
surplus makanan merupakan faktor utama dalam pembentukan kota. Sedangkan teori konflik dan
integratif sama-sama melihat adanya peran penting lembaga politik kuno dalam perkembangan
kota-kota. Namun ketiga teori tersebut berbeda dalam menafsirkan peran lembaga politik tersebut.
Keruntuhan bangsa Romawi mengakibatkan perkembangan kota menjadi pasang-surut,
bahkan hanya beberapa kota saja yang dapat bertahan disebebkan popularitas kota menurun, dan
tidak memiliki daya tarik.
Perubahan yang besar terjadi sekitar abad ke-17, yaitu setelah adanya Revolusi Industri
yang melahirkan sistem kapitalis-industrial di kot-kota. Sistem ini menyebabkan perkembangan
kota lebih jauh lagi. Ekonomi kota berubah menjadi perekonomian pasar. Aturan dan norma sosial

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

dalam masyarakat kota menjadi lebih didasarkan oleh paham individualisme, kebebasan, dan
rasionalitas. Fungsi Institusi kota menjadi semakin terspesialisasi dan organisasi sosial di kota
dijalankan birokrasi yang mengedepankan prinsip-prinsip rasionalitas dan efesiensi.
Kota-kota tua di Indonesia ditemukan di wilayah pedalaman, dan di pesisir-pesisir pantai.
Pada kota-kota pesisir inilah cikal bakal kota penting yang memegang peranan penting dalam
perdagangan internasional. Kota-kota kolonial di pesisir ini memiliki karakteristik yang lebih
kompleks, karena bergaul dengan budaya-budaya asing dibanding dengan kota-kota yang
berada di pedalaman. Hal ini berkaitan erat dengan aktivitas sosial masyarakat pendukungnya,
yang banyak berinteraksi dengan orang asing. Sangat banyak perpaduan-perpaduan budaya lokal
dengan budaya asing, hal itu tampak pada jenis, bentuk, dan corak bangunan maupun sarana
kehidupan lain. Bangunan-bangunan pada umumnya berupa pelabuhan dagang, dan bangunan
lainnya yang mendukung aktivitas perdagangan terutama dengan bangsa asing.
Kota-kota yang berada di pedalaman juga terletak berdampingan dengan Keraton, tidak
beda dengan yang ada di pesisir. Hal ini sangat berkaitan dengan kepentingan politik penjajah
Belanda untuk mendekati raja-raja Jawa. Meskipun berdampingan, batas area kota kolonial
dengan Keraton sangat jelas. Ini menyebabkan terjadinya dua pemerintahan dalam satu wilayah.
Desakan kota kolonial terhadap keraton ini berpengaruh pada kehidupan sosialnya. Pada mulanya
terjadi ketidak aturan pola kehidupan karena pengaruh Belanda maupun ketidak aturan tata kota.
Keinginan orang-orang Belanda untuk membangun kota yang sama dengan yang ada di
Negeri Belanda, oleh karena itu arsitektur bangunan di kota kolonial sangat mirip dengan
konstruksi bangunan di Negeri Belanda. Bangsa Belanda sangat membutuhkan komoditi-komoditi
yang dihasilkan di Indonesia. Untuk mempertahankan dan melancarkan kehidupan sosial di kota
maka dibangunlah sarana transportasi yang mencukupi. Sarana transportasi menjadi sangat
penting ,khususnya Kereta Api, dalam proses kolonialisasi Belanda di Indonesia. Dengan
cukupnya sarana transportasi, maka aktivitas di dalam kota maupun hubungan antar kota menjadi
lancar. Hal ini menjadi salah satu ciri khas karakteristik kota-kota kolonial di Indonesia.
Jika kita menilik beberapa kota kolonial, dapat dijadikan contoh untuk melihat karakteristik
kota kolonial. Sebagai contoh adalah kota kolonial Surabaya dan Pasuruan sebagai kota di pesisir,
serta kota Blitar dan Malang sebagai kota di pedalaman. Dengan perbandingan kota-kota tersebut
dapat ditarik persamaan karakteristik kota kolonial, yaitu arah hadap bangunan pada umumnya,
pola bujur Kereta Api, pola jari-jari jalan, dan arah perkembangan kota ( Studi Perbandingan Pola
Struktur Pusat Pemerintahan Kota Kolonial Antara Kota-Kota Pesisir Dan Pedalaman Di Jawa

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

Timur (Tinjauan Kota Surabaya dan Pasuruan dengan Kota Malang dan Blitar) Septiana Hariyani*,
Christia Meidiana** dan Susilo Kusdiwanggo*** ). Pada kota-kota kolonial juga terdapat bentengbenteng ,sebagai ciri lain kota kolonial, yang digunakan untuk mengantisipasi serangan-serangan
dari pemberontak maupun dari bangsa lain yang ingin mengambil alih pemerintahan Belanda di
Indonesia.
A.

Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda


Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda dalam hal ini dapat dilihat dari segi periodisasi

perkembangan arsitekturnya maupun dapat pula ditinjau dari berbagai elemen ornamen yang digunakan
bangunan kolonial tersebut.
Periodisasi Arsitektur Kolonial Belanda
Helen Jessup dalam Handinoto (1996: 129-130) membagi periodisasi perkembangan arsitektur
kolonial Belanda di Indonesia dari abad ke 16 sampai tahun 1940-an menjadi empat bagian, yaitu:
1. Abad 16 sampai tahun 1800-an
Pada waktu ini Indonesia masih disebut sebagai Nederland Indische (Hindia Belanda) di
bawah kekuasaan perusahaan dagang Belanda yang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische
Compagnie). Selama periode ini arsitektur kolonial Belanda kehilangan orientasinya pada
bangunan tradisional di Belanda serta tidak mempunyai suatu orientasi bentuk yang jelas. Yang
lebih buruk lagi, bangunan-bangunan tersebut tidak diusahakan untuk beradaptasi dengan iklim
dan lingkungan setempat.
2. Tahun 1800-an sampai tahun 1902
Ketika itu, pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari perusahaan dagang
VOC. Setelah pemerintahan Inggris yang singkat pada tahun 1811-1815. Hindia Belanda
kemudian sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Indonesia waktu itu diperintah dengan tujuan untuk
memperkuat kedudukan ekonomi negeri Belanda. Oleh sebab itu, Belanda pada abad ke-19 harus
memperkuat statusnya sebagai kaum kolonialis dengan membangun gedung-gedung yang
berkesan grandeur (megah). Bangunan gedung dengan gaya megah ini dipinjam dari gaya
arsitektur neo-klasik yang sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda waktu
itu.

3. Tahun 1902-1920-an
Antara tahun 1902 kaum liberal di negeri Belanda mendesak apa yang dinamakan politik
etis untuk diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu, pemukiman orang Belanda tumbuh dengan cepat.
Dengan adanya suasana tersebut, maka indische architectuur menjadi terdesak dan hilang.

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

Sebagai gantinya, muncul standar arsitektur yang berorientasi ke Belanda. Pada 20 tahun pertama
inilah terlihat gaya arsitektur modern yang berorientasi ke negeri Belanda.
4. Tahun 1920 sampai tahun 1940-an
Pada tahun ini muncul gerakan pembaruan dalam arsitektur, baik nasional maupun
internasional di Belanda yang kemudian memengaruhi arsitektur kolonial di Indonesia. Hanya saja
arsitektur baru tersebut kadang-kadang diikuti secara langsung, tetapi kadang-kadang juga muncul
gaya yang disebut sebagai ekletisisme (gaya campuran). Pada masa tersebut muncul arsitek
Belanda yang memandang perlu untuk memberi ciri khas pada arsitektur Hindia Belanda. Mereka
ini menggunakan kebudayaan arsitektur tradisional Indonesia sebagai sumber pengembangannya.

2.1.2 Ciri-ciri Bangunan Kolonial


Ciri-cirinya antara lain: denah yang simetris, satu lantai dan ditutup dengan atap perisai.
Karakteristik lain dari gaya ini diantaranya: terbuka, terdapat pilar di serambi depan dan
belakang, terdapat serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lain.
Ciri khas dari gaya arsitektur ini yaitu adanya barisan pilar atau kolom (bergaya Yunani)
yang menjulang ke atas serta terdapat gevel dan mahkota di atas serambi depan dan belakang.
Serambi belakang seringkali digunakan sebagai ruang makan dan pada bagian belakangnya
dihubungkan dengan daerah servis (Handinoto, 1996: 132-133).

Gambar 2.1

Kantor Pos dan Telegram Surabaya dengan gaya


The Empire Style dari Belanda

Sumber : Van Dorp & Co dalam Handinoto, 1996 : 141

Di samping karakteristik diatas, ciri-ciri lain dari aliran Amsterdam School oleh Handinoto
(dalam e-journal ilmiah Petra Surabaya), antara lain :
Bagi Amsterdam School, karya orisinalitas merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh
setiap perancang, sehingga setiap desain yang dihasilkan, harus merupakan ekspresi

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

pribadi perancangnya. Nilai estetika dari karya-karya aliran Amsterdam School bukan
bersifat publik atau estetika universal. Itulah sebabnya Amsterdam School tidak pernah
menerima mesin sebagai alat penggandaan hasil karyanya.
Bagi Amsterdam School mengekspresikan ide dari suatu gagasan lebih penting dibanding
suatu studi rasional atas kebutuhan perumahan ke arah pengembangan baru dari jenis
denah lantai dasar suatu bangunan
Arsitek dan desainer dari aliran Amsterdam School melihat bangunan sebagai total work
of art, mereka melihat bahwa desain interior harus mendapat perhatian yang sama
sebagai gagasan yang terpadu dalam arsitektur itu sendiri, dan hal tersebut sama sekali
bukan merupakan hasil kerja atau produk mekanis. Pada saat yang sama, mereka
berusaha untuk memadukan tampak luar dan bagian dalam (interior) bangunan menjadi
suatu kesatuan yang utuh.
Bangunan dari aliran Amsterdam School biasanya dibuat dari susunan bata yang
dikerjakan dengan keahlian tangan yang tinggi dan bentuknya sangat plastis; ornamen
skulptural dan diferensiasi warna dari bahan-bahan asli (bata, batu alam, kayu)
memainkan peran penting dalam desainnya.

Gambar 2.3
Gaya Arsitektur Amsterdam School
Sumber : The Amsterdam School, Wim de Witt dalam Handinoto, 1996 : 160

Gambar 2.5

Gaya Arsitektur Nieuwe Bouwen

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

10

Sumber : Handinoto, 1996 : 238


Gaya ini (Niuwe Bouwen/ New Building) adalah sebuah istilah untuk beberapa arsitektur
internasional dan perencanaan inovasi radikal dari periode 1915 hingga sekitar tahun 1960.
Karakteristik Nieuwe Bouwen meliputi:
Transparansi, ruang, cahaya dan udara. Hal ini dicapai melalui penggunaan bahan-bahan
modern dan metode konstruksi.
Simetris dan pengulangan yaitu keseimbangan antara bagian-bagian yang tidak setara.
Penggunaan warna bukan sebagai hiasan namun sebagai sarana ekspresi.

2.1.3 Berbagai Elemen Bangunan Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia


Elemen-elemen bangunan bercorak Belanda yang banyak digunakan dalam
arsitektur kolonial Hindia Belanda (Handinoto, 1996:165-178) antara lain: a) gevel (gable)

Gambar 2.6
Curvilinier Gable
2.7 (penunjuk
Stepped
Gablee) nok
pada
tampakVernacular
depan bangunan;
b) tower; c) dormer; d) Gambar
windwijzer
angin);
Sumber
: American
Design 1870-1940
Sumber : American Vernacular Design 1870dalam(hiasan
Hadinoto,
1996 : atap);
167 f) geveltoppen (hiasan1940
dalam Hadinoto,
1996 : g)
167ragam
acroterie
puncak
kemuncak
atap depan);

hias pada tubuh bangunan; dan h) balustrade.

Gambar 2.8 Gambrel Gable


Sumber : American Vernacular Design 1870-1940
dalam Hadinoto, 1996 : 167

Gambar 2.9 Pediment (with entablature)


Sumber : American Vernacular Design 18701940 dalam Hadinoto, 1996 : 167

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

11

Gambar 2.10 Berbagai bentuk Dormer


Sumber : American Vernacular design dalam Handinoto, 1996 : 176

Gambar 2.14

Berbagai detail arsitektur vernaklar barat yang sering dijumpai pada

detail-detail arsitektur colonial Belanda di Surabaya setelah 1900-an


Sumber : American Vernacular design dalam Handinoto, 1996 : 178
2.2 SEJARAH DAN CIRI-CIRI GEREJA KATOLIK SAN ANTONIUS PURWAKARTA
2.2.1 Sejarah Gereja Katolik San Antonius Purwakarta

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

12

. Gereja Katolik Santo Antonius merupakan gereja Katolik pertama dan yang tertua di
Surakarta. Gereja ini juga dikenal sebagai Gereja Katolik Santo Antonius Purbayan.
Bangunan gereja ini belum pernah berubah fungsinya hingga saat ini sebagai tempat
peribadatan umat Katolik . Gereja Santo Antonius terletak di Jalan Arifin No. 1 Solo atau
bersebelahan dengan Balai Kota Surakarta. Gereja ini merupakan salah satu dari sekian
banyak arsitektur peninggalan kolonial Belanda di Solo. Sembilan tahun sebelum gereja
ini didirikan tahun 1916, sudah ada aktivitas gereja di Purbayan yang merupakan cikal
bakal berdirinya gereja ini. Awalnya gereja ini merupakan Stasi Gereja Gedangan
Semarang.
Dalam fakta sejarah, gereja ini merupakan saksi salah satu peninggalan arsitektur
colonial dari masa ke masa kota Solo, dimana denyut nadi kehidupan baik politik,
ekonomi, budaya, maupun agama bermuara disekitar lanskap itu. Di lokasi ini terdapat
Benteng Vastenburg, Bank Indonesia (Javasche Bank), Balaikota Surakarta (Kantor
Gubernur Jenderal), danPasar
Gede.
mbar 2.2.1Gereja San Antonius

Ga

Purwakarta pada Era 1900an


Sebelum tahun 1859
Gereja

Katholik
langsung

Orang

Surakarta

Surakarta
dari

dilayani

Semarang.

pertama

yang

dibaptis adalah Anna Catharina


Weynschenk (14 Nopember
1812)

dan Georgius Weynschenk (24


Nopember 1813). Pada hari itu

ada 59

orang dibaptis.Kemudian pada

tahun 1859 stasi Ambarawa didirikan, meliputi daerah Salatiga, Ambarawa,Surakarta, dan Madiun.
Pada waktu itu stasi Ambarawa berada di bawah pimpinan Romo Yohanes F.V.D. Haegen, dengan
jumlah umat 1787 orang (1206 di antaranya adalah tentara).

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

13

Tanggal 29 Oktober 1905 Rm. Cornelis Stiphout SJ dari Pastoran Ambarawa, mendapat
ijin mengadakan undian untuk mendirikan Gereja di kota Solo. Usaha ini berhasil. Dalam kondisi
darurat, karena gereja belum selesai di bangun, Misa yang pertama kali diadakan di Pastoran
pada tanggal 22 Desember 1907. Akhirnya, pada Nopember 1916 Gereja St. Antonius Purbayan
berdiri di Surakarta dengan surat pengangkatan tahun 1918, dan diberkati. Romo C. Stiphout SJ
diangkat sebagai Pastor Paroki yang Pertama di Gereja St. Antonius semakin berkembang dan
mulai mencoba menekuni badang pendidikan. Melalui pejuangan keras Pastor Strater dalam
usaha untuk mendapatkan tempat dan perijinan dari pamong praja setempat saat itu, akhirnya
berhasil pada tahun 1921 sekolah HIS berhasil didirikan. Pada waktu itu juga Bapak
Soemadisastro diangkat menjadi Kepala Sekolah. Gereja ini masih terlihat dengan megah sebagai
bangunan peninggalan Belanda. Meski umur gereja ini terhitung hampir satu abad, bangunan
tersebut masih tampak kokoh dengan balutan cat berwarna putih. Selain itu, bangunan yang
memiliki gaya arsitektur khas juga dipenuhi dengan ornamen jendela kaca yang masih terlihat
bagus meskipun telah termakan usia.
Bangunan ini terdiri dari beberapa bagian. Gereja, pastoran dan satu bangunan lagi khas
gereja Katolik yaitu bangunan yang menjulang tinggi melebihi tinggi bangunan gereja, yaitu
bangunan yang di dalamnya terdapat lonceng (anjungan kapel). Kemudian di puncak paling atas
bangunan tersebut tentu saja ada simbol salib. Gereja peninggalan dari Belanda ini dibangun
sejak November 1916. Akan tetapi lebih dari setengah abad sebelumnya gereja ini sudah menjadi
stasi (Pusat kegiatan pelayanan rohani yang letaknya jauh dari paroki). Perkembangannya dimulai
pada abad 18, ketika pada waktu Belanda menyebarkan agama tak terkecuali di Solo.
Keberadaan dari Gereja Purbayan ini pun menjadi saksi bisu dari sejarah Kota Solo.
Tengoklah bagaimana perjuangan di masa penjajahan Jepang pada tahun 1940-an. Pada tanggal
24 Desember 1949, gereja ini menjadi tempat pembabtisan pahlawan nasional Brigadir Jenderal
Ignatius Slamet Riyadi. Berdasarkan perjalanan historisnya, Gereja Santo Antonius Purbayan
merupakan salah satu bangunan pusaka yang menjadi cagar budaya di Kota Solo, sehingga
sudah sepantasnyalah gereja menjadi bagian dari heritage masyarakat Kota Solo.

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

14

Pada masa sekarang ini, setiap tahunnya Gereja Katolik Santo Antonius Purbayan
memperingati Hari Jadi/Ulang tahun gereja setiap tanggal 13 Juni . Tanggal 13 Juni dipilih menjadi
Hari Jadi/Ulang tahun Gereja Katolik
Santo Antonius Purbayan, karena dalam
tanggal tersebut merupakan hari Santo
Pelindung,

Gereja

Santo

Antonius

Purbayan. Pada (1986 - 1988 ) Gereja ini


pernah
pelebaran

dilakukan
pada

pemugaran
sisi

dalam

dan
tanpa

mengurangi sisi historis dan fungsi


bangunan.
Gambar 2.2.2 Gereja San Antonius Pada
masa Sekarang
Sumber : Dokumentasi Benny Lin
Karena

letak

gereja

yang

sangat

strategis, disebelah Balaikota Surakarta


sebagai pusat pemerintahan danpusat
perdagangan Pasar Gedhe Hardjonagoro, menjadikan gereja ini sering dikunjungi umat Katolik
dari luar kota. Disamping itu letak atau lokasi gereja ini juga berada pada kawasan bangunanbangunan kuno yang dilindungi , seperti Pasar Gedhe , Benteng Vasternberg, Kraton, dan bekas
Hotel Yuliana yang kini ditempati kantor CMP Kota Surakarta.

2.3

Analisa
Gereja Katolik San Antonius Purwakarta berdiri pada tahun 1916-1918, maka ciriciri arsitektur colonial lebih ditekankan pada ciri periode setelah tahun 1900. kemudian
pada analisa ini juga diperlihatkan pada keadaan gereja saat masa lampau melalui datadata yang telah didapatkan.

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

15

---ANALISA---

No

Ciri Bangunan
Kolonial

1.

Berdiri setelah
tahun 1900

2.

Mengadaptasi
bentuk tradisional
Indonesia beriklim
Tropis Basah

3.

Motif-motif bunga
dan tanaman lain,
dan juga sangat
bergaya bentukbentuk lengkung
yang mengalir

Ciri Gereja Katolik San Antonius


Gambar bangunan

Keterangan

Penjelasan gambar

Sudah berdiri pada tahun 1916 dan diadakan


pengangkatan pada tahun 1918.

Atap berbentuk Pelana 45

Ada motif lengkung yang di


cat hitam

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

16

4.

Memakai bahan
dasar yang berasal
dari alam (bata,
kayu, batu alam,
tanah liat, dsb.nya).
Bahan-bahan alam
tersebut dipasang
dengan ketrampilan
tangan yang tinggi

Batu marmer pada list pintu


dan jendela krepyak dari kayu

5.

Dengan penampilan
bulat atau organik

Terlihat ornament bulat pada


gereja

6.

Ada menara atau


tangga

Ada 2 menara lonceng atau


anjungan kapel

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

17

Terlihat jendela lebih


mengarah ke vertical dengan
setengah lingkaran di atasnya

Jendela (dengan
horizontal bar)

Keterangan :
= Cocok (ada kesesuaian antara ciri bangunan kolonial dan Gereja San Antonius)
*Kesimpulan analisa
Dari 7 ciri bangunan colonial setelah tahun 1900, ciri yang cocok ada 6 buah hal ini
menandakan bahwa bangunan ini adalah bangunan Gereja Katolik San Antonius
Purwakarta adalah bangunan kolonial.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Jadi, berdasarkan pengumpulan data dan materi tentang bangunan kolonial, serta
membandingkan cirinya dengan bangunan kolonial yang terpilih untuk diidentifikasi yaitu
Gereja Katolik San Antonius Purwakarta, didapatkan hasil bahwa bangunan Gereja Katolik

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

18

San Antonius adalah Bangunan Kolonial yang telah ditinggalkan pada masa penjajahan
Belanda, dengan corak Art Noveaou dan The Amsterdam School.
3.2 SARAN
Untuk menjaga bangunan yang bernilai historis tinggi ini sebaiknya, warga
mendukung dalam pemeliharaan dan menjaga bangunan tersebut agar tetap memiliki gaya
bangunan kolonial dan tetap berfungsi seperti awalnya, karena pemerintah daerah setempat
telah menetapkan bangunan gereja ini sebagai salah satu cagar budaya yang dilindungi,
yang terdapat dalam SK Wali Kota Solo No 646/116/I/1997 Tanggal 31 Desember 1997).

DAFTAR PUSTAKA
http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/81-005/The%20Amsterdam%20School.pdf
http://en.wikipedia.org/wiki/Amsterdam_School
http://en.wikipedia.org/wiki/Art_Dec
http://en.wikipedia.org/wiki/Art_Nouveau
Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 18701940. Diterbitkan atas Kerja Sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit Andi. Yogyakarta: Andi Offset
Sumalyo, Yulianto. 1995. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Handinoto dan Hartono, Samuel. The Amsterdam School dan Perkembangan Arsitektur
Kolonial di Hindia Belanda Antara 1915-1940. e-jurnal Ilmiah Petra Surabaya

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

19

Arsitektur Kota dan Kolonial Gereja Katolik Antonius


Arsitektur 2015

20

Anda mungkin juga menyukai