Anda di halaman 1dari 18

Kinetika Halogenasi Aseton dengan Katalisator Asam

I.
II.

Tujuan
1. Menentukan hukum lau reaksi iodinasi aseton dalam suasana asam.
Dasar Teori
Kinetika kimia adalah salah satu ilmu yang membahas tentang laju atau
kecepatan dan mekanisme reaksi.Berdasarkan penelitian yang mula-mula
dilakukan oleh Wiilhelmy terhadap kecepatan inversi glukosa, ternyata reaksi
berbanding lurus dengan konsentrasi atau tekanan dari produk atau reaktan
terhadap waktu.Secara kuantitatif kecepatan reaksi kimia ditentukan oleh oleh
orde reaksi yaitu jumlah dari eksponen konsentrasi pada persamaan laju reaksi.
Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat atau memperlambat reaksi.
Katalis yang memperlambat reaksi di sebut inhibitor. Pada umumnya yang di
sebut katalis adalah zat yang mempercepat reaksi. Katalis di kelompokkan
menjadi katalis homogen, katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang
wujudnya sama dengan wujud zat-zat pereaksi. Katalis heterogen adalah katalis
yang wujudnya berbeda dengan pereaksi.
Laju reaksi (Reaction Rate) atau kecepatan reaksi adalah perubahan.
konsentrasi konsentrasi pereaksi ataupun produk dalam satauan waktu. Laju suatu
reaksi dapat di nyataka sebagai laju berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi, atau
laju bertambahnya konsentrasi suatu produk. Konsentrasi baisanya di nyatakan
dalam mol per liter, tetapi untuk reaksi fase gas, suatu tekanan atmosfer, milimeter
merkurium, dapat di gunakan sebagai ganti konsentrasi
Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang
mempengaruhi kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari
persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan. Suatu
reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan
reaksi :
v = k [A] [B] 2
Persamaan tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat A
dan merupakan reaksi orde 2 terhadap zat B. Secara keselurahan reaksi tersebut
adalah reaksi orde 3.
Laju suatu reaksi aA + bB
cC dapat dinyatakan sebagai d[A]/dt,
-d[B]/dt atau +d[C]/dt. Laju reaksi tergantung pada konsentrasi pereaksi maupun
hasil reaksi yang dinyakan dalam suatu hukum atau persamaan laju. Persamaan
laju reaksi secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut:
-d[A]/dt = k[A]x[B]y . (1)
Dimana x dan y secara berurutan adalah orde reaksi terhadap A dan B. Secara
pendekatan, laju reaksi dapat dinyatakan -[A]/t. Penentuan lebih teliti jika t
makin kecil. Persamaan atau hukum laju reaksi dari suatu reaksi tak dapat
diramalkan dari persamaan stoikiometrinya, tetapi harus ditentukan melalui

eksperimen. Dari bentuk hukum ini seringkali dapat diperoleh informasi tentang
mekanisme reaksi.
Stoikiometri reaksi halogenasi aseton, misalnya bromisasi dapat dituliskan
sebagai berikut:
CH3-CO-CH3 + Br2 CH3-CO-CH3Br + Br- + H+
Dari percobaan diperoleh fakta-fakta sebagai berikut:
1. Kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi H+ (dalam
suasana asam) atau dalam suasana basa laju reaksi bertambah dengan
bertambahnya konsentrasi OH-.
2. Dalam suasana asam sebagai hasil reaksi diperoleh juga H + sehingga dalam
larutan yang tidak di buffer kecepatan awal reaksi (pada saat kurang dari 10%
pereaksi telah bereaksi) akan terus bertambah selama reaksi berlangsung.
3. Kecepatan halogenasi aseton juga bergantung pada konsentrasi aseton, tetapi
tidak tergantung pada konsentrasi halogen kecuali saat konsentrasi halogen yang
sangat tinggi.
4. Kecepatan raksi halogenasi aseton ini tidak tergantung pada jenis halogen.
Berdasarkan fakta-fakta di atas melalui pendekatan penentuan persamaan laju
reaksi, diperoleh persamaan:
d[P]/dt = k [A][H+] .. (2)
III.

Alat dan Bahan.


Alat
Spektronik
Labu takar 100mL
Labu takar 250 mL
Gelas kimia 50 mL
Tabung reaksi sedang
Pipet volum 5 mL
Pipet volum 10 mL
Pipet volum 25 mL
Pipet tetes
Botol semprot 500 mL
Rak tabung
Statif
Klem
Buret
Alumunium Foil

Jumlah
1 buah
3 buah
3 buah
12 buah
12 buah
3 buah
3 buah
3 buah
3 buah
3 buah
1 buah
1 buah
1 buah
4 buah
Secukupnya

Bahan
Larutan Aseton 3M
Larutan HCl standar 1M atau 2M
I2 dalam 0.001-0.14
Larutan 0.01 MKI
IV.

Jumlah
40 mL
40 mL
40 mL
40 mL

Cara Kerja.
Pada percobaan ini hal pertama yang dilakukan adalah standarisasi I2 pada kalium
biktomat. Setelah selesai buatlah variasi volum larutan dan waktu yang sudah di
tentukan sebagai berikut.

V Aseton (ml) V HCl (ml)


V I2 (ml)
V KI (ml)
Waktu (sekon)
3
10
10
12
15, 30, 45, 60
6
10
10
6
15, 30, 45, 60
9
10
10
9
15, 30, 45, 60
12
10
10
3
15, 30, 45, 60
10
3
10
12
15, 30, 45, 60
10
6
10
6
15, 30, 45, 60
10
9
10
9
15, 30, 45, 60
10
12
10
3
15, 30, 45, 60
10
10
3
12
15, 30, 45, 60
10
10
6
6
15, 30, 45, 60
10
10
9
9
15, 30, 45, 60
10
10
12
3
15, 30, 45, 60
Setelah membuat variasi volum selesai, dan sudah melakukan pencampuran
larutan dan du sesuaikan dengan waktu yang di tentukan, pipet sejumlah I2
kemudian tentukan kemuian maks I2 tentukan perekasi dan tentukan juga run
masing-masing reaksi. Tun 1-4 volum aseton berubah, run 5-8 volum HCl
berubah, run 9-12 volum I2 berubah. Setelah itu campurkan larutan dan hitung
waktu dengan stopwatch kemudian masukan lartan ke dalam spektrofotometer dan
baca pada maks dan catat hasil nilai absorbansinya.
V.

Data dan hasil pengamatan.

1. Grafik A terhadap waktu.

Grafik hubungan absorbansi terhadap waktu run 1


70
60
50
40
waktu (s) 30

f(x) = 238.94x - 0.37


R = 0.2

Linear ()

20
10
0
0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2
absorbansi (A)

Grafik hubungan absorbansi terhadap waktu run 2


80
60
waktu (s) 40

f(x) = 1501.23x - 378.72


R = 0.61

Linear ()

20
0
0.270.270.280.280.290.29 0.3
absorbansi (A)

Grafik hubungan absorbansi terhadap waktu run 3


80
60
waktu (s) 40

f(x) = 416.23x - 245.54


R = 0.29

20
0
0.64 0.66 0.68 0.7 0.72
absorbansi (A)

Linear ()

Grafik hubungan absorbansi terhadap waktu run 4


80
60
waktu (s) 40

f(x) = 191.32x - 98.48


R = 0.49

Linear ()

20
0
0.6 0.65 0.7 0.75 0.8 0.85
absorbansi (A)

Grafik hubungan absorbansi terhadap waktu run 5


80
60
waktu (s) 40

f(x) = 549.3x - 379.42


R = 0.57

Linear ()

20
0
0.72 0.74 0.76 0.78 0.8
absorbansi (A)

Grafik hubungan absorbansi terhadap waktu run 6


80
60
waktu (s) 40

f(x) = 275.25x - 184.35


R = 0.95
Linear ()

20
0
0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95
absorbansi (A)

Grafik hubungan absorbansi terhadap waktu run 7


80
60
waktu (s) 40

f(x) = - 145.66x + 109.97


R = 0.89

Linear ()

20
0
0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

absorbansi (A)

Grafik hubungan absorbansi terhadap waktu run 8


80
60
waktu (s) 40
20

f(x) = 192.01x - 29.47


R = 0.08

0
0.31 0.32 0.33 0.34 0.35 0.36 0.37 0.38 0.39
absorbansi (A)

Grafik hubungan absorbansi terhadap waktu run 9


80
60
waktu (s) 40

f(x) = - 309.15x + 159.31


R = 0.21

20
0
0.34 0.36 0.38 0.4 0.42 0.44
absorbansi (A)

Linear ()

Grafik hubungan absorbansi terhadap waktu run 10


80
60
40

f(x) = 577.88x - 197.55


R = 0.4

Linear ()

20
0
0.370.380.39 0.4 0.410.420.430.44
absorbansi (A)

Grafik hubungan absorbansi terhadap waktu run 11


80
60
waktu (s) 40

f(x) = - 495x + 229.93


R = 0.6
Linear ()

20
0
0.3 0.35 0.4 0.45
Aabsorbansi (A)

Grafik hubungan absorbansi terhadap waktu run 12


80
60
waktu (s) 40 f(x) = 288.2x - 86.72
R = 0.17
20
0
0.4 0.42 0.44 0.46
absorbansi (A)

2. Nilai absorbansi.

Linear ()

Run

V aseton

V
HCl
10

V I2 V KI
10

12

15 s
0.170

10

10

0.274

10

10

0.653

12

10

10

0.701

10

10

12

0.736

10

10

0.733

10

10

0.654

10

12

10

0.315

10

10

12

0.405

10

10

10

0.400

11

10

10

0.425

12

10

10

12

3. Molar tiap zat

[ X ]=

V yang di pakai M
V total

a. Molar aseton

[ X ] run1=

3 ml 3 M
=0.25 M
36 ml

[ X ] run 2=

6 ml 3 M
=0.5 M
36 ml

[ X ] run3=

9 ml 3 M
=0.75 M
36 ml

0.411

Absorbansi (A)
30 s
45 s
60 s
0.108
0.16
0.194
2
0.267
0.27
0.291
7
0.677
0.71
0.676
4
0.627
0.71
0.800
5
0.763
0.74
0.795
2
0.785
0.80
0.897
9
0.544
0.39
0.398
4
0.385
0.34
0.349
6
0.422
0.35
0.394
5
0.380
0.42
0.419
8
0.398
0.35
0.379
3
0.453
0.40 0.456
4

[ X ] run 4=

12 ml 3 M
=1 M
36 ml

[ X ] run512=

10 ml 3 M
=0.83 M
36 ml

b. Molar HCl

[ X ] run5=

3 ml 1 M
=0.083 M
36 ml

[ X ] run 6=

6 ml 1 M
=0.167 M
36 ml

[ X ] run7=

9 ml 1 M
=0.25 M
36 ml

[ X ] run 8=

12 ml 1 M
=0.33 M
36 ml

[ X ] 14912=

10 ml 1 M
=0.278 M
36 ml

c. Molar I2

[ X ] run 9=

3 ml 0.001 M
5
=8.3 10
36 ml

[ X ] run10=

6 ml 0.001 M
4
=1.67 10
36 ml

[ X ] run11=

9 ml 0.001 M
4
=2.5 10
36 ml

[ X ] run12=

12 ml 0.001 M
4
=3.33 10
36 ml

[ X ] run18=
Run
1
2

a
238.94
1501.2

10 ml 0.001 M
4
=2.78 10
36 ml
ln a
5.476
7.314

x
3
6

ln x
1.098
1.792

[X]
0.25
0.5

ln [X]
-1.386
-0.693

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

416.23
191.32
549.3
275.25
-145.66
192.01
-309.15
577.88
-495
288.2

6.031
5.254
6.309
5.618
4.981
5.257
5.734
6.359
6.204
5.664

9
12
3
6
9
12
3
6
9
12

2.197
2.485
1.098
1.792
2.197
2.485
1.098
1.792
2.197
2.485

0.75
1
0.083
0.167
0.25
0.33
8.3 x 10-5
1.67 x 10-4
2.5 x 10-4
3.33 x 10-4

-0.288
0
-2.489
-1.789
-1.386
-1.109
-9.397
-8.697
-8.294
-8.007

4. Grafik ln a terhadap ln [x].

Grafik hubungan ln a terhadap ln [X] pada larutan aseton


8
f(x) = 0.74x + 6.86 6
R = 0.19
4

ln a

Linear ()

2
0
-1.6-1.4-1.2 -1 -0.8-0.6-0.4-0.2
ln [X]

Grafik hubungan ln a terhadap ln [X] pada larutan HCl


8

ln a

f(x) = - 0.89x + 4.04


R = 0.86

6
4
2

0
-2.6 -2.4 -2.2 -2 -1.8 -1.6 -1.4 -1.2 -1
ln [X]

Linear ()

Grafik hubungan ln a terhadap ln [X] pada larutan I


6.6
6.4
6.2
ln a

f(x) = 0.04x + 6.31


R = 0

6
5.8

Linear ()

5.6
5.4
5.2
-9.6-9.4-9.2 -9 -8.8-8.6-8.4-8.2 -8 -7.8
ln [X]

5. Penentuan nilai k.
k=

a
[aseton] [ HCl] y [ I 2 ] z

k 1=

k 2=

k 3=

k 4=

k 5=

k 6=

k 7=

[0.25]

[0.5]

0.7371

0.7371

1501.2
1501.2
=
=10646.808
0.8872
4 0.0371
( 0.599 )( 0.321 ) (0.738)
[0.278]
[2.78 10 ]

0.7371

[0.75 ]

0.7371

[1]

416.23
416.23
=
=2179.215
0.8872
4 0.0371
( 0.808 )( 0.321 ) ( 0.738)
[0.278]
[2.78 10 ]

191.32
191.32
=
=810.678
0.8872
4 0.0371
( 1 ) ( 0.321 ) (0.738)
[0.278]
[2.78 10 ]

0.7371

[0.83 ]

0.7371

[ 0.83]

0.7371

[ 0.83]

238.94
238.94
=
=2811.059
0.8872
4 0.0371
(
0.359
)(
0.321 ) (0.738)
[0.278]
[2.78 10 ]

549.3
549.3
=
=7847.143
0.8872
4 0.0371
( 0.871 )( 0.109 ) ( 0.738)
[0.083]
[2.78 10 ]
275.25
275.25
=
=2101.145
0.8872
4 0.0371
( 0.871 ) ( 0.204 ) (0.738)
[0.167 ]
[2.78 10 ]
145.66
145.66
=
=778.930
0.8872
4 0.0371
( 0.871 )( 0.292 ) ( 0.738)
[0.25]
[2.78 10 ]

k 8=

k 9=

0.7371

[ 0.83]

0.7371

[ 0.83]

k 10=

k 11=

k 12=

192.01
192.01
=
=803.389
0.8872
4 0.0371
( 0.871 )( 0.373 )( 0.738)
[0.33]
[2.78 10 ]
309.15
309.15
=
=1569.289
0.8872
5 0.0371
( 0.871 ) ( 0.321 ) (0.705)
[0.278]
[8.3 10 ]

0.7371

[0.83 ]

0.7371

[0.83]

[0.83]

K rata-rata =

577.88
577.88
=
=2860.79
0.8872
4 0.0371
( 0.871 )( 0.321 ) (0.724 )
[0.278]
[1.67 10 ]

495
495
=
=2414.634
0.8872
4 0.0371
( 0.871 )( 0.321 ) ( 0.735)
[0.278]
[2.5 10 ]

0.7371

288.2
288.2
=
=388.410
0.8872
4 0.0371
( 0.871 ) ( 0.321 ) (0.723)
[0.278]
[3.33 10 ]

k
12

35211.487
=2934.291
12

6. Persamaan laju reaksi = k [aseton]x[HCl]y[I2]z


= 2934.291 [Aseton]0.737[HCl]0.887[I2]0.037
Pembahasan.
Reaksi antara iodine dan aseton adalah sebagai berikut: CH3COCH3 +
I2 CH3COCH2I + H+ + I. laju reaksi ini tidak dapat diprediksi melalui
stoikiometri dari rekasi melainkan harus melalui eksperimen karena reaksi
iodinasi aseton bukanlah reaksi sederhana. Reaksi iodinasi aseton pada percobaan
ini dikatalisis oleh asam atau lebih tepatnya oleh ion hydrogen di dalam asam.
Kecepatan reaksi akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi ion
hydrogen pada larutan asam. Basa juga bisa dijadikan katalis karena laju reaksi
iodinasi aseton dapat meningkat dengan bertambahnya ion hidroksida dalam
larutan basa. Yang membedakan kedua katalis asam dan basa adalah pada
mekanisme reaksinya saja, pada asam akan terjadi protonasi sedangkan pada basa
akan terjadi deprotonasi. Mekanisme reaksi iodinasi aseton dengan katalis asam
adalah sebagai berikut:

Karena keton merupakan basa yang sangat lemah, kesetimbangan pada reaksi
pertama tidak mendukung terbentuknya ion. Pada keadaan ini, maka [Ion] =
K[Ac][H+] dimana K adalah konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini.
Persamaan laju reaksi iodinasi aseton dengan katalisator asam adalah sebagai
berikut:

dengan rate atau laju tiap run didapatkan dari gradient kurva antara waktu dan
adsorban. Dan orde reaksi masing masing pereaksi didapatkan dari gradient kurva
antara ln konsentrasi pereaksi yang terkoreksi volume setelah diencerkan.
Sedangkan nilai K didapatkan dari memasukkan semua nilai yang didapat baik
laju maupun konsentrasi pereaksi beserta ordenya ke dalam persamaan laju di
atas. Hasil penentuan laju dari percobaan ini adalah : r = 0.420107 [aseton][HCl]
[I2]0.273
Asam yang digunakan sebagai katalis dalam percobaan kinetika reaksi
iodinasi aseton ini adalah asam klorida. Penggunaan HCl ini dikarenakan
dibandingkan asam lain seperti asam sulfat, asam klorida tidak dapat berperan
sebagai oksidator.

Reaksi iodinasi aseton cukup mudah untuk diketahui kinetikanya, karena


keberjalanan reaksi dapat diamati dengan berkurangnya konsetrasi iodine yang
ditandai dengan pudarnya warna kecoklatan dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang dimana reagen lain tidak akan
menyerap secara signifikan. Penggunaan spektrofotometer ini sesuai dengan
prinsipnya, yaitu: Spektofotometer adalah alat untuk mengukur absorban suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. prinsip kerja alat ini adalah mengubah
cahaya polikromatik menjadi monokromatik yang kemudian didispersi dan
diteruskan ke kuvet masuk ke dalam partikel yang ada dalam larutan, selanjutnya
diserap amplifier dan terdeteksi oleh detektor kemudian terbaca dimonitor. prinsip
ini terjadi saat cahaya masuk ke partikel. tebalnya kuvet juga dapat
mempengaruhi cepatnya cahaya yang diteruskan ke kuvet. Bila semakin tebal
kuvet yang digunakan maka semakin lambat cahaya yang masuk.
Kinetika reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi, katalis, suhu ,luas permukaan,
tekanan dan energi aktivasi. Semua factor yang mempengaruhi laju reaksi ini
sesuai dengan persamaan laju reaksi:
Semakin besarnya konsentrasi reaktan, maka laju juga akan semakin besar karena

semakin banyaknya kemungkinan interaksi dalam reaksi yang tentunya akan


mempercepat laju reaksi. Katalis akan mempengaruhi nilai energi aktivasi. Dengan
adannya katalis, energy aktivasi reaksi akan turun karena terbentuknya keadaan
transisi dengan energy yang lebih rendah dibandingkan reaksi tanpa katalis. Hal ini
juga tertulis dalam persamaan laju reaksi, karena

K= A x e

Ea
RT

. Sehingga dapat

dilihat bahwa semakin tinggi Ea, maka nilai K akan semakin kecil da laju juga
akan semakin lambat. Factor penentu laju selanjutnya adalah suhu, semakin tinggi
suhu maka gerakan molekul akan semakin cepat sehingga kemungkinan untuk
bertumbukan juga akan semakin besar. bila dilihat dari rumus K, maka dengan
naiknya suhu, nilai K juga akan membesar sehingga laju juga akan semakin cepat.
Masih dari rumus K, A merupakan tetapan arheniuss yang menunjukkan
kemungkinan untuk bertumbukan. Semakin banyak tumbukan nilai K semakin
besar dan laju reaksi juga akan meningkat. Kemungkinan untuk bertumbukan dapat
ditingkatkan dengan membuat luas permukaan yang lebih besar. namun karena
bentuk dari reaktan pada percobaan ini adalah cair, maka luas permukaan tidak
banyak mempengaruhi laju iodinasi aseton dengan katalis asam.
Laju reaksi pada percobaan ini menggunakan spektrofotometer Spectronic-20
untuk mengukur perubahan absorbansi larutan setiap 60 detik selama 3 menit.
Perubahan absorbansi terhadap waktu inilah yang disebut laju reaksi. Metoda
pengukuran dengan spektrofotometer didasarkan pada serapan sinar monokromatis
oleh larutan berwarna pada panjang gelombang tertentu, yaitu panjang gelombang

dimana larutan dapat memberikan penyerapan maksimal. Skema alatnya adalah


sebagai berikut :

Bagian gambar:
1. tempat kuvet
2. display digital
3. pengatur transmitan/absorbans (100%T / 0 A)
4. tombol pengurangan
5. tombol menaikkan
6. pengatur panjang gelombang

Kesimpulan.
1. Persamaan laju reaksi iodisasi aseton dalam suasana asam adalah r=2934.291
[Aseton]0.737[HCl]0.887[I2]0.037.

1.
2.
3.
4.
5.

Daftar Pustaka
Bird, Tony. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia
Dudgale. 1986. Mekanika Fluida Edisi 3. Jakarta : Erlangga
Respati, H. 1981. Kimia Dasar Terapan Modern. Jakarta : Erlangga
Streeter, Victol L dan E. Benjamin While. 1996. Mekanika Fluida Edisi Delapan jilid
I. Jakarta : Erlangga
While, Frank.M. 1988. Mekanika Fluida edisi ke-2 jilid I.Jakarta : Erlangga

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II


KINETIKA HALOGENASI ASETON DENGAN KATALISATOR ASAM

NAMA: SRI RIZKI HALALWATI


NIM : 1137040068
KELOMPOK : 4 (KUNING)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG

2015

Anda mungkin juga menyukai