Anda di halaman 1dari 11

ASAL MULA BAHASA

Label: Bahasa
ASAL MULA BAHASA
Apabila kita menelusuri jejak kehidupan nenek moyang manusia di muka bumi sejak lima ratus
ribu tahun yang silam, kita tidak pernah menemukan bukti-bukti langsung mengenai bahasa
nenek moyang kita tersebut.
Cerita dari Mesir, bahwa sekitar abad ke-17 SM Raja Mesir Psammetichus mengadakan
eksperimen terhadap bayi yang dibesarkan di hutan belantara dengan pola pengasuhan yang
tanpa bersentuhan dengan pemakaian bahasa apapun. Setelah berusia dua tahun, bayi tersebut
dilaporkan oleh pengasuh suruhan istana dapat mengucapkan kata pertamanya becos yang
berarti roti, dalam bahasa Phrygia (bahasa Mesir kuno). Dan cerita ini, banyak orang Mesir
yang mempercayai bahwa bahasa Mesirlah yang merupakan bahasa yang pertama dikuasai
manusia, sekaligus diklaim sebagai bahasa yang pertama kali ada di muka bumi.
Dalam versi yang lain lagi, Goropus Becanus, seorang bangsa Belanda, mengemukakan
pendapat bahwa bahasa yang dipergunakan oleh Adam adalah bahasa Belanda. Seorang filsuf
Jerman, Leibniz mengemukakan pandangan bahwa semua bahas di dunia berasal dari bahasa
Proto. Namun, baik pendapat Kemke, Goropus, maupun pendapat Leibniz tidak didukung oleh
bukti bukti yang sahih, sehingga pendapat mereka dianggap sebagai hasil rekayasa imajinasi
belaka.
Dengan kata lain, dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya manusia yang
pertama kali dalam menelusuni asal mula bahasa lebih bernuansa mitos karena tidak berdasar
pada fakta dan teori yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Terdapat beberapa teori yang ada, bahwa bahasa bersumber dari Tuhan, bunyi alam,
isyarat lisan, dan teori yang mendasarkan pada kemampuan manusia secara fisiologis.
Menurut pandangan yang menyebutkan bahwa bahasa bersumber dari Tuhan. Dalam
kitab suci agama Islam misalnyaf disebutkan bahwa Adam sebagai manusia pertama yang

diciptakan oleh Allah dengan berbagai kemampuan yang dibekalkan kepadanya, termasuk
kemampuan berbahasa (Q.S. Al Baqarah: 31 dan Q.S. Ar-Rum: 22).
Akan tetapi, lain lagi jika menurut kisah Kejadian (Injil, Kejadian 2:19) bahwa manusia
diciptakan dalam imajinasi Tuhan dan kemampuan bahasa merupakan salah satu dari sifat
manusia.
Dalam kebanyakan agama diyakini bahwa Tuhan melengkapi penciptaan manusia dengan
bahasa. Namun, berbagai kisah dalam agama-agama itu belum membantu untuk mengetahui dan
mengungkap apa sesungguhnya bahasa, serta bagaimana manusia memulai penggunaan bahasa.
Dalam pandangan beberapa aliran agama, sebut saja aliran kepercayaan yang dianut masyarakat
Baduy di daerah Banten Selatan (Provinsi Banten), diyakini bahwa nenek moyang mereka adalah
cikal bakal manusia di dunia dan bahasa yang digunakan oleh nenek moyang mereka itu adalah
bahasa Sunda seperti yang mereka gunakan saat sekarang.
Pandangan lain tentang asal mula bahasa ini didasarkan pada konsep bunyi-bunyi alam.
Salah seorang filsuf Yunani yang bemama Socrates, menyatakan bahwa onomatopea atau
peniruam bunyi-bunyi alam merupakan dasar asal mula bahasa dan merupakan alasan mengapa
nama yang benar dapat ditemukan untuk benda-benda yang dapat menghasilkan bunyi.
Menurut pandangan ini, kata-kata yang paling sederhana dapat merupakan tiruan bunyi alam
yang didengar manusia dan lingkungannya.
Sejalah dengan pandangan Socrates, Max Mueller (1825-1900) seorang bangsa Jerman
mengemukakan Dingdong Theory atau Nativistic Theory yang meyakini bahwa bahasa timbul
secara alamiah karena manusia mempunyai insting yang istimewa untuk mengeluarkan ekspresi
ujaran bagi setiap pesan yang datang dari luar termasuk dalam meniru bunyi-bunyi alam.
Teori lain yang disebut Teori Bow-bow atau Echoic Theory menjelaskan bahwa bahasa
manusia merupakan tiruan bahasa alam, misalnya suara halilintar, kicauan burung, bunyi hujan,
bunyi gesekan daun, dan bunyi-bunyi lainnya akan merupakan sumber bahasa.

Teori-teori yang dikemakakan Socrates, Max Mueller, dan Teori Bow-bow ternyata
mendapat banyak kritik, karena teori-teori tersebut tidak dapat membuktikan semua kata dapat
dihubungkan dengan bunyi-bunyi alam.
Suara yang sama seringkali ditafsirkan secara berbeda-beda oleh orang-orang yang
berlainan, misalnya dalam menirukan suara kokok ayam jantan, orang Jawa menyebutnya
kukuruyuk, orang Sunda menyebut kongkorongok, orang Prancis dan Spanyol menyebut
cocorico, orang Cina menyebut wang-wang, sedangkan orang Inggris menyebut cock a
doodle do.
Teori yang lain adalah Teori Interjeksi (Interjection Theory) atau Teori Pooh-pooh yang
berpandangan bahwa bahasa manusia berasal dari dorongan dan ungkapan emosi, misalnya rasa
sakit, takut, senang, marah, atau sedih. Menurut teori ini, bunyi ha... ha... timbul karena
dorongan rasa gembira, bunyi uuh. . timbul karena rasa sakit, bunyi wow... muncul karena
rasa kaget.
Pada abad ke-19, Darwin menyodorkan hipotesis bahwa bahasa lahir karena menirukan isyaratisyarat yang dilakukan anggota tubuh yang lain. Menurut teori ini pula bahwa isyarat fisik dapat
menjadi cara untuk menunjukkan serangkaian makna.
Selain teoni-teori sebagaimana dijelaskan di atas, masih ada teori lain mengenai asal
mula bahasa dengan fokus pada aspek-aspek fisik manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk
lain.

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA


Label: Bahasa
BAB I
SEJARAH PERKEMBANAN BAHASA IDONESIA
1.1 Asal-usul Bahasa Indonesia
Agaknya terlalu sederhana apabila kita mengatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Melayu tanpa mengetahui historisnya. Perlu diingat bahwa bahasa Melayu merupakan salah satu
dialek yang tersebar di Nusantara yang dipakai sejak jaman dulu, tetapi karena Melayu sudah
merupakan lingua franca atau juga disebut Melayu Pasar, maka pemakaiannya lebih menonjol
apabila dibandingkan dengan dialek-dialek melayuiyan lain.
Untuk lebih mengetahui perkembangan serta asal-usul bahasa Indonesia sejak awalnya, maka
kita perlu mengetahui beberapa fakta histories seperti di bawah ini diantaranya:
1. Bahasa Melayu Sebelum Masa Kolonial
Sesuai dengan bukti-bukti tertulis mengenai bahasa Melayu, namun dapat dipastikan bahwa
bahasa Melayu sudah dipakai sejak jaman kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7.
Adapun bukti-bukti tertulis pertama mengenai bahasa Melayu ini terdapat dalam prasasti-prasasti
sekitar tahun 680 M, seperti prasasti Kedukan Bukit di sekitar Palembang dengan angka tahun
683 M, prasasti Kota Kapur berangka 686 M (Bangka Barat), prasasti Talang Tuwo berangka
tahun 684 M, serta prasasti Karang Brahi berangka tahun 688 M (antara Jambi dan Sungai
Musi).
2. Bahasa Melayu Pada Masa Kolonial
Ketika orang-orang Barat sampai ke Indonesia abad XVI mereka menemukan suatu kenyataan
bahwa bahasa Melayu merupakan bahasa yang dipakai dalam kehidupan yang luas bangsa
Nusantara. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa kenyataan, misalnya seorang Portugis bernama
Pigefetta, setelah mengunjungi Tidore, menyusun semacam daftar kata bahasa Melayu pada
tahun 1522. Jan Huvgenvan Linschoten, menulis bukuyang berjudul Itinerarium ofte schipvaert
Naer Oost Portugels Indiens. Dikatakan bahwa bahasa Melayu itu bukan saja sangat harum
namanya, tetapi juga merupakan bahasa negeri Timur yang dihormati.
Baik bangsa Portugis maupun bangsa Belanda yang datang ke Nusantara mendirikan sekolahsekolah. Mereka terbentur dalam soal bahasa pengantar.

Kegagalan dalam mempergunakan /menyebarkan bahasa-bahasa barat itu, memuncak dengan


keluarnya keputusan pemerintah colonial, KB 1871 No. 104, yang menyatakan bahwa
pengajaran di sekolah-sekolah bumi putera diberikan dalam bahasa daerah atau bahasa Melayu.
Perlu kita ketahui pula, bahwa pada waktu itu bahasa Melayu terbagi menjadi tiga golongan,
yaitu:
1. Melayu tinggi yaitu bahasa Melayu sebagaimana dipakai dalam kitab sejarah Melayu.
2. Melayu rendah yaitu bahasa Melayu pasar atau pula bahasa Melayu campuran.
3. Melayu daerah yaitu bahasa Melayu yang dipengaruhi oleh dialek-dialek tertentu.
3. Bahasa Melayu pada Masa Pergerakan Kemerdekaan
Tokoh pergerakan mencari bahasa yang dapat dipahami dan dapat dipakai oleh segenap lapisan
suku bangsa yang ada. Pada mulanya memang sulit menentukan bahasa mana yang dapat dipakai
itu.
Pemikiran terwujudnya bahasa persatuan, sebenarnya tumbuh sejak kesadaran kebangsaan, lebih
memuncak lagi setelah Dewan Rakyat pada tahun 1918 berpikir tentang bahasa persatuan yang
sangat diperlukan.
Dari hasil pemikiran para tokoh pergerakan dan Dewan Rakyat, akhirnya dipilih bahasa Melayu
dengan pertimbangan bahwa bahasa telah dipakai hampir sebagian rakyat Indonesia pada waktu
itu.
Tokoh pergerakan yang senantiasa memperkenalkan bahasa Melayu kepada seluruh rakyat
dengan pertimbangan bahasa Melayu telah mempunyai ejaan resmi yang ditulis dalam Kitab
Logat Melayu yang disusun oleh Ch. A. Van Ophuysen.
Sejarah telah mencatat bahwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah titik kulminasi bagi
penentuan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, karena pada waktu itu pertama kali kita
mengikrarkan sumpah yang berbunyi:
1. Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu yaitu Tanah Air Indonesia
2. Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa satu yaitu bangsa Indonesia
3. Kami putra-putri Indonesia mengaku menjunjung persatuan yaitu bahasa Indonesia.
1.2 Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan Pemakaian Ejaan
Bahasa Indonesia. Ejaan baru itu berdasarkan Kepres No. 57 tahun 1972. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menyebabkan buku kecil berjudul Pedoman Ejaan Bahasa
Indonesia. Yang disempurnakan sebagai Patokan Pemakaian Ejaan itu.
Tanggal 12 Oktober 1972 No. 156/P/1972 (Amran Halim Ketua) menyusun buku Pedoman
Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan berupa pemaparan Kaidah Ejan yang lebih luas.

1. Perubahan huruf
Ejaan Huruf Ejaan yang disempurnakan
Dj Djalan, djauh J Jalan, jauh
J Pajuna, laju Y Payung, layu
2. Huruf-huruf dibawah ini sebelumnya sudah terdapat dalam ejaan Soewandi sebagai unsur
pinjaman abjad asing yang diresmikan pemakai.
F. maaf
V. Valuta, Universitas
Z. Zeni, lezat
3. Huruf-huruf Q dan X yang lazim digunakan dalam ilmu ekstrakta tetap dipakai misalnya:
a:b=P:Q
Sinar X
4. Penulisan d sebagai awalan yaitu di sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya sedangkan d sebagai kata depan ditulis terpisah.
di (awalan) Di (kata depan)
Ditulis Di kampus
Dibakar Di rumah
5. Kata ulang ditulis penuh dengan huruf tidak boleh digunakan angka 2,
Misalnya:
Anak-anak
Berjalan-jalan
Meloncat-loncat

KARANGAN NARASI DENGAN SEGALA MACAMNYA


Label: Bahasa, makalah
1. Pengertian Karangan Narasi
Narasi merupakan bentuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau
menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman nmanusia berdasarkan perkembangan dari
waktu ke waktu (Semi, 2003:29).
Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya
kepada pembaca tentang suatu peristiwa yang telah terjadi (Keraf, 2000:136). Dari dua
pengertian yang diungkapkan oleh Atarsemi dan Keraf. Dapat kita ketahui bahwa narasi
berusaha menjawab sebuah proses yang terjadi tentang pengalaman atau peristiwa manusia dan
dijelaskan dengan rinci berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu.
Narasi adalah suati karangan yang biasanya dihubung0hubungkan dengan cerita. Oleh sebab itu
sebuah karangan narasi atau paragraf narasinya hanya kita temukan dalam novel. Cerpen, atau
hikayat (Zaenal Arifin dan Amran Tasai, 2002:130). Narasi adalah karangan kisahan yang
memaparkan terjadinya sesuatu peristiwa, baik peristiwa kenyataan, maupun peristiwa rekaan
(Rusyana, 1982:2).
Dari pendapat- pendapat di atas, dapat diketahui ada beberapa halyang berkaitan dengan narasi.
Hal tersebut meliputi: 1.) berbentuk cerita atau kisahan, 2.) menonjolkan pelaku, 3.) menurut
perkembangan dari waktu ke waktu, 4.) disusun secara sistematis.
2. Ciri-ciri Karangan Narasi
Menurut Keraf (2000:136)
- Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan.
- dirangkai dalam urutan waktu.
- berusaha menjawab pertanyaan, apa yang terjadi?
- ada konfiks.
Narasi dibangun oleh sebuah alur cerita. Alur ini tidak akan menarik jika tidak ada konfiks.
Selain alur cerita, konfiks dan susunan kronlogis, ciri-ciri narasi lebih lengkap lagi diungkapkan
oleh Atar Semi (2003: 31) sebagai berikut:
- Berupa cerita tentang peristiwa atau pengaalaman penulis.
- Kejadian atau peristiwa yang disampaikan berupa peristiwa yang benar-benar terjadi, dapat

berupa semata-mata imajinasi atau gabungan keduanya.


- Berdasarkan konfiks, karena tanpa konfiks biasanya narasi tidak menarik.
- Memiliki nilai estetika.
- Menekankan susunan secara kronologis.
Ciri yang dikemikakan Keraf memiliki persamaan dengan Atar Semi, bahwa narasi memiliki ciri
berisi suatu cerita, menekankan susunan kronologis atau dari waktu ke waktu dan memiliki
konfiks. Perbedaannya, Keraf lebih memilih ciri yang menonjolkan pelaku.
3. Tujuan menulis karangan narasi secara fundamental yaitu:
1.) Hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan,
2.) memberikan pengalaman estetis kepada pembaca.
4. Langkah-langkah menulis karangan narasi
1.) Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan
2.) tetapkan sasaran pembaca kita
3.) rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur
4.) bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita
5.) Rincian peristia-peristiwa uatama ke dalam detail-detail peristiwasebagai pendukung cerita
6.) susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang.
5. Jenis-jenis Karangan Narasi
a. Narasi Ekspositorik (Narasi Teknis)
Narasi Ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat
tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang.
Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang
sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya, satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil
sampai saat ini atay sampai terakhir dalam kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh
eksposisi, maka ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositprik. Ketentuan
ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak
memasukan unsursugestif atau bersifat objektif.

b. Narasi Sugestif
Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu,
menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar sehingga tampak
seolah-olah melihat

MAKNA DENOTATIF, MAKNA KONOTATIF, DAN MAKNA AFEKTIF


Label: Bahasa, makalah
MAKNA DENOTATIF, MAKNA KONOTATIF, DAN MAKNA AFEKTIF
1. MAKNA DENOTATIF
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna
yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata
secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut maka konseptual, makna denotasional atau
makna kognitif karena dilihat dari sudut yang lain. Pada dasarnya sama dengan makna
referensial sebab makna denotasi ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan
hasil menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya.
Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang
secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran (Lyons, I, 1977:208). Dalam beberapa
buku pelajaran, makna denotasi sering juga disebut makna dasar, makna asli, atau makna pusat.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa makna denotasi adalah makna
sebenarnya yang apa adanya sesuai dengan indera manusia. Kata yang mengandung makna
denotatif mudah dipahami karena tidak mengandung makna yang rancu walaupun masih bersifat
umum. Makna yang bersifat umum ini maksudnya adalah makna yang telah diketahui secara
jelas oleh semua orang. Berikut ini beberapa contoh kata yang mengandung makna denotatif:
1. Dia adalah wanita cantik
Kata cantik ini diucapkan oleh seorang pria terhadap wanita yang berkulit putih, berhidung
mancung, mempunyai mata yang indah dan berambut hitam legam.
2. Tami sedang tidur di dalam kamarnya.
Kata tidur ini mengandung makna denotatif bahwa Tami sedang beristirahat dengan
memejamkan matanya (tidur).
Masih banyak contoh kata-kata lain yang mengandung makna denotatif selama kata itu tidak
disertai dengan kata lain yang dapat membentuk makna yang berbeda seperti contoh kata wanita
yang makna denotasinya adalah seorang perempuan dan bukan laki-laki. Namun bila kata wanita
disertai dengan kata malam (wanita malam) maka akan menghasilkan makna lain yaitu wanita

yang dikonotasikan sebagai wanita nakal.


2. MAKNA KONOTATIF
Zgusta (1971:38) berpendapat makna konotatif adalah makna semua komponen pada kata
ditambah beberapa nilai mendasar yang biasanya berfungsi menandai. Menurut Harimurti
(1982:91) aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasrkan atas perasaan atau pikiran
yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca).
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai nilai rasa, baik
positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi,
tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata
seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang.
Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa yang positif; dan
jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan bernilai rasa negatif. Misalnya,
burung garuda karena dijadikan lambang negara republik Indonesia maka menjadi bernilai rasa
positif sedangkan makna konotasi yang bernilai rasa negatif seperti buaya yang dijadikan
lambang kejahatan. Padahal binatang buaya itu sendiri tidak tahu menahu kalau dunia manusia
Indonesia menjadikan mereka lambang yang tidak baik.
Makna konotasi sebuah kata dapat berbeda dari satu kelompok masyarakat yang satu dengan
kelompok masyarakat yang lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma penilaian
kelompok masyarakat tersebut. Misalnya kata babi, di daerah-daerah yang penduduknya
mayoritas beragama islam, memiliki konotasi negatif karena binatang tersebut menurut hukum
islam adalah haram dan najis. Sedangkan di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas bukan
islam seperti di pulau Bali atau pedalama Irian Jaya, kata babi tidak berkonotasi negatif.
Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini
berkonotasi negatif karena berarti cerewet tetapi sekarang konotasinya positif. Sebaliknya kata
perempuan dulu sebelum zaman Jepang berkonotasi netral, tetapi kini berkonotasi negatif.
3. MAKNA AFEKTIF
Makna afektif (Inggris: affective meaning, Belanda: afektif betekenis). Merupakan makna yng
muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan kata atau kalimat. Oleh
karena makna afektif berhubungan dengan reaksi pendengar atau pembaca dalam dimensi rasa,
maka dengan sendirinya makna afektif berhubungan pula dengan gaya bahasa.
Dalam makna afektif terlihat adanya reaksi yang berhuungan dengan perasaan pendengar atau
pembaca setelah mendengar atau membaca sesuatu. Kalau seseorang berkata anjing, dengan
intonasi tinggi yang berarti sedang marah maka orang yang mendengarnya akan merasa
tersinggung. Dengan kata lain, kata anjing memiliki makna yang berkaitan dengan nilai rasa
yaitu kata anjing berhubungan dengan penghinaan.
Sebaliknya kalau ada orang berkata, Mira gadis yang rajin dan pandai menari, pendengar akan

mereaksi baik dengan mengatakan Hebat sekali anak itu kata rajin dan pandai mempunyai
makna afektif yang berhubungan dengan kata sifat yang positif. Makna afektif terkadang bisa
menimbulkan suatu rasa dalam benak para pendengar atau pembaca. Misalnya seseorang yang
sedang membaca sebuah berita di koran tentang pembunuhan mutilasi seorang mahasiswa,
contoh kalimatnya Rani seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jakarta menjadi
korban kekejaman para preman jalanan. Setelah tubuh Rani dimutilasi mayatnya dibuang ke
sungai dan harta bendanya dirampas. Setelah pembaca itu membacanya ada rasa kasihan, dalam
benak pembaca akan timbul pertanyaan- pertanyaan yang berkaitan dengan rasa kasihannya
terhadap korban dan rasa benci atas kekejaman pelaku mutilasi itu

Anda mungkin juga menyukai