Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL PENELITIAN

MODUL METODOLOGI PENELITIAN


RUMPUN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA
Kampus UI Depok

A. LEMBAR UTAMA (MenggunakanhurufArialdengan font berukuran 11pt


dan 1,5 spasi)
1. Judul Penelitian
Hubungan tingkat pendidikan masyarakat dan perilaku kawin
cerai masyarakat Papua terhadap prevalensi HIV/AIDS di
Papua

2. Nama Peneliti
Nama: Futihati Ruhama Zulfa

NPM:

1406527886
Nama:

Jaffray Diaztri Pasereng Rambak

NPM:

1406527961
Nama: Nurul Falahiyyah Bahri

NPM:

1406527955
Nama: Pavita Musi Sartika Hutauruk

NPM:

1406528005
Nama: Regar Adi Trianto

NPM:
1

1406527854

3. Pembimbing Penelitian
Nama: Dra. Beti Ernawati, P.hD

4. Kata Kunci
HIV/AIDS

Masyarakat Papua

Tingkat pendidikan
Perilaku kawin cerai
Prevalensi HIV/AIDS
5. Jangka Waktu Penelitian (Bulan)
5 Bulan

Pembuatan proposal: 1 bulan


Pengumpulan data : 2 bulan
Analisis data
: 1 bulan 2 minggu
Publikasi
: 2 minggu

6. Dana Penelitian
Rp70.000.000,00

B. LEMBAR PERNYATAAN DAN PENGESAHAN (Menggunakan huruf


Arial dengan font berukuran 11pt dan 1,5 spasi)
7. Pernyataan Peneliti
Dengan ini kami menyatakan:
a. Penelitian dengan judul seperti tertera pada lembar

utama

nomor 1 merupakan penelitian asli bukan plagiat.


b. Sepakat untuk melakukan penelitian dengan judul seperti
tertera pada lembar utama nomor 1.
2

Peneliti
1.

Tanda Tangan

Futihati

Tanggal

Ruhama

Zulfa
2.Jaffray

Diaztri

Pasereng R.
3.

Nurul

Falahiyyah

Bahri
4. Pavita Musi Sartika
H.
5. Regar Adi Trianto

8. Pengesahan Ketua Penanggung Jawab Modul Riset dan


Pembimbing yang Bertanggung Jawab
Nama

penanggung

jawab Tanda Tangan

modul METLIT
Dra. Beti Ernawati, P.hD
Nama pembimbing

Tanda Tangan

Dra. Beti Ernawati, P.hD

C. LEMBAR URAIAN PENELITIAN (Menggunakan huruf Arial dengan font


berukuran 11pt dan 1,5 spasi)
9.

Latar Belakang Masalah


Uraikan masalah yang mendukung dan menyebabkan penelitian
perlu dilakukan (maksimal 1 halaman).
Penyakit menular seksual yang sangat berbahaya dan ganas, yakni
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) mulai menyerang
dunia kesehatan pada awal abad ke-20. Human Immunodeficiency
Virus (HIV) merupakan penyebab Acquired Immunodeficiency
Syndrome dengan penyebaran penularan yang sangat cepat ke
seluruh dunia. Sejak menjadi epidemi sampai dengan tahun 2011,
60 juta laki-laki, perempuan, dan anak-anak telah diinfeksi oleh HIV
dan sampai sekarang terdeteksi 20 juta dewasa dan anak-anak
telah terjangkit

AIDS. Respon masyarakat internasional terhadap

pandemik HIV/AIDS dirasa kurang memberikan pengaruh yang


konkrit terhadap penurunan prevalensi HIV/AIDS. Hal itu terbukti
dari tingginya data WHO tahun 2011 mengenai prevalensi infeksi
HIV/AIDS, yaitu muncul lebih dari 14.000 infeksi baru setiap hari.
Data WHO tahun 2011 juga menyebutkan bahwa dewasa ini faktor
utama peyebab kematian di Afrika dan dan di seperempat belahan
dunia adalah AIDS. Prevalensi secara nasional kasus AIDS di
Indonesia pada tahun 2011 sebesar 10,62 per 100.000 penduduk.
Provinsi

dengan

prevalensi

tertinggi

adalah

Provinsi

Papua

(175,91).1
Tingginya prevalensi HIV/AIDS di Provinsi Papua diduga dikarenakan
sikap masyarakat Papua yang kurang antisipatif terhadap pandemik
HIV/AIDS. Sikap kurang antisipatif itu dapat dilihat dari beberapa
aspek salah satunya adalah rendahnya tingkat pengetahuan serta
sikap dan perilaku masyarakat Papua yang cenderung melakukan
kawin cerai.2
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh UNICEF tahun 2011,
masyarakat Papua memiliki budaya poligami. Dalam penelitian itu,
4

poligami didefinisikan dimana setiap laki-laki dalam suatu populasi


memiliki istri lebih dari 10.3
Berdasarkan situasi dan permasalahan yang kami dapatkan, kami
akan melakukan analisis terhadap tingkat pengetahuan, perilaku
dan sikap masyarakat Papua terhadap prevalensi HIV/AIDS di
Papua. Kami memiliki perencanaan untuk melakukan pencarian
data berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang
berhubungan dengan data-data penelitian yang kami butuhkan,
sehingga kami akan mengambil kesimpulan berdasarkan data-data
penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti mengenai
penelitian yang mendukung data penelitian kami.

10.

Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Bagian ini diisi dengan rumusan masalah dan pertanyaan yang akan
dijawab melalui penelitian ini (maksimal 1 halaman).

1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi HIV/AIDS


di Papua?
2. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat
dengan prevalensi HIV/AIDS di Papua?
3. Apakah

ada

hubungan

antara

perilaku

kawin

cerai

masyarakat Papua dengan prevalensi HIV/AIDS di Papua?

11.

Tujuan Umum dan Tujuan Khusus serta Manfaat Penelitian

Uraikan tujuan umum, tujuan khusus serta manfaat penelitian


secara singkat, padat dan jelas (maksimum 1 halaman).
Tujuan Umum:
Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan perilaku
kawin cerai remasyarakat Papua terhadap prevalensi kasus HIV
/AIDS di Papua

Tujuan Khusus:
1. Mengetahui prevalensi penderita HIV/AIDS di Papua
2. Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Papua
3. Mengatahui perilaku kawin cerai masyarakat Papua

Manfaat Penelitian
Dengan melakukan penelitian ini, maka dapat diketahui faktorfaktor yang mempengaruhi prevalensi penderita HIV/AIDS di Papua.
Sehingga, dapat diambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk
dapat menurunkan tingkat penderita HIV/AIDS di Papua

12.

Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

Uraikan pustaka yang mendukung penelitian ini, kerangka teori serta


kerangka kosep penelitian (maksimum 4 halaman)
A. HIV/AIDS
AIDS telah diakui sebagai penyakit yang disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV merupakan retro virus yang
limfotropik serta dapat menimbulkan efek sitopatologik yang umumnya
ditemukan pada sel T pembantu (Th/inducer/T4). Hancurnya sel Th
diakibatkan oleh perkembangan virus yang berlangsung baik. Sel T4
dapat terbunuh oleh HIV dikarenakan adanya ikatan antara HIV dengan
sel

T4

yang

diperantai

oleh

penanda

permukaan

T4.

Hal

itu

menyebabkan jumlah T4 jauh dibawah T8 dibandingkan dengan


keadaan normalnya.
Selektifitas limfopenia terhadap sel Th merupakan efek sitopatologik
HIV. Selektifitas itu menyebabkan perbandingan antara sel Th dengan
sel Ts lebih kecil dari pada satu. Ketahanan fungsi sel-sel yang
berperan dalam respon imun didapat sangat memerlukan induksi sel
Th. Pada kasus AIDS, sel Th tidak dapat berfungsi dengan baik. Hal itu
dikarenakan sedikitnya jumlah sel Th pada kasus AIDS dibandingkan
7

dengan jumlah normalnya pada individu sehat. Tingkat kerentanan


individu yang terjangkit AIDS terhadap infeksi oportunistik akan
meningkat tajam. Hal itu dikarenakan adanya gangguan kuantitas serta
kualitas sel Th. Infeksi-infeksi oportunistik yang sering menyerang
individu dengan AIDS adalah Pneumocystis carinii, herpes simpleks,
virus sitomegalo, jamur Candida, serta protozoa dan sarkoma Kaposi.
Dewasa

ini

banyak

laporan

yang

masuk

mengenai

insidensi

hiperglobulinema serta produksi imunoglobulin spontan. Peningkatan


kadar IgG serta IgA sering ditemukan pada kasus AIDS. Pada kasus
AIDS antibodi monoklonal juga aktif dibentuk oleh sel B plasma.
Peningkatan

imunoglobin

serta

antibodi

monoklonal

itu

dapat

menimbulkan berbagai fenomena autoimun.


Faktor supresif terhadap sel T yang menimbulkan kegagalan ploriferasi
kini juga telah ditemukan di dalam serum penderita AIDS. Gagalnya
ploriferasi sel T menyebabkan respon terhadap mitogen menurun atau
bahkan tidak ada. Beberapa penelitian terkini telah mengeluarkan
hipotesis bahwa faktor supresif terhadap ploriferasi sel T adalah berupa
antibodi bentukan sel monosit yang merupakan akibat adanya interaksi
dengan sel T. Sampai saat ini, mekanisme faktor supresif masih belum
jelas.
B. Epidemiologi
Kasus HIV/AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan pada tahun 1987
di Bali yaitu seorang wisatawan Belanda. Saat ini penderita HIV/AIDS
telah menyebar secara global termasuk di Indonesia. Jumlah penderita
HIV/AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu faktor yang
berpengaruh dalam epiemiologi HIV di Indonesia adalah variasi antara
wilayah, baik dalam besarnya masalah maupun faktor-faktor yang
berpengaruh.

Epidemi

HIV

di

Indonesia

berada

pada

epidemi

terkonsentrasi. Klasifikasi untuk epidemi HIV/AIDS terdiri dari:


a. Rendah: pervalensi HIV dalam sub-popuasi berisiko tertentu belum
melebihi 5%.
8

b. Terkonsentrasi: Pervalensi HIV secara konsisten lebih dari 5% di sub


populasi berisiko tertentu dan pervalensi HIV di bawah 1% di
populasi umum atau ibu hamil.
c. Meluas: Pervalensi HIV lebih dari 1% di populasi umum atau ibu
hamil (USAID, 2003)
Surveilsc ans Terpadu HIV dan Prilaku (STHP, Populasi Kunci, 2007)
menunjukan prevalensi HIV pada populasi kunci WPS langsung 10,4%;
WPS tidak langsung 4,6%; waria 24,4%; pelanggan WPS 0,8%; LSL
5,2%; pengguna napza suntik 52,4%. Di provinsi Papua dan Papua
barat terdapat pergerakan ke arah generalized epidemic dengan
pervalensi HIV sebesar 2,4% pada penduduk 15-49 tahaun (STHP,
Penduduk Papua 2007). Hal tersebut tercantum dalam Strategy dan
Rencana Aksi Nasional AIDS 2010-2014 (KPA, 2010) Secara kumulatif
kasus HIV & AIDS dari 1 April 1987 s.d. December 2011 adalah 76879
orang telah ternifeksi HIV, sejumlah 29879 orang dengan AIDS dan
kematian akibat HIV AIDS sejumlah 5430 orang. Penderita AIDS
berdasarkan jenis kelamin sebanyak 20333 adalah laki laki dan 8122
adalah perempuan serta 302 orang tidak di ketahuai jenis kelaminya.
Sedangkan berdasarkan usia, tiga urutan teratas presentasi penderita
paling besar pada kelompok umur 20 29 tahun sebanyak 45,3%, di
susul oleh kelompok umur 30 39 tahun sebanyak 30,7% dan
sebanyak 9.8% pada kelompok usia 40 49 tahun. (Depkes RI, 2012)
Kasus terbanyak ditemukan di 5 propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Timur, Papua dan Bali. Lima propinsi dengan angka pervalensi
yang besar dalam kasus AIDS per 100.000 penduduk adalah Propinis
Papua 157,02 , Bali 62,40, DKI Jakarta 50,14, Kalimantan Barat 28,87
dan Kep. Riau sebanyak 24,06. Secara Nasional angka pervalensi kasus
AIDS

adalah

12.45.

Sedangkan

jumlah

komulatif

kasus

AIDS

berdasarkan faktor resiko penularan adalah melalui heteroseksual 55,3


%, Intravenuse Drug User (IDU) sebanyak 35,2%, homoseksual sebesar
3,02%, 2,71% melalui perinatal, 0,19% memalui transfusi daran dan
sebanyak 3,52% tidak di ketahui resiko penularanya. (Depkes RI 2012).
9

C. Cara Penularan
HIV merupakan virus yang dapat ditransmisikan dari satu individu
kepada individu yang lain. HIV dapat ditransmisikan melalui banyak
cara seperti:
a. Kontak seksual
Kontak seksual merupakan cara penularan HIV yang paling banyak
terjadi. Penularan HIV bisa terjadi pada kontak seksual oleh pasangan
heteroseksual

maupun

homoseksual.

Frekuensi

penderita

HIV

terbanyak karena kontak seksual adalah daerah benua Afrika dan Asia.
HIV dapat menular melalui hubungan seks sebab HIV merupakan virus
yang memiliki cara penularan melalui sperma ataupun cairan vagina.
Darah yang keluar saat berhubungan seks dapat pula menjadi miator
dalam pentransmisian HIV.
b. Transmisi dari Ibu ke Anak
Bayi yang menderita AIDS diindikasikan memiliki virus HIV yang
berasal dari ibunya. HIV merupakan virus yang dapat ditransmisikan
melalui cairan tubuh seperti darah. Ibu yang menderita HIV/AIDS
biasanya menularkan HIV kepada bayinya melalui proses pemberian
ASI, hal ini dikarenakan pemberian ASI dapat menyebabkan resiko
terjadi lecet pada payudara Ibu dan dapat menyebabkan darah Ibu bisa
dikonsumsi

oleh

bayi

saat

proses

menyusui.

Hal

inilah

yang

menyebabkan Ibu yang menderita HIV tidak direkomendasikan untuk


memberi ASI kepada bayinya.
c. Transmisi melalui jarum suntik
Jarum suntik yang tidak steril (Bekas dari pasien HIV yang digunakan
kembali kepada pasien sehat) merupakan mediator yang sangat baik
dalam

mentransmisikan

merupakan

cairan

tubuh

virus
yang

HIV.

Hal

dapat

ini

dikarenakan

berperan

sebagai

darah
media

penularan HIV. Transmisi HIV melalui jarum suntik biasanya dialami


10

oleh

pengguna

narkoba

suntik

yang

dapat

dengan

mudah

menggunakan jarum yang sama untuk beberapa pengguna narkoba.


D. Perilaku seks mayarakat Papua
Berdasarkan data dari UNICEF Indonesia pada tahun 2011,
ditemukan bahwa Provinsi Papua merupakan provinsi dengan
tingkat prevalensi penderita HIV tertinggi di Indonesia 1. Tingginya
prevalensi penderita HIV tersebut diduga disebabkan oleh
beberapa faktor. Salah satu diantaranya adalah perilaku seks
masyarakat Papua. Berdasarkan penelitian tahun 2006 yang
dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI yang bekerja sama
dengan

Badan

Pusat

Statistik,

ditemukan

bahwa

terdapat

beberapa perilaku seks masyarakat Papua yang memiliki resiko


tinggi dalam penularan HIV2. Perilaku tersebut diantaranya:
a. Hubungan Seks dengan Bergonta-ganti Pasangan
Dilihat dari cara penularan HIV, melakukan hubungan seks
dengan lebih dari satu pasangan memiliki potensi yang tinggi
untuk terinfeksi HIV. Sementara di Papua, ditemukan data
bahwa sebanyak 16,4 persen dari penduduk Papua melakukan
hubungan seks dengan pasangan seks yang tidak tetap. Jika
data tersebut dijabarkan lagi, ditemukan bahwa lebih banyak
penduduk laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan
pasangan yang tidak tetap dibandingkan dengan penduduk
perempuan. Perbandingan antara laki-laki dengan perempuan
yang melakukan hubungan seks dengan pasangan yang tidak
tetap adalah 25,5 persen banding 7,1 persen2.
b. Hubungan Seks dalam Pesta Adat
Bakar Batu dan Emaida merupakan beberapa contoh dari
pesta adat yang ada di budaya masyarakat Papua dimana
pesta adat tersebut banyak dihadiri oleh masyarakat Papua.
Dalam

sebuah

survei,
11

ditemukan

bahwa

sebagian

dari

masyarakat Papua yang melakukan hubungan seks dengan


pasangan tidak tetap melakukan hubungan seks pada saat
mereka menghadiri pesta adat. Sementara, perbandingan
antara penduduk laki-laki dengan perempuan yang melakukan
hubungan seks pada saat pesta adat sebesar 30,8 persen
banding 56,1 persen2.
c. Seks Antri
Berdasarkan

pada

sebuah

studi

yang

dilakukan

oleh

Universitas Cendrawasih Papua ditemukan bahwa terdapat


perilaku seks antri pada sebagian masyarakat Papua. Studi
yang dilakukan oleh Universitas Cendrawasih ini dilakukan
pada responden yang mengaku pernah melakukan hubungan
seks dengan lebih dari satu pasangan. Dari studi tersebut
ditemukan bahwa sebanyak 5,4 persen penduduk laki-laki
melakukan seks antri, sedangkan pada penduduk perempuan
ditemukan sebanyak 1,7 persen yang melakukan seks antri2.
d. Hubungan Seks Saat Melakukan Perjalanan ke Luar Daerah
Perjalanan

keluar

daerah

memberikan

kesempatan

bagi

seseorang untuk melakukan hubungan seks dengan pasangan


lain. Pada penduduk Papua yang melakukan hubungan seks
dengan pasangan yang tidak tetap ditemukan sebesar 44
persen

dari

PendudukPapua

melakukan

hubungan

seks

dengan pasangan lain saat sedang melakukan perjalanan ke


luar daerah. Dari penduduk Papua yang melakukan hubungan
seks saat melakukan perjalanan ke luar daerah ditemukan
sebanyak 46,4 persen merupakan penduduk laki-laki dan
sebesar 31,7 persen merupakan penduduk perempuan2.
Salah satu faktor yang mendukung terjadinya penularan HIV dari
satu individu ke individu lain adalah perilaku seks yang dimiliki oleh
individu tersebut. Perilaku seks yang berpotensi mendorong penularan
HIV ini adalah perilaku seks dimana individu melakukan hubungan seks
12

dengan pasangan yang tidak tetap dalam satu tahun terakhir atau
melakukan seks dengan pekerja seks komersial (seks dengan imbalan).
Hal-hal yang dapat memungkinkan terjadinya hubungan seks dengan
pasangan yang tidak tetap dalam satu tahun terakhir ini adalah
terjadinya kawin cerai, memiliki lebih dari satu pasangan hidup, dan
atau melakukan seks dengan penjaja seks.1 Di Indonesia, khususnya di
Papua, perilaku yang paling mendukung hubungan seks dengan
pasangan yang tidak tetap adalah perilaku kawin cerai.
Perilaku kawin cerai akhir-akhir ini merupakan salah satu hal
yang banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat
dari peningkatan angka gugatan cerai yang masuk ke pengadilan
agama di Indonesia dari tahun 2011 hingga tahun 2014 lalu. Di Papua
sendiri khususnya, perilaku kawin cerai merupakan perilaku yang juga
marak dilakukan oleh masyarakat Papua. Perilaku kawin cerai ini tidak
hanya marak di kalangan lanjut usia, namun juga marak di kalangan
usia muda.
Suatu penelitian menyebutkan bahwa salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya kawin cerai adalah faktor pendidikan,
Pendidikan dalam hal ini berperan penting dalam membangun
kepribadian sesorang dalam mengambil keputusan, kesiapan untuk
berumah tangga, dan moral hidup.

13

14

13.

Definisi Operasional dan Hipotesis


1. Definisi operasional:

a. Perilaku kawin cerai penduduk kabupaten Jayapura


Perilaku kawin cerai adalah salah suatu perilaku yang dilakukan oleh masyarakat
kabupaten Jayapura dengan melakukan hubungan seksual dengan berganti
pasangan dalam suatu ikatan pernikahan secara resmi. Sehingga perilaku seks
tanpa hubungan pernikahan yang dilakukan masyarakat Jayapura, misalnya
hubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) ataupun tindakan poligami
tidak termasuk dalam perilaku kawin cerai yang kami maksudkan.
b. Prevalensi HIV dikabupaten Jayapura
Prevalensi HIV dikabupaten Jayapura adalah jumlah kasus HIV dikabupaten
Jayapura pada tahun 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi
kriteria eksklusi dalam penelitian ini. Prevalensi HIV dapat kami tentukan melalui
rekam medis dari RSU Abepura sebagai rumah sakit rujukan pasien HIV/AIDS di
kabupaten Jayapura.
2. Hipotesis
a. Hipotesis nol
Perilaku kawin cerai masyarakat Jayapura memiliki
hubungan

dengan

tingginya

prevalensi

HIV

di

Kabupaten Jayapura
b. Hipotesis Alternatif
Perilaku kawin cerai masyarakat Jayapura tidak memiliki
hubungan

dengan

tingginya

prevalensi

HIV

di

Kabupaten Jayapura

14.

Metode Penelitian

Uraikan dengan jelas bahan dan alat serta metode yang akan
digunakan dalam penelitian meliputi desain penelitian, lokasi dan
waktu, populasi dan sampel, jumlah sampel minimal, teknik sampling,
pengolahan data dan uji statistik (maksimal3 halaman)
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang akan digunakan adalah studi cross
sectional dengan teknik random sampling untuk mengetahui
pengaruh keberadaan perilaku kawin cerai masyarakat Papua pada
rentang usia 16-50 tahun terhadap penyebaran HIV/AIDS di Papua.
15

Sementara, pengambilan data akan dilakukan dengan bantuan


instrument kuesioner.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
tempat penelitian: Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, Indonesia
waktu penelitian : 1 Juli 2015 1 September 2015
Pemilihan tempat penelitian dilakukan atasdasar ketersediaan
sampel yang dibutuhkan yaitu pasien dengan HIV yang telah
menikah dan bercerai di wilayah Papua. Sementara pemilihan
waktu penelitian ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan
terkait masa studi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Sumber Data
Data kawin cerai yang diperoleh pada penelitian ini merupakan
data primer yang didapatkan dari hasil kuesioner, sedangkan data
penderita HIV didapat dari data rekam media Rumah Sakit Abepura.
4. Populasi Penelitian dan Sampel
1. Populasi target di dalam penelitian ini adalah penderita HIV di
kabupaten Jayapura
2. Populasi terajngku di dalam penelitian ini adalah penderita
HIV di Rumah Sakit UMum Abepura kabupaten Jayapura
provinsi Papua
3. Sampel yang digunakan adalah sampel yang berasal dari
populasi terjangkau serta memenuhi kriteria inklusi dan tidak
memenuhi kriteria eksklusi

5. Kriteria Inklusi dan eksklusi

Kriteria Inklusi
1. Penderita HIV
2. Warga Provinsi Papua (memiliki KTP Papua)
3. Termasuk dalam rentan usia 16-50 tahun.

Kriteria Eksklusi
16

1. Belum pernah menikah

Kriteria Drop Out


3. Subyek yang tidak mengembalikan lembar kuesioner
4. Subyek yang tidak mengisi lembar kuesioner secara
lengkap
5. Subyek yang
kuesioner

tidak

bersedia

melanjutkan

pengisian

6. Subyek memberikan data-data yang tidak sesuai dengan


penelitian
7. Subyek yang bersifat tidak koperatif
8. Besar sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita HIV pada
populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak
memenuhi kriteria eksklusi. Penentuan besar sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus besar sampel
pada penelitian cross sectional dengan estimasi besar sampel
untuk proporsi suatu populasi. Rumus tersebut memerlukan
informasi seperti:
Keadaan atau proporsi penyakit yang dicari dan nilainya
didapatkan dari pustaka (P)

Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki yang nilainya


telah ditetapkan (d)

Tingkat kemaknaan yang nilainya telah ditetapkan ()

Q, adalah nilai yang didapatkan dari (1-P). Misalnya jika P=0.6


maka Q=0.4.

Rumus tersebut adalah:


Za2 PQ
d2
Karena nilai tertinggi dari perkalian antara P dan Q adalah 0.5,
maka kami mengambil nilai perkalian maksimum antara P dan Q
yakni 0.5. Kami mengambil nilai maksimum karena kami tidak
mengetahui proporsi penyakit HIV sebelumnya yang dihubungkan
dengan budaya kawin cerai di Jayapura. Sehingga kami
menetapkan bahwa subjek yang kami pilih secara random sampling
mempergunakan P dengan nilai 0.5. Sementara itu, nilai Z dan
17

nilai d telah ditetapkan sebesar 1.96 dan 0.10. Oleh karena itu,
jumlah sampel yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah:
( 1.96 )2 .0,5 .(10.5)
=97
(0.10)2
Kami menambahkan jumlah sampel sebesar 10% untuk
mengantisipasi adanya subjek yang dropout, sehingga jumlah
sampel total adalah:
97+ ( 97 ) 10 =106.7
106.7 107

Jadi, besar sampel minimal yang kami butuhkan dalam penelitian


ini adalah sejumlah 107 subjek.
9. Cara Kerja
a. Alokasi subyek penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan studi cross
sectional sedangkan teknik sampling yang digunakan
adalah random sampling. Subyek penelitian yang akan
diambil adalah penderita HIV/AIDS yang diambil
berdasarkan data yang didapat dari rekam medis dan
kemudian akan dibagiakan kuesioner terhadap subyek
penelitian yang terpilih.
b. Pengukuran dan intervensi
Pengambilan data akan dilakukan dengan bantuan
instrument penelitian yaitu kuesioner. Kuesioner dipilih
sebagai
instrument
penelitian
karena
dengan
menggunakan kuesioner peneliti dapat mendapatkan
faliditas data yang tinggi.
Sebelum subyek penelitian mengisi kuesioner yang
diberikan terlebih dahulu akan diberikan penjelasan
mengenai penelitian ini. Kemudian subyek penelitian
akan diberitahukan mengenai petunjuk pengisian
kuesioner dan mengisi inform consent. Setelah subyek
penelitian mengisi kuesioner penelitian, kemudian
kuesioner
akan
dikembalikan
kepada
peneliti.
Sementara, rangkaian pengisian kuesioner yang
dilakukan subyek penelitian akan dilakukan dengan
pendampingan dan bimbingan oleh peneliti. Setelah
kuesioner dikembalikan pada peneliti, peneliti akan
melakukan pemeriksaan kelengkapan data terhadap
kuesioner penelitian. Data yang telah dikumpulkan dan
periksa kemudian akan diolah dan dianalisis oleh
peneliti.

18

10.

Identifikasi Variable

o Variable independen
Papua

o Variable dependen
Kabupaten Jayapura

perilaku

kawin

prevalensi

cerai

penderita

penduduk
HIV

di

o Variable perancu : penggunaan NARKOTIKA, tingkat penjaja


seksual,
11.

Rencana Pengolahan dan Analisa Data


a. Rencana Pengolahan Data

Data diolah dan dianalisis menggunakan perangkat lunak


Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) for Windows
versi 21. Data yang akan diolah menggunakan perangkat lunak
SPSS meliputi:
1. Jenis kelamin sampel
2. Umur sampel
3. Riwayat kawin cerai sampel
4. Riwayat HIV/AIDS
b. Teknik Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan dan pemeriksaan data
secara manual, data diedit dan diolah menggunakan
perangkat lunak SPSS for Windows versi 21 melalui beberapa
tahap yaitu; editing, coding, cleaning, dan entry. Kemudian
variabel bebas dan terikat dari data hasil olahan itu akan
diproses lebih lanjut menggunakan statistik inferensial
dengan analisis bivariat (crosstab) untuk mencari nilai p serta
menentukan kemaknaan data yang telah dikumpulkan untuk
dilakukan uji hipotesis. Karena data yang dikumpulkan
bersifat analitik komparatif katagorikal perpasangan, maka uji
kemaknaan yang digunakan adalah uji McNemar. Dari proses
pengujian itu akan dapat dilakukan perbandingan antara nilai
p dengan nilai yang sudah memiliki nilai tetap sebesar 0,05
serta interval kepercayaan (IK, IK95%). Apabila nilai p yang
diperoleh kurang dari 0,05, maka ada hubungan yang
bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat
begitu juga sebaliknya.

19

15.

Etik Penelitian
Bagian ini harus diisi apabila penelitian menggunakan subjek manusia
atau hewan percobaan. Isilah lembaran ini dengan tahap-tahap yang
akan dilakukan untuk mendapatkan izin dari komisi etik manusia dan
hewan. Isi bagian ini dengan cara yang dilakukan untuk mengurangi
dampak negatif pada subjek penelitian. (1 halaman)

20

16.

Daftar Pustaka
Isi daftar pustaka sesuai dengan format penulisan daftar pustaka
menurut sistem vancouver. (1 halaman)

21

17.

Lampiran
Pada

lampirandapatdimasukkankuesioner,

informasimengenaisubyekpenelitian, tabel dan lain-lain

22

Anda mungkin juga menyukai