Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

Hifema adalah suatu keadaan dimana terdapatnya darah dalam ruang bilik mata
depan (camera oculi anterior). Darah tersebut dapat mengisi sebagian kecil bilik mata
depan atau memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.1,2
Pada umumnya hifema dapat terjadi oleh karena adanya rudapaksa tembus atau
trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliaris. 2,3 Gaya-gaya
kontusif sering merobek pembuluh-pembuluh iris dan merusak sudut kamera okuli
anterior.4 Hifema dapat juga terjadi secara spontan misalnya : pada mata dengan tumor
pada iris, retinoblastoma dan kelainan vaskuler atau koagulopati. Kadang-kadang
pembuluh darah baru terbentuk pada kornea pasca bedah katarak dan dapat pecah
sehingga timbul hifema.5
Hifema ada 2 macam, yaitu :
Hifema primer, yaitu hifema yang langsung terjadi setelah trauma.
Hifema sekunder, yaitu hifema yang biasanya timbul pada hari kelima setelah
terjadi trauma
Beratnya hifema dinilai dari banyaknya darah dalam bilik mata depan.
Secara umum Hill membagi hifema dalam 2 bagian, yaitu : Hifema total dan hifema
parsial. Edward dan layden membagi dalam 3 tingkat :

Grade I

: Perdarahan mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan

Gade II

: Perdarahan mengisi 1/3 bilik mata depan

Grade III

: Perdarahan mengisi lebih dari bilik mata depan.

Rakusin membagi dlam 4 tingkat :

Grade I

: Perdarahan mengisi bilik mata depan

Grade II

: Perdarahan mengisi bilik mata depan

Grade III

: Perdarahan mengisi bilik mata depan

Grade IV

: Perdarahan mengisi seluruh bilik mata depan. 4

Penderita akan memberikan gejala mata kabur dan tersa nyeri. Biasa disertai dengan
epifora dan blefarospasme. Pada pemeriksaan mata dapat ditemukan adanya darah yang
mengisi bilik mata depan dan injeksi konjungtiva.1,2,5
Penderita sebaiknya di rawat di rumah sakit, karena ditakutkan terjadi perdarahan
sekunder yang lebih hebat dari pada perdarahan primer, yang biasanya timbul pada hari
ke lima setelah taruma.1 kejadian perdarahan berulang atau sekunder berkisar 9-38 % .5
penderita istirahan tidur dengan posisi kepala elevasi 30 0-450 dan ditutup matanya. Obat
-obat yang diberikan adalah antifibrinolitik dan analgetik.1,2,5,6,7
Pasien yang jelas memperlihatkan hifema yang mengisi lebih dari 5 % kamera
anterior diharuskan tirah baring, dan harus diberikan tetes steroid dan siklopegi pada
mata yang sakit selama lima hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya
perdarahan sekunder, glaukoma atau bercak darah dikornea akibat pigmen besi. Zat besi
di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang didiamkan akan dapat
menimbulkan ptisis bulbi dan kebutaan. Perdarahan ulang terjadi pada 16 20 % kasus
dalam 2 3 hari.penyulit ini memiliki resiko tinggi menimbulkan glaukoma dan
pewarnaan kornea.4,8
Parasintesis atau mengelurakan darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien
dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema
penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda tanda hifema akan
berkurang.8 hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraokuler tetap tinggi
(>35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 4 hari) untuk menghindari kerusakan
saraf optik dan pewarnaan kornea. Bila pasien mengidap hemoglinopati, maka besar
cepat kemungkina cepat terjadi atrofi optikus glaukomatous dan pengeluaran bekuan
darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal.4
Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan-bekuan
sentral dan lavase kamena anterior. Dimasuka tongkat irigasi dan oribe mekanis disebelah
anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk menghindari kerusakan iris dan
lensa. Tidak dilakukan usaha untuk mengeluarkan bekuan dari sudut kamera anterior atau
dari jaringan iris. Kemudian dilakukan iridektomi perifer. Cara lain untuk embersihkan
kamera anterior adalah dengan evakuasi viskoelastik. Dibuat sebuah insisi kecil di limbus

untuk menyuntikan bahan viskoelastik, dan sebuah insisi yang lebih besar 1800
berlawanan agar hifema dapat di dorong keluar.4
Komplikasi yang dpat terjadi adalah glaukoma, uveitis dan hemosiderosis atau
imbibisio kornea.1,2,5 Glaukoma akut terjadi apabila jaringan trabekular tersumbat oleh
fibrin dan sel atau apabila pembentukan bekuan darah menyebabkan sumbatan pupil.4
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus hifema okulus sinstra yang ada di Rumah
Sakit Umum Prof. R.D. Kandou.

LAPORAN KASUS
Seorang penderita anak , usia 4 tahun, bangsa Indonesia, suku Minahasa, agama
Kristen Protestan, alamat Banjer Lingk II, masuk Rumah Sakit tanggal 3 Februari 2008
dengan keluhan utama ada darah pada mata kiri.
ANAMNESIS (Heteroanamnesa)
Ada darah pada mata kiri dialami penderita 3 jam sebelum masuk Rumah Sakit.
Adanya darah pada mata kiri tanpa disertai nyeri, mata merah dan penglihatan kabur.
Tidak ada darah keluar dari mata. Awalnya penderita sedang bermain dengan kakaknya
dan kakak penderita melempar kayu dan mengenai mata kiri dan tampak adanya darah,
maka oleh orangtunya penderita dibawa ke Rumah Sakit Prof.R.D. Kandou untuk
mendapatkan perawatan.sebelum kejadian mata penderita tampak baik, riwayat pakai
kaca mata tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran

: Kompos mentis

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 24 x/m

Respirasi

: 24 x/m

Suhu

: 36,50C

Kepala

: Tidak ada kelainan

Thoraks

: Jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen

: Datar, lemas, BU(+) normal, hepar dan lien tidak teraba

Ekstrimitas

: Tidak ada kelainan

Status Psikiatri
Sikap penderita tidak kooperatif bila dilakukan pemeriksaan pada mata kirinya, selama
perawatan diruangan ekspresi wajah dan sikap yang ditunjukan cukup baik.

Status Neorologis
Motorik dan sensorik normal, refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
Status Oftalmikus
a. Pemeriksaan Subjektif
o Visus ocullus dextra

: 6/6

o Visus ocullus sinistra

: Sde (penderita tidak kooperatif)

o Pupil distance

: Sde

b. Pemeriksaan Objektif
o Inspeksi OD : Palpebra

: Udem (-)

Konjungtiva

: Normal

Kornea

: Erosi (-)

COA

: Normal

Iris

: Normal

Pupil

: Bulat

Refleks cahaya : (+)


Lensa
o Inspeksi OS : Palpebra

: Jernih
: Udem (-)

Konjungtiva

: Hiperemis

Kornea

: Erosi (-)

COA

: Terdapat darah 1/3 1/2 bilik mata depan

Iris

: Normal

Pupil

: Sde

Refleks cahaya : (+)


Lensa

o Palpasi OD

: Jernih

: Nyeri tekan (-), tumor(-), tekanan intra okular dengan palpasi


(-)

o Palpasi OS

: Nyeri tekan (+), tumor(-), tekanan intra okular dengan palpasi


(+)

RESUME
Seorang penderita anak laki laki 4 tahun datang ke poliklinik mata Rumah Sakit
Umum Prof. R.D.Kandou dengan keluhan utama ada darah pada bilik mata kiri. Keluhan
ini dialami penderita sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Ada darah pada bilik mata
kiri akibat terkena lemparan kayu.
Pemeriksaan fisik :
Status oftalmikus:
OD : VOS

: sde (penderita tidak kooperatif)

TIOS : 17,3 mmHg


Segmen anterior :
Konjungtiva : - Hiperemis
- Injeksi siliar (+)
- Injeksi konjungtiva (+)
COA

: Darah 1/3-1/2 pada bilik mata kiri

DIAGNOSIS
Hifema Ocullus Sinistra Grade II et causa Trauma Tumpul
PENANGANAN
Tirah baring total dengan bantal setinggi 300 - 450
Mata ditutup dengan kasa steril
Pengukuran TIO setiap hari
Antifibrinolitik agent (Aminocapromic Acid)
Mydriatil
Kortikosteroid (prednison)
Analgetik (Asetaminofen)
Antibiotik (Amoxicillin)

PROGNOSA

Dubia ad bonam
DISKUSI
Dasar diagnosa hifema pada kasus ini ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan oftalmologi.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa hifema terjadi akibat trauma tumpul pada
mata kiri setelah terkena lemparan kayu namun tidak disertai nyeri, mata merah dan
penglihatan kabur. Hifema pada kasus ini termasuk hifema primer. Berdasarkan
kepustakaan hifema ada 2 macam, yaitu :

Hifema primer, yaitu : hifema yang langsung terjadi setelah trauma

Hifema sekunder, yaitu: hifema yang biasa timbul pada hari ke lima setelah terjadinya
trauma. Dan perdarahan yang terjadi biasanya lebih hebat dari hifema primer.

Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat sekurang kurangnya lima hari.
Perdarahan sekunder ini terjadi karena reabsorbsi dari bekuan darah yang terlalu cepat,
sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali,
misalnya pada proses keradangan iris dan badan siliaris yang menyebabkan dilatasi
pembuluh darah sehingga memungkinkan fibrin yang telah menutup terlepas lagi. Akibat
yang ditimbulkan adalah penurunan ketajaman penglihatan yang dapat sedang atau berat.
Hal ini terjadi segera atau lambat sampai berbulan-bulan setelah trauma.1,2,3
Berdasarkan kepustakaan beratnya hifema dinilai dari banyaknya darah dalam bilik
mata depan.Secara umum Hill membagi hifema dalam 2 bagian, yaitu : Hifema total dan
hifema parsial. Edward dan layden membagi dalam 3 tingkat :

Grade I

: Perdarahan mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan

Gade II

: Perdarahan mengisi 1/3 bilik mata depan

Grade III

: Perdarahan mengisi lebih dari bilik mata depan.4

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan pada inspeksi COA tampak adanya darah
dalam bilik mata depan mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan sehingga
berdarakan kepustakaan pasien ini tergolong dalam hifema grade II dimana perdarahan
mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan.
Dari pemeriksaan oftalmikus didapati mata kiri visusnya sukar dievaluasi karena
penderitanya tidak kooperatif, konjungtiva hiperemis terdapat injeksi siliaris dan terdapat
7

juga darah yang mengisi 1/3 - 1/2 bilik mata depan. Sehingga pasien ini di diagnosis
dengan hifema ocullus dextra grade II et causa trauma tumpul. Pada pasien ini dianjurkan
rawat ini untuk mengamati jika terjadi perdarahan sekunder.setelah dilakukan observasi
selama kurang lebih lima hari di rumah sakit, tampak adanya penurunan dari volume
darah yang mengisi bilik mata depan. Berdasarkan kepustakaan hal ini menunjukan
penyerapan darah melalui trabekula dan kanal schlemm berjalan lancar. Artinya tidak
terdapat bekuan darah atau epitel yang menyumbat saluran tersebut. Darah pada hifema
dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal
sclemm dan juga melalui permukaan depan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan
adanya enzim fibrinolitik didaerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam
bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke
dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi berwarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti.
Komplikasi dari hifema dapat terjadi glaukoma dan dapat pula menimbulkan uveitis.1,3,4,5
Penanganan pada pasien ini dilakukan secara konservatif hal ini dikarnakan
adanya penurunan dari volume darah yang mengisi bilik mata depan. Penanganan yang
dilakukan antara lain tirah baring total dengan posisi kepala dielevasi 30 0 45

dimaksudkan untuk melokalisir darah di bilik mata depan bawah, supaya pupil tidak
terhalang oleh darah dan memperkecil lokasi hemosiderosis. Mata ditutup dengan kasa
steril untuk mengistirahatkan dan melindungi mata dan diganti setiap hari. Pengukuran
TIO setiap hari dilakukan untuk mengawasi terjadinya glaukoma sebagai komplikasi dari
hifema pada penderita ini.sedangkan pengobatan pada pasien ini yaitu pemberian
mydriatil untuk menghentikan perdarahan dan mengistirahatkan mata, pemberian
antifibrinolitik agent seperti transamic acid

untuk mencegah terjadinya dialisis

mempertahankan trombus-trombus sehingga dapat mencegah terjadinya hifema sekunder.


Pemberian tidak boleh lebih dari 1 minggu karena dapat mengganggu aliran humor
akueus. Selain pemberian antifibrinolitik agen pada pasien hifema diberikan tetes
sikloplegik atau sulfas atropin oleh karena pada pasien hifema yang terjadi oleh karena
trauma, darah dari COA akan merangsang reaksi radang sehingga reaksi ini akan
menyebabkan fotofobia pada pasien hifema dengan pemberian sikloplegi atau sulfas
atropin yang bersifat parasimpatolitik, yang bekerja selain untuk melumpuhkan otot siliar

juga melumpuhkan otot sfingter pupil. Pemberian analgetik golongan Asetaminofen pada
penderita hifema untuk menghilangkan nyeri akibat trauma yang terjadi.4,7
Prognosis pada pasien ini adalah dubia et bonam karena hifema pada pasien ini
grade II dan penyerapan darah pada hifema baik.sehingga pada hari ke 5 pasien sudah
dipulangkan.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Wijana N. Ilmu penyakit mata. Cetakan ke-6. Jakarta : EGC,


1993 : 314 5.

2.

Ilyas S, Tansil M, Salamun, Ashur Z. Hifema dalam : Sari ilmu


penyakit mata, Jakarta : FKUI, 1991:69-70.
Stein R, Stein H, Slatt B. Management of Ocular emergencies.2nd

3.
ed.1994.
4.

Vaughan D,Asbury T. Hifema. Dalam : Oftalmologi umum. Edisi


14. Jakarta : EGC,2000:384-5

5.

Scheie HG,Albert DM. Contusion of the eyeball. In : textbook of


ophthalmology.Ed.9th.Philadelphia : WB Saunders Comp, 1978 : 568 70.

6.

Cooling RJ.Ocular injuries. In : Clinical ophthalmology. Ed.


Miller SS. Wright Bristol, 1987 : 362-4.

7.

Rhee DJ, Pyfer MF. Hyphema and Microhiphema. In The Wills


Eye Manual. Ed. 3rd Lippincot Williams & Wilkins, 1999 : 32-7

8.

Ilyas S, Hifema dalam : Penuntun ilmu penyalit mata, Jakrta :


FKUI,2001 : 170-1

10

Anda mungkin juga menyukai