Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus

HIFEMA GRADE IV OKULUS SINISTRA ET CAUSA


TRAUMA TUMPUL

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
2016

BAB I

PENDAHULUAN

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata

depan, yaitu daerah diantara kornea dan iris yang dapat terjadi akibat trauma

tumpul ( gaya-gaya kontusif ) yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar

dan bercampur dengan humor aqueus ( cairan mata ) yang jernih.1,2,3

Penelitian menemukan 33% dari seluruh trauma mata yang serius

merupakan hifema, 80 % hifema terjadi pada pria, perkiraan rata-rata kejadian di


Amerika Serikat adalah 17-20 / 100.000 populasi pertahun. Sering pada pasien

yang berumur kurang dari 20 tahun dan pertengahan 30 tahun. Perbandingan

antara pria dan wanita adalah 3:1. Penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru, menunjukkan pada tahun 2002-2006 terdapat 50 kasus

hifema. Kasus terbanyak pada usia 1-12 tahun. Penyebab terbanyak akibat trauma

benda tumpul.4,5

Trauma tumpul menyebabkan kompensasi bola mata , disertai peregangan

limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan

tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada

sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah,

antara lain arteri-arteri utama dan cabang – cabang dari badan siliar, arteri

koroidalis, dan vena-vena badan siliar.5

Pada gejala klinis pasien akan mengeluh nyeri pada mata, disertai epifora

dan blefarospasme. Penglihatan pasien kabur dan akan sangat menurun. Terdapat

penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup

banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik

mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang

– kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.1,3

Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi menjadi 2, yaitu hifema

primer dan hifema sekunder. Hifema primer terjadi langsung setelah trauma, dapat

sedikit dapat pula banyak. Hifema sekunder biasanya timbul pada hari ke 5 setelah

trauma. Perdarahannya biasanya lebih padat dari pada yang primer. Oleh karena

itu seseorang dengan hifema sekunder harus dirawat sedikitnya 5 hari.7


Berdasarkan tampilan klinisnya, hifema dapat di bagi menjadi 4 stadium :

1. Grade I : Perdarahan mengisi ¼ bilik mata depan

2. Grade II : Perdarahan mengisi ½ bilik mata depan

3. Grade III : Perdarahan mengisi ¾ bilik mata depan

4. Grade IV : Perdarahan mengisi seluruh bilik mata depan

Penderita sebaiknya di rawat di rumah sakit, karena ditakutkan terjadi perdarahan

sekunder yang lebih hebat dari pada perdarahan primer, yang biasanya timbul pada hari

ke lima setelah trauma. 7 perdarahan ulang dapat terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3

hari.2 pasien dengan hifema yang tampak mengisi lebih dari 5% bilik depan mata

sebaiknya diistirahatkan. Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur

30-45 derajat. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat

kemungkinan terjadinya perdarahan sekunder. Pada hifema yang baru dan terisi darah

segar, dapat diberi obat antifibrinolitik, sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap
dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai

sembuh.2,3,7

Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan sekunder, glaukoma, dan

hemosiderosis disamping komplikasi traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa,

ablatio retina, katarak, dan iridodialisis. Besarnya komplikasi tergantung pada tingginya

hifema7,8

Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli

anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma,

prognosisnya baik karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam

beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya

tergantung pada seberapa besar galukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman

penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka

prognosisnya penderita adalah buruk karena dapat menyebabkan kebutaan. 1

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama :S

Jenis Kelamin : Laki - Laki

Usia : 14 tahun

Alamat : Raja Basa, Bandar Lampung


Pekerjaan : Pelajar

II. ANAMNESIS

Hari/tanggal : Selasa, 29 Desember 2015

Keluhan Utama : Mata merah visus turun okulus sinistra

Riwayat Penyakit Sekarang :

4 hari yang lalu mata kiri os terkena lemparan batu sebesar

kelereng saat sedang bermain dengan teman – temannya. Batu mengenai

mata kirinya dari arah depan, os mengatakan ketika kejadian mata terasa

sakit, menjalar ke kepala sehingga kepala juga terasa sakit. Tidak ada mual

dan muntah. Os mengeluhkan mata kiri terasa pedih, merah, berair, dan

sedikit silau apabila melihat cahaya.

3 hari yang lalu, os mengeluhkan pandangan kabur kemudian os

berobat ke bidan terdekat dan di beri obat 3 jenis, amoxicilin, asam

mefenamat, dan lupa nama obat yang lainnya. Namun 2 hari yang lalu os

mengeluhkan mata kiri tidak bisa melihat sama sekali, sehingga membuat

os datang ke RS Pertamina Bintang Amin.

Riwayat penyakit dahulu : Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-), Trauma

pada mata (-).

Riwaya penyakit keluarga : Dikeluarga tidak mempunyai penyakit

yang sama.

Riwayat alergi : Alergi obat dan makanan disangkal.


III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Kompos Mentis

Status Generalis : Dalam Batas Normal

TD : tidak dilakukan

Nadi : tidak dilakukan

RR : tidak dilakukan

Status Oftalmologis
OD Pemeriksaan Mata OS
20/25 Visus 1/~
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Dalam batas normal Bulbus Okuli Dalam batas normal
(-) Paresis / Paralisis (-)
Tidak ada kelainan Palpebra Tidak ada kelainan
Hiperemi (-) Konj. Palpebra Hiperemis (+)
Normal Konj. Bulbi Injeksi konjungtiva
Putih Sklera Injeksi konjungtiva
Tidak ada kelainan Kornea Tidak ada kelainan
Kamera Okuli Terdapat darah di seluruh
Sedang
Anterior COA
Cripta utuh Iris Tidak tampak

Reflek cahaya (+) Pupil Tidak tampak

Jernih Lensa Tidak tampak


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Slit lamp

V. ANJURAN PEMERIKSAAN

USG mata, funduskopi

VI. DIAGNOSA KLINIS

Hifema Grade IV OS e.c Trauma Tumpul

VII. PROGNOSA
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungtionam : malam
Quo ad sanationam : bonam

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Non Farmakologi

Tirah baring total dengan posisi kepala dielevasi 30-45 derajat

dimaksudkan untuk melokalisir darah di COA bawah supaya pupil

tidak terhalang dan memperkecil lokasi hemosiderosis.

2. Farmakologis

a. Timol 0,25% ED flash no I

S 2 dd gtt 1 OS

b. Cendo tropin 1% ED flash no I

S 3 dd ggt 1 OS

c. LFX ED flash no I

S 6dd gtt 1 OS

 Parasisntesis

Dilakukan pembedahan dengan mengeluarkan darah dari bilik depan bola

mata dengan teknik: membuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah

kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya luka insisi kornea

pada parasintesis tidak perlu dijahit.


BAB III

DISKUSI

Berdasarkan anamnesis didapatkan penderita datang keluhan mata kiri

tidak bisa melihat, terasa pedih, merah, berair, dan sedikit silau apabila melihat

cahaya, serta terdapat darah di seluruh COA setelah terkena lemparan batu saat

sedang bermain dengan teman – temannya. Berdasarkan kepustakaan, gambaran

klinik pada penderita ini sesuai dengan gambaran klinik pada hifema dimana

pasien mengeluhkan mata terasa pedih, pandangan kabur dan kemudian sangat

menurun bahkan tidak bisa melihat sama sekali. Terdapat tumpukan darah yang

terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak.1,3 Hifema biasanya
disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru

senapan angin, dan lain-lain. Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata

dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya

robekan pada daerah iris, korpus siliaris, dan koroid. Jaringan tersebut

mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan.

Perdarahan yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari

badan siliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil.

Bedasarkan waktu terjadinya, pasien ini termasuk kedalam hifema primer

dimana hifema primer adalah perdarahan yang langsung terjadi setelah trauma.

Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya

timbul pada hari kelima setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat dari

primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat sekurang –

kurangnya 5 hari mengingat kemungkinan terjadinya hifema sekunder.

Perdarahan sekunder dapat terjadi akibat reabsorbsi dari bekuan darah yang terlalu

cepat, sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu yang cukup untuk

regenerasi kembali, misalnya pada proses keradangan iris dan badan siliar yang

menyebabkan dilatasi pembuluh darah sehingga memungkinkan fibrin yang telah

menutup terlepas lagi. Akibat yang ditimbulkan adalah penurunan ketajaman

penglihatan yang dapat sedang atau berat. Hal ini terjadi segera atau lambat

sampai berbulan – bulan setelah trauma7,8.

Berdasarkan pemeriksaan objektif didapatkan pada inspeksi okuli sinistra :

pada COA tampak adanya darah yang mengisi seluruh COA, berdasarkan
kepustakaan pasien ini tergolong dalam hifema grade IV diama perdarahan terjadi

di seluruh COA.4,6

Pada pemeriksaan oftalmikus didapati mata kiri di dapatkan visus 1/~,

konjungtiva hiperemis terdapat injeksi siliaris dan terdapat juga darah yang

mengisi seluruh COA. Sehingga pasien ini didiagnosa dengan hifema grade IV

okulus sinistra yang disebabkan oleh trauma tumpul. Pasien ini dilakukan rawat

inap dan di lakukan operasi parasintesis guna mengeluarkan darah yang sudah

mengisi seluruh COA.

Pada pasien ini juga diberikan atropin sulfat 2 kali sehari pada mata

sebelah kiri. Berdasarkan kepustakaan sulfat atropin merupakan suatu

antikolinergik yang menghasilkan dilatasi pupil dan paralisis. Bekerja dengan cara

menghambat respon otot sfingter iris dan otot akomodasi badan siliar terhadap

perangsangan kolinergik, menghasilkan dilatasi pupil (midriasis) dan paralisis

akomodasi (siklopegia)

Pada pasien ini diberikan terapi timolol 0,25% 2 kali sehari pada mata

kiri.berdasarkan kepustakaan pemberian beta blocker yaitu timolol diberikan

untuk mengurangi tekanan intraokuler, mungkin dengan mengurangi produksi

cairan bola mata (humor aqueus) oleh badan siliar. Hipotesis lain adalah bahwa

beta blocker mengurangi aliran darah mata sehingga mengurangi pembentukan

cairan bola mata. Timolol tersedia sebagai obat tetes mata dengan kadar 0,25%

dan 0,5%. Dosis awal 1 tetes larutan 0,25% 2 kali sehari. Lamanya efek lebih dari

7 jam. Absorbsi sistemik dapat terjadi dan menimbulkan efek samping pada

jantung dan paru. Oleh karena itu, sediaan ini harus digunakan dengan hati – hati
pada pasien asma, PPOK, atau braditmia. Pada pasien ini diberikan terapi timolol

0,25% 2 kali sehari.9

Pasien ini juga di berikan LFX. Kandungan dari LFX adalah levofloxacin

yang digunakan sebagai antibiotik untuk mengurangi komplikasi dari hifema.

Kemudian pada pasien ini dilakukan tindakan operasi atau parasintesis.

Menurut teori tindakan operasi dikerjakan apabila ditemukan glaukoma sekunder,

tanda imhibisi kornea, atau hemosiderosis kornea. Dan tidak ada pengurangan dari

tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3-5 hari. Untuk mencegah

atrofi pupil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata maksimal

>50 mmHg selama 5 hari atau ditemukan bola mata maksimal > 35 mmHg selama

7 hari. Untuk mencegah imhibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan

mata rata-rata >25mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan tanda – tanda imhibisi

kornea.

Prognosis pada pasien ini adalah ad vitam bonam karena pada pasien ini

penyakit yang dideritanya tidak mengancam jiwa, karena telah mendapatkan

penanganan yang baik dan setelah dilakukan operasi dan observasi.


BAB IV

PENUTUP

Demikian telah dilaporkan sebuah kasus dengan judul “ Hifema Grade IV

Okulus Sinistra Et Causa Trauma Tumpul” dari seorang penderita laki-laki

berusia 10 tahun yang datang berobat ke Poliklinik Mata RS Pertamina Bintang

Amin. Mencakup diagnosis, pemeriksaan oftalmologi, penatalaksanaan dan

prognosisnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Available from :http://www.scribd.com/doc/39184834/referat-mata-hifema


2. Vaughan D, Asbury T. Hifema. Dalam : Oftalmologi Umum. Edisi 14
Jakarta : EGC; 2000:384-5
3. Ilyas S, Tansil M, Salamun, Ashur Z. Hifema Dalam : Ilmu Penyakit Mata.
Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI; 2010.
4. Ranovian. Hifema. Skripsi. Pekanbaru: 2011.
5. Anonim. Epidemiologi Hifema. 2011. Di unduh dari
http://www.scribd.com/jessiewidyassari/d/36493516.hifema.
6. James. Klasifikasi Hifema Dalam. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta:
Erlangga. 2005.
7. Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Jakarta;EGC.1993
8. Anonim. Trauma Mata. Sugeng Seto. Jakarta. 2002.

Anda mungkin juga menyukai