Anda di halaman 1dari 23

1.

Hifema

Gambar 1.1. Hifema

1.1. Definisi

Adanya suatu pendarahan atau akumulasi darah pada bilik mata depan.

Akumulasi darah ini dapat dilihat secara langsung ataupun menggunakan slit lamp.

Penilaian keparahan hifema sendiri dibagi menjadi beberapa grade. Grade 0 atau

microhyphema terjadi apabila terdapat darah di ruang anterior yang tersebar. Hifema

grade I mengisi kurang dari sepertiga bilik mata depan. Grade II mengisi sepertiga

hingga setengah bilik mata depan. Grade III mengisi lebih dari setengah bilik mata

depan, tetapi kurang dari total, dan grade IV mengisi keseluruhan bilik mata depan.

Gambar 1.2. Grading Hifema American Academy of Ophthalmology


1.2. Etiologi

Hifema paling sering disebabkan oleh rudapaksa benda tumpul atau trauma

tumpul. Penyebab lain yang jarang ditemui adalah leukemia, hemofilia, penyakit von

Willebrand, dan penggunaan obat antikoagulan.

1.3. Patofisiologi

Gambar 1.3. Trauma benda tumpul pada mata

Trauma tumpul pada mata menyebabkan robekan pada pembuluh darah korpus

siliaris dan iris sehingga menyebabkan akumulasi darah. Gaya tumpul yang

diterapkan pada bola mata anterior menciptakan peningkatan tekanan intraokular

seketika, menghasilkan gaya geser ke seluruh badan siliaris dan iris. Pada pasien

dengan gangguan vaskuler dapat menyebabkan kebocoran pada pembuluh darah

secara spontan.

1.4. Manifestasi Klinis

- Nyeri

- Penglihatan kabur
- Dapat disertai epifora, fotofobia, dan blefarospasm

1.5. Pemeriksaan

- Pemeriksaan segmen anterior

- Tes fluoresin

1.6. Terapi

- Tirah baring dengan posisi kepala lebih tinggi sekitar 30 derajat, hal ini

dilakukan untuk mencegah akumulasi darah menghalangi visual axis

- Bebat mata

- Analgesik (Paracetamol)

1.7. Komplikasi

Komplikasi akut utama hifema adalah hipertensi intraokular dan perdarahan

berulang. Hipertensi intraokular kemungkinan besar karena darah berada di lapisan

bilik mata depan menghalangi jalinan trabekula untuk mengalirkan akuos humor dan

darah.

1.8. Prognosis

Sebagian besar pasien akan pulih sepenuhnya namun peningkatan tekanan

intraokular terlihat pada 13,5% hifema derajat I sampai II sedangkan, ada risiko 52%

dengan hifema derajat IV. Prognosis untuk penglihatan normal juga dipengaruhi oleh

derajat hifema. Hifema derajat I memiliki tingkat penglihatan normal sekitar 90%

sedangkan, grade IV hanya memiliki prognosis 50% hingga 75% untuk penglihatan
normal. Penyebab paling umum untuk gangguan penglihatan adalah pewarnaan

kornea pada sumbu visual.

2. Subconjungtiva Hemorrhage

Gambar 2.1 Perdarahan subkonjungtiva

2.1 Definisi

Subconjungtiva Hemorrhage atau bisa disebut dengan perdarahan

subkonjungtiva adalah patch merah yang terdapat pada konjungtiva atau biasa

disebut dengan mata merah yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang

terdapat dibawah lapisan konjungtiva. Pecahnya arteri konjungtiva atau arteri

episklera sering tidak disadari sebelumnya.

2.2 Etiologi

Penyebab SCH ada berbagai macam, seperti :

a. Spontan (idiopatik biasanya ditemukan pada orang tua dengan aterosklerosis)

b. Trauma ringan (menggosok mata)

c. Trauma subkonjungtiva

d. Valsava manuver

e. Aktivitas yang berat


- Batuk

- Bersin

- Mengangkat beban berat

- Defekasi dengan konsistensi keras

f. Pasien hipertensi

g. Pasien dengan kelainan pada faktor koagulasi

h. Pasien hemofilia

i. Konsumsi obat (seperti turunan coumarin, sildenafil citrate, tadafi, verdenafil,

pralidoxime, obat antikoagulan)

2.3 Patofisiologi

Gambar 2.2 Vaskularisasi mata

Ada 2 sistem vaskularisasi bola mata :

1. Sistem arteri siliar, terdiri dari :

- Arteri siliaris anterior (9)

- Arteri siliaris posterior brevis (7)

- Arteri siliaris longus (4)

2. Sistem arteri Sentralis


Perdarahan subkonjungtiva terjadi awalnya karena pembuluh darah kecil

pecah tepat di bawah permukaan mata. Konjungtiva tidak dapat menyerap darah

dengan sangat cepat, sehingga darah terperangkap, sehingga saat dilihat bagian

putih mata menjadi berwarna merah cerah. Perdarahan subkonjungtiva sering

terjadi tanpa ada kerusakan mata yang nyata. Bersin atau batuk yang kuat dapat

menyebabkan pembuluh darah pecah di mata

2.4 Manifestasi Klinis

Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak mengalami gejala terhadap

penglihatan dan tidak terasa sakit. Umumnya, penderita tidak menyadari kondisi

ini hingga ia bercermin atau diberi tahu oleh seseorang bahwa mata menjadi

merah.

Gejala-gejala perdarahan subkonjungtiva:

- Sangat jarang orang mengalami rasa sakit ketika perdarahan dimulai.

Ketika perdarahan pertama kali terjadi, penderita mungkin mengalami rasa penuh

di mata. Ketika perdarahan membaik, beberapa orang mungkin mengalami iritasi

mata yang sangat ringan.

- Perdarahannya adalah area merah terang yang jelas dan tajam di atas

sclera. Terkadang, seluruh bagian putih mata kadang-kadang tertutup oleh darah.

- Pada perdarahan subkonjungtiva, tidak ada darah yang keluar dari mata.

- Perdarahan akan tampak lebih parah dalam 24 jam pertama dan kemudian

perlahan-lahan akan berkurang ukurannya dan mungkin terlihat kekuningan

setelah darah terserap.


Tabel 2.1 Gejala dan tanda perdarahan subkonjungtiva.

Tajam penglihatan Tetap

TIO Normal

Palpebra Normal

Konjungtiva Terlihat merah berbatas tegas

Kornea Clear

Bilik mata depan Normal

Iris dan pupil Dapat normal atau relative afferent pupil defect

(RAPD) positif

Lensa Clear

2.5 Pemeriksaan

Tampilan klinis dari perdarahan subkonjungtiva sangat khas dengan

perdarahan yang terbatas di bawah permukaan mata, biasanya terlihat dengan jelas

dan mudah dikenali untuk diagnosis. sehingga, pada kasus ini tidak perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, cukup dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Tetapi pemeriksaan tekanan darah dan funduskopi penting

dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan pada segmen posterior.

pada pasien dengan riwayat trauma, jika ditemukan adanya tekanan bola mata

rendah penurunan tajam penglihatan serta pupil lonjong maka diperlukan

eksplorasi bola mata untuk mencurigai adanya ruptur bulbus okuli.


2.6 Terapi

Tatalaksana dari perdarahan subkonjungtiva sebenarnya tidak perlu diberikan

karena pada kasus ini tanpa diberi obat maka akan bisa sembuh dengan

sendirinya. Untuk terapi nonmedikamentosa cukup dengan dikompres dengan air

hangat.

Untuk terapi diawal bisa diberikan vasokonstriktor untuk mengkonstriksikan

vaskular agar pendarahan tidak meluas dan juga bisa diberikan artificial tears.

2.7 Komplikasi

Tidak ada komplikasi pada perdarahan subkonjungtiva. Tetapi perdarahan harus

segera dirujuk ke spesialis jika:

a. Terdapat nyeri yang berhubungan dengan perdarahan

b. Terdapat perubahan penglihatan seperti:

- Pandangan kabur

- Pandangan ganda

- Kesulitan untuk melihat

c. Terdapat riwayat gangguan perdarahan

d. Riwayat hipertensi

2.8 Prognosis

Prognosis dari perdarahan subkonjungtiva baik, umumnya perdarahan dapat

diabsorbsi dan menghilang dalam waktu 2-3 minggu walaupun tanpa diobati

3. Corpus Alienum

3.1 Definisi
Corpus alienum mata adalah suatu penyakit mata yang disebabkan karena

benda asing masuk mengenai mata yang dapat mengakibatkan trauma pada

mata. Trauma mata tersebut biasanya mengenai sklera, kornea, dan konjungtiva

sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan mata. Berdasarkan lokasi, benda

asing dapat diklasifikasikan menjadi :

- Benda asing ekstraokular: pada kelopak mata, sklera, konjungtiva, kornea,

intraorbita, dan periorbita.

- Benda asing intraokular: pada bilik mata depan, iris, lensa, vitreous.

Gambar 3.1 Corpus Alienum

3.2 Etiologi

Etiologi corpus alienum bervariasi. Paling umum, yaitu kombinasi dari

kurangnya pelindung mata dan aktivitas berisiko tinggi. Biasanya pada penggilingan,

pengeboran, dan pengelasan. Selain itu, bisa juga disebabkan karena adanya benda

asing yang masuk pada saat mengemudi atau berjalan.

3.3 Patofisiologi
Benda asing yang terkena permukaan mata akan menimbulkan sensasi nyeri

tajam, refleks sekresi air mata, dan blefarospasme. Reaksi mata terhadap benda asing

tergantung pada jenis benda asing.

Benda asing pada aksis penglihatan dapat menyebabkan gangguan penglihatan

sementara, karena ada defek permukaan dan edema kornea. beberapa materi organik

menimbulkan reaksi inflamasi yang mempercepat kerusakan jaringan mata. Benda

asing ekstraokular yang tidak bisa dibersihkan dengan air mata berpotensi

menyebabkan infeksi hingga kerusakan permanen.

3.4 Manifestasi Klinis

Tabel 3.1 Gejala dan tanda benda asing pada mata

Tajam penglihatan Tetap atau menurun

TIO Normal

Palpebra Edema

Konjungtiva Injeksi konjungtiva tarsal dan atau bulbi; terlihat benda

asing di konjungtiva tarsal/bulbi, laserasi, hemoragi

Kornea Injeksi silier, terlihat benda asing, abrasi, hipopion

Bilik mata depan Inflamasi, hifema

Iris dan pupil Dapat normal atau relative afferent pupil defect

(RAPD) positif

Lensa Dapat normal atau keruh


3.5 Pemeriksaan

Deteksi corpus alienum dapat secara langsung maupun menggunakan alat

bantu seperti slit lamp.

3.6 Terapi

- Berikan anastesi topikal pada mata yang terkena benda asing

- Gunakan kaca pembesar

- Benda asing yang terletak superficial serta tidak melekat pada kornea atau

intrakornea dapat dikeluarkan dengan cara irigasi menggunakan NaCl 0,9%

atau cotton bud

- Benda asing di daerah tarsal dikeluarkan dengan menggunakan cotton bud

atau ujung spuit 25G

- Beri lidi kapas yang sudah diteteskan Povidon Iodin pada area bekas benda

asing.

Tabel 3.2 Pilihan farmakoterapi

Obat Dosis Keterangan

Tetrakain-HCL 2% 1-2 tetes pada mata yang Anestesi topikal atau

terkena benda asing digunakan untuk

melakukan pemeriksaan

Kloramfenikol 1 tetes/ 2 jam selama 2

hari

3.7 Komplikasi
Corpus alienum pada konjunctiva palpebra dapat menggesek permukaan

kornea dan menimbulkan infeksi sekunder seperti erosi kornea, ulkus kornea dan

laserasi konjunctiva. Corpus alienum yang berasal dari organik, vegetatif, atau logam

lebih cenderung memicu reaksi inflamasi yang agresif. Benda asing vegetatif berisiko

untuk berkembang menjadi keratitis dengan etiologi jamur.

3.8 Prognosis

Prognosis kurang baik berkaitan dengan dengan adanya defek luas, trauma

tumpul akibat benda asing organik pada segmen posterior, visus awal berkurang dari

5/200, serta RAPD positif. Pada lebih dari 71% pasien didapatkan visus akhir lebih

dari atau sama dengan 20/40.

4. Trauma Kimia Basa Pada Mata

4.1 Definisi

Merupakan trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia yang

memiliki pH>7, yang dapat menyebabkan kerusakan kornea, ulserasi, kerusakan

proteolysis, dan sintesis kolagen. Trauma kimia oleh karena basa seringkali terjadi

dikarenakan banyaknya penggunaan bahan mengandung basa baik untuk kepentingan

industri maupun kebutuhan rumah tangga.


Gambar 4.1. Trauma basa okuli

4.2 Etiologi

Bahan basa atau alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:

- Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah

tangga, zat pendingin, dan pupuk.

- NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.

- Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash.

- Magnesium hudroxide (Mg(OH)2), seperti pada kembang api.

- Lime (Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen, dan kapur.

4.3 Patofisiologi

Trauma kimia karena basa lebih berbahaya daripada oleh karena asam. Hal ini

disebabkan karena basa memiliki kemampuan untuk penetrasi lebih dalam dan efek

destruksi yang lebih berat dibandingkan asam. Mekanisme kerusakan yang dihasilkan

oleh bahan kimisa basa disebabkan oleh karena:

- Alkali berdisosiasi dan bersaponifikasi dengan asam lemak dari sel membran

sehingga merusak struktur sel membrane tersebut.

- Karena sifat higroskopisnya, basa dapat mengekstraksi air dari sel sehingga

menyebabkan sel nekrosis.

- Alkali bergabung dengan lipid dari sel untuk membentuk bahan campuran

yang larut air sehingga menyebabkan keadaan yang “softening” dan

“gelatinization”.

Terjadinya penetrasi bahan kimia basa atau alkali ke dalam mata akan

menyebabkan kerusakan struktur-struktur di dalam mata, yakni:


- Nekrosis pada epitel kornea dan epitel konjungtiva disertai dengan gangguan

dan sumbatan pada pembuluh darah perilimbus.

- Kehilangan limbal stem cell akan menyebabkan kerusakan epitel kornea yang

menetap. Efek jangka panjang bisa terjadi pembentukan symblepharon dan

entropion sikatriks.

- Penetrasi yang lebih dalam dapat menyebabkan kerusakan serta pengendapan

glikosaminoglikan dan opasifikasi pada stroma kornea.

- Penetrasi ke segmen anterior bisa menyebabkan kerusakan iris dan lensa.

- Kerusakan pada epitel siliaris akan mengganggu sekresi askorbat, yang

dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan perbaikan kornea.

- Terjadi peningkatan tekana intraokuler karena kerusakan anyaman trabekula.

Selain itu bisa terjadi peningkatan tekanan sekunder (2-4 jam kemudian)

karena adanya pelepasan prostaglandin, yang berpotensi menimbulkan uveitis

berat.

Tabel 4.3. Klasifikasi Roper-Hall tentang severitas luka bakar permukaan okular
Gambar 4.3. Klasifikasi Derajat Keparahan Trauma Kimia (a) derajat 1 (b) derajat 2

(c) derajat 3(d) derajat 4

4.4 Gambaran Klinis

Gambaran klinis akibat trauma kimia basa dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:

- Acute Ischemic Necrosis

Pada konjungtiva tampak tanda-tanda edema, kongesti, dan perluasan

nekrosis, serta banyak discharge purulent. Pada korena tampak mengelupas

dan stromanya kabur. Pada iris terjadi inflamasi dan berwarna keunguan, dan

pada kasus yang berat, iris dan badan siliaris digantikan oleh jaringan

granulasi.

- Reparation

Pada tahap ini, epitel konjungtiva dan kornea beregenerasi, terjadi

vaskularisasi pada kornea, dan inflamasi pada iris mulai berkurang.

- Complication
4.5 Tatalaksana

Tujuan terapi fase akut adalah mengurangi inflamasi, mencegah kerusakan

lanjutan epitel dan stroma, dan memicu re-epitelisasi.

a. Emergency

- Irigasi

Langkah awal dalam menangani trauma kimia okuli adalah dengan

segera melakukan irigasi untuk membersihkan zat kimia penyebab. Evaluasi

pH permukaan ocular dapat dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus

dan dilakukan irigasi hingga mencapai pH 7,0. Pemberian irigasi awal pada

penderita trauma kimia okuli merupakan bagian penting dari penangan awal,

irigasi dapat dilakukan menggunakan cairan isotonis ataupun cairan ringer

laktat dengan volume yang dapat mencapai 20 liter.

- Eversi palpebral

Harus dilakukan sehingga partikel yang menempel pada forniks

konjungtiva dapat terangkat. Pengangkatan dilakukan dengan menggunakan

aplikator berujung kapas yang dibasahi atau forsep.

b. Medikamentosa

- Kortikosteroid

Kortikosteroid topikal berperan penting dalam mengontrol inflamasi

akut dan mengurangi kerusakan permukaan bola mata akibat peradangan

pasca trauma kimia. Kortikosteroid mengurangi sel inflamasi, dan

menstabilkan sitoplasma neutrofil dan membran lisosom.Terapi topikal


dimulai segera setelah trauma kimia terjadi dan dilanjutkan selama minimal 7

hari. Pada kasus trauma kimia berat, terapi kortikosteroid topikal diturunkan

dosisnya perlahan dalam 2 minggu. Jika sudah terjadi epitelialisasi kornea,

kortikosteroid topikal dapat digunakan lebih dari 2 minggu dengan tambahan

asam askorbat untuk meminimalisir kerusakan inflamasi sekunder ke

permukaan okuli.

- Vitamin C dosis tinggi

Askorbat, kofaktor esensial dalam proses penyembuhan luka, telah

terbukti pada hewan coba berkurang kadarnya dalam aqueous humor

(sebanyak dua per tiganya) pasca trauma kimia basa. Kadar yang rendah ini

bertahan selama 30 hari pada trauma kimia berat. Sintesis kolagen terganggu

dengan berkurangnya kadar askorbat persisten tersebut. Sehingga, diperlukan

vitamin C dosis tinggi yang berfungsi untuk meningkatkan penyembuhan luka

melalui sintesis kolagen oleh fobroblast kornea.

- Tetrasiklin

Berfungsi sebagai kolagenase inhibitor dan juga menghambat aktivitas

neutrophil dan mengurangi ulserasi. Diberikan secara peroral dan topical

(doxycyclin 100 mg).

4.6 Komplikasi

Ditandai dengan terbentuknya symblepharon (perlekatan konjungtiva palpebra

dengan konjungtiva vbulbaris), ulserasi di kornea yang sering kambuh, serta terjadi

katarak dan glaukoma sekunder.


4.7 Prognosis

Prognosis luka bakar alkali tergantung dari luasnya permukaan bola mata yang

mengalami kerusakan, derajat penetrasi intraokular dan konsentrasi serta sifat dari zat

kimia tersebut.

5. Trauma Kimia Asam Pada Mata

5.1 Definisi

Trauma kimia asam pada mata adalah keadaan darurat akut yang dapat

mengancam penglihatan yang disebabkan oleh zat kimia asam pada mata.

5.2 Etiologi

Asam sulfat merupakan penyebab paling sering dari seluruh trauma kimia asam.

Asam sulfat misalnya terdapat pada bahan pembersih yang digunakan dalam industri

dan juga baterai. Asam sulfat bereaksi dengan air mata yang melapisi kornea dan

mengakibatkan temperatur meningkat (panas) dan terbakarnya epitel kornea dan

konjungtiva

5.3 Patofisiologi

Mekanisme trauma berbeda antara zat asam dan basa. Trauma asam

menyebabkan denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein pada epitel yang terpajan.

Koagulasi protein mencegah terjadinya penetrasi asam lebih dalam sehingga tidak

bersifat destruktif seperti trauma basa

5.4 Manifestasi Klinis

● Kelopak mata
○ Luka bakar kelopak mata dan tepi kelopak mata dapat mempengaruhi

kedipan kelopak mata, gerakan kelopak mata dan penutupan kelopak

mata (lagophthalmos).

● Epitel permukaan mata

○ Luasnya keterlibatan epitel konjungtiva, limbal dan kornea harus

diperiksa dengan pewarnaan fluorescein. Palpebral bawah, fornicial

inferior dan epitel konjungtiva bulbar lebih mudah untuk diperiksa

dibandingkan dengan palpebral atas dan konjungtiva fornicial superior.

Pembalikan kelopak mata atas sulit dilakukan saat bengkak atau kaku.

Retraktor Desmarre berguna dalam eversi dan eversi untuk mencari

bahan kimia yang terperangkap di bawahnya. Kerusakan epitel dapat

berubah dari hari ke hari segera setelah trauma kimia, karena

kerusakan yang berkelanjutan menyebabkan lebih banyak area

mengelupas.

● Stroma

○ Keterlibatan limbus, berupa kerusakan dan hilangnya sel punca epitel

dan iskemia limbus merupakan bagian penting dari penilaian dan

prognosis untuk regenerasi epitel kornea. Iskemia limbus

bermanifestasi sebagai area limbus yang pucat atau pucat, edema

limbus dan jaringan nekrotik, perdarahan dan darah yang stagnan di

pembuluh. Semakin besar kedalaman trauma kimia, semakin pucat

jaringan tersebut sehingga memperlihatkan sklera iskemik seperti

marmer putih (tampak marmer limbus dan sklera yang berdekatan).

● Struktur segmen anterior intraokular


○ Perubahan iris dalam bentuk warna, hiperemia/pembesaran pembuluh

darah, perdarahan, atrofi atau nekrosis, dan dispersi pigmen harus

diperhatikan. Sinekia posterior dan anterior dapat berkembang dengan

cepat ketika iris terpengaruh. Pupil mungkin melebar atau menyempit

dengan respon pupil terbatas atau tidak ada; menunjukkan perubahan

sektor ketika sebagian terpengaruh dalam satu sektor, biasanya lebih

rendah.

5.5 Klasifikasi

Klasifikasi Roper-Hall diperkenalkan pada tahun 1965 untuk memfasilitasi

penilaian dan prognostik CEI berdasarkan luasnya iskemia limbal dan kabut kornea.

5.6 Tatalaksana

● Penatalaksanaan non farmakologi

○ Irigasi mata dengan NaCl 0,9% 4-5 kolf dengan teknik eversi palpebra

superior sampai didapatkan pemeriksaan kertas lakmus mencapai pH

netral.

● Tatalaksana farmakologi
○ Moxifloxacin hydrochloride 0,5% 1 gtt per jam OD

○ Chelating agent berupa EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat) tetes mata

5 mg/ml 4x 1 gtt

○ Vitamin C 2x100 mg tablet.

5.7 Prognosis dan Komplikasi

Trauma kimia pada mata adalah trauma pada kornea dan konjungtiva yang

disebabkan karena adanya kontak dengan bahan kimia asam yang dapat menyebabkan

kerusakan permukaan epitel bola mata, kornea dan segmen anterior yang cukup parah

serta kerusakan visus. Sebagian besar bahan asam hanya akan mengadakan penetrasi

terbatas pada permukaan mata, namun bila penetrasi lebih dalam dapat

membahayakan visus.

Prognosis quo ad vitam pada pasien ini bonam karena tidak mengancam

nyawa, quo ad functionam dubia karena mengganggu visus pasien jika tidak ditangani

dengan cepat dan adekuat.


Daftar Pustaka

Bowling, B. (2015). Kanski’s clinical ophthalmology (8th ed.). W B Saunders.

Brandt MT, Haug RH. (2001). Traumatic hyphema: a comprehensive review. J Oral

Maxillofac Surg.

​Gharaibeh A, Savage HI, Scherer RW, Goldberg MF, Lindsley K. (2013) Medical

interventions for traumatic hyphema. Cochrane Database Syst Rev.

Harsa, C., dkk. (2012). Trauma Kimia pada Mata. Hang Tuah Medical Journal, 10(3),

360-367. https://dspace.hangtuah.ac.id/xmlui/handle/dx/861

Lai JC, Fekrat S, Barrón Y, Goldberg MF. (2001). Traumatic hyphema in children: risk

factors for complications. Arch Ophthalmol.

Sankar PS, Chen TC, Grosskreutz CL, Pasquale LR. (2002). Traumatic hyphema. Int

Ophthalmol Clin. Summer;42(3):57-68

Pergament J, Correa ZM, Augsburger JJ. Ophthalmic trauma. Riordan-Eva P, Whitcher JP,

penyunting. Dalam: Riordan-Eva P, Augsburger JJ, penyunting. Vaughan & Asbury’s

general ophthalmology. Edisi ke-19. New York: McGraw-Hill; 2017

Siswoyo. (2018). The Health Education Demonstration Methods to Increase the Knowledge

of Prevention of the Corpus Alienum of Eye Toward Welding Workers. Nurseline

Journal, 3(2), 47-51.

Tarlan B, Kiratli H. Subconjungtival Hemorraghe: risk factor and potential indicator. Clin

ophthalmol. 2018:7:1163-70.

Utomo, P.J., dkk. (2021). Trauma Kimia Okuli Roper-Hall Derajat IV Bilateral. Ophthalmol

Ina, 47(2), 25-34.

https://perdami.or.id/ophthalmologica/journal/article/download/100295/311/1013
Dua, H. S., Ting, D., Al Saadi, A., & Said, D. G. (2020). Chemical eye injury:

pathophysiology, assessment and management. Eye (London, England), 34(11),

2001–2019. https://doi.org/10.1038/s41433-020-1026-6

Subagio, S et al.( 2019). Trauma Kimia Asam Okuli Dextra. J Agromedicine Vol 6 No 1.

Anda mungkin juga menyukai