Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Abses mastoid adalah suatu perjalanan penyakit yang berkembang dari mastoiditis, di
mana terjadi penumpukan eksudat berupa pus dalam sel mastoid,sebagai bagian proses
peradangan dari mukosa sel-sel mastoid. Mastoiditis ini sendiri terjadi karena adanya perluasan
peradangan yang terjadi pada telinga tengah (otitis media) melalui penghubung epitimpanum
dengan antrum mastoid yaitu aditus ad antrum ke dalam sel-sel tulang mastoid. Otitis media
yang banyak berkembang menjadi abses mastoid ini adalah otitis media supuratif kronik tipe
maligna.
Otitis media paling banyak terjadi pada anak-anak, hal ini berhubungan di antaranya
karena bentuk tuba eustachius pada anak-anak yang masih lebih pendek dan mendatar serta
imunitas anak yang belum kuat menyebabkan anak-anak cenderung untuk mengalami otitis
media, akibatnya hal ini diikuti pula dengan tingginya angka kejadian abses mastoid pada anak.
Pada zaman sebelum adanya antibiotik mastoidektomi dilakukan pada hampir dari 20%
kasus otitis media akut. Saat dimulai era antibiotik yaitu sejak tahun 1948 angka kejadian abses
mastoid yang timbul sebagai komplikasi ekstrakranial dari otitis media ini semakin menurun
menurun kurang dari 3%. Namun begitu, abses mastoid masih harus mendapat perhatian serius
terlebih mengenai diagnosis serta tatalaksananya karena apabila tidak ditangani dengan cepat dan
tepat abses ini akan berkembang lebih jauh dan menjadi sumber infeksi bagi daerah-daerah yang
sehat di sekitarnya.
Abses mastoid sebagai komplikasi dari otitis media yang berbahaya karena penyebaran
proses radang tidak hanya terbatas pada tulang mastoid saja namun dapat meluas ke tempat lain
yaitu pada bagian posterior ke sinus sigmoid (yang dapat menyebabkan thrombosis), penyebaran
ke posterior juga dapat mencapai tulang oksipital yang kemudian menyebabkan osteomielitis
calvaria atau abses Citelli. Penyebaran ke superior dapat mencapai fossa posterior cranium,
subdural, dan meningen. Penyebaran ke anterior pus menyebar melalui aditus ad antrum ke
telinga tengah, ke lateral dapat membentuk subperiosteal abses, ke inferior dapat terbetuk Bezold
abscess; suatu abses pada bagian belakang insertion muskulus sternocleidomastoideus, dan
medial menyebar ke apex petrous menyebabkan petrositis. Komplikasi mastoiditis intratemporal
dapat berupa gangguan pada nervus facialis dan atau labirin. Adanya banyak kemungkinan
1

komplikasi dan perkembangan lebih jauh dari abses mastoid ini, maka akan dilakukan suatu
diskusi kasus yang membahas lebih jauh mengenai penyebab yang mendasari hingga tatalaksana
dari kasus ini.

BAB II
PERMASALAHAN
1. Apa yang dimaksud Abses Mastoid?
2. Mengapa lebih sering terjadi pada anak-anak?
3. Bagaimana cara penatalaksanaannya?

A. Definisi Abses Mastoid


Abses Mastoid adalah kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di
sebuah kavitas jaringan, sel-sel mastoid yang terletak di tulang temporal karena adanya
proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit ) atau karena adanya benda asing (misalnya
serpihan, luka peluru, atau jarum suntik).
Abses mastoid adalah suatu perjalanan penyakit yang berkembang dari mastoiditis.
Mastoiditis ini sendiri merupakan salah satu komplikasi yang timbul dari otitis media akut
ataupun otitis media supuratif kronik, Telinga tengah dan tulang mastoid memiliki hubungan
yang langsung, sehingga jika terjadi infeksi pada telinga tengah (otitis media), akan dapat
menjalar melalui penghubung epitimpanum dengan antrum mastoid yaitu aditus ad antrum ke
dalam sel-sel tulang.
B. Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba auditiva dan prosessus
mastoideus.
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang memisahkan
liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 910 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm dengan ketebalannya rata-rata 0,1
mm. Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars tensa dan pars
flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan
yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat di anulus
timpanikus pada sulkus timpanikus pada tulang dari tulang temporal. Pars flaksida atau
membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars
flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan plika
maleolaris posterior (lipatan belakang).

Gambar 1. Membran timpani


2. Cavum Timpani

Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh membran
timpani, disebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen timpani
dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. Fasialis. Dinding posterior dekat ke atap,
mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan
antrum mastoid melalui epitimpanum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral,
terdapat eminentia piramidalis yang terletak di bagian superior-medial dinding posterior,
kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia piramidalis dengan tempat
keluarnya korda timpani.

Gambar 2. Kavum timpani


Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring
melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran
timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan
bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani,
mesotimpanum yang merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah
membrane timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih
rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah
tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus, inkus dan stapes. Selain itu
terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpani dan ligamentum muskulus
stapedius.
3. Tuba Auditiva
5

Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani, bentuknya
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara kavum timpani
dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang
terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang
terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

Gambar 3. Tuba Eustachius


Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan
keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara luar,
drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan menghalangi
masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani.
Pada bayi dan anak kecil, saluran ini pendek (10 mm) dan lurus, pada orang
dewasa panjangnya sekitar 30-40 mm dan melengkung. Pada posisi berbaring, tuba ini
pada bayi dan anak kecil berkedudukan tegak lurus sehingga memudahkan masuknya
lendir (dan infeksi) dari sekitar hidung ke tuba ini. Keadaan ini memudahkan terjadinya
infeksi rongga telinga tengah pada bayi dan anak kecil (otitis media akut).
4. Prosessus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak mengarah ke kaudal.
Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii
posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah tersebut dan pada
dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.
6

C. Hubungan antara Telinga Tengah dan Tulang Mastoid


Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam
sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut
berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari
membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.
Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media. Pada bagian
atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di bawahnya adalah saraf
fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui
suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di
bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk
keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung
dengan saraf lingua1is dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion
submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah.

Gambar 4. Letak tulang mastoid pada telinga tengah


Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang di sebelah superolateral menjadi
sinus sigmodeus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah a1iran vena
utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari
dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis ini, muara
tuba eustacius dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian
membalik, melingkari prosesus kokleariformis dan berinsersi pada leher maleus

Gambar 5. Letak Tulang mastoid di antara tulang-tulang sekitarnya


Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang epitimpanum di bagian atas,
membrana timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah. Bangunan yang
paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran koklea
yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium ini. Fenestra rotundum
terletak di posteroinferior dari promontorium, sedangkan kaki stapes terletak pada fenestra
ovalis pada batas posterosuperior promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf
fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari prosesus kokleariformis di anterior hingga
piramid stapedius di posterior
Rongga mastoid berbentuk seperti piramid bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa
kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding
anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semisirkularis lateralis menonjol
ke dalam antrum. Di bawah ke dua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya
untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista
yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan
yang dengan mudah dapat dipalpasi di posterior aurikula.
Dengan demikian, jika terjadi infeksi pada telinga tengah, akan sangat mudah menjalar ke
tulang mastoid, yang disebut mastoiditis. Proses mastoiditis yang berkelanjutan inilah yang
akan menyebabkan terjadinya abses mastoid.
D. Etiologi Abses Mastoid

Abses mastoid merupakan suatu penyakit yang berkembang dari mastoiditis. Ootitis
media akut merupakan penyebab utama terjadinya mastoiditis, khususnya pada anak balita.
Berbagai jenis bakteri yang menyebabkan infeksi tersebut adalahStreptococcus (utamanya
group A hemolytic Streptococcus and Streptococcus pneumoniae) dan Haemophilus
influenza, menyebabkan 65%80% kasus dari keseluruhan kasus mastoiditis akibat infeksi
bakteri.
Selain itu, mastoiditis juga bisa disebabkan oleh :
Cholesteatoma
Tertutupnya saluran penghubung mastoid air cells (aditus ad antrum)
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya abses mastoid adalah :

Anatomi telinga
Virulensi bakteri dan resistensi terhadapbakteri tersebut.
Daya tahan tubuh penderita
Keadaan gizi

E. Epidemiologi Abses Mastoid


Insidensi kasus abses mastoid mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya
kejadian mastoiditis, hanya 1,2-2 kasus per 100.000 orang per tahun karena semakin baiknya
penanganan kasus otitis media akut. Masih ada sekitar 1-18% pasien yang tidak atau belum
tertangani dengan tepat sehingga menimbulkan komplikasi. Mastoiditis akut kebanyakan
terjadi pada anak-anak, utamanya kurang dari 2 tahun dan orang yang belum diberi terapi
antibiotik oral yang tepat untuk mengatasi otitis media akut. Hal ini berhubungan dengan
sistem imun anak kecil yang belum kuat sehingga daya tahan tubuh kurang, posisi bayi dan
anak kecil yang sering horizontal, tuba yang pendek dan horizontal, orangtua yang merokok
(infeksi saluran pernafasan atas).

F. Gejala Klinis

Gejala Klinis abses mastoid biasanya sulit dibedakan dengan gejala klinis pada Otitis
Media Suppuratif Kronik (OMSK), namun terdapat adanya tambahan gejala di bawah ini
yang dapat mendukung diagnosa abses mastoid
1. Adanya proses inflamasi menambah nyeri tekan tulang mastoid
2. Aurikular terdorong keluar dan kebawah
3. Discharge purulen dapat keluar melalui perforasi membran timpani, liang telinga terisi
pus dan debris
4. Membran timpani dapat terjadi protrusi seperti puting
5. Regio retroaurikular terdapat abses subperiosteal yang berfluktuasi
6. Kadang-kadang terdapat fistula antara sel-sel mastoid dengan regio retroaurikula
7. Gambaran sistemik radang akut berupa demam
G. Patofisiologi
Penyebaran Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga terus menerus atau hilang
timbul.
Otitis Media Akut dengan perforasi membrane timpani menjadi Otitis Media Supuratif
Kronis (OMSK), apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak
adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh rendah, dan higienis yang buruk.
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad
antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya
disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis.
Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi untuk menjadi
serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan
otore. Siasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi OMSK tipe
benigna pun dapat meyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen.
Dengan tersedianya antibiotika mutahir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang,
Pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK
10

menjadi kabur. Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang
berhubungan dengan komplikasi ini.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang
normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitamya.
Pertahanan pertama ini ialah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas,
mampu melokalisasi infeksi. bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding
tulang kavum timpani dan sel mastoid.Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di
sekitamya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Tetapi bila infeksi mengarah ke
dalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis nervus fasialis atau labirinitis.
Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis,
meningitis dan abses otak
Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi
akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran
biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada kasus, yang kronis,
penyebaran melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah melalui jalan yang sudah
ada, misalnya melalui fenestra rotundum, meatus akustikus intemus, duktus perilimfatik dan
duktus endolimfatik.
Otitis Media Suppuratif Kronik (OMSK) yang berbahaya karena penyebaran proses
radang tidak hanya terbatas pada tulang mastoid saja, namun dapat meluas ke tempat lain;
posterior ke sinus sigmoid (yang dapat menyebabkan thrombosis), penyebaran ke posterior
mencapai tulang oksipital yang kemudian menyebabkan osteomielitis calvaria atau abses
Citelli. Penyebaran ke superior dapat mencapai fossa posterior cranium, subdural, dan
meningen. Penyebaran ke anterior pus menyebar melalui aditus ad antrum ke telinga tengah,
ke lateral dapat membentuk subperiosteal abses, ke inferior dapat terbentuk Bezold abscess;
suatu abses pada bagian belakang insertion muskulus sternocleidomastoideus, dan medial
menyebar ke apex petrous menyebabkan petrositis.

11

Gambar 6. Penyebaran Otitis Media Suppuratif Kronik (OMSK) ke daerah di sekitarnya


Penyebaran Penyebaran Otitis Media Suppuratif Kronik ke tulang mastoid
Pada waktu lahir mastoid terdiri dari satu sel udara yang disebut antrum, yang
berhubungan dengan kavum timpani melalui saluran kecil yang disebut aditus ad antrum.
Pada mastoid yang normal akan terjadi proses pneuniatisasi, yaitu terbentuknya sel-sel udara,
untuk menggantikan sumsum tulang yang ada sebelumnya. Proses ini sudah dimulai sejak
lahir, dan akan berkembang sempurna pada usia 4-6 tahun. Derajat pneumatisasi dipengaruhi
oleh faktor keturunan serta adanya infeksi telinga tengah dan mastoid yang berulang-ulang.
Pada keadaan tertentu, proses pneumatisasi dapat meluas ke bagian lain dari tulang
temporal. Sel-sel udara dapat meluas ke sekitar kalalis fasialis dan disebut sebagai sel-sel
retrofasial. Ke bawah, ke arah m.digastricus, sebagai sel tip, dan sekitar sinus sigmoid
sebagai sel perisinus, bahkan dapat mencapai ke arah atas, ke daerah zigomatik. Hal ini dapat
menerangkan tentang kemungkinan perluasan infeksi dari kavum timpani ke tulang mastoid.

Gambar 7. Mastoiditis, dimana infeksi dari telinga tengan menjalar ke rongga udara tulang
mastoid
12

Sel udara mastoid dilapisi oleh modifikasi mukosa saluran napas. Infeksi mastoid terjadi
setelah infeksi telinga tengah melalui beberapa stadium, yaitu
1. Terjadi hiperemia dan edema mukosa yang melapisi sel udara mastoid
2. Akumulasi cairan serosa yang kemudian menjadi eksudat purulen
3. Demineralisasi dinding seluler dan nekrosis tulang akibat iskemia dan tekanan eksudat
purulen pada tulang septum yang tipis
4. Terbentuknya rongga abses akibat destruksi dinding sel udara yang berdekatan, sehingga
terjadi penggabungan sel udara mastoid (coalescence). Pada stadium ini terjadi empyema
dalam mastoid.
Pada mastoiditis akut sumbatan pada aditus ad antrum dapat terjadi karena edema
mukosa, hipertrofi mukosa, hiperplasia jaringan granulasi, mukosa polipoid, serpihan tulang,
sehingga menghambat aliran pus dari rongga mastoid ke telinga tengah. Akibatnya terjadi
pengumpulan pus di dalam rongga mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media akut pada anak
hampir selalu diikuti dengan inflamasi sel udara mastoid, bila pada stadium ini tidak terjadi
penyembuhan, maka akan terjadi satu atau lebih keadaan berikut:
1. Mastoiditis akut dengan periosteitis
2. Osteitis akut, disebut juga mastoiditis koalesen dengan atau tanpa abses sub periosteum
3. Mastoiditis kronis
4. Mastoiditis akut dengan periosteitis, yaitu infeksi pada sel udara mastoid akan meluas ke
periosteum yang melapisi mastoid dan menimbulkan periosteitis. Ja1annya infeksi dari
sel mastoid ke periosteum melalui vena (tromboflebitis). biasanya melalui v. emisaria
mastoid.

Gambar 8. Abses Bezold, yag disebabkan destruksi yang disebabkan oleh OMSK pada sisi
medial tip mastoid ke insisura digastrika
13

Osteitis akut mastoid, disebut juga mastoiditis koalesen akut atau mastoiditis akut
surgikal. Pada stadium ini terjadi empyema dalam mastoid. Bila pada stadium ini tidak terjadi
penyembuhan, maka pus dapat meluas ke salah satu atau lebih jalan berikut:
1. Anterior menuju telinga tengah menuju aditus ad antrum. Biasanya terjadi penyembuhan
spontan
2. Destruksi ke lateral pada korteks mastoid menimbulkan abses subperiosteum
3. Destruksi pada sisi medial tip mastoid ke insisura digastrika menimbulkan abses Bezold
4. Ke medial sel udara tulang petrosus menimbulkan petrositis
5. Ke posterior ke tulang oksipital menimbulkan osteomielitis tulang tengkorak
6. Yang sangat jarang terjadi ialah apabila perforasi korteks terjadi di dasar posterior dari
zygoma. menirnbulkan abses zygoma.
Pada OMSK dengan kolesteatom, sumbatan aditus ad antrum disebabkan oleh adanya
kolesteatom di antrum dan sel mastoid. Hal ini menghambat aliran pus ke telinga tengah dan
liang telinga. Selanjutnya terjadi pengumpulan pus di dalam rongga mastoid sehingga
terbentuk abses mastoid. Kadang abses dapat tembus keluar dan menimbulkan fistel.

Gambar 9 Abses Mastoid, dimana terjadi pengumpulan pus di dalam rongga mastoid yang
merupakan kelanjutan dari mastoiditis
H. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa abses mastoid adalah melalui
pemeriksaan mikrobiologi dan pemeriksaan radiologik

14

Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi kuman penyebab,
dimana sediaan diambil langsung dari abses dengan insisi drainase, atau pada operasi
mastoidektomi.
Jika merupakan komplikasi mastoiditis akut maka kuman yang ditemukan sama dengan
kuman penyebab Otitis Media Akut yaitu Streptococcus pneumonia dan Hemophilus
influenzae. Sedangkan jika merupakan komplikasi dari mastoiditis subakut dan kronis,
kuman penyebabnya Staphylococcus aureus dan gram negatif seperti E. coli, Proteus dan
Pseudomonas.
Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi, mastoiditis ataupun abses mastoid biasanya didapatkan
adanya perselubungan pada tulang mastoid dan sekitarnya

Gambar 10. CT Scan pada wanita berusia 6 tahun dengan mastoiditis akut. Tampak
perselubungan pada sel-sel mastoid disertai edema mukosa

I. Penatalaksanaan Abses Mastoid


Medikamentosa
Antibiotik merupakan prinsip utama pengobatan abses mastoid. Hasil kultur dan
resistensi sangat menentukan pemilihan antibiotik. Sebelum hasil kultur dan uji resistensi
keluar, umumnya terapi dimulai dengan antibiotik spektrum luas secara intravena. Salah
15

satu yang sering dipilih adalah ceftriaxone, karena mampu melewati sawar darah otak.
Ceftriaxone diberikan dengan dosis 1 g setiap hari, kecuali pasien mengalami komplikasi
intrakranial, yang membutuhkan dosis 2 g dua kali sehari. Apabila hasil kultur dan
resistensi telah didapatkan, maka harus dipilih antibiotic yang; (1) Cocok dengan strain
bakteri bakteri yang paling sering menyebabkan otitis media akut, yaitu S pneumoniae,
H. influenza dan Streptococcus pyogenes grup A, (2) Antibiotik harus dapat melewati
sawar darah ota/k, dan (3) antibiotic terpilih harus menyempertimbangkan adanya multi
drug resistan. Lamanya pengobatan antibiotik adalah 2 minggu pada semua pasien.
Medikasi lain yang digunakan adalah analgesic, antipiretik, dan kombinasi
antibiotic/steroid topical untuk mengurang edem mukosa sehingga antibiotic topical

dapat mencapai telinga dan sistem mastoid.


Miringotomi/timpanosentesis
Tujuan tindakan ini untuk mengambil spesimen dalan kavum telinga tengah yang
menguragi keluhan rasa tidak nyaman pada otitis media akut. Proses penyembuhan

setelah prosedur ini akan dicapai dalam beberapa hari.


Tympanostomy tube placement
Tympanostomy tube menyebabkan terjadinya drainase dari pus yang terjebak di
dalam kavum tymphani dan aerasi, serta membantu memasukkan antibiotic topical liang

telinga tengah. Prosedur ini biasanya dilakukan bersamaan dengan mastoidektomi.


Mastoidektomi
Pada sebagian besar buku teks otology, pengobatan standar untuk abses mastoid
adalah mastoidectomi kortikal. Prosedur ini dilakukan dengan membuka sel udara tulang
mastoid dengan membuat insisi pada region retroaurikular dan membuka korteks
mastoid. Semua subperiosteal abses dibuka pada prosedur ini. Pada prosedur ini sel-sel
mastoid yang berisi pus dibuka dan dibesihkan serta membuka kembali akses drainase
dan aerasi ke meatus media. Hal ini dilakukan dengan mengangkan jaringan granulasi
serta mukosa yang oedem dan polipoid akibat infeksi berulang pada aditus ad antrum.
Prosedur terakhir adalah irigasi telinga dan pemasangan drain, yang dipertahankan
sekurangkurangnya 2 hari.
BAB III
Pembahasan Pertanyaan

16

1. Abses Mastoid adalah kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di
sebuah kavitas jaringan, sel-sel mastoid yang terletak di tulang temporal karena adanya
proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit ) atau karena adanya benda asing (misalnya
serpihan, luka peluru, atau jarum suntik).
2. Abses mastoid lebih sering terjadi pada anak-anak disebabkan beberapa faktor, yaitu sistem
imun anak kecil yang belum kuat sehingga daya tahan tubuh urang, posisi bayi dan anak
kecil yang sering horizontal, tuba yang pendek dan horizontal, orangtua yang merokok
(infeksi saluran pernafasan atas)
3. Penatalaksanaan abses mastoid adalah:
Medikamentosa
Antibiotik merupakan prinsip utama pengobatan abses mastoid. Hasil kultur dan
resistensi sangat menentukan pemilihan antibiotik. Sebelum hasil kultur dan uji resistensi
keluar, umumnya terapi dimulai dengan antibiotik spektrum luas secara intravena. Salah
satu yang sering dipilih adalah ceftriaxone, karena mampu melewati sawar darah otak.
Ceftriaxone diberikan dengan dosis 1 g setiap hari, kecuali pasien mengalami komplikasi
intrakranial, yang membutuhkan dosis 2 g dua kali sehari. Apabila hasil kultur dan
resistensi telah didapatkan, maka harus dipilih antibiotic yang; (1) Cocok dengan strain
bakteri bakteri yang paling sering menyebabkan otitis media akut, yaitu S pneumoniae,
H. influenza dan Streptococcus pyogenes grup A, (2) Antibiotik harus dapat melewati
sawar darah otak, dan (3) antibiotic terpilih harus menyempertimbangkan adanya multi
drug resistan. Lamanya pengobatan antibiotik adalah 2 minggu pada semua pasien.
Medikasi

lain

yang

digunakan

adalak

analgesic,

antipiretik,

dan

kombinasi

antibiotic/steroid topical untuk mengurang edem mukosa sehingga antibiotic topical

dapat mencapai telinga dan sistem mastoid.


Miringotomi/timpanosentesis
Tujuan tindakan ini untuk mengambil spesiamen dalan kavum telinga tengah dang
menguragi keluhan rasa tidak nyaman pada otitis media akut. Proses penyembuhan

setelah prosedur ini akan dicapai dalam beberapa hari.


Tympanostomy tube placement
Tympanostomy tube menyebabkan terjadinya drainase dari pus yang terjebak di
dalam kavum tymphani dan aerasi, serta membantu memasukkan antibiotic topical liang

telinga tengah. Prosedur ini biasanya dilakukan bersamaan dengan mastoidektomi.


Mastoidektomi

17

Pada sebagian besar buku teks otology, pengobatan standar untuk abses mastoid adalah
mastoidectomi kortikal. Prosedur ini dilakukan dengan membuka sel udara tulang
mastoid dengan membuat insisi pada region retroaurikular dan membuka korteks
mastoid. Semua subperiosteal abses dibuka pada prosedur ini. Pada prosedur ini sel-sel
mastoid yang berisi pus dibuka dan dibesihkan serta membuka kembali akses drainase
dan aerasi ke meatus media. Hal ini dilakukan dengan mengangkan jaringan granulasi
serta mukosa yang oedem dan polipoid akibat infeksi berulang pada aditus ad antrum.
Prosedur terakhir adalah irigasi telinga dan pemasangan drain, yang dipertahankan
sekurangkurangnya 2 hari.

DAFTAR PUSTAKA
1. Probst, Rudolf. 2006. Basic Otorhinolaryngology. Stuttgart : Germany.
2. Ami, Mazita, dkk. Mastoid Abscess in Acute and Chronic Otitis Media. The Malaysian
Journal of Medical Sciences. 010 Oct-Dec; 17(4): 4450.

18

3. Benito MB, Gorricho BP. Acute mastoiditis: Increase in the incidence and complications. Int
J Paediatr Otorhinolaryngol. 2007;71(7):10071011.
4. Luntz M, Brodsky A, Nusem S, Kronenberg J, Keren G, Migirov L, et al. Acute mastoiditis
the antibiotic era: A multicenter study. Int J Paediatri Otorhinolaryngol. 2001;57(1):19.
5. Kamus Kedokteran Dorland. 2002. EGC.Abses. Ed 9. Jakarta.
6. Dhingra PL, 2007. Anatomy of ear, in Disease of Ear, Nose, and Throat. 3rd ed. Elsevier.
New Delhi. p 3-13.
7. Probst R, Grevers G, 2006. The Middle Ear in Basic Otorhinolaryngology-A step-by-step
Learning Guide. Thieme. New York. p 241-9.
8. Helmi, 2005. Otitis Media Supuratif Kronis, dalam Otitis Media Supuratif Kronis
Pengetahuan Dasar Terapi Medik Mastoidektomi. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal 55-72.
9. Mazita Ami, et al. Mastoid Abscess in Acute and Chronic Otitis Media. Malays J Med Sci.
2010 Oct-Dec; 17(4): 4450.
10. 2.Halimuddin S and Asma A. Acute Mastoid Abscess Secondary to Partially Treated Upper
Respiratory Tract Infection: A Case Report. Med & Health 2010; 5(1): 41-44.

19

Anda mungkin juga menyukai