Anda di halaman 1dari 48

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

A. Pengertian Hak Asasi Manusia


Hak asasi manusia selanjutnya disebut HAM menurut istilah bahasa Inggris
Human rights atau fundamental rights dan basic rights (hak hak dasar)
atau natural right (hak alami/hak kodrati). Istilah hak asasi manusia atau hahak kemanusiaan dalam bahasa Belanda

ialah grond rechten/mensen

rechten/rechten van den mens/fundamentele rechten). Dalam bahasa Perancis


istilah hak asasi manusia ialah droit de lhome. Di Amerika Serikat (USA) hak
asasi manusia disebut human rights atau civil rights sebagai hak asasi
manusia atau hak sipil/hak warga/hak masyarakat. Istilah-istilah tersebut dalam
bahasa Indonesia adalah hak asasi manusia (HAM).
Hak asasi manusia secara harfiah adalah hak yang dimiliki oleh
seseorang sekedar karena orang itu adalah manusia (Jack Donelly,
Introduction of Human Rights, editor: George Clack dan Katheleen, 1998 : 2).
Menurut Jack Donelly, adanya hak asasi manusia, karena hak-hak itu
berdasarkan keberadaan manusia itu sendiri, bersifat universal, merata, dan
tidak dapat dialihkan. Hak-hak asasi manusia milik seluruh umat manusia
secara universal.
Hak asasi manusia atau hak-hak kemanusiaan (human right atau mensen
rechten) ialah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan
ciptaan Allah Yang Maha Esa seperti misalnya hak hidup keselamatan,
kebebasan dan kesamaan, yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun
dan yang seolah-olah merupakan suatu holy area (Oemar Seno Adji, dalam
Prasaran Seminar Ketatanegaraan dalam UUD 1945, UI-Jakarta, 1966)
Menurut Wolhoff (1960 :13) , hak asasi manusia adalah sejumlah hak
yang berakar dalam tabiat kodrati setiap pribadi manusia, karena itu
kemanusiaannya tidak dapat dicabut oleh siapapun juga, karena apabila
dicabut hilanglah kemanusiaannya itu .
Anton Baker (Jurnal Filsafat, Mei :1980) menyatakan bahwa hak asasi
manusia adalah hak itu diketemukan dalam hakekat manusia, demi kemanusiaan
yang dimiliki oleh setiap orang, tidak dapat dicabut oleh siapapun, bahkan tidak
dapat dilepaskan oleh individu itu sendiri, hak hak itu bukan sekedar hak milik

Hukum dan HAM1

saja, tetapi lebih luas dari manusia memiliki kesadaran (berkehendak bebas
berkesadaran moral), manusia mahluk ciptaan Tuhan merupakan mahluk ciptaan
yang tertinggi diantara mahluk lainnya, yang di dalam hidupnya dikaruniai Tuhan
berupa hidup yang merupakan hak asasi yang paling pokok yang dibawa sejak
lahir di dunia sebagai anugerah Tuhan.
Menurut Ramdlon Naning (1983 :8), hak asasi manusia adalah hak yang
melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Allah Yang Maha Esa.
Atau hak-hak dasar yang prinsip sebagai anugrah Illahi. Berarti hak-hak
asasi manusia merupakan hak-hak

yang dimiliki manusia menurut

kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya. Karena itu hak asasi
manusia bersifat luhur dan suci. Hak asasi manusia adalah hak kodrati manusia,
begitu manusia dilahirkan, langsung hak asasi manusia itu melekat pada dirinya
sebagai manusia, dalam hal ini hak asasi manusia berdiri di luar undang-undang
yang ada, jadi harus dipisahkan hak warga negara dan hak asasi manusia (Suara
Merdeka, 21 Desember 1992).
Pengertian HAM menurut pasal 1 huruf 1 Undang-Undang No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada hakikat
manusia dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dari beberapa definisi HAM tersebut dapat diketahui, bahwa hak asasi
manusia adalah hak kodrati

sebagai karunia/pemberian Tuhan yang

melekat pada diri manusia sejak di dalam kandungan sampai ia meninggal


dunia. Karena hak asasi manusia merupakan hak kodrati yang melekat pada diri
manusia dan sebagai pemberian Tuhan Yang Maha Esa, maka siapun termasuk
negara tidak boleh mencabut atau membatasinya.
Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis,
dilarang melakukan pengurangan atau membatasi HAM warga negaranya,
khususnya HAM yang bersifat negatif (negatif right). Negara sebagai negara
hukum tidak boleh mengintervensi HAM rakyatnya, tetapi berhak mengatur dan

Hukum dan HAM2

melindungi secara hukum rakyatnya dalam konstitusi negara atau undang-undang


yang berlaku.
Menurut Peter R. Baehr dalam bukunya Human Rights Universality in
Practice (1999:1-2) menyatakan bahwa pemahaman HAM mencakup: (1) yang
semula HAM bersifat hukum, tetapi sekarang sudah menjadi bagian issue politik;
(2) HAM secara internasional mengatur warga negara, tetapi sekarang mengarah
mengatur non-warga negara atau setiap orang yang telah disepakati berdasarkan
nilai-nilai atau aturan standar pengaturan yang sesuai di negara yang
bersangkutan; (3) pengaturan HAM merupakan standar umum untuk semua orang
dan semua bangsa; (4) HAM menjelaskan kepada setiap orang tentang apa yang
tidak boleh dilakukan dan yang harus dilakukan; (5) HAM tidak bersifat
absolute/mutlak, artinya setiap manusia memiliki hak yang berbeda di dalam
pemenuhan dan penyelesaian masalahnya.
B. Sejarah Perkembangan HAM
Pada umumnya dalam literatur Eropah dan Indonesia tentang HAM, sejarah
perkembangan HAM dimulai dari peradaban Yunani kuno abad sebelum masehi
dari zaman Aristoteles (384-322 SM) dan zaman Romawi (aliran fils. Stoa yang
dikemukakan oleh Zeno (336-264 SM). Mereka para filosof Yunani dan Romawi
ini sebagai peletak dasar aliran hukum alam, yang menyatakan bahwa hukum itu
bersumber dari illahi, bersumber dari Ratio Tuhan yang berlaku secara kodrati,
berlaku secara universal terhadap semua umat manusia yang berlakunya tidak
terbatas oleh ruang dan waktu.Hukum menurut aliran hukum alam berlaku di
mana-mana melintas batas bangsa dan negara sepanjang waktu. Oleh karena itu
HAM adalah milik setiap manusia (orang) yang melekat pada diri pada yang
namanya manusia, tidak dapat dikurangi atau dicabut oleh siapapun (inalienable)
dan keabsahannya tidak dapat digugat oleh siapapun (inviolable).
Gagasan HAM yang bersumber dari aliran hukum alam mengalami
perkembangan di abad pertengahan yang tokohnya Thomas Aquino. Menurut
Thomas Aquino, hukum itu bersifat abadi bersumber dari ratioTuhan (The
Reason of Devine Wisdom). HAM yang dilahirkan oleh aliran hukum alam
berkembang terus sampai abad XVI (zaman Renaissance). Tokoh hukum alam
pada abad ini adalah ahli hukum Belanda yaitu Hugo Grotius atau Hugo de
Hukum dan HAM3

Groot yang dikenal sebagai bapak hukum internasional, karena Grotiuslah


yang pertama kali mengembangkan teori-teori hukum internasional. Grotius
menghendaki adanya hukum yang satu yang mengatur semua orang, semua
bangsa dan negara yang disebut sebagai hukum bangsa-bangsa atau hukum
internasional. Thomas Aquino memandang manusia sebagai makhluk alamiah,
makhluk rasional dan makhluk sosial ciptaan Tuhan maka HAM selalu melekat
padanya, karena itu hukum yang berlaku pada manusia adalah hukum yang
bersumber dari Ratio Tuhan. Sedangkan Grotius berpendapat bahwa HAM adalah
hak kodrati manusia yang selalu melekat pada diri manusia sejak ia dinamakan
manusia, dan karenanya hukum yang mengaturnyaadalah hukum kodrat yang
bersumber dari ratio manusia sebagai ciptaan Tuhan.
Perkembangan HAM pada abad selanjutnya mengalami kemajuan pada
abad XVII, Thomas Hobbes (1588-1679) melakukan modifikasi terhadap hukum
alam. Menurut Thomas Hobbes sebelum ada hukum, manusia itu rakus, agresif
dalam membela dan mempertahankan kemauannya, ia saling bermusuhan dan
menyerang berperang melawan semua terhadap semua (bellum omnium contra
omnes) dan saling membunuh sesama manusia seperti serigala terhadap manusia
lainnya (homo homini lupus). Dalam kondisi yang kacau (chaos) manusia
menginginkan hidup aman, tenteram dan damaisehingga perlu mengadakan
perdamaian dengan jalan mendakan perjanjian antara sesama manusia (contract
social), untuk membentuk suatu pemerintahan negara. Dalam perjanjian
masyarakat (contract social)manusia (orang) menyerahkan kekuasaanya (hak)
sepenuhnya kepada penguasa negara (pemerintah). Pada perkembangan
berikutnya, HAM yang diperjanjikan dalam perjanjian masyarakat (kontrak
sosial) ini disempurnakan dengan yang lebih baik untuk melindungi kepentingan
(hak) individu atau hak-hak sipil (rakyat) dari kesewenang-wenangan, kekerasan
dan/atau penindasan oleh negara (pemerintah). Tokoh aliran hukum alam abad
XVII-XVIII ini adalah John Locke (1632-1704). Menurut John Locke bahwa
hak-hak dasar manusia adalah hak yang alamiah dimiliki oleh setiap manusia
sebagai manusia. Hak-hak alamiah yang dimaksud Locke adalah hak hidup, hak
kemerdekaan/kebebasan, dan hak milik. Menurut Locke keberadaan Negara

Hukum dan HAM4

diperlukan untuk melaksanakan hukum alam. Keberadaan negara itu alamiah,


karena hukum alam itu mendahului negara, atau adanya Negara karena
diciptakan oleh hukum alam. Negara diciptakan karena suatu perjanjian
kemasyarakatan antara rakyat. Tujuan diciptakannya negara ialah itu
melakasanakan hukum alam atau melindungi hak-hak alamiah manusia yaitu hak
hidup, hak kebebasan dan hak milik serta terhadap bahaya-bahaya yang
mengancam hak-hak alamiah. Teori Lock dikenal dengan teori perjanjian
masyarakat (kontrak sosial). Untuk membatasi kekuasaan Negara yang absolute,
menurut Locke: Negara dibagi menjadi tiga kekuasaan yaitu kekuasaan eksekutif,
kekuasaan legislatif dan kekuasaan federatif. Pemisahan tiga kekuasaan negara
tersebut menurut John Locke menunjukkan ciri-ciri negara demokrasi. Kekuasaan
Eksekutif adalah kekuasaan menjalankan undang-undang yang dilakukan oleh
satu orang atau beberapa orang (monarchi atau aristocrat), sedangkan kekuasaan
Legislatif

adalah kekuasaan perundang-undangan yang dipegang oleh

masyarakat keseluruhan atau parlemen sebagai wakil rakyat. John Locke


menghendaki parlemen yang kuat, Ketua/pimpinan legislatif dapat menjadi ketua
perundang-undangan. Sedangkan kekuasaan Federatif menjalankan tugas
mengatur hubungan antar negara-negara bagian (federal) dan negara-negara lain.
Dengan demikian Locke menyarankan adannya negara federal. Tujuan
terbentuknya negara federal selain mengurangi kekuasaan pemerintahan yang
absolute/mutlak, juga untuk membagi kekuasaan pemerintahan kepada kekuasaan
di negara-negara bagian.

Kekuasaan mengadili (yudikatif) menurut Locke

merupakan kekuasaan uitvoering (Miriam Budiardjo, 2008:282) sehingga


masuk kekuasaan Eksekutif untuk menjalankan undang-undang.

Kemudian

pemikiran dan perjuangan Locke ini dilanjutkan oleh Montesquieu (1689-1775)


dan J.J. Rousseu (1712-1778). Montesquieu memandang ada hubungan erat
antara hukum alam dengan keadaan nyata masyarakat suatu bangsa. Menurutnya
hukum alam adalah suatu hukum yang berlaku bagi manusia sebagai manusia
untuk melindungi hak-hak alam (kodrati) manusia. Tetapi bagaimana hukum alam
itu harus dikongkritkan dalam bentuk negara dan hukum tergantung dari situasi
historis, psikis dan kultural suatu bangsa. Maka menurut Montesquieu, hukum

Hukum dan HAM5

negara (undang-undang) yang paling baik adalah Undang-Undang yang paling


cocok dengan suatu bangsa tertentu. Montesquieu terkenal dengan teori Trias
Politika-nya. Tujuan Trias Politica Montesquie dengan membagi menjadi 3(tiga)
kekuasaan yakni : Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, untuk membatasi
kekuasaan Negara (peemerintahan dalam arti luas) agar tidak berlaku
sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Selain itu bertujuan untuk melindungi
HAM penduduk atau rakyat sipil dari kesewenang-wenangan pengusa
Negara/Pemerintah. Montesquieu mengharapkan bahwa kekuasaan yudikatif
atau kekuasaan kehakiman (pengadilan) harus berdaulat dalam bidangnya atau
pada waktu menjalankan tugasnya tidak boleh di intervensi oleh siapapun
termasuk oleh kekuasaan eksekutif maupun legislatif (parlemen). Demikian pula
negara (pemerintah) tidak berhak mengintervensi kekuasaan yudikatif dan HAM
warga negaranya. Prinsip kedaulatan kekuasaan yudikatip sangat berpengaruh
terhadap perkembangan negara hukum (Rechtsstaat atau Rule of Law).
Menurut J.J. Rousseau (1712-1778), bahwa manusia dapat hidup
bahagia apabila hidup sesuai dengan martabatnya (kodratnya). Rousseau
menginginkan terciptanya masyarakat

manusia yang kebebasan hak-haknya

benar-benar terjamin. Menurutnya, manusia pada hakekatnya merupakan suatu


makhluk yang bebas dan otonom. Kebebasan yang otonom menjadi dasar
perasaan moral. Agar manusia memiliki kebebasan asli harus membentuk
kehidupan bersama (masyarakat) dengan orang-orang lain yang juga memiliki
kebebasan. Keinginan berkehidupan bersama dengan orang-orang lain itu secara
damai dilakukan dengan mengadakan

perjanjian antara sesama manusia

(Contract social). Melalui kontrak sosial (perjanjian masyarakat), manusia dapat


menerima pengesahan dari hak-haknya sebagai manusia, baik secara moral
maupun secara yuridis. Kontrak sosial Russeau ini dikenal dengan istilah volonte
generale (kehendak umum), artinya kontrak sosial membangkitkan masyarakat
sipil sebagai kehendak semua orang yang semuanya ingin mewujudkan cita-cita
individualnya. Setelah terbentuk masyarakat sipil yang masing-masing cita-cita
individualnya tercapai, maka akan lahir masyarakat yang mempunyai cita-cita
umum yang berasal dari kehendak umum. Dari kehendak umum ini terciptalah

Hukum dan HAM6

satu tujuan umum, yakni kepentingan umum masyarakat bangsa dalam suatu
negara. Dengan adanya masyarakat bangsa dan negara, maka terciptalah
masyarakat yang demokratis. Prinsip negara demokratis dan volonte general
menurut Rousseau adalah: (1) rakyat harus berdaulat sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam negara; (2) negara harus menghormati hak-hak setiap
orang (individu) sesuai dengan martabatnya sebagai manusia (penghormatan
HAM); (3) setiap warga negara berhak ikut membangun kehidupan bersama
dalam negara.
Dari sejarah perkembangan HAM tersebut, maka apabila ditelusuri dapat
diketemukan tonggak-tonggak peristiwa perjuangan HAM yang dilakukan oleh
masyarakat di Eropah masa itu, antara lain :
1. Lahirnya Magna Charta tahun 1215 di Inggris; Raja John Lacland dipaksa
para bangsawan Inggris (Baron) untuk menanda tangani perjanjian yang
disebut dengan Magna Charta. Intinya magna charta adalah: (a) membatasi
kekuasaan Raja dan dapat dimintai petanggung jawaban secara hukum di
parlemen; (b) penarikan pajak harus seizin Great Council (parlemen Inggris);
(c) orang bebas/pengangguran/tidak mempunyai pekerjaan tetap (free
man)tidak boleh ditangkap, ditahan/dipenjarakan/dihukum mati/hukum buang
tanpa berdasarkan hukum tertulis.
2. Pada tahun 1295, Keberhasilan perjuangan rakyat Inggris menempatkan
wakil-wakilnya (House of Commons) di parlemen yang sebelumnya hanya
dikuasai oleh para bangsawan (baron) Inggris (House of Lords).
3. Pada tahun 1628, Parlemen Inggris mengajukan Petition of Right terhadap
Raja Charles, yang dimenangkan parlemen Inggris. Isi petisi parlemen Inggris
tersebut ialah : (a) pajak dan pungutan istiwema harus izin parlemen; (b)
seseorang tidak boleh ditahan tanpa tuduhan yang sah dan beralasan; (c)
tentara/militer tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai;
4. Pada tahun 1679, parlemen Inggris berhasil memaksa Raja Charles II menanda
tangani Habeas Corpus Act. Isi Habeas Corpus Act antara lain adalah : bahwa
seorang yang ditahan harus dihadapkan ke pengadilan secepatnya dalam waktu
2(dua) hari harus diberitahukan alasan kesalahannya dan harus berdasarkan
perintah hakim (kelanjutan magna charta tahun 1215);

Hukum dan HAM7

5. Pada tahun 1689, berhasil ditetapkannya Bill of Right (piagam hak-hak


asasi) Inggris Raya (Britania) pada akhir Glorius Revolution di Inggris.
Piagam ini dikeluarkan oleh Raja Wiiliam V Oranye yang berisi pengakuan
terhadap hak-hak parlemen Inggris, isinya adalah : (a) rakyat mempunyai hak
petisi kepada Raja; (b) pemilihan anggota parlemen secara bebas dan rahasia;
(c) berbicara dan berdebat di parlemen tidak diancam hukuman (hak kebebasan
berbicara dan mengeluarkan pendapat) di parlemen; (d) rakyat Inggris
mempunyai hak yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan; (e) rakyat
Inggris berhak dan bebas memeluk agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Glorius Revolution di Inggris yang melahirkan Bill of Right
dipengaruhi oleh pemikiran filosof Inggris John Locke (1632-1704) sebagai
peletak dasar falsafah empirisme modern dan sebagai perintis ajaran
negara hukum. Menurut Locke, setiap warga negara (rakyat) mempunyai
hak alamiah (natural rights) yang tidak dapat dilepaskan atau dicabut atau
dibatasi oleh siapapun (inali enable). HAM yang inalienable antara lain
adalah: (a) hak hidup (life), (b) hak kemerdekaan/kebebasan (liberty), (c) hak
milik (estate), dan (d) hak kebahagian (happy/welfare). Dalam semboyan
Locke yang terkenal dalam bahasa Romawi adalah solus populi suprema lex
esto artinya keselamatan bangsa merupakan hukum tertinggi. Tugas negara
menurut Locke, harus menjaga hak-hak warganegara (rakyat). Negara tidak
mempunyai kekuasaan untuk mencabut hak-hak alam dari pribadi manusia.
Negara tidak berkuasa atas kehidupan, kesehatan, kebebasan dan milik seorang
pribadi, karena itu hak pribadi (individu) lebih kuat daripada negara. HAM
bersifat alamiah, sedangkan ha-hak seorang penguasa negara timbul akaibat
perjanjian antara warganegara (contract social). Untuk membatasi kekuasaan
negara yang absolut, Locke membagi kekuasaan negara menjadi 3 (tiga)
kekuasaan yakni legislatif, eksekutif, dan federatif. Kekuasaan legislatif adalah
kekuasaan negara untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan legislatif
merupakan kekuasaan yang tertinggi dalam negara, maka dalam membentuk
undang-undang harus tunduk pada hukum alam. Undang-Undang baru sah
sebagai hukum karena dibentuk legislatif yang mampu menentukan sanksi jika

Hukum dan HAM8

undang-undang dilanggar. Dengan adanya kekuasaan legislatif, kuasaan


pemerintah negara (eksekutif) dibatasi, karena rakyat mempunyai kekuasaan
yang melebihi kekuasaan legislatif. Rakyat berhak merebut kembali kebebasan
asli yang dimiliki rakyat, kalau pemerintah menyalahgunakan kekuasaannya
yang

bertentangan dan tujuan negara. Bilamana syarat-syarat perjanjian

masyarakat (contract social) dengan penguasa negara tidak dipenuhi, maka


rakyat boleh merebut dengan jalan revolusi. Pemikiran John Locke
berpengaruh besar terhadap Revolusi di negara Eropah (Inggris, Perancis dan
rakyat Amerika yang menjadi koloni Inggris).

Gagasan John Locke sangat

mempengaruhi semangat kemerdekaan rakyat Virginia dan Pensylvania di


Amerika yang akhirnya dapat memerdekakan diri dari pemerintah kolonial
Inggris.
Pendapat John Locke ditentang oleh filosof empirisme Inggris yakni
David Hume (1711-1776). Menurut Hume, asal mula pembentukan negara
bukan dari kontrak, dan bukan penyerahan hak dari rakyat kepada Pemerintah.
Pembentukan negara bermula dari kelompok-kelompok kecil orang perorangan
dalam membentuk keluarga yang mendiami daerah tertentu, seterusnya
keluarga kecil ini berkembang menjadi keluarga besar, dan

daerah yang

ditempati juga semakin luas. Kemudian mereka keluarga-keluarga yang


semakin besar, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya saling kerja sama untuk
kepentingan bersama atau kepentingan umum. Jadi negara menurut David
Hume terbentuk dengan sendirinya oleh kelompok-kelompok masyarakat yang
menempati daerah atau wilayah tertentu, zaman primitif

belum berpikir

tentang kontrak sosial. Hume tidak setuju rakyat memberontak kepada negara,
hak memberontak tidak ada sama sekali, Hume juga tidak setuju atau menolak
absolutisme negara dan hak Tuhan pada seorang Raja. Kekuasaan negara
memang ada, tetapi bukan berakar dari kekuasaan yang historis (turun temurun
dan karena pendahulunya berjasa), tetapi kekuasaan pemerintahan negara harus
berguna secara konkrit bagi masyarakat.
6. Pada tahun 1775 rakyat Virginia di Amerika (koloni Inggris) melakukan
pemberontakan untuk memerdekakan diri dari kerajaan Inggris,sehingga pada
tahun 1776 lahirlah Virginia Bill of Rights (piagam hak asasi Virginia) yang
Hukum dan HAM9

disahkan pada tanggal 12 Juli 1776. Kemerdekaan rakyat Virginia kemudian


diikuti oleh Declaration Bill of Right rakyat Pensylvania dan rakyat di
negara-negara bagian Amerika (koloni Inggris) untuk memerdekakan diri dari
kerajaan Inggris, yang kemudian mereka bergabung membentuk negara
Amerika Serikat. Pernyataan kemerdekaan rakyat Pensylvania dan Virginia ini
dicantumkan dalam Konstitusi Amerika Serikat.
Kemerdekaan rakyat Pensylvania dan Virginia dilanjutkan dengan sidang
Conggres rakyat Amerika Serikat pada tanggal 4 Juli 1776 yang mewakili 13
(tiga belas) negara bagian yang melahirkan Declaration of Independence
Amerika yakni pernyataan kemerdekaan rakyat Amerika dari pemerintah
kerajaan Inggris untuk membentuk pemerintahan negara Amerika Serikat.
Deklarasi Kemerdekaan Amerika sebagai peletak dasar HAM di Amerika
saat itu. Deklarasi kemerdekaan Amerika itu menyatakan sesungguhnya
semua bangsa diciptakan untuk sama sederajat oleh sang Pencipta, dianugrahi
hak-hak mutlak yakni hak hidup, kemerdekaan dan kebebasan serta hak untuk
menikmati kebahagiaan. Declaration of independence Amerika ini tercantum
dalam Konstitusi Amerika Serikat.
7. Revolusi Kemerdekaan Amerika ini mempengaruhi revolusi dan
kemerdekaan Perancis. Pada waktu revolusi dan deklarasi pernyataan
kemerdekaan Amerika, seorang penulis Perancis Lavayette berada di
Amerika yang menulis dan merekam

semua kejadian Revolusi dan

kemerdekaan Amerika. Dari tulisan Lavayette ini memotivasi terjadinya


revolusi Perancis dan menghasilkan disusunnya (pernyataan hak-hak asasi
manusia dan warganegara). Berhasilnya Revolusi Perancis pada tahun 1789
selain menghasilkan Declaration des droit de lhomme et du citoyenjuga
menghasilkan semboyan liberte (kebebasan), egalite (kesamaan), dan
fraternite (persaudaraan). Terjadinya revolusi Pernacis sangat dipengaruhi oleh
gagasan atau pendapat filosof-filosof Perancis mengenai HAM, negara hukum
dan demokrasi,seperti : Montesquieu (1689-1755), Voltaire (1694-1778) dan
J.J. Rousseau (1712-1778).
HAM menurut John Locke, Montesquieu, dan J.J. Rousseau meliputi :
a. Kemerdekaan atas diri sendiri;
b. Kemerdekaan beragama;

Hukum dan HAM10

c. Kemerdekaan berkumpul dan berserikat;


d. Kemerdekaan pikiran dan pers;
e. Hak write of habeas corpus (Ramdlon Naning, 1983 : 15).
Menurut Lavayette, HAM itu merupakan hak dasar kemerdekaan manusia,
bahwa manusia dilahirkan merdeka, bertempat tinggalyang merdeka, dan
mempunyai hak yang sama dengan manusia lainnya.
Menurut Voltaire (1694-1778) pendukung ide aufklarung (pencerahan) yang
pemikirannya sangat mempengaruhi

revolusi dan kemerdekaan Perancis

(1789), bahwa HAM itu meliputi kebebasan, keadilan, dan persamaan atau
toleransi (Masyhur Effendi, 1994 : 29).
Menurut Brierly, HAM itu meliputi (Ramdlon Naning, 1983 : 16) :
a. Hak mempertahankan diri (self preservation)
b. Hak kemerdekaan (independence)
c. Hak persamaan derajat (equality)
d. Hak untuk dihargai (respect)
e. Hak bergaul dengan orang lain (intercourse)
HAM dalam Konstitusi Perancis (1791, 1793, 1848), meliputi :
a. Setiap makhluk dilahirkan merdeka dan tetap merdeka
b. hak yang sama
c. kemerdekaan berbuat tanpa merugikan pihak lain
d. hak yang sama dan kedudukan yang sama dalam pekerjaan umum
e. hak tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut Undang-Undang
f. kemerdekaan beragama dan kepercayaan
g. kemerdekaan mengeluarkan pikiran
h. kemerdekaan pers
i. kemerdekaan bersatu dan rapat
j. hak berserikat dan berkumpul
k. Hak bekerja, berdagang dan berusaha
l. hak berumah tangga
m. hak milik
n. hak berlalu lintas
o. Hak hidup dan nafkah.
Dari perjuangan dan muatan HAM di Inggris, Amerika Serikat, dan
Perancis tersebut sebagian besar bermuatan hak-hak sipil dan politik, dan
sedikit yang bermuatan hak-hak sosial, ekonomi dan budaya. Hal tersebut
dipengaruhi oleh perjuangan-perjuangan pengakuan HAM dari rakyat terhadap
penguasa masa itu. Selain itu juga oleh sifat-sifat yang individualistis dari
masyarakat Eropah.
Hak-hak sipil dan politik yang bersifat individual diantaranya adalah hak
merdeka karena dilahirkan merdeka, hak menentukan nasib sendiri, hak
Hukum dan HAM11

berekspresi ataumenyampaikan pendapat secara lisan atau tulisan, hak


berserikat, hak berkumpul (rapat), hak

perlindungan rasa aman, hak

kemerdekaan dari rasa takut, hak perlawanan atas penindasan dan perbuatan
sewenang-wenang, hak turut serta dalampemerintahan negaranya (hak dipilih
dan memilih dalam pemilihan umum), hak tidak dianiaya atau diperlakukan
dengan kejam, hak tidak dituduh/didakwa, ditangkap dan ditahan melainkan
berdasarkan undang-undang. Hak-hak tersebut adalah hak-hak sipil dan politik
yang

keberadaannya

(penghormatan, pengaturan,

perlindungan)

selalu

diperjuangkan pemberlakuannya oleh negara-negara Eropah dan Amerika


Serikat yang individualis dan liberalis terhadap semua negara di dunia.Negaranegara Eropah dan AS selalu menekan kepada negara-negara berkembang
untuk memberlakukan konvensi-konvensi internasional tentang HAM diadopsi
dalam Konstitusi mereka atau meratifikasinya dalam undang-undang. Negaranegara Eropa Barat dan Amerika Serikat yang individualis dan liberalis selalu
mengutamakan hak-hak sipil dan politik yang bersifat negatif (negative right)
bukan HAM yang bersifat positif (positifve right). Berbeda dengan negaranegara Eropah Timur dan negara-negara berkembang yang cenderung
mengutamakan HAM yang bersifat positif (positive right) seperti hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya, dan mengabaikan HAM yang bersifat negatif
(negative right).
8. Pada tanggal 6 Januari 1941 saat terjadinya Perang Dunia II, di hadapan
Konggres Amerika, Presiden Franklin Delano Roosevelt memperkenalkan
4 (empat) kebebasan atau the four freedom yang terkenal, yaitu : (1)
kemerdekaan berbicara (freedom of speech); (2) kemerdekaan beragama
(freedom of religion); (3) kemerdekaan dari rasa takut (freedom of fear), (4)
kemerdekaan dari kemiskinan/kesengsaraan (freedom from want).
Pernyataan Presiden Amerika Serikat tentang 4 (empat) hak kemerdekan
dimaksudkan untuk menentang dan melawan kekejaman yang dilakukan oleh
negara-negara fasisme Hitler (Jerman), Mussolini (Italia) dan Teno Haika
(Jepang). Pernyataan Presiden AS tersebut sekaligus bertujuan untuk
menciptakan perdamaian dan kemerdekaan di dunia, khususnya terhadap
negara-negara sedang mengalami kekejaman dan penindasan oleh negara
Hukum dan HAM12

kolonialis atau penjajah. Juga sekaligus sebagai peletak dasar fundamental


freedom dan fundamental human rights (HAM) di dunia.
9. Dalam sidang Majelis Umum PBB pada bulan Juni 1945, 4 (empat)
kemerdekaan yang disampaikan Presiden Franklin D. Roosevelt dinyatakan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan (integral) dengan Piagam PBB dan
Statuta Mahkamah Internasional yang disahkan pada tanggal 26 Januari 1945
di San Fransisco.
10. Berdasarkan Piagam PBB, kemudian PBB pada tahun 1945 mulai merintis
penyusunan Deklarasi HAM PBB sebagai standar utama untuk perlindungan
HAM dan kemajuan umat manusia di dunia. Tugas penyusunan Deklarasi
HAM PBB selesai tahun 1948 dan disyahkan dalam sidang umum PBB pada
tanggal 10 Desember 1948. Piagam HAM PBB ini

dikenal dengan The

Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Umum Hak-Hak


Asasi Manusia (DUHAM) terdiri dari 30 pasal.
C. Asas-Asas HAM
Asas-asas HAM berlaku terhadap setiap orang dalam kondisi dan situasi
apapun, baik dalam keadaan damai atau terjadi konflik, kerusuhan atau
ketegangan yang berkaitan dengan penegakan hukum. Dalam penegakan
HAM, aparat pemerintah tidak boleh bertindak sewenang-wenang dan
membatasi HAM dan kebebasan dasar para warga negara di negara yang
bersangkutan. Asas-asas hukum HAM ini telah diatur di dalam dokumen HAM
yaitu : Virginia Bill of Right

yang kemudian menjadi Declaration of

Independence American dan Declaration des droit de lhomme et du citoyen


Perancis serta DUHAM.
Dalam melakukan tindakan hukum atau penegakan hukum hak sipil dan
politik aparat pemerintah harus mendasarkan tindakannya pada asasasas HAM sebagai berikut :
a. Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan bagi semua orang;
b. Larangan perbudakan;
c. Larangan penganiayaan atau penyiksaan;
d. Larangan penangkapan atau penahanan dengan sewenang-wenang;
e. Hak atas peradilan yang jujur;
f. Hak kebebasan berkarya;
g. Hak atas kepemilikan;
h. Hak kebebasan berpikir, berpendapat, dan beragama;
Hukum dan HAM13

i. Hak kebebasan berekspresi dan berpendapat;


j. Hak kebebasan berkumpul dan bermusyawarah;
k. Hak untuk ikut serta dalam pemerintahan dalam negeri;
Sedangkan yang berkaitan dengan hak sosial dan ekonomi adalah :
a. Hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak;
b. Hak untuk standar hidup yang cukup (makanan, pakaian, kesehatan,
perunahan;
c. Hak untuk memperoleh pendidikan yang setara dan layak.
D. Sumber- Sumber Hukum HAM
Sumber hukum HAM meliputi:
1. DUHAM (Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia)=The
2.
3.
4.
5.
6.

Universal

Declaration of Human Rights/UDHR.


Perjanjian/Konvensi Internasional; (ICCPR) dan (ICESCR)
Yurisprudensi Internasional;
Kebiasaan internasional sebagai praktek hukum;
Asas-asas hukum umum yang diterima berbagai negara;
Undang-undang negara nasional yang selaras dengan hukum internasional,

atau tidak bertentangan hukum internasional;


7. Doktrin ahli hukum internasional yang diterima berbagai negara.
Sumber hukum utama HAM (International Bill of Human Rights) adalah :
a. The Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Umum Hakhak Asasi Manusia (DUHAM);
b. The International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) berikut
Protokol pilihan pertama;
c. The International Covenant on Economics, Social and Cultural Rights
(ICECCR).
E. Subyek Hukum HAM
Subyek hukum atau kepribadian hukum HAM terdiri dari :
1. Negara yang berdaulat ke dalam dan keluar. Menurut pasal 1 Konvensi
Montevideo (1933) tentang hak dan kewajiban negara ditentukan bahwa
negara sebagai pribadi (subyek hukum internasional harus memiliki syaratsyarat sebagai berikut : (a) penduduk tetap; (b) wilayah tertentu; (c)
Pemerintah; (d) kemampuan mengadakan hubungan dengan negara-negara
lain). Selain itu secara moral dan politis harus dipenuhi syarat (a) sesuai
dengan hak menentukan nasib sendiri, dan (b) tidak rasis atau menentang
kebijakan rasis. Sampai saat ini negara dipandang memiliki kepribadian, dan

Hukum dan HAM14

karena itu hanya negara yang merupakan subyek hukum internasional.


Hanya negara yang secara eksklusif mempunyai kecakapan-kecakapan : (a)
pemegang hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional; (b)
pemegang hak istimewa prosedural penuntutan gugatan di pengadilan
internasional; (c) pemilik kepentingan untuk dibuat ketentuan oleh hukum
internasional; (d) berwenang menandatangani traktat dengan negara lain dan
organisasi internasional.
2. Orang perorangan. Kecakapan orang perorangan sebagai pemilik hak dan
kewajibannya diakui berdasarkan hukum internasional, termasuk kecakapan
mengajukan gugatan ke pengadilan internasional. Kecakapan orang
perorangan ini berlaku terhadap berbagai traktat HAM. Pengadilan
Kejahatan Perang Nurenberg menganut prinsip orang perorangan sebagai
subyek hukum internasional. Bahwa kewajiban hukum internasional secara
langsung mengikat orang perorangan, merupakan bagian dari hukum
kebiasaan internasional terlepas dari hukum negara mereka.
3. Organisasi Internasional Publik (PBB, NATO, EU, OAS, Dewan Eropah,
ASEAN, Negara G7, MEE, Pacta Warsawa, dan lain-lainnya). Organisasi
demikian pada umumnya dibentuk berdasarkan traktat banyak pihak, sampai
tingkatan tertentu yang memiliki kepribadian internasional. Dengan
kepribadiannya, organisasi ini memiliki kecakapan (kompetensi) untuk
menandatangani traktat, menikmati hak-hak istimewa dan kekebalan
tertentu, mampu melakukan hak-hak dan kewajiban dan memiliki
kecakapan mengajukan gugatan di Pengadilan Internasional. Hak-hak dan
kewajiban organisasi internasional ini tidak menyebabkan organisasi
internasional sama dengan negara, dan tidak menyebabkan hak-hak dan
4.

kewajibannya sama dengan negara.


Badan-badan /organisasi Internasional lainnya The Holy see dan
Vatican City. The Holy see adalah suatu lembaga nir internasional, tidak
mempunyai wilayah tertentu, tetapi tidak merupakan halangan untuk
memberikan Holy See kepribadian internasional atau untuk mengakui
kedaulatan eksklusif dan yuridiksi Holy See atas kota suci Vatikan (Vatican
City). Vatican city diakui secara internasional sebagai negara.

Hukum dan HAM15

BAB II
Piagam PBB dan Deklarasi Umum HAM
A. Dasar Hukum
Keberadaan dan disusunnya Piagam Deklarasi HAM PBB yakni The
Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi
Manusia (DUHAM) ialah berdasarkan Mukadimah dan ketentuan pasal-pasal
HAM Piagam PBB.

Mukadimah dan pasal-pasal mengenai HAM dalam

Piagam PBB adalah :


1. Mukadimah Piagam PBB yang menyatakan Wepeople of the United Nation
determined to save succeeding generations from the sourge of war, which
twice in our live time has brought untold sorrow to mankind, and to reaffirm
faithin fundamental humanrights, in the dignity and worth of the human
person, in the equal rights of man and women and of nations large of small,
and to establish conditions under which justice and respect for the
obligations arising from treaties and other sources of international law can
be maintened, and to promote social progress and better standards of life
inlager freedom (terj. Kami anggota PBB bertekat untuk menyelamatkan
generasi-generasi yang akan datang dari bencana perang yang telah dua kali
menimbulkan kesengsaraan yang tidak terhingga bagi umat manusia, dan
untuk mempertegas kepercayaan kita pada HAM pada harkat dan martabat
manusia pada persamaan hak-hak antara pria maupun wanita dan antara
bangsa besar dan kecil, dan untuk menciptakan kondisi yang berkeadilan dan
penghormaatan terhadap kewajiban-kewajiban dari perjanjian-perjanjian dan
sumber hukum internasional dapat dipelihara; dan untuk meningkatkan
kemajuan sosial dan standar hidup yang lebih baik di dalam kebebabasan.
2. Pasal 1 ayat (3) Piagam PBB, bahwa untuk mewujudkan kerjasama
internasional dalam menyelesaikan masalah-masalah internasional, baik di
bidang ekonomi, sosial, budaya, dan kemanusiaan dan mengembangkan serta
meningkatkan peghormatan terhadap HAM dan kebebasan dasar bagi
semuanya dengan tidak membedakan ras, jenis kelamin, atau agama.
3. Pasal 13, menentukan bahwa Majelis Umum memprakarsai dan membuat
rekomendasi dengan dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama
Hukum dan HAM16

internasional di bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan kesehatan,


serta membantu pelaksanaan HAM dan kebebasan dasar bagi semua
manusia tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
4. Pasal 55 huruf (c) menentukan bahwa, untuk menghasilkan kondisi yang
stabil dan sejahtera yang perlu bagi perdamaian hubungan natara bangsabangsa yang didasarkan terhadap prinsip-prinsip persamaan hak dan
menentukan nasib sendiri, PBB akan meningkatkan penghormatan
terhadap HAM dan terhadap kebebasan dasar bagi semua orang tanpa
membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
5. Pasal 62 menetapkan bahwa, Dewan Ekonomi dan Sosial dapat membuat
rekomendasi dengan tujuan untuk meningkatkan penghormatan dan
ketaatan pada HAM dan kebebasan dasar bagi setiap orang.
6. Pasal 68 menentukan bahwa, Dewan Ekonomi dan Sosial harus menyusun
komisi dalam bidang ekonomi dan sosial serta untuk meningkatkan HAM,
dan komisi-komisi ini diperlukan untuk melaksanakan fungsinya.
7. Pasal 76 menetapkan bahwa, membangkitkan penghormatan terhadap
HAM dan kebebasan dasar bagi semua orang tanpa membedakan ras, jenis
kelamin, bahasa atau agama, dan mendorong saling kerjasama antara bangsabangsa di dunia.
Berdasarkan Piagam PBB, kemudian pada tahun 1945 dirintis penyusunan
Deklarasi HAM PBB The Universal Declaration of Human Rights
(UDHR) atau Deklarasi Umum Hak-Hak AsasiManusia (DUHAM) yang
disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948.
Keberadaan UDHR (DUHAM) PBB merupakan keberhasilan PBB di bidang
HAM. Apabila ditelaah dari 30 pasal itu terdiri dari 3(tiga) bagian utama,
yaitu : pertama mulai pasal 1 21 mengatur hak-hak pribadi atau hak-hak
sipil dan politik (manusia dilahirkan merdeka, bermartabat dan mempunyai
hak yang sama; tidak ada perbedaan agama dan politik; hak penghidupan,
kemerdekaan, keselamatan (pasal 1-3); hak tidak diperbudak atau
diperhambakan atau diperdagangkan sebagai budak (pasal 4); hak tidak
dianiaya atau diperlakukan dengan kejam atau dihinakan (pasal 5); hak diakui
sebagai manusia pribadi oleh undang-undang (pasal 6); hak perlakuan yang
sama dalam undang-undang dan perlindungan

Hukum dan HAM17

hukum; berhak atas

pengadilan yang terbuka dan jujur; berhak tidak ditangkap atau ditahan atau
dibuang sewenang-wenang melainkan berdasarkan hukum atau undangundang; hak diperlakukan sama di muka umum dan diperlakukan secara adil
di pengadilan, berhak dianggap tidak bersalah sebelum dibuktikan menurut
undang-undang di pengadilan, dan berhak mendapat pembelaan hukum(hak
hukum pasal 6-11); hak tidak diganggu dengan sewenang-wenang dalam
urusan

perseorangan

dan

keluarga,

dalam

surat

menyurat,

berhak

mendapatkan perlindungan dari gangguan terhadap pribadi dan keluarganya


(pasal 12); hak kemerdekaan bergerak, berdiam dalam lingkungan batas-batas
negara, berhak ke luarnegeri dan kembali ke negerinya; berhak mencari suaka
politik ke negara lain yang bukan dikarenakan perbuatan kriminal (kejahatan
non politik); berhak atas kewarganegaraannya, berhak tidak dikeluarkan dari
kewarganegaraannya, berhak mengganti kewarganegaraan; hak menentukan
suami-isteri dalam perkawinan tidak dibatasi, kemerdekaan hak milik pribadi
atau bersama-sama (hak pribadi dan keluarga pasal12-17); hak kebebasan :
berpikir, beragama, berganti agama atau kepercayaannya, beribadah baik
sendiri atau bersama (pasal 18); hak menyampaikan pendapat dan mencari
informasi (pasal 19), hak berkumpul, berorganisasi dan rapat (pasal 20);
berhak ikut serta dalam pemerintahan dan jabatan pemerintah negaranya, hak
untuk dipilih dan memilih wakil-wakinya dalam pemilihan umum secara
bebas dan rahasia (pasal 21). Kedua, hak sosial, ekonomi dan budaya(pasal
22-27) berhak atas jaminan sosial, berusaha, hak ekonomi, hak sosial dan
kebudayaan sesuai dengan martabat dan kepribadiannya (pasal 22); berhak
atas pekerjaan dan bebas bekerja, berhak meperoleh keadilan di bidang
perburuhan, berhak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama dan adil,
berhak mendapat bantuan sosial bagi keluarga buruh, berhak membentuk
serikat kerja; hak berhak atas liburan pada hari libur dan pembatasan jam
kerja (pasal 23-24); berhak atas jaminan tingkat hidup, jaminan kesehatan
baik untuk diri dan keluarganya termasuk soal makanan, pakaian, perumahan,
perwatan kesehatan serta usaha sosial yang diperlukan, berhak jaminan waktu
penganglid, janda, lanjut usia atau kekurangan nafkah di luar kemampuannya,

Hukum dan HAM18

ibu dan anak berhak mendapat perwaatan dan bantuan yang sama, anak luar
nikah berhak mendapat perlindungan sosial yang sama (pasal 25); setiap
orang berhak mendapat pengajaran yang sama, pengajaran cuma-cuma untuk
pengajaran rendah atau tingkat dasar, penjaran sekolah rendah harus
diwajibkan, ibu bapak mempunyai hak utama memilih macam pengajaran
untuk anak-anaknya (pasal 26); setiap orang berhak ikut dengan bebas dalam
berkebudayaan, berkesenian dan dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan
manfaatnya, berhak melindungi moralnya sebagai akibat ahasil suatu
produksi ilmu pengetahuan, kesustraan dan kesenian (pasal 27). Ketiga
tentang

berhak dan berkewajiban atas ketertiban

Sosial serta

melaksanakan DUHAM, bahwa setiap orang berhak atas susunan


internasional dalam hak-hak dan kebebasan menurut pernyataan ini
(DUHAM) untuk dilaksanakan sepenuhnya (pasal 28);

bahwa setiap orang

mempunyai kewajiban terhadap masyarakat dalam melaksanakan HAM harus


tunduk pada pembatasan atau tidak boleh bertentangan dengan undangundang (hukum), untuk menjamin pengakuan dan penghormatan yang layak
bagi hak-hak dan kebebasan orang lain yang memenuhi syarat kesusilaan dan
ketertiban umum masyarakat yang demokratis; hak-hak kebebasan tidak
boleh dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan tujuan dan prinsipprinsip dasar PBB (pasal 29); setiap orang, golongan dan negara wajib
melaksanakan dan tidak
bertujuan

melakukan perbuatan/tindakan yang

merusak/menghancurkan hak-hak dan kebebasan

yang

diatur dalam DUHAM (pasal 30).


Dengan dideklarasikan pernyataan umum hak-hak asasi manusia oleh PBB
berarti DUHAM dan ketentuan-ketentuan HAM yang dimuat di dalamnya
berlaku secara universal dapat dapat diberlakukan di semua negara anggota
PBB. Universalisme HAM terletak pada melekatnya hak-hak asasi dalam diri
manusia.
Ketentuan Pernyataan umum hak-hak asasi manusia (DUHAM) menjadi
standar minimal bagi pelaksanaan perlindungan HAM bagi setiap negara,
khususnya negara anggota PBB (UNO). Ketentuan DUHAM tidak mengikat
secara yuridis, melainkan mengikat secara moral bagi negara-negara anggota.
Hukum dan HAM19

Standar minimal artinya bahwa, pengaturan dan pelaksanaan HAM di setiap


negara-negara anggota setidak-tidaknya materi muatannya sama seperti yang
diatur dalam DUHAM, dan mengikat secara moral artinya ketentuan HAM
dalam DUHAM dapat dijadikan dasar atau pedoman pengaturan, pengakuan,
pelaksanaan dan perlindungan HAM bagi negara-negara anggota. Bila terjadi
pelanggaran terhadap pelaksanaan DUHAM oleh negara anggota, maka tidak
dapat diberi sanksi secara yuridis, melainkan sanksi secara moral atau politis.
Sanksi politis, misanya negara-negara pelanggar HAM dinnyatakan sebagai
negara tidak beradab, tidak menghargai atau menghormati HAM. Juga
apabila terjadi pelanggaran HAM terhadap warga negara dari negara
pelanggar HAM, maka gugatannya dapat diabaikan atau tidak diproses. Bagi
negara-negara anggota yang menetapkannya sebagai hukum positif

atau

dengan cara mengadopsi ke dalam konstitusi negaranya, maka DUHAM


berlaku sebagai hukum positif yang mengikat negara dan warganya. Dalam
kenyataanya tidak banyak negara yang mengadopsi DUHAM sebagai hukum
positif suatu negara, kecuali negara Indonesia pernah mengadopsinya ke
dalam UUD RIS1949 dan UUDS 1950.
Tugas lain PBB di bidang HAM

setelah dideklarasikan UDHR

(DUHAM), antara lain : (a) memproklamirkan dan mensosialisasikan


DUHAM ke seluruh dunia bahwa DUHAM sebagai standar utama
perlindungan HAM untuk kemajuan umat manusia di semua negara; (b)
menyusun beberapa traktat (convention) internasional utamanya mengenai
HAM dibidang hak-hak sipil dan politik, ekonomi, sosial dan budaya, dan
lain-lainnya agar mengikat negara-negara anggota atau negara peratifikasi; (c)
mendirikan suatu badan supervisi untuk mengadakan observasi, penyelidikan
dan pengawasan pelaksanaan perjanjian internasional (convensi/traktat)
mengenai HAM.
Bedasarkan tugas-tugas PBB di bidang HAM, kemudian dimulailah
perancangan-perancangan

perjanjian

internasional

(traktat/convensi)

mengenai HAM di bidang hak-hak sipil dan politik dan hak-hak ekonomi,
sosial, dan budaya.
Prinsip Dasar HAM dalam (UDHR= DUHAM).

Hukum dan HAM20

Pasal 1 meletakkan dasar filosofis HAM

yakni

hak kebebasan dan

persamaan antar manusia. Hak ini diperoleh manusia setiap manusia sejak
lahir dan tidak dapat dicabut darinya. Pasal ini menunjukkan bahwa manusia
merupakan makhluk rasional dan bermoral yang dianugrahi akal dan budi
nurani sehingga berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya.
Pasal 2 mengatur prinsip dasar dari persamaan dan non diskriminasi
dalam pemenuhan HAM dan kebebasan dasar, melarang adanya
pembedaan dalam bentuk apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, politik atau perbedaan pendapat, asal-usul bangsa atau social,
harta, kelahiran dan status lainnya.
Pasal 3 sebagai prinsip dasar hak hidup, kebebasan dan keamanan atau
keselamatan seseorang. Pasal 3 DUHAM ini merupakan hak-hak yang
essensial pada diri manusia guna pemenuhan hak-hak lainnya.
Pasal 4-21 DUHAM sebagai pengaturan dasar hak-hak sipil dan politik
lainnya, termasuk kebebasan dari perbudakan dan perhambaan (Pasal
4); kebebasan dari penyiksaan atau penganiayaan dan perlakuan kejam,
tidak manusiawi atau merendahkan martabat kemanusiaan (Pasal 5);
berhak diakui sebagai pribadi di depan hukum di manapun ia berada
(Pasal 6); mempunyai hak yang sama dalam undang-undang dan berhak
atas perlindungan hukum yang sama tanpa ada perbedaan (Pasal 7);
berhak untuk memperoleh upaya pemulihan yang efektif melalui peradilan
(Pasal 8); kebebasan dari penangkapan, penahanan atau pengasingan secara
sewenang-wenang (Pasal 9); hak untuk mendapatkan pemeriksaan yang adil
dan peradilan yang terbuka oleh pengadilan yang independen dan tidak
memihak (Pasal 10); hak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan
kesalahannya oleh pengadilan yang berwenang (Pasal 11); kebebasan dari
intervensi secara sewenang-wenang atas kebebasan pribadi, keluarga, rumah
atau surat menyurat (Pasal12); kebebasan untuk bergerak dan bertempat
tinggal (Pasal 13); hak atas suaka (Pasal 14); hak atas kewarganegaraan
(Pasal 15); hak untuk menikah dan membentuk keluarga (Pasal 16); hak
untuk memiliki harta benda dan tidak dapat dirampas dengan sewenangwenang (Pasal 17); hak kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama

Hukum dan HAM21

(Pasal 18); hak kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat serta


kebebasan mencari dan menerima informasi (Pasal 19); hak kebebasan
berkumpul dan berserikat secara damai (Pasal 20); hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan negaranya dan mendapat akses yang sama ke dalam pelayanan
public negaranya (Pasal 21).
Pasal 22-27 DUHAM mengatur tentang hak-hak ekonomi, social dan
budaya. Hak-hak ekonomi, social dan buadaya merupakan tonggak atau
generasi kedua Deklarasi HAM. Sedangkan Tonggak atau generasi
pertama HAM dalam DUHAM adalah hak-hak sipil dan politik.
Pasal 22-27 DUHAM tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
merupakan hak yang tidak dapat dikesampingkan/diabaikan dari martabat
manusia dan kebebasan untuk mengembangkan kepribadian yang harus
diwujudkan atau diupayakan secara nasional dan melalui kerjasama
internasional. Pelaksanaan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ini
keberhasilannya tergantung pada sumber daya yang dimiliki oleh masingmasing Negara. Hak-hak ekonomi, sosial dan buadaya yang diatur dalam
Pasal 22-27 DUHAM ini meliputi hak-hak atas jaminan sosial

dan

mewujudkan serta mengembangkan hak-hak ekonomi, social dan budaya


(Pasal 22); hak bekerja; hak untuk mendapatkan penghasilan yang sama
untuk upah yang sama (Pasal 23); hak untuk beritirahat dan berliburan (Pasal
24); berhak atas standar hidup yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan bagi kehidupan keluarganya (Pasal 25); hak atas pendidikan
(Pasal 26); dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya dan
bermasyarakat (Pasal 27). Pasal 28-30 DUHAM merupakan pasal penutup
bahwa setiap orang berhak atas ketertiban social dan internasional di mana
hak-hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang dinyatakan dalam DUHAM
dapat dilaksanakan sepenuhnya (Pasal 28)yang menekankan kewajiban dan
tanggung jawab setiap individu dan masyarakat internasional. Dalam
melaksanakan hak-hak dan kebebasan dasar manusia, setiap manusia hanya
tunduk pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh hukum yang
semata-mata bertujuan menjamin pengakuan serta penghormatan yang
layak bagi hak-hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi
Hukum dan HAM22

persyaratan moralitas, ketertiban umum dan kesejahteraan umum yang


adil dalam masyarakat yang demokratis. Selain itu bahwa hak-hak asasi
manusia dan kebebasan dasar tidak dapat dilaksanakan apabila
bertentangan dengan tujuan tujuan dan prinsip-prinsip dasar
Perserikatan Bangsa-Bangsa (Pasal 29). Dalam Pasal 30 DUHAM
ditegaskan bahwa tidak ada suatu Negara, kelompok atau orang
manapun yang dapat menggunakan hak-hak dalam DUHAM, untuk
melakukan kegiatan atau melaksanakan perbuatan yang bertujuan
untuk menghancurkan atau merusak hak-hak dan kebebasan yang
diatur dalam DUHAM.
B. Hak-Hak Sipil dan Politik
Setelah dideklarasikannya Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi
manusia (DUHAM) oleh PBB, kemudian dimulailah merancangkan 2 (dua)
perjanjian internasional mengenai HAM, yaitu Perjanjian Internasional tentang
Hak-hak

Sipil Politik

dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak

Ekonomi, Sosial dan Budaya

agar dapat mengikat negara-negara peserta

perjanjian.
Kedua perjanjian internasional yang dimaksud ialah Perjanjian Internasional
tentang Hak-hak Sipil dan Politik ( The International Covenant on Civil and
Political Rights) dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya ( The International Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights), dan Protokol pilihan (Optional Protocol) yang disyahkan oleh Majelis
Umum PBB pada tanggal 16 Desember 1966.
Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
(International Conventionon Economic, Social and Cultural Rights/ICESCR)
mulai berlaku pada tanggal 3 Januari 1976. Sampai dengan Desember 1997
sebanyak

138 negara yang meratifikasi ICESCR. Sedangkan Perjanjian

Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on


Civil

and

Political

Righ/ICCPR)

dan

Protokol

pilihan

perjanjian

diberlakukan pada tanggal 23 Maret 1976. Sampai dengan Desember 1997


sebanyak 141 negara yang sudah meratifikasi ICCPR, serta 93 negara telah
meratifikasi dan mengaksesi Protokol pilihan pertama ICCPR . Protokol Pilihan
Hukum dan HAM23

kedua Perjanjian Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik disahkan oleh
Majelis Umum PBB pada tanggal 15 Desember tahun1989, sampai Desember
1997 diratifikasi oleh 32 negara. Protokol pilihan kedua Perjanjian Internasional
tentang Hak-hak Sipil dan Politik bertujuan untuk penghapusan hukuman mati
di negara-negara yang meratifikasi atau mengaksesinya.
Pemerintah Negara Republik Indonesia telah meratifikasi kedua perjanjian
internasional pada tahun 2005. Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan
Politik diratifikasi oleh Pemerintah RI dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2005, sedangkan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005.
Menurut para penulis dan pegiat HAM, Perjanjian Internasional tentang
Hak-hak Sipil dan Politik dikenal sebagai HAM generasi I (pertama), sedangkan
Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya disebut
sebagai HAM generasi ke 2 (kedua). Belakangan muncul HAM generasi ke3
(ketiga) yang merupakan cerminan bangkitnya nasionalisme di negara-negara
berkembang dan tuntutan terhadap pemerataan kekuasaan, pembangunan,
kekayaan alam/Sumber Daya Alam, pelestarian lingkungan hidup, dan nilai-nilai
penting secara gelobal (Hakim Garuda Nusantara dan Asmara Nababan, dalam
Diseminasi HAM, Cesda-LP3ES, 2000 : xviii).
Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (The
International Covenant on Civil and Political Rights) materi muatannya terdiri
dari 53 pasal, yang meliputi : hak menentukan nasib sendiri di bidang politik,
ekonomi, sosial dan budaya; secara bebas mengatur segala kekayaan dan sumber
alam, suatu bangsa tidak dibenarkan merampas hak penghidupan rakyatnya (Pasal
1); negara peserta kovenan wajib menghormati dan menjamin : hak individu
setiap orang dalam wilayahnya dan mentaati

kekuasaan pengadilan, hak-hak

dalam perjanjian tanpa perbedaan suku, warna, jenis kelamin, bahasa, agama,
politik atau lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau
status lain (Pasal 2 ayat (1 dan 2); negara peserta kovenan harus menjamin
memberikan perlindungan dan proses hukum yang adil terhadap orang-orang yang
haknya dilanggar oleh pejabat resmi menurut hukum yang berlaku (Pasal 2 ayat
(3); negara peserta wajib menjamin hak persamaan antara pria dan wanita

Hukum dan HAM24

untuk menikmati hak sipil dan politik yang diatur dalam kovenan (Pasal 3).
Dalam keadaan bencana nasional yang mengancam kehidupan bangsa yang
dinyatakan secara resmi, negara peserta dapat mengambil tindakan yang
memperlunak kewajibannya menurut kovenan untuk mengatasi keadaan darurat
tanpa diskriminasi (Pasal 4); negara peserta dilarang menghapus, membatasi atau
mengurangi salah satu hak (inalienable rights) yang diatur dalam kovenan (Pasal
5); hak hidup adalah hak setiap orang, negara yang belum menghapus hukuman
mati, putusan hukuman mati hanya untuk kejahatan-kejahatan berat menurut
undang-undang yang berlaku pada waktu kejahatan dilakukan (asas legalitas),
seseorang yang dihukum mati berhak memohon pengampunan atau keringanan
hukuman (amnesti), hukuman mati tidak boleh diberlakukan terhadap
seseorang di bawah umur 18 tahun dan tidak boleh dilakukan terhadap
wanita hamil (Pasal 6); Setiap orang

berhak tidak dikenakan siksaan atau

perlakuan hukuman yang kejam yang tidak berperikemanusiaan, tidak boleh


dijadikan percobaan ilmiah tanpa persetujuannya (Pasal 7); hak tidak diperbudak,
diperdagangkan sebagai budak, melakukan kerja paksa atau dihukum penjara
dengan kerja paksa (Pasal 8); berhak atas keamanan pribadi, berhak tidak ditahan
secara sewenang-wenang, berhak tidak dirampas kebebasannya, kecuali
berdasarkan undang-undang; orang yang ditahan, dituduh harus secepatnya
dihadapkan ke pengadilan untuk diperiksa, berhak menuntut ganti rugi akibat
penahanan yang dipaksakan (Pasal 9); setiap orang yang dirampas kebebasannya
harus diperlakukan secara manusiawi, harus dibedakan dengan orang-orang
terhukum (terpidana) dengan orang yang bukan terpidana, dibedakan antara
terdakwa dewasa dengan yang belum dewasa (Pasal 10); hak tidak ditahan
dengan alasan melanggar kontrak keperdataan (Pasal 11); hak bebas bergerak
di wilayah negaranya, bebas meninggalkan negaranya, dan kembali ke negaranya
(Pasal 12); orang asing yang secara sah berada di negara peserta tidak dapat diusir
dengan sewenang-wenang, kecuali berdasarkan hukum dan kepentingan nasional
negara peserta (Pasal 13); semua orang mempunyai hak yang sama di hadapan
pengadilan dan tribunal (majelis hakim), diperiksa secara adil, dianggap tidak
bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum (asas presemption of

Hukum dan HAM25

innoncence), berhak membela diri atau memperoleh bantuan hukum yang


dipilihnya sendiri, atau diberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma apabila
tidak mempunyai dana, tidak boleh dipidana dua kali atas suatu pelanggaran yang
hukumannya telah dilakukan dan sudah dibebaskan (asas ne bis in idem) sesuai
dengan undang-undang yang berlaku (Pasal 14). Seorang tidak boleh dianggap
bersalah melakukan tindak pidana, dan saat dilakukan atau tidak dilakukan bukan
merupakan tindak pidana berdasarkan hukum

nasional maupun internasional

(asas legalitas), dan tidak boleh dikenakan hukuman yang lebih berat apabila saat
kejadian undang-undang diberlakukan (Pasal 15); setiap orang berhak diakui
sebagai subyek hukum (Pasal 16);

setiap orang berhak tidak diintervensi

kepribadiannya, keluarga, rumah tangganya, surat menyurat, tidak diganggu


kehormatannya secara tidak sah, berhak memperoleh perlindungan hukum apabila
hak pribadinya diintervensi (Pasal 17); berhak atas kemerdekaan berpikir,
berkeyakinan untuk beragama baik sendiri maupun bersama-sama dan
mewujudkan agama kepercayaannya, negara peserta wajib menghormati
kebebasan orang tua/wali menentukan pendidikan agama dan budi pekerti
anak mereka menurut keyakinan sendiri (Pasal 18); setiap orang berhak
berpendapat/menyatakan pendapat, menerima dan memberi keterangan/informasi
baik lisan maupun tulisan tanpa gangguan, guna mengormati nama baik orang lain
dan keamanan nasional (Pasal 19); propaganda perang wajib dilarang dengan
undang-undang, demikian pula penganjuran/membela kebencian nasional, rasial
atau agama merupakan hasutan diskriminasi, permusuhan dan tindak kekerasan
harus dilarang dengan undang-undang (Pasal 20); hak berkumpul tidak boleh
dibatasi, kecuali ditentukan oleh undang-undang untuk kepentingan keamanan
nasional, dan ketertiban umum, serta untuk menjaga kesehatan atau kesusilaan
umum atau menjaga hak kebebasan orang lain (Pasal 21); setiap orang berhak
berasosiasi atau

berorganisasi, dan memasuki serikat bekerja untuk menjaga

kepentingannya (Pasal 22); berhak atas perlindungan keluarga, menentukan suami


atau isteri dalam perkawinan dengan persetujuan sukarela kedua calon
pengantin(Pasal 23); perlindungan hak anak tanpa diskriminasi untuk memperoleh
statusnya sebagai anak bawah umur dari keluarga, masyarakat dan negara, berhak

Hukum dan HAM26

atas nama, didaftarkan dan mendapat kewarganegaraan (Pasal 24); berhak


menentukan urusan umum, memilih waki-wakilnya melalui pemilihan umum
secara langsung/tidak langsung secara bebas ( Pasal 25); semua orang adalah
sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa
diskriminasi (Pasal 26); pengakuan hak-hak minoritas etnik, agama, bahasa
untuk menikmati budanya,

menjalankanibadah agamanya atau menggunakan

bahasanya sendiri (pasal 27). Pasal 28 53 mengatur tentang tugas dan


kewenangan Komite HAM PBB.
C. Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Hak-hak Ekonomi, sosial dan budaya di dalam pernyataan umum hak-hak
Asasi manusia PBB

dicantumkan dalam pasal 22 28 UDHR (DUHAM).

Berdasarkan tugas program PBB kemudian disyahkanlah International Covenant


on Ekonomic, Social and Cultural Rights (ICESCR) bersama-sama dengan
International Covenant on Civil and Political Rights(ICSPR).
The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
(Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya)
diberlakukan pada tanggal 3 Januari 1976 terdiri dari 31 pasal. Secara garis besar
yang dilindungi dalam ICESCR adalah sebagai berikut :
1. Hak bekerja dalam kondisi yang adil dan menguntungkan;
2. Hak atas perlindungan sosial, atas standar hidup yang pantas, dan hakhak atas standar kesejahteraan fisik dan mental yang teringgi bisa
dicapai;
3. Hak atas pendidikan dan hak untuk menikmati manfaat kebebasan
kebudayaan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Apabila dirinci, hak-hak ekonomi,sosial dan budaya yang diatur dalam
perjanjian internasional (ICESCR) adalah (a) hak menentukan dirinya sendiri,
bebas menentukan status politik, ekonomi, sosial dan budayanya, berhak
mengatur sumber daya alam untuk kepentingannya (Pasal 1); (b) negara peserta
berusaha menjamin hak-hak yang sama bagi pria dan wanita atas nikmat hak
ekonomi, sosial,dan budaya yang tercantum dalam kovenan (Pasal 2 dan 3); (c)
negara tidak boleh membatasi atau mencabut ha-hak ekonomi, sosial budaya
Hukum dan HAM27

(inalienable rights) dalam kovenan, kecuali ditetapkan dalam undang-undang


untuk meningkatkan kesejahteraan umum dalam usaha masyarakat yang
demokratis (Pasal 4 dan 5); (d) pengakuan hak bekerja, mencari nafkah secara
merdeka (Pasal 6); (e) hak menikmati pekerjaan secara adil dan menguntungkan
tentang upah, kondisi kerja, istirahat, libur berkala (Pasal 7); (f) pengakuan hak
untuk membentuk serikat kerja, hak mogok sesuai dengan undang-undang yang
berlaku (Pasal 8); (g) pengakuan hak jaminan sosial dan asuransi (Pasal 9); (h)
perlindungan hak-hak keluarga khususnya perawatan, pendidikan anak-anak,
perkawinan berdasarkan kemauan kedua calon suami-isteri, pemberian cuti
kepada ibu hamil dengan upah cukup, jaminan sosial cukup (Pasal 10); (i)
mengakui hak-hak berkehidupan yang layak atas keluarga, termasuk hak atas
sandang, pangan, tempat tinggal, dan perbaikan lingkungan hidup, berhak bebas
dari kelaparan dan kehausan, hak kesehatan dan mendapat perawatan medis (pasal
11-12); (j) pengakuan hak pendidikan, peserta kovenan wajib melaksanakan
pendidikan dasar, lanjutan, pendidikan teknik dan kejuruan tingkat
menengah secara terbuka bagi semua orang; memberikan pendidikan dasar
secara cuma-cuma dan bertahap, orang tua/wali berhak menentukan
pendidikan anak-anaknya sendiri

(Pasal 13-14); (k) pengakuan hak

kebudayaan, seni dan berkarya ilmiah serta menyebarkan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan (Pasal 15).
Negara peserta berjanji melaporkan tindakan yang diambil yang berkaitan
hak-hak yang diakui dalam kovenan (International Covenant on Economic, Social
and Cultural Rights); laporan diajukan kepada Sekretaris Jenderal PBB untuk
dikirimkan salinannya ke Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) sebagai
pertimbangan (Pasal 16). Pasal 17 31 mengenai tugas PBB yang berkaitan
dengan pelaporan pelaksanaan kovenan dinegara anggota atau peratifikasi.
Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
(ICESCR) memberikan instrumen

pelaksanaan hak-hak ekonomi, sosial dan

buada secara menyeluruh tanpa adanya perbedaan bagi semua negara anggota atau
peratifikasi. Negara yang menjadi peserta/pihak perjanjian diharuskan secara
berkala menyampaikan laporan tentang pelaksanaan kovenan di negaranya kepada
Sekretaris Jenderal PBB untuk dibahas oleh Dewan Ekonomi dan Sosial
Hukum dan HAM28

(ECOSOC) dengan Komite HAM untuk dipelajari dan rekomendasi umum atas
laporan, informasi yang diajukan oleh negara peserta. Komite HAM tentang hakhak ekonomi, sosial dan budaya sebagai badan ahli yang terdiri dari 18 orang
yang dibentuk oleh Dewan (ECOSOC) untuk memberikan bantuan dalam
pelaksanaan perjanjian, mempelajari, membahas, mendiskusikan dan memberikan
rekomendasi atas laporan dengan wakil-wakil pemerintah dari negara pihak atau
pelapor. Komentar dan rekomendasi Komite HAM bertujuan untuk membantu
negara-negara yang menjadi pihak dalam perjanjian dalam pelaksanaan hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya serta saran-saran atau rekomendasi perbaikan apabila
ada kekurangan.
D. YURISDIKSI PERNEGAKAN HAM
Yurisdiksi Penegakan Hukum di bidang HAM terdiri dari 5 (lima) asas
yaitu :
1. Asas teritorial, artinya menetapkan yurisdiksi berdasarkan tempat
dilakukannya kejahatan, atau tempat terjadinya akibat konstituennya;
2. Asas nasional, adalah menentukan yurisdiksi berdasarkan kebangsaan atau
karakternasional dari pelaku kejahatan; Undang-undang HAM berlaku
terhadap pelaku kejahatan HAM oleh bangsa/WNI.
3. Asas perlindungan, ialah menentukan yurisdiksi

berdasarkan

kepentingan nasional yang dirugikan oleh tindak kejahatan; Undangundang HAM berlaku terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan
HAM terhadap WNI (pihak yang dirugikan);
4. Asas universal, adalah menetapkan yurisdiksi berdasarkan tempat
penahanan orang yang melakukan kejahatan;
5. Asas personalitas pasif, ialah menentukan yurisdiksi berdasarkan
kebangsaan atau karakter nasional dari orang yang dirugikan oleh
kejahatan. Undang-undang HAM berlaku terhadap orang-orang yang
melakukan kejahatan HAM terhadap WNI.
Bandigkan dengan asas-asas yurisdiski KUHP (WvS)terhadap pelaku
kejahatan.
E. The International Bill of Human Rights

Hukum dan HAM29

International Bill of Human Rights adalah istilah yang digunakan sebagai


acuan dasar

kolektif

3 (tiga) instrumen pokok hak-hak asasi manusia dan

protokol opsinya, yaitu :


1. Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of
Human Rights);
2. Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (The International
Covenant on Civil and Political Rights);
3. Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (The
International Covenant on Economics, Social and Cultural Rigths);
4. Protokol opsi pertama dan kedua International Covenant on Civil and
Political Rights.
Oleh pengamat dan praktisi HAM, Perjanjian Internasional tentang Hak-hak
Sipil dan Politik (The International Covenant on Civil and Political Rights)
dikenal sebagai HAM generasi pertama, sedangkan Perjanjian Internasioal tentang
Hak-hak Sosial, Ekonomi dan Budaya

(The International

Covenant on

economics, Social and Cultural Rights) sebagai HAM generasi kedua.


Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) dan dua kovenan
pokok (utama) HAM yaitu Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan
Politik (ICCPR) dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya (ICESCR) sebagai Bill of Rights sebagai dasar atau pedoman
masyarakat internasional secara terus menerus merancang traktat-traktat yang
difokuskan pada bidang-bidang tertentu atau topik-topik khusus di bidang HAM.
Kedua kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik (ICCPR) dan
kovenan internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (ICESCR)
adalah traktat yang menimbulkan kewajiban hukum atau mengikat secara
yuridis bagi negara yang menjadi pihak (peratifikasi). Kedua kovenan atau
perjanjian internasional tersebut menyatakan

bahwa, asas-asas hukum

internasional umum atau hukum kebiasaan internasional yang menurut


hukum mengikat negara-negara, termasuk negara-negara yang bukan
merupakan pihak, maka sekurang-kurangnya ketentuan-ketentuan kovenan
diterima sebagai asas-asas umum atau kebiasaan (C. De Rover, 2000 : 57).
Berdasarkan Bill of Human Rights di muka dirancangkan traktat-traktat
yang selaras dengan UDHR (DUHAM) sebagai pelaksanaan hasil Konvensi Wina
tentang Hukum Perjanjian. Traktat-traktat khusus yang terpenting adalah :
Hukum dan HAM30

a. Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide


(1948) atau Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan
Genosida;
b. Convention relating to the Status of Refugees (1951) atau Konvensi tentang
status pengungsi;
c. Protocol relating to the Status of Refugees (1967) atau protokol tentang status
pengungsi;
d. Convention on the Elimination of all Forms of Racial Discrimination (CERD)
atau Konvensi Internasional tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi
Rasial (1965);
e. Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination against
Women (CEDAW) atau Konvensi tentang Penghapusan Diskriminasi
terhadap Perempuan (1979);
f. Convention Against Torture and other Cruel, Inhuman or degrading Treatment
or Punishmen (CAT) atau Konvensi terhadap Penyiksaan dan Kekejaman
lainnya Perlakuan atau Penghukuman tidak manusiawi atau yang merendahkan
Martabat (1984);
g. Convention on the Rights of the Child (CRC) atau Konvensi tentang Hak-hak
Anak (1989);
h. Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political
Rights Aiming on the Abolition of the Death Penalty not yet into force 30 june
1990 atau Protokol opsi kedua pada ICCPR, yang bertujuan menghapus
hukuman mati.
Dua kovenan serta konvensi-konvensi yang berkaitan dengan penghapusan
diskriminasi rasial (CERD),

penghapusan penyiksaan terhadap prempuan

(CEDAW) dan hak-hak anak (CRC), masing-masing telah mempunyai semua


komite yang bertugas mengawasi efektivitas pelaksanaan ketentuan-ketentuan
covenan/covensi oleh negara pihak/pelaksana. Komite-komite bertugas sebagai
badan pemantau traktat (treaty monitoring bodies).
F. Harmonisasi Traktat HAM
Menurut Pasal 2. Ayat (1a) Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Traktat (the
Vienna Convention on the Law of Treaties), yang dimaksud dengan traktat adalah

Hukum dan HAM31

persetujuan internasional yang ditandatangani di antara negara-negara dalam


bentuk tertulis dan yang diatur oleh hukum internasional, baik dibuat dalam satu
instrumen atau dalam dua instrumen atau lebih yang berkaitan dan apapun sebutan
khususnya. Setiap negara cakap untuk menandatangani (meratifikasi) traktat
(pasal 6 Konvensi Wina). Kecakapan suatu negara sebagai pihak sebagai bukti
sifat keberadaan suatu negara seperti ditentukan dalam Konvensi Montevideo .
Traktat kebanyakan digunakan untuk berbagai transaksi/ hubungan internasional,
juga untuk membebankan aturan-aturan berbagai bidang hukum, misalnya hukum
tentang HAM, hukum humaniter, hukum lingkungan). Traktat pada umumnya
ditandatangani

(diratifikasi) baik dalam bentuk persetujuan antar negara,

persetujuan antar kepala negara atau antar pemerintah.


Pasal 7 dan Pasal 8 Konvensi Wina menentukan perwakilan negara yang berhak
mengadopsi, atau mengesahkan traktat (meratifikasi) atau yang menyatakan
persetujuan bahwa negara mereka terikat pada atau menjadi bagian traktat
(aksesi). Kompetensi didasarkan kepada perwakilan yang membawa kuasa penuh
(full powers)secara layak yaitu pembawa dokumen dari penguasa yang berwenang
dari negara yang menunjuk seseorang untuk mewakili negara untuk melakukan
tindakan yang berkaitan dengan traktat. Kepala negara, kepala pemerintahan, atau
menteri luar negeri layak untuk mewakili negara mereka berdasarkan fungsinya,
tanpa harus menunjuk kuasa (pasal 7 ayat (2a). Untuk mengadopsi traktat atas
nama negara dapat diwakili oleh misi diplomatik (pasal 7 ayat (2b) atau oleh para
wakil yang diakreditasi oleh negara yang bersangkutan pada konferensi
internasional atau organisasi internasional atau salah satu organnya (pasal 9
Konvensi Wina). Persetujuan suatu negara untuk terikat oleh traktat mungkin
dinyatakan dengan penandatanganan, pertukaran instrumen yang membuat traktat,
ratifikasi, penerimaan (adopsi), persetujuan atau aksesi, atau dengan cara-cara
yang disepakati (pasal 11).
Aksesi adalah pernyataan dari pemerintah suatu negara yang menyatakan ikut
terikat atau menyatakan persetujuan dan menjadi bagian dari suatu traktat.
Aksesi dilakukan terhadap traktat

Hukum dan HAM32

yang tidak ditandatanganinya pada saat traktat

dibuat dan disetujui para pihak. Ratifikasi ialah persetujuan atas Traktat
(Perjanjian Internasional ) yang disertai dengan penandatanganan atau
pengesahan atas suatu traktat) yang diadakan/diikuti oleh perwakilan masingmasing negara/peserta perjanjian.
Reservasi, ialah pernyataan sepihak

suatu negara ketika menandatanganinya,

meratifikasi, menerima, menyetujui atau mengaksesi suatu traktat dengan tujuan


untuk mengecualikan atau memodifikasi akibat hukum dari ketentuan-ketentuan
tertentu dalam penerapannya kepada negara tersebut.... (pasal 2 ayat (1d).
Reservasi ini dilakukan oleh negara pihak yang menyetujui traktat, tetapi
pelaksanaannya tidak sepenuhnya tetapi hanya untuk bagian-bagian tertentu dari
traktat. Reservasi ini dapat dilakukan pada saat traktat ditandatangani/diratifikasi,
saat menyetujui kemudian atau mengaksesi.
Reservasi diperbolehkan, kecuali :
a. Reservasi yang dilarang oleh traktat;
b. Traktat menetapkan bahwa hanya reservasi khusus yang tidak termasuk
reservasi yang boleh dibuat;
c. Reservasi tidak berada di bawah sub. a dan b, dan tidak bertentangan dengan
obyek serta tujuan traktat (pasal 19 Konvensi Wina).
G. Jus Cogens
Traktat menjadi batal apabila pada waktu penandatanganannya bertentangan
dengan peremptory norm hukum internasional umum. Peremptory norm
merupakan kaidah (norm) yang diterima dan diakui oleh masyarakat internasional
guna tercapainya tujuan konvensi. Peremptory norm tidak boleh disimpangi dan
tidak boleh diubah secara sepihak. Peremptory norm hanya dapat diubah oleh
kaidah hukum internasional umum yang mempunyai sifat yang sama. Peremptory
norm (norma umum yang telah sepakati) dari aturan hukum internasional umum
inilah yang disebut jus cogens.
Sifat-sifat peremptory norm
memerintahakan

(commanding),

hukum
memaksa

internasional
(compelling),

(HAM)

adalah

mewajibkan

(mandatory), bersifat memaksa (imperative), dan tidak dapat dibantah


(irrefutable), yang merupakan pengenal dari kaidah-kaidah yang harus diterima
sebagai yang bersifat mendasar dan tidak dapat diganggu gugat (untouchable/).
Hukum dan HAM33

H. SIFAT-SIFAT HAM
Sifat atau ciri-ciri HAM menurut beberapa ahli, pegiat dan pengamat HAM
adalah sebagai berikut :
1. Universal, artinya HAM selalu melekat pada diri individu manusia sebagai
pemberian pencipta (Tuhan) nya yang tidak dapat diganggu gugat atau
dikurangi oleh siapapun termasuk oleh penguasa negara. HAM bersifat
universal berlaku di mana saja dan kapan saja dalam keadaan yang sama,
demikian pula penegakannya. HAM universal bersifat mutlak tidak dapat
diganggu gugat keberadaanya, hanya Undang-Undang negara saja yang dapat
membatasai HAM setiap orang guna melindungi HAM yang lebih luas.
2. Partikularistik, artinya HAM disesuaikan dengan kondisi dan situasi
masyarakat setempat, demikian pula penegakannya disesuaikan dengan
keragaman sosial dan budaya masyarakat setempat. HAM partikularistik
(absolut/mutlak)

harus

mengutamakan

kepentingan

kolektif

daripada

kepentingan individu. HAM partikularistik (absolut)tidak boleh bertetangan


dengan keyakinan agama/kepercayaan dan budaya masyarakat setempat. HAM
partikularistik (relatif) harus seimbang antara Hak Azasi Manusia dengan
Kewajiban Azasi Manusia. HAM patikularistik (relatif) hanya dibatasi oleh
Undang-Undang suatu negara.
3. Hak-hak negatif (negative rights), artinya hak-hak dan kebebasan azazi
manusia akan terpenuhi apabila peran negara dibatasi atau negara tidak terlibat
atau pasif dalam hak-hak dan kebebasan dasar manusia. Hak-hak sipil dan
politik (ICCPR) merupakan ham yang bersifat negatif (negative rights). Peran
negara dalam hak-hak negatif harus pasif, karena itu dirumuskan dalam bahasa
freedom from (kebebasan dari). Negara dianggap melanggar ICCPR apabila
terlalu aktif dalam berperan di bidang hak-hak sipil dan politik. Pelanggaran
hak-hak negatif menuntut tanggung jawab negara dalam bentuk obligations of
conduct. Pelanggaran terhadap hak-hak sipil dan politik dapat dituntut di
pengadilan (justiciable),

misalnya seseorang yang dirampas haknya oleh

aparatur negara , maka ia dapat

menuntut tanggung jawab negara atas

pelanggaran hak-hak negatif ke pengadilan. Secara ideologis, pelanggaran


hak-hak sipil dan politik (negative right) tidak bermuatan ideologis (non
Hukum dan HAM34

ideologis). Artinya hak-hak sipil dan politik dapat diberlakukan untuk semua
sistem ekonomi danpemerintahan apapun.
4. Hak-hak positif (positive rights), artinya hak-hak azazi manusia dapat
terealisasi atau tercapai apabila negara ikut terlibat atau berperan aktif di
dalamnya (pelaksanaan ICESCR). Negara dianggap melanggar ICESCR
apabila tidak berperan aktif di bidang hak ekonomi sosial dan budaya.
Pelanggaran terhadap hak-hak sosial ekonomi dan budaya, menuntut tanggung
jawab negara dalam bentuk obligations of result. Pelanggaran hak-hak sosial
ekonomi dan budaya tidak dapat dituntut ke pengadilan (non justiciable),
misalnya seseorang yang kehilangan pekerjaannya, maka ia tidak dapat
menuntut negara ke pengadilan. Secara ideologis, hak-hak ekonomi, sosial,
dan budaya bermuatan ideologis. Artinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
hanya dapat diberlakukan pada suatu sistem ekonomi tertentu.
5. HAM derogabel (derogable right), adalah hak-hak yang boleh dikurangi atau
dibatasi pemenuhannya

oleh negara-negara pihak. Pengurangan atau

pembatasan hak-hak kebebasan dasar sebagai kewajiban untuk : (a) memenuhi


hak-hak kebebasan azasi manusia; (b)

keamanan nasional atau keteriban

umum; (c) menghormati hak-hak dan kebebasan azasi orang lain. Pembatasan
hak-hak dan kebebasan tidak boleh melebihi dari yang ditentukan dalam
Kovenan.
Hak dan kebebasan dalam jenis ini adalah : (a) hak atas kebebasan
berserikat dan berkumpul secara damai; (b) hak buruh membentuk serikat
buruh (pekerja); (c) hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekpresi,
termasuk hak kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi serta
gagasan secara tertulis atau lisan.
6. HAM yang pelaksanaannya tidak dapat dikurangi (non derogable rights),
adalah hak-hak yang bersifat absolut yang tidak boleh dikurangi apalagi
dicabutpemenuhannya oleh negara-negara pihak walaupun dalam keadaan
darurat. Hak-hak yang termasuk non derogable adalah : (a) hak atas hidup
(rights to live); (b) hak sebagai subyek hukum; (c) hak atas kebebasan berpikir,
berkeyakinan, beragama; (d) hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut;
(e) hak bebas dari penahanan karena gagal membayar utang atau gagal

Hukum dan HAM35

memenuhi perjanjian utang piutang; (f) hak bebas dari penyiksaan (right to be
free from torture);

(g) hak bebas dari perbudakan (right to be free from

slavery).
Negara-negara pihak yang melakukan pelanggaran terhadap HAM dalam jenis
non derogabledikecam sebagai negara yang telah melakukan pelanggaran
serius HAM (gross violation of human rights).
I. Teori Tanggung jawab Negara
Negara memiliki kepribadian yang melaksanakan hak dan kewajiban untuk
kepentingan negaranya. Hanya negara yang memiliki kepribadian dalam
melaksanakan hubungan internasional untuk melindungi kepentingan negara.
Karena itu hanya negara yang dianggap sebagai subyek hukum internasional yang
cakap dan eklusif dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam pergaulan
internasional, diantaranya, yaitu :
a. Pemegang hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional;
b. Pemegang hak istimewa prosedural dari gugatan di depan pengadilan
internasional;
c. Pemilik kepentingan, untuk itu dibuat ketentuan oleh hukum internasional;
d. Berwenang menandatangani traktat dengan negara lain dan organisasiorganisasi internasional.
Syarat tersebut tidak bersifat kumulatif, memiliki salah satu syarat sudah
terpenuhi sebagai subyek hukum internasional.
Hukum HAM menentukan manusia pribadi (natural person) sebagai subyek
hukum internasional memberikan hak dan kewajiban untuk mengajukan tuntutan
atau gugatan ke pengadilan internasional.
Jika negara melanggar kedaulatan negara lain atau melanggar perjanjian
internasional, maka negara yang bersangkutan harus bertangung jawab atas
pelanggaran (kegagalam melaksanakan kewajiban internasional) yang dilakukan.
Dalam sistem hukum harus ada tanggung jawab atas kegagalan melaksanakan
kewajiban

yang

dibebankan

oleh

peraturan

(hukum)

dalam perjanjian

internasional yang dilanggar.Jika dalam hukum nasional membedakan antara


tanggung jawab privat (perdata) dan tanggung jawab publik (pidana) yang
didasarkan terhadap pelanggaran hukum privat atau publik yang dilakukan dengan
sengaja atau kelalaian (kealpaan). Dalam hukum internasional tanggung jawab
hukum tersebut dikenal sebagai tanggung jawab (responsibility). Responsibility
Hukum dan HAM36

timbul karena terjadinya pelanggaran terhadap kewajiban yang diharuskan oleh


hukum internasional.
Komisi Hukum Internasional (International Law Commission/ILC) yang
berwenang merancang/menyusun traktat mengenai tanggung jawab hukum oleh
negara telah merancangkan bahwasetiap tindakan salahsecara internasional dari
suatu negara menimbulkan tanggung jawab internasionalkepada negara tersebut.
Tindakan salah secara internasional dianggap ada apabila : (a) tindakan terdiri atas
suatu perbuatan atau kelalaian dipersalahakan kepada negara berdasarkan hukum
internasional; (b) tindakan salah tersebut merupakan pelanggaran kewajiban
internasional dari negara yang bersangkutan.
Dengan demikian, bahwa setiap negara yang diduga keras telah melakukan
tindakan salah secara internasional harus memikul tanggung jawab hukum
(responsibility) internasionalnya.
J. Reparation
Pelanggaran terhadap perjanjian internasional menimbulkan kewajiban
hukum untuk melakukan reparasi (reparation) sebagai azas dasar hukum
internasional. Reparasi merupakan imbalan yang sangat diperlukan karena
kegagalan untuk melaksanakan perjanjian (traktat), dan tidak perlu sanksinya
dinyatakan dalam traktat itu. Tindakan secara internasional akibat pelanggaran
oleh suatu negara atas kewajiban internasional sangat essensial bagi perlindungan
kepentingan mendasar dari masyarakat internasional yang diakui oleh seluruh
masyarakat internasional sebagai kejahatan. Kejahatan internasional demikian,
dapat diakibatkan oleh :
a. Pelanggaran berat terhadap kewajiban internasional untuk pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional, misalnya pelanggaran terhadap
larangan agresi terhadap negara lain tanpa alasan yang sah menurut traktat;
b. Pelanggaran berat terhadap kewajiban internasional untuk menjamin hak
pembelaan diri (self determination of peoples), misalnya kewajiban yang
melarang pembentukan dan tindakan mempertahankan kekuasaan penjajahan
dengan kekerasan;
c. Pelanggaran berat terhadap kewajiban internasional guna melindungi umat
manusia, misalnya kewajiban melarang perbudakan, melarang pembunuhan
masal (genocide), a crime against humanity dan apartheid;

Hukum dan HAM37

d. Pelanggaran berat terhadap kewajiban internasional untuk melindungi dan


melestarikan lingkungan manusia, misalnya kewajiban melarang pencemaran
lingkungan hidup/alam/udara atau ruang angkasa (penegakan HAM generasi
ke tiga).
Tanggung jawab hukum (responsibility) tidak hanya berlaku dalam kasus negara
itu sendiri sebagai pelaku, tetapi juga dalam keadaan tindakan seseorang atau
badan dapat dipersalahkan kepada negara. Tindakan organisasi negara akan
dipandang sebagai tindakan dari negara tersebut berdasarkan hukum internasional,
baik badan tersebut termasuk ke dalam otoritas konstituen, legislatif, eksekutif,
peradilan maupun otoritas lainnya, baik fungsinya bersifat internasional maupun
internal (nasional/regional), baik pemegang posisi atasan atau bawahan dalam
organisasi negara tersebut.
Dalam hal dengan tindakan yang dilakukan oleh pegawai pemerintah/pegawai
negeri (public servant), apapun kapasitas mereka apabila tindakannya
menimbulkan kerugian kepada orang atau harta kekayaan, atau sifat dan fungsi
yang dilaksanakan kapan saja suatu perkara diajukan atas tuduhan atau dakwaan
yang pantas bagi mereka (public servant). Jika tindakan mereka dalam kapasitas
resmi sebagai pegawai pemerintahan (pegawai negeri), terlepas dari sifat hukum
mereka, maka negara bertanggung jawab atas tindakan mereka bila melakukan
pelanggaran terhadap kewajiban internasional. Tanggung jawab juga berlaku
bahkan dalam keadaan tindakan tersebut secara langsung bertentangan dengan
perintah otoritas atasan. Negara tidak dapat berlindung dengan berdalih bahwa
tindakan aparat tersebut telah sesuai dengan ketentuan atau sistem hukum yang
berlaku.
Reparasi harus dilakukan oleh negara yang bertanggung jawab secara hukum
karena melakukan pelanggaran terhadap kewajiban internasional. Reparasai
sejauh mungkin harus menghapuskan semua akibat dari tindakan yang tidak sah
dan memulihkan ke dalam keadaan semula seperti apabila tindakan kejahatan
tidak dilakukan. Karena negara dianggap telah melakukan tindakan kesalahan
internasional, maka berkewajiban untyuk memulihkan akibat tindakan tersebut.
Hukum dan HAM38

Reparasi dapat berbentuk restitusion of kind (pemulihan dalam keadaan semula)


atau pembayaran jumlah yang sama dengan restitusion of kind, dalam hal apabila
pemulihan demikian tidak mungkin dilaksanakan, maka negara dapat diwajibkan
membayar kompensasi karena kerusakan atau kerugian terus menerus dari pihak
yang dirugikan.

Hukum dan HAM39

BAB III
INSTRUMEN HAM PBB
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan bahwa HAM adalah
merupakan permasalahan internasional. Hal ini sesuai dengan tujuan utama PBB,
salah satunya adalah mempromosikan pelaksanaan perlindungan dan penegakan
HAM. Pengumuman instrumen-instrumen perjanjian internasional yang bersifat
kolektif tentang HAM adalah untuk mempertegas kewajiban negara-negara
anggota PBB dalam pelaksanaan dan perlindungan HAM. Untuk tercapainya
maksud tersebut perlu adanya instrumen HAM PBB (traktat dan lembaga atau
badan pemantau dan pengawasan) atas penerapan HAM secara nasional di negaranegara pihak. Dalam hal ini sering menimbulkan perbedaan penafsiran tentang
kewajiban traktat. Organ-organ HAM PBB akan diuraikan berikut ini.
A. Dewan Keamanan PBB
Dewan Keamanan PBB merupakan organ utama PBB selain Majelis Umum,
keduanya memiliki kemampuan dan kewenangan untuk ogan-organ pelengkap
(subsidiary organs) yang dianggap perlu untuk pelaksanaan tugas (pasal 22 dan
29 Piagam PBB). Dewan Keamanan merupakan organ eksekutif PBB dan bekerja
atas dasar hukum yang tetap.
Dewan Keamanan terdiri 15 anggota PBB yang terdiri dari 5 (lima) anggota
tetap dan 10 (sepuluh) anggota tidak tetap. Lima anggota tetap antara lain
Amerika Serikat (USA), Inggris,

Perancis, RRC dan

Rusia, Perancis. 10

(sepuluh) anggota tidak tetap dipilih oleh Majelis Umum untuk waktu 2 tahun
yang dibagi secara bergantian kepada negara-negara anggota PBB

sebagai

sumbangan anggota PBB untuk memelihara perdamaian dan keamanan


internasional serta tujuan lain dari oraganisasi PBB ataupun pembagian geografis
wilayah yang adil (pasal 7 ayat (1 dan 2) Piagam PBB).
Dewan Keamanan atas nama negara-negara anggota dan untuk menjamin
tindakan-tindakan yang cepat dan efektif oleh PBB dengan tanggung jawab utama
bagi perdamaiandan keamanan internasional negara-negara anggota yang
menyetujui (pasal 25 Piagam PBB) untuk menerima dan menjalankan putusan
Dewan Keamanan yang sesuai dengan Piagam PBB.

Hukum dan HAM40

Sebagaimana dikemukakan, Dewan Keamanan penanggung jawab utama


di bidang perdamaian dan keamanan internasional. Dewan Keamanan wajib
bekerja keras untuk

menyelesaikan sengketa internasional yang mengancam

perdamaian dan keamanan internasional secara damai. Jika penyelesaian secara


damai gagal dan tidak mungkin dicapai perdamaian, Dewan Keamanan
berdasarkan keadaan-keadaan tertentu (khusus) dapat mengambil tindakan
pemaksaan penataan.
Kekuasaan dan dan kewenangan khusus tersebut berkaitan dengan kedua
pendekatan oleh Dewan Keamanan, yaitu : (a) penyelesaian sengketa
internasional secara damai; (b) tindakan pemaksaan penataan terhadap ancaman
perdamaian, pelanggaran perdamaian atau tindakan agresi berdasarkan pasal 39
harus didahului penggunaan kekuasaan pemaksaan berdasarkan ketentuan pasal
41 dan 42 Piagam PBB. Selain tugastersebut, Dewan Keamanan juga sering
terlibat dalam kaitannya dengan Pengadilan kejahatan internasional (pelanggaran
berat HAM). Kompetensi kekuasaan Dewan Keamanan diterima secara luas,
misalnya resolusi Dewan Keamanan untuk membentuk Mahakamah Pidana
Internasional untuk mengadili pelaku kejahatan berat HAM (genocida, kejahatan
perang ( acrime of war), agresi (agression), kejahatan kemanusiaan (a crime
against humanity) yang berpotensi mengancam perdamaian atau pelanggaran
perdamaian internasional, juga dalam mengamankan pelaksanaan putusan
MahkamahPidana Internasional. Tindakan Dewan Keamanan hanya dapat
dilemahkan oleh hak veto dari salahsatu anggota tetap.
B. Majelis Umum
Majelis Umum merupakan organ pleno PBB beranggotakan semua negara
anggota, masing-masing dengan satu suara dan masing-masing dengan izin
memiliki maksimum 5 (lima) wakil di Majelis Umum (pasal 9 Piagam PBB).
Majelis Umum merupakan badan permusyawaratan yang putusannya lebih
bersifat rekomendasi yang tidak mengikat. Majelis Umum tidak dapat mengatur
secara langsung negara anggota. Majelis umum mempunyai kekuasaan untuk
membahas setipa permasalahan yang berkaitan dengan kekuasaan dan fungsi
setiap organ yang ditentukan dalam piagam PBB (pasal10). Majelis umum dalam
tugasnya melakukan pengawasan, berhak membahas permasalahan yang berkaitan

Hukum dan HAM41

dengan perdamaian dan keamanan internasional dan merekomendasikan kepada


Dewan Keamanan mengenai prinsip-prinsip perlucutan senjata dan pengaturan
persenjataan (pasal 11 ayat (1) piagam PBB). Majelis umum juga berhak
membahasa permasalahan yang berkaitan dengan pemeliharaan perdamaian dan
keamanan internasional (pasal 11 ayat (2) piagam PBB). Jika dipandang perlu,
permasalahan penting yang mengancam perdamaian dan keamanan internasional
dapat diajukan Majelis umum kepada Dewan Keamanan untuk dibahas.
Permasalahan penting yang dimaksud ditentukan dalam pasal 18 ayat (2) piagam
PBB yang menentukan bahwa permasalahan ini akan mencakup rekomendasi
berkaitan dengan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional,
pemilihan para anggota tidak tetap Dewan Keamanan, pemilihan para anggota
Dewan Ekonomi dan Sosial, pemilihan para anggota Dewan Perwalian sesuai
dengan paragraf 1 (c) pasal 86 (piagam PBB), penerimaan anggota baru PBB,
penangguhan hak-hak dan hak-hak istimewa keanggotaan, pengeluaran anggota,
permasalahan yang berkaitan dengan operasi sistem perwalian, dan permasalahan
anggaran (budgetary). Majelis umum dengan suara mayoritas memiliki kekuasaan
untuk mengidentifikasi, mengenai kategori-kategori pelengkap yang harus
diputuskan dengan 2/3 dari anggota yang hadir (pasal 18 ayat (3) Piagam PBB).
C. Dewan Ekonomi dan Sosial
Sama halnya dengan Dewan Keamanan dan Majelis Umum, Dewan Ekonomi
dan Sosial (ECOSOC) dibentuk berdasarkan pasal 7 Piagam PBB, juga
merupakan salah satu organ utama PBB. ECOSOC beranggotakan 54 anggota,
dipilih oleh Majelis Umum dengan pemilihan teratur (staggered) untuk menjamin
kesinambunganya. Dalam pemilihan anggotanya selalu diupayakan untuk
mencerminkan berbagai kepentingan sosial, ekonomi, budaya dan geografis.
Tatacara pemungutan suara ECOSOC adalah dengan mayoritas sederhana,
anggota yang hadir dan memberikan suaranya,dengan masing-masing anggota
memilikisatu suara. ECOSOC beroperasi di bawah tanggung jawab Majelis
Umum (pasal 60 Piagam).ECOSOC memiliki kekuasaan untuk membentuk
komisi dalam bidang ekonomi dan sosial dan untuk menggalakkan HAM dan
komisi lainnya yang mungkin diperlukan untuk pelaksanaan fungsinya (pasal 68
Piagam PBB).

Hukum dan HAM42

Pasal 62 - 66 Piagam PBB mentukan fungsi dan kekuasaan utama ECOSOC


meliputi(a) pemrakarsa kajian (initiation of studies)danlaporan-laporan mengenai
ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, dan persoalan-persoalan terkait
dan pembuatan rekomendasi yang menyangkut permasalahan (ekonomi, sosial,
budaya, pendidikan, kesehatan) dan yang terkait kepada Majelis Umum, para
anggota PBB, dan badan-badan khusus lainnya yang berwenang; (b)
perekomendasi untuk tujuan penggalakan penghormatan dan pematuhan HAM
dan kebebasan dasar manusia; (c) perancang Convensi untuk diajukan ke Majelis
Umum atas permasalahan-permasalahan yang menjadi kompetensinya, dan dapat
meminta konferensi internasional terhadap permasalahan-permasalahan tersebut;
(d) membantu organ-organ PBB lainnya, negara dan badan-badan khusus,
mengkoordinasikan tugasnya dengan dan di antara badan-badan khusus tersebut
serta memelihara hubungan dengan organisasi-organisasi antar pemerintah dan
non pemerintah (NGO).
Berdasarkan pasal 68 Piagam PBB, ECOSOC telah membentuk organ
pelengkap untuk melaksanakan fungsinya. Organ-organ pelengkap ini adalah (a)
Komisi Hak Asasi Manusia; (b) Komisi Status Perempuan; (c) Komite Hak-hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya. Organ-organ tersebut disebutkan secara khusus
karena terkait langsung dengan pokok permasalahan dari manual berikut ini.
a. Komisi Hak Asasi Manusia
Komisi Hak Asasi Manusia (The Commission on Human Rights/CHR)
dibentuk oleh ECOSOC pada tahun 1946 dan bersidang setiap tahun (sidang
enam mingguan yang diselenggarakan setiap musim semi di Jenewa). Sampai
saat ini, CHR beranggotakan 53 orang yang dipilih oleh ECOSOC untuk
masa jabatan 3 tahun. CHR merupakan badan yang sangat penting yang
menangani HAM. CHR mempunyai tugas dan wewenang untuk: (a) merintis
studi dan misi-misi pencari fakta; (b) menyiapkan rancangan konvensi dan
deklarasi untuk persetujuan oleh badan-badan yang lebih tinggi; (c)
membahas pelanggaran-pelanggaran HAM khusus dalam sidang-sidang
umum atau privat; dan (d) mengajukan saran untuk memperbaiki prosedur
HAM PBB.

Hukum dan HAM43

Dalam melaksanakan fungsi dan kewenangannya, CHR telah membentuk


sejumlah mekanisme untuk penelitian, penyelidikan dan perbaikan keadaan
atas pelanggaran berat dan meluas HAM, Hanya para anggota Komisi yang
memiliki hak suara. Untuk memudahkan pelaksanaan tugasnya secara efektif,
CHR berwenang

membentuk organ-organ pelengkap. Organ pelengkap

tersebut adalah Sub Komisi tentang Pencegahan Diskriminasi dan


Perlindungan Minoritas, serta kelompok-kelompok kerja tentang berbagai
topik HAM.
Sub Komisi tentang Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan
Minoritas.
Sub Komisi tentang Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas
dibentuk pada tahun 1947 dalam sidang pertama The Commission of Human
Rights (CHR) sebagai organ pelengkap. Tugas Sub Komisi ini adalah untuk:
(a) melakukan kajian terutama tentang pernyataan umum HAM (DUHAM)
dan mengajukan rekomendasi kepada CHR tentang pencegahan segala bentuk
diskriminasi berkaitan dengan HAM dan kebebasan dasar dan perlindungan
minoritas rasial, agama dan bahasa; dan (b) melaksanakan fungsi lain yang
dipercayakan kepadanya oleh ECOSOC atau CHR.
Sub Komisi beranggotakan 26 orang, yang dipilih oleh CHR untuk masa
jabatan 4 (empat) tahun. Para anggota Sub Komisi dipilih berdasarkan
kualitas kepribadian dan keahlian sebagai wakil dari pemerintah masingmasing. Sub Komisi terbagi dalam 4 (empat) kelompok kerja yang berbeda
yang membantunya dalam pelaksanaan tugasnya selama sidang tahunan.
Kelompok pertama, kelompok kerja tentang pengaduan bertugas mengawasi
semua pengaduan (yang diterima PBB) yang berisi dugaan pelanggaran HAM
yang bermaksud minta perhatian Sub Komisi pengaduan- untuk menyatakan
suatu pola yang konsisten mengenai pelanggaran berat dan yang terbukti
dapat diandalkan mengenai HAM. Kedua, Kelompok kerja tentang Bentukbentuk Perbudakan Kontemporer, mengkaji praktik-praktik yang mirip
perbudakan seperti kerja paksa dan eksploitasi pelacuran. Ketiga, Kelompok
Kerja tentang Penduduk Asli dan Minoritas, mengkaji perkembangan dan
masalah-masalah yang berkaitan dengan HAM dan dua katagori penduduk

Hukum dan HAM44

asli dan minoritas. Ketiga, Kelompok Kerja tentang Administrasi Peradilan


dan Kompensasi, mengkaji pada bidang kejahatan dan penyelesaianya
(peradilan) yang efektif.
Setiap kelompok kerja tersebut harus melaporkan secara reguler kepada
komisi, baik putusan-putusan mengenai masalah-masalah sendiri dengan
menerima resolusi atau putusan, maupun menunjuk rancangan resolusi dan
putusan-putusan untukpertimbanganKomisi (CHR) atau ECOSOC.
b. Komisi Status Perempuan
Komisi Status Perempuan dibentuk oleh ECOSOC pada tahun 1946
beranggotakan wakil-wakil dari 45 negara anggota PBB yang dipilih
ECOSOC untuk masa jabaatan 4 (empat) tahun.
Fungsi utama Komisi ini adalah untuk: (a) mempersiapkan rekomendasi dan
laporan ECOSOC tentang penggalakan hak-hak perempuan di bidang sipil,
politik, ekonomi, sosial, dan pendidikan; (b) membuat rekomendasi kepada
ECOSOC tentang masalah-masalah hak-hak perempuan yang memerlukan
perhatian segera.
c. Kantor Komisioner HAM
Sekretariat PBB terdiri atas para pegawai sipil internasional berfungsi untuk
melayani berbagai organ, badan-badan dan prosedurnya. Sekretariat HAM
berada di dalam Kantor Komisi Tinggi HAM (OHCHR) bekas pusat untuk
HAM (Centre for Human Rights).
OHCHR berkantor pusat di Jenewa dipimpin oleh seorangKepala Kantor
Komisi Tinggi HAM sebagai Komisioner Tinggi HAM. OHCHR memiliki
liaison office dalam jumlah kecil di New York dan peningkatan jumlah kantor
lapangan secara temporer dibentuk untuk memantau keadaan HAM di negara
tertentu dan/atau untuk memberikan bantuan teknik kepada pemerintahnya.
Selama ini Kantor OHCHR mempekerjakan leebih kurang 100 tenaga
profesional di kantor pusatnya terutama para lawyer dan pakar politik.
Tugas utama OHCHR adalah untuk : (a) melayani Komisi HAM
Dan Sub Komisinya; (b) mendukung berbagai prosedur penyelidikan,
pemantauan dan penelitian yang dilakukan oleh Majelis Umum dan Komisi;
(c) melayani badan-badan pemantau traktat; (d) mengadakan penyelidikan
berbagai topik (issue) HAM yang dibutuhkan oleh Komisi dan Sub Komisi,
dan (e) melaksankan program bantuan teknik terkait dengan pelaksanaan

Hukum dan HAM45

HAM. Dalam hal ini pemerintah diberikan bantuan untuk melaksanakan


HAM pada tataran nasional melalui pelatihan, bantuan legislasi dan penyebar
luasan informasi.
d. Komisioner Tinggi HAM
Pada tahun 1994 Majelis Umum menerima resolusi untuk membentuk
kedudukan Komisioner TinggiHAM, dan mengangkat Mr. Jose Ayala Lasso
dari Equador sebagai Komisioner Tinggi HAM pertama. Menurut pernyataan
Majelis Umum, bahwa Komisioner Tinggi adalah pejabat PBB dengan
tanggung jawab utama untuk kegiatan-kegiatan HAM PBB di bawah
pengarahan dan tanggung jawab Sekretaris Jenderal PBB (G.A. Res. 48/148,
1994). Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, Komisioner Tinggi bekerja
dalam kerangka kompetensi, kewenangan dan putusan menyeluruh dari
Majelis Umum, Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC), Komisi HAM
(CHR).Kekuasaan

Komisioner

Tinggi

HAM

sangat

luas

dan

memungkinkannya untuk menangani masalah-masalah HAM kontemporer


dan terlibat aktif dalam upaya mencegah pelanggaran HAM di seluruh dunia.
Kekuasaan ini dinyatakan dalam ayat 4f resolusi yang disebutkan terakhir
dari Majelis Umum dan memberikan kekuasaan kepada Komisioner Tinggi
untuk berperanan secara aktif dalam mengatasi hambatan saat inidan dalam
menghadapi tantangan terhadap perwujudan penuh hak-hak semua orang dan
dalam mencegah berlanjutnya pelanggaran HAM di seluruh dunia. Pada akhir
tahun 1997 bekas Presiden Irlandia Mary Robenson diangkat Majelis Umum
sebagai Komisioner Tinggi HAM PBB menggantikan Mr. Jose Ayala Lasso.
BAB IV
PROSEDUR PENEGAKAN HAM
A. Badan Pemantau Traktat HAM
Ada 6 (enam) traktat utama HAM yang masing-masing mempunyai sebuah
komite untuk memantau pelaksanaan HAM oleh negara pihak. Traktat yang
dimaksud adalah :
1. International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) atau Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik;

Hukum dan HAM46

2. International Covenanton on

Economic, Social and Cultural Rights

(ICESCR) atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan


Budaya;
3. International Convention on the Elimination of all Forms of Racial
Discrimination (ICERD) atau Konvensi Internasional tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Ras;
4. Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against
Women (CEDAW) atau Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan;
5. Convention Against Torture and other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment (CAT) atau Konvensi terhadap Penyiksaan dan
Kekejaman lainnya Perlakuan atau Penghukuman tak Manusiawi atau yang
Merendahkan Martabat;
6. Convention on the Rights of the Child (CRC) atau Konvensi tentang Hak-hak
Anak.
Setiap Komite kecuali Komite ICCPR menggunakan nama Konvensi atau
Kovenan yang diawasi pelaksanaannya, yaitu :
a. ICCPR nama Komite : Human Rights Committee;
b. ICESCR nama: Committee on Economic, Social and Cultural Rights;
c. CERD nama: Committeeon the Elimination of Racial Discrimination;
d. CEDAW nama : Committee on the Elimination of Discrimination Against
Women;
e. CAT nama Komite Committee Against Torture;
f. CRC nama Komite: Comittee on the Rights of Child.
Dasar hukum pemebentukan masing-masing Komite terletak pada
Kovenan atau Konvensi terkait, kecuali pada Committe on Economic,
Social and Cultural Rights. Komite ini dibentuk sebagai salah satu organ
pelengkap Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) dan bertugas
mengawasi pelaksanaan ICESCR oleh negara-negara pihak.
Negara pihak pada Kovenan atau Konvensi wajib melaporkan secara
reguler kepada Komite yang mengawasi pelaksanaan instrumen
internasional terkait, yang menjelaskan kemajuan masalah-masalah yang
dihadapi dalam memenuhi kewajiban tugasnya.
Setiap Komite beranggotakan sejumlah pakar yang mandiri yang
diusulkan dan dipilih oleh negara-negara pihak yang terkait dengan
instrumen Covenan atau Convensi. Untuk ICCPR, ICESCR dan CERD
Hukum dan HAM47

jumlah pakar setiap Komite 18; untuk CEDAW jumlah pakar 23, CAT dan
CRC jumlah pakar 10.
Ke 6 (enam) instrumen tersebut membentuk sebuah sistem pelaporan
negara pihak (sistem of State-Party reporting). Hanya ada 3 (tiga)
instrumen yang memuat ketentuan yang memperkenankan negara-negara
pihak membuat pengaduan tentang kegagalan negara pihak dalam
melaksanakan tugasnya berdasarkan traktat, yakni ICCPR, ICESCR dan
CAT. Tiga instrumen yang sama juga memuat ketentuan untuk pengaduan
perorangan atas dakwaan pelanggaran terhadap hak-hak yang tersebut
dalam kovenan atau konvensi oleh negara-negara pihak. Masing-masing
Komite (yang ditunjuk sebagai badan pemantau traktat), dilayani oleh
Kantor Komisioner Tinggi HAM di Jenewa, kecuali untuk Komite
CEDAW yang dilayani oleh Divisi untuk pemajuan perempuan di New
York.

Hukum dan HAM48

Anda mungkin juga menyukai