Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH

JEMBATAN RANGKA BAJA DAN JEMBATAN


PRATEGANG
DOSEN PEMBIMBING :

Josep A. J. Sumajow, S.T, M.T

Disusun Oleh :
1. Rivando Marc Rumagit ( 13011013 )
2. Almendras Pareda
( 13011028 )
3. Kristuper O. Mangaleda ( 13011023 )

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


POLITEKNIK NEGERI MANADO
JURUSAN TEKNIK SIPIL
TAHUN
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kelompok 2 panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa , karena berkat
dan cinta kasih-Nya sehingga makalaH dengan judul jembatan rangka baja dan
jembatan prategang bisa selesai dengan baik. Kami berterima kasih kepada dosen
mener Josep A. J. Sumajow S.T, M.T , teman-teman angkatan 2013 kelas D3 JJ yang
boleh membimbing dan bersama-sama dengan kami sehingga tugas jembatan
rangka baja dan jembatan prategang bisa selesai dengan baik.
Harapan kami semoga apa yang dapat kami berikan ini mendapat tanggapan yang
baik dari saudara/saudari dan kami sangat berharap kritikan / saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih lagi sempurnah dan baik.

Penulis

Kelompok 2.

DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR
..

DAFTAR
ISI

BAB I
PENDAHULUAN
.....
1.1DASAR
TEORI
.
BAB II
PEMBAHASAN
......
1.1PENGERTIAN
UMUM.
..
1.2PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA..
....
1.3PENYAMBUNGAN BATANG
RANGKA.
..
1.4PERAKITAN DENGAN
PERANCAH...
.
1.5METODE KANTILEVER PADA JEMBATAN BENTANG
JEMAK..
1.6JENIS-JENIS KERUSAKAN PADA
PERKERASAN.
BAB III PENGERTIAN JEMBATAN
PRATEGANG.
3.1. TINJAUAN UMUM..

3.2. BAGIAN- BAGIAN STRUKTUR


JEMBATAN..
BAB IV ANALISA PEMILIHAN ALTRNATIF
JEMBATAN..
4.1.PEMILIHAN TIPE KONTRUKSI
JEMBATAN
4.2. PEMILIHAN TIPE KONTRUKSI BANGUNAN
ATAS....
4.3. PEMILIHAN TIPE KONTRUKSI BANGUNAN
BAWAH..
4.4. SPESIFIKASI
JEMBATAN
..
4.5. CONTOH GAMBAR POTONGAN JEMBATAN PRATEGANG
BAB V
PENUTUP
..
DAFTAR
PUSTAKA
..

BAB I PENDAHULUAN
1.1

DASAR TEORI.

Untuk memenuhi kebutuhan transportasi demi kesejahteraan masyarakat maka


butuh infrasrtuktur yang memadai terutama jalan dan jembatan sebagai
penghubung daerah satu ke daerah yang lain agar kehidupan perputaran

ekonomi masyarakat bisa berputar dengan cepat dan pertumbuhan ekonomi


mengalami kenaikan yang siknifikan didaerah tersebut.

BAB II PEMBAHASAN
PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA
1.1

Umum

1.2. Pekerjaan perakitan jembatan rangka baja


Secara umum metode perakitan jembatan rangka baja ada empat metode ,
yaitu metode

perancah, metode semi kantilever dan metode kantilever serta

metode sistem peluncuran. Pemilihan

sistem perakitan yang akan dipakai

sangat tergantung pada situasi dan kondisi lokasi yang akan dibangun.
Komponen jembatan rangka baja dirancang menggunakan baut yang di
galvanis. Komponen tersebut dikirim bersama alat perakitan dan buku panduan
atau manual book.
Beberapa faktor penting yang mendasari pemilihan sistem perakitan adalah
pertimbangan mengenai kemudahan pelaksanaan, kecepatan, biaya dan keamanan
konstruksi

selama

perakitan,

ilustrasi

umum

masing-masing

metode

dapat

ditunjukan sebagai berikut :

a. Perakitan dengan perancah biasa dilaksanakan pada sungai yang tidak begitu
dalam dengan tepi sungai yang landai sehingga

memungkinkan dipasang

perancah untuk perakitan. Perancah dipasang pada buhul dengan jarak


anatara 10 sampai dengan 15 m (3 buhul @ 5 m).
b. perakitan sistem semi kantilever merupakan gabungan antara sistem
perancah dengan sistem kantilever sehingga bisa terjadi jika kondisi sungai
yang memiliki kondisi gabungan yaitu memiliki bagian yang dangkal / landai
(tepi sungai) dan kondisi yang dalam (area alur pelayaran).
c. Perakitan kantilever biasa dilaksanakan pada perakitan bentang rangka
jembatan ditengah sungai (area jalur pelayaran), banyak dilakukan pada
perakitan bentang jamak / multy span atau pada sungai yang memiliki dasar
yang dalam dengan tebing yang curam atau pada celah yang dalam,
sehingga terdapat kesulitan bila dipasang perancah meskipun bukan bentang
jamak Dengan pemanfaatan bentang sebelumnya yang sudah selesai terakit
yang sekaligus dapat menjadi bentang pemberat. Hal tersebut dilaksanakan
jika perangkat penghubung dipindahkan untuk perakitan pada bentang
berikutnya. Untuk ilustrasi system kantilever dan kantilever bentang banyak
(multi span) dapat dilihat pada gambar berikut :

d.

Sistem pelucuran biasanya memiliki kriteria-kriteria khusus, mengingat


untuk sistem ini membutuhkan biaya relatif lebih mahal karena melibatkan
suatu tambahan perangkat khusus yang harus disediakan yaitu : seperangkat
peralatan untuk sistem peluncuran. Metode ini relatif kurang fleksibel
mengingat untuk lokasi yang bersifat remote

area akan menjadi beban

kesulitan tambahan, oleh karena itu dalam buku ini tidak dibahas metode
peluncuran (di Indonesia jarang dipakai).

1.3.

Penyambungan Batang Rangka

Sistem

sambungan antar komponen utama menggunakan koneksi baut

dengan pelat buhul ( gusset). Pelat buhul direncanakan dengan analisa sesuai
standard perencanaan yang berlaku sehingga didapat ketebalan tertentu
(minimal tebal pelat sama dengan 15 mm).
Pemasangan baut pada pelat sayap atau isi pelat dan batang-batang diagonal
bentang rangka harus dimasukan dari sebelah dalam dimana kepala baut
berada dibagian dalam gambar berikut dibawah ini :

Keterangan masing-masing komponen batang datar atas, batang datar bawah


dan batang diagonal dapat dilihat pada gambar erection. Lebar sebenarnya dari
batang yang paling ringan biasanya

1.4. Perakitan Dengan Perancah


Umum
Sistem perakitan dengan perancah ini juga dipakai sebagian pada sistem
semi kantilever yaitu pada bagian sungai yang landai saja biasanya masih
berupa daratan, sedang pada area pelayaran yang dalam dilanjutkan
dengan metode kantilever (metode semi kantilever banyak terjadi pada
perakitan bentang jamak), lihat ilustrasi pada gambar berikut dibawah ini :

Contoh

Gambar

metode

kantilever

b. Urutan Perakitan
Setelah semua perancah selesai dibuat dan berdiri pada posisi yang tepat,
maka perakitan dapat dimulai. Perakitan dimulai dengan terlebih dahulu
memilih semua komponen yang akan dirakit terlebih dahulu dan harus
sesuai dengan gambar erection jembatan.
Adapun urutan perakitannya adalah sebagai berikut :
Langkah 1.
Letakkan semua gelagar melintang (cross girder) di atas perancah
termasuk kedua gelagar ujung melintang dengan ketinggian yang sesuai
(termasuk besarnya lawan lendut), garis sumbu dan lokasi (koordinat) dan
jaga posisinya (bisa dengan diikat)
Langka 2.
Pasang semua batang datar bawah (bottom chord) dihubungkan ke ujung
pelat gelagar melintang dan pelat penghubung.
Langkah 3
Setelah gelagar melintang dan batang datar bawah tersambung, periksa
kembali posisi dan elevasi pada titik sambungan apakah sudah sesuai
gambar atau belum komponennya seperti Gambar 7.6.
Langkah 4

Pasang dan baut profil baja penopang (stringer) pada setiap bentang,
kemudian lantai profil baja pada tahapan ini dapat juga dipasang dengan
seluruh bagiannya dibaut.
Langkah 5.
Perakitan dapat dilanjutkan dengan pemasangan batang diagonal ujung
terlebih dahulu, untuk kemudian diteruskan diagonal berikutnya (diagonal
dalam).
Langkah 6.
Pasang batang datar atas ujung (top chord ujung) bersama dengan pelat
buhul dalam.

Langkah 7
Setelah tahap awal perakitan segitiga komponen dan batang datar atas
ujung ini selesai, maka untuk selanjutnya rakit sisa batang diagonal dalam,
sepasang-sepasang berbentuk V terbalik (^) , bautkan bagian tersebut
diantara pelat buhul batang atas, bautkan bagian bawahnya pada pelat
ujung gelagar melintang dan lanjutkan dengan pemasangan batang datar
atas berikutnya.
Langkah 8.
Pada langkah ke 7 di atas, pasang pula batang ikatan angin atas/bracing
atas

dan

bautkan

pada

tempatnya

sehingga

rangka

batang

akan

membentuk frame yang kaku.


Langkah 9.
Selanjutnya perakitan dapat dilakukan dengan cara yang sama hingga
lengkap membentuk satu rangkaian bentang rangka batang dari ujung
perletakan yang satu ke ujung perletakan yang satunya.
Langkah 10.

Periksa kembali seluruh bagian bentang untuk lawan lendut, kelurusan dan
ketepatannya.
Langkah 11.
Pasangkan dan kencangkan semua baut yang tersisa. Hal ini bisa dikerjakan
selama berlangsungnya proses pemasangan.
Lawan Lendut (Camber)
Rangka baja telah dibuat sedemikian rupa, sehingga setelah jembatan dirakit
maka lawan lendut arah memanjang yang dibutuhkan akan terbentuk secara
otomatis (setelah baut-baut terpasang secara sentris pada lubang-lubang yang
tersedia). Walaupun demikian pada saat perakitan perlu dibantu dengan kayukayu pengganjal agar tujuan pembentukan lawan lendut mudah tercapai.
Bila rangka jembatan akan dirakit di darat atau di atas perancah, sebaiknya
untuk setiap grup baut cukup hanya dipasang dengan 3 atau 4 baut saja dan
baut-baut ini tidak perlu dikencangkan. Setelah perakitan berlangsung dengan
baik, selanjutnya dapat dibentuk kelompok-kelompok pekerja yang bertugas
untuk memasang baut-baut yang tersisa serta mengencangkannya. Hal ini akan
mempercepat penyelesaian keseluruhan perakitan.
Sedangkan bila digunakan metode pemasangan

kantilever komponen per

komponen, maka setiap titik sambungan harus dibaut dengan lengkap dan
dikencangkan sepenuhnya segera setelah semua batang-batang pada tiap
sambungan terpasang dan sebelum dilakukan pemasangan panel berikutnya.
Baja Penopang (Stringer) dan Panel Lantai Baja
Baja penopang (Stringer) pelat lantai profil dihubungkan ke gelagar melintang
dengan and plate stringer yang dibaut dengan gelagar melintang. Perlu
diperhatikan adalah jarak yang tepat agar lubang pada lantai profil baja cocok
dengan

lubang

pada

bagian

sayap

baja

penopang

tersebut.

Sebelum

pengencangan akhir dari sambungan-sambungan baja penopang, panel pelat


lantai baja dapat digunakan untuk memeriksa jarak yang sesuai antara masingmasing baja penopang.
Khusus pada metode pemasangan kantilever balok penopang dan lantai profil
baja belum boleh dipasang sebelum prosedur tersebut selesai dan setiap

bentang yang menumpu pada keempat sudutnya. Selama pemasangan


kantilever, pengikat sementara batang datar diletakkan pada bagian ujung
rangka untuk pengaturan rangka penghubung. Balok penopang tidak akan
cocok sementara tidak ada pengikat yang menempel.
Bagian Yang Harus Dipasang Setelah Perakitan Selesai.
Bagian-bagian

yang

harus

dipasang

setelah

perakitan

selesai

meliputi

pemasangan pipa sandaran, penahan gerak latera dan peredam dan baja
penopang serta pelat lantai baja.
Pemasangan

Jembatan

Rangka

Baja

Dengan

Sistem

Kantilever

Komponen Per Komponen.


Umum
Perakitan dengan sistem kantilever adalah suatu sistem perakitan jembatan
rangka baja yang dilakukan tanpa alat penyangga/perancah tetapi merupakan
sistem pemasangan komponen per komponen yang dipasang setempat secara
bertahap mulai dari abutment atau pilar hingga posisi

akhir (abutment atau

pilar berikutnya) dengan cara penambahan dan pemasangan masing-masing


komponen pada sebagian bentang yang

telah dipasang sebelumnya, hingga

membentuk kantilever yang bergerak segmen demi segmen menuju ke


perletakan jembatan.
Pemasangan sistem kantilever ini bersifat statis dan membutuhkan bentang
pemberat dan rangka

penghubung.

Tempat Perakitan
Panjang

bagian

belakang

abutment yang

dibutuhkan

untuk

memasang

konstruksi baja adalah sepanjang bentang pemberat ditambah daerah bebas


untuk jalan kerja, misalnya panjang bentang pemberat ditambah 10 m.
Lebar yang dibutuhkan untuk masing-masing keadaan 10 m untuk bentang
pemberat ditambah 5 m untuk jalan kerja. Sebagai tambahan dibutuhkan juga
tempat untuk menumpukan komponen baja dan sebagainya.
Perletakan Penumpu Sementara

Penumpu sementara yang akan digunakan disediakan oleh kontraktor pelaksana


atau erektor. Ganjal kayu yang kuat harus dipasang dibawah masing-masing titik
tumpuan pada abutment atau pilar untuk menumpu bagian pangkal dari
bentang kantilever selama pemasangan. Persyaratan kayu penumpu ini harus
mengikuti pokok bahasan Area Perakitan dan Pekerjaan Persiapan, butir d.
Tumpuan sementara (timber crib work) dan harus dipasang langsung di atas
titik posisi perletaka.
Pada embankment yang terdekat dengan level akhir, maka sebaiknya untuk
pemasangan bentang pertama berkisar 1.50 m di atas level akhir. Dengan
demikian akan sangat berguna jika terjadi lendutan di bagian bawah ujung
kantilever.
Tumpuan Bentang Pemberat
Ujung belakang bentang pemberat harus ditumpu dengan ganjal kayu atau
landasan beton yang dirancang sesuai dengan kondisi tanah yang ada dan
secara umum pelaksanaannya harus sepenuhnya sesuai dengan Pokok Bahasan
Bentang Pemberat.
Bentang Pemberat dan Perangkat Penghubung
Bentang pemberat adalah suatu bentang rangka standard yang berguna untuk
manahan berat sendiri komponen rangka baja yang sedang dirakit di atas
sungai sehingga dengan pengimbang beban lawan yang berada di tempat yang
disediakan pada bentang pemberat (biasa terletak di pangkal bentang), bentuk
kantilever yang terjadi di atas sungai tetap stabil (momen guling terjadi ditahan
oleh beban lawan). Bentang pemberat dihubungkan dengan bentang permanen
yang

sedang

dirakit

melalui

rangka

penghubung/linking

steel.

Bentang

pemberat dan rangka penghubung disediakan oleh kontraktor pelaksana atau


erector.
Penambahan beban lawan untuk mengimbangi momen guling dari bentang
kantilever, menyesuaikan terhadap kemajuan panjang bentang permanen yang
sedang dirakit.

Perakitan

Secara umumnya perakitan dilaksanankan seperti dijelaskan pada sub bahasan


1 di atas. Bila komponen-komponen telah duduk (terpasang) pada pelat buhul,
komponen tersebut harus ditempatkan dengan tepat dan harus ditahan dengan
pasak (drift) yang ada agar semua komponen terpasang dengan tepat sebelum
dibautkan.

Urutan Perakitan
Sistem perakitan ini telah direncanakn dengan langkah-langkah yang mudah
dan dimulai dengan perakitan bentang pemberat di atas tanah pada area oprit
hingga selesai.
Adapun urutan-urutan perakitan adalah sebagai berikut :
Langkah 1.
Sebagai dasar perakitan statis awal adalah pembuatan satu rangkaian bentuk
frame segitiga awal/pertama tepat setelah susunan rangka penghubung,
tentunya dapat dimulai dengan pemasangan batang diagonal (2) pada
sambungan/join J1 dimana pelat sambungnya sudah terpasang lebih dahulu.
Setelah kelengkapan sambungan sudah terpasang semua pada J1, maka baut
dapat segera dimasukan dan diputar dalam kondisi sementara sehingga batang
diagonal (2) masih mudah diatur posisinya untuk menunggu dipasangnya
batang datar bawah (3) yang dipasangkan dan dibautkan pada J2 lebih dahulu.
Sambung dan pasang baut batang (2) dan (3) pada sambungan J3 dengan
dilengkapi keperluan plat sambung dan kelengkapannya (missal jika diperlukan
plat sisipan dan lain-lain). Setelah terbentuk frame segitiga pada posisi yang
benar maka lengkapi semua baut pada tiap-tiap sambungan dan dapat
dikencangkan sepenuhnya sehingga terbentuklah segitiga awal (segitiga, J1 J2
J3) sebagai segitiga pijakan awal untuk perakitan selanjutnya. Pembentukan
segitiga ini harus dua sisi bersama-sama agar setelah disusul dengan
pemasangan girder melintang dari J3 akan membentuk kantilever sebagai
pegangan untuk perakitan komponen demi komponen berikutnya. Pasang
pengikat sementara batang bawah dan

baut pada tempatnya,

dimana

pembautan ini juga bersifat sementara, kemudian pasang gelagar melintang


atas ujung (5) pada J1 (dua sisi).

Langkah 2.
Pasang batang datar tepi atas pada pelat-pelat buhul dan pelat penyambung
bagian bawah pada titik sambungan/join J1 yang telah selesai sebelumnya.
Sisipkan pelat penyambung atas dan pelat pengisi bagian dalam (jika
diperlukan). Setelah join J1 terpasang, pelat penyambung badan dan pengisi
badan dan dalam keadaan pembautan penuh (baut dikencangkan sepenuhpenuhnya).
Langkah 3.
Rakit dan pasang dua batang diagonal (2) berikut pelat penyambung buhul
termasuk pelat penyambung batang diagonal yang sudah ditandai bersamasama sehingga membentuk rakitan ^ (V terbalik). Angkat dalam keadaan tegak
dan sisipkan ujung bawahnya (dari bentuk ^) diantara pelat buhul batang
bawah

pada

sambungan

J3.

Sisipkan

pelat

pengisi

sanyap

dan

pelat

penyambung ke bagian bawah jalur diagonal, lalu dikunci dengan kunci pas
ujung lancip dan sisipkan agar pelat buhul atas bisa pas dengan batang atas (1)
pada sambungan J4. Pasang pelat penyambung sayap bawah dan bagian dalam
dan bagian luar pelat pengisi pada J3 dan pasang bagian baut-baut pada J4 dan
J5 (yaitu setengah ke bawah).

Langkah 4.
Pasang batang datar tepi bawah (3), masukan diantara pelat buhul pada bagian
pertemuan J3 yang telah selesai sebagian. Pasang pelat pengisi jika dijelaskan
pada Gambar Erection Jembatan dan pelat penyambung atas selesai (J4) setelah
pemasangan pelat penghubung badan bagian atas dan pelat penyambung
badan yang ada dan baut seluruhnya pada pertemuan J4.

Pada ujung depan dari batang datar bawah, pasang pelat buhul luar dan pelat
penyambung bawah secara bersamaan dengan pengisi yang ditentukan,
bautkan pada batang datar bawah dan batang diagonal pada sambungan/join
(J5).
Langkah 5.
Pasang ikatan angin batang atas dan hubungksn pada pertemuan di J1 dan J4
saling menyilang.
Jalan kerja dari kayu dapat dipasang pada gelagar melintang batang atas (5)
dan rangka pengangkat dipindahkan satu panel berikutnya dipasang dan diikat
kembali.
Langkah 6.
Ulangi langkah ke (1). Pasangkan batang penghubung atas berikutnya seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya dan selesaikan titik hubung J3.
Langkah 7.
Ulangi langkah ke (2) dan lanjutkan tahapan perakitan seperti sebelumnya.
Penting sekali bahwa seluruh baut harus dikencangkan penuh setelah semua
komponen pada suatu titik pertemuan terpasang.
Pengikat Sementara Pada Bagian Bawah.
Pasa saat pemasangan kantilever, pengikat silang sementara harus dipasang
pada bagian bawah batang di setiap ujung batang yang disesuaikan jalurnya,
pengikat silang sementara ini dibutuhkan untuk mengurangi lendutan lateral
pada kantilever akibat beban angin dan untuk mengikat batang bagian bawah
(dalam tekanan) untuk mengimbangi pengait.
Pengikat ini harus dilepas setelah konstruksi selesai dan bentang telah
menopang keempat sudutnya. Penopang tidak dapat dipasang sebelum
pengikat sementara dilepas.
Pengangkutan dan Pengangkatan
Pengangkatan

dan

pengangkutan

komponen-komponen

dari

tempat

penumpukan ke tempat pemasangan (penyambungan) perlu dilakukan selama

proses pemasangan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai macam sarana
atau metode tergantung dari keadaan lokasi. Metode-metode yang digunakan
bisa berbagai alternatif antara lain :

Melalui jembatan lama dengan menggunakan crane kecil.

Kabel-kabel yang digantung diantara kedua abutment dibawah jembatan.

Menggeser komponen di atas alas kayu melalui bagian konstruksi baja yang
sudah

selesai.

Disarankan

untuk

mencengah

kerusakan

komponen,

sebaiknya digunakan rol.


Sebaiknya digunakan dua rangka pengangkat sederhana yang terbuat dari profil
baja ringan dan dipasang pada kedua batang paling atas dengan membautnya
melalui lubang drainase atau baut pada pelat badan. Penggunaan rangka
pengangkat ini bersama-sama dengan katrol rantai atau katrol tangan,
menjamin kemudahan pengoperasian dan alat ini dapat dipindah-pindah
sepanjang bentang selama berlangsungnya pemasangan jembatan.
Lendutan Kantilever dan Pembatasan Badan
Rangka jembatan akan melendut secara elastis sebagai akibat adanya
kantilever dan bentang pemberat juga akan melendut dan akan menambah
besar lendutan pada bagian ujung bentang yang sedang dikerjakan. Perkiraan
besar lendutan pada ujung kantilever.
Seperti dijelaskan pada sub bahasan 3 di atas, lawan lendut pada bentang
rangka terbentuk sebagai bentuk pabrikasi pelat buhul batang atas dan batang
bawah dan tidak diperlukan tindakan khusus atau penyesuaian-penyesuaian
selama pelaksanaan system kantilever ini.
Yang perlu diperhatikan adalah, perakitan baja ditempatkan pada level yang
ditentukan untuk mengantisipasi lendutan hingga bagian ujung kantilever
berada diatas bagian abutment dan pilar.
Untuk menentukan ketinggian dari penyangga dengan ganjalan kayu disetiap
ujungnya dimana bentang menumpu pada salah satu atau kedua ujungnya di
pilar, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

Geometri dari tempat pabrikasi bentang pemberat, bentang terkantilever


dan rangka penghubung;

Lendutan elastis dari ujung kentilever dan;

Ketinggian relatif dari ketiga pilar atau abutment pada alur jembatan.
Tidak dimungkinkan untuk menentukan tinggi rata-rata untuk setiap kombinasi
bentang karena level pilar dan abutment relatif bervariasi disetiap lokasi dan
ditentukan kemudian dengan alinyemen vertical jalan yang dibutuhkan
1.5. Metode Kantilever Pada Jembatan Bentang Jamak
Pada perakitan jembatan bentang jamak/multy span sebaiknya bentang kedua
digunakan sebagai bentang pemberat untuk pemasangan bentang pertama.
Setelah bentang pertama terpasang pada tempatnya, ganjal dengan balok-balok
kayu langsung di atas posisi yang tepat, rangka penghubung dilepaskan dan
dipindahkan ke bagian depan bentang pertama di sebelah depan pilar dan bentang
pemberat (bentang kedua) dilepas. Kemudian bentang kedua dipasang kembali
pada tempat yang benar sekali lagi dengan menggunakan rangka penghubung dan
dipasang dengan system kentilever

dengan bentang pertama sebagai bentang

pemberat
Jika ada bentang ketiga, maka bentang ini dapat dipakai sebagai pemberat yang
dipasang pada ujung belakang bentang pertama. Jika tidak, harus dugunakan bahan
pemberat jenis yang lain.
Bila bentang digunakan sebagai pemberat untuk bentang berikutnya telah selesai
dipasang dan telah dilepaskan dari bentang pemberatnya, maka sebelum dipasang
perletakan sementara, ujung depannya harus didongkrak naik/turun seperlunya
untuk mendapatkan elevasi yang sama dengan ujung belakang. Elevasi ini 1.30
m di atas posisi akhir untuk memungkinkan adanya lendutan pada ujung kantilever.
Batang bawah rangka penghubung telah dibuat sedemikian rupa sehingga posisi
ujung-ujung rangka otomatis tepat pada jarak yang ada ditentukan pada pilar
sehingga setelah jembatan selesai tidak diperlukan lagi penyesuaian arah
memanjang.

Contoh : Gambar jembatan rangka baja

BAB III
PENGERTIAN JEMBATAN PRATEGANG
3.1. Tinjauan Umum
Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan
melelui rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain
(jalan air atau jalan lalu lintas biasa). (Struyk dan Veen, 1984)
Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan
menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama
tinggi permukaannya. Secara umum suatu jembatan berfungsi untuk melayani
arus lalu lintas dengan baik, dalam perencanaan dan perancangan jembatan
sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis
dan estetika-arsitektural yang meliputi : Aspek lalu lintas, Aspek teknis, Aspek
estetika. (Supriyadi dan Muntohar, 2007)
3.2. Bagian-bagian Struktur Jembatan
Menurut Departement Pekerjaan Umum (Pengantar Dan Prinsip Prinsip
Perencanaan Bangunan bawah / Pondasi Jembatan, 1988) Suatu bangunan
jembatan pada umumnya terdiri dari 6 bagian pokok, yaitu :
1. Bangunan atas
2. Landasan
3. Bangunan bawah
4. Pondasi
5. Oprit
6. Bangunan pengaman jembatan

Gambar 2.1. Gambar Bagian - Bagian Jembatan


Keterangan Gambar :
1. Bangunan Atas
2. Landasan (Biasanya terletak pada pilar / abutment)
3. Bangunan Bawah (fungsinya : memikul beban beban pada bangunan atas
dan pada bangunan bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi, kemudian
dari pondasi disalurkan ke tanah)
4. Pondasi
5. Oprit (terletak dibelakang abutmen, oleh karena itu tanah timbunan di
belakang abutment dibuat sepadat mungkin agar tidak terjadi penurunan
tanah dibelakang hari)
Menurut (Siswanto,1993), secara umun bentuk dan bagian-bagian suatu
struktur jembatan dapat dibagi dalam empat bagian utama, yaitu : struktur bawah,
struktur atas, jalan pendekat, bangunan pengaman.

Gambar 2.2. Bagian-bagian Struktur Jembatan


3.3. Struktur bawah
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (modul Pengantar Dan Prinsip
Prinsip Perencanaan Bangunana Bawah / Pondasi Jembatan, 1988), fungsi utama
bangunan bawah adalah memikul beban beban pada bangunan atas dan pada

bangunan bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi. Yang selanjutnya beban


beban tersebut oleh pondasi disalurkan ke tanah.
Macam dan bentuk bangunan bawah :
Bangunan bawah jembatan ada dua macam yaitu :
1) Kepala Jembatan (abutment)
Karena letak abutment yang berada di ujung jembatan maka abutment ini
berfungsi juga sebagai penahan tanah. Umumnya abutment dilengkapi
dengan konstruksi sayap yang berfungsi menahan tanah dalam arah tegak
lurus as jembatan.

Gambar 2.3. Bentuk Abutment


Bentuk umum abutment pada gambar 2.3. Sering kita jumpai baik pada
jembatan- jembatan baru dan jembatan jembatan lama. Gambar 2.3(a).
menunjukkan abutment dari pasangan batu, dan gambar 2.3(b) dan 2.3(c) dari
beton bertulang (
reinforced concrete).
Bila abutment ini makin tinggi, maka berat tanah timbunan dan tekanan tanah
aktif makin tinggi pula, sehingga sering kali dibuat bermacam macam
bentuk untuk mereduksi pengeruh pengeruh tersebut.

a) Berbeda dengan abutment yang jumlahnya 2 buah dalam satu jembatan,


maka pilar ini belum tentu ada dalam suatu jembatan. Gambar 2.6.
Menunjukkan suatu jembatan rangka tanpa pilar.

Gambar 2.6. Jembatan Rangka Baja Tanpa Pilar


b) Pilar jembatan pada umumnya terkena pengaruh aliran sungai sehingga

didalam perencanaannya direncanakan selain segi kekuatannya harus juga


diperhitungkan segi segi keamananya.
Bentuk dari dinding pilar ini bisa masif (solid), kotak atau beberapa kotak
(cellular), bias terdiri dari kolom kolom (trestle) atau dari 1 kolom saja
(hammer head). Lihat Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Bentuk Dinding Pilar


Bentuk yang lebih ekonomis, misalnya jika dinding pilar dilaksanakan
dengan bentuk kolom bulat dan oval (
trestle type dan hammer type),
meskipun pelaksanaannya lebih sulit. Bentuk kolom bulat mempunyai suatu
keuntungan yaitu tidak ada perubahan pengaruh jika arah arus berubah ubah
(Lihat Gambar 2.9).

Gambar 2.9. Pilar Dengan Bentuk Kolom Bulat


Untuk pilar pilar yang tinggi bentuk
trestle type, sering diperkuat dengan
kopel atau dinding untuk menambah kekakuan dalam kaitannya dengan
pengaruh tekuk pada kolom.
Pada Gambar 2.11 Menunjukkan bentuk bentuk lain dari pilar yang karena
pertimbangan pertimbangan pelaksanaan (misalnya pail air normal yang
cukup tinggi sehingga sulit untuk melaksanakan kistdam), bidang poer dibuat
di atas tinggi normal.

Gambar 2.11. Penempatan Pilar Pada Air Normal


(Menurut siswanto,1999), Secara umum struktur bawah dilakukan
meliputi stabilitas dan kekuatan elemen-elemen struktur, sehingga aman terhadap
penggulinagan atau penggeseran. Struktur bawah suatu jembatan adalah
merupakan sutau pengelompokan bagian-bagian jembatan yang menyangga jenisjenis beban yang sama dan memberikan jenis reaksi sama, atau juga dapat disebut
struktur yang langsung berdiri di atas dasar tanah.
1. Fondasi, merupakan bagian dari sebuah jembatan yang meneruskan bebanbeban langsung kea tau dari tanah atau batuan/lapisan tanah keras.
2. Bangunan bawah (pangkal jembatan, pilar) yaitu bagian-bagian jembatan yang
memindahkan beban-beban dari perletakan ke fondasi, dan biasanya juga
difungsikan sebagai bangunan penahan tanah.
3.4. Pondasi
Macam macam pondasi secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :

Pondasi Dangkal Pondasi Langsung


(Shallaow Foundations)
Pondasi Dalam
(Deep Foundations)
Tiang Pancang
(Pile Foundations)
Pondasi Sumuran
(Calsson Foundations)

1. Pondasi dangakal pondasi langsung (Shallaow Foundations)


Pondasi langsung dipergunakan bila lapisan tanah pondasi yang telah
diperhitungkan mampu memikul beban beban di atasnya, terletak pada
lokasi yang dangkal dari dasar sungai atau tanah setempat. (lihat gambar
gambar pondasi langsung dari abutment/pilar).

Gambar 2.14. Pondasi Langsung Pada Abutment


2. Pondasi dalam (Deep Foundations)
Pondsi dalam sering juga dinamakan pondasi tak langsung, alasannya ialah
karena beban beban yang akan diteruskan ke lapisan tanah yang mampu
memikulakanya, letaknya dalam dari tanah setempat, sehingga terlebih
dahulu harus disalurkan melewati suatu konstruksi penerus yang disebut
pondasi tiang atau pondasi sumuran.
1) Point bearing pile
dimaksudkan kekuatan tiang didasarkan pada daya
dukung tanah (Gambar 2.18). Sering kali didalam perencanaan
didapatkan daya dukung tersebut sangat besar sehingga akhirnya
kekuatan tiang pancangnya sendiri yang lebih menentukan.

Gambar 2.15. Point bearing piles


Bentuk dan material pondasi sumuran :

Gambar 2.23. Bentuk Pondasi Sumuran


2.2.4. Banguan pengaman
Menurut (Siswanto,1993), merupakan bangunan yang diperlukan untuk
pengamanan jembatan terhadap lalu lintas darat, lalu lintas air, penggerusan dan
lain-lain.
Bangunan pelengkap pada jembatan adalah bangunan yang merupakan
pelengkap dari konstruksi jembatan yang fungsinya untuk pengamanan terhadap
struktur jembatan secara keseluruhan dan keamanan terhadap pemakai jalan.
Macam-macam bangunan pelengkap:
3. Talud
Talud mempunyai fungsi utama sebagai pelindung
abutment dari aliran air
sehingga sering disebut talud pelindung terletak sejajar dengan arah arus
sungai.

Gambar 2.26. Talut


4. Lampu penerangan
Menurut Departement Pekerjaan Umum (1992) tentang spesifikasi lampu
penerangan jalan perkotaan, Lampu penerangan jalan adalah bagian dari
bangunan pelengkap jalan yang dapat diletakkan/dipasang di kiri/kanan jalan
dan atau di tengah (di bagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi
jalan maupun ling kungan disekitar jalan yang diperlukan termasuk
persimpangan jalan (intersection), jalan layang (interchange, overpass, fly
over), jembatan dan jalan di bawah tanah (underpass, terowongan).
Beberapa fungsi dari Lampu Penerangan Jalan antara lain :
a. untuk meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengendara, khususnya
untuk mengantisipasi situasi perjalanan pada malam hari.
b. memberi penerangan sebaik-baiknya menyerupai kondisi di siang hari.
c. untuk keamanan lingkungan atau mencegah kriminalitas.
d. untuk memberikan kenyamanan dan keindahan lingkungan jalan.
Bentuk/Dimensi dan Struk-tur Lampu Penerangan Jalan
Lampu Penerangan Jalan berdasarkan Jenis sumber cahaya :

Gambar 2.30. Gambaran umum perencanaan dan penempatan lampu penerangan

Keterangan gambar :
H = tinggi tiang lampu
jalan
L = lebar badan jalan, termasuk median jika ada
e = jarak interval antar tiang lampu
s1+s2 = proyeksi kerucut cahaya lampu
s1 = jarak tiang lampu ke tepi perkerasan
s2 = jarak dari tepi perkerasan ke titik penyinaran terjauh,
i = sudut inklinasi pencahayaan/penerangan
6. Trotoar
Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan
lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan
pejalan kaki yang bersangkutan. Para pejalan kaki berada pada posisi yang
lemah jika mereka bercampur dengan kendaraan, maka mereka akan
memperlambat arus lalu lintas. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama dari
manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari
arus kendaraan bermotor, tanpa menimbulkan gangguan-gangguan yang besar
terhadap aksesibilitas dengan pembangunan trotoar.
3. Jembatan lengkung (arch bridge)
Jembatan lengkung adalah suatu tipe jembatan yang menggunakan prinsip
kestabilan dimana gaya-gaya yang bekerja di atas jembatan di transformasikan
ke bagian akhir lengkung atau
abutment. Sebagaimana dapat dilihat pada
gamabar 2.34. Jembatan Lengkung dapat dibagi menjadi 11 macam yaitu :

Gambar 2.34. Tipe-Tipe Jembatan Lengkung

Jembatan lengkung dapat dibuat dari bahan batu, bata, kayu, besi cor, baja
maupun beton bertulang dan dapat digunakan untuk bentang yang kecil
maupun bentang yang besar. Jembatan lengkung tipe
closed spandrel deckarch
biasa digunakan untuk bentang hanya sekitar 0.5 m sampai 2 m dan biasa
disebut dengan gorong-gorong. Untuk bentang besar jembatan lengkung dapat
digunakan untuk bentang sampai 500 m.
1. Jembatan lengkung - batu (stone arch bridge)
Jembatan pelengkung (busur) dari bahan batu, telah ditemukan pada masa
Babylonia. Pada perkembangannya jembatan jenis ini semakin banyak
ditinggalkan, jadi saat ini hanya berupa sejarah.

Gambar 2.40. Jembatan Pelengkung Dari Batu (Stone Arch Bbridge) Di Minneapolis

2. Jembatan rangka (truss bridge)


Jembatan rangka dapat terbuat dari bahan kayu atau logam. Jembatan rangka
kayu (
wooden truss) termasuk tipe klasik yang sudah banyak tertinggal mekanika
bahannya. Jembatan rangka kayu, hanya terbatas untuk mendukung beban yang
tidak terlalu besar. Pada perkembangannya setelah ditemukan bahan baja, tipe
rangka menggunakan rangka baja, dan dibuat dengan menyambung beberapa
batang dengan las atau baut yang membentuk pola-pola segitiga. Jembatan rangka
biasanya digunakan untuk bentang 20 m sampai 375 m. Ada banyak tipe jembatan
rangka yang dapat digunakan diantaranya sebagai berikut :

Gambar 2.44. Jembatan Rangka Baja Tipe Pratt

3. Jembatan gantung (suspension bridge)


Dengan semakin majunya teknologi dan demikian banyak tuntutan kebutuhan
transportasi, manusia mengembangkan tipe jembatan gantung, yaitu dengan
memanfaatkan kabel-kabel baja. Tipe ini sering digunakan untuk jembatan
bentang panjang. Pertimbangan pemakaian tipe jembatan gantung adalah dapat
dibuat untuk bentang panjang tanpa pilar ditengahnya. Jembatan gantung
merupakan jenis jembatan yang digunakan untuk betang-bentang besar yaitu
antara 500 m sampai 2000 m atau 2 km.

Gambar 2.46. Jembatan gantung


(suspension bridge)

BAB IV
ANALISIS PEMILIHAN
ALTERNATIF JEMBATAN
Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan untuk membangun
berbagai jenis konstruksi jembatan, yang pelaksanaannya menyesuaikan dengan
kebutuhan kondisi setempat. Konstruksi jembatan terdiri dari beberapa tipe,
terutama bangunan/struktur bagian atasnya, sehingga perencana harus dapat
menerapkan salah satu tipe jembatan yang paling sesuai dengan keadaan topografi
lokasinya .
Dalam merencanakan suatu jembatan perlu masukan dari berbagai disiplin
ilmu, agar dapat memperkecil kemungkinan kegagalan dalam perencanaan
maupun pelaksanaan sehingga jembatan yang dirancang harus cukup stabil
,nyaman, ekonomis serta mempunyai nilai estetika. Untuk mendapatkan suatu tipe
jembatan yang sesuai dengan kriteria di atas maka diperlukan beberapa alternatif
tipe jembatan yang ada.
4.1 Pemilihan Tipe Konstruksi Jembatan
4.2. Pemilihan Tipe Konstruksi Bangunan Atas
Dalam merencanakan bangunan atas jembatan dengan bentang 60 meter
ada beberapa tipe konstruksi yang dapat digunakan sebagai alternatif pilihan
sesuai dari tinjauan masing masing aspek, seperti yang disajikan dalam tabel

berikut:
Dalam merencanakan bangunan atas jembatan ada beberapa tipe
konstruksi yang perlu dipertimbangkan untuk dipergunakan pada Jembatan Kali
Tuntang sesuai dengan bentangnya. Beberapa alternatif tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Alternatif I : Konstruksi Jembatan Gantung
2. Alternatif II : Konstruksi Beton Prategang
3. Alternatif III : Konstruksi Rangka Baja

4.3.

Pemilihan Tipe Konstruksi Bangunan Bawah


Abutment/pangkal jembatan
Abutment/pangkal jembatan dapat diasumsikan sebagai dinding penahan
tanah, yang berfungsi menyalurkan gaya vertikal dan horizontal dari bangunan
atas ke pondasi dengan fungsi tambahan untuk mengadakan peralihan tumpuan
dari oprit ke bangunan atas jembatan.
Pangkal tembok penahan
Timbunan jalan tertahan dalam batas-batas pangkal dengan tembok
penahan yang didukung oleh pondasi
Pangkal kolom spill- through
Timbunan diijinkan berada dan melalui portal pangkal yang sepenuhnya
tertanam dalam timbunan. Portal dapat terdiri dari balok kepala dan
tembok kepala yang didukung oleh rangkaian kolom-kolom pada pondasi
atau secara sederhana terdiri dari balok kepala yang didukung langsung
oleh tiang-tiang.
Pangkal tanah bertulang
Ini adalah sistem paten yang memperkuat timbunan agar menjadi bagian
pangkal.

Tabel 5.2 Jenis Pangkal

Dalam perencanaan jembatan Kuripan, digunakan abutment jenis tembok penahan


kontraport, memungkinkan timbunan jalan tertahan oleh tembok penahan. Karena
elevasi jalan lebih tinggi dari elevasi tinggi banjir rencana sehingga perlu
dibangun dinding penahan tanah.
Pondasi jembatan
Alternatif tipe pondasi yang dapat digunakan untuk perencanaan jembatan
antara lain :
Pondasi Telapak/Langsung
Pondasi telapak digunakan jika lapisan tanah keras (lapisan tanah yang
dianggap baik mendukung beban) terletak tidak jauh (dangkal) dari muka tanah.

Dalam perencanaan jembatan pada sungai yang masih aktif, pondasi


telapak tidak dianjurkan mengingat untuk menjaga kemungkinan
terjadinya pergeseran akibat gerusan.
Pondasi Sumuran
Pondasi sumuran digunakan untuk kedalaman tanah keras antara 2-5 m.
pondasi sumuran duibuat dengan cara menggali tanah berbentuk lingkaran
berdiameter > 80 m.
Penggalian secara manual dan mudah dilaksanakan.
Kemudian lubnag galian diisi dengan beton siklop (1pc : 2 ps : 3 kr) atau
beton bertulang jika dianggap perlu. Pada ujung pondasi sumuran dipasang
poer untuk menerima dan meneruskan beban ke pondasi secara merata.
Pondasi Bored Pile
Pondasi bored pile merupakan jenis pondasi tiang yang dicor di tempat,
yang sebelumnya dilakukan pengeboran dan penggalian. Sangat cocok
digunakan pada tempat-tempat yang padat oleh bangunan-bangunan,
karena tidak terlalu bising dan getarannnya tidak menimbulkan dampak
negative terhadap bengunan di sekelilingnya.
Pondasi Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang umumnya digunakan jika lapisan tanah
keras/lapisan pendukung beban berada jauh dari dasar sungai dan
kedalamannya > 8,00 m.
Perencanaan pondasi ditinjau terhadap pembebanan vertikal dan lateral,
dimana berdasarkan data tanah diketahui bahwa lapisan tanah keras berada pada
lapisan dalam. Pondasi dalam (bored pile dan tiang pancang) digunakan bila
lapisan tanah dasar pondasi yang mampu mendukung beban yang dilimpahkan
terletak cukup dalam.
Sesuai dengan data kondisi tanah yang ada berdasarkan hasil sondir dan
boring, lapisan keras > 20 meter dari permukaan tanah dan kedalaman
penggerusan hasil perhitungan pada analisa hidrologi adalah 9,167 meter serta
tingkat kesukaran dalam pelaksanaan, maka rencana pondasi yang paling tepat
untuk kondisi tanah tersebut adalah pondasi tiang pancang.

4.4. Spesifikasi Jembatan


A. Data Perencanaan
Berdasarkan hasil analisa diatas maka diperoleh perencanaan jembatan
Kali Tuntang adalah sebagai berikut :
Bentang jembatan : 60 m
Lebar jembatan : 8 (1 + 6 + 1) meter
Bangunan atas : Konstruksi Rangka Baja Lalu Lintas Bawah

Bangunan bawah : 2 buah abutment


Tipe pondasi : Pondasi Tiang Pancang
B. Penggunaan Bahan
Pada perencanaan Jembatan Kuripan, bahan yang digunakan adalah :
a. Bangunan Atas

Rangka baja mutu BJ 37 dengan


= 160 MPa

Mutu beton pelat lantai fc = 30 MPa


Mutu baja fy = 240 MPa
b. Bangunan Bawah
Mutu beton abutment fc = 30 MPa
Mutu baja fy = 400 MPa
c. Pondasi Tiang Pancang
Mutu beton tiang pancang fc = 30 Mpa
Mutu baja fy = 240 MPa

4.5. Contoh gambar potongan jembatan prategang


LAMPIRAN 1 - Jembatan Prategang
Pelat Trotoar
Balok Girder

Pelat Jembatan
L.1 Jembatan Prategang
Diafragma

LAMPIRAN 2 - Penampang Melintang Jembatan

(a). Penampang melintang Jembatan.

(b). Detai dimensi dan ukuran penampang


1 balok girder.
L.2 Penampang Melintang Jembatan

LAMPIRAN 3
Tulangan Spalling, Splitting, dan Bursting

L.3 Tulangan Spalling, U, dan Bursting

LAMPIRAN 4
Tulangan Utama dan Tulangan Geser Girder

L.4 Tulangan Utama dan Tulangan Geser Girder

LAMPIRAN 5
Tulangan Utama dan Tulangan Geser Diafragma

L.5 Tulangan Utama dan Tulangan Geser Diafragma

LAMPIRAN 6
Detail Potongan a a

L.6 Detail Potongan a a

LAMPIRAN 7
Detail Potongan A A, Potongan B B, dan Potongan C C

L.7 Detail Potongan A A, Potongan B B, dan Potongan C C

LAMPIRAN 8
Detail Potongan D D, Potongan E E, dan Potongan F F

L.8 Detail Potongan D D, Potongan E E, dan Potongan F F

LAMPIRAN 9
Spesifikasi Strassing Anchorage VSL Type EC
Stressing Anchorage VSL Type EC

L.9 Spesifikasi stressing Anchorage VSL Type EC

BAB V
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai