Anda di halaman 1dari 31

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINAWAN

MAKALAH ASPEK DAN PERMASALAHAN


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PADA KEGIATAN PEMBUATAN SEPATU

DISUSUN OLEH :
RIDHO PRATAMA
031211029

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbilalamin,


banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji
hanya layak untuk Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya
yang tiada terkira besarnya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan
judul ASPEK DAN PERMASALAHAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA PADA KEGIATAN PEMBUATAN SEPATU . Dalam penyusunannya, saya
memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan temanteman
yang telah memberikan doa, dukungan dan saran. Dari sanalah semua kesuksesan
ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun
pada langkah yang lebih baik lagi.
Saya berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata ini
berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Jakarta, 7 November 2014


Penyusun

Ridho Pratama

Page | 1

Daftar Isi

Kata Pengantar......................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah...............................................................................3
BAB II Proses Pembuatan Sepatu........................................................................4
2.1 Proses Pembuatan Sepatu..................................................................4
BAB III Identifikasi Permasalahan.......................................................................11
3.1 Indikator Penyebab Kecelakaan Kerja...............................................11
3.2 Permasalahan K3 di Pabrik Sepatu...................................................12
A. Faktor Teknis...........................................................................12
B. Faktor Manusia.......................................................................15
BAB IV Pengelolaan K3 di Pabrik Sepatu..........................................................16
4.1 Peraturan Perundangan Terkait tentang Pabrik Sepatu....................16
4.2 Perencanaan Pengelolaan K3 di Pabrik Sepatu...............................17
A. Penetapan Kebijakan K3........................................................17
B. Perencanaan K3.....................................................................18
C. Pelaksanaan Rencana K3......................................................19
D. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3....................................21
E. Peninjauan dan Peningkatan SMK3.......................................21
4.3 Pengelolaan Organisasi K3 di Pabrik Sepatu....................................21
A. Kebijakan dan Kepemimpinan................................................21
B. Administrasi dan Prosedur......................................................22
C. Panitia Pembina K3................................................................22
Page | 2

D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.

Pembinaan dan Pelatihan.......................................................23


Safe Work Practices................................................................23
Kesehatan Kerja dan Higiene Industri....................................24
Promosi dan Kampanye..........................................................24
Alat Keselamat Kerja..............................................................25
Manajemen Kebakaran...........................................................25
Manajemen Lingkungan-B3....................................................26
Tanggap Darurat.....................................................................26
Audit........................................................................................27

BAB V PENUTUP...............................................................................................28
5.1 Kesimpulan.........................................................................................28
5.2 Saran..................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA

Page | 3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu aspek atau unsur kesehatan
yang erat hubungannya dengan lingkungan kerja dan pekerjaan secara
langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas
tenaga kerja atau pekerja.
Menurut Sumamur, keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang
bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Kesehatan dan kerja sangat erat hubungannya, sebab lingkungan kerja dapat
mempengaruhi kesehatan seseorang. Pekerja mungkin saja terpapar dengan
mesin-mesin berbahaya, bahan kimia berbahaya, ataupun situasi kerja penuh
tekanan.
Oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan kesadaran bagi para pekerja
terhadap kesehatan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan penyakit akibat
kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan aspek penting dalam pekerjaan
atau kegiatan hidup lainnya. Kesehatan kerja selalu dijadikan sebagai bahasan
utama ketika berbicara mengenai pekerjaan. Pekerjaan yang dimaksud adalah
segala usaha yang dilakukan manusia baik yang bersifat formal maupun
informal.
Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja memang sudah seharusnya
dipahami secara umum oleh seluruh pekerja, hal ini dikarenakan K3 memegang
peranan penting dalam pelaksanaan dan peningkatan kerja para pekerja.

Page | 1

Aspek keselamatan kerja memang harus dipahami oleh semua orang sebab
dalam konteksnya, keselamatan kerja ini untuk mencegah terjadinya kejadian
negative/kejadian yang tidak diinginkan dalam kehidupan setiap orang.
Pada aspek kehidupan, kejadian negative atau yang biasa kita sebut dengan
kecelakaan dapat saja terjadi. Hal ini dikarenakan setiap aspek kehidupan
membawa serta ancaman dibalik eksistensinya. Kita harus mewaspadai setiap
kemungkinan yang ada dibalik kondisi yang kita miliki.
Sama halnya pada industri sepatu, berbagai kemungkinan terjadinya kecelakaan
kerja dapat terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan
pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja itu sendiri.
Selain kemungkinan besar terjadinya kecelakaan kerja pada pekerja, penyakit
akibat kerja juga tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada pekerja apalagi
pada industri. Hal ini disebabkan karena pada biasanya mereka bekerja dengan
peralatan peralatan yang berbahaya.
Berdasarkan landasan diatas maka timbul pemikiran dan keinginan untuk
mengobservasi kesehatan dan keselamatan kerja pada industri yaitu industri
sepatu. Selain itu observasi ini juga merupakan salah satu kewajiban untuk
memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Berbagai
Bidang.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui kegiatan atau proses kerja atau suatu operasi yang
ada pada Pabrik Sepatu.
b. Untuk mengetahui permasalahan dan isu-isu K3 yang ada pada Pabrik
Sepatu.
c. Untuk mengetahui program pengelolaan K3 pada kegiatan pembuatan
sepatu.
d. Untuk mengetahui dasar hukum terkait Pabrik Sepatu.
Page | 2

e. Untuk mengetahui rencana pengelolaan dan organisasi pengelolaan K3


yang ada Pabrik Sepatu.

1.3 Rumusan Masah


Berdasarkan latar belakang dan tujuan diatas maka rumusan masalah dari
makalah ini yaitu ;
a. Bagaimana kegiatan atau proses kerja atau suatu operasi yang ada pada
b.
c.
d.
e.

Pabrik?
Apa permasalahan dan isu-isu K3 yang ada pada Pabrik Sepatu?
Apa saja program pengelolaan K3 pada kegiatan pembuatan sepatu?
Apa saja dasar hukum terkait Pabrik Sepatu?
Apa rencana pengelolaan dan organisasi pengelolaan K3 yang ada Pabrik
Sepatu?

BAB II
PROSES PEMBUATAN SEPATU

Page | 3

2.1 Proses Pembuatan Sepatu


Dalam konstruksi sepatu, beberapa manufacture menggunakan istilah-istilah
yang hampir sama yang menunjukkan elemen-elemen sepatu. Anda bisa lihat
gambar berikut :

Elemen Sepatu

Umumnya konstruksi sepatu terbagi menjadi 2 bagian utama, yaitu :


a. Upper
Upper sepatu adalah bagian sepatu yang terdapat di bagian sisi atas,
mulai dari ujung depan sepatu, sisi kanan dan kiri, bagian lidah (tongue)
sampai dengan bagian belakang. Karakteristik dari upper biasanya
berbahan dasar kain sintetic atau kulit (leather) yang telah dirakit dengan
jahitan (stitching process).

b. Bottom
Bagian bottom dari sepatu adalah bagian alas atau bagian bawah dari
sepatu. Biasanya orang menyebut bagian sole. Bottom terdiri dari insole,
midsole dan outsole. Dan ada juga yang menggunakanbahan Pu-Puck
(Polyurethane).
Page | 4

Alur Proses Produksi Sepatu

Berikut adalah penjelasan Flow Chart :


Upper Components Cutting

Page | 5

Cutting process adalah proses pemotongan bahan baku sebelum


dibentuk menjadi upper sepatu. Bahan baku yang berupa kain atau pun
kulit

(leather)

patterns
diperlukan

) yang

dipotong
telah

dalam

membentuk

ditentukan

proses

ini

pola-pola (

sebelumnya.
menggunakan

Cardsboard

Peralatan
mesin

yang
potong

(cutting machine) dan alat potong yang disebut dengan cutting dies
yang bentuk dan ukurannya telah dibuat sesuai dengan pola-pola
potongan yang akan dikerjakan.

Stitching / Sewing

Pada proses ini pola-pola bahan baku yang telah dipotong di cutting
process kemudian dijahit yang kemudian dibentuk menjadi upper
sepatu. Dalam proses penjahitan ini sangat banyak membutuhkan
waktu dalam pengerjaannya. Hal ini dikarenakan tinginya tingkat
kesulitan dalam menjahit dan juga butuh ketelitian yang sangat tinggi.
Potonganpola dijahit satu persatu sehingga membentuk upper sepatu
yang selanjutnya disatukan di proses perakitan.
Page | 6

Outsole Production

Outsole, merupakan Bagian terbawah dari sepatu yang contact dengan


tanah. Karakteristik outsole yang baik antara lain: Cengkeraman (grip),
daya tahan, dan tahan air. Untuk sebuah sepatu, bahan yang
digunakan pada outsole biasanya merupakan gabungan dari beberapa
bahan untuk menyesuaikan dengan model,warna dan fungsi yang
diinginkan, antara lain berbasis plastik, karet/rubber, sponge. masing
masing jenis bahan tersebut juga bervariasi. misalnya untuk plastic ada
jenis TPR, TPU dll.

Insole production

Insole, merupakan bagian dalam sepatu, tepatnya berada di bawah


kaki.

Bahan

yang

dipakai

untuk

insole

sangat

menentukan

kenyamanan saat kita mengenakan sepatu.


Stock Fitting

Page | 7

Beberapa jenis outsole bisa langsung digunakan pada proses


Assembling, namun ada juga beberapa jenis bottom yang harus
melalui proses stock fitting. Proses ini adalah merupakan proses kerja
yang menggabungkan bagian-bagian dari bottom sepatu, yaitu antara
midsole dan outsole sampai terbentuk menjadi bottom sepatu. Midsole
yang berbahan dasar phylon akan digabungkan dengan outsole yang
berbahan dasar karet (rubbersole) dengan cara mengelem/cementing.

Assembly
Pada bagian inilah perakitan sepatu dikerjakan. Bagian-bagian sepatu
yang masih berupa upper dan bottom digabungkan hingga menjadi
bentuk sepatu. Bagian upper yang diproduksi dari divisi stitching
process sebelumnya dan bagian bottom yang diproduksi di divisi
stockfit dirakit dalam proses ini sampai membentuk sepasang sepatu.
Hal-hal penting dalam proses assembling bisa dilihat dalam detail
berikut.
a. Laste

Saat memasuki proses assembling Upper dan Bottom sudah


berupa pasangan atau set, dengan size yang sudah ditentukan.
Untuk membentuk sepatu agar mengikuti kontur kaki digunakan
laste. Setiap Merek memiliki dimensi Laste yang berbeda-beda
meski dengan size yang sama. Sepatu untuk kaki orang asia
tentunya memiliki

laste yang berbeda dengan jenis kaki orang

Eropa.
Page | 8

b. Penyatuan Upper dan Midsole

Beberapa sepatu yang menggunakan Phylon, antara Upper dan


phylon disatukan dengan menggunakan mesin Toelast Healast.
Toelasting machine menyatukan dengan cara pengeleman dan
Press dibagian ujung / Toe. Sedang Healast machine menyatukan
bagian belakang/heal dengan cara yang sama.
Adapula sepatu jenis stroble, jenis ini tidak menggunakan mesin
toelast-healast karena Upper dan midsole disatukan dengan cara di
jahit.
Setelah proses ini, Upper yang didalamnya sudah terdapat laste
dikenakan proses pemanasan / heating agar bahan upper
( leather/synthetic ) tercetak dengan baik sehingga mengikuti kontur
permukaan laste.

c. Treatment Upper Bottom

Sebelum disatukan, permukaan kontak ( contact surface ) Upper


dan Bottom harus di Treatment

terlebih dahulu. Pada dasarnya


Page | 9

treatment ini bertujuan untuk membersihkan contact surface,


membuka pori-pori permukaan bottom dengan penyinaran ultra
violet (UV), cementing, dan Heating.
d. Press
Menyatukan bottom dan upper dengan menggunakan mesin press.
e. Finishing

Proses

ini merupakan akhir dari semua proses produksi yang

dikerjakan. Sepatu hasil produksi dan telah melewati pemeriksaan


quality kemudian akan di-packing ke dalam dus karton sepatu yang
kemudian disimpan di gudang final product.

BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

3.1 Indikator Penyebab Kecelakaan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur (Mangkunegara, 2002).

Page | 10

Keselamatan Kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana


kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan
yang bersangkutan (Sumamur 2001).
Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab kecelakaan
kerja adalah:
A. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang

kurang diperhitungkan keamanannya.


Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.

B. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:


Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik
Pengaturan penerangan.

3.2 Permasalahan K3 di Pabrik Sepatu


A. FAKTOR TEKNIS
1. Pengetahuan Tentang K3
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan bahwa informan mempunyai sedikit pengetahuan tentang
kesehatan dan keselamatan kerja. Tapi karena faktor kebiasaan, hal
tersebut tidak dihiraukan bahkan tidak diaplikasikan.
2. Kondisi Lingkungan Kerja
a. Lingkungan Fisik
Pada Potensial Hazard Lingkungan Fisik yang dapat menimbulkan
penyakit akibat kerja dilihat dari lingkungan fisik potensi yang dapat
menjadi faktor risiko sesuai dengan hasil observasi antara lain :

Tata Ruang

Page | 11

Dengan

tempat industri yang cukup besar tetapi dalam tata

ruang dan penataan perlengkapan kurang maksimal sehingga


hal ini bisa mempengaruhi kenyamanan dan keleluasaan
pekerja.
Lingkungan yang tidak kondusif seperti ini dapat megakibatkan
pekerja sulit mengatur gerak dalam ruangan ditambah lagi
beberapa

barang

pengguntingan,

penyimpanan

dan

meja

tempat

mesin jahit itu sendiri yang ditata kurang

sistematis membuat rungan terlihat sempit.


Ruang kerja yang sempit juga dapat mempengaruhi tingkat
stress pekerja karenan ini dianggap mengancam keamanan dan
kenyamanan mereka dalam bekerja.

Kebisingan
Setelah melakukan observasi di lokasi industri sepatu,

pada

industri ini terdapat 4 mesin jahit yang berjalan dan cukup


menimbulkan suara kebisingan yang dapat mengakibatkan
penurunan kemampuan daya konsentrasi dan daya dengar bila
terjadi dalam waktu yang lama.
Contohnya karena kebisingan, pekerja menjadi tidak konsentrasi
sehingga bisa saja terjadi kesalahan dalam pembuatan sepatu.
Selain itu kemungkinan kecelakaan kerja dapat terjadi sehingga
mengakibatkan luka, baik yang permanen maupun yang tidak.
b. Lingkungan Biologi
Potensial lingkungan biologi pada pekerja adalah dari bahan baku
yang digunakan selama proses kerja seprti bahan imitasi dan bahan
kulit. Didalam serat bahan tidak menutup kemungkinan terdapat
banyak baketri dan jamur yang bersifat

pathogen bagi tubuh


Page | 12

manusia. Oleh sebab itu ini dapat mengakibatkan kemungkinan besar


untuk terinfeksi bakteri dan jamur tersebut.
c. Lingkungan Kimia
Bahan kimia yang terkandung dalam lem yang digunakan pekerja
untuk memasang upper dengan sol sepatu mengakibatkan Dalam
proses produksinya, penggunaan lem yang mengandung bahan kimia
berbahya merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Berdasarkan studi
yang dilkukan oleh Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Fakultas Kesehatan Msyarakat, Universitas Indonesia bekerja sama
dengan Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, diketahui bahwa terdapat
pelarut organik dalam lem berupa toluena lebih dari 70% dan pelarut
benzena sekitar 1-2% (Widjaja, 2008). Kedua pelarut tersebut bersifat
toksik, bahkan

benzena bersifat karsinogen, sehingga kontak

langsung dengan manusia sedapat mungkin harus dihindarkan.


sehingga

dikhawatirkan pekerja dapat terkena dampak kesehatan

seperti sindroma pelarut (pusing, mual, sulit berkonsentrasi), sakit


paru, liver, dan leukemia. Upaya pencegahan dan perlindunan pada
pekerja sangatlah penting dilakukan.

Salah satu upaya untuk

menurunkan

pekerja

risiko

kesehatan

pada

adalah

dengan

melakukan sosialisasi dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan yang


bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai
bahaya kimia pada lem dan cara aman bekerja dengan bahan kimia
lem. Peningkatan pemahaman pekerja tentang bahaya kimia akan
memicu terciptanya perilaku kerja yang aman sehingga dapat
menurunkan risiko munculnya penyakit akibat kerja.
d. Lingkungan Fisiologi
Sikap Tubuh
Para pekerja memang dituntut untuk duduk lebih lama. Kondisi
dominan berada dalam kondisi duduk,
punggung

membungkuk

serta

kepala menunduk,

leher

menekuk

dapat

mengakibatkan penyakit dan kecelakaan kerja.

Page | 13

Misalnya posisi duduk

sekalipun pada saat duduk menurut

tegangan pada kaki rendah, sikap tak alami dapat dihindari,


konsumsi energi terkurangi dan kebutuhan peredaran darah
hanya sedikit (Sastrowinoto, 1985). Akan tetapi untuk posisi
duduk yang keliru dan terlalu lama tanpa adanya refleksi otot
punggung dapat mengakibatkan sakit punggung. Selain itu pada
saat

duduk

otomatis

perut

mengendor

maka

ini

dapat

mengakibatkan gangguan dalam salauran pencernaan dan paruparu.

Penggunaan APD
Pekerja sama sekali tidak menggunakan alat pelindung diri
karena menurutnya hanya dapat memperlambat pekerjaanya dan
mereka jadi terganggu dalam mengerjakan tugasnya. APD yang
harus digunakan pada industri ini adalah:
Masker
Alas kaki
Sarung tangan

Sarana dan Peralatan Kerja


Peralatan kerja yang digunakan pada industri ini seperti palu,
paku, tang, pisau, gunting dapat berpotensi mengakibatkan
kecelakaan kerja terlebih para pekerja juga tidak memakai alat
pelindung diri. seperti gunting tidak dilengkapi dengan pengaman.
dan banyak peralatan peralatan tersebut yang berkeliaran
dilantai sedangkan para pekerja tidak memakai alas kaki.

B. FAKTOR MANUSIA
1. Kesehatan Tenaga Kerja
Dari hasil observasi melihat kesehatan pekerja terlihat baik, tetapi
ketidakpedulian para pekerja terhadap hal hal yang mereka anggap
sepele justru dapat membahayakan kesehatan mereka, seperti pada bau
Page | 14

lem yang mereka hirup terus menerus. Selain itu pada benda benda
tajam yang berserakan yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja.
2. Kesesuaian Sikap, Cara dan Sistem Kerja
Para pekerja pada industri sepatu ini setiap hari sekurang kurangnya
selama 8 jam melakukan pekerjaan dengan duduk, hal ini dapat
menyebabkan beberapa gangguan kesehatan.

BAB IV
PENGELOLAAN K3 DI PABRIK SEPATU

4.1 Peraturan Perundangan Terkait tentang Pabrik Sepatu


a. Pabrik sepatu merupakan salah satu bidang usaha yang bergerak pada
bidang industri tekstil yang disebutkan pada Surat Keputusan Menteri
Perindustrian Indonesia No.19/M/I/1986 tentang klasifikasi Industri, yakni :

Industri kimia dasar: misalnya industri semen, obat-obatan, kertas,

pupuk, dsb.
Industri mesin dan logam dasar: misalnya industri pesawat terbang,

kendaraan bermotor, tekstil dan lain-lain.


Industri kecil: industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak

goreng curah dan lain-lain.


Aneka industri: industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan
lain-lain.

b. Pasal 21 UU Perindustrian

Page | 15

Perusahaan industri mempunyai kewajiban dalam upaya pencegahan


timbulnya

kerusakan

dan

pencemaran

terhadap

lingkungan

hidup

sebagaimana telah diatur dalam Pasal 21 UU Perindustrian yang berbunyi:

Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan


kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan
dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri
yang dilakukannya.

Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan


dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan
penanggulangan

pencemaran

terhadap

lingkungan

hidup

akibat

kegiatan industri.
Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.

c. Pasal 21 ayat (1) UU Perindustrian


Menurut Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU Perindustrian, perusahaan industri
yang didirikan pada suatu tempat, wajib memperhatikan keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam yang dipergunakan dalam proses industrinya
serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan
hidup akibat usaha dan proses industri yang dilakukan. Dampak negatif dapat
berupa gangguan, kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan dan
kesehatan masyarakat di sekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran
tanah, air, dan udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri. Dalam
hal ini, Pemerintah perlu mengadakan pengaturan dan pembinaan untuk
menanggulanginya.
4.2 Perencanaan Pengelolaan K3 di Pabrik Sepatu
Untuk menentukan arah dan batasan alur dari pelaksanaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada sebuah pabrik sepatu ini diperlukan Perencanaan
Pengelolaan K3 yang biasanya dilakukan oleh Sistem Manajemen K3 yang
nantinya akan memberikan keuntungan besar pada pabrik tersebut.
Perencanaan tersebut dapat meliputi :
Page | 16

A. Penetapan Kebijakan K3
Menyebarluaskan kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada seluruh
pekerja. Dalam penyusunan kebijakan K3, pengusaha paling sedikit harus:

Melakukan tinjuan awal kondisi K3 yang, meliputi :


a. Identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko.
b. Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang
lebih baik.
c. Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan.
d. Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang
berkaitan dengan keselamatan.
e. Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
f. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus
menerus.
g. Memperhatikan masukan dari pekerja atau serikat pekerja.
h. Kebijakan K3 paling sedikit harus memuat :
Visi
Tujuan perusahaan
Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan
Kerangka dan program kerja yang mencangkup kegiatan
perushaaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau
operasional.

B. Perencanaan K3
Perencanaan K3 dimaksudkan untuk menghasilkan rencana K3. Rencana K3
ini disusun dan ditetapkan oleh pengusaha dengan mengacu pada kebijakan
K3 yang telah ditetapkan. Dalam menyusun rencana K3 harus melibatkan Ahli
K3, Panitia Pembina K3, wakil pekerja, dan pihak lain yang terkait di
perusahaan.

Dalam

penyusunan

rencana

K3,

pengusaha

harus

mempertimbangkan:
Hasil penelaahan awal.
Identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko.
Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya.
Sumber daya yang dimiliki.
Rencana K3 paling sedikit memuat :

Tujuan dan sasaran


Skala prioritas
Upaya pengendalian bahaya
Penetapan sumber daya
Jangka waktu pelaksanaan
Page | 17

Indikator pencapaian
Sistem pertanggungjawaban
C. Pelaksanaan Rencana K3
Berdasarkan rencana K3 yang telah ditetapkan, dalam pelaksanaannya
pengusaha didukung oleh SDM di bidang K3, sarana dan prasarana. SDM
yang dimaksud harus memiliki:

Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat.


Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan ijin kerja dan/atau
surat penunjukan dari instansi yang berwenang.

Sarana dan prasana yang dimaksud minimal harus terdiri :

Organisasi atau unit yang bertanggungjawab di bidang K3.


Anggaran yang memadai.
Prosedur
operasi/kerja,
informasi,
dan
pelaporan

pendokumentasian.
Instruksi kerja.

serta

Syarat minimal kegiatan pelaksanaan rencana K3 harus meliputi :

Tindakan pengendalian
Perancangan dan rekayasa
Prosedur dan instruksi kerja
Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
Pembelian/pengadaan barang dan jasa
Produk akhir
Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri
serta rencana pemulihan keadaan darurat (dilaksanakan berdasarkan
potensi bahaya, investigasi, dan analisa kegiatan).

Pelaksanaan rencana K3 berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian, dan


pengendalian risiko yakni :
a. Menunjuk SDM yang berkompeten dan berwenang di bidang K3.
b. Melibatkan seluruh pekerja.
c. Membuat petunjuk K3 yang harus dipatuhi oleh semua penghuni
perusahaan.
d. Membuat prosedur informasi yang harus dikomunikasikan ke semua
pihak dalam perusahaan dan pihak luar yang terkait.
e. Membuat prosedur pelaporan yang terdiri:
Terjadinya kecelakaan di tempat kerja.
Page | 18

Ketidaksesuaian dengan peraturan perundang-undangan dan/atau

standar.
Kinerja K3.
Identifikasi sumber bahaya.
Dokumen lain yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-

undangan.
Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang dilakukan terhadap:
Peraturan perundang-undangan dan standar di bidang K3.
Indikator kinerja K3.
Izin kerja.
Hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko.
Kegiatan pelatihan K3.
Kegiatan inspeksi, kalibrasi, dan pemeliharan.
Catatan pemantauan data.
Hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut.
Identifikasi produk terhadap komposisinya.
Informasi pemasok dan kontraktor.
Audit dan peninjauan ulang SMK3.
Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan
independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan
untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan
dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan.

D. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3


Kegiatannya melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit internal
SMK3 dilakukan oleh SDM yang kompeten, jika tidak memiliki SDM yang
kompeten dapat menggunakan jasa pihak lain. Hasil pemantauan dan
evaluasi kinerja K3 dilaporkan kepada pengusaha dan digunakan untuk
melakukan tindakan perbaikan yang dilakukan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
E. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3
Fungsinya untuk menjamin kesesuaian dan efektivitas penerapan SMK3 yang
dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja dalam hal:
Terjadi perubahan peraturan perundang-undangan.
Adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar.
Adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan.
Terjadi perubahan struktur organisasi.
Adanya perkembangan IPTEK, termasuk epidemiologi.
Adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja.
Adanya pelaporan.
Page | 19

Adanya masukan dari pekerja.

4.3 Pengelolaan Organisasi K3 di Pabrik Sepatu


A. Kebijakan dan Kepemimpinan
Tujuan

:
Menetapkan kebijakan K3 yang

didukung oleh

komitmen semua unsur dalam perusahaan dan


diimplementasikan dalam setiap kegiatan.

Implementasi

Mengembangkan dan menetapkan kebijakan HSE


dari manajemen puncak baik ditingkat korporat

maupun unit usaha atau lokasi kegiatan.


Mensosialisasikan,
mengkomunikasikan
menterjemahkankebijakan

HSE

dalam

dan
setiap

kebijakan organisasi.
Membudayakan kebijakan HSE di seluruh kalangan
dan tingkatan.

B. Administrasi dan Prosedur


Tujuan

:
Meletakkan landasan operasional bagi usaha HSE
dalam perusahaan.

Implementasi

Adanya organisasi HSE yang mantap.


Adanya kebijakan Manajemen terhadap HSE.
Tersedianyanya SDM untuk mengelola HSE.
Ditetapkannya prosedur, peraturan, dan pedoman

kerja dalam bidang HSE dalam perusahaan.


Adanya Sistem Manajemen HSE yang terintegrasi.

C. Panitia Pembina K3
Tujuan

:
Page | 20

Mengembangkan keterlibatan semua unsur dalam

program HSE.
Membantu Manajemen dalam mengimplementasikan
program HSE dalam perusahaan.

Implementasi

Membentuk komite HSE dalam setiap unit kegiatan.


Menyelenggarakan kegiatan Komite HSE secara
berkala dengan melibatkan semua unsur terkait

dalam perusahaan.
Menyelenggarakan rapat Panitia secara berkala dan
memberikan masukan kepada manejemen tentang
upaya peningkatn HSE dalam perusahaan.

D. Pembinaan dan Pelatihan


Tujuan

Untuk meningkatkan kesadaran dan budaya HSE


pada pekerja dan seluruh pihak yang terlibat dalam

operasi perusahaan.
Meningkatkan kualitas manusia sebagai pelaksana
asepek HSE.

Implementasi

Melakukan Program pelatihan HSE.


Melakukan promosi HSE (Safety Promotion).
Melaksanakan Job Safety Analisys.
Mengembangkan komite HSE sebagai wadah peran
serta pekerja.

E. Safe Work Practices


Tujuan

Memastikan bahwa semua kegiatan dan pekerjaan


dijalankan dengan cara yang aman dan sesuai

dengan persyaratan.
Memastikan bahwa aspek HSE mendapat perhatian

dan pertimbangan dalam melakukan setiap kegiatan.


Mengembangkan safe work practices untuk semua
kegiatan berbahaya.

Page | 21

Implementasi

:
Mengembangkan,

mengkomunikasi

dan

mengimplementasikan semua safe work practices


sesuai dengan kebutuhan misalnya :
Welding and cutting
Permit system
Confined space
Start up and shut down etc

F. Kesehatan Kerja dan Higiene Industri


Tujuan

Mencegah dan menghindarkan terjadinya penyakit

akibat kerja di lingkungan perusahaan


Memastikan bahwa lingkungan kerja telah memenuhi
persyaratan bagi pekerja

Implementasi

:
Mengembangkan program higiene industri yang baik dan

efektif seperti ergonomi, kebisingan dll


Melakukan pemantauan dan penanganan semua potensi
penyakit akibat kerja

G. Promosi dan Kampanye


Tujuan

:
Memastikan bahwa semua pihak telah memahami
dan menyadari pentingnya HSE dan budaya K3
melalui aktivitas promosi K3 dan kampanye lainnya.

Implementasi

Mengembangkan

program

promosi

HSE

dan

menerapkannya dalam operasi.

Page | 22

Melakukan kegiatan kapany HSE untuk meningkatkan

kesadaran dan awarenesss emua pihak.


Mengembangkan program-program kampenye HSE
sepertu buletin, poster, rambu-rambu dan bentuk
lainnya.

H. Alat Keselamat Kerja


Tujuan

:
Melindungi pekerja dari sumber bahaya melalui
penyediaan alat keselamatan yang sesuai.

Implementasi

Penyediaan alat keselamatan yang sesuai.


Pemantauan penggunaan alat keselamatan.

I. Manajemen Kebakaran
Tujuan

:
Untuk mengelola potensi bahaya kebakaran sejak
tahap pencegahan, pendeteksian, penanggulangan
dan rehabilitasinya.

Implementasi

:
Memberlakukan sistem Manajemen Kebakaran yang
baik yang meliputi elemen sebagai berikut :

Komitmen
Organisasi dan administratip
Identifikasi Bahaya Kebakaran
Tinjauan Rancang bangun
Pembinaan dan Pelatihan
Proteksi Kebakaran
Inspeksi Kebakaran
Tanggap darurat
Penyelidikan Kebakaran
Audit Kebakaran

J. Manajemen Lingkungan-B3
Tujuan

Page | 23

Mengelola

semua

bahan

B3

yang

digunakan,

dihasilkan dan dipasarkan perusahaan dengan aman

dan selamat.
Melindungi tenaga kerja, lingkungan dan masyarakat
luas dari dampak penggunaan bahan B3.

Implementasi

Menidentifikasi

perusahaan.
Melakukan pengelolaan B3 dengan cara yang benar

dan aman.
Menetapkan prosedur pengelolaan B3.
Mengikuti Program PROPER di seluruh

semua

B3

yang

ada

dalam

lokasi

kegiatan.

K. Tanggap Darurat
Tujuan

Meyakinkan bahwa semua keadaaan darurat dapat

diatasi dengan cepat, tepat dan aman.


Menekan kerugian akibat kejadian

diinginkan

dengan

mungkin.
Menjamin

Koordinasi

yang

menanggulanginya
dalam

tidak
sedini

penanggulangan

keadaan darurat.
Implementasi

Prosedur Keadaan Darurat Kebakaran.


Prosedur Keadaan Darurat Kecelakaan/Disaster.
Prosedur Keadaan Darurat Pencemaran/tumpahan
minyak.
Page | 24

L. Audit
Tujuan

Implementasi

Prosedur keadaan Darurat Kegagalan Tenaga.

Untuk mengetahui adanya penyimpangan dalam

pelaksanaan HSE.
Untuk mengetahui

perusahaan dalam menerapkan HSE.


Sebagai dokumen otentik untuk menghadapi klaim

pihak ketiga.
Dasar pemberian Penghargaan HSE.

kelemahan

dan

kelebihan

Audit Keselamatan (Safety Audit)


Audit Lingkungan (Environmental Audit)
Audit Kebakaran ( Fire Audit)
Audit Kesehatan Kerja

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di industri khususnya di
industri sepatu dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki
pekerja di industri ini masih kurang memadai karena pekerja hanya sedikit
memperhatikan tentang kesehatannya saja tanpa memperhatikan aspek
keselamatannya.
2. Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa
potensial hazard. Seperti ; potensial hazard lingkungan fisik (panas),
potensial hazard lingkungan fisiologis ( ergonomi ), serta potensial hazard
lingkungan biologi (debu dan mikroorganisme)
3. Pada penggunaan Alat Pelindung Diri, tidak digunakan karena faktor
kebiasaan.
4. Pencegahan / pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu jika
pekerja merasa sudah lelah dia berhenti bekerja kemudian beristirahat
sejenak.Ini dapat mengurangi risiko kecelakaan kerja akibat kelelahan.
5.2 Saran

Page | 25

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di industri khususnya di


industri sepatu diberikan saran sebagai berikut :
1. Pemerintah agar lebih memperhatikan dan menegaskan kepada pengusaha
industri tentang penerapan aspek kesehatan dan keselamatan kerja di
industri tekstil ataupun indusri lainnya.
2. Pengusaha harus mengimplementasikan aspek penerapan kesehatan dan
keselamatan kerja di perusahaannya agar tingkat kecelakaan kerja yang
menimbulkan PAK ataupun Loss sehingga nantinya tidak ada yang merasa
dirugikan.

Page | 26

Daftar Pustaka

http://k3tium.wordpress.com/2012/10/22/penerapan-k3-pada-industri-sepatu/
http://dedylondong.blogspot.com/2012/10/bagaimana-proses-pembuatan-sepatushoes.html
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Perindustrian
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Pdf-kesehatan dan keselamatan kerja-sektor informal
MODUL HSE MANAGEMENT PROGRAM SOEHATMAN RAMLI

Anda mungkin juga menyukai