Anda di halaman 1dari 44

KAJIAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

DALAM KEGIATAN PERTAMBANGAN DI PT ANTAM Tbk. UBPE


Pongkor,BOGOR JAWA BARAT

DISUSUN OLEH :

NAMA : ADRIANSYAH
NIM : 22117040

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari,10 november 2023

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.....................................................................................1
1.2 TUJUAN....................................................................................................3
1.3 MANFAAT.................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................5
2.1 PENGERTIAN/DEFINISI............................................................................5
2.2 PERENCANAAN DAN OPERASI TAMBANG...............................................6
2.3 MASALAH K3 DIOPERASI TAMBANG INDONESIA....................................8
2.4 PERATURAN&PERUNDANGANK3 DIPERTAMBANGAN(TERUPDATE)......11
2.5 SISTEM MANAJEMEN
K3........................................................................12
2.6 MANAJEMEN
DARURAT..........................................................................12
BAB III METODOLOGI...............................................................................................16
3.1 WAKTU
PRNRLITIAN.....................................................................................16
3.2 LOKASI DAERAH PENELITIAN
(PETA )............................................................16
3.3 METODEYANGDIGUNAKAN(JENISPENELITIAN,ALLATDAN
BAHAN,PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN (ANALISS)
DATA )..........16
3.4 BAGAN ALIR
PENELITIAN..............................................................................19
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHASAN.............................................................................20
4.1 DESKRIPSI KEGIATAN PENAMBANGAN DI PT ANTAM Tbk. UBPE
pongkor....20

iii
4.2 PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
(K3) DI PT ANTAM Tbk.
Pongkor .........................................................................21
4.3 JUMLAH DAN PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN KERJA DI PT ANTAM
Tbk.
Pongkor..............................................................................................................23
BAB V PENUTUP.......................................................................................................32
5.1 KESIMPULAN................................................................................................32
5.2 SARAN..........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................34

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG
Di setiap negara di seluruh dunia, pemerintahannya senantiasa
meningkatkan persyaratan kualitas, kesehatan, dan keselamatan di beberapa
pekerjaan. Beberapa organisasi di kawasan Amerika, Eropa, dan Asia Pasifik telah
berupaya untuk mengadopsi praktik manajemen keselamatan yang ketat untuk
pengelolaan bahaya dan risiko serta untuk mengatasi masalah dan kecelakaan
kerja. Salah satu perusahaan tambang emas di Indonesia adalah PT ANTAM Tbk,
yang salah satu unit bisnisnya ialah penambangan emas atau biasa dikenal dengan
Unit Bisnis Penambangan Emas (UBPE) PT Antam Tbk. Pada hakikatnya, bisnis di
bidang pertambangan merupakan jenis usaha yang beresiko tinggi serta padat
modal.
Praktik manajemen keselamatan membantu organisasi maupun
perusahaan untuk mengelola risiko keselamatan dan kesehatan, dan mematuhi
undang-undang keselamatan dan kesehatan. Kebijakan keselamatan yang tidak
efektif dapat berkontribusi terhadap penyebab kecelakaan. Oleh karena itu perlu
bagi sebuah organisasi atau instansi untuk menginstal seperangkat praktik
manajemen keselamatan dan untuk mampu mengantisipasi potensi risiko.
Sementara beberapa organisasi juga mengadopsi standar keselamatan
internasional dan nasional sebagai panduan untuk mengembangkan sistem
manajemen keselamatan sendiri.

iv
Pelaksanaan system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
pertambangan merupakan bagian dari tujuan perusahaan. Tujuan tersebut juga
senantia harus diimplementasikan dalam setiap tahapan penambangan dan oleh
setiap orang yang memasuki wilayah Izin usaha pertambagan. Banyak kecelakaan
dan insiden di lokasi
tambang memiliki faktor penyebab sementara terdapat aturan yang
seharusnya ada untuk mencegah terjadinya insiden tersebut. Penyebabnya
meliputi kurangnya kesadaran atau pemahaman, ketidaktahuan, atau
pelanggaran yang disengaja. Untuk lebih memahami alasan mengapa
kecelakaan kerja masih terjadi, perlu untuk menganalisis kondisi tersebut.
Pelaksanaan keselamatan kerja terletak bagaimana pada perubahan yang
dilakukan pada system dan prosedur, bukan tentang mendapatkan orang untuk
percaya bahwa keselamatan adalah penting, sayangnya, meskipun hal ini sering
disampaikan.
Sebagai perusahaan yang berbasis sumber daya alam, ANTAM
menyadari sumber daya manusia merupakan aset terpenting bagi Perusahaan
sehingga Keselamatan Pertambangan menjadi tanggung jawab utama bagi
perusahaan. Setiap perusahaan senantiasa berkomitmen untuk mewujudkan zero
fatality dalam menjalankan keselamatan pertambangan di wilayah operasional
Perusahaan secara benar dan sesuai standar peraturan yang berlaku.
Wajibnya perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan untuk
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja Pertambangan (SMKP)
disemua proses yang ada dalam suatu organisasi yang diatur di dalam peraturan
terbaru yaitu KEPMEN ESDM No 1827K/30/MEM/2018 tentang pedoman
pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik, demi meningkatkan mutu
manajemen keselamatan kerja di berbagai perusahaan. Pada hakekatnya
keselamatan kerja harus mengadakan pengawasan terhadap manusia (man), alat-
alat atau bahan-bahan (materials), mesin-mesin (machines), dan metode kerja
(methods) serta lingkungan (environments).
Sama halnya dengan sistem manajemen lainnya, dimana sistem
manajemen ini dapat diintegrasikan ke dalam sistem manajemen operasional
yang ada di organisasi atau perusahaan. SMKP memberikan kemudahan dalam
mengenali situasi dan kondisi aktual lapangan. Informasi langsung dari pekerja dan
pihak perusahaan sangat perlu untuk mempermudah proses identifikasi,
sehingga komunikasi antara pekerja dan pihak perusahaan akan terjalin dengan
baik. Syarat K3 ini harus ada di dalam setiap perencanaan, pembuatan, produksi,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan, penyimpanan bahan, dan yang lainnya yang dapat menimbulkan

v
bahaya kecelakaan di tempat kerja. Sistem manajemen ini merupakan standar
yang dibuat dalam skala nasional.
Industri pertambangan juga merupakan Industri yang memilik
karakteristik dan sifat khusus dalam kegitan operasionalnya yang memiliki
tingkat resiko tinggi, untuk itu diperlukan juga manajemen K3 yang khusus pula.
ciri-ciri khusus dalam kegiatan pertambangan antara lain adalah:
1) Daerah operasi yang jauh dari sarana umum dan kemudahan lainnya.
2) Memerlukan Teknologi yang canggih dan Investasi yang sangat besar serta
peralatan-peralatan khusus.
3) Memerlukan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
khusus.
PT Antam (Persero) Tbk. UBPE Pongkor memperkerjakan kurang lebih
16 kontraktor dengan jumlah seluruh tenaga kerjanya sebanyak 1462 pekerja
dimana pekerja UBPE Pongkor pada April 2018 berjumlah 692 pekerja (Data
Jumlah Pekerja PT Antam (Persero) Tbk. UBPE Pongkor April 2018).
Terjadinya kecelakaan kerja di sekitar area penambangan tidak terlepas dari
dua faktor yang menjadi penyebabnya. Yaitu kondisi tidak aman dan tindakan tidak
aman[10]. Kondisi tidak aman merupakan faktor eksternal dalam kecelakaan kerja.
Lingkungan kerja yang tidak memadai memiliki potensi bagi timbulnya
kecelakaan kerja. Sementara itu tindakan tidak aman merupakan faktor yang
diakibatkan oleh subjek itu sendiri, yaitu pekerja. Faktor kondisi fisik seperti
kelelahan pekerja dapat menurunkan kinerja system keselamatan kerja dalam
rangka mengantisipasi resiko kecelakaan tambang yang dapat menyebabkan
kerugian bagi perusahaan dan menurunkan efektifits operasional perusahaan.

1.2 TUJUAN
Tujuannya kegiatan ini adalah untuk mengetahui proses produksi di PT
ANTAM Tbk. UBPE pongkor.untuk mengetahui faktor bahya dan potensi di PT
Aneka Tambang Tbk.Unit bisnis pertambangan emas pongkar ( PT ANTAM
Tbk.UBPE pongkar),untuk mengetahui gambaran umum pelaksanaan K3 di
PT.ANTAM Tbk. EBPE pongkar.

1.3 MANFAAT
1. bagi mahasiswa
a. Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan tentang penerapan K3
khususnya di pertambangan.

vi
b. Mampu mengkaplikasikan berbagai teori yang didapatkan selama
perkuliahan.
c. Mampu mengembangkan pengalaman bekerja dalam tim (team work)
untuk memecahkan berbagai masalah K3.
2. bagi perusahaan
Sebagai pembanding dalam masukan terhadap upaya penanganan K3 dan
penerapan higiene perusahan,sehingga efisiensi dan efektifitas perusahan dapat
dipertahankan dan ditingkatkan.
3. bagi program DIV kesehatan kerja FK UNS
Memberikan tambahan wawasan dan informasi tentang perkembangan penerapan
K3 di perusahaan dengan membandingkan antara teori dengan kenyataan yang
ada
Terbinanya suatu jalinan kerja sama yang berkelanjutan dengan institusi
magang dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan anatara
substansi akademik dengan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang
kompotitif

vii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
a. pengertian keselamatan dan kesehatan kerja
Secara umum keselamatan dan kesehatan kerja adalah bidang yang
berkaitan dengan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan orang-orang yang
bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek. Keselamatan dan kesehatan
kerja adalah kondisi kerja yang sehat dan aman baik bagi pekerja, bagi
perusahaan, bagi masyarakat bagi lingkungan sekitar. (Candrianto, 2020). Menurut
pendapat Sinambela (2017) keselamatan dan kesehatan kerja adalah bidang
yang berkaitan dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang
bekerja disebuah organisasi atau lokasi proyek.
Keselamatan kerja diartikan sebagai sebuah usaha dalam melakukan
pekerjaan tanpa mengakibatkan kecelakaan, atau menciptakan lingkungan kerja
yang aman dan bebas dari resiko bahaya disamping tercapainya hasil yang
menguntungkan (Candrianto, 2020). Keselamatan adalah merujuk pada
perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait
dengan pekerjaan (Mangkunegara, 2002). Selanjutnya Emed (2016)
mengungkapkan bahwa keselamatan kerja merupakan keselamatan yang
berhubungan dengan aktivitas pekerjaan manusia baik pada industri
manufaktur maupun industri jasa.

viii
Sementara itu, kesehatan kerja adalah keadaan bebas dari gangguan fisik
dan psikis yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Risiko kesehatan dapat
ditimbulkan dari faktor-faktor di lingkungan kerja yang melebihi jangka waktu yang
ditentukan dan lingkungan yang menyebabkan stres atau gangguan fisik
(Megginson dalam Emed, 2016). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Zainal
(2015) bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah kondisi fisiologis, fisik
dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang
disediakan oleh perusahaan jika sebuah perusahaan menerapkan langkah-
langkah keselamatan dan kesehatan kerja yang efektif maka lebih sedikit pekerja
yang menderita cedera atau penyakit jangka pendek maupun panjang, akibat
dari pekerjaan mereka di perusahaan.
b. Pengertian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah
sistem pengelolaan K3 dalam sebuah perusahan agar mencapai hasil yang efektif
untuk mencegah kecelakaan dan efek lain yang merugikan. Menurut Wilson
(2012), SMK3 terdapat pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor PER.
05/MEN/1996 Pasal 1, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,
proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam rangka pengendalian bahaya yang berkaitan dengan kegiatan guna
tercapainya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

2.2 PERENCANAAN DAN OPERASI TAMBANG


2.2.1. Perencanaan Tambang
Tambang open pit merupakan metode operasional dari tambang terbuka
yang berkonsep sederhana tetapi kompleks dalam hal biaya dan efisiensi sehingga
perlu direncanakan secara hati-hati dan dilaksanakan dengan menjaga unit biaya
seminimal mungkin. Perencanaan tambang adalah penentuan persyaratan teknik
pencapaian sasaran kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan dalam berbagai
macam anak kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan dan sasaran
kegiatan. Menurut Atkinson (1983), terdapat beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam perencanaan awal, antara lain:
1. Faktor geologi dan alam: kondisi geologi, jenis dan kadar bijih, kondisi hidrologi,
topografi, karakteristik metalurgi, iklim, dan variabel lingkungan di site.

ix
2. Faktor ekonomi : kadar bijih, tonase bijih, stripping ratio, cutoff grade, biaya
investasi, margin profit yang diinginkan, tingkat produksi, biaya smelting, dan
kondisi pasar.
3. Faktor teknologi : peralatan, kemiringan pit, tinggi jenjang, kemiringan jalan,
batas wilayah, pilihan transportasi, dan batas pit.
Tim perencanaan tambang akan berusahan untuk mengoptimalkan desain pit
berdasarkan faktor teknologi. Faktor-faktor lain sebagian besar melebihi 15 kontrol
sehingga menjadi bagian batasan. Banyak variabel yang harus dipertimbangkan
dalam perencanaan agar bijih dapat diproduksi seawal mungkin dan
tahapanyannya dapat dikerjakan tanpa menggangggu produksi atau cash flow.
Umumnya terdapat tiga metode dalam perencanaan tambang yang banyak dipakai
oleh perusahaan yaitu:
1. Perencanaan Tambang Jangka Panjang
Istilah ini digunakan sebagai rencana penggalian tambang secara umum
dengan menekankan kepada umur tambang atau bagian besar tambang. untuk
mencapainya, tambang dievaluasi dengan membagi cadangan menjadi blok
geometri yang relatif besar dan memberikan nilai kadar bijih untuk setiap blok.
Tahapan penambangan yang memungkinkan kemudian dianalisis untuk
menetapkan batasan pit keseluruhan dan tahapan penambangan secara kasar.
Perencanaan jangka panjang dapat mengubah umur tambang berdasarkan kondisi
pasar dan teknologi, sehingga rencana jangka panjang perlu diperbarui secara
berkala. Biasanya rencana jangka panjang dihasilkan dari evaluasi beberapa batas
pit yang mungkin dengan menggunakan kadar bijih yang ditentukan dari data
lubang bor saat eksplorasi. Penentuan secara ekonomi dari maksimum stripping
ratio yang diperbolehkan umumnya digunakan untuk menentukan batasan pit
(Pana dan Davey, 1973).
Rasio ini hanya ditentukan berdasarkan nilai ekonomi, batas akhir pit
ditentukan dengan melihat dimana nilai breakeven terjadi yaitu saat margin profit
bernilai nol.Saat ini rencana jangka panjang umumnya dihasilkan dari software
komputer yang secara hati-hati mengevaluasi semua blok bijih dari cadangan dan
ditentukan mana yang paling menguntungkan.
2. Perencanaan Tambang Jangka Pendek
Setelah rencana jangka panjang tambang selesai dibuat, umumnya dibuat
beberapa rencana jangka pendek sebagai panduan jelas dalam proses
penambangan (Pana dan Davey, 1973). Umumnya rencana jangka pendek
merupakan suatu skema tahapan penambangan dari blok-blok bijih dan
overburden untuk ditambang hingga 10 bulan ke depan atau beberapa tahun ke

x
depan. Dalam perencanaan ini lebih memperhatikan pada penentuan kadar dan
sifat metalurgi dari blok bijih dan waste. Ukuran blok yang lebih kecil normalnya
digunakan dalam tahap ini, tambahan data lubang bor juga dapat digunakan untuk
mendapatkan estimasi kadar yang lebih baik. Penentuan kadar secara
komputerisasi normal digunakan, dan geostatistik memegang peranan penting
dalam mengestimasi kadar blok.
3. Penjadwalan Produksi
Meskipun tidak ada definisi yang digunakan secara universal mengenai
bagaimana penjadwalan produksi berbeda dari perencanaan tambang jangka
pendek. Istilah penjadwalan produksi umumnya digunakan untuk menentukan
peralatan produksi dari blok-blok dari pit dengan dasar jam ke jam atau shift ke
shift. Normalnya penjadwalan produksi digambarkan untuk periode kurang dari
sebulan, dengan menekankan apa yang harus 17 dicapai dalam beberapa shift
kedepan. Rencana produksi harus dikerjakan dengan batasan dari perencanaan
jangka pendek dan diperbaharui setiap hari atau lebih sering untuk
mengakomodasi perubahan dari ketersediaan peralatan dan blok-blok bijih dan
waste baru yang disiapkan untuk ditambang (Kim, 1979). Saat ini penjadwalan
produksi jauh lebih berguna dari sebelumnya karena kemampuan perusahaan
tambang untuk memisahkan material yang ditambang dalam blok menjadi
beberapa produk untuk diangkut ke tempat berbeda.
2.2.2. Operasi Tambang
Dengan operasi pertambangan, mineral dan logam sering pecah menjadi
tempat penyimpanan informasi, mendapatkan visibilitas penuh bisa menantang.
Pengoptimalan rantai nilai Anda membutuhkan wawasan real-time dan
kemampuan untuk bertindak. Pusat Operasi Terintegrasi kami memberikan
kesederhanaan dan membebaskan potensi kolaborasi yang kuat. Mendapatkan
ketahanan melalui kegiatan penambangan, mineral, dan logam yang efisien dan
berkelanjutan dengan operasi terpadu secara digital.

2.3 MASALAH K3 DI OPERASI TAMBANG DI INDONESIA


Kecelakaan adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak direncanakan,
tidak diinginkan atau tidak dikontrol dan dapat terjadi di mana saja, kapan saja
yang disebabkan oleh suatu tindakan tidak aman (Unsafe Act) ataupun kondisi
yang tidak aman (Unsafe Conditio) yang dapat menyebabkan cidera/luka
seseorang dan kerusakan peralatan/mesin serta kerugian biaya akibat terhentinya
proses produksi. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi NO.
1827.K/30/MEM/2018 yang dimaksud dengan kecelakaan tambang adalah
kecelakaan yang harus memenuhi 5 (lima) unsur sebagai berikut:

xi
1. Benar – benar terjadi, yaitu tidak diinginkan, tidak direncanakan, dan tanpa
unsur kesengajaan
2. Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang-orang yang diberi izin oleh
Kepala Teknik Tambang (KTT) atau Penanggung Jawab Teknik dan Lingkungan (PTL).
3. Akibat kegiatan usaha pertambangan atau pengolahan dan/atau pemurnian
atau akibat kegiatan penunjang lainnya
4. Terjadi pada jam kerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang
yang diberi izin.
5. Terjadi didalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek
kecelakaan menimbulkan kerugian-kerugian baik kecil maupun besar yang
berdampak pada suatu perusahaan. Bentuk kerugian yang terjadi sebagai berikut
sebagai berikut :
a. Cidera fisik (Physical Injury)
b. Penyakit akibat kerja (Occupation pllness)
c. Kerusakan harta benda (Property damage).
d. Proses produksi atau hasil (Process or product)
Berdasarkan Kepmen 1827K/MEM/2018 Kecelakaan tambang digolongkan dalam
sebagai berikut :
1. Cidera ringan
Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak
mampu melakukan tugas semulah lebih dari satu (1) hari dan kurang dari tiga (3)
minggu, termaksud hari minggu dan hari libur.
2. Cidera berat
a) Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerjaan
tambang tidak mampu melakukan tugas semulah lebih dari tiga (3)
minggu, termaksud hari Minggu dan hari-hari libur lainya.
b) Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang
cacat tetap (individu) yang tidak mampu melanjutkan tugasnya semulah.
c) Cidera akibat kecelakaan tidak tergantung dari lamanya pekerja tambang
tidak tergantung dari lamanya pekerja tambang tidak mampu
melaksanakan tugas semulah, tetapi mengalami cidera seperti di bawah ini:
 1.Keretakan tengkorak kepala, tukang punggung, pinggul, lengan bawah,
lengan atas, paha dan kaki.
 2.Pendarahan di dalam, atau pingsan disebabkan kurang oksigen.

xii
 3.Luka berat atau luka terbuka/terkoyak yang dapat mengakibatkan
ketidak mampuan tetap.
 4.Persendi yang lepas di mana sebelumnya belum pernah terjadi
Kecelakaan pada pertambangan umumnya terbagi atas dua (2) yaitu
accident
 dan incident. Kerugian yang berkaitan dengan terjadinya accident pada
manusia 24
seperti: kematian, luka berat, patah tulang, atau cidera lainya. Namun kerugian
dapat juga menimpa apa saja selain manusia seperti: kekayaan/aset, kerusakan
peralatan, kehilangan waktu kerja, berkurangnya kualitas kerja, hilangnya atau
berkurangnya minat kerja, turunya citra perusahaan atau bahkan sada suatu
kebangkrutan suatu perusahaan. Perbedaan incident adakah ada atau
tidaknya kerugian (loss). Accident selalu disertai dengan timbulnya kerugian,
sedangkan incident tidak disertai dengan kerugian. Incident adalah mirip dengan
accident, namun bedanya adalah incident tidak disertai dengan kerugian yang
termaksud kedalam kategori incident adalah: hapir celaka (nearmiss), dan
kejadian-kejadian berbahaya. Penyebab utama kecelakaan adalah disebabkan oleh:
1. Tindakan tidak aman
Yaitu tindakan tidak aman yang berhubungan dengan tingkah laku para pekerja
dalam melaksanakan pekerjaan pertambangan.
2. Kondisi tidak aman
Yaitu kondisi tidak aman yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja
atau peralatan yang digunakan dalam pekerjaan pertambangan.
Terjadinya kecelakaan merupakan landasan dari manajemen keselamatan
kerja, oleh karenanya usaha keselamatan kerja diarahkan untuk mengendalikan
sebab terjadinya kecelakaan kecelakaan, untuk dapat memahami dengan baik
sebab terjadinya kecelakaan kerja, maka manajemen dituntu memahami sumber
terjadinya kecelakaan. Dalam kaitanya dengan manajemen keselamatan kerja,
sebab kecelakaan dapat bersumber dari empat kelompok besar, yaitu:
a. Faktor lingkungan
Faktor ini berkaitan dengan kondisi di tempat kerja, yaitu:
1) Keadaan lingkungan kerja
2) Kondisi proses produksi
b.Faktor alat kerja

xiii
Bahaya yang ada dapat bersumber dari peralatn dan bangunan tempat
kerja yang salah dirancang atau salah pada saat pembuatan serta terjadinya
kerusakan- kerusakan yang diakibatkan oleh seorang perancang. Selain itu,
kecelakaan juga bisa disebabkan oleh bahan baku produksi yang tidak sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan, kesalahan dalam penyimpanan, pengangkutan
dan penggunaan.c. Faktor manusia
Faktor ini berkaitan dengan perilaku tindakan manusia didalam melakukan
pekerjaan,meliputi:
1) 1. Kurang pengetahuan dan keterampilan dalam bidang pekerjaanya
maupun dalam bidang keselamatan kerja.
2) 2. Kurang mampu secara fisik dan mental.
3) Kurang motifasi kerja dan kurang kesadaran akan keselamatan kerja.
4) Tidak memahami dan menaati prosedur kerja secara aman.
5) Bahaya yang ada bersumber dari faktor manusianya sendiri dan sebagian
besar disebabkan tidak menaati prosedur kerja.
6) Kelemahan sistem manajemen
Faktor ini berkaitan kurang adanya kesadaran dan pengetahuan dari pucuk
pimpinan untuk menyadari peran pentingnya masalah keselamatan kerja, yang
meliputi:
1. Sikap manajemen yang tidak memperhatikan Keselamatan Kerja di tempat
kerja.
2. Tidak adanya standar atau kode Keselamatan Kerja yang dapat
diandalkan.
3. Organisasi yang buruk dan tidak adanya pembagian tanggung jawab dan
perlimpahan wewenang bidang Keselamatan Kerja secara jelas.
4. Proses pencatatan dan pelaporan kecelakaan atau kejadian yang kurang baik.
5. Tidak adanya monitoring terhadap sistem produksi.

2.4 PERATURAN DAN PERUNDANGAN K3 DI PERTAMBANGAN


1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara: Mengatur berbagai aspek terkait dengan kegiatan
pertambangan mineral dan batubara, termasuk keselamatan dan
kesehatan kerja.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara: Menjelaskan

xiv
lebih rinci mengenai prosedur teknis dan tata cara pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, termasuk aspek
K3.
3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun
2018 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Mineral
dan Batubara: Merupakan peraturan yang lebih spesifik tentang aspek
K3 di sektor pertambangan.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER-01/MEN/1982 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pertambangan Umum: Merupakan salah satu peraturan yang mengatur
K3 di bidang pertambangan.
5. Standar Operasional Prosedur (SOP) K3 di Pertambangan: Selain
peraturan di atas, biasanya ada SOP internal perusahaan pertambangan
yang lebih rinci untuk memastikan implementasi K3 sesuai dengan
kebutuhan spesifik di lokasi pertambangan.

2.5 SISTEM MANAJEMEN K3

Untuk mewujudkan aspek Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) bidang


pertambangan sehingga fatality, angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat
ditekan secara signifikan, salah satunya merupakan upaya kementerian ESDM
dalam mewajibkan perusahaan bidang tambang untuk menerapkan sistem
manajemen keselamatan kerja pertambangan ( SMK3P) di seluruh proses bisnis
yang ada

SMK3P ini merupakan bagian dari system manajemen perusahaan secara


keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko keselamatan pertambangan yang
terdiri atas keselamatan dan Kesehatan kerja pertambangan dan keselamatan
operasi pertambangan.

Sebelumnya, kewajiban untuk menerapkan SMK3P tertuang pada Permen


ESDM no 38 tahun 2014, namun kinin peraturan tersebut sudah digantikan
dengan Permen ESDM no 26 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah
Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam melaksanakan ketentuan keselamatan pertambangan sebagaimana


dimaksud peraturan tersebut, perusahaan wajib:

1. menyediakan segala peralatan, perlengkapan, alat pelindung diri, fasilitas,


personil, dan biaya yang diperlukan untuk terlaksananya ketentuan
keselamatan pertambangan;

xv
2. membentuk dan menetapkan organisasi bagian keselamatan
pertambangan berdasarkan pertimbangan jumlah pekerja, sifat, atau luas
area kerja.

Penerapan K3 dalam industri pertambangan diharapkan mampu membantu


pemerintah dalam mencapai target zero accident terutama pada bidang
pertambangan. Synergy Solusi member of Proxsis Group telah membantu
perusahaan dalam menerapkan sistem manajemen k3 baik pada bidang
transportasi, manufaktur, oil dan gas, hingga pertambangan. Tidak hanya
membantu menerapkan aspek K3, namun Synergy Solusi juga membantu dalam
peningkatan pengetahuan dan kompetensi dari personel melalui pelatihan-
pelatihan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan.

2.6 MANAJEMEN DARURAT

1.) Identifikasi dan penilaian potensi keadaan darurat


Pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/
atau Pemurnian, dan IPR mengidentifikasi potensi keadaan darurat baik dari faktor
internal kegiatan Pertambangan maupun faktor eksternal seperti faktor alam dan
sosial.
Setiap potensi keadaan darurat yang teridentifikasi dinilai dengan paling sedikit
mempertimbangkan:
 a) tingkat keparahan;
 b) tingkat kerugian;
 c) pengaruh terhadap operasi;
 d) keterlibatan sumber daya; dan
 e) pengaruh terhadap citra perusahaan. Berdasarkan penilaian
maka pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk
Pengolahan dan/ atau Pemurnian, dan IPR menetapkan tingkatan atau
kategori keadaan darurat.

2) Pencegahan keadaan darurat


pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/
atau Pemurnian, dan IPR melakukan upaya untuk menghilangkan atau mengurangi
kemungkinan terjadinya keadaan darurat seperti membuat kebijakan pencegahan
keadaan darurat, inspeksi, dan perawatan

3) Kesiapsiagaan keadaan darurat


Pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/
atau Pemurnian, dan IPR melakukan upaya kesiapsiangaan keadaan darurat paling
sedikit:

xvi
 a) menyediakan sistem deteksi dini keadaan darurat;
 b) menyediakan sistem komunikasi keadaan darurat;
 c) menyediakan sumber daya, sarana, prasarana, prosedur, serta
tenaga teknis Pertambangan yang berkompeten dalam penanggulangan
keadaan darurat;
 d) menyusun dan menetapkan emergency plan;
 e) melaksanakan pelatihan penanggulangan keadaan darurat; dan
 f) melaksanakan simulasi keadaan darurat ( emergency drill) paling
sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.
Tim tanggap darurat dibentuk dengan ketentuan:
 a) sehat jasmani dan rohani;
 b) ketua tim ditunjuk oleh KTT atau PTL dan memiliki kompetensi
dalam melakukan supervisi penanggulangan kondisi darurat di area
kerja/ operasi tam bang;
 c) anggota tim tanggap darurat memiliki kompetensi yang sesuai;
 d) jumlah minimum personel tim tanggap darurat disetiap gilir jaga
disesuaikan dengan penilaian potensi keadaan darurat yang ada; dan
 e) mendapat pemeriksaan kesehatan khusus berdasarkan hasil
penilaian risiko.

4) Respon keadaan darurat

Pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk


Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan IPR memberikan respon dalam
penanggulangan keadaan darurat secara cepat dan tepat untuk mencegah
kondisi keadaan darurat yang semakin parah dan meminimalkan kerusakan
pada manusia dan peralatan.

5) Pemulihan keadaan darurat


Pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau
Pemurnian, dan IPR melakukan upaya pemulihan, paling sedikit meliputi:
a) Pembentukan tim pemulihan
Pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan
dan/atau Pemurnian, dan IPR membentuk tim pemulihan yang anggotanya
disesuaikan dengan klasifikasi keadaan darurat. Tim pemulihan melakukan
pemulihan terhadap korban dan orang yang terdampak serta kondisi area kerja,
peralatan, sarana dan prasarana.
b) Pembersihan lokasi dan operasi pemulihan
Operasi pembersihan dan pemulihan dilaksanakan dengan:

xvii
 (1) mengelola risiko yang ada dalam pelaksanaan pembersihan dan
pemulihan;
 (2) mengendalikan potensi keadaan darurat susulan yang mungkin
terjadi; dan
 (3) sesegera mungkin mengoptimalkan sumber daya yang tersedia
c) Investigasi keadaan darurat
Investigasi keadaan darurat dilakukan untuk mendapatkan data dan fakta dari
keadaan darurat yang terjadi, sehingga diketahui penyebab terjadi keadaan
darurat dan ditentukan rekomendasi agar keadaan serupa tidak terjadi di masa
yang akan datang.
d) Perkiraan kerugian
Perkiraan kerugian mencakup kerugian langung (seperti pengobatan dan
perbaikan) dan tidak langsung ( seperti biaya investigasi dan citra perusahaan).
e) Laporan pemulihan pasca keadaan darurat
Laporan pemulihan pasca keadaan darurat meliputi: kronologis singkat kejadian,
data teknis dan fakta-fakta di lapangan, serta analisis kejadian dan kesimpulan.

xviii
BAB III
METODOLOGI

3.1 WAKTU PENELITIAN


Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus tahun 2008 dengan
melakukan pengamatan langsung dan tidak langsung. Kegiatan ini dilakukan setiap
hari kerja, senin-jum’at dengan waktu pengamatan yang disesuaikan dengan
keadaan pembimbing lapangan.

3.2 LOKASI DAERAH PENELITIAN (PETA)


PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. adalah salah satu perusahan milik Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang pertambangan sumber
daya mineral dan berada dibawah naungan Kementrian Badan Usaha Milik Negara
Negara (BUMN) Republik Indonesia. Salah satu unit produksi dari PT Aneka
Tambang (Persero) yaitu Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor. Unit
Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor PT Antam Tbk. terletak di lokasi
TamanNasional Gunung Halimun dan Hutan Produksi sehingga dalam
pengupayaan perizinan usaha pertambangannya sangatlah ketatdimana dalam
mendapatkan perizinannya harus ada serta izin dan rekomendasi yang tepat dari
pihak Kementrian Kehutanan dan Kementrian LingkunganHidup (KLH).Lokasi Kuasa
Eksplorasi dari PT Aneka Tambang Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE),

xix
Pongkor. terletak di Gunung Pongkor Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini berjarak kurang lebih 54 km ke
arah barat Kota Bogor dan 110 km arah barat daya Kota Jakarta. Posisi geografi KP
eksploitasi ini terletak pada koordinat 10 30' 01,0" - 106 35' 38,0" Bujur Timur
dan 6º 36 37,2" - 6º 48' 11,0" Lintang Selatan. Daerah KW 98 PP 0138 / Jabar
tersusun oleh daerah pegunungan dengan ketinggian berkisar antara 300 meter
sampai dengan 900 meter di atas permukaan air laut. Secara administratif, PT.
Antam Tbk memiliki izin penambangan dalam bentuk lahan Kuasa Pertambangan
(KP DU No. 562/Jabar).

3.3 METODE YANG DIGUNAKAN (JENIS PENELITIAN,ALAT DAN


BAHAN,PENGUMPULAN DATA,PENGOLAHAN ( ANALISIS) DATA)
3.3.1 JENIS PENELITIAN
Metode pengolahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Metode penelitian deskriptif kuantitatif merupakan usaha lebih spesifik
dari dan atau lanjutan dari penelitian eksploratif untuk mendapatkan informasi
lebih mendalam dan luas, atau untuk dapat menentukan hubungan beberapa
perubahan atau untuk memperjelas dan mempertajam konsep yang sudah ada.
3.3.2 ALAT DAN BAHAN
1) Survei meter radiasi gamma lingkungan model 19 buatan LUDLUM-USA
Tabung dwi-tapis buatan P3KRBiN BATAN monitor Alpha buatan LUDLUM-
USA.
2) Pencuplik udara flow rate 30 Ipm buatan SffiATA-Jepang
3) Monitor Aerosol model Porta Count Plus buatas TSI-USA
4) Alat Ukur Suhu, tekanan dan kelembaban buatan Cole Parmer, USA Filter
Serat gelas buatan Whatman-USA Timbangan elektronik orde mIcrogram
buatan Mettler-USA Pinset, Stop watch.
3.3.3 PENGUMPULAN DATA
Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder dan data primer. Data
sekunder didapat dari departemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang menyangkut
identitas diri pekerja pengolahan PT. ANTAM Tbk, UBPE Pongkor tahun 2008 secara
umum (NPP, nama, satuan kerja, jabatan, dan pendidikan terakhir) serta struktur
organisasi kepengurusan PT. ANTAM Tbk, UBPE Pongkor tahun 2008.Kemudian
data primer didapat dengan cara penyebaran kuesioner yang terstruktur, isi
kuesioner berupa pertanyaan dan pernyataan dengan jawaban tertutup yang
berkaitan denagn variabel yang diteliti. Sebelum melakukan penyebaran kuesioner,
peneliti melakukan uji validitas kuesioner demi mendapatkan hasil pertanyaan

xx
yang reliabel dan valid. Sebelum melakukan penelitian, peneliti telah berusaha
seoptimal mungkinuntuk mengurangi bias dengan membuat alat ukur yang sesuai
dengan kondisi riil di lapangan. Pernyataan dan pertanyaan dibuat sesederhana
mungkin, kata dan kalimatnya sangat mudah dipahami sementara isinya memuat
hal-hal normatif yang memang ada dalam lingkungan kerja sehari-hari dari
responden. Selain itu juga telah dilakukan konsultasi mengenai validitas dan
reabilitas kuesioner baik dengan pembimbing akademik maupun lapangan. Uji
coba kuesioner juga telah dilakukan terhadap lima belas responden yang memiliki
kemiripan karakteristik dengan populasi yang akan diteliti. Reabilitas yang didapat
sebesar 0,0322, 0.0362, dan 0,0148. Ini menunjukkan bahwa hasil p value yang
didapat < 0,05 atau dapat dikatakan bahwa pertanyaan tersebut sangat reabel.
3.3.4 PENGOLAHAN DATA
Data yang telah diperoleh akan diolah dengan program komputer. Beberapaproses
yang akan dilakukan sebagai berikut:
1. Editing Data
Dilakukan editing untuk memastikan bahwa data yang diperoleh adalah bersih
yaitu data tersebut terisi semua secara konsisten ada relevansi dan dapat dibaca
dengan baik. Hal ini dikerjakan dengan menilai setiap lembar kuesioner pada
waktu penerimaan dari responden.
2. Coding Data
Tiap nomor pada tiap formulir dilakukan coding untuk keperluan analisis statistik
dengan komputer pada kotak yang tersedia dalam lembar kuesioner,
coding dilakuakan oleh peneliti sendiri.
3. Entry Data
Data tersebut kemudian dimasukkan dalam komputer dengan menggunakan
program komputer.
4. Cleaning Data
Pembersihan data merupakan pengecekan kembali data yang sudah dirumuskan,
apakah terdapat kekeliruan atau tidak.

xxi
3.4 BAGAN ALIRAN PENELITIAN

xxii
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

xxiii
4.1 DESKRIPSI KEGIATAN PENAMBANGAN DI PT ANTAM tbk. UBPE
Penambangan Bawah Tanah yang Beroperasi di PT Aneka Tambang (ANTAM)
Tbk,adalah sebagai berikut :
1. Pemboran (Drlling)
Di dalam suatu industri pertambangan, kegiatan pemboran adalah suatu aktivitas
vital baikdalam pengambilan sample maupun pemboran produksi.
2. Peladakan (Blasting)
Tujuan pekerjaan peledakan dalam dunia pertambangan itu sendiri yaitu memecah
atau membongkar batuan padat atau material berharga atau endapan bijih yang
bersifat kompak atau masive dari batuan induknya menjadi material yang cocok
untuk dikerjakan dalam proses produksi berikutnya.
3. Pembersihan Asap (Smoke Clearing)
Smoke Clearing merupakan kegiatan pembersihan asap setelah terjadinya
peledakan dalam tambang.
4. Penjatuhan Batu Gantung (Barring Down)
Kegiatan Barring DownMerupakan salah satu penghancuran batu yang memiliki
posisi diatas seperti tonjolan yang berada di atas bagian gunung lahan tambang
yang bisa membahayakan proses penambangan bila terjadi getaran atau gempa.
5. Penyanggaan (Steel Support)
sebagai pendukung bagian yang rawan terhadap terjadinya longsor di area
penambangan.
6. Pemuatan (Loading)
pemuatan adalah kegiatan yang di lakukan memasukan material atau endapan
bahan galian kedalam alat angkut kegiatan pemuatan di lakukan setelah kegiatan
penggusuran dan, pemuatan di lakukan dengan menggunakan alat muat atau
“whell loader” dan di isikan kedalam alat angkut.
7. Pengangkutan (Transportation)
Pengakutan Merupakan serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk mengangkut
bahan atau endapan bijih dari satu tempat (tambang) ke tempat lain (tempat
penimbunan /
pengolahan).

xxiv
8. Pengisian Ulang (Backfilling)
backfill lebih sering diartikan sebagai pekerjaan mengisi galian bekas endapan
batubara beserta tanah penutupnya dengan tanah kupasan.

4.2 PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN


KERJA K3 DI PT ANTAM tbk. UBPE
Kebijakan K3 perusahan dalam masalah K3 dikeluarkan dalam rangka untuk
melindungitenaga kerja atas hak keselamatan dan kesehatannya serta menjamin
agar peralatan produksi dapat digunakan secara aman dan efisien,sehingga dapat
meningkatkan produktifitas kerja secara maksimal.
Kebijakan K3 di PT ANTAM tbk. UBPE pongkor dikeluarkan oleh kuasa
direksi yang menjadi kuasa tertinggi di perusahan. Hal ini menunjukkan bahwa K3
sudah mendapat perhatian yang serius bahkan dikalangan atas direksi.dengan di
keluarkannya kebijakan tersebut menunujukan adanya kepedulian dan tanggung
jawab dari pihak management terhadap masalah di K3.hal ini sesuai dengan
pemenaker RI No. per-05/MEN/1996 dan kepmentamben 555.K/26MPE/1995.
Dalam kebijakan tersebut terdapat komitmen sebagai berikut:
1.perusahaaan telah memberikan yang serius terhadap masalah K3 dengan cara:
a. Mengembangkan sistem K3 di lingkungan perusahaan
b. Melaksanakan peraturan-peraturan yang berlaku
c. Menyediakan alat keselamatan kerja yang sesuai dengan jenis dan
lokasi kerja
d. Meningkatkan kesadaran dan kepeduliaan tenaga kerja terhadap K3
melalui pelaksanaan program K3
2.seluruh karyawan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan K3
dan sepakat akan menjaga kondisi agar selalu aman sehingga kecelakaan dapat
dihindari.
Dengan adanya kebijakan ini berrati perusahaan juga telah mnedukung
program K3 pemerintah yang dituangkan dalam undang-undang No. 1 tahun 1970
tentang keselamatan kerja,PP No. 19 tahun 1973 pasal 2 tentang pelimpahan
pengawasan K3 dari manaker ke mantemben dan kepmentemben No.
555.K/MPE/1995 tentang keselamatan dan kesehatan di pertambangan umum. Hal
ini juga telah sesuai dengan prosedur tanggung jawab kepengawasaan untuk K3
pertambangan antara pemerintah dengan perusahaan.

xxv
Berdasarkan pengamatan tentang penerapan keselamatan dan kesehatan kerja
di PT. ANTAM menunjukkan terdapat beberapa kondisi kawasan penambangan dan
tindakan pekerja yang tidak aman. Kondisi ini memungkinkan terjadinya potensi
bahaya dan kecelakaan kerja. Melalui pembentukan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan (SMKP) memberikan kemudahan
dalam mengenali situasi dan kondisi aktual lapangan. Informasi langsung dari
pekerja dan pihak perusahaan sangat perlu untuk mempermudah proses
identifikasi, sehingga komunikasi antara pekerja dan pihak perusahaan akan
terjalin dengan baik.
Banyaknya bahaya di lingkungan penambangan bawah tanah dan resiko yang
diakibatnya mendorong perusahaan untuk berupaya membangun keinginan untuk
memperoleh kehidupan yang berkualitas. Melalui pembentukan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan (SMKP) memberikan
kemudahan dalam mengenali situasi dan kondisi aktual lapangan. Informasi
langsung dari pekerja dan pihak perusahaan sangat perlu untuk mempermudah
proses identifikasi, sehingga komunikasi antara pekerja dan pihak perusahaan akan
terjalin dengan baik.
Berbagai program keselamatan pertambangan menjadi penting bagi
Perusahaan untuk menjamin dan melindungi pekerja tambang agar sehat dan
selamat, menjamin dan melindungi operasional tambang yang aman, efisien dan
produktif serta menghadirkan pengalaman kerja yang berharga bagi seluruh
karyawan ANTAM. Untuk meningkatkan kompetensi Insan pekerja di PT. Antam,
Masterplan Human Capital (HC) diterapkan agar karyawan senantiasa dapat
berkembang, mewujudkan potensi diri dan meraih cita-cita. Bertujuan agar
senantiasa berkomitmen untuk mewujudkan zero fatality dalam menjalankan
keselamatan pertambangan di wilayah operasional Perusahaan secara benar dan
sesuai standar peraturan yang berlaku. Hal ini sebagai bentuk kesadaran atas risiko
tinggi terkait keselamatan pertambangan bagi para pekerja maupun aset
Perusahaan pada seluruh kegiatan pertambangan, pengolahan, dan pengangkutan
mineral logam. Untuk mewujudkan komitmen tersebut, perusahaan
mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi, kebijakan dan program kerja
terkait aspek ketenagakerjaan maupun Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),
antara lain.
1. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang merupakan wujud dari rasa saling
percaya dan saling menghargai antara Perusahaan dan karyawan dalam
komitmen bersama untuk menciptakan hubungan industrial yang
konstruktif dan transparan. Sistem Manajemen Keselamatan
Pertambangan (SMKP) Nomor 923.K/09/DAT/2017, dengan kampanye
utama Supersafe yang mencakup seluruh prinsip- prinsip keselamatan

xxvi
kerja di ANTAM.

2. Contractor Safety Management System (CSMS) sebagai kebijakan


pengelolaan keselamatan pada mitra kerja/ kontraktor sebagai salah satu
komitmen untuk mewujudkan zero fatality. ANTAM memiliki pendekatan
melalui dua sisi untuk mengembangkan pribadi pekerja atau karyawan.
Pertama dengan meningkatkan kepercayaan antara Perusahaan dengan

3. karyawan. Dengan adanya kepercayaan yang tinggi dari kedua belah pihak
maka akan tercipta hubungan yang harmonis sehingga mampu
meningkatkan kinerja Perusahaan. Sisi yang kedua yakni dengan
meningkatkan kompetensi karyawan untuk mencapai sasaran dengan
memberikan pelatihan dan pengembangan karier serta manfaat yang layak
sesuai dengan standar industri. Lebih lanjut, selain kepercayaan dan
kompetensi, inovasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas SDM
adalah dengan memupuk budaya etos kerja dan motivasi kerja yang tinggi.
ANTAM melakukan berbagai upaya untuk memperoleh karyawan yang
terbaik demi keberlangsungan Perusahaan; dimulai dari proses rekrutmen,
penilaian kompetensi, penilaian kinerja, Talent Management System,
kesejahteraan pegawai, hubungan industri, hingga pelatihan perencanaan
purnakarya.

4.3 JUMLAH DAN PENYEBAB TERJADINYA KECALAKAAN KERJA DI PT


ANTAM Tbk.UBPE

4.3.1 JUMLAH KECELAKAAN DI PT ANTAM Tbk.UBPE


Statistik kecelakaan kerja sangat berguna sebagai panduan dalam upaya
pengembangan kebijakan yang perlu diambil dan dibuat oleh perusahaan dalam
melakukan proses pengendalian terhadap masalah keselamatan dan kesehatan
kerja penambangan pada masa yang akan datang. Dengan pengolahan data
statistik hasil dari proses pengembangan kebijakan akan memberikan kemudahan
dalam menilai kinerja manajemen keselamatan kerja di perusahaan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor


555.K/26/M.PE/1995 pasal 47 tentang statistik kecelakaan tambang, bahwa
statistik kecelakaan tambang ditetapkan setiap tahun berdasarkan tingkat
kekerapan dan tingkat keparahan kecelakaan yang terjadi pada pekerja tambang.
Statistik kecelakaan tambang yang terjadi pada tahun 2011-2020 di PT. ANTAM
UBPE Pongkor adalah sebagai berikut:
Jumlah hari kerja selama satu tahun adalah selama dua belas bulan dengan
total hari kerja selama 356 hari. Jumlah jam kerja perusahaan perhari adalah 24

xxvii
jam kerja dengan melakukan kegiatan sebanyak 2 shif dan masing- masing shif
bekerja selama 8 jam. Berdasarkan data diatas maka dapat dihitung jumlah
jam kerja perusahaan adalah sebagai berikut:

Jumlah jam kerja = day × hour × workers

Statistik Kecelakaan
Kerja
1
0

2 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018


2019 2020

fata bera ringa Linear Linear Linear


l t n (fatal) (berat) (ringan)
Gambar1. Grafik statistic kecelakaan kerja PT. Antam Tbk

xxviii
Berdasarkan pengolahan data jumlah kejadian kecelakaan kerja selama
periode 2010- 2020, dari data tersebut diketahui bahwa keterjadian kecelakaan
ringan sepanjang tahun fluktuatif dimana kecelakaan kategori ringan tertinggi
terjadi pada tahun 2010, sementar yang terendah terjadi pada tahun 2017,
2019, 2020. Sementara kategori kecelakaan berat dan fatal secara statistic
relative mengalami peningkatan. Total
kecelakaan kategori berat dari tahun 2010-2020 adalah sebanyak 24 kali.
Dan kejadian terbanyak terjadi pada tahun 2017 dan 2019, yaitu sebanyak 4 kali
setahunn. Kemudian utuk kecelakaan yang berakibat fatal telah terjadi sebanyak
8 kali kejadian selama tahun 2010-2020, dimana peristiwa terbanyak terjadi pada
tahun 2019 yaitu2 kejadian. Berikut ini pada gambar 2 dan 3, memperlihatkan
grafik “frequency rate dan severity rate” perusahaan dari tahun 2015-2020.

Kecelakaan Kerja PT Antam Tbk, UBPE


8
Pongkor
7

1 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
2019 2020
ringa bera fata
n t l
Linear (ringan) Linear (berat) Linear
(fatal)
Gambar 2. Kecelakaan kerja PT Antam Tbk,
UBPE Pongkor
Departemen Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan antara lain
dengan melakukan safety meeting dan penyuluhan (konseling) tentang K3 bagi
karyawan, memberi sanksi kepada karyawan yang terbukti melanggar aturan
standar yang berlaku dalam pekerjaannya, mereview (meninjau) kembali
prosedur standar operasional yang berlaku dan disesuaikan dengan kondisi di
lapangan, dan melakukan tindakan perbaikan (Corrective Action) yang
diperlukan untuk mengatasi kondisi tidak aman yang terjadi di areal
penambangan, mengatasi kemungkinan penyakit yang timbul akibat kerja.
Program pencegahan tersebut perlu dilaksanakan seserius mungkin untuk
meminimalisir potensi kecelakaan deimasa yang akan datang.

29
Sementara itu Penyakit akibat kerja (PAK) yang diderita dapat meliputi
beberapa jenis penyakit yaitu Gangguan Pendengaran dan Pneumoconiosis serta
beberapa jenis lainnya. Penyebab utama terjadinya penyakit akibat kerja adalah
faktor bahaya lingkungan kerja pada tambang yang meliputi tiga faktor utama,
yakni Debu, Kebisingan, dan Diesel Particulate Matters (DPM). Usaha untuk
mengurangi terjadinya PAK antara lain pemberian APD, menghilangkan debu
dari sumbernya dengan penyemprotan, pengendalian kebisingan secara
administrasi dan secara teknis serta pengendalian DPM dengan program
pengukuran tingkat DPM, uji emisi kendaraan tambang, serta memperbaiki dan
memelihara mesin/peralatan bertenaga diesel dan ventilasi secara berkala.
Kecelakaan kerja yang sering terjadi pada tambang bawah tanah disebabkan
oleh dua faktor utama yakni Tindakan Tidak Aman yang dilakukan oleh pekerja di
tambang bawah tanah dan Kondisi Tidak Aman yang terdapat pada tambang
bawah tanah Tindakan Tidak Aman (Unsafe Act) adalah faktor yang paling
banyak menyebabkan kecelakaan kerja di tambang bawah tanah. Program-
program kerja yang dilaksanakan oleh Departemen K3 lebih terfokus pada
penanganan masalah-masalah seputar keselamatan kerja, sedangkan masalah-
masalah kesehatan kerja terutama penyakit akibat kerja serta lingkungan kurang
mendapat perhatian yang serius oleh pihak manajemen Departemen K3.

Risiko operasi adalah risiko-risiko yang dapat memberikan dampak


negatif terhadap kegiatan operasi Perusahaan dan Entitas Anak sehari-hari,
keselamatan dan kesehatan pekerjanya, serta terhadap lingkungan dan
masyarakat sekitar. Risiko-risiko yang dapat dikategorikan sebagai risiko operasi
adalah risiko kerusakan mesin atau peralatan, kecelakaan kerja, aksi mogok,
ketidak-patuhan atas standar prosedur operasi, penambangan liar dan
kegagalan dalam tata kelola lingkungan. Untuk meminimalisir risiko-risiko ini,
Perusahaan dan Entitas Anak secara konsisten memberikan pelatihan dan
pendidikan kepada karyawannya, menunjuk profesional kontraktor,
menerapkan zero-accident policy, membina hubungan yang baik dengan
karyawan dan warga sekitar, serta menerapkan tata kelola lingkungan yang
memenuhi standar internasional. Fasilitas-fasilitas nikel, emas dan pemurnian
logam mulia milik Perusahaan telah mendapatkan sertifikasi ISO. Dalam
kegiatan operasi Perusahaan, ANTAM telah menetapkan program keselamatan
dan kesehatan kerja yang bertujuan untuk mencapai kecelakaan nihil pada
setiap unit operasi dan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan
Pertambangan (SMKP) serta mengadopsi penerapan Occupational, Health &
Safety Management System (OHSAS) 18001:2007 dan ISO 45001:2018.

Jenis pekerjaan dengan resiko tinggi Mitigasi dan hierarki control

30
 Pekerjaan pengeboran raise  Melakukan refresh prosedur
manual tambang bawah tanah. kerja, air smoke clearing,
 Tersengat listrik saat instalasi barring down batu gantung,
kabel tegangan tinggi penggunaan full body harness
 Pembuatan akses tunnel baru  Melakukan refresh prosedur
 Pengoperasioan hand handle drill kerja, penggunaan APD
 Underground mine raise manual isolator, melakukan P2H,
drilling works Electric shock during menggunakan kabel SNI
high voltage cable installation  Refresh prosedur kerja,
 Creation of new tunnel access melakukan P2H peralatan,
 Hand handle drill operation pengaturan H Beam di lokasi,
bekerja di tempat yg telah
diamankan
 Refresh prosedur kerja,
melakukan P2H peralatan,
pengamanan batu gantung,
penggunaan APD (safety
gloves, helmet, google glass,
masker), bekerja pada tempat
yang diamankan

4.3.2 PENYEBAB KECELAKAAN DI PT ANTATbk. UBPE

1. Kondisi udara penambangan


Kecelakaan kerja bukan merupakan kejadian yang datang
dengan sendirinya, dan tidak diinginkan akan tetapi kecelakaan kerja tersebut
dipengaruhi oleh faktor fakor tertentu. System penambangan bawah tanah
dengan metode cut and fill, menjadikan lingkungan kerja pertambangan sangat
kompleks. Lokasi Tambang menggunakan sistem ventilasi overlap. Sistem overlap
yaitu sebuah sistem dimana udara bersih dihembuskan dari fan dan dialirkan
dengan menggunakan saluran bernama flexible duct menuju lokasi kerja atau
yang biasa disebut dengan front, kemudian udara kotor yang dihasilkan pada
front tersebut dihisap keluar dengan fan yang dipasang dekat front kerja untuk
kemudian dialirkan keluar dari lokasi tambang.

Pada beberapa kondisi Kinerja jaringan ventilasi tambang Ciguha belum


memenuhi standar Pada penelitian ini, kondisi temperatur tambang Ciguha
setiap blok memiliki temperatur 24ᵒC – 30,2ᵒC, kelembapan relatif 95,8% –
100%, WBGT 23,9ᵒC – 29,9ᵒC, O2 20,3 ppm – 20,8 ppm
dan gas CO 0 ppm – 17 ppm [21]. Pada penelitian lain, dilakukan simulasi tindakan
perbaikan pada sistem jaringan ventilasi menggunakan software ventsim
didapatkan hasil booster fan 75 kW kombinasi dengan 37 kW yang dipasang

31
pada rampdown CGS meningkat dari 1,9 m3 /detik menjadi 9 m3 /detik.
Sedangkan apabila booster fan 37 kw yang dipasang pada RM III dengan
kombinasi booster fan 37 kW yang dipasang pada rampdown CGS meningkat dari
1,9 m3 /detik menjadi 7,8 m3 /detik[22]. Masalah yang terjadi adalah sebagai
berikut: Distribusi aliran udara bersih tidak seimbang antara rampdown Ciguha
dengan udara yang terhisap (Return air) oleh CGRB III sebesar 26,8 m3 /detik,
sedangkan 10,1 m3 /detik udara bersih masuk ke rampdown Ciguha.

Untuk meningkatkan debit udara yang masuk kedalam lubang


penambangan dilakukan proses maintenance fan serta pemasangan bulkhead
pada front penambangan yang sudah tidak digunakan. Bulkhead berfungsi untuk
menutup jalur udara agar udara tidak bergerak masuk ke jalur udara yang tidak
digunakan. Bulkhead dibuat dari bahan yang kuat dan halus untuk menngurangi
tahanan gesek atau friction factor dari jalur udara tersebut [23][24]. Pergantian pada
flexible duct diperlukan bagi flexible duct yang sudah rusak dengan tingkat
kerusakan mencapai 30% dari flexible duct. Kerusakan pada flexible duct
disebabkan karena tergoresnya ductile hingga menyebabkan sobek oleh alat
muat angkut yang melewati front tersebut. Perubahan posisi ductile perlu
dilakukan pada front 474 Connect KKRB IV karena pada lokasi tersebut flexible
duct ditemukan saling berimpitan dan tumpang tindih sehingga ductile tidak
dapat mengalirkan udara secara sempurna. Pada front X-C 474 Connect dapat
dibuat regulator yang berfungsi untuk mengarahkan arah udara pada bagian
intake.

Kondisi yang sering terjadi di dalam tambang adalah banyaknya


penggunaan kipas lokal ventilasi yang menyebabkan perputaran balik udara
(resirkulasi). Hal ini tentu saja dapat menjadikan kondisi lingkungan kerja panas
dan mempengaruhi kenyamanan dan keamanan pekerja. Sumber-sumber panas
yang seharusnya dapat diminimalisir dengan adanya jaringan ventilasi tidak
dapat direduksi secara sempurna. Hal ini terlihat dari laju penurunan panas
ketika sumber panas berhenti beroperasi. Secara teoritis ketika sumber panas
(mesin diesel) beroperasi temperatur akan meningkat dalam waktu 4,5 jam
(kerja normal) dalam satu shift. Peningkatan temperatur tersebut untuk masing-
masing mesin diesel yang beroperasi.
Sementara itu saran untuk pengurangan jumlah fan dilakukan setelah
uji hasil pengolahan data dan dilakukannya perbaikan jaringan ventilasi. Dimana
dari total 21 buah fan yang digunakan saat ini dengan daya 1033 Kw. Maka
jumlah fan dapat dikurangi menjadi 17 buah dengan daya total 835 kW.
Pengurangan fan booster 15 kW dilakukan karena pada lokasi X-C 480 KKRB I,
aliran udara sudah bisa bergerak tanpa adanya bantuan fan booster tersebut.
Exhaust Fan pada lokasi RC 1 R/D KKRB 4 yang awalnya berjumlah 2 buah dengan
daya masing-masing 37 kW dapat diganti dengan 1 buah fan dengan kapasitas 75

32
kW atas pertimbangan efisiensi dari debit yang dihasilkan oleh fan 37 kW dan 75
Kw.

2.Kondisi lubang bukaan dan komponennya


Kompleksitas kondisi lubang tambang memberikan perlakuan khusus
agar kondisi lubang bukaan tetap dalam kondisi yang aman dan nyaman selama
proses penambangan. Terkait dengan kekuatan batuan yang dibongkar untuk
pembuatan terowongan sangat dipengaruhi oleh besarnya tingkat kestabilan
lubang bukaan. Sementara itu kondisi batuan pada lubang bukaan sangat
dipengaruhi oleh sifat mekanik masa batuan serta struktur geologi yang
terbentuk pada masa batuan tersebut. Dalam lingkungan pertambangan bawah
tanah displacement masa batuan merupakan pemicu utama terjadinya
ambrukan pada suatu lubang bukaan. Sementara itu kokohnya lubang bukaan
tidak hanya bergantung pada faktor geologi namun juga tergantung pada
hubungan tegangan dan kekuatan didalam masa batuan.

Pada lubang bukaan yang dekat dengan permukaan pengaruh yang paling
kuat adalah kondisi strukur geologi dan derajat pelapukan masa batuan,
sedangkan lubang bukaan yang jauh dari permukaan faktor yang berpengaru
adalah reaksi masa batuan terhadap tegangan yang berada disekitar lubang
bukaan. Kondisi yang tidak aman atau bahkan kecelakaan kerja yang ditimbulkan
oleh adanya struktur batuan yang lemah dapat berupa runtuhan lubang
penambangan, semburan batuan akibat tekanan. Kondisi tersebut sangan
berbahaya dan perlu dilakukan penangan secara khusus. Untuk penanganan
terjadinya runtuhan lubang penambangan maka pemasangan system
penyanggaan merupakan metode utama yang harus pertama kali dilakukan
penerapannya. System penyanggaan yang baik merupakn system penyanggaan
yang mampu memberikan persebaran tekanan yang baik disekitar lubang
tambang. Sementara itu penyanggaan yang baik dapat memberikan tambahan
hambatan bagi masa batuan untuk mengalami deformasi dan kondisi bahaya
lainnya.

Salah satu bahaya yang sering juga terjadi selama proses penambangan
adalah adanya rockburst pada bagian dinding atau atap lubang penambangan.
Rockburst bisa menjadi masalah besar di tambang bawah tanah yang dalam
menyebabkan cedera pada operator tambang dan kerusakan pada pekerjaan
bawah tanah. Istilah "rockburst" biasanya digunakan untuk menggambarkan
berbagai macam batuan kegagalan, yang merupakan fenomena abad kedua
puluh yang terjadi di terowongan, poros, gua dan tambang. Permasalahan
bahaya rockburs tersebut ada pada kemunculannya secara tiba tiba dan
kecepatan gerak batuan yang tinggi. Kondisi ini memunculkan resiko yang tinggi
bila terdapat pekerja disekitar kejadian. Terutama bila pekerja tersebut lalai

33
dalam penggunaan alat pelindung diri. Banyak karya penelitian terkait, mengenai
potensi rockburst telah dilakukan. Misalnya, metode Russnes], yang
mengklasifikasika intensitas ledakan batuan menjadi empat tingkatan (tidak ada,
lemah, sedang dan berat, menurut kebisingan).

Pencegaahan terjadinya runtuhan batuan dapat dilakukan dengan


penyanggaan yang baik dan disesuaikan dengan kondisi batuan yang ada. Rendi
yusuf dalam penelitiannya menyebutkan bahwa massa batuan dalam lubang
mine haulage level L-500 termasuk dalam klasifikasi batuan sedang (kelas III)
dengan rata rata RMR sebesar 59,889 dan stand up time 1 weeks for 5 m. dengan
rekomendasi sitem penyanggaan dengan jenis systematic rock bold dengan
panjang 4m, spasi 1,5-2 m pada atap dan dinding terowongan dengan ditambah
penyangga wiremess serta shotcrete dengan tebal 50-100 mm pada atap
terowongan dan 30 mm pada kedua sisi dinding terowongan.

3.Kebisingan
Kebisingan adalah salah satu faktor fisik berupa bunyi yang menimbulkan
akibat buruk bagi kesehatan dan keselamatan kerja[34]. ganguan pendengaran
akibat terpapar suara bising atau disebut dengan NIHL (Noise Induced Hearing
Loss) merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang paling banyak dijumpai di
perusahaan, tetapi penyakit ini bisa cepat dapat diketahui serta dapat
dikendalikan.
Kebisingan yang terdapat di PT. ANTAM Tbk. UBPE Pongkor ditanggulangi
dengan penggunaan alat pelindung telinga (APT) yaitu ear plug dan ear muff, serta
mengadakan pemeriksaan penurunan daya dengar bagi tenaga kerja yang bekerja
di tempat bising yang intensitasnya diatas NAB secara berkala. Ear plug ini
mempunyai kemampuan menurunkan kebisingan 8-30 dB(A) (3M Worldwide).
Selanjutnya ear muff mempunyai bentuk yang dapat menutupi seluruh daun
telinga, lebih berat dari ear plug. Ear muff mempunyai daya melindungi yang
tinggi pada intensitas 100-110 dB(A) dan mampu menurunkan kebisingan hingga
20-40 dB(A) (3M Worldwide). Namun dalam kenyataannya masih banyak tenaga
kerja PT. ANTAM Tbk. UBPE Pongkor yang tidak memakai APT pada waktu bekerja
di tempat yang memiliki intensitas kebisingan yang melebihi NAB, contohnya
diproses penambangan.
4.Tidak digunakannya alat pelindung diri
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan seperangkat alat yang digunakan
oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap
kemungkinan adanya potensi bahaya di tempat kerja atau kecelakaan kerja. APD
juga merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya

34
dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di
sekelilingnya. APD dipakai setelah usaha rekayasa dan cara kerja yang aman APD
yang dipakai memenuhi syarat enak dipakai, memberikan perlindungan efektif
terhadap bahaya. Keselamatan Kerja tertuang pada Undang Undang No. 1 Tahun
1970 yaitu bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatan dalam melakukan pekerjaan dan orang lain yang berada di tempat
kerja terjamin pula keselamatannya. Keselamatan dan kesehatan kerja
mengandung nilai perlindungan tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat
kerja.Kecelakaan kerja juga dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan.
Sedangkan peraturan perundangan yang menyangkut penggunaan APD terdapat
pada pasal 12 dan 13 tentang Kewajiban dan Hak Pekerja . Berbagai upaya untuk
mencegah kecelakaan kerja dan melindungi tenaga kerja dengan penggunaan
APD namun masih seringkali ditemukan tenaga kerja yang tidak patuh dalam
menggunakan APD. Menurut Sari (2012) menyebutkan dalam penelitiannya
bahwa 26,3 % tenaga kerja yang jarang menggunakan APD pernah mengalami
kecelakaan kerja saat bekerja. Hal ini berarti kepatuhan dalam menggunakan APD
juga memiliki hubungan untuk terjadinya kecelakaan kerja. Banyak faktor yang
menjadi penyebab tenaga kerja tidak patuh menggunakan APD meskipun
perusahaan telah menyediakan APD dan menerapkan peraturan yang
mewajibkan tenaga kerja menggunakan APD. Hal ini berarti masih ada yang perlu
diteliti lebih lanjut terkait faktor yang mungkin dapat menyebabkan tenaga kerja
patuh dalam menggunakan APD.
optimalisasiRisiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang mungkin terjadi karena pekerjaan membuat perusahaan tidak cukup hanya
menyediaan APD dan mewajibkan tenaga kerja. Akan tetapi pembekalan dalam
masalah pentingnya penggunaan APD di lingkungan kerja sangat dibutuhkan. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang menyebutkan bahwa semakin baik
pengetahuan seorang pekerja maka perilakunya yang didasari oleh pengetahuan
tersebut akan baik pula dalam mematuhi akan pentingnya penggunaan APD untuk
menjaga keselamatan dan kesehatan dalam bekerja, demikian juga dengan kondisi
sebaliknya. terdapat hubungan antara pelatihan K3 dengan perilaku penggunaan
APD dengan nilai P-value = 0,002. Secara teori Pelatihan adalah salah satu metode
terbaik yang dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku manusia yang
bertujuan dalam pengembangan kebiasaan perilaku bekerja yang aman. Pelatihan
mempunyai pengaruh yang besar dan merupakan suatu alat pemotivasi yang kuat
dalam keselamatan. Melalui pelatihan seseorang umumnya dapat diberikan tiga
hal yaitu pengetahuan, keterampilan dan motivasi.

35
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan sebelumnya maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:

1. Upaya Perusahan dalam menjalankan aturan keselamatan dan


kesehatan kerja melalui penerapan Masterplan Human Capital (HC) dan
terus meningkatkan praktik Good Corporate Governance (GCG) sangat
membantu dalam meningkatkan tingkat keselamatan kerja diperusahaan.
Meskipun demikian sikap patuh dan kedisiplinan pekerja ikut memegang
peranan penting keberhasilan pelaksanaan Sistem manajeman
keselamatan dan kesehatan kerja tersebut. Penerapan yang optimal dari
perencanaan praktik tersebut membuahkan hasil yang cukup signifikan,
dilihat dari data kecelakaan kerja selama 3 tahun berturut turut yang zero
accident. Sehingga menjadikan Antam Pongkor mendapatkan penghargaan
minerba Award 2020 “Penghargaan Atas Keberhasilan Penerapan Kaidah
Teknik Pertambangan yang Baik Tahun 2020”

2. Beberapa peristiwa kecelakaan kerja baik ringan, berat dan fatal


merupakan peristiwa yang tidak diharapkan, akan tetapi potensi bahaya
yang terjadi merupakan hasil dari beberapa lingkungan kerja yang memiliki
potensi bahaya/ nearmiss. Penyebab kecelakan kerja yang terjadi seperti,
kondisi udara penambangan yang buruk, kuantitas udara yang tidak
mencukupi, lingkungan kerja yang basah, sempit, penyanggaan yang
kurang sempurna.

3. Beberapa potensi kecelakaan kerja dikawasa penambangan Pongkor dapat


terjadi pada pekerjaan pemasanagan penyangga, kegiatan pengeboran dan
peledakan, pengangkutan bahan galian, pekerjaan pemasangan listrik, dan
beberapa pekerjaan laiinya. Potensi kecelakaan kerja yang terjadi selama
proses kerja pertambangan dapat diantisipasi dan dikendalikan dengan
pelaksanaan tahapan dan metode kerja yang sesuai dengan pelaksanaan
SOP. Sementara itu penanggulan kecelakaan kerja dilakukan dengan
prosedur pertolongan utama atau penyediaan peralatan pertolongan
disetiap wilayah kerja yang memungkinkan untuk mudah diakses. Atau
pelaksanaan SOP pasca kecelakaan kerja.

36
5.2 SARAN

1. Perusahaan harus bertindak tegas serta konsisten dalam memberikan


peringatan kepada setiap karyawan yang tidak melakukan kesdisiplinan
dalam pelaksanaan kaidah keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Kepala teknik tambang beserta supervisor atau pengawas operasional
perlu melakukan tindakan engineering terhadap beberapa system kerja
pertambangan UPBE Pongkor, untuk tidak memperburuk kondisi ruang
yang terbatas dilubang penambangan. Diantaranya adalah dengan
pengendalian temperature udara, gas gas berbahaya dan debu dan
kelembaban penambangan.
3. Pihak yang bertanggung jawab dalam penegak aturan keselamatan kerja
harus senantiasa mengawasi dan merencanakan penyediaan alat
pelindung diri yang sesuai standard an mencukupi semua kebutuhan
pekerja dibidangnya.
4. Karyawan diharapkan mampu menjaga penggunaan alat pelindung diri
yang baik dan sesuai dengan peruntukannya. Hal ini bertujuan untuk
menjaga mereka dari kemungkinan resiko kondisi tidak aman dan
tindakan tidak aman. Sementara itu selama masa pandemic
berlangsung kaidah kaidah dalam protocol kesehatan harus senantiasa
dilaksanakan seketat mungkin, sementara pelaksanaan kerja juga tidak
berpengaruh pada produktifitas kerja.
5. Setelah penelitian ini diharapkan aka nada penelitian berikutnya yang
lebih mendalam serta lebijh kompleks dalam membahas bagaimana
pelaksanaan system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di
kawasan penambangan.

37
DAFTAR PUSTKAKA

[1] HKG (1995). Consultation paper on the review of industrial safety in


Hong Kong, government education and manpower branch (pp. 65–66).
[2] Fitriyanti, Reno. 2016. Pertambangan Batubara : Dampak Lingkungan,
Sosial Dan Ekonomi. Jurnal redoks, Teknik kimia. Vol 1, No 1. 34-40
[3] Cooper, M. D. (1997). Evidence from safety culture and risk perceptions
is culturally determined. The International Journal of Project & Business
Risk Management, 1(2), 185–202.
[4] Johnson, J. V. (1996). Extending the boundaries of occupational health
psychology: State-of-the-art reviews: II. Journal of Occupational Health
Psychology, 1(2), 115–116
[5] David, L. G., & Stanley, B. D. (2004). Quality management: Introduction
to total quality management for production. Processing and services
(pp. 19). (fifth edition).
[6] Abdullah, Rijal, Undang-undang dan Keselamatan Kerja Pertambangan.
Padang: UNP Press. (2009)
[7] Suwarto. Et all. 2021. Evaluation of Mining Safety Management System
Implementation in PT. ANTAM UBPN Sultra. Universitas Sembilanbelas
November Kolaka, Kolaka, Indonesia Jurnal Ekonomi/Volume XXVI, No.
02: 213-228
[8] Santoso, Teguh, 2004. Magang tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di PT. ANTAM Tbk Unit Bisnis Pertambanan Nikel Operasi Pomala.
Surakarta: Program DIII Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
[9] PT Aneka Tambang Tbk. Laporan tahunan 2018 “Perubahan Paradigma
untuk Mengatasi Tantangan dan Mencapai Tujuan” Jakarta.
[10] Yuliana, Lina and Ardhyaksa, Dhanar. 2019. Analysis of Unsafe Action
and Unsafe Condition Based on Occupational Health and SafetyCard
reporting programs. Journal of Global Research in Public Health ISSN:
2528-066X(Print),2599-2880.
Vol.4, No 2, pp. 78-86
[11] Minarni, Ani. dkk. 2020. Hubungan Pencahayaan Dengan Keluhan
Subjektif Kelelahan Kerja pada Pekerja Bagian Underground di PT.
Antam Tbk, Ubpe Pongkor Bogor Tahun 2018. PROMOTOR Jurnal
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Vol. 3 No. 2. Pp 88-94
Hilgert, Jeffrey. (2015) “The ILO’s Safety and Health in Mines Convention:

38
Reframing the Scope of Obligations for a Sustainable World” Alternatives
Turkish Journal Of International Relations.
Www.Alternetivesjournal.Net
[12] Astika, H., dan Pulungan, Z. (2017). Rancang Bangun Sistem Pemantauan
Terpadu Keselamatan Kerja Tambang Bawah Tanah Menggunakan Sistem
Kabel dan Telemetri. Jurnal Teknologi Mineral Dan Batubara, 13 (3),
185–196. https://doi.org/10.30556/jtmb.vol13.no3.2017.265.
[13] . Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 pasal (9) tentang keselamatan kerja
[14] Abdullah, Rijal, Undang-undang dan Keselamatan Kerja Pertambangan.
Padang: UNP Press. (2009)
[15] Anonim. 2009. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Sarana untuk
Produktivitas Copyright © International Labour Organization 2013. Edisi
Bahasa Indonesia pertama kali diterbitkan 2013.
[16] Yusuf, A. Muri, Metodologi Penelitian ‘Dasar Dasar Penyelidikan Ilmiah.
Padang: UNP Press. (2007)
[17] Suwarto. Karim Ahmad Tarmizi Abd. Dkk. 2018. “Evaluation of Mining
Safety Management System Implementation in PT. ANTAM UBPN Sultra”
Mining Engineering Study Program, Science and Technology Faculty,
Universitas Sembilanbelas November: Kolaka, Indonesia
[18] PT Aneka Tambang Tbk. Laporan tahunan 2019 “Perubahan Paradigma
untuk Mengatasi Tantangan dan Mencapai Tujuan” Jakarta.
[19] Mcpherson, M. J. 1993. Subsurface Ventilation and Environmental
Engineering. Chapman & Hall. United States.
[20] Rahmat, Rizki Adi. Munir, Stefano. Dkk. 2019. Evaluasi Sistem Ventilasi
Tambang Emas Ciguha PT ANTAM Tbk. UBPE Pongkor, Desa Bantarkaret
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. ISSN: 2460-
6499, Universitas Islam Bandung. Bandung
[21] Widodo,N.P.2012.”Pengelolaan Ventilasi Tambang Bawah Tanah”.LIPI ITB.
Bandung
[22] Bridges, H. S. 2014. Ventilation in Underground Mines and Tunnels. Work
safe. New Zealand.
[23] Haghighat, A. 2014. Analysis of a Ventilation Network in a Multiple Fans
Limestone Mine. Missouri University of Science and Technology. USA.
[24] Yuniarto, Wahyu Bagas, dkk. 2020. Optimalisasi Fan Pada Sistem Ventilasi
Tambang Bawah Tanah Area Kubang Kicau PT. Aneka Tambang Tbk, UBPE
Pongkor Bogor, Jawa Barat. 3 Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas
Teknologi Mineral, Prosiding Nasional Rekayasa Teknologi Industri dan
Informasi XV. pp. 325~332 ISSN: 1907-5995
[25] Vutukuri, V. S., & Lama, R. D. (1986). Environmental Engineering in Mines.
In Environ Eng in Mines. https://doi.org/10.1007/978-3-642-41714-
6_51314)
[26] Maurya, T., Karena, K., Vardhan, et all. 2015. Effect of Heat on
Underground Mine Workers. Procedia Earth and Planetary

39
Science. https://doi.org/10.1016/j.proeps.2015.06.049
[27] Maurya, T., Karena, K., Vardhan, et all. 2015. Effect of Heat on
Underground Mine Workers. Procedia Earth and Planetary
Science. https://doi.org/10.1016/j.proeps.2015.06.049
[28] Maurya, T., Karena, K., Vardhan, et all. 2015. Potential Sources of Heat in
Underground Mines. – A Review. Procedia Earth and Planetary Science.
https://doi.org/10.1016/j.proeps.2015.06.046).
[29] Yulianti, Ririn. Widodo, Nuhindro Priagung, dkk
[30] .Kondisi Resirkulasi Udara terhadap Penurunan Sumber Panas di Dalam
Tambang Bawah Tanah.
[31] Institute Teknologi Bandung. Bandung
[32] Anonim. 2019. “Spesifikasi Fan Cogemacoustic” Departemen Quality
Control, PT Aneka Tambang Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor,
[33] Bogor, Jawa Barat
[34] Dowding dan Andersson, 1986; Kaiser. dkk., 1996. Potential for rock
bursting and slabbing in deep caverns. Engineering geology. 22. 265-279).
[35] Russenes, B.F., 1974. “Analysis of rock spalling for tunnels in steep valley
sides” M.Sc. thesis, Norwegian Institute of Technology, Trondheim,
Department of Geology.Norwegian., 247p.
[36] Yusuf, Muhammad rendi. Yuliadi, dkk. 2019; evaluasi faktor keamanan
lubang bukaan tambang bawah tanah dengan metoda analisis
deterministic pada perangkat lunak rocksupport 3.0 pada mine haulage
level L-500, Studi kasus PT ANTAM, kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor. Universitas islam bandung.
[37] Erna Prihartini, 2006. Pengaruh Faktor Umur dan Masa Kerja Terhadap
Ambang Dengar Tenaga Kerja Terpapar Kebisingan di PT. Sarasa Nugraha,
Tbk Kemiri Kebakkramat Karanganyar. Surakarta, Program DIII Hiperkes dan
Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
[38] Surakarta
[39] Dedi Wahyu Nugroho R0205007 2009. “Pengaruh Intensitas Kebisingan
Terhadap Kelelahan Kerja Pada Tenaga Kerja Di Pt. Antam Tbk. Ubpe
Pongkor, Bogor, Jawa Barat” Program Diploma Iv Kesehatan Kerja Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta
[40] Kurniawati, Dewi. 2013. Taktis Memahami Keselamatan dan Kesehatan
Kerja: Aksara Sinergi Media. Surakarta
[41] Ramli, Soehatman. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta ; Dian Rakyat
[42] Sari, Citra Ratna. 2012. Hubungan Karakteristik Tenaga Kerja dengan
Kecelakaan Kerja. Skripsi;
[43] Surabaya. FKM Universitas Airlangga
[44] Rengganis, F. (2012). Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Tenaga Kerja
Percetakan Terhadap Penggunaan APD di Bagian Produksi PT. Antar Surya
Jaya Surabaya. Vol 1. No. 1

40
[45] PT Aneka Tambang Tbk. Laporan tahunan 2019 “Perubahan Paradigma
untuk Mengatasi Tantangan dan Mencapai Tujuan” Jakarta.
[46] PT Aneka Tambang Tbk. Laporan tahunan 2018 “Perubahan Paradigma
untuk Mengatasi Tantangan dan Mencapai Tujuan” Jakarta.

41
42
43
44

Anda mungkin juga menyukai