Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN MAGANG

GAMBARAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA PT WIJAYA KARYA BETON Tbk.
PABRIK PRODUK BETON LAMPUNG SELATAN

Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

DI :

PT WIJAYA KARYA BETON TBK. PABRIK PRODUK BETON

LAMPUNG SELATAN

DI SUSUN OLEH :
1. Afrido nanda setiawan (215130088P)
2. Ebel firstio qatrunnada (215130089P)
3. Rahmat wahyu hidayat (215130090P)

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA


FAKULTAS KESEHATAN PRODI KESEHATAN
MASYARAKAT
TAHUN 2022

i
HALAMAN PERSETUJUAN

GAMBARAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA PT WIJAYA KARYA BETON Tbk.
PABRIK PRODUK BETON LAMPUNG SELATAN

Nama Kelompok:
AFRIDO NANDA SETIAWAN (215130088P)
EBEL FRISTIO QOTRUNNADA (215130089P)
RAHMAT WAHYU HIDAYAT (215130090P)

Laporan Magang ini telah diperiksa oleh


Pembimbing Akademik dan Pembimbing Lapangan
dan telah disetujui untuk diseminarkan

Bandar Lampung, 21 Januari 2023


Menyetujui,
Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

I Nyoman Anom Wijaya, ST Satria Nandar Baharza, SKM., M.Kes


NIP. LS163546 NIP.2222177

Mengetahui,
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Ketua,

Febria Listina, SKM., M.Kes


NIP. 2222217

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena
berkat pertolongan dan cinta kasih nya kami dapat menyelesaikan penyusunan
laporan magang perusahaan ini. Adapun maksud penyusunan laporan magang
perusahaan ini salah satu tugas yang diberikan kepada mahasiswa.

Selain itu tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam proses penyusunan laporan magang perusahaan ini yang . Kami
sebagai penyusun sadar bahwa laporan magang perusahaan ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi isi maupun cara penyusunan nya. Untuk itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna menyempurnakan
laporan magang perusahaan yang kami buat ini. Akhir kata, kami mengucapkan
terima kasih banyak dan kami mohon maaf bila ada kesalahan penulisan kata dalam
penyusunan laporan ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membaca serta membutuhkan laporan magang perusahaan ini sebagai
referensi ataupun acuan dalam membuat laporan magang perusahaan.

Bandar Lampung, Desember 2022

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................. ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL................................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan ....................................................................................7

1.3 Manfaat Penulisan ..................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................9

2.1 Konsep Dasar K3 Perusahaan ................................................................9

2.2 Sistem Manajemen K3 .........................................................................13

BAB III HASIL Kegiatan ....................................................................................17

3.1 Gambaran Umum Institusi Magang .....................................................17

3.2 Struktur Organisasi Institusi.................................................................20

3.3 Struktur Organisasi Bidang/Bagian/Unit Magang dan Tupoksi ..........21

3.4 Alur Kerja/Proses Produksi ..................................................................23

iv
3.5 Pelaksanaan Kegiatan Magang ............................................................26

3.6 Identifikasi Masalah Kesehatan ...........................................................27

3.7 Analisa Penerapan Sistem Manajemen K3 ..........................................32

BAB IV PEMBAHASAN .....................................................................................37

4.1 Upaya Pengendalian Resiko Bahaya Melalui Safety Patrol Di PT

Wijaya Karya Beton (Afrido Nanda Setiawan) ....................................37

4.2 Penerapan Penggunaan APD pada Pekerja di Workshop Peralatan

(Ebel Firstio Qatrunnada) .....................................................................38

4.3 Identifikasi Bahaya Pada Pekerja Bagian Workshop Perakitan

Tulangan Yang Tidak Menggunakan APD (Rahmat Wahyu Hidayat)


................................................................................................. 38

4.4 Penerapan Sistem Manajemen K3 ...................................................... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................43

5.1 Kesimpulan ..........................................................................................43

5.2 Saran .....................................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................

LAMPIRAN.............................................................................................................

v
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Pegawai di PT. Wijaya Karya Beton TBK ................................19

Tabel 3.2 Faktor Bahaya Yang Ada Di Workshop ................................................37

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Piramida Kecelakaan Frank Bird .........................................................3

Gambar 3.1 Struktur Organisasi PPB Lampung Selatan........................................20

Gambar 3.2 Struktur Organisasi P2K3 PPB Lampung Selatan .............................21

Gambar 3.3 Proses Produksi Produk Beton Putar ..................................................28

Gambar 3.4 Proses Produksi Beton Non Putar ......................................................30

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan

Lampiran 2. Surat Balasan dari Lokasi Magang

Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Magang

Lampiran 4. Lembar Kehadiran

Lampiran 5. Lembar Kegiatan Magang

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap perusahaan pasti memiliki sumber daya manusia dan alat-alat


produksi yang saling berinteraksi untuk menghasilkan suatu produk baik barang
maupun jasa. Sekecil apapun interaksi yang dilakukan antara manusia dengan alat
produksi pasti memiliki suatu potensi bahaya untuk terjadi kecelakaan. Kecelakaan
tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya seperti yang
dikemukakan H.W. Heinrich (1980) dengan teori dominonya yang terdiri dari
unsafe act dan unsafe condition. Unsafe act adalah tindakan tidak aman dari
manusia, seperti tidak menggunakan alat pelindung diri saat bekerja atau
melakukan pekerjaan sambil bergurau. Tindakan tidak aman ini, dapat
membahayakan bagi diri pekerja itu sendiri maupun orang lain yang terlibat dalam
pekerjaan tersebut. Sedangkan unsafe condition adalah kondisi di lingkungan kerja
baik alat, material atau lingkungan yang tidak aman dan membahayakan,
contohnya tangga yang rusak, lantai yang licin, penerangan yang kurang dan
sebagainya, (Larasati, 2014).

Pembangunan yang sedang dilaksanakan menuntut adanya jaminan


keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang sangat penting artinya untuk
melindungi tenaga kerja. Pemahaman tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di Indonesia masih rendah dan sering kali diterjemahkan secara dangkal
sebagai simpul untuk mengikat kewajiban pengusaha terhadap pekerja jika terjadi
kecelakaan di tempat kerja, (Tumbelaka et al., 2013)

Suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan seringkali tidak terduga
yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda, properti maupun
korban jiwa yang terjadi didalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan
dengannya disebut kecelakaan kerja (Tarwaka, 2008). Sekecil apapun bentuk

1
kecelakaan yang terjadi di tempat kerja pasti menyebabkan kerugian bagi
perusahaan. Kerugian akibat kecelakaan kerja dapat digolongkan menjadi kerugian
langsung dan kerugian tidak langsung (Soehatman Ramli, 2010). Kerugian
langsung adalah kerugian yang langsung dirasakan serta menimbulkan dampak
terhadap perusahaan akibat dari suatu kecelakaan. Kerugian langsung dapat berupa
penggantian biaya pengobatan dan kompensasi serta kerusakan sarana produksi
perusahaan. Sedangkan kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak
dirasakan secara langsung atau tidak terlihat seperti misalnya kerugian akibat
terhentinya proses produksi, penurunan produksi, dampak sosial, citra perusahaan
dan kepercayaan konsumen, (Larasati, 2014).
Maka dari itu, kecelakaan kerja yang dapat terjadi pada suatu perusahaan
harus dicegah supaya perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian. Salah satu
konsep penting dalam pencegahan kecelakaan kerja adalah piramida kecelakaan.
Pembuatan piramida kecelakaan ini didasarkan pada beberapa studi yang dilakukan
tentang rasio kecelakaan kerja. Piramida kecelakaan pertama merupakan hasil
penelitian dari H.W. Heinrich (1980) yang melalui bukunya “Industrial Accident
Prevention” dikemukakan bahwa pada setiap 1 kecelakaan berat (major injury)
akan ada 29 kecelakaan ringan (minor injury) dan 300 insiden atau peristiwa nyaris
celaka (incident/near miss). Kemudian, pada tahun 1969 Frank E. Bird Jr.
mengadakan riset dengan menganalisis 1.753.498 laporan kecelakaan dari 297
perusahaan yang mencakup 21 area industri yang berbeda dengan pekerja mencapai
1.750.000 pekerja yang mencakup 3 miliar lebih jam kerja. Hasilnya pada setiap
satu kecelakaan berat (major injury) terdapat 9,8 kecelakaan ringan (minor injury)
lalu terdapat 30,2 kerusakan properti dan 600 insiden. Piramida Bird memunculkan
angka rasio 1-10-30-600, (Larasati, 2014). Piramida kecelakaan Frank Bird dapat
terlihat seperti pada gambar berikut:

2
Gambar 1.1 Piramida Kecelakaan Frank Bird
Sumber: Practical Loss Control Leadership, 1992

Piramida kecelakaan Frank Bird menunjukkan bahwa usaha pencegahan


kecelakaan kerja harus difokuskan pada upaya yang lebih luas yaitu dengan
mencegah terjadinya insiden atau near miss, guna mencegah terjadinya kecelakaan
yang lebih fatal. Berdasarkan data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS), (Larasati, 2014).

Ketenagakerjaan, total kecelakaan kerja pada tahun 2012 adalah 103.000


kasus. Kemudian, tercatat sepanjang tahun 2013 jumlah peserta BPJS
Ketenagakerjaan yang mengalami kecelakaan kerja sebanyak 129.911 orang.
Direktur Pelayanan dan Pengaduan BPJS Ketenagakerjaan menyampaikan bahwa
sebagian besar atau sekitar 69,59 persen kecelakaan kerja terjadi didalam
perusahaan pada saat mereka sedang bekerja. Hal tersebut memperlihatkan bahwa
angka kecelakaan kerja dalam perusahaan di Indonesia masih cukup tinggi.
Tingginya angka kecelakaan kerja pada suatu perusahaan dapat menurunkan
produktivitas kerja pada perusahaan yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan suatu
tindakan pencegahan terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Salah satu usaha untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah menerapkan program keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) yang baik. Dibutuhkan suatu sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan yang bertujuan untuk mengontrol,

3
mengawasi, mengevaluasi dan meningkatkan program K3 yang ada guna
mencegah dan menurunkan kejadian kecelakaan kerja, (Larasati, 2014).

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah segala kegiatan untuk


menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sesuai dengan definisi
tersebut, maka fungsi K3 di perusahaan adalah untuk mencegah dan
mengendalikan kerugian yang mungkin terjadi di perusahaan atau sering disebut
sebagai loss control management. Semakin rendah kejadian kecelakaan yangterjadi
di perusahaan, semakin tinggi produktivitas yang dapat dicapai oleh perusahaan,
(Larasati, 2014).

Produktivitas perusahaan sangat bergantung pada tenaga kerja yang


dimiliki oleh perusahaan tersebut. Sehingga, dapat dikatakan bahwa tenaga kerja
merupakan harta perusahaan yang harus dilindungi. Sesuai dengan undang-undang
No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, maka setiap perusahaan wajib
memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang sudah ditetapkan. Disebutkan juga
dalam pasal 87 undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan bahwa
“Setiap perusahaan wajib menerapkan system manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.”,
(Larasati, 2014).

Pengendalian terhadap kecelakaan kerja tidak dapat dilakukan secara cepat


atau mendadak, melainkan membutuhkan suatu sistem yang baik untuk mengelola
risiko K3 yang ada dalam perusahaan agar kejadian yang tidak diinginkan atau
dapat menimbulkan kerugian dapat dicegah. Terkadang sebuah perusahaan telah
memiliki program K3 namun program tersebut tidak disusun dalam kerangka
kesisteman yang baik, sehingga hasil yang dicapai menjadi kurang efektif. Untuk
membuat program K3 tertata dalam kerangka kesisteman yang baik maka perlu
diterapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Sesuai
dengan pasal 5 Peraturan Pemerintah RI No. 50 tahun 2012 tentang penerapan

4
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang menyebutkan bahwa
“Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya menyebutkan
bahwa ”setiap perusahaan di Indonesia wajib menerapkan SMK3. Berdasarkan
pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat diketahui bahwa “Sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem
manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produktif.” (Larasati, 2014).

Untuk mengantisipasi dan mengurangi kecelakaan kerja yang terjadi pada


proyek, maka proyek wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamtan dan
Kesehatan Kerja (SMK3). Tujuan utama dari diterapkannya SMK3 dalam proyek
adalah supaya tercipta tempat kerja yang aman, efisien dan produktif, (Aji, 2017).

Suatu pekerjaan proyek konstruksi tentunya ingin diselesaikan dengan tepat


waktu, namun terkadang aktivitas pekerjaan suatu proyek dapat terganggu dengan
berbagai hal, sehingga mengalami ketelambatan waktu penyelesaian. Salah satu
penyebab terganggunya atau terhentinya pekerjaan proyek adalah kecelakaan yang
mungkin terjadi pada suatu proyek konstruksi. Untuk itu, sistem manajemen K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) diwajibkan untuk diterapkan pada saat
pelaksanaan pekerjaan konstruksi karena ini juga merupakan bagian dari
perencanaan dan pengendalian proyek, (Kementerian Ketenagakerjaan dan Pekerja
Umum et al., 2019).

Angka kecelakaan kerja di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan data


laporan International Labor Organization (2011), secara global ILO
memperkirakan sekitar 337 juta kecelakaan kerja terjadi tiap tahunnya yang
mengakibatkan 2,3 juta tenaga kerja meninggal dunia. Sementara itu data PT.
JAMSOSTEK memperlihatkan bahwa sekitar 0,7 % tenaga kerja Indonesia
mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kerugian mencapai Rp 50 triliun. Di

5
Indonesia, tingkat kecelakaan kerja dari tahun 2011- 2014 yang paling tinggi terjadi
pada tahun 2013 yaitu 35,917. Sedangkan, untuk penyakit akibat kerja dari tahun
2011- 2014 mengalami penurunan dari 57,929- 40,694, (Rini, 2017)

Tujuan diterapkankannya SMK3 pada suatu perusahaan adalah untuk


meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, mencegah
dan mengurangi kecelakaan kerja, serta menciptakan tempat kerja yang aman,
nyaman dan efisien untuk mendorong produktivitas. Firdaus (2011) menyatakan
bahwa, jumlah kecelakaan kerja yang terjadi pada perusahaan yang tidak
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja cukup besar,
sedangkan perusahaan yang sudah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja terbukti mengalami penurunan jumlah kecelakaan kerja,
seperti contohnya PT Pelindo III dan PT Conbloc Infratecno yang pada tahun 2012
memperoleh sertifikat emas SMK3 sekaligus penghargaan zero accident.

Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Komarul


(2012) di PT Kertas Leces (PERSERO) Probolinggo. Hasil penelitian Komarul
menyatakan bahwa Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di PT Kertas Leces (PERSERO) Probolinggo sudah efektif mengurangi
jumlah unsafe action dan kecelakaan kerja yang disebabkan oleh unsafe action
selama tahun 2011.

Selain itu, salah satu perusahaan yang telah membuktikan manfaat


penerapan SMK3 adalah PT Wijaya Karya Beton Tbk. Menyadari pentingnya
kepatuhan terhadap pelaksanaan K3 di perusahaan, maka PT Wijaya Karya Beton
Tbk. menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Lingkungan (SMK3L).

PT WIJAYA KARYA BETON TBK. (WIKA Beton). adalah salah satu


anak perusahaan BUMN PT Wijaya Karya (PERSERO) Tbk. Pabrik Produk Beton
yang merupakan bagian dari ekspansi perusahaan yang mengkhususkan diri dalam
industri beton pracetak. PT WIJAYA KARYA BETON TBK. merupakan sebuah

6
perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur dalam pembuatan tiang beton,
tiang pancang bulat, tiang pancang segi empat, tiang pacang segi tiga, sheet pile
dan balok jembatan. WIKA Beton telah memiliki 10 pabrik, 1 (satu) mobile plant,
dan 7 (tujuh) wilayah penjualan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang
memiliki pertumbuhan industri konstruksi yang tinggi. WIKA Beton juga memiliki
3 (tiga) Crushing Plant di Cigudeg Bogor, Lampung Selatan dan Donggala Palu.
WIKA Beton menerapkan pola Precast Engineering-Production-Installation (EPI).
Selain itu, WIKA Beton juga memiliki 3 (tiga) jetty yang tersebar di sejumlah
wilayah di Indonesia untuk mendukung layanan distribusi produk kepada para
pelanggan. Hingga saat ini, WIKA Beton telah memiliki 4 (empat) anak usaha
yakni PT Wijaya Karya Komponen Beton, PT Wijaya Karya Krakatau Beton, PT
Wijaya Karya Citra Lautan Teduh dan PT Wijaya Karya Pracetak Gedung.

PT Wijaya Karya Beton Tbk. PPB Lampung Selatan telah menerapkan


sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, terbukti dengan
memperoleh sertifikat emas SMK3 sekaligus penghargaan zero accident terhitung
dari 01 Januari 2019 sampai 31 Desember 2021

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum

Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran penerapan SMK3 dalam upaya


meminimalkan kecelakaan kerja di PT Wijaya Karya Beton Tbk. Pabrik Produk
Beton Lampung Selatan 2022

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui komitmen dan kebijakan pihak manajemen terhadap


SMK3 di PT Wijaya Karya Beton Tbk. Pabrik Produk Beton Lampung
Selatan 2022

7
2. Untuk mengetahui perencanaan SMK3 di PT Wijaya Karya Beton Tbk.
Pabrik Produk Beton Lampung Selatan 2022

3. Untuk Mengetahui bagaimana penerapan program SMK3 di PT Wijaya


Karya Beton Tbk. Pabrik Produk Beton Lampung Selatan 2022

4. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengukuran dan evaluasi


program SMK3 di PT Wijaya Karya Beton Tbk. Pabrik Produk Beton
Lampung Selatan 2022

5. Untuk mengetahui tinjauan ulang terhadap program SMK3 yang telah


dilakukan di PT Wijaya Karya Beton Tbk. Pabrik Produk Beton Lampung
Selatan 2022.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1. Manfaat Bagi Perusahaan
Manfaat yang dapat diperoleh perusahaan antara lain sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui tingkat pencapaian penerapan SMK3 di PT WijayaKarya
Beton Tbk. Pabrik Produk Beton Lampung Selatan 2022
2. Dapat mengetahui kekurangan yang ada terkait dengan penerapan SMK3 di
PT Wijaya Karya Beton Tbk. Pabrik Produk Beton Lampung Selatan 2022,
sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan guna mencegah terjadinya
kecelakaan kerja.
3. Hasil magang ini dapat digunakan sebagai persiapan untuk menghadapi
audit internal rutin dari PT Wijaya Karya Beton Tbk. Pabrik Produk Beton
maupun audit eksternal SMK3.

8
1.3.2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan evaluasi sejauh mana hasil proses belajar mengajar di


perkuliahan dapat diimplementasikan secara nyata terkait dengan penerapan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan dan
dampaknya terhadap angka kecelakaan kerja.

1.3.3. Manfaat Bagi Peneliti

Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam


mengevaluasi penerapan SMK3 dan dampaknya terhadap angka kecelakaan
kerja di suatu perusahaan.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar K3 Perusahaan


Secara filosofis, keselamatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan manusia baik jasmani maupun rohani serta
karya dan budayanya yang tertuju pada kesejahteraan manusia pada umumnya dan
tenaga kerja pada khususnya. Secara keilmuan, keselamatan kerja adalah ilmu
pengetahuan dan penerapannya yang mempelajari tentang tata cara
penanggulangan kecelakaan kerja di tempat kerja. Perlindungan tenaga kerja
meliputi beberapa aspek dan salah satunya yaitu perlindungan keselamatan,
Perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja secara aman melakukan
kerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Tenaga
kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai soal disekitarnya dan pada
dirinya yang dapat menimpa atau mengganggu dirinya serta pelaksanaan
pekerjaannya, (Thamrin, 2018)

Pengelolaan K3 dalam pendekatan modern mulai lebih maju dengan


diperhatikan dan diikutkannya K3 sebagai bagian dari manajemen perusahaan. Hal
ini mulai disadari karena dari data kecelakaan yang terjadi juga mengakibatkan
kerugian yang cukup besar. Dengan memperhatikan banyaknya resiko yang
diperoleh perusahaan maka mulailah diterapkan manajemen resiko yang telah
menerapkan pola preventif terhadap kecelakaan yang akan terjadi. Manajemen
resiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi juga komitmen
manajemen dan seluruh pihak yang terkait, (Azmi, 2008).

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah cara untuk menanggulangi


kecelakaan kerja yaitu dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan, dan/atau
mengadakan pengawasan yang ketat. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja
konstruksi juga merupakan bagian dari upaya perencanaan dan pengendalian

10
proyek sebagaimana halnya dengan biaya, perencanaan serta kualitas (Barrie).
Keselamatan dan kesehatan kerja seperti kualitas produksi atau karakteristik
lainnya yang sesuai dengan keinginan perusahaan, hal ini hanya dapat dicapai oleh
pekerja itu sendiri, (S. & Panjaitan, 2016).
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan mesin,
pesawat alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan adalah
perlindungan orang dari cedera fisik. Banyak aspek fisik mengenai keselamatan
kerja di bidang konstruksi dilahirkan dari kenyataan bahwa orang yang
menyelenggarakan pekerjaan itu terlihat demikian lemahnya bila dibandingkan
dengan ukuran pekerjaan yang demikian besar pada proyek itu, (S. & Panjaitan,
2016).
Kesehatan adalah perlindungan tubuh dan pikiran orang dari penyakit yang
dihasilkan oleh material, proses, atau prosedur yang digunakan pada tempat kerja.
Bahaya yang mengancam kesehatan kerja dalam konstruksi diantaranya mencakup
panas, radiasi, kebisingan, debu, kejutan, getaran serta zat kimia beracun.
Kesehatan kerja adalah kesehatan yang diharapkan dimiliki oleh pekerja dengan
cara pemberantasan penyakit-penyakit akibat kerja, (S. & Panjaitan, 2016).
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak
terduga oleh karena latar belakang peristiwa itu tidak terdapat adanya unsure
kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Oleh karena peristiwa
kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan
sampai pada yang paling berat, (S. & Panjaitan, 2016).
Kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan
dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. Kinerja adalah cara
perseorangan atau kelompok dari suatu organisasi menyelesaikan suatu pekerjaan
atau tugas. Produktivitas karyawan menunjukkan tingkat kemampuan pegawai
dalam mencapai hasil (output), terutama dilihat dari sisi kuantitasnya. Oleh karena
itu tingkat produktivitas setiap pegawai bisa berbeda, (S. & Panjaitan, 2016).

11
Dalam suatu proyek hubungan antara biaya, waktu, kinerja dan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat saling berkaitan. Apabila dalam
proyek jika bermasalah dengan biaya (anggaran), maka waktu yang telah
ditentukan akan melenceng dari waktu semula begitu pula kinerja yang diperoleh
tidak akan maksimal, (Tumbelaka et al., 2013).
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin,
pesawat alat kerja, bahan dan proses pengelolahannya, landasan tempat kerja, dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Sasaran keselamatan kerja
adalah segala tempat kerja, baik darat di dalam tanah, di permukaan air maupun
udara. Penerapan keselamatan kerja pada suatu kegiatan merupakan suatu
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seluruh pelaku kegiatan guna melindungi
keamanan pekerja (19), (Giawa et al., 2021).
Menurut WHO/ILO (1995) dalam (Suwardi, Daryanto, 2018) kesehatan
kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik,
mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan,
pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat faktor
yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi danpsikologisnya,
(Giawa et al., 2021).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga
kerja khususnya, dan manusiaa pada umumnya.Keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan
manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek. Keselamatan dan
kesehatan kerja cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua
organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain
yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu, (Giawa et al.,
2021).

12
Peran Keselamatan dan Kesehatan dalam ilmu K3 dalam mengupayakan
perlindungan kesehatan para pekerja dengan upaya promosi kesehatan, pematuhan
serta upaya peningkatan daya tubuh dan kebugaran pekerja. Sementara peran
keselamatan adalah menciptakan sistem kerja yang aman atau mempunyai potensi
resiko yang rendah terhadap terjadinya kecelakaan dan menjaga aset perusahaan,
(Giawa et al., 2021).
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 dalam Suma’mur (1993),
tentang Keselamatan Kerja pasal 1 ayat 1, yang dimaksud tempat kerja adalah tiap
ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga
kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha
dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja
ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan
bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut, (Muhanafi,
2015).
K3 merupakan suatu masalah penting dalam setiap proses operasional.
Tanpa disadari manusia hidup di tengah atau bersama dengan bahaya. Berdasarkan
data ILO 2003 dalam Tarwaka (2014), ditemukan bahwa di Indonesia tingkat
pencapaian penerapan kinerja K3 di perusahaan masih sangat rendah. Dari data
tersebut ternyata hanya 2 % (sekitar 317 buah) perusahaan yang sudah menerapkan
K3. Sedangkan sisanya 98 % (sekitar 14.700) perusahaan belum menerapkan K3
secara baik. Kondisi tersebut dari tahun ke tahun terus membaik, hal ini dapat
dilihat dari data Kemenakertrans pada tahun 2009 jumlah perusahaan yang
memperoleh penghargaan sertifikat SMK3 berjumlah 150 perusahaan dan pada
tahun 2010 jumlahnya meningkat menjadi 192 perusahaan. Sehingga dari tahun
1997 sampai dengan tahun 2010 jumlah totalnya sudah mencapai 1.492
perusahaan. Selanjutnya pada tahun 2012 terdapat sebanyak 739 perusahaan
berhasil meraih penghargaan kecelakaan nihil (Zero Accident). Jumlah perusahaan
zero accident ini meningkat sebesar 44,4% (227 perusahaan) dibandingkan tahun
2011 yang berjumlah 512 perusahaan. Sedangkan penghargaan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) diberikan kepada 254 perusahaan yang

13
berhasil menerapkan SMK3 berdasarkan evaluasi hasil audit dari Lembaga Audit
Eksternal. Jumlah ini meningkat 6,7% disbanding tahun 2011 sebanyak 238
perusahaan, (Muntiana, 2014)

2.2 Sistem Manajemen K3 Perusahaan


Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting dalam
dunia industri untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan nyaman dalam
lingkungan kerja. Sistem ini akan membantu meningkatkan hubungan kerja antara
pengusaha dan pekerja untuk memudahkan selama proses produksi berjalan, (Sari,
2013).
Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada perusahaan
merupakan kewajiban. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, bahwa setiap perusahaan wajib
menerapkan SMK3 di perusahaannya, aturan ini berlaku bagi perusahaan yang
mempekerjakan pekerja atau buruh paling sedikit 100 (seratus) orang, atau
mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi. (Thamrin, 2018).
Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu sistem K3 di tempat
kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan
kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat yang aman, efisien dan produktif.
PT. Sucofindo (Persero) dalam Seminar Nasional K3 di Medan tahun 2005
mengungkapkan beberapa faktor penghambat dan faktor keberhasilan penerapan
SMK3. Faktor-faktor penghambat SMK3 antara lain :
1 Belum adanya persyaratan dari konsumen mengenai pembuktian penerapan
SMK3.
2 Dampak krisis ekonomi.
3 Tidak terdapatnya konsekuensi bagi perusahaan yang menunda dan menolak
pelaksanaan audit SMK3

14
4 Kekurangsiapan perusahaan dikarenakan ketidaktahuan perusahaan untuk
menerapkan SMK3
5 Biaya audit yang dianggap memberatkan perusahaan.
6 Frame koordinasi pelaksanaan audit dengan Departemen Teknis lain belum
terwujud.
Faktor-faktor keberhasilan penerapan SMK3 antara lain :
1. Telah diterapkannya beberapa sistem manajemen yang mendukung penerapan
SMK3.
2. Tingginya komitmen K3 dari manajemen puncak atau perusahaan induknya.
3. Melakukan studi banding
4. Adanya tenaga ahli di bidang K3
5. Adanya departemen atau bagian yang khusus menangani K3
6. Telah diperolehnya penghargaan di bidang K3 dari institusi asing
7. Telah dimilikinya Safety Committee yang berperan aktif dalam pelaksanaan K3.
8. Terdapatnya tuntutan dari pihak konsumen kepada perusahaan untuk
menerapkan SMK3 yang tersertifikasi.
9. Terpacunya suatu perusahaan dalam sektornya karena perusahaan lain telah
berhasil menerapkan SMK3
10. Adanya upaya pembinaan mengenai SMK3 baik dari asosiasi profesi ataupun
dari pembina kawasan perusahaan, (Azmi, 2008).
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian dari
sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, pengkajian, tanggung jawab, prosedur, proses, dan
sumber daya yang dibutuhkan dalam pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisiensi dan produktif, (Sari, 2013).

15
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja terdiri dari beberapa
subsistem, yaitu penetapan kebijakan, subsistem perencanaan K3, subsistem
pelaksanaan K3, subsistem pengukuran dan evaluasi, serta subsistem peninjauan
ulang dan perbaikan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja oleh
manajemen, (Sari, 2013).

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah penerapan


peraturan/standar K3 secara terpadu dalam sistem manajemen perusahaan. Prinsip-
prinsip penerapan SMK3 mengacu kepada 5 prinsip dasar SMK3 sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. PER
05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja BAB
III ayat (1) yaitu:
1. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin
komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3.
2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan kesela-
matan dan kesehatan kerja.
3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan
untuk mencapai kebijakan, tujuan, serta sasaran keselamatan dan kesehata
kerja.
4. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan
kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan, (Tumbelaka et al.,
2013).

SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang


meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktifitas (Tarwaka,
2012).Menurut Farida (2010), tujuan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
antara lain sebagai berikut: 1) Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan kerja

16
yang setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, maupun
pekerja-pekerja bebas; 2) Sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
serta kecelakaan akibat kerja, pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dan gizi
tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi efisiensidan daya produktivitas tenaga
manusia, pemberantasan kelelahan kerja, dan meningkatkan kegairahan serta
kenikmatan kerja.Di dalam pasal 87 (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem
Manajemen K3 yang terintegrasi dengan manajemen perusahaan, (Muhanafi,
2015).

Menurut Buntarto (2015), keselamatan kerja merupakan suatu keadaan


terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja tersebut
menjadi salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada
seorangpun di dunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan
kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu
dilaksanakan.Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai suatu upaya perlindungan
agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja senantiasa
dalam keadaan yang sehat dan selamat serta sumber sumber proses produksi dapat
dijalankan secara aman, efisien, dan produktif.menurut Wahyuni (2014), kesehatan
kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta dengan
prakteknya yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun sosial dengan usaha-usaha preventif
dan kuratif, (Muhanafi, 2015).

Perusahaan perlu secara rutin meninjau ulang dan terus menerus


menerapkan SMK3 dengan tujuan meningkatkan K3 secara keseluruhan. Tinjauan
ulang SMK3 mencakup: a. Evaluasi terhadap penerpan kebijakan K3 b. Tinjauan
ualng terhadap tujuan, sasarn, dan kinerja K3 c. Hasil temuan audit SMK3 d.
Evaluasi efektivitas penerapan SMK3 dan kebutuhan untuk mengubah, (Sari,
2013).

17
Pengelolaan SMK3 ini memiliki pola “Total Loss Control” (Loss Control
Management) yaitu suatu kebijakan untuk menghindarkan kerugian bagi
perusahaan, properti, personil di perusahaan dan lingkungan melalui penerapan
SMK3 yang mengintegrasikan sumber daya manusia, material, peralatan, proses,
bahan, fasilitas dan lingkungan dengan pola penerapan prinsip manajemen yaitu
Planning, Do, Check, dan Improvement ( PDCI ), (Azmi, 2008).

Dengan melaksanakan Audit K3, manajemen dapat memeriksa sejauh mana


organisasi telah melaksanakan komitmen yang telah disepakati bersama,
mendeteksi berbagai kelemahan yang masih ada, yang mungkin terletak pada
perumusan komitmen dan kebijakan K3, atau pada pengorganisasian, atau pada
perencanaan dan pelaksanaannya, (Azmi, 2008).

18
BAB III

HASIL KEGIATAN

3.1 Gambaran Umum Institusi Magang

3.1.1. Sejarah Perkembangan Perusahaan

PT Wijaya Karya Beton Tbk. (WIKA Beton) didirikan sebagai salah


satu anak perusahaan BUMN PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. pada tahun 1997
dengan visi Menjadi Perusahaan Terkemuka Dalam Bidang Engineering,
Production, Installation (EPI) Industri Beton di Asia Tenggara. Saat ini WIKA
Beton merupakan produsen beton pracetak terbesar di seluruh Indonesia bahkan
Asia Tenggara. WIKA Beton telah memiliki 14 (empat belas) pabrik dan 1
(satu) mobile plant yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki
pertumbuhan industri konstruksi yang tinggi. WIKA Beton juga memiliki 3
(tiga) Crushing Plant di Cigudeg Bogor, Lampung Selatan dan Donggala Palu.
WIKA Beton menerapkan pola Precast Engineering- Production-Installation
(EPI).

WIKA Beton telah memiliki tiga anak usaha yakni PT Wijaya Karya
Beton Tbk. Komponen Beton, PT Wijaya Karya Beton Tbk. Pabrik Produksi
Beton Krakatau Beton, PT Wijaya Karya Tbk. Pabrik Produksi Beton Citra
Lautan Teduh dan satu perusahaan asosiasi PT Wijaya Karya Tbk. Pracetak
Gedung.

PT Wijaya Karya Beton Tbk. Pabrik Produksi Beton . (WIKA Beton)


didirikan sebagai salah satu anak perusahaan BUMN PT (Persero) Tbk. pada
tahun 1997 dengan visi Menjadi Perusahaan Terkemuka Dalam Bidang
Engineering, Production, Installation (EPI) Industri Beton di Asia Tenggara.
Tahun 2008, WIKA Beton telah memiliki 7 pabrik di seluruh Nusantara dengan
produksi produk beton kualitas tinggi.

19
Dalam tiga tahun berikutnya, perusahaan ini terus berkembang; dari
mendirikan pabrik baru, dan inovasi seperti tiang pancang berdiameter 1 meter
dan box girder. Maka WIKA Beton pun dipilih menjadi perusahaan referensi
dalam studi kasus Economics Benefits of Standars oleh International
Organization for Standardization, Geneva Tahun 2013, WIKA Beton
mendirikan anak perusahaan WIKA Krakatau Beton dan berinovasi melahirkan
berbagai produk beton pracetak dan lini bisnis baru, yakni Quarry.
Setahun kemudian, WIKA Beton mengambil sebuah langkah
monumental: Melakukan pelistingan di Bursa Efek Idonesia, tepatnya pada 8
April 2014. Masih di tahun yang sama, perusahaan mengakuisisi PT Citra
Lautan Teduh dan meluncurkan unit Inner Boring Tahun 2016, WIKA Beton
mendirikan anak perusahaan WIKA Pracetak Gedung dan kembali berinovasi
dalam produk PC Wall yang bisa mencapai panjang 24,6 meter.

3.1.2. Visi Misi Perusahaan

1. Visi

"Menjadi Perusahaan Terkemuka dalam Bidang Engineering, Production,


Installation (EPI) Industri Beton di Asia Tenggara".
2. Misi
a. Menyediakan produk dan jasa yang berdaya saing dan memenuhi
harapan Pelanggan
b. Memberikan nilai lebih melalui proses bisnis yang sesuai dengan
persyaratan dan harapan pemangku kepentingan
c. Menjalankan sistem manajemen dan teknologi yang tepat guna untuk
meningkatkan efisiensi, konsistensi mutu, keselamatan dan kesehatan
kerja yang berwawasan lingkungan
d. Tumbuh dan berkembang bersama mitra kerja secara sehat dan
berkesinambungan
e. Mengembangkan kompetensi dan kesejahteraan Pegawai

20
3.1.3. Jumlah Karyawan

Jumlah Tenaga Kerja di PT. Wijaya Karya Beton TBK. PPB Lampung
Selatan yang diklasifikasikan sebagai berikut
Tabel 3.1. Jumlah Pegawai di PT. Wijaya Karya Beton TBK. PPB Lampung Selatan
Jumlah Karyawan dan
N0 Nama bidang
pekerja non karyawan
1 MPBB 1
2 Seksi Teknik dan Mutu 8
3 Seksi Perencanaan & Evaluasi Produksi (PEP) 7
4 Seksi Keuangan & SDM 6
5 Seksi Perlatan 12
6 Seksi Produksi 26
7 Pekerja harian/non karyawan 321
TOTAL 381

21
3.2 Struktur Organisasi Institusi

PT WIJAYA KARYABETONTbk.
PPB Lampung Selatan
STRUKTUR ORGANISASI
PPB LAMPUNG SELATAN

MANAJER PPB
LAM-SEL

ALWIN S.
PANGGABEAN

SEKSI PRODUKSI

Kepala Seksi : NUR HASYIM, S.T.


SEKSI PEP Asisten Kasi
Staf Muda I : TAUFIQ WAHYU HIDAYAT
Kepala Seksi : WINDHA RENAULDI S.D
Asisten Kasi :-

SEKSI PERALATAN

Kepala Seksi : BUDI AGUSTONO


Asisten Kasi : MAULINDA SETIAWAN

SEKSI TEKNIK & MUTU

Pjs. Kepala Seksi : RADIUS SURYAJAYA


Asisten Kasi : FIDO NADAREZA

SEKSI KEUANGAN & SDM

Kepala Seksi : GATOT BAYU WICAKSONO, S.E.


Asisten Kasi :-

Keterangan gambar :
Garis tanggung jawab
Garis pendukung / SASAA

Keterangan SASAA : Lampung Selatan, 07 Juni 2022


S = Support (dukungan, penunjang)
A = Assist (bantuan)
S = Service (pelayanan)
A = Advice (usul, saran, masukan) AHMAD FADLI KARTAJAYA
A = Audit (pengendalian) DIREKTUR KEUANGAN, HC & MANAJEMEN RESIKO

Gambar 3.1 Struktur Organisasi PPB Lampung Selatan

22
3.3 Struktur Organisasi Bidang/Bagian/Unit Magang dan Tupoksi

Gambar 3.2 Struktur Organisasi Seksi Teknik dan Mutu Pabrik


Produk Beton Lampung Selatan

23
3.3.1. Tugas dan Tanggung Jawab P2K3 Divisi & Unit Kerja
1. Ketua P2K3 Divisi
a. Ketua P2K3 Divisi dijabat oleh Manajer Divisi dan bertanggung jawab
langsung kepada Ketua P2K3 tingkat perusahaan;
b. Ketua P2K3 Divisi bertanggung jawab atas:
1) Tersedianya rencana kerja dan anggaran program penerapan K3L
unit kerja yang meniadi tanggung jawabnya;
2) Memastikan terkelolanya pelaksanaan rencana program penerapan
K3L unit kerja yang menjadi tanggung jawabnya;
3) Terlaksananya fungi sebagai wakil perusahaan dalam berhubungan
dengan pihak diluar perusahaan yang terkait dengan program
penerapan K3L di Unit kerja yang menjadi tanggung jawabnya;
4) Terbinanya pengetahuan dan keterampilan mengenal K3L di Unit
kerja yang menjadi tanggung jawabnya;
5) Memastikan tersedianya laporan kemajuan program penerapan K3L
tingkat Unit Kerja,
6) Terlaksananya program K3L termasuk pendidikan dan pelatihan
secara bekerja bagi karyawan/pekerja di Unit Kerja masing-masing;
7) Memastikan terlaksananya peraturan-peraturan dan prosedur-
prosedur K3L di Unit Kerjanya;

8) Bertanggung jawab terlaksananya program kerapihan/kebersihan


lingkungan) kerja (Housekeeping) serta bahaya-bahaya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi terhadap setiap
tamu/pengunjung Unit Kerjanya.

2. Ketua P2K3
a. Ketua P2K3 tingkat Unit Kantor Pusat dijabat oleh Sekretaris
Perusahaan dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua P2K3
tingkat perusahaan;
b. Ketua P2K3 tingkat Pelaksana Pengelolaan Usaha (Unit Kerja)

24
mempunyai fungsi utama yaitu menjadi wakil perusahaan dalam
berhubungan dengan pihak konsultan K3L, badan sertifikasi K3L,
Kemenaker, KLHK, dan menjaga konsistensi penerapan K3L di unit
kerja yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka menjaga aset dan
citra unit kerjanya;
c. Ketua P2K3 tingkat Unit Kerja dijabat secara "ex-officio" oleh
Pimpinan tertinggi Unit Kerja dan bertanggung jawab langsung kepada
Ketua P2K3 tingkat perusahaan;
d. Ketua P2K3 tingkat Unit Kerja bertanggung jawab atas:
1) Penentuan Personel yang diperlukan untuk Penerapan K3L di Unit
Kerja secara efisien, efektif dan penuh tanggung jawab;
2) Tersedianya rencana kerja dan anggaran program penerapan K3L
unit kerja yang menjadi tanggung jawabnya;
3) Terkelolanya pelaksanaan rencana program penerapan K3L unit
kerja yang menjadi tanggung
4) Terlaksananya fungsi sebagai wakil perusahaan dalam berhubungan
dengan pihak diluar perusahaan yang terkait dengan program
penerapan K3L di Unit kerja yang menjadi tanggung
5) Terlaksananya pengkajian metode kerja yang lebih
merekomendasikan pelaksanaan K3L unit kerja yang menjadi
tanggung jawabnya;
6) Terbinanya pengetahuan dan keterampilan mengenai K3L di unit
kerja yang menjadi tanggung jawabnya;
7) Tersedianya laporan kerajuan program penerapan K3L tingkat Unit
Kerja;
8) Terlaksananya program K3L termasuk pendidikan dan pelatihan
secara berkala bagi karyawan/pekerja di Unit Kerja masing-masing;
9) Terlaksananya peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur K3L di
Unit Kerjanya;

25
10) Sebagai pemimpin dalam pembahasan atas topik pelaksanaan K3L
pada saat rapat tinjauan K3L (HSE Meeting);

11) Bertanggung jawab atas kerapihan/kebersihan lingkungan kerja


(Housekeeping) serta bahaya-bahaya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang dapat terjadi terhadap setiap tamu/pengunjung
Unit Kerjanya.

3. Wakil Ketua P2K3


a. Wakil Ketua P2K3 tingkat Pelaksana Pengelolaan Usaha (Unit Kerja)
mempunyai fungsi utama yaitu menjadi wakil dari ketua P2K3
perusahaan yang membantu dalam berhubungan dengan pihak
konsultan K3L, badan sertifikasi K3L, Kemenaker, KLHK, dan
menjaga konsistensi penerapan K3L di unit kerja yang menjadi
tanggung jawabnya dalam rangka menjaga aset dan citra unit kerjanya;
b. Wakil Ketua P2K3 tingkat Unit Kerja dijabat secara "ex-officio" oleh
Manajer Seksi Produksi untuk Pabrik Produk Beton atau Pelaksana
Utama untuk Wilayah Penjualan dan bertanggung jawab langsung
kepada Ketua P2K3 tingkat perusahaan;
c. Wakil Ketua P2K3 tingkat Unit Kerja bertanggung jawab atas:
1) Terkelolanya pelaksanaan rencana program penerapan K3L. unit
kerja;
2) Terlaksananya pengkajian metode kerja yang lebih
merekomendasikan pelaksanaan K3L unit kerja.
3) Terbinanya pengetahuan dan keterampilan mengenai K3L di Unit
kerja.
4) Tersedianya laporan kemajuan program penerapan K3L tingkat
Unit Kerja;
5) Terlaksananya program K3L termasuk pendidikan dan pelatihan
secara berkala bagi karyawan/pekerja di Unit Kerja masing-masing;

26
6) Terlaksananya peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur K3L di
Unit Kerjanya;
7) Sebagai pemimpin dalam pembahasan atas topik pelaksanaan K3L
pada saat rapat tinjauan K3L (HSE Meeting );
8) Bertanggung jawab atas kerapihan/kebersihan lingkungan kerja
(Housekeeping) serta bahaya-bahaya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang dapat terjadi terhadap setiap tamu/pengunjung
Unit Kerjanya.

4. Sekretaris P2K3
a. Sekretaris P2K3 Unit Kerja dijabat oleh Ahli K3 yang ditetapkan oleh
ketua P2K3 Unit Kerja dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua
P2K3 Unit Kerja, serta merupakan Representasi Manajemen dalam
menerapkan SMK3L perusahaan;
b. Sekretaris P2K3 Unit Kerja mempunyal fungsi utama yaitu memastikan
semua persyaratan K3L telah diterapkan, dilaksanakan dan dipelihara
oleh unit kerja yang menjadi tanggung jawabnya serta memberikan
dukungan, bantuan, dan saran-saran yang diperuntukan di unit kerja
dalam rangka menjaga kelangsungan penerapan K3L;
c. Sekretaris P2K3 Unit Kerja sesuai dengan fungi utamanya bertanggung
jawab atas:
1) Terkendalinya program K3L Unit Kerja;
2) Terpenuhinya syarat-syarat K3L secara internal dan eksternal Unit
Kerja;
3) Tersedianya umpan balik dan rekomendasi perbaikan / pencegahan
atas permasalahan SMK3L Unit Kerja;
4) Terlaksananya dukungan, bantuan dan saran-saran yang diperlukan
di Unit Kerja;
5) Terlaksananya pengujian efektivitas pelaksanaan program K3L di
Unit Kerja;

27
6) Teriaksananya pembuatan laporan bulanan atas pelaksanaan K3L
termasuk data statistik yang diperlukan serta melaporkannya kepada
Manajer Unit Kerja/Ketua P2K3 Unit Kerja dan Dinasker;
7) Terselenggaranya hubungan dan koordinasi yang balk dengan
instansi eksternal yang terkait dengan K3L;
8) Terlaksananya upaya-upaya tindakan pencegahan dan perbaikan
dalam rangka tercapainya pelaksanaan K3L secara konsisten;
9) Terlaksananya peraturan terhadap setiap pengunjung/tamu yang
mengunjungi Pabrik Produx beton dipastikan sudah menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD) yang benar dan aman dan situasi/posisi
berbahaya yang dapat menimbulkan ancaman bahaya dan penyakit
alibat kerja;
10) Terlaksananya simulasi Keadaan Darurat;
11) Terlaksananya tugas-tugas kesekretariatan/administrasi dan
kerumahtanggaan P2K3 PT Wijaya Karya Beton Tbk;
12) Terlaksanarya penjelasan Kebijakan K3L perusahaan dan
prosedur/peraturan-peraturan insturksiKerja K3 kepada seluruh
karyawan /pekerja oilingkungan Unit Kerja;
13) Terlaksananya penjelasan tentang Kebijakan K3L perusahaan dan
peraturan-peraturan K3L yang relevan oleh penanggung jawabnya
masing-masing kepada setiap tamu/pengunjung/sub-kontraktor-
pemasok dan pelanggan yang datang/masuk kedalam lingkungan
Unit Kerja.

5. Pengawas / Inspektor
a. Pengawas / Inspektor mempunyai fungsi utama yaitu melaksanakan
pengawasan untuk memastikan berlangsungnya penerapan K3L sesuai
dengan kebijakan yang ditetapkan perusahaan;

28
b. Pengawas/Inspektor ditunjuk oleh Ketua P2K3 tingkat Unit Kerja dan
bertanggung jawab langsung kepada Sekretaris P2K3 tingkat Unit
Kerja;

c. Pengawas / Inspektor sesuai dengan fungsi utamanya bertanggung


jawab atas :
1) Terlaksananya pengawasan pelaksanaan K3L Unit Kerja dan
melaporkan kepada Sekretris P2K3 tingkatUnit Kerja
2) Terlaksananya pengelolaan perlengkapan K3L Unit Kerja;
3) Tersusunnya laporan hasil pengawasan secara bulanan;
4) Terselenggaranya hubungan dan koordinasi yang baik dengan
instansi yang terkait dengan K3L;
5) Terlaksananya upaya-upaya tindakan pencegahan dan perbaikan
dalam rangka tercapainya pelaksanaan K3L secara konsisten;
6) Terlaksananya perlindungan keselamatan dan kesehatan dari situasi
bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat
kerja bagi pengunjung tamu/ Unit Kerja;
7) Terlaksananya inspeksi atas pelaksanaan K3L. dan pelaporan
kepada Sekretaris P2K3;
8) Pemberian sanksi / peringatan langsung kepada karyawan / pekerja
atas pelanggaran atau penyimpangan;
9) Terpeliharanya perlengkapan K3L unit kerja;
10) Terlaksananya pembahasan atas laporan mingguan hasil inspeksi
pada saat rapat tinjauan K3 (Safety Meeting) di Unit Kerja

6. Analisa Teknis/ Safety Engineering dan Peralatan


a. Analisa Teknis dan Peralatan P2K3 Unit Kerja mempunyal fungi utama
yaitu membuat analisa teknis metode kerja dan kebutuhan perlengkapan
keselamatan kerja.

29
b. Analisa Teknis dan Peralatan P2K3 Unit Kerja dijabat secara “ex-
officio”sesuai fungsi jabatan pada struktur organisasi P2K3 yang telah
ditentukan dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua P2K3 tingkat
Unit Kerja.

3.4 Alur Kerja/Proses Produksi

Produk PT. Wika Beton, Tibk. dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu produk
putar dan non putar.
3.4.1 Produk Putar

Produk putar terdiri dari : Produk tang pancang, cylinder pile, serta
produk sejenis dengan kapasitas produksi 125.066 m3/tahun 2022. Proses
Produksi Produk Putar
Gambar 3.3 Proses Produksi Produk Beton Putar

setting
cetakan

finishing
stock yard cetakan beton

1. Persiapan Cetakan
Pembuatan dan pemasangan cetakan harus sesuai dengan shof drowing
pembersihan dan pemberian oli pada cetakan untuk mempermudah
pekerja pada saat pembukaan cetakan.

30
2. Perakitan Tulangan
Proses awal produksi produk putar adalah perakitan bahan tulangan baja.
Perakitan ini menggunakan mesin wire caging. Baja tulangan diperoleh dari
pihak vendor yang diangkut dengan alat transportasi darat (trailer). Setelah
proses perakitan selesai tulangan baja tersebut diangkut ke area setting
tulangan menggunakan alat bantu angkat.

3. Setting Tulangan
Cetakan dan end plate yang sudah dibersihkan disiapkan pada posisi
tulangan, rakitan tulangan dimasukkan ke dalam cetakan kemudian end
plate penutup dipasang dan dikencangkan. Cetakan dan tulangan yang
sudah disiapkan diangkut ke area pengecoran dengan alat bantu angkat.
4. Pengecoran
Pengecoran beton adalah kegiatan penuangan beton segar ke dalam cetakan
yang telah dipasangi rakitan besi tulangan.
5. Stressing
Proses penarikan tulangan agar tulangan kencang dan pengecoran menjadi
padat.
6. Spining
Mesin spinning digerakkan dengan motor listrik. Mesin ini difungsikan
dalam pengecoran dan pemadatan produk putar, sedangkan beton pengisi
diperoleh dari batching plant yang digerakkan juga oleh motor listrik.
Pengisian beton sesuai dengan kebutuhan dan mutu beton sebagaimana
yang telah disyaratkan. Penuangan material beton ke dalam cetakan yang
diputar dengan menggunakan hopper conveyor yang digerakkan oleh motor
listrik. Lama proses spinning dan pengisian beton sekitar ‡ 15 menit.
7. Perawatan beton
Cetakan dan produk setelah selesai diputar diangkat ke area perawatan
menggunakan gantry crane yang digerakkan motor listrik. Perawatan beton
dilakukan minimal 7 jam.

31
8. Pembukaan Cetakan
Pembukaan cetkan dilakukan minimal setelah umur beton telah mencapai
syarat yang di tentukan.
9. Penumpukan Produk di Stokyard
Di lokasi stokyard, antar produk diberi bantalan berupa balok kayu dengan
rata, bersih dan disusun secara vertikal, serta dilakukan proses pemasangan
label pada tiap produk, yaitu dengan memberi tanggal produksi dan tipe
produk guna untuk memudahkan pihak lapangan untuk melakukan
pengecekan pada saat instalasi produk.

3.4.2 Produk Non Putar

Produk non putar terdiri dari : Produk bantalan jalan rel, cover slab, serta
produk sejenis dengan kapasitas produksi 23.869 m3/tahun 2022. Proses
Produksi Produk Non Putar

Gambar 3.4 Proses Produksi Beton Non Putar

1. Persiapan Cetakan
Pembuatan dan pemasangan cetakan harus sesuai dengan shof drowing
pembersihan dan pemberian oli pada cetakan untuk mempermudah
pekerja pada saat pembukaan cetakan.

32
2. Perakitan Tulangan
Perakitan tulangan menggunakan bar bender dan bar cutter (mesin bengkok
dan mesin potong) yang digerakkan oleh motor listrik.b). Setting tulangan
Tulangan dirakit secara manual sesuai dengan gambar serta ukuran yang
disyaratkan. Pengangkatan rakitan tulangan menuju area cetakan
menggunakan alat bantu angkat lalu cetakan ditutup dan dirapatkan.
3. Setting Tulangan
Tulangan dirakit secara manual sesuai dengan gambar serta ukuran yang
disyaratkan. Pengangkatan rakitan tulangan menuju area cetakan
menggunakan alat bantu angkat lalu cetakan ditutup dan dirapatkan.
4. Pengecoran
Cetakan dan tulangan yang sudah diset sesuai persyaratkan selanjutnya
dicor dengan beton yang berasal dari batching plant dengan menggunakan
hopper supply dan bucket cor. Pemadatan beton menggunakan internal dan
atau eksternal vibrator yang digerakan motor listrik.
5. Perawatan beton
Cetakan dan produk setelah selesai dicor diangkat ke area perawatan
menggunakan alat bantu angkat yang digerakkan motor listrik. Perawatan
beton dilakukan minimal 6 jam, setelah selesai perawatan cetakan dibuka
dan diangkut dengan forklift ke area stockyard.
6. Pembukaan Cetakan
Pembukaan cetkan dilakukan minimal setelah umur beton telah mencapai
syarat yang di tentukan.
7. Penumpukan Produk Stokyard
Di lokasi stokyard, antar produk diberi bantalan berupa balok kayu dengan
rata, bersih dan disusun secara vertikal, serta dilakukan proses
pemasangan label pada tiap produk, yaitu dengan memberi tanggal
produksi dan tipe produk guna untuk memudahkan pihak lapangan untuk
melakukan pengecekan pada saat instalasi produk.

33
3.5 Pelaksanaan Kegiatan Magang
3.5.1 Kegiatan Magang

1. Orientasi dan Pengenalan dengan pembimbing lapangan PT. Wijaya Karya

Beton PPB Lampung Selatan

2. Pengumpulan data umum magang di PT. Wijaya Karya Beton PPB

Lampung Selatan

3. Melakukan identifikasi mengenai SMK3 di PT. Wijaya Karya Beton PPB

Lampung Selatan

4. Melakukan inspeksi K3 di PT. Wijaya Karya Beton PPB Lampung Selatan

5. Diskusi penentuan topic/focus magang dengan pembimbing lahan di PT.

Wijaya Karya Beton PPB Lampung Selatan

6. Konsultasi dengan pembimbing lapangan

7. Membuat laporan magang uraian kegiatan magang yang lebih terperinci

dapat lampiran.

2.5.2 Realisasi Kegiatan Magang

Pada minggu pertama magang, diawali dengan orientasi, perkenalan

dengan pembimbing lapangan dan seluruh karyawan PT. Wijaya Karya Beton

PPB Lampung Selatan, kami mulai dengan orientasi jalur proses pruduksi dan

lingkungan kerja, meminta data umum, menentukan topic permasalahan yang

akan diteliti serta melakukan bimbingan dengan pembimbing lapangan.

Pada minggu kedua, Pembimbing Lapangan memberikan materi terkait

K3, kemudian kami melakukan kegiatan kerja seperti, Safety induction setiap

pagi sebelum bekerja, inspeksi K3 seperti : inspeksi alat bantu angkat, inspeksi

34
K3 proses pada jalur 1, 2, 3-A, 3-B, 4, inspeksi Apar- Apar, Inspeksi Hydrant

dan masi banyak yang lainnya.

Pada minggu ketiga, kami melakukan kegiatan kerja dilokasi magang dan

kami meminta data yang diperlukan, selanjutnya menyusun laporan dengan

data dan imformasi yang ada untuk penyusunan laporan magang.

Pada minggu keempat, kami melakukan kegiatan kerja dilokasi magang,

lalu konsultasi laporan kepada pembimbing akademik/lapangan mengenai

laporan kegiatan magang , baik ke pembimbing lapangan maupun akademik.

Kami melengkapi kekurangan laporan yang telah direvisi.

3.6 Identifikasi Masalah Fokus Magang

3.6.1 Upaya Pengendalian Resiko Bahaya Melalui Kegiatan Inspeksi Di PT


Wijaya Karya Tbk. Pabrik Produksi Beton (Afrido nanda setiawan)
Berdasarkan fokus magang di Pt.Wijaya Karya Beton PPB Lampung
Selatan, kami melakukan inspeksi seluruh area pabrik guna melakukan upaya
pengendalian resiko bahaya, untuk meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan selama berkerja, Kegiatan inspeksi K3 merupakan inspeksi yang
teratur dan terencana serta merupakan usaha untuk mencapai terget yang telah
di programkan P2K3.
Berbagai macam kegiatan inspeksi K3 terhadap potensi bahaya kecelakaan
yang timbul di tempat kerja Pt. Wijaya Karya Beton PPB Lampung Selatan
diantaranya Inspeksi perlatan, inspeksi penangan marerial bahaya, inspeksi
keteraturan house kepping, inspeksi alat bantu angkat, inspeksi crane, inspeksi
eyewash, inspeksi kotak P3K, dan inspeksi catering.

35
Pt.Wijaya Karya melaksanakan kegiatan inspeksi K3 terhadap potensi
bahaya kecelakaan yang timbul di tempat kerja. Potensi bahaya yang dapat
menyebabkan kecelakaan kerja dapat berasal dari berbagai kegiatan dan
aktivitas dalam pelaksanaan operasi atau juga berasal dari proses kerja. Potensi
bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja misalnya, terjatuh,
terjepit,tertimpa, tertabrak dan lain-lain.
Pada dasarnya semua jalur di Pt.Wijaya Karya PPB Lampung Selatan
memiliki potensi bahaya, namun pihak pabrik terus mengupayakan program
atau kegiatan yang dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja guna
mencapai tujuan zero accident.

3.6.2 Penerapan Penggunaan APD pada Pekerja di Workshop Peralatan


(Ebel Firstio Qatrunnada)
Berdasarkan hasil pengamatan di workshop/bengkel kerja terdapat
beberapa pekerjaan yang dapat menimbulkan bahaya serta kecelakaan kerja
contoh seperti proses pengelasan, pemotongan menggunakan gerinda dan
banyak benda benda yang dapat menimbulkan bahaya dan cidera, berdasarkan
pengamatan yang kami lakukan terdapat beberapa pekerja di workshop
peralatan yang kurang mematuhi aturan yang telah berlaku seperti kewajiban
menggunakan APD pada saat di area bekerja, ada beberapa APD yang wajib di
gunakan di area kerja workshop seperti: Sarung Tangan, sepatu safety, apron(
pakaian kerja las ), Helm safety atau topeng las, masker las¸kaca mata, dll.
Alat pelindung diri (APD) atau personal Protective equipment adalah alat-
alat atau perlengkapan yang wajib di gunakan untuk melindungi diri dan
menjaga keselamatan pekerja saat melakukan pekerjaan yang memiliki potensi
bahaya atau resiko kecelakaan kerja. Sebagai salah satu syarat penting dalam
penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, maka Alat
Pelindung Diri (APD) digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu APD bagian
kepala, APD bagian tubuh dan APD bagian anggota tubuh lainya.

36
Potensi bahaya yang dapat terjadi apabila pekerja yang tidak patuh dalam
menggunakan APD seperti cidera atau penyakit akibat kerja (PAK) dapat
menimbulkan gangguan kesehatan serius, kecatatan, bahkan kematian.
Beberapa contoh potensi bahaya yang dapat terjadi di bengkel kerja/workshop
peralatan seperti tertusuk benda tajam, tertimpa benda jatuh, luka sayat,
dehidrasi karena lingkungan panas, sengatan listrik, cidera pada mata,
kebakaran.

3.6.3 Identifikasi Bahaya Pada Pekerja Bagian Workshop Perakitan


Tulangan Yang Tidak Menggunakan APD (Rahmat Wahyu Hidayat)

Menurut Undang-Undang Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tahun


1970 Personal Protective Equipment (Alat Pelindung Diri) adalah wajib dipakai
oleh operator las saat melakukan pengelasan. Alat Pelindung Diri adalah
merupakan bagian penting dalam penerapan Keselamatan dan kesehatan kerja
dalam laboratorium, kecelakaan kerja bisa terjadi jika tidak memperhatikan
prinsip "Unsafe condition dan unsafe action". Kecelakaan kerja dapat
menyebabkan sakit, cacat, kerusakan mesin, terhentinya proses produksi,
kerusakan lingkungan, dan pengeluaran-pengeluaran biaya kecelakaan kerja.
Secara umum kecelakaan kerja terjadi karena 2 hal penyebab yaitu keadaaan
lingkungan yang tidak aman dan tindak perbuatan manusia yang tidak
memenuhi keselamatan dan kesehatan kerja.

PT Wijaya Karya Tbk. Pabrik Produksi Beton Beton sudah menggunakan


mesin dan peralatan yang modern sehingga dibutuhkan sumber daya manusia
yang professional dan berpengalaman dalam mengoperasikan mesin-mesin
tersebut. Mesin-mesin yang digunakan dapat dikatakan berukuran besar.
Keselamatan kerja merupakan hal yang harus diperhatikan oleh semua pihak
yang berada di lingkungan pabrik agar tidak terjadi kecelakaan kerja yang
mengakibatkan cidera, cacat tubuh, dan risiko lainnya. Kecelakaan dapat
disebabkan oleh adanya kontak dengan suatu sumber energi seperti mekanis,

37
kimia, kinetik, fisis yang dapat mengakibatkan cedera pada manusia, alat, atau
lingkungan. Secara umum faktor kecelakaan disebabkan oleh dua golongan
yaitu: a. (unsafe human acts) tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi
keselamatan, b. (unsafe conditions) keadaan lingkungan yang tidak aman.

Berdasarkan survei dilapangan, masih ada sebagian tenaga kerja yang


tidak memakai APD secara lengkap ketika memasuki tempat kerja atau yang
sedang bekerja di tempat kerja yang mempunyai potensi dan faktor bahaya
tertentu, meskipun pihak perusahaan telah menetapkan kewajiban memakai alat
pelindung diri bagi setiap tenaga kerja. Risiko yang ditimbulkan oleh PT.
Wijaya Karya Beton telah diminimalisir salah satu caranya dengan adanya
penyediaan APD yang diberlakukan perusahaan untuk semua karyawan, tetapi
masih kurangnya safety patrol atau safetyman yang mengawasi tenaga kerja
yang lalai akan menggunakan APD. Jalur yang mempunyai risiko kecelakaan
tinggi yaitu lokasi yang berdebu, terjatuh, terpeleset, dan terpapar uap panas
karena adanya bekas partikel partikel potongan besi dilokasi. Selain itu pada
proses pemotongan besi terdapat kemungkinan terkena percikan api. Untuk
mengurangi risiko terkena percikan api maka sebaiknya pekerja menggunakan
wearpack atau seragam yang memiliki lengan panjang. Selain itu, untuk
mengurangi risiko pekerja lain terkena percikan api maka sebaiknya diberikan
area khusus untuk tempat penggerindaan.

Pada proses memindahkan tulangan terdapat beberapa potensi bahaya


yaitu tertabrak kendaraan angkut tulangan. Untuk mengurangi risiko tertabrak
kendaraan angkut tulangan sebaiknya garis jalan kendaraan angkut pada lantai
produksi diperjelas sehingga orang lain dapat mengerti batasan dalam bergerak.
Kondisi kerja yang padat dan beresiko di haruskan karyawan menggunakan
APD berupa helm safety, sepatu safety, sarung tangan safety, masker dan kaca
mata safety.

38
Faktor bahaya di workshop bagian persiapan tulangan, Faktor bahaya
yang ada di workshop adalah faktor bahaya fisik. Faktor bahaya fisik yaitu
potensi bahaya yang berasal dari atau bersumber dari alat alat yang ada di
workshop. Faktor bahaya fisik tersayat pisau, tertusuk besi, tertimpa barang,
luka bakar karena percikan api saat mengelas, terpeleset, bahaya panas dari uap
las,tersengat listrik, dan lain – lain.
Dari berbagai jenis APD yang disediakan, maka sesuai dengan faktor
bahaya yang ada di workshop persiapan tulangan diperlukan APD menurut
kebutuhan:
Tabel 3.2 Faktor Bahaya Yang Ada Di Workshop

Faktor Bahaya Bagian Tubuh Yang Perlu APD Yang Digunakan


Dilindungi
Benda Berat Kepala, Betis, Pergelangan Safety Helm, Sepatu Safety
kaki, Jari kaki (berujung baja)
Terpotong, Tergosok, Kepala, Tubuh, Mata, Kaki, Safety Helm, SarungTangan,
Tertusuk Tangan dan Jari-jari Kacamata Safety, Sepatu
Safety (berujung baja), Baju
berlengan panjang
Terpeleset, Tersandung Kaki Sepatu anti slip (bersol karet)
Benda Kecil Berterbangan Kepala, Mata,Hidung Safety Helm, Kacamata,
Masker
Debu Mata, Alat Pernapasan Kacamata, Respirator/
masker
Benda Tajam, Mesin-Mesin Kepala, Mata, Tangan dan Safety Helm, Kacamata
(las, gerinda) jari-jari, Tubuh, Kaki (Las), Sarung Tangan Karet,
Baju Lengan Panjang,
Sepatu Safety (berujung
baja)
Udara Panas (Dehidrasi) Tubuh Helm Safety, Baju werpack
(lengan panjang)
Tersetrum Tangan,Kaki Sarung Tangan, Sepatu
Safety

39
3.7 Analisis Penerapan Sistem Manajemen K3

3.7.1 Upaya Pengendalian Resiko Bahaya Melalui Kegitan Inspeksi Di PT


Wijaya Karya Tbk. Pabrik Produksi Beton (Afrido nanda setiawan)
PT. Wijaya Karya Beton Lampung Selatan telah melakukan identifikasi
potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko berupa HIRARC (Hazard
Identification Risk Assesment And Risk Control) disetiap proses produksi dari
jalur 1-4. Identifikasi dilakukan 3 bulan sekali dengan penilaian risiko terhadap
potensi bahaya dari potensi bahaya yang rendah sampai dengan potensi yang
tinggi. Penilaian risiko yang sudah dilakukan oleh perusahaan bahwa dari hasil
identifikasi bahwa jalur produksi tergolong risiko tinggi. Pengendalian yang
sudah dilakukan yaitu: Eliminasi, Substitusi, Engineering, Administrasi&APD.
Pengendalian eliminasi yaitu upaya pengendalian risiko K3 untuk mengeliminir
atau menghilangkan suatu bahaya. Pengendalian substitusi yaitu pengendalian
yang dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan peralatan yang
berbahaya dengan bahan atau peralatan yang kurang berbahaya. Pengendalian
engineering yaitu proses pengendalian risiko dengan merekayasa suatu alat atau
bahan dengan tujuan mengendalikan bahaya. Pengendalian administrasi yaitu
pengendalian dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi
kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya dan pengendalian Alat
Pelindung Diri (APD) yaitu dengan memberikan alat pelindung diri yang sesuai
kepada pekerja untuk mengurangi resiko bahaya di tempat kerja.

3.7.2 Penerapan Penggunaan APD pada Pekerja di Workshop Peralatan


(Ebel Firstio Qatrunnada)

Berdasarkan analisis di PT. Wijaya Karya Beton TBK PPB Lampung


Selatan bahwasanya pihak perusahaan (Petugas K3) sudah memberlakukan
sistem denda terhadap pekerja yang nakal/tidak patuh dalam mengikuti aturan
perusahaan yang mengharuskan setiap pekerja wajib menggunakan APD sesuai
bidang dan tempat bekerja dan perusahaan sudah menyediakan identifikasi
bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko K3 di setiap lingkungan yang
terdapat aktfitas/pekerjaan,serta telah melakukan safety talk setiap pagi
sebelum aktifitas bekerja di mulai.

40
Kesehatan dan Keselamatan kerja merupakan suatu usaha sekaligus
gagasan guna memastikan integritas serta kesempurnaan pekerja baik itu
menyangkut jasmani ataupun rohani. Proses penerapan program kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) bertujuan supaya bisa berjalan dengan efektif
penerapan K3 di suatu perusahaan, dengan demikian akan timbul kondisi aman
serta pekerjaan yang taat akan aturan untuk memakai Alat Pelindung Diri
(APD) serta berbagai peraturan yang lain lain.

Safety Patrol merupakan kegiatan inspeksi yaitu dengan melakukan


keliling di setiap area di perusahaan untuk mencari keadaan yang tidak sesuai
dengan standar dan temuan tersebut akan dibuat laporan untuk selanjutnya
dipresentasikan. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05
Tahun ( 2014) Huruf J mengenai lingkup safety patrol antara lain:

1. Tempat kerja
2. Peralatan kerja
3. Cara kerja
4. Alat pelindung kerja
5. Alat pelindung diri
6. Rambu-rambu
7. Lingkungan kerja konstruksi sesuai RK3K

Berdasarkan hasil analisis di PT. Wijaya Karya Beton TBK Lampung


Selatan kurang efektif nya kegiatan safety patrol yang di lakukan petugas K3
mengenai lingkup safety patrol yang mungkin di karenakan kekurangan SDM
di bagian petugas K3(Safety Man), maka dari itu kami merekomendasikan
untuk lebih efekif lagi dalam menjalankan kegiatan safety patrol baik Safety
Departement Patrol (Daily Safety Patrol) yang di lakukan sebulan sekali
maupun One Weekly Safety Patrol adalah patrol safety yang dilakukan rutin
setiap satu minggu sekali.

41
3.7.3 Identifikasi Bahaya Pada Pekerja Bagian Workshop Perakitan
Tulangan Yang Tidak Menggunakan APD (Rahmat Wahyu Hidayat)
Pengendalian potensi dan faktor bahaya yang telah dilakukan PT. Wijaya
Karya Beton salah satunya dengan menyediakan Alat Pelindung Diri (APD).
Alat pelindung diri menjadi alternatif terakhir untuk memberikan perlindungan
kepada tenaga kerja dari potensi bahaya ditempat kerja. Pada lingkungan kerja
PT. Wijaya Karya Beton semua tenaga kerja yang akan melakukan pekerjaan
maupun pengawasan harus memakai APD sesuai potensi bahaya yang
ditimbulkan. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi tenaga kerja dari
kecelakaan maupun penyakit akibat kerja yang mungkin timbul karena potensi
dan faktor bahaya tersebut.

Alat pelindung diri yang diberikan PT. Wijaya Karya Beton kepada
tenaga kerja secara gratis. Hal ini sesuai dengan undang-undang No. 1 tahun
1970 pasal 14 sub c yang menyatakan pengurus diwajibkan menyediakan secara
cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang
berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi orang lain yang memasuki
tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. Selain itu
sesuai dengan permenaker trans No. Per-01/MEN/1981 pasal 4 ayat 3 yang
menyatakan bahwa pengurus wajib menyediakan secara gratis alat pelindung
yang mewajibkan penggunanya bagi tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja. Perusahaan menurut
karyawan sudah baik dalam melaksanakan aturan K3 terutama tentang
penyediaan. Penyimpanan APD di PT. Wijaya Karya Beton telah disediakan di
ruang khusus APD yang terdapat petugas yang ditugaskan untuk menata dan
merapikan alat pelindung diri sehingga dapat untuk meminimalisirkehilangan
alat pelindung diri karyawan.

42
Perawatan dan penyimpanan APD Pemeliharaan alat pelindung diri yang
dilakukan oleh masing-masing tenaga kerja selain penyimpanan alat pelindung
diri diruang khusu APD yang telah disediakan perusahaan juga ada beberapa
karyawan melakukan perawatan dengan cara untuk sepatu safety selalu
dibersihkan setelah selesai digunakan bekerja lalu dikeringkan kemudian
disimpan dan disusun secara rapih dirak sepatu yang telah disediakan. Tipe
perawatan biasanya berbeda-beda disetiap karyawan tergantung individu
mereka masing-masing. Hal ini sesuai dengan Permenakertrans RI Nomor
PER.08/MEN/VII/2010 pasal 7 ayat 1 bahwa pengusaha dan pengurus wajib
melaksanakan manajemen APD ditempat kerja salah satunya meliputi
penggunaan,.

Setelah mengetahui level risiko dari suatu pekerjaan maka diperlukan


tindak lanjut untuk mengeleminasi bahaya dari pekerjaan tersebut.
Pengeleminasian bahaya dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti
menemukan cara baru untuk melakukan pekerjaan, mengubah kondisi fisik
(seperti peralatan, perlengkapan, tata letak area kerja), mengubah prosedur
kerja untuk menghilangkan atau meminimalisasi bahaya, mengurangi frekuensi
pekerjaan, atau menggunakan alat pelindung diri (APD).

43
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Upaya Pengendalian Resiko Bahaya Melalui Kegiatan Inspeksi Di PT Wijaya

Karya Tbk. Pabrik Produksi Beton (Afrido Nanda Setiawan)

PT Wijaya Karya Beton Tbk. PPB Lamsel merupakan perusahaan yang


bergerak di bidang industri beton pracetak, di industri ini mempunyai tenaga kerja
sebanyak 381 orang. Para karyawan yang bekerja di perusahaan ini tidak
semuanya berstatus karyawan tetap, terutama pada bagian produksi dari jalur
1 s.d. jalur 4. PT Wijaya Karya Beton Lamsel Tbk. mempunyai kegiatan utama
yaitu pada jalur produksi tiang pancang putar dan non putar, bantalan jalan rel
dan sheet pile dan pada jalur produksi balok , dimana dalam proses
pembuatannya tidak lepas dari faktor bahaya sehingga beresiko mengakibatkan
kecelakaan kerja.
Maka dari itu perlu adanya tindakan pencegahan terhadap faktor bahaya tersebut
sebelum terjadi suatu insiden sehingga kerugian dapat diminimalkan atau bahkan
dihilangkan.
Selama bulan desember Pt.Wijaya Karya Beton Tbk PPB Lampung Selatan
telah melakukan inspeksi K3 yang meliputi inspeksi alat pelindung diri,, inspeksi
perlatan, inspeksi penanganan material bahaya, inspeksi keteraturan house
kepping, inspeksi alat bantu angkat, inspeksi crane, inspeksi penyimpanan produk
inspeksi kotak P3K, dan inspeksi catering.
a. Inspeksi Alat Pelindung Diri
Inspeksi alat pelindung diri meliputi penggunaan helm, sepatu safety, ear plug,
sarung tangan, apron, kedok las, kaca mata dan lain-lain. APD adalah alat yang
wajib di gunakan untuk melindungi diri dan mejaga keselamatan pekerja yang
memiliki resiko kecelakaan kerja. Dari hasil Inspeksi para pekerja secara
keseluruhan Pt. Wijaya Karya Beton PPB Lampung Selatan telah menerapkan
dengan baik, namun masi terdapat yang tidak disiplin dalam menggunakan APD
dan tidak mematuhi rambu-rambu K3
44
b. Inspeksi Peralatan
Inspeksi peralatan perlu dilakukan agar peralatan tersebut selalu aman
digunakan. Peralatan berat tersebut meliputi kendaraan yang terdapat di pabrik
mulai dari forklift, mobile crane, crane hoist, dump truck, mobil trailer, kompresor,
genset dan crawler crane. Hal yang diinspeksi meliputi keadaan keseluruhan alat
serta kelayakan pakai dari peralatan berat tersebut seperti kondisi mesin, keadaan
rem, kaca spion, klakson, dan lampu. Dari hasil inspeksi semua kendaraan dalam
keaadaan baik hanya saja ada sedikit kerusakan pada penggerak track yang tidak
berfungsi pada crawler crane namun langsung dilakukan perbaikan oleh pihak
bengkel pabrik sehingga peralatan selalu dapat digunakan.

c. Inspeksi Penangan Material Berbahaya


Inspeksi penanganan material berbahaya meliputi admixture, minyak cetak,
solar, oli, tiner cat, semen dan lain-lain. Hasil inspeksi berdasarkan tempat
penyimpanan, cara kerja, simbol atau label dan APD, Pt.Wijaya Karya Beton Tbk.
PPB Lampung Selatan telah melakuan penanganan dengan baik, namun ada label
informasi penggunaan pada tabung oxigen yang hilang. Hal ini tidak sesuai dengan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2013
tentang simbol dan label limbah bahan berbahaya dan beracun.

d. Inspeksi Penyimpanan Produk


Inspeksi penyimpanan produk meliputi penyimpanan produk cylinder pile,
tiang pancang bulat, tiang pancang kotak, CCSP, median conrete barrier ( MCB),
balok girder, concrete slab. Berdasarkan kondisi tumpukan dan rambu-rambu K3,
proses penyimpanan produk di Pt.Wijaya Karya Tbk. PPB Lampung Selatan telah
dilakukan secara baik.

45
e. Inspeksi Keteraturan House Keeping
Inspeksi keteraturan house keeping meliputi seluruh lokasi atau area di
wilayah kerja Pt.Wijaya Karya Beton PPB Lampung Selatan. Dari hasil inspeksi
berdasarkan kondisi lantai dan dinding, perabot dan perlengkapan dan kelengkapan
admisistrasi semua dalam kondisi baik, tetapi terdapat keruskan pintu toilet di jalur
4 (empat).

f. Inspeksi kotak P3K


Inspeksi kotak P3K meliputi ketersediaan isi kotak yang terdiri dari kasa steril,
perban, plester, kapas, gunting, masker, pinset, alkohol, buku panduan P3K dan
buku catatan daftar isi kotak. Dari hasil inspeksi untuk perlengkapan P3K di
Pt.Wijaya Karya Beton PPB Lampung Selatan termasuk lengkap dan dalam kondisi
siap pakai. Hal ini sesuai dengan Permenaker RI No.Per-15/Men/VII/2008 tentang
pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat kerja.

4.2 Penerapan Penggunaan APD pada Pekerja di Workshop Peralatan (Ebel

Firstio Qatrunnada)

Berdasarkan pengamatan penulis tentang kondisi di lokasi kerja workshop


peralatan yang kami lakukan terdapat beberapa pekerja di workshop peralatan yang
kurang mematuhi aturan yang telah berlaku seperti kewajiban menggunakanAPD
pada saat di area bekerja, ada beberapa APD yang wajib di gunakan di area kerja
workshop seperti: Sarung Tangan, sepatu safety, apron( pakaian kerja las ), Helm
safety atau topeng las, masker las¸kaca mata, dll.

PT. Wijaya Karya Beton PPB Lampung Selatan bahwasanya pihak perusahaan
sudah memberlakukan sistem denda terhadap pekerja yang nakal/ tidak patuh
dalam mengikuti aturan perusahaan yang mengharuskan setiap pekerja wajib
menggunakan APD sesuai bidang dan tempat bekerja, serta telah melakukan safety
talk setiap pagi sebelum aktifitas bekerja di mulai.

46
Berdasarkan perbandingan hasil pengamatan penulis tentang identifikasi
bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko K3 dan identifikasi bahaya,
penilaian resiko dan pengendalian resiko K3 yang telah di buat oleh pihak
perusahaan terdapat banyak kesamaan dan sudah sesuai dengan kondisi di lokasi
workshop perlatan, beberapa aktifitas pekerjaan yag di lakukan di workshop
peralatan seperti menggerinda, mengebor, mengelas, dan perbaikan alat- alat rusak.
Begitu pula dengan potensi bahaya, dampak dan pengendalian resiko.

4.3 Identifikasi Bahaya Pada Pekerja Bagian Workshop Perakitan Tulangan

Yang Tidak Menggunakan APD (Rahmat Wahyu Hidayat)

Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan di workshop perakitan tulangan


sudah ada identifikasi bahaya yang mengingatkan akan bahaya yang ada di lokasi
workshop tulangan, Ketertiban karyawan di PT. Wijaya Karya Beton Tbk PPB
sudah baik tetapi belum maksimal karena masih ada karyawan yang masih belum
menggunakan welding glasses (kacamata las) saat melakukan pengelasan, Visor
(penutup wajah) saat melakukan penggerindaan, masker pada saat melakukan
pemotongan dan pembengkokan besi, dan wearpack saat berada di lokasi kerja
workshop perakitan tulangan.

Berdasarkan identifikasi bahaya yang sudah dilakukan oleh PT Wijaya Karya


Beton Tbk. PPB Lampung Selatan terdapat kesamaan dan sudah sesuai dengan
kondisi di lokasi workshop perlatan, beberapa aktifitas pekerjaan yag di lakukan di
workshop peralatan seperti pemotongan material besi, pembengkokan material
besi, mengelas, menggrinda, membuat tulangan, kegiatan oprasional. Begitu pula
dengan potensi bahaya, dampak dan pengendalian resiko.

Sebagian besar perilaku pekerja yang tidak menerapkan perilaku keselamatan dan
kesehatan kerja. Hal ini dapat dilihat dari selama bekerja masih kurang kesadaran
penggunaan APD oleh pekerja, dan tindakan kurang hati-hatian selama bekerja.
Berdasarkan teori perilaku Lawrance Green (1980), dalam (Notoadmojo, 2007)

47
mengungkapkan determinan perilaku berawal dari analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku, yaitu :

Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) Faktor ini meliputi pengetahuan,


sikap, persepsi, dan keyakinan pada diri pekerja. Jika dilihat dari pengamatan
selama magang, kurangnya kesadaran perilaku para pekerja dalam menerapkan
perilaku keselamatan kerja karena para pekerja sudah terbiasa tidak menggunakan
APD dan ketika mereka tidak menggunakan APD, tidak ada kecelakaan yang
menimpa mereka.

Faktor Pendukung (Enabling Factors) Faktor penguat meliputi peraturan,


pengawasan, dan undang undang. PT. Wijaya Karya Beton Tbk. PPB telah
melakukan peraturan dan pengawasan yang tetap untuk para pekerja yang
melanggar aturan dalam bekerja. Contohnya saja pekerja yang didapati tidak
menggunakan APD di sekitar pabrik akan terkena penegguran dan sanksi tilang
(denda) Namun masih terdapat pekerja yang tidak menggunakan APD.

4.4 Penerapan Sistem Manajemen K3 di Perusahaan

Penerapan K3 diperusahaan sesungguhnya merupakan suatu kebutuhan,


baik dalam rangka pertimbangan ekonomi ( efisiensi dan safety ), maupun
kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dalam rangka mewujudkan tanggung
jawab sosial perusahaan. Pertimbangan lainnya adalah dalam rangka perdagangan
bebas (Free Trade Barrier) yang menuntut kepedulian terhadap sistem manajemen
mutu, sistem manajemen lingkungan, sertifikasi produk dan sistem manajemen K3.
bahkan kini, pengelolaan K3 dengan penerapan SMK3 sudah menjadi prasyarat
dalam ISO (International Organization Standardization) 9000:2000 dan CEPAA
(Council on Economic Priorities Accreditiation Agency) Social Accountability,
(Azmi, 2008).

48
PT. Wijaya Karya Beton adalah perusahaan yang meproduksi beton
pracetak seperti tiang listrik beton, tiang telepon beton, tiang pancang beton,
bantalan jalan rel, bridge girders, PC-U girders, sheet piles yang digunakan dalam
proses konstruksi jembatan, gedung, jalan raya serta berbagai infrastruktur lainnya.
Perusahaan ini termasuk kedalam perusahaan besar dengan tingkat resiko tinggi
dan memiliki lebih dari 100 orang pekerja. Hal ini terlihat dari proses produksinya
yang banyak menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi sehingga
menimbulkan potensi bahaya yang cukup banyak. Misalnya saja penggunaanhoist
crane untuk pengangkutan tulangan, produk, atau cetakan produk. Posisi hoist crane
yang berada diatas kepala berpotensi untuk putus dan menimpa pekerja.Begitu pula
dengan penggunaan mesin baching untuk pembuatan adukan beton. Operator yang
menangani mesin ini bisa terkena cipratan mortar atau tubuh terputar mixer beton.
Belum lagi pada proses pengecoran beton yang menimbulkan kebisingan sampai
97 dBA. Juga penggunaan mesin spinning untukmemadatkan beton yang berputar
dengan kecepatan putaran 1800 rpm, Semua ini menyebabkan PT Wijaya Karya
Tbk. Pabrik Produksi Beton Beton wajib menerapkan SMK3.

Pada penelitian Ilham Restu Aji, 2017, Kajian Penerapan Sistem


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Tol Lampung PT.
WIKA Kontrak Anak 2. (Dibimbing oleh Ir. Bambang Herumanta, MT) di
dapatkan hasil penelitian yang menunjukkan tingkat penerapan SMK3 pada proyek
sebesar 90,625%, maka proyek termasuk dalam tingkat penilaian memuaskan
(kategori awal). Ketidaksesuaian yang ditemukan dalam penerapan SMK3 proyek
yaitu: (1) proyek belum menerapkan pengidentifikasian kesehatan tenaga kerja
dalam menyeleksi tenaga kerja, (2) tidak menerapkan sistem LOTO (lock out and
tag out) pada peralatan yang sudah tidak aman ataupun sedang dilakukan
pemeliharaan, (3) tidak dipasang alarm tanda bahaya sebagai sistem tanggap
darurat, (4) tidak dilakukan pemeriksaan kesehatan pada tenaga kerja yang bekerja
pada tempat yang mengandung potensi bahaya tinggi, (5) tidak dilakukan

49
pemeriksaan kesehatan secara berkala kepada seluruh tenaga kerja. Kendala pada
butir kriteria yang terdapat ketidaksesuaian dalam penerapannya adalah bahwa
owner tidak mensyaratkan kriteria-kriteria diatas untuk dilaksanakan sesuai dengan
pedoman yang berlaku. Selain itu, menyangkut pada personil proyek yang belum
komplit, terutama pada bagian SHE (safety, health and environment). SafetyOfficer
yang hanya berjumlah 2 personil menyulitkan untuk memonitor keseluruhan
program K3. Sehingga ada kriteria SMK3 yang dalam pelaksanaanya masih
terdapat ketidaksesuaian dengan pedoman yang berlaku. Oleh karena itu proyek
dihimbau untuk segera menambah jumlah personil SHE demi tercapainya SMK3
proyek yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2012, (Aji,
2017).

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( SMK3 ) mendapat


perhatian yang sangat penting dewasa ini karena masih tingginya angka kecelakaan
kerja. SMK3 bertujuan menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan kerja di
tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien, dan produktif, (Azmi, 2008).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga
kerja khususnya, dan manusia pada umumnya.Keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan
manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek.Keselamatan dan
kesehatan kerja cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua
organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain
yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu. Kondisi riil yang
didapatkan peneliti pada saat melakukan penelitian bahwa pengetahuan K3sangat
mempengaruhi kedisiplinan pekerja dalam menggunakan maskerpada saat bekerja
di PT. Wijaya Karya Beton Tbk Lampung, (Giawa et al., 2021).

50
Kedisiplinan adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk
mematuhi dan menaati segala norma peraturan yang berlaku di organisasi. Disiplin
karyawan yang baik dapat mempercepat pencapaian tujuan organisasi, sedangkan
disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian
organisasi. Peraturan disiplin di buat untuk mengatur tata hubungan kerja yang
berlaku tidak saja dalam perusahaan- perusahaan besar atau kecil, tetapi juga pada
organisasi yang mempekerjakan banyak sumber daya manusis untuk melaksanakan
pekerjaan. Pembuatan suatu peraturan disiplin di maksudkan agar para karyawan
dapat melakukan pekerjaan tersebut sesuai dengan apa yang di harapkan. Oleh
sebab itu, peraturan disiplin pada perusahaan- perusahaan swasta tidak akan banyak
berbeda dengan organisasi publik. Kondisi riil yang didapatkan peneliti pada saat
melakukan penelitian bahwa peraturan K3 sangat mempengaruhi kedisiplinan
pekerja dalam menggunakan masker pada saat bekerja di PT. Wijaya Karya Beton
Tbk Lampung, (Giawa et al., 2021).

51
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

5.1.1. Upaya Pengendalian Resiko Bahaya Melalui Kegiatan Inspeksi Di PT


Wijaya Karya Tbk. Pabrik Produksi Beton (Afrido Nanda Setiawan)
Berdasarkan inspeksi selama bulan Desember di Pt.Wijaya Karya Tbk.
PPB Lampung Selatan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Inspeksi K3 di Pt.Wijaya Karya Tbk. PPB Lampung Selatan dilaksanakan


dengan baik. Pelaksanaan inspeksi tersebut bertujuan sebagai upaya untuk
mengidentifiksi potensi bahaya yang mungkin dapat timbul di tempat kerja
secara dini dan segera melakukan tindak lanjut.
2. Inspeksi K3 di Pt.Wijaya Karya Tbk. PPB Lampung Selatan meliputi
a. Inspeksi Alat Pelindung Diri
b. Inspeksi Peralatan
c. Inspeksi Material Bahaya
d. Inspeksi Penyimpanan Produk
e. Inspeksi Keteraturan Housekeeping
f. Inspeksi kotak P3K
3. Hasil inspeksi K3 di Pt.Wijaya Karya Tbk. PPB Lampung Selatan cukup baik,
namun masih ada karyawan yang tidak disiplin dalam menggunakan APD,
kemudian ada sedikit kerusakan pada penggerak track crawler crane yang tidak
berfungsi, kerusakan pintu kamar mandi di jalur 4 dan tidak ada label pada
tabung oxigen.
4. Seluruh karyawan dan penanggung jawab area ikut berperan aktif dalam
kegiatan inspeksi dengan melaporkan setiap temuan-temuan yang berpotensi
menimbulkan bahaya ke inspector K3 atau ahli K3 kemudian diteruskankepada
P2K3 kemudian diterbitkan surat rekomendasi untuk dilakukan perbaikan.

52
5.1.2. Penerapan Penggunaan APD pada Pekerja di Workshop Peralatan (Ebel

Firstio Qatrunnada)

Pada topik penerapan penggunaan APD pada pekerja di Workshop


peralatan dapat di tarik kesimpulan bahwa kurangnya kesadaran SDM/pekerja
dalam pentinngnya pengunaan APD saat bekerja agar dapat terhindar dari bahaya
resiko kecelakaan akibat kerja dan kurang maksimalnya sosialisasi penggunaan
APD terhadap pekerja seta kurang efektifnya pengawasan yang di lakukan oleh
petugas K3 dalam kegiatan safety patrol yang berjalan kurang maksimal.

5.1.3. Identifikasi Bahaya Pada Pekerja Bagian Workshop Perakitan Tulangan


Yang Tidak Menggunakan APD (Rahmat Wahyu Hidayat)

Pada topik identifikasi bahaya pada pekerja bagian workshop perakitan


tulangan yang tidak menggunakan APD dapat di Tarik kesimpulan bahwa masih
ada pekerja yang belum menggunakan APD lengkap karena di dorong dengan
faktor predisposisi yakni faktor yang meyakini para pekerja sudah terbiasa tidak
menggunakan APD dan ketika mereka tidak menggunakan APD, tidak ada
kecelakaan yang menimpa mereka.

5.2 Saran
1 Sikap pekerja terhadap penerapan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja sudah
cukup baik, namun masi terdapat pekerja nakal yang sesekali tidak menerapkan
sistem keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, sehingga diharapkan agar
pekerja mempertahankan dan semakin meningkatkan sikapnya terhadap
pelaksanaan program K3. Semakin baik sikap terhadap penerapan Program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja maka akan memberi rasa aman bagi pekerja dan
perusahaan sehingga diharapkan perusahaan lebih memperhatikan penerapan
program K3 terutama dari bagian manajemen K3 untuk meningkatkan program K3
yang nantinya juga akan meningkatkan produk- tifitas kerja perusahaan.

53
2. Evaluasi tentang kinerja keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja mulai dari
melakukan pekerjaan sampai selesai bekerja Menambahkan bagian Pengawasaan
pada bagian K3. Menambahkan (menempelkan) identifikasi bahaya, penilaian
resiko dan pengendalian resiko K3 di workshop peralatan.

3. Perlu diterapkannya sanksi yang tegas terhadap tenaga kerja yang melanggar
Norma-norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

4. Sebaiknya diberikan sanksi yang tegas terhadap tenaga kerja yang melakukan
pelanggaran terhadap penggunaan APD.

5. Segera menindaklanjuti apabila ada kerusakan pada alat-alat produksi

6. Memberikan sosialisasi tentang pentingnnya penggunaan APD dan rambu-rambu


K3 dalam bekerja

54
DAFTAR PUSTAKA

Aji, I. R. (2017). Kajian Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan


Kerja (Smk3) Pada Proyek Tol Lampung Pt. Wika Kontrak Anak 2. Universitas
Gadjah Mada, 2–3.

Azmi, R. (2008). Penerapan Sistem Manajemen Keselamatandan Kesehatan Kerja


Oleh P2k3 Untuk Meminimalkan Kecelakaan Kerjadi PT Wijaya Karya Tbk.
Pabrik Produksi Beton Beton Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan, 1–124.
Giawa, E., Rifai, A., & Daryanto, E. (2021). Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja (K3) Terhadap Tingkat Kedisiplinan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(Apd) Di Pt. Wika Beton Tbk Sumut Tahun 2020. Journal Of Healthcare
Technology And Medicine, 7(1), 25–40.
Kementerian Ketenagakerjaan Dan Pekerja Umum, Drenth, P., Ming, W., Siswanto,
A. B., Salim, M. A., Ardani, M. S., Akerlof, Permenaker, Akhir, T., Mutiasanti,
S., Ananta, M. T., Az-Zahra, H. M., Di, D., Kitamura, K., Ridwan, M., Putra,
C., Alfatiyah, R., Ghaisani, H., Nawawinetu, E. D., … Jatu Safitri Cahyahati,
Apoina Kartini, M. Z. R. (2019). Evaluasi Penerapan Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja (K3) Berdasarkan Sistem Manajemen (Smk3) Menggunakan
Model Countenance Stake Di Pt. Pindad (Persero) Bandung. Journal Of Public
Health Research And Community Health Development, 1(2), 74–85. Https://E-
Jurnal.Lppmunsera.Org/Index.Php/Senasset/Article/View/474%0ahttp://Publi
cation.Petra.Ac.Id/Index.Php/Teknik-
Industri/Article/View/3528/3198%0ahttp://Repository.Unpas.Ac.Id/46169/%0
ahttps://Jurnal.Umj.Ac.Id/Index.Php/Sintek/Article/View/2100%0ahttp://J-P

Larasati, R. A. (2014). Manajemen K3 Pt Wika. Universitas Airlangga, 1–12.


Muhanafi, M. Y. (2015). Penerapan Hazard Identification, Risk Assesment And
Determining Control Dalam Upaya Mengurangi Kecelakaan Kerja Di Pt
Wijayakarya Beton Ppb Majalengka.
Muntiana, K. (2014). Hubungan Persepsi Karyawan Terhadap Penerapan
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Dengan Penggunaan Alat Pelindung
Diri (Apd) Pada Jalur 3 Dan 4 PT Wijaya Karya Tbk. Pabrik Produksi Beton
Beton Boyolali Tbk. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 139.
Rini, W. D. S. (2017). Evaluasi Penerapan Sarana Pengendalian Risiko Di Bagian
Produksi Tiang Pancang Bulat Pt.Tb.Pbb Wijaya Karya Beton Boyolali.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 1–14.
S., R. W., & Panjaitan, T. W. S. (2016). Pengaruh Kebijakan Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Terhadap Tenaga Kerja Konstruksi PT Wijaya Karya Tbk.
Pabrik Produksi Beton ( Persero ) Tbk . Di Proyek Tol Surabaya Mojokerto.
Jurnal Titra, Vol. 4, No. 2, Juli 2016, Pp. 273-278, 4(2), 273–278.
Sari, G. R. (2013). Studi Implementasi Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Pada Proyek Pembangunan Hotel Brothers Solo Baru PT Wijaya Karya
Tbk. Pabrik Produksi Beton Bangunan Gedung. Urusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Thamrin, R. H. (2018). Gambaran Dan Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Di Pt.
Wijaya Karya Bangunan Gedung Proyek Transmart Bogor. Rogram Studi
Keselamatan & Kesehatan Kerja Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Binawan
Jakarta, 10. Https://Repository.Binawan.Ac.Id/269/
Tumbelaka, C. M., Mandagi, R. J. M., Tarore, H., & Malingkas, G. Y. (2013). Study
Korelasional Antara Sikap Pekerja Dengan Penerapan Program K3. Jurnal Sipil
Statik, 1(5), 305–308.
LAMPIRAN
PEKERJA YANG TIDAK MENGGUNAKAN APD LENGKAP
PERKENALAN DENGAN
PEMBIMBING LAPANGAN

ORIENTASI LINGKUNGAN KERJA


PT WIJAYA KARYA TBK. PABRIK
PRODUKSI BETON
INSPEKSI RUANGAN PENYIMPANAN APD

INPEKSI ALAT BANTU ANGKAT


TPS LIMBAH B3

TPS SEMENTARA DAN IPAL PT WIJAYA KARYA TBK.


PABRIK PRODUKSI BETON
KANTIN

SAFETY TALK
INSPEKSI MOBILE CRANE
INSPEKSI KENDARAAN TRUCK TRAILER

Anda mungkin juga menyukai