Anda di halaman 1dari 111

LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI

PT. KEONG NUSANTARA ABADI


“KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA”

Dosen Pembimbing :
Dra. Helina Helmy, M.Sc

DI SUSUN OLEH :
MARLYANA RUMANINGSIH 1813351013
HERNITA 1813351025

PRODI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
TAHUN 2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Praktik Kerja Lapangan di PT. Keong Nusantara Abadi ini telah

diperiksa dan disetujui oleh :

Bandar Lampung, 18 Maret 2022

Dosen Pembimbing Pembimbing Lapangan

Dra. Helina Helmy, M.Sc Wasono, S.Sos


NIP. 196406081988032002 Personalia & Umum

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun sebagai syarat menyelesaikan Mata Kuliah Praktek


Kerja Lapangan pada Program Studi Sarjana Terapan Sanitasi Lingkungan
Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Tahun 2022.

Bandar Lampung, 18 Maret 2022

Dosen Pembimbing Pembimbing Lapangan

Wasono, S.Sos
Dra. Helina Helmy, M.Sc
Personalia &Umum
NIP. 196406081988032002

Mengetahui,
Ketua Prodi Sarjana Terapan Sanitasi Lingkungan

Rifai Agung Mulyono, SKM, M.Kes


NIP. 197003271996021001

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Shalawat dan
salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW.

Laporan praktek kerja lapangan ini disusun sebagai salah satu syarat
dalam proses pembelajaran tahap akhir pada jenjang pendidikan Sarjana
Terapan Sanitasi Lingkungan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang yang berjudul
“Keselamatan dan Kesehatan Kerja”. Dengan tersusunnya laporan ini, penulis
banyak mendapat bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak, baik
langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dra. Helina Helmy, M.Sc selaku Pembimbing Institusi yang membantu
penulis dalam menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan
2. Bapak Agus Anderson selaku Manager Personalia & Umum
3. Bapak Wasono, S.Sos selaku Pembimbing Lapangan dalam Praktek Kerja
Lapangan

Penulis menyadari dalam pembuatan Laporan Praktek Kerja Industri masih


terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak.

Bandar Lampung, 18 Maret 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Judul i
Lembar Persetujuan ii
Lembar Pengesahan iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi v
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Manfaat 3
D. Ruang Lingkup 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Industri 4
B. Sarana Sanitasi Industri 4
C. Pengawasan K3 di Industri 5
D. Program K3 Industri 6
E. Faktor Fisik Lingkungan Kerja 11
F. Dampak Kontaminasi Biologi 31

BAB III METODELOGI PENELITIAN


A. Lokasi dan Waktu Praktek Kerja Lapangan 45
B. Peserta Praktek Kerja Lapangan 45
C. Pengumpulan Data 46
D. Sumber Data 46
E. Prosedur Kerja 46
F. Teknik Pengumpulan Data 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Perusahaan 55
B. K3 Industri 72
C. Hasil Pengukuran Lingkungan Kerja 73
D. Hasil Kuisioner 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan 84
B. Saran 86

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Tabel 2.3 Derajat Ketulian

Tabel 2.4 Baku Mutu Udara Ambien

Tabel 2.5 Persyaratan Kualitas Mikrobiologi

Tabel 2.6 Udara Indeks Standar Pencemaran Udara

Tabel 4.1 Pengukuran Kebisingan

Tabel 4.2 Pengukuran Kebauan Area Dalam Pabrik

Tabel 4.3 Pengukuran Kebauan Area Halaman Depan Pabrik

Tabel 4.4 Pengukuran Udara Ambien Halaman Depan Pabrik

Tabel 4.5 Pengukuran Udara Ambien Dalam Pabrik

Tabel 4.6 Deskriptif Data

Tabel 4.7 Deskriptif Responden

Tabel 4.8 Deskriptif Variabel

vi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Gambar 2.1 Proses Pendengaran pada Manusia

Gambar 2.2 Sel-sel Rambut Macula Cochalea

Gambar 2.3 Struktur Macula

Gambar 2.4 Proses Masuknya Debu dalam Tubuh

Gambar 3.1 Lokasi Industri

Gambar 3.2 Alat Thermal Environment Monitor

Gambar 4.1 Logo PT. Keong Nusantara Abadi

Gambar 4.2 Penghargaan PT. Keong Nusantara Abadi

vii
8
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi sekarang diperlukan tenaga-tenaga kerja terampil pada


suatu bidang tertentu yang membutuhkan keahlian yang profesional. Salah satu
bidang yang membutuhkan keahlian profesional adalah bidang industri.
Adanya kepentingan akan kemajuan industri dan juga kepentingan mahasiswa
untuk mengkaji dan memahami ilmu tentang dunia kerja, maka diperlukan
suatu kegiatan yang menitikberatkan pada keterlibatan mahasiswa itu sendiri
dengan dunia kerja khususnya industri secara langsung. Sehingga dapat tercipta
keterpaduan antara perkembangan dunia industri dan perkuliahan di kampus.
Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia masuk kedalam salah satu
anggota MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN yang menuntut agar kualitas
masyarakat Indonesia dapat bersaing dengan masyarakat negara ASEAN
lainnya. Oleh kerana itu dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki
keahlian yang mumpuni. Salah satu cara untuk menjadi sumber daya manusia
yang berkualitas dan dapat menjadi tenaga kerja yang baik adalah dengan
melakukan praktik kerja lapangan (PKL) bagi setiap mahasiswa yang akan
lulus.
Praktik kerja lapangan (PKL) adalah sebuah proses pengajaran dengan
cara memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk magang di tempat kerja
secara nyata, baik di instansi swasta, BUMN, BUMD, ataupun instansi
pemerintahan setempat. Dengan adanya PKL ini, mahasiswa dapat menerapkan
ilmu yang didapat di bangku kuliah dan kampus pada kerja dunia nyata yang
sesuai dengan bidangnya.
Sebagai salah satu lembaga pendidikan di Indonesia, Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang memiliki sistem pendidikan yang menitikberatkan pada praktik
dan teori, yang diharapkan mampu mencetak atau menghasilkan tenaga-tenaga
profesional yang siap pakai sesuai dengan bidang keahliannya. Untuk

1
mewujudkan itu, Program Pendidikan Diploma IV Sanitasi Lingkungan
mempunyai program kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) bagi mahasiswa.
Dengan terlaksananya PKL ini Polikteknik Kesehatan Tanjungkarang
khususnya Program Pendidikan Diploma IV Sanitasi Lingkungan berharap
mahasiswa mampu menguasai dan mampu menerapkan sanitasi industri dan
keselamatan kesehatan kerja yang berbasis pada bidang kesehatan lingkungan
dalam arti yang luas, mencakup sanitasi industri, antara lain ketersediaan air
bersih, adanya pengelolaan air limbah dan sampah, tingkat kebisingan di
tempat kerja, getaran, pencahayaan di tempat kerja, keberadaan vektor, serta
adanya manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Kegiatan ini selain
terdaftar sebagai salah satu mata kuliah yang harus dipenuhi juga bertujuan
memberikan pengalaman dan wawasan kerja serta menambah kesiapan
mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya.
Berdasarkan program dari Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Program
Pendidikan Sarjana Terapan Sanitasi Lingkungan itu, maka mahasiswa
melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Keong Nusantara Abadi pada
bagian K3 Lingkungan. Mahasiswa ditempatkan pada bagian ini karena sesuai
dengan bidang ilmu dan program studi yang telah didapat dari bangku
perkuliahan yaitu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran santasi industri dan K3 di PT. Keong Nusantara
Abadi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran umum PT. Keong Nusantara Abadi
b. Untuk mengetahui proses produksi PT. Keong Nusantara Abadi
c. Untuk mengidentifikasi bahaya yang terjadi di PT. Keong Nusantara
Abadi
d. Untuk mengetahui tingkat resiko berdasarkan sumber bahaya di PT.
Keong Nusantara Abadi

2
e. Untuk mengetahui upaya pengendalian resiko berdasarkan sumber
bahaya di PT. Keong Nusantara Abadi

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa mendapatkan pengalaman baru tentang bagaimana
kegiatan didunia kerja yang mampu untuk diterapkan untuk
kedepannya
b. Membantu mahasiswa menerapkan kedisiplinan, daya kreativitas,
keterampilan, kemandirian, dan tanggung jawab dalam melakukan dan
menyeleseikan tugas yang diberikan pada PT. Keong Nusantara Abadi
c. Mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari mekanisme kerja di PT.
Keong Nusantara Abadi
2. Bagi Institusi Pendidikan
Terjalinnya hubungan baik antara Polikteknik Kesehatan Tanjungkarang
dengan PT. Keong Nusantara Abadi
3. Bagi Perusahaan
a. Membantu perusahaan dalam hal mempercepat penyelesaian tugas di
Perusahaan.
b. Dapat menjalin hubungan dengan lembaga pendidikan sebagai
pemasok tenaga kerja khususnya program studi Diploma IV Sanitasi
Lingkungan.

D. Ruang Lingkup
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan di PT. Keong
Nusantara Abadi dan dilakukan kegiatan pada bidang K3 Lingkungan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Industri
Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
baku dan atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan
barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat yang lebih tinggi,
termasuk jasa industri (UU No. 3 tahun 2014).
Pasal 9 undang-undang nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian juga
dimaksudkan untuk mempertegas keseriusan pemerintah dalam mewujudkan
tujuan penyelenggaraan perindustrian, yaitu :
1. Mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak
perekonomian nasional
2. Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur industri
3. Mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta
industri hijau
4. Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau
perseorangan yng merugikan masyarkat
5. Membuka kesempatan berusaha dn perluasan kesempatan kerja
6. Mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah
indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
7. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara
berkeadilan.

B. Sarana Sanitasi Industri


Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang
menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Menurut Purmono 2018 Upaya
sanitasi dasar meliputi :

4
1. Penyediaan air bersih Air merupakan salah satu yang dibutuhkan oleh
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Air erat hubungan
dengan kesehatan manusia sebab air dapat menjadi media perantara
penularan penyakit, untuk memperoleh air bersih perlu dilakukan
pengawasan dari sumber, distribusi, penampungan dan pemanfaatan
(Purmono,2018).
2. Penampungan kotoran manusia (jamban) dimaksudkan untuk
menampung tinja dan urine atau kencing yang perlu disediakan. Tinja
yang tidak tertampung dengan baik dapat mencemari lingkungan atau
menimbulkan bau busuk dan sumber air yang mengakibatkan terjadinya
penyakit (Purmono,2018).
3. Pengelolaan sampah meliputi penyimpanan, pengumpulan, pengankutan
dan pemusnahan sampah yang dilakukan sedemikian rupa sehingga
sampah tidak mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup
(Purmono, 2018).
4. Air limbah yang dibuang tampa melalui proses pengolahan terlebih
dahulu mengakibatkan masalah bagi lingungan dan sumber air bersih,
sehingga untuk amannya air limbah sebelum dibuang harus melalui
proses pengolahan agar air buangannya aman bagi mahluk hidup yang
terdapat di badan air atau sungai (Purwono, 2018).

C. Pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Industri


Kerja Keselamatan Kerja adalah suatu keadaan terhindar dari bahaya
selama melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat
kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja
merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Unsur-
unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut menurut
Darmawi H.2018 :
a. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja
b. Adanya kesadaran dalpam menjaga keamanan dan kesehatan kerja
c. Teliti dalam bekerja

5
d. Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan
kesehatan kerja.

D. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri


1. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko
Program ini mengharuskan pekerja untuk dapat menyebutkan semua
aktifitas yang ada di tempat kerja baik rutin, non rutin, ataupun
dalam keadaan darurat untuk kemudian diidentifikasi bahaya serta
risikonya. Setelah identifikasi dilakukan, kita kemudian dapat
merencanakan pengendalian terhadap risiko yang disebutkan (Agus,
2017).
2. Identifikasi peraturan dan perundangan
Identifikasi peraturan perundangan ini berguna untuk memastikan
kepatuhan terhadap peraturan serta sebagai bekal untuk negosiasi
kepada manajemen dan pekerja juga sebagai bagian untuk memastikan
kepatuhan terhadap peraturan (Agus, 2017).
3. Penetapan tujuan dan program
Penetapan tujuan dan program K3 biasanya dilakukan di awal tahun.
Program ini memberikan kita panduan untuk bekerja dan menjadi ukuran
bagi kita tentang kesuksesan sebuah program K3 (Agus, 2017).
4. Pelatihan K3
Pelatihan K3 berfungsi untuk meningkatkan kompetensi pekerja dan
juga bagi beberapa pelatihan menjadi sarana kepatuhan terhadap
peraturan dan perundangan K3. Pelatihan K3 dapat dilakukan dari pihak
internal seperti Ahli K3 Umum, tim HRD, dan tim P2K3 atau juga bisa
dilakukan dari pihak eksternal seperti lembaga sertifikasi, PJK3, dan
juga dinas atau kementerian terkait (Agus, 2017).
5. Media Komunikasi K3 Cetak
Media komunikasi K3 cetak meliputi poster K3, spanduk K3, buku
sosialisasi K3, dan lain-lain. Program K3 ini biasanya yang paling terlihat
ketika kita memasuki tempat kerja yang menerapkan sistem manajemen
K3 (Agus, 2017).

6
6. Media komunikasi K3 elektronik
Contoh media elektronik yang dapat kita manfaatkan adalah email
perusahaan dan juga whatsapp di mana kita bisa membuat grup yang
khusus membuat promisi K3 (Agus, 2017).
7. Rambu K3
Rambu K3 merupakan salah satu media komunikasi K3 yang sederhana
namun efektif dalam penyampaian pesan. Rambu ini harus dipasang di
tempat yang tepat dan mudah terlihat sehingga akan menjadi lebih efektif
(Agus, 2017).
8. Pelaporan K3
Ada beberapa pelaporan yang wajib dilaporkan kepada dinas terkait.
Pelaporan tersebut seperti pelaporan kegiatan P2K3 per 3 bulan
sekali kepada dinas tenaga kerja dan pelaporan kecelakaan kerja kepada
BPJS Ketenagakerjaan ataupun kepada Dinas Ketenagakerjaan. Setelah
melaporkan, kita harus menyimpan bukti pelaporan kita agar
memastikan mampu telusur (Agus, 2017).
9. Konsultasi K3
Program ini memberikan kesempatan bagi seluruh pekerja untuk
mendiskusikan permasalahan K3 di area kerjanya. Apabila bisa, kita
harus memberikan tindakan lanjutan (follow up) terhadap konsultasi
yang dilakukan. Jikalau tidak mungkin untuk diberikan tindakan
lanjutan, maka kita harus menjelaskan alasan-alasannya (Agus, 2017).
10. Ide berkelanjutan
Semua ide berkelanjutan ini dapat dikompilasi dalam sebuah dokumen
dan terus dipantau (Agus, 2017).
11. Kiken Yoochi Training (KYT)
Kiken Yoochi Training merupakan sebuah KYT ini bisa menjadi
target dari setiap department agar masing-masing department mau
untuk melaksanakaan KYT (Agus, 2017).
12. Management visit
Salah satu program yang bisa kita lakukan adalah management visit
yang merupakan program rutin bagi manajemen untuk meninjau

7
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di lapangan serta berdialog
kepada para pekerja.ahas tentang keselamatan dan kesehatan kerja
(Agus, 2017).
13. Safety talk
Safety talk merupakan briefing terkait keselamatan dan kesehatan
kerja yang disampaikan di hadapan para pekerja. Dalam safety talk,
biasanya pekerja dikumpulkan dalam sebuah area yang lapang
untuk mendengarkan orasi, semangat, pengarahan, penjelasan terkait
dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Biasanya pula, safety talk
hanya diberikan selama 5 menit sehingga sering disebut P5M
(pembicaraan 5 menit) (Agus, 2017).
14. Bulan K3
Bulan K3 dilaksanakan di setiap bulan Januari-Februari pada setiap
tahunnya. Bulan K3 dirayakan sebab pada bulan Januari lah disepakati
Undang- undang nomor 1 Tahun 1970. Berbagai macam perayaan terkait
dengan Keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilaksanakan pada
bulan ini (Agus, 2017).
15. Prosedur K3
Berbagai macam prosedur dapat dibuat seperti prosedur dalam
pembuatan sebuah produk, prosedur pemeriksaan alat, dan prosedur
tanggap darurat. Prosedur K3 ini haruslah ditandatangani oleh pihak-
pihak yang terkait seperti manajer HSE, manajer departemen yang
terdampak serta Plant Director (Agus, 2017).
16. Pemeriksaan alat dan mesin
Pemeriksaan alat dan mesin merupakan program K3 yang wajib untuk
dilakukan karena telah banyak diatur dalam regulasi K3. Contohnya
pemeriksaan tangki timbun dan bejana yang diatur dalam Permenaker
nomor 37 Tahun 2016 dan Pesawat Tenaga Produksi yang diatur
dalam Permenaker nomor 38 Tahun 2016. Pemeriksaan alat dan
mesin ini dapat dilakukan secara internal oleh ahli yang
berkompetensi dan dilakukan secara eksternal yang dilakukan oleh
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) (Agus, 2017).

8
17. Lock out Tag out (LOTO)
Lock out tag out merupakan mekanisme untuk mencegah energi
berbahaya seperti energi mekanik, tekanan, steam, listrik, dan lain-lain
agar tidak memapar pekerja yang sedang melakukan perbaikan. LOTO
biasanya berbentuk gembok dan disertai dengan label atau tagging.
LOTO ini dipasang di sumber energi seperti breaker, valve dan
switch. Pemasangan LOTO ini harus benar dengan mengeliminasi secara
sempurna energi yang ada (Agus, 2017).
18. Process safety management
Secara umum Process Safety Management (PSM)/ Manajemen
Keselamatan Proses (MKP) mengacu kepada prinsip dan sistem
manajemen kepada identifikasi, pengertian dan pengontrolan pada
bahaya akibat kegiatan proses produksi sebagai upaya perlindungan
pada area kerja.
PSM/MKP berfokus kepada:
a. Pencegahan
b. Persiapan
c. Mitigasi
d. Respons
e. Pemulihan dari bencana industri
Proses yang dimaksud dalam PSM tersebut adalah untuk perusahaan
yang menyimpan, memproduksi dan menggunakan bahan kimia
berbahaya ataupun kombinasi dari aktifitas tersebut (Agus, 2017).
19. Contractor safety management system
Kontraktor adalah perusahaan/orang yang diminta oleh pemilik
bisnis untuk jasa/produk tertentu yang dibutuhkan oleh pemilik bisnis.
Dalam banyak kasus, pekerjaan yang dilakukan kontraktor memiliki
bahaya-bahaya keselamatan kerja baik untuk kontraktor itu sendiri
ataupun untuk tempat kerjanya. Hal ini disebabkan karena kontraktor
belum mengerti tentang bahaya-bahaya dan standar keselamatan yang
ada di tempat kerja pemilik bisnis, beberapa kontraktor juga bukanlah
tenaga kerja terlatih/terdidik (Agus, 2017).

9
20. Ergonomi
Faktor ergonomi adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas
tenaga kerja, disebabkan oleh ketidaksesuaian antara fasilitas kerja yang
meliputi cara kerja, posisi kerja, alat kerja, dan beban angkat terhadap
Tenaga Kerja. Tempat kerja yang tidak memperhatikan faktor ergonomic
dapat menimbulkan penyakit akibat kerja ataupun kecelakaan kerja
(Agus, 2017).
21. Investigasi kecelakaan
Investigasi kecelakaan berfungsi untuk mencari penyebab dari
kecelakaan dan mampu untuk mencegah kecelakaan yang sama di masa
depan kelak. Investigasi kecelakaan dapat menggunakan beberapa
metode seperti 5 why, fishbone, fault tree analysis, FRAM, dan lain-lain
(Agus, 2017).
22. Pengukuran lingkungan kerja
Pengukuran lingkungan kerja dapat dilakukan dengan berdasarkan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 2018 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. Faktor-faktor
lingkungan kerja yang diukur meliputi Faktor Kimia, Faktor Biologi,
Faktor Fisika, Faktor Ergonomi, dan Faktor Psikologi (Agus, 2017).
23. Medical Check UP
Medical Check Up merupakan pemeriksaan kesehatan rutin
yang dilakukan oleh perusahaan kepada para pekerjanya (Agus, 2017).
24. Tanggap Darurat
Program tanggap darurat meliputi seluruh program yang berfungsi untuk
memperkuat organisasi ketika ada hal yang bersifat darurat seperti
kebakaran, gempa bumi, keracunan, dan lain-lain. Program ini
meliputi persiapan sumber daya manusia yang berkompeten terhadap
tanggap darurat, peralatan tanggap darurat yang memadai, pelatihan
yang rutin dan lain-lain (Agus, 2017).
25. Audit K3
Audit Keselamatan dan kesehatan kerja bisa membantu kita untuk
memeriksa implementasi program K3 yang telah kita jalankan. Melalui

10
audit, kita dapat memperoleh masukan pandangan yang baru dari
auditor. Temuan-temuan audit yang ditentukan merupakan kesempatan
bagi kita untuk meningkatkan manajemen K3. Audit yang dilaksanakan
bisa berdasarkan Sistem Manajemen K3 PP 50 Tahun 2012, OHSAS
18001 dan peraturan lain yang terkait dengan keselamatan dan
kesehatan kerja (Agus, 2017).

E. Faktor Fisik Lingkungan Kerja


Dalam hal ini faktor fisik tidak kalah penting untuk memaksimalkan
produktivitas tenaga kerja. Pengukuran dan pengendaliannya bertujuan
agar dapat mencegah dan meminimalisasi penyakit akibat kerja
(Harjanto, 2017).
1. Iklim Kerja
a. Definisi Iklim Kerja
Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban
udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat
faktor ini dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang
disebut tekanan panas (Ramdan, 2015 dalam Putra 2018). Menurut
Permenakertrans No. PER 13/MEN/X/2011 iklim kerja adalah hasil
perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan
panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga
kerja sebagai akibat pekerjaannnya.
1) Suhu
Tubuh pekerja dapat kehilangan panas jika terjadi
kontak langsung dengan benda yang suhunya lebih rendah
dari suhu tubuh atau kulit. Suatu kenyataan, bahwa tiap
benda panas (termasuk tubuh manusia) mengeluarkan
gelombang-gelombang elektromagnetik (Wahyu, 2018).
2) Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam
udara, biasanya dinyatakan dalam persentase (Sedarmayanti,
2019). Salah satu cara penurunan suhu tubuh adalah dengan

11
evaporasi (penguapan). Evaporasi adalah proses perubahan
sifat zat dari bentuk air menjadi gas (uap). Pada tubuh
manusia penguapan terjadi melalui pernapasan (paru-paru)
dan keringat (kulit) namun yang terbanyak adalah melalui
kulit. Keringat yang keluar akan cepat menguap bila
kelembaban udara rendah. Penguapan ini terjadi dengan
mengambil panas tubuh (Wahyu, 2018).
3) Kecepatan Angin
Gerakan atau aliaran udara adalah faktor penting dalam
membantu penurunan suhu tubuh. Adanya aliran udara
menyebabkan udara yang terdapat di lapisan dekat kulit dapat
diganti oleh udara yang suhunya rendah dan lebih kering
(Wahyu, 2018).
4) Panas Radiasi
Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu
memancarkan gelombang panas.Tergantung dari suhu benda-
benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas
lewat mekanisme radiasi (Wahyu, 2018).

b. Macam Iklim Kerja


Lingkungan kerja yang mempunyai iklim dan cuaca tertentu
yang dapat berupa iklim kerja panas dan iklim kerja dingin (Putra,
2017).
1) Iklim Kerja Panas
Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan
kerja yang dapat disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban,
suhu udara, suhu radiasi, sinar matahari (Budiono, 2016 dalam
Putra, 2019). Salah satu kondisi yang disebabkan oleh iklim
kerja yang terlalu tinggi adalah apa yang dinamakan dengan
heat stress (tekanan panas).
Tekanan panas akan berdampak pada terjadinya (Putra,
2019) :

12
a) Dehidrasi
Penguapan yang berlebihan akan mengurangi volume
darah dan pada tingkat awal aliran darah akan menurun dan
otak akan kekurangan oksigen.
b) Heat Rash
Akibat sumbatan kelenjar keringat dan retensi keringat.
Gejala bias berupa lecet terus-menerus dan panas disertai
gatal yang menyengat.
c) Heat Fatigue
Gangguan pada kemampuan motorik dalam kondisi panas.
Gerakan tubuh menjadi lambat dan kurang waspada
terhadap tugas.
d) Heat Cramps
Kekejangan otot yang diikuti penurunan sodium klorida
dalam darah sampai dibawah tingkat kritis. Dapat terjadi
sendiri atau bersama dengan kelelahan panas dan
kekejangan timbul secara mendadak.
e) Heat Exhaustio
Dikarenakan kekurangan cairan tubuh atau elektrolit.
f) Heat Sincope
Keadaan kolaps atau kehilangan kesadaran selama
pemajanan panas dan tanpa kenaikan suhu tubuh atau
penghentian keringat.
g) Heat Stroke
Tingkat kerja cenderung mengatur sendiri, yakni pekerja
akan secara volunter (sukarela) menurunkan tingkat
pekerjaannya bila dia merasaka panas berlebihan.
2) Iklim Kerja Dingin
Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi dengan
keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Sedangkan
pengaruh suhu ruangan sangat rendah terhadap kesehatan
dapat mengakibatkan penyakit yang terkenal yang disebut
dengan chilblains, trench foot dan frostbite (Putra, 2019).

13
c. Pengukuran Iklim Kerja
Pengukuran iklim kerja dapat dilakukan melalui 3 alat, yaitu:
Heat stress Monitor, Anemometer dan Higrometer.
1) Heat stress Monitor adalah suatu alat untuk mengukur
tekanan panas dengan parameter Indeks Suhu Bola Basah
(ISBB).
2) Anemometer adalah suatu alat untuk mengukur tingkat
kecepatan angin.
3) Higrometer adalah suatu alat untuk mengukur tingkat
kelembaban udara.
Sesuai Permenakertrans No. PER 13/MEN/X/2011 tentang
NAB faktor fisika di tempat kerja menggunakan parameter ISBB
(Indeks Suhu Basah dan Bola) dengan terminasi Inggr is WBGT
(Wet Bulb Globe Temperature Index) atas ketentuan sebagai berikut
:
1) Iklim kerja : hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat
pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat
pekerjaannya.
2) Nilai Ambang Batas (NAB) : standar faktor tempat kerja
yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit
atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk
waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
3) Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) : parameter untuk menilai
tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara
suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola.
4) Suhu udara kering (dry bulb temperature) : suhu yang
ditunjukkan oleh termometer suhu kering.
5) Suhu Basah Alami (natural wet bulb temperature) : suhu yang
ditunjukkan oleh termometer bola basah alami. Merupakan
suhu penguapan air yang pada suhu yang sama menyebabkan

14
terjadinya keseimbangan uap air di udara, suhu ini biasanya
lebih rendah dari suhu kering.
6) Suhu Bola (globe temperature) : suhu yang ditunjukkan oleh
termometer bola.
Rumus yang dikembangkan berdasarkan perpindahan lokasi
kerja dalam hal pemaparan ISBB yang berbeda-beda karena lokasi
kerja yang berpindah-pindah menurut waktu, masa berlaku ISBB
rata-rata dengan rumus sebagai berikut:
ISBB rata-rata = (ISBB1) (t1) + (ISBB2) (t2) + ……..+ (ISBBn) (tn)
t1 + t2 + …….. + tn

Berdasarkan Permenkertrans No. PER 13/MEN/X/2011,


nilai ambang batas iklim kerja Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
yang diperkenankan, adalah:
Tabel 2.1
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB) yang Diperkenankan
ISBB (°C)
Pengaturan Waktu Kerja Beban Kerja
Setiap Jam Ringan Sedang Berat
75% - 100% 31,0 28,0 -
50% - 75% 31,0 29,0 27,5
25% - 50% 32,0 30,0 29,0
0% - 25% 32,2 31,1 30,5
(Sumber: Permenkertrans No. PER 13/MEN/X/2011)

d. Pengendalian Tekanan panas


Menurut Harrianto (2017), terdapat dua cara pengendalian tekanan
panas di tempat kerja, yaitu sebagai berikut:
1) Pengendalian teknik
a) Pengadaan ventilasi umum Pengadaan ventilasi umum
diharapkan agar panas yang menyebar secara radiasi,
konduksi dan konveksi ke seluruh ruang kerja dapat mengalir
keluar dimana suhu udaranya lebih rendah.
b) Pemasangan Fan berfungsi untuk mengalirkan panas secara
konveksi ke tempat dengan suhu udara yang lebih rendah.

15
c) Pemasangan Exhaust fan berfungsi untuk mengisap udara
panas dari dalam ruang dan membuangnya ke luar dan pada
saat bersamaan menghisap udara segar dari luar masuk ke
dalam ruangan.
2) Pengendalian administratif
a) Periode aklimatisasi yang cukup sebelum melaksanakan
beban kerja yang penuh.
b) Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat
yang pendek tetapi sering dan rotasi tenaga kerja yang
memadai.
c) Ruangan dengan penyejuk udara (AC) perlu disediakan
untuk memberikan efek pendinginan pada para tenaga
kerja waktu istirahat.
d) Penyediaan air minum yang cukup.
2. Intensitas Penerangan
Intensitas penerangan merupakan banyaknya cahaya yang jatuh pada
suatu permukaan yang menyebabkan terangnya permukaan tersebut
dan sekitarnya. Menurut Guntur (2017) ada tiga metode penerangan, yaitu
:
a. penerangan umum
b. penerangan lokal
c. penerangan cahaya aksen
Penerangan dapat diperoleh dari dua sumber yaitu:
a. Penerangan Alami
Didapatkan dari sinar matahari dan terangnya langit. Untuk itu
mendapatkan sinar yang cukup dalam ruangan kerja perlu luas
jendela sekitar 15-20% dari pada luas lantai. Untuk mendapatkan
sinar yang cukup dalam ruangan dipengaruhi juga oleh musim,
waktu atau jam kerja.
Kualitas penerangan baik adalah:
1) Bila kekuatan minimal yang dibutuhkan ada diseluruh ruangan
2) Tidak ada kontras antara bagian gelap dan bagian terang
3) Cahaya lebih dari satu arah

16
4) Jendela bersih, luas memadai
5) Bila hanya satu-satunya, tinggi jendela tidak lebih dari satu
meter dari lantai
6) Tidak menimbulkan panas berlebihan
b. Penerangan Buatan
Untuk memenuhi penerangan buatan digunakan lampu. Jenis
lampu yang digunakan antara lain:
1) Lampu Pijar
Lampu pijar bertindak sebagai „badan abu-abu‟ yang secara
selektif memancarkan radiasi, dan hampir seluruhnya terjadi
pada daerah nampak.
2) Penerangan harus memperhatikan tidak timbulnya kesilauan,
pantulan dari permukaan mengkilat dan peningkatan suhu
ruangan.
Ada 5 sistem pencahayaan di ruangan, yaitu:
1) Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan secara langsung
ke benda yang perlu diterangi.
2) Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)
Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan langsung pada
benda yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke
langit-langit dan dinding.
3) Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)
Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan langsung pada
benda yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke
langit-langit dan dinding.
4) Sistem Pencahayaan Difus (general diffuslighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40%-60% diarahkan pada
benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke
langit-langit dan dinding.. Pada sistem ini masalah bayangan
dan kesilauan masih ditemui.

17
5) Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect
lighting).Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan kelangit-
langit dan dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke
bagian bawah. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak
ada serta kesilauan dapat dikurangi.
6) Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirectl ighting)
Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan ke langit-langit
dan dinding bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi
seluruh ruangan. Keuntungan sistem ini adalah tidak
menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya
mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan
kerja.
a. Standart Pencahayaan di Ruangan
Sifat-sifat penerangan yang baik, yaitu:
1) Pembagian luminansi dalam lapangan penglihatan
2) Pencegahan kesilauan
3) Warna
4) Panas penerangan terhadap kelelahan mata
5) Kelelehan mata
Kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi
mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang
perlu pengamatan secara teliti.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata.
a) Usia
b) Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus
c) Hipertensi
d) Lamanya Melihat
e) Jarak Pandang
f) Masa Kerja
g) Bentuk dan Ukuran Objek Kerja

18
b. Mekanisme Terjadinya Kelelahan Mata
1) Pencahayaan (Iluminate)
Tingkat penerangan yang baik merupakan salah satu faktor untuk
memberikan kondisi penglihatan yang baik.
2) Tingkat Pencahayaan
Kebutuhan tingkat kuat penerangan (iluminasi) pada area
produksi dengan jenis pekerjaan rutin adalah 300 lux.
3) Coefficient of Utilization
Faktor utilisasi ini besarnya kurang dari 1 dimana nilai kerugian
untuk gedung-gedung perkantoran modern pada umumnya.
4) Coefficient of Utilization
Faktor utilisasi ini besarnya kurang dari 1 dimana nilai kerugian
untuk gedung-gedung perkantoran modern pada umumnya.
Proses rancangan pencahayaan dapat dilakukan dengan 4 tahap
diantaranya :
1) Tentukan penerangan yang diperlukan pada bidang kerja, untuk
pekerjaan kantor yang normal, dibutuhkan pencahayaan 200 lux.
Untuk ruang kantor yang ber AC, dipilih lampu neon 36 W
dengan tabung kembar. Luminernya berlapis porselen yang
cocok untuk lampu yang diletakkan diatas.
2) Penerangan setempat: obyek kerja, berupa meja kerja maupun
peralatan.
Penerangan umum: titik potong garis horizontal panjang dan
lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari
lantai. Jarak tertentu tersebut dibedakan berdasarkan luas
ruangan sebagai berikut:
a) Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis
horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap
1(satu) meter.
b) Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100
meterpersegi: titik potong garis horizontal panjang dan lebar
ruangan adalah pada jarak setiap 3 (tiga) meter.

19
c) Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong
horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6
meter.

c. Rumus Perhitungan Pencahayaan


Perhitungan kuat pencahayaan rata-rata diperoleh dari hasil
pengukuran kuat pencahayaan yang diambil dari beberapa tempat di
dalam ruangan dengan menggunakan luxmeter, menggunakan
persamaan :
Erata-rata = (E_1+E_2+E_3…+E_n)/nlux
Dimana : E1...
n = Hasil pengukuran kuat pencahayaan dibeberapa
tempat
Erata-rata = Kuat pencahayaan rata-rata

3. Kebisingan
Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan menurut Permenaker
No. 5 Tahun 2018 tentang keselamatan dan kesehatan kerja adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.2
Nilai ambang batas (NAB) Kebisingan
Waktu Pemaparan Per Hari Intensitas Kebisingan dalam dBA
8 Jam 85
4 88
2 91
1 94

30 Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0 112

28,12 Detik 115


14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133

20
0,22 136
0,11 139

a. Proses Terjadinya Tuli Akibat Kebisingan

Gambar 2.1 Proses pendengaran pada manusia

Proses pendengaran berlangsung baik apabila, Pertama-tama,


daun telinga akan menangkap energi bunyi dalam bentuk
gelombang, gelombang tersebut akan menggetarkan membran
timpani yang berada di dalam telinga tengah. Tulang maleus yang
berhubungan langsung dengan bagian tengah dari membran
timpani nantinya juga akan menjadi ikut bergetar. Getaran tersebut
disalurkan ke tulang inkus dan tulang stapes (Sugiarto, 2018).
Gangguan pendengaran, atau umum disebut sebagai tuli,
merupakan penyakit telinga berupa penurunan kemampuan untuk
mendengar kata-kata. Tingkat keparahan gangguan pendengaran
ditentukan berdasarkan kemampuan seseorang untuk mendengar
suara dan secara spesifik berdasarkan hasil audiometri. Manusia
memiliki kemampuan mendengar frekuensi suara mulai 20 Hz
hingga 20.000 Hz. Apabila intensitas kebisingan lebih dari 140 dB
bisa terjadi kerusakan pada gendang telinga dan organ-organ dalam
gendang telinga. Ambang batas maksimum aman bagi manusia
adalah 80 dB, namun pendengaran manusia dapat mentolerir lebih
dari 80 dB, asalkan waktu paparannya diperhatikan (Sugiarto,
2018).

21
Terdapat 5 derajat ketulian berdasarkan ambang pendengaran
(dalam decibel / dB) yang ditetapkan oleh American National
Standards Institute, yakni sebagai berikut :

Tabel 2.3
Derajat Ketulian
Derajat Hasil Audiometri
Normal 0-25 dB
Tuli ringan 26-40 dB
Tuli sedang 41-55 dB
Tuli sedang-berat 56-70 dB
Tuli berat 71-90 db
Tuli sangat berat Lebih dari 90 dB

1) Trauma akustik
Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat
adanya energi suara yang sangat besar. Akibatnya terjadi
gangguan ambang pendengaran sementara. Kerusakan sel-sel
rambut juga dapat mengakibatkan gangguan ambang
pendengaran yang permanen (Putra, 2017).

Gambar 2.2 Sel-sel rambut makula cochlea

2) Noise-induced temporary threshold shift


Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam
bahkan sampai bebe-rapa minggu setelah pemaparan. Makin
tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin besar
perubahan nilai ambang pendengaran-nya (Putra, 2017).

22
3) Noise-induced permanent threshold shift
Gangguan ini paling ba-nyak ditemukan dan bersifat permanen.
Kenaikan ambang pendengaran yang mene-tap dapat terjadi
setelah 3,5 sampai 20 tahun (Putra, 2017).

Gambar 2.3 Struktur macula

Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising


biasanya sembuh sete-lah istirahat 1-2 jam. Bising dengan intensitas
tinggi dalam waktu yang lama (10-15 tahun) akan menyebabkan
robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total
organ Corti (Putra, 2017).

d) Rumus Kebisingan
Pengukuran Leq melibatkan algoritma rata-rata kontinu yang
terbaik diserahkan kepada pemrogram mikroprosesor. Leq untuk
seluruh periode dihitung sebagai berikut :

( )

Keterangan :
T = Periode waktu pengukuran
t1 = Periode waktu pertama
t2 = Periode waktu kedua
L1 = Tingkat bunyi pengukuran periode pertama
L2 = Tingkat bunyi pengukuran periode kedua

23
Semua yang diperlukan adalah untuk menempatkan Leqs yang
diukur ini dalam persamaan yang sama di mana sebelumnya level
tekanan suara mantap muncul.

( )

e) Jenis Kebisingan
Jenis-jenis kebisingan berdasarkan sifat dan spectrum
bunyi dapat dibagi sebagai berikut :
1) Bising yang kontinyu
2) Bising terputus-putus
3) Bising impulsif
4) Bising impulsif berulang

f) Pengendalian Kebisingan di Industri


1) Eliminasi
Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan objek kerja atau
sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang
kehadirannya pada batas yang tidak dapat diterima oleh ketentuan,
peraturan dan standart baku K3 atau kadarnya melebihi Nilai
Ambang Batas (NAB) (Guntur, 2018).
2) Subtitusi
Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan
dan peralatan yang berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan
yang kurang berbahaya atau yang lebih aman, sehingga
pemaparannya selalu dalam batas yang masih bias ditoleransi atau
dapat diterima (Guntur, 2018).
3) Engenering Control
Pengendalian dan rekayasa tehnik termasuk merubah struktur
objek kerja untuk mencegah seseorang terpapar kepada potensi
bahaya (Guntur, 2018).

24
4) Isolasi
Pengendalian kebisingan pada media propagasi dengan tujuan
menghalangi paparan kebisingan suatu sumber agar tidak
mencapai penerima (Guntur, 2018).
5) Pengendalian Administratif
Pengendalian administratif meliputi pengaturan waktu kerja dan
waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kelelahan dan
kejenuhan (Guntur, 2018)
6) Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri secara umum merupakan sarana pengendalian
yang digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara,
ketika suatu sistem pengendalian yang permanen belum dapat
diimplementasikan. APD (Alat Pelindung Diri) merupakan pilihan
terakhir dari suatu sistem pengendalian risiko tempat kerja
(Guntur, 2018).
4. Particulate Matter (PM)
Pencemar udara dapat berupa pencemar gas maupun Particulate
Matter (PM). Dari semua pencemar tersebut, partikulat halus (fine
particulate) memiliki efek terbesar pada kesehatan manusia. WHO
menyebutkan tahun 2016 sebesar 90% penduduk di kota-kota terpapar
partikulat halus dengan konsentrasi melebihi standar kualitas udara
(WHO, 2019).
Baku Mutu Udara Ambien Menurut Peraturan Pemerintah RI
nomor 41 tahun 1999, baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau
kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya
ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
udara ambien. Baku mutu udara ambien nasional diatur dalam Peraturan
Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang pencemaran udara.

25
Tabel 2.4
Baku Mutu Udara Ambien
No Parameter Waktu Baku Metode Peralatan
Pengukuran Mutu Analisis
1 PM10 24 jam 150 Gravimetric Hi-Vol
ug/Nm3
2 PM2,5 24 jam 65 Gravimetric Hi-Vol
1 Tahun ug/Nm3

PM10 merupakan partikulat yang berukuran lebih kecil daripada 10 m.


PM10 berasal dari debu jalan, debu konstruksi, pengangkutan material, buangan
kendaraan, dan cerobong asap industri, serta aktivitas crushing dan grinding
(USEPA, 2013). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang
disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan (Zeng, et al. 2017).
Particulate Matter 2,5 adalah partikel dengan diameter aerodinamik
lebih kecil dari 2,5μm. Debu umumnya berasal dari gabungan secara
mekanik dan material yang berukuran kasar yang melayang di udara dan
bersifat toksik bagi manusia (Anisa dan Keman,2018).
Aerosol merupakan campuran dari partikel cair padat yang tersuspensi
ke dalam medium gas. Secara umum, ukuran partikel aerosol adalah dalam
kisaran 0,001-100 um. Di lapisan troposfer bawah, aerosol mampu
bertahan beberapa hari dan tidak dapat berpindah ke tempat yang jauh.
Dalam hal ini, dampak aerosol akan terasa paling besar di daerah yang
dekat dengan sumber aerosol tersebut. Hal sebaliknya terjadi di daerah
stratosfer atas, aerosol mampu bertahan lebih lama, dan dapat berpindah
ke daerah yang jauh [remote area) mengikuti sirkulasi global.
Berdasarkan proses terbentuk dan ukurannya, aerosol dibedakan
menjadi beberapa jenis yaitu (Lippman 2006; Ruzer 2020):
a. Debu (Dust), Merupakan bagian dari aerosol yang terbentuk dari
proses mekanik dari pecahan suatu material dan memiliki komposisi
kimia yang sama. Partikel debu biasanya berwujud padat dan
berbentuk irregular serta berdiameter > 1 µm
b. Uap (Fume) hasil dari proses kondensasi, uap pada temperatur tinggi
yang mengalami pembakaran atau sublimasi. Partikel ini berukuran
sangat kecil yaitu < 0.1 µm dan berbentuk bola

26
c. Asap (Smoke), Merupakan partikel karbon yang sangat halus (sering
disebut jelaga). Partikel ini biasanya berwujud droplet cair dan
berukuran < 0.5 µm
d. Kabut (Mist), Merupakan partikel cair dari reaksi kimia dan
kondensasi uap air seperti atomisasi, gelembung, dan spraying. Droplet
ini berukuran sangat besar yaitu antara 2 µm- 50 µm
e. Fog Droplet ini biasanya berukuran > 1 µm
f. Smog Merupakan kombinasi dari smoke dan fog dan saat ini biasa
ditemukan pada campuran polusi di atmosfir.
g. Haze Merupakan aerosol yang berukuran submikrometer pada partikel
higroskopis yang akan membawa uap air pada kelembaban relatif yang
rendah
h. Aitken or Condensation Nuclei (CN), Partikel atmosfir yang berukuran
sangat kecil (kebanyakan berukuran < 0.1 µm) yang terbentuk dari
proses pembakaran dan konversi kimia dari gas terdahulu
i. Accumulation mode Merupakan bagian dari partikel udara ambient
yang berukuran mulai dari 0.1 µm- 2.5 µm.
j. Coarse particle mode Merupakan partikel dari udara ambient yang
berukuran > 2.5 µm dan biasanya terbentuk dari proses mekanik dan
permukaan debu yang tersuspensi.
Bioaerosol dapat memiliki ukuran 10 partikel virus nanometer hingga
100 mikrometer serbuk sari. Kontaminasi bioaerosol bersumber dari
sistem ventilasi udara yang terdistribusi keseluruh ruangan, sehingga dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti gejala demam, pilek sesak
nafas, dan nyeri pada otot dan tulang. Komponen penyusun berupa
bakteri, air, polen, debu, senyawa organik maupun senyawa anorganik.
Bakteri jamur, mikro alga, dalam bentuk vegetatif atau generatif
merupakan mikroorganisme yang paling banyam memenuhi komponen
udara bebas. Komponen-komponen penyusun bioaerosol meliputi jamur,
virus, dan bakteri. Udara tidak memilik flora alami, mikroorganisme
tersebut hanya tinggal sementara mengapung di udara dan terbawa oleh
debu (Anisa, 2018).

27
Tabel 2.5
Persyaratan Kualitas Kimia dan Mikrobiologi Udara dalam Ruangan
Perkantoran
Parameter Satuan Baku Metode Keterangan
Mutu
Angka Koloni/ 700 cfu/m3 Batas
3
mikroorganisme m maksimum

Angka kapang Koloni/ 1000 cfu/m3 Batas


Jamur m3 maksimum

Mikroorganisme yang berasal dari dalam ruangan misalnya serangga,


bakteri, kutu binatang peliharaan, jamur. Mikroorganisme yang tersebar di
dalam ruangan dikenal dengan istilah bioaerosol. Bioaerosol di dalam
ruangan dapat berasal dari lingkungan luar dan kontaminasi dari dalam
ruangan. Dari lingkungan luar dapat berupa jamur yang berasal dari
organisme yang membusuk, tumbuh-tumbuhan yang mati dan bangkai
binatang, bakteri Legionella yang berasal dari soil-borne yang menembus
ke dalam ruang, alga yang tumbuh dekat kolam/danau masuk ke dalam
ruangan melalui hembusan angin dan jentik-jentik serangga di luar ruang
dapat menembus bangunan tertutup. Kontaminasi yang berasal dari dalam
ruang yaitu kelembaban antara 25-75% (Anisa, 2018)
Spora jamur akan meningkat dan terjadi kemungkinan peningkatan
pertumbuhan jamur, dan sumber kelembaban adalah tandon air, bak air di
kamar mandi. Penyakit yang berhubungan dengan bioaerosol dapat berupa
penyakit infeksi seperti flu, hipersensitivitas: asma, alergi, dan juga
toxicoses yaitu toksin dalam udara di ruangan yang terkontaminasi sebagai
penyebab gejala SBS (Sick Building Syndrome) (Kumalasari, 2018).
„Sick building syndrome‟ adalah sindroma penyakit yang diakibatkan oleh
kondisi gedung. SBS merupakan kumpulan gejala-gejala dari suatu
penyakit. Definisi SBS, adalah gejala yang terjadi berdasarkan
pengalaman para pemakai gedung selama mereka berada di dalam gedung
tersebut. Gejala SBS antara lain: sakit kepala, kehilangan konsentrasi,
tenggorokan kering, iritasi mata dan kuli (Kumalasari, 2018).

28
Beberapa bentuk penyakit yang berhubungan dengan SBS: iritasi mata dan
hidung, kulit dan lapisan lendir yang kering, kelelahan mental, sakit
kepala, ISPA, batuk, bersinbersin, dan reaksi hipersensitivitas.
Sementara itu, The National Institute of Occupational Safety and
Health (NIOSH) dalam penelitiannya menyebutkan ada lima sumber
pencemaran di dalam ruangan yaitu:
1) Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung seperti asap rokok,
pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan.
2) Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan
bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat
gedung, dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi
lubang udara yang tidak tepat.
3) Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid,
lem, asbes, fibreglass dan bahan-bahan lain yang merupakan
komponen pembentuk gedung tersebut.
4) Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan
produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan
alat pendingin beserta seluruh sistemnya.
5) Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk,
serta buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem
ventilasi udara.
Kualitas udara di dalam ruangan mempengaruhi kenyamanan
lingkungan ruang kerja. Kualitas udara yang buruk akan membawa
dampak negatif terhadap pekerja/karyawan berupa keluhan gangguan
kesehatan. Dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh
terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung
dengan udara meliputi organ sebagai berikut:
1) Iritasi selaput lendir: iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair
2) Iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering.
3) Gangguan neurotoksik: sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung,
sulit berkonsentrasi

29
4) Gangguan paru dan pernafasan: batuk, nafas berbunyi/mengi, sesak
nafas, rasa berat di dada
5) Gangguan kulit: kulit kering, kulit gatal
6) Gangguan saluran cerna: diare
7) Lain-lain: gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar
Kualitas Mikrobiologi Mikroorganisme dapat berasal dari lingkungan
luar (seperti serbuk sari, jamur, dan spora) dan dapat pula berasal dari
dalam ruangan (seperti serangga,jamur, pada ruang yang lembab, kutu
binatang peliharaan, bakteri). Mikroorganisme dapat menyebabkan
menyebabkan reaksi alergi pernapasan seperti infeksi pada pernapasan.
Problem kesehatan yang luas disebabkan oleh mikroorganisme dalam
lingkungan ruang sulit untuk diperkirakan, namun pengaruh kesehatan
diketahui cukup besar yang disebabkan oleh penyebaran beberapa
organisme. Udara disatu ruangan dalam rumah yang bersih, mungkin saja
masih terdapat ratusan partikel-partikel biologi yang beraneka ragam dan
teknologi tidak dapat menghitung keberadaan mereka semua.
Mikrobiologi istilah lainnya adalah mikroorganisme atau mikroba.
Mikroba yang demikian kecil hanya dapat dilihat menggunakan alat untuk
pembesar benda yang disebut Mikroskop (Adam, 2019).
Lamanya mikroba berada di udara tergantung dari kecepatan angin
serta kelembaban udara, sedangkan banyaknya sangat ditentukan oleh
aktivitas atau keadaan lingkungan yang ada. Flora mikroba yang ada di
udara bersifat sementara dan beragam. Udara bukan merupakan medium
tempat mikroba tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan partikulat,
debu, dan tetesan air yang semuanya sangat mungkin dimuati mikroba.
Jumlah dan tipe mikroba yang mencemari udara ditentukan oleh sumber
pencemaran di dalam lingkungan, misalnya dari saluran manusia
disemprotkan melalui batuk dan bersin (Slamet, 2019).
Mikrobiologi yang paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah
bakteri, jamur, dan mikroalga. Mikroba yang paling banyak ditemukan
sebagai jasad hidup yang tidak diharapkan kehadirannya di udara,
umumnya disebut jasad kontaminan. Suatu benda atau substrat yang

30
ditumbuhinya dinyatakan sebagai benda atau substrat yang terkontaminasi.
Jasad-jasad renik kontaminan, antara lain:
1) Bakteri: Bacillus, Staphyloccocus, Streptoccocus, Pseudomonas,
Sarcina;
2) Kapang : Aspergillus, Mucor, Rhizopus, Penicillium, Trichordema;
dan
3) Khamir: Canidida, Saccharomyces, Paecylomyces, dan sebagainya.
Kandungan udara di dalam dan di luar ruangan akan berbeda.
Tingkat pencemaran di dalam ruangan oleh mikroba dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti laju ventilasi, padatnya orang, sifat, dan taraf kegiatan
orang yang menempati ruangan tersebut. Mikroba terhembuskan dalam
bentuk percikan dari hidung dan mulutselama bersin, batuk, dan bercakap-
cakap (Waluyo, 2019).

F. Dampak Kontaminasi Biologi Terhadap Kesehatan


1. Bakteri dan Virus
Udara bukan merupakan habitat miroorganisme. Mikroorganisme
di uadra hanya bersifat sementara, bila tidak mendapatkan habitat yang
cocok, maka mikroorganisme akan segera matiKeberadaan
mikroorganisme di udara antara lain melalui perantara perlengkapan dalam
bangunan (karpet, AC, dan sebagainya) yang dapat mempengaruhi
keberadaan mikroorganisme di dalam ruangan misalnya bakteri, virus dan
spora jamur. Selain itu kondisi bangunan, suhu, kelembaban, dan
pertukaran udara juga dapat menjadi sumber pencemaran udara oleh
mikroorganisme. Penularan bakteri dan virus di udara dapat terjadi melalui
droplet atau percikan dan debu udara, droplet dan debu udara dapat
mempengaruhi jumlah mikroorganisme udara, terutama bakteri (Slamet,
2019).
Droplet dengan ukuran kecil akan tersuspensi di udara untuk
periode waktu yang lama, sedangkan droplet yang lebih besar akan dengan
cepat menjadi debu. Selama di dalam ruangan tersebut ada aktivitas, debu
akan terus melayang-layang sebagai akibat dari gerak udara sehingga

31
dapat menyebabkan terjadinya gangguan saluran pernafasan seperti TB
paru dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut. kelembaban juga turut
mempengaruhi penularan jumlah bakteri udara, kelembaban biasanya lebih
banyak membawa bakteri udara pada musim panas/kering daripada musim
dingin atau hujan. Dampak dari keberadaan kuman di udara terutama
adalah terjadinya penyakit infeksi/gangguan saluran pernafasan seperti:
a) Melalui debu udara yang mengandung bibit penyakit misalkan
penularan penyakit Tubercolosa paru-paru yang disebabkan oleh
Mycrobacterium tubercolosis
b) Melalui tetes atau percikan ludah (Droplet Infections) dan udara
pernafasan misalkan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Misalkan Bakteri Pneumococcus, Streptococus dan Staphylococcus
aureus.
Selain itu Bibit penyakit dapat menular dengan perantaraan percikan ludah
pada waktu penderita batuk dan bercakap-cakap. Misalnya penularan:
a) Penyakit diphteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
b) Penyakit pertussis disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis.
2. Jamur
Spora-spora yang berukuran sangat kecil dari jamur bermigrasi dari
dalam ke luar rumah atau sebaliknya, dengan mengikuti aliran udara.
Jamur dapat tumbuh di berbagai media, mulai dari kayu, kertas, dinding,
karpet, sampai makanan. Penampilannya pun bermacam-macam, ada yang
berwarna hijau, abu-abu, hitam, merah, atau kuning.

32
a. Proses Masuknya debu kedalam tubuh

Gambar 2.4 Proses masuknya debu kedalam tubuh

Ukuran Partikel Debu Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap


terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Dari hasil penelitian
ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut :
1) 5-10 mikron, akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas.
2) 3-5 mikron, akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah.
3) 1-3 mikron, sampai di permukaan alveoli.
4) 0,5-1 mikron, hinggap di permukaan alveoli/selaput lendir sehingga
menyebabkan fibrosis pada paru-paru.
5) 0,1-0,5 mikron, melayang di permukaan alveoli dan berdifusi
dengan gerak brown keluar masuk alveoli, bila membentur maka
dapat tertimbun di tempat tersebut (Depkes RI, 2018).

33
b. Indeks Standar Pencemaran Udara
Tabel 2.6
Indeks Standar Pencemaran Udara
ISPU 24 jam 24 jam 8 jam 1 jam 1 jam
PM10 SO2 CO O3 NO2
3 3 3
(µg/m ) (µg/m ) (µg/m ) (µg/m3) (µg/m3)
50 50 80 5 120 (2)
100 150 365 10 235 (2)
200 350 800 17 400 1130
300 420 1600 34 800 2260
400 500 2100 46 1000 3000
500 600 2620 57,5 1200 3750

Kategori Rentang Penjelasan


Baik 0-50 Tingkat kualitas udara yang tidak
memberikan efek bagi kesehatan manusia
atau hewan dan tidak berpengaruh pada
tumbuhan, bangunan ataupun nilai
estetika
Sedang 51-100 Tingkat kualitas udara yang tidak
berpengaruh pada kesehatan manusia
ataupun hewan tetapi berpengaruh pada
tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika
Tidak 101-199 Tingkat kualitas udara yang bersifat
sehat merugikan pada manusia ataupun
kelompok hewan yang sensitif atau bisa
menimbulkan kerusakan pada tumbuhan
ataupun nilai estetika

Sangat 200-299 Tingkat kualitas udara yang dapat


tidak sehat merugikan kesehatan pada sejumlah
segmen polusi yang terpapar
Berbahaya 300- Tingkat kualitas udara berbahaya yang
lebih secara umum dapat merugikan kesehatan
yang serius pada poulasi

c. Perhitungan :

Dengan
I = ISPU
Ia = ISPU batas atas

34
Ib = ISPU batas bawah
Xa = Ambien batas atas
Xb = Ambien batas bawah
Xx = Kadar Ambien hasil pengukuran

d. Identifikasi Bahaya PM10 dan PM2,5


Debu PM10 ini bersifat sangat mudah terhirup dan masuk ke
dalam paru-paru, sehingga PM10 dikategorikan sebagai Respirable
Particulate Matter (RPM). Akibatnya akan mengganggu sistem
pernafasan bagian atas maupun bagian bawah (alveoli). Pada alveoli
terjadi penumpukan partikel kecil sehingga dapat merusak jaringan
atau sistem jaringan paru-paru, sedangkan debu yang lebih kecil dari
10 µm, akan menyebabkan iritasi mata, mengganggu serta
menghalangi pandangan mata (Chahaya, 2018).
PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang
disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan. Pada konsentrasi
140 µm/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak,
sementara pada konsentrasi 350 µm/m3 dapat memperparah kondisi
penderita bronchitis ( UAQ-I SDP, 2017).
Efek kesehatan yang ditimbulkan partikulat adalah kematian
dini pada orang dengan penyakit jantung dan paru-paru, serangan
jantung, detak jantung tidak teratur, asma, penurunan fungsi paru,
serta peningkatan gejala pernapasan seperti iritasi pada saluran
pernapasan, batuk dan kesulitan bernapas (US EPA, 2019).
Efek pajanan PM2,5 lebih banyak terjadi pada organ pernapasan
yang salah satunya adalah gangguan fungsi paru. Gangguan
pengembangan paru, dan gangguan obstruksi yaitu terjadi perlambatan
aliran udara di saluran napas karena meningkatnya produksi mukus
sehingga saluran pernapasan menyempit (Depkes RI., 2018).
Paparan yang berlebihan atau waktu yang lama terhadap
respirable dust yang berbahaya (harmful) dapat menyebabkan
penyakit pernapasan yang disebut pneumoconiosis. Penyakit ini
disebabkan oleh terkumpulnya atau menumpuknya debu mineral

35
didalam paru-paru dan merusak jaringan paru-paru. Pneumoconiosis
adalah nama umum dari penyakit paru-paru yang disebabkan oleh
debu. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis adalah:
1) Silicosis – Silicosis adalah pneumoconiosis yang disebabkan oleh
debu kuarsa atau silca.
2) Black Lung (Paru Hitam) – paru hitam adalah bentuk
pneumokoniosis yang disebabkan oleh penumpukan debu
batubara.
3) Asbestosis – Asbestosis adalah suatu bentuk pneumokoniosis yang
disebabkan oleh serat asbes. Dan penyakit ini juga bersifat
irreversible.

e. Pengendalian PM10 dan PM2,5 di Industri


Metode Pengendalian Debu Adapun metode pengendalian debu di
lingkungan kerja adalah sebagai berikut :
Metode pencegahan terhadap transmisi, ada dua yaitu :
1) Memakai metode basah
a) Dust Collection Systems – menggunakan prinsip ventilasi
untuk menangkap debu dari sumbernya. Debu disedot dari
udara dengan menggunakan pompa dan dialirkan kedalam
dust collector, kemudian udara bersih dialirkan keluar (Putri,
2018).
b) Wet Dust Suppression Systems – menggunakan cairan (yang
banyak digunakan adalah air, tapi bisa juga bahan kimia yang
bisa mengikat debu) untuk membasahi bahan yang bisa
menghasilkan debu tersebut sehingga bahan tersebut tidak
cenderung menghasilkan debu (Putri, 2018).
c) Airborne Dust Capture Through Water Sprays – menyemprot
debu-debu yang timbul pada saat proses dengan menggunakan
air atau bahan kimia pengikat, semprotan harus membentuk
partikel cairan yang kecil (droplet) sehingga bisa menyebar

36
diudara dan mengikat debu yang berterbangan membentuk
agglomerates sehingga turun kebawah (Putri, 2018).
d) Memakai alat (Scrubber, electropresipitator, dan ventilasi
umum).
2) Pencegahan terhadap sumber
a) Menggunakan local exchauster, supaya debu tidak keluar dari
sumber.
b) Substitusi, yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan
bahan yang kurang atau tidak berbahaya sama sekali.
c) Isolasi, yaitu memisahkan proses yang berbahaya dari pekerja
ke unit lainnya.
d) Perlindungan diri terhadap pekerja antara lain berupa tutup
hidung atau masker.
e) Semua debu apabila terdapat dalam jumlah yang berlebihan
untuk jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan
patologis pada manusia.
f) Mengurangi kadar debu dengan jalan memasang tabir
(shielding) pada sumber debu.

5. Stress
Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam
menghadapi pekerjaan (Mangkunegara, 2018: 155). Pendapat ini
didukung oleh Beehr dan Newman (dalam Luthans, 2017: 441) yang
mendefinisikan mengenai stres kerja sebagai kondisi yang muncul dari
interaksi manusia dengan pekerjaannya serta dikarakteristikkan oleh
manusia sebagai perubahan manusia yang memaksa mereka untuk
menyimpang dari fungsi normal mereka.
a. Jenis-Jenis Stres
Berney dan Selye (Dewi, 2018:107) mengungkapkan ada empat jenis
stres:
1) Eustress (good stres)
Merupakan stress yang menimbulkan stimulus dan kegairahan,
sehingga memiliki efek yang bermanfaat bagi individu yang

37
mengalaminya.
2) Distress
Merupakan stres yang memunculkan efek yang membahayakan
bagi individu yang mengalaminya seperti: tuntutan yang tidak
menyenangkan atau berlebihan yang menguras energi individu
sehingga membuatnya menjadi lebih mudah jatuh sakit.
3) Hyperstress
Yaitu stress yang berdampak luar biasa bagi yang mengalaminya.
Meskipun dapat bersifat positif atau negatif tetapi stress ini
tetapsaja membuat individu terbatasi kemampuan adaptasinya.
Contoh adalah stres akibat serangan teroris.
4) Hypostress
Merupakan stress yang muncul karena kurangnya stimulasi.
Contohnya, stres karena bosan atau karena pekerjaan yang rutin.

b. Gejala – gejala stres kerja


1) Ciri-ciri suasana hati (mood)
Menjadi overexcited, cemas, merasa tidak pasti, sulit tidur pada
malam hari (somnabulisme), menjadi mudah bingung dan lupa,
menjadi sangat tidak-enak (uncomfortable) dan gelisah (ill at
ease), menjadi gugup (nervouse).
2) Ciri-ciri otot kerangka (musculoskeletal)
Jari-jari dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri
di tempat, mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja), kepala
mulai sakit, merasa otot menjadi tegang atau kaku, menganggap
jika berbicara dan leher menjadi kaku.
3) Ciri-ciri organ-organ dalam badan (vesceral)
Perut terganggu, Merasa jantung berdebar, banyak berkeringat,
tangan berkeringat merasa kepala ringan atau akan pingsan,
mengalami kedinginan (cold chills) wajah menjadi “panas”,Mulut
menjadi kering, mendengar bunyi berdering dalam kuping,
mengalami rasa akan tenggelam dalam perut (sinking filling).

38
c. Dampak Stres
Stres pada dosis yang kecil dapat berdampak positif bagi individu.
Hal ini dapat memotivasi dan memberikan semangat untuk
menghadapi tantangan. Sedangkan stres pada level yang tinggi dapat
menyebabkan depresi, penyakit kardiovaskuler, penurunan respon
imun, dan kanker (Jenita DT Donsu, 2017)
Menurut Priyono (2019) dampak stres dibedakan dalam beberapa
kategori, yaitu :
1) Dampak fisiologik
a) Gangguan pada organ tubuh hiperaktif dalam salah satu
system tertentu
b) Muscle myopathy : otot tertentu mengencang/melemah.
c) Tekanan darah naik : kerusakan jantung dan arteri
d) Sistem pencernaan : mag, diare.
e) Gangguan system reproduksi
f) Amenorrhea : tertahannya menstruasi.
a) Kegagalan ovulasi ada wanita, impoten pada pria, kurang
produksi semen pada pria.
b) Kehilangan gairah sex.
c) Gangguan lainnya, seperti pening (migrane), tegang otot, rasa
bosan, dan lain-lain
2) Dampak psikologik
a) Keletihan emosi, jenuh, penghayatan ini merpakan tanda
pertama dan punya peran sentral bagi terjadinya burn-out.
b) Kewalahan/keletihan emosi.
c) Pencapaian pribadi menurun, sehingga berakibat menurunnya
rasa kompeten dan rasa sukses.

6. Ergonomi
Istilah ergonomi dikenal dalam Bahasa Yunani, dari kata ergos dan
nomos yang memiliki arti “kerja” dan “aturan atau kaidah”, dari dua
kata tersebut secara pengertian bebas sesuai dengan perkembangannya,
yakni suatu aturan atau kaidah yang ditaati dalam lingkungan pekerjaan.

39
Sejarah perkembangan ergonomi paralel dengan sejarah peradaban
manusia itu sendiri, usaha terus menerus dengan mempertimbangkan
kemampuan dan keterbatasan manusia untuk mengembangkan peralatan
dan sistem untuk mengatasi kekurangan dan meningkatkan
kemampuan (Ketut, 2018).
Tujuan utama dari ergonomi adalah mempelajari batasan-batasan
pada tubuh manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan kerjanya
baik secara jasmani maupun psikologis. Selain itu juga untuk
mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat dan menghasilkan
suatu produk yang nyaman, enak dipakai oleh pemakainya (Ketut,
2018).

a. Musculoskeletal Disorders (MSD’s)


Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan penyakit akibat
kerja yang ditimbulkan oleh adanya ergonomic. Yang dimaksud
MSDs yaitu adanya suatu gangguan musculoskeletal yang ditandai
dengan terjadinya sebuah luka pada otot, tendon, ligament, saraf,
sendi, kartilago, tulang atau pembuluh darah pada tangan, kaki,
kepala, leher, atau punggung. Apabila otot menerima beban
statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon.Keluhan
muskuloskeletal lazim dialami pekerja yang melakukan gerakan
monoton dan berulang terus menerus (Ketut, 2018).
Contoh-contoh penyakit Musculoskeletal Disorders (MSDs)
1) Carpal tunnel syndrome (CTS) : terganggunya saraf tengah/nyeri
di bagian pergelangan
2) Tendinitis : peradangan atau iritasi pada tendon
3) Rotator cuff injuries (affects the shoulder) : nyeri bahu
4) Epicondylitis (affects the elbow) : rasa sakit yang mempengaruhi
siku
5) Trigger finger : nyeri atau kaku ketika meluruskan atau menekuk
jari

40
6) Muscle strains and low back injuries : otot tertarik dan nyeri
yang terjadi di daerah pinggang bagian bawah.

b. Aplikasi Ergonomi di Tempat Kerja


Terdapat beberapa aplikasi / penerapan dalam pelaksanaan ilmu
ergonomi. Aplikasi / penerapan tersebut antara lain :
1) Sikap Kerja
Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat
duduk, meja kerja dan luas pandangan. Untuk merencanakan
tempat kerja dan perlengkapannya diperlukan ukuran-ukuran
tubuh yang menjamin sikap tubuh paling alamiah dan
memungkinkan dilakukannya gerakan-gerakan yang dibutuhkan
(Nurmianto, 2018).
Dikenal dua sikap kerja, yaitu sikap duduk dan sikap berdiri
a) Sikap duduk
Sikap duduk yang paling baik yaitu tanpa pengaruh buruk
terhadap sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk
dengan sedikit lordosa (sikap tulang punggung ke depan) pada
pinggang dan sedikit mungkin kifosa (sikap duduk ke
belakang) pada punggung. Sikap demikian dapat dicapai
dengan kursi dan sandaran punggung yang tepat. Dengan
begitu otot punggung terasa enak (Santoso, 2018).
Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan
punggung lurus dan bahu berada dibelakang serta bokong
menyentuh belakang kursi. Caranya, duduk diujung kursi dan
bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C. Setelah itu
tegakkan badan buatlah lengkungan tubuh sebisa mungkin.
Sikap duduk ini sangat dipengaruhi oleh pemakaian kursi.
Penerapan ergonomi dalam pembuatan kursi dimaksudkan
untuk mendapatkan sikap tubuh yang ergonomi dalam
bekerja. Dengan sikap yang ergonomi ini diharapkan efisiensi
kerja dan produktivitas meningkat.

41
Kriteria dan ukuran kursi yang ergonomi berdasarkan
antropometri orang Indonesia adalah :
(1) Tinggi alas duduk
Diukur dari lantai sampai pada permukaan atas dari
bagian depan alas duduk. Ukuran yang dianjurkan 38-48
cm. Tinggi alas duduk harus sedikit lebih pendek dari
jarak antara lekuk lutut dan telapak kaki (Nurmianto,
2018).

(2) Panjang alas duduk


Diukur dari pertemuan garis proyeksi permukaan depan
sandaran duduk pada permukaan atas alas duduk sampai
kebagian depan alas duduk. Ukuran yang dianjurkan
adalah 36 cm. Panjang alas duduk harus lebih pendek dari
jarak antara lekuk lutut dan garis punggung(Nurmianto,
2018).

(3) Lebar alas duduk


Diukur pada garis tengah alas duduk melintang.
Lebar alas duduk harus lebih besar dari lebar pinggul.
Ukuran yang diusulkan adalah 44- 48 cm (Nurmianto,
2018).

(4) Sandaran pinggang


Bagian atas dari sandaran pinggang tidak melebihi tepi
bawah ujung tulang belikat, dan bagian bawahnya
setinggi garis pinggul (Nurmianto, 2018).

(5) Sandaran tangan


Jarak antara tepi dalam kedua sandaran tangan (harus
lebih lebar dari pinggul dan tidak melebihi lebar bahu)
(Nurmianto, 2018).

42
(6) Tinggi Sandaran adalah setinggi sikut
Panjang sandaran tangan: sepanjang lengan bawah.
Ukuran yang dianjurkan adalah jarak tepi dalam kedua
sandaran tangan: 46-48 cm. Tinggi sandaran tangan
adalah 20 cm dari alas duduk. Panjang sandaran tangan :
21 cm (Nurmianto, 2018).

(7) Sudut alas duduk


Alas duduk harus sedemikian rupa sehingga memberikan
kemudahan bagi pekerja untuk menentukan pemilihan
gerakan dan posisi. Alas duduk hendaknya dibuat
horisontal. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak
memerlukan sikap sedikit membungkuk ke depan, alas
duduk dapat dibuat ke belakang (3-5 derajat). Bila
keadaan memungkinkan, dianjurkan penyediaan tempat
duduk yang dapat diatur (Nurmianto, 2018).

2) Sikap berdiri
Selain sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga banyak
ditemukan di perusahaan. Sikap kerja berdiri merupakan sikap
kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan
tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Sikap kerja berdiri
dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila
sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja
duduk (Darlis, 2019).
Ukuran tubuh yang penting dalam bekerja dengan posisi
berdiri adalah tinggi badan berdiri, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi
pinggul, panjang lengan. Bekerja dengan posisi berdiri terus
menerus sangat mungkin akan mengakibatkan penumpukan darah
dan beragai cairan tubuh pada kaki dan ini akan membuat
bertambahnya biola berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang
tidak sesuai, seperti pembersih (clerks), dokter gigi, penjaga tiket,

43
tukang cukur pasti memerlukan sepatu ketika bekerja (Santoso,
2018).
Apabila sepatu tidak pas maka sangat mungkin akan sobek
dan terjadi bengkak pada jari kaki, mata kaki, dan bagian sekitar
telapak kaki. Sepatu yang baik adalah yang dapat manahan kaki
(tubuh) dan kaki tidak direpotkan untuk menahan sepatu, desain
sepatu harus lebih longgar dari ukuran telapak kaki dan apabila
bagian sepatu dikaki terjadi penahanan yang kuat pada tali sendi
(ligaments) pergelangan kaki, dan itu terjadi dalam waktu yang
lama, maka otot rangka akan mudah mengalami kelelahan
(Santoso, 2018).
Beberapa penelitian merekomendasikan bahwa untuk jenis
pekerjaan teliti, letak tinggi meja diatur 10 cm di atas siku. Untuk
jenis pekerjaan ringan, letak tinggi meja diatur sejajar dengan
tinggi siku, dan untuk pekerjaan berat, letak tinggi meja diatur 10
cm di bawah tinggi siku (Santoso, 2018).

44
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

A. Lokasi dan Waktu Praktek Kerja Industri


PT. Keong Nusantara Abadi terletak di km.18, lamsel, Jl. Raya Branti,

Bumisari, Kec. Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung 35362,

Indonesia.

Perusahaan ini memiliki posisi yang strategis dikarenakan berada di jalan

raya yang memudahkan akses keluar masuk kendaraan keperusahaan, selain

itu, lokasi perusahaan dikelilingi sawah sehingga tidak menggangu warga

sekitar dengan suara-suara atau bau dari proses produksi.

Gambar 3.1. Lokasi Industri Sumber : Google MapsLokasi

Waktu Pelaksanaan : 21 Februari 2022 – 18 Maret 2022

B. Peserta
1. Marlyana Rumaningsih (1813351013)
2. Hernita (1813351025)

45
C. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer di peroleh dari hasil pengukuran PT. KEONG

NUSANTARA ABADI mengenai kebauan diare halaman depan

pabrik, kebauan diarea dalam pabrik, kebisingan di area halaman

depan pabrik, kebisingan di area dalam pabrik, udara ambien di area

dalam pabrik, udara ambien di halaman depan pabrik.

2. Data Sekunder

Data sekunder ini diperoleh dari hasil wawancara mengenai K3, ISBB,

APD, kebisingan dan pencahayaan.

D. Sumber Data

Laporan PT. KEONG NUSANTARA ABADI tahun 2022 dan wawancara

E. Prosedur Kerja

1. ISBB iklim Kerja

Gambar 3.2 alat Thermal Environment Monitor QUESTEMP o32

1) Letakkan alat pada titik pengukuran dengan ketinggian 1 (satu) meter


dari lantai
2) Basahi kain kasa dengan aquades secukupnya pada alat pengukuran
suhu basah

46
3) Tekan tombol “ I/O Enter” sehingga alat menampakkan menu utama
dan tunggu 15-20 menit untuk stabilisasi alat.
4) Tekan tombol “Setup” untuk memilih jenis temperature
5) Tekan tombol panah atas bawah hingga layar menunjukkan ISBB dalam
dan luar (WBGTI dan WBGTo)
6) Catat hasil (yang tertera pada alat) “WBGT in” untuk iklim kerja di
dalam ruangan atau “WBGT out” untuk iklim kerja di luar ruangan
7) Ulangi tekan tombo panah atas bawah hingga layar menunjukkan suhu
basa (Wet/tw), suhu kering (Dry/ta) dan suhu radiasi (Globe/tg). Catat
hasil (yang tertera di alat)
8) Ulangi tekan tombol panah atas bawah hingga layar menunjukan
kelembaban (RH)
9) Catat hasil yang tertera pada alat
10) Tekan tombol “I/O Enter” sampai 3 detik untuk mematikan alat
11) Pastikan peralatan dalam keadaan aman.
2. Pengukuran Intensitas Pencahayaan (SNI 7062:2019)
a. Prosedur Kerja
1) Persiapan
a) Pastikan baterai alat lux mater memiliki daya yang cukup
untuk melakukan pengukuran.
b) Pastikan lux meter berfungsi dengan baik.
c) Pastikan lux meter terkalibrasi oleh laboraterium kalibrasi
yang terakreditasi.
2) Penentuan Titik Pengukuran
(a) Pengukuran pencahayaan umum
(1) Luas kurang dari 50 m2
Jumlah titik pengukuran dihitung dengan
mempertimbangkan bahwa satu titik pengukuran mewakili
area maksimal 3 m2.
(2) Luas ruangan antara 50 m2 sampai 100 m2
Jumlah titik pengukuran minimal 25 titik
(3) Luas ruangan lebih dari 100 m2

47
Jumlah titik pengukuran minimal 36 titik
(b) Pengukuran pencahayaan setempat
Titik pengukuran di tentukan pada benda-benda, objek kerja,
peralatan atau mesin dan proses produksi serta area kerja
tertentu.
3) Persyaratan pengukuran
Kondisi tempat kerja dalam keadaan sesuai dengan pekerjaan yang
bisa dilakukan
4) Pelaksanaan Pengukuran
(a) Hal- hal yang harus di perhatikan
(1) Sensor diletakan sejajar dengan permukaan yang akan di
ukur.
(2) Petugas memposisikan diri sedemikian rupa agar tidak
menghalangi cahaya yang jatuh ke sensor lux meter.
(3) Petugas tidak menggunakan pakaian yang dapat
memantulkan cahaya yang jatuh ke sensor lux meter.
(b) Langkah-langkah pengukuran
(1) Hidupkan lux meter.
(2) Pastikan rentang skala pengukuran pada lux meter sesuai
dengan intensitas pencahayaan yang di ukur.
(3) Buka penutup sensor.
(4) Lakukan pengecekan antara, pastikan bacaan yang muncul
di layar menunjukan angka nol saat sensor di tutup rapat.
(5) Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah di
tentukan, baik untuk pengukuran intensitas pencahayaan
umum atau pencahayaan setempat.
(6) Lakukan pengukuran dengan ketinggian sensor alat 0,8 m
dari lantai untuk pengukuran intensitas pencahayaan
umum.
(7) Bawa alat ketempat titik pengukuran yang telah ditentukan,
baik pengukuran intensitas penerangan setempat atau
umum.

48
(8) Baca hasil pengukuran pada layar setelah menunggu
beberapa saat sehingga nilai stabil.
(9) Lakukan pengukuran pada titik sebanyak 3 kali.
(10) Cacat hasil pengukuran pada lembar pencatatan untuk
intensitas penerangan dan untuk intensitas penerangan
umum.
(11) Matikan luxmater setelah selesai dilakukan pengukuran
intensitas pencahayaan.
5) Perhitungan
Perhitungan kuat pencahayaan rata-rata diperoleh dari hasil
pengukuran kuat pencahayaan yang diambil dari beberapa tempat
di dalam ruangan dengan menggunakan luxmeter, menggunakan
persamaan :

Keterangan
n = Hasil pengukuran kuat pencahayaan dibeberapa
tempat.
E rata-rata = Kuat pencahayaan rata-rata
Sedangkan untuk menghitung intensitas cahaya, menggunakan
persamaan :
I=ixn
Keterangan
I = Intensitas sumber cahaya (lm).
i = Tingkat pencahayaan pada lampu yang dipakai (lm).
n = Jumlah sumber cahaya
Dengan demikian, dapat diketahui juga jumlah lampu yang
diperlukan untuk menerangi suatu ruang berdasarkan standar
tingkat pencahayaan yang ditentukan, yaitu :

49
Keterangan
N = Jumlah lampu
Estandar = Kuat penerangan yang standar
A = Luas ruangan
i = Tingkat pencahayaan
CU = Faktor Utilisasi
LLF = Faktor rugi cahaya
3. Kebisingan di Tempat Kerja
a. Metode Pengukuran
1) Prinsip pengukuran
Tingkatan tekanan bunyi diukur dengan alat sound level
meter yang mempunyai kelengkapan Leq A dengan rentan waktu
tertentu pada pembobotan waktu S. Tekanan bunyi menyentuh
membran mikropon pada alat, sinyal bunyi diubah menjadi sinyal
listrik dilewatkan pada filter pembobotan (weithing network),
sinyal di kuatkan olehamplifier diteruskan pada layar hingga dapat
terbaca tingkat intensitas bunyi yang terukur.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : Kep-48/Menlh/11/1996, pengambilan sampel kebisingan
dibagi menjadi dua cara sesuai dengan alat sound level meter yang
digunakan, antara lain:
2) Cara sederhana
a) Pengukuran kebisingan dengan alat sound level meter.
b) Pembacaan yang dilakukan setiap 5 detik selama 10 menit,
untuk satu kali pengukuran.
c) Pengukuran kebisingan dengan cara sederhana, minimal
dilakukan oleh 2 orang. Satu orang untuk melihat waktu dan
memberikan aba-aba pembacaan kebisingan setiap 5 detik.
Lalu satu orang lagi bertugas membaca dan mencatat hasil
pengukuran kebisingan oleh sound level meter.

50
3) Cara langsung
a) Pengukuran kebisingan dengan integrating sound level
meter yang mempunyai fasilitas data logger dan pengukuran
LTM5.
b) LTM5 adalah rata-rata hasil pengukuran setiap 5 detik dalam 10
menit.
c) Pengukuran kebisingan dengan cara langsung ini dapat
dilakukan oleh 1 orang saja, karena integrating sound level
meter tidak memerlukan pembacaan setiap 5 detik. Data hasil
pengukuran kebisingan sudah berbentuk softfile, sehingga
memudahkan analisa hasil pengukuran. Contoh sound level
meter dengan data logger.
Untuk satu kali pengukuran dengan pembacaan kebisingan tiap
5 detik selama 10 menit, maka didapat 120 data tingkat kebisingan.
Data-data ini selanjutnya di input ke dalam sebuah tabel untuk
mempermudah analisis hasil pengukuran.
Sebelum melakukan pengukuran kebisingan, diperlukan
pemetaan lokasi pengambilan sampel kebisingan terlebih dahulu,
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Lokasi sumber kebisingan.
2. Lokasi pengukuran sumber kebisingan.
3. Lokasi receptor (penerima) kebisingan.
4. Lokasi pengukuran sampel kebisingan di receptor.
5. Topografi antara sumber kebisingan dengan receptor.
Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan di tempat terbuka, dan
berjarak 3,5 meter dari dinding-dinding bangunan untuk menghindari
pantulan suara. Ketinggian sound level meter yang digunakan antara 1,2 -1,5
meter, sesuai dengan rata-rata tinggi receptor kebisingan. Sound level
meter memerlukan tripod untuk mengurangi potensi pantulan bunyi oleh
badan operator. Jarak dari operator ke sound level meter minimal 0,5 meter,
dengan beda tinggi antara sound level meter dengan operator minimal 0,5
meter.

51
Mikropon pada sound level meter juga perlu diarahkan ke
sumber kebisingan. Pengukuran tingkat kebisingan harus dilakukan
pada cuaca yang cerah, dengan kecepatan angin yang tidak terlalu
besar. Sebagai pengaman, pada mikropon harus selalu dipasang
pelindung angin (wind-screen)( Noise Measurement Manual of
Quennsland).
4) Peralatan
a) Umum
Sound level meter yang digunakan untuk mengukur tingkat
kebisingan di tempat kerja memilikikelengkpan untuk
mengukur tingkat tekana SLM bunyi sinambung setara
dengan ditetapkan pembobotan A secara langsung ataupun
tidak langsung. Alat ukur tersebut sesuai dengan yang di
tetapkan SNI kelemgkapan alat minimal memiliki :
(1) Skala pembobotan A.
(2) Kecepatan respond pada pembobot waktu slow (S).
5) Kalibrasi
Alat ukur tingkat intensitas kebisingan ditempat kerja sebelum
digunkan, harus dikalibrasi sesuai dengan konfigurasi yang dimuat
didalam buku petunjuk alat. Alat ukur tersebut juga harus
memiliki sertifikat kalibrasi yang masih berlaku.
b. Prosedur Kerja
1) Hidupksn alat ukur intensitas kebisingan.
2) Periksa kondisi baterai, pastikan keadaan power dalam kondisi
baik.
3) Pastikan skala pembobotan.
4) Sesuaikan pembobotan waktu respond alat ukur dengan
karakteristik sumber bunyi yang di ukur (S untuk sumber bunyi
relatif konstanatau F untuk sumber bunyi kejut).
5) Posisikan mikropon alat ukur setinggi posisi telinga manusia di
tempat kerja.

52
6) Hindari terjadinya repleksi bunyi dari tubuh atau pengahalang
sumber bunyi.
7) Arahkan mikropon alat ukur dengan sumber bunyi sesuai dengan
karakterisitik mikropon (mikropon tegak lurus dengan sumber
bunyi, 70-80º dari sumber bunyi).
8) Pilih tingkat tekanan bunyi (SPL) atau tingkat tekanan bunyi
sinambung setara (Leq).
Sesuaikan dengan tujuan pengukuran.
9) Catatlah hasil pengkuran intensitas kebisingan pada lembaran data
sampling.
10) Bila alat ukur sound level meter tidak memiliki fasilitas Leq, maka
di hitung secara manual dengan menggunkan rumus sebagai
berikut :

( ) ( ) ( )

Keterangan
L1 = Adalah tingkat tekanan bunyi periode t1
Ln = Adalah tingkat tekanan bunyi pada periode n
T = Adalah tolat waktu (t1+t2+ ....tn).
Perhitungan Leq setiap 1 menit, dengan rumus:

Setelah mendapat Leq setiap menit, dari menit ke 1 (LI) sampai menit ke
10 (LX). Lalu, dilanjutkan dengan menghitung Leq 10 menit, dengan rumus:

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi dan Wawancara

Observasi dan wawancara dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran secara

langsung mengenai kebauan diare halaman depan pabrik, kebauan diarea dalam

pabrik, kebisingan di area halaman depan pabrik, kebisingan di area dalam

53
pabrik, udara ambien di area dalam pabrik, udara ambien di halaman depan

pabrik.

2. Analisis Data

Dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner dan melakukan observasi

terhadap pencahayaan, iklim kerja dan kebisingan berdasarkan hasil

pengukuran yang dilakukan mahasiswa dan di bandingkan dengan

pengukuran berdasarkan hasil pengukuran PT. KEONG NUSANTARA

ABADI yang selanjutya di analisis dan dibandingkan dengan Permenaker

Nomor 5 Tahun 2018.

54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perusahaan

1. Sejarah Industri

PT. Keong Nusantara Abadi telah berdiri sejak tahun 1983 oleh Rudi

Joncer. Usaha bermula dari pabrik pengolahan bekicot di Lampung. Pada

saat itu pabrik hanya memproduksi bekicot kaleng dengan pemasaran di Asia

Tenggara. Hingga tahun 1994, mulai memproduksi nata de coco yang dilatar

belakangi oleh permintaan dari Thailand yang konsumtif terhadap minuman

air kelapa yang kemudian diedarkan ke berbagai negara termasuk pemasaran

dalam negeri. Tak hanya berhenti di keong kaleng dan nata de coco, PT.

Keong Nusantara Abadi terus melakukan perkembangan berbagai produk

olahan seperti lidah buaya, jelly, es bon-bon, es kopi, cincau, jus sirsak, bayi

jagung dan jagung manis. Produk inovasi terbaru dari PT. Keong Nusantara

Abadi adalah sarang burung wallet murni yang dipasarkan mulai tahun 2004.

Hingga saat ini nata de coco yang diberi merek Wong Coco masih

menjadi pemimpin pasar untuk produk nata de coco di Indonesia. Sejalan

dengan misi perusahaan yang berkomitmen untuk memberikan kepuasan

pada pelanggan dengan memberikan produk yang hieginis dan berkualitas,

Wong Coco telah mengantongi sertifikat FSSC 22000 dan mengadopsi

sistem manajemen mutu bersertifikat standar internasional. Kantor pusat PT.

Keong Nusantara Abadi terletak di JL. Raya Bumisari KM 12 Kecamatan

Natar Kabupaten Lampung selatan dan memiliki beberapa kantor cabang

55
yaitu di Jakarta, Kediri dan Banjar Jawa Barat. PT. Keong Nusantara Abadi

cabang Kediri memiliki luas kurang lebih 30 hektar.

Dengan pembagian 10 hektar digunakan untuk ruang produksi,

penyimpanan, fermentasi, gudang pengolahan limbah, kantor dan fasilitas

penunjang lainnya. Sedangkan 20 hektar sisanya digunakan untuk kebun

budidaya lidah buaya, jagung manis, dan keong untuk memenuhi kebutuhan

bahan baku. Seiring bertambahnya permintaan pasar pabrik melakukan mitra

dengan petani diberbagai daerah Ngino, Besuki dan Kawasan sekitar kediri.

2. Visi dan Misi Perusahaan

a. Visi

Menjadi pemimpin pasar sebagai produsen makanan dan minuman

nomor satu di Indonesia.

b. Misi

Untuk selalu berkomitmen untuk kepuasan pelanggan dengan selalu

menyediakan produk berkualitas tinggi, higienis dan beraroma. Sudah

menjadi komitmen kami bahwa kami selalu berusaha untuk

menghasilkan produk berkualitas tinggi yang dapat bersaing di pasar

internasional, serta menjadi pemimpin di industri. Dengan demikian,

Wong Coco Group tidak hanya sekedar perusahaan yang berorientasi

pada keuntungan, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial yang

tinggi kepada masyarakat.

Gambar 4.1 Logo PT. Keong Nusantara Abadi

56
3. Struktur organisasi

57
Berikut penjabaran tugas dan wewenang organisasi di PT. Keong Nusantara

Abadi :

1. President Director

President director adalah pemegang saham atau pemilik perusahaan yang

bertanggung jawab atas semua aktifitas yang ada di PT Keong Nusantara

Abadi.

2. Marketing Director Direktur pemasaran bertanggung jawab dalam

pembuatan Leputirsan mengenai segala aktivitas pemasaran dan strategi yang

di butuhkan untuk mencapai pemasaran yang memenuhi profit perusahaan.

3. General Sales Manager

General Sales manager bertanggung jawab atas seluruh sales yang ada

disemus kantor cabang dan memantau semua aktivitas penjualan di PT Keong

Nusantara Ahadi.

4. Head of Inventory Manager

Kepala bagian persedian barang bertugas untuk menerima kuota persediaan

barang yang akan didistribusikan kekantor-kantor cabang.

5. Inventory Staff

Inventory staff adalah bawahan dari head of inventory manager yang bertugas

untuk mengecek persediaan barang digudang dan mendistribusikan barang-

barang kekantor cabang Keong Nusantara Abadi.

6. Sales Manager

Sales manager bertanggung jawab dalam melayani kebutuhan pelanggan dan

pencatatan penjualan serta merencanakan strategi penjualan.

58
7. Sales Admin

Tugas pokok sales admin adalah mencatat, menyimpan dan

mengonfirmasikan segala sesuatu yang bersanagkut-paut dengan marketing.

8. Salesmen Salesmen

Tugas memasarkan produk dan melayani jual beli dari pemesanan barang

hingga sampai ketangan pelanggan.

9. Costumer Servic

Membrikan informasi mengenai produk serta melayani sarana dan kritik dari

pelanggan mengenai produk-produk.

10. Promotion Manager

Departemen promosi bertanggung jawab mengenai perkembangan promosi

dan mencapai target penjualan yang menguntungkan.

11. Promotion Staff

Menjalankan strategi promosi yang telah ditetapkan oleh promotion manager

dan melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan promosi produk.

12. Research and Development Manager

Bertanggung jawab terhadap perkembangan inovasi produk secara

keseluruhan dan pengambil keputusan terhadap suatau inovasi baru sebelum

produksi masal.

13. Assistant Manager

Bertugas membantu researce and development manager dalam melaksanakan

tugas tugasnya dan menjadi notulis dalam rapat research and development

product.

59
14. Project Manager

Membuat rencana kerja, pembagian tugas dan mengevaluasi kegiatan

penelitian dan pengembangan produk. Project manager bertanggung jawab

langsung kepada manager divisi research and development product.

15. Staff

Bertanggung jawab dalam melaksanakan penelitian dan inovasi produk dan

bertanggung jawab pada project manager.

4. Ketenagakerja

Tenaga kerja PT. Keong Nusantara Abadi saat ini berjumlah kurang lebih

1200 orang masuk Staff kantor, karyawan bagian penerimaan bahan baka,

produksi. Sanitani pengem laboratorium, limbah, teknisi, satpam dan

karyawan lapangan, Hari kerja karyawan di PT. Keong Nusantara Abadi

adalah senin-sabtu. dengan jam kerja 24 jam dan terbagi 3 shift ketiga pukul

2300-07.00 atau dalam kata lain karyawan bekerja 8 jam dalam sehari.

Karyawan mendapatkan waktu istirahat satu jam disetiap shiftnya terdpat

pembagian jan istirahat 11.00-12.00 dan divisi penerimaan bahan baku

istirahat pada pukul 12.00-13.00 dan seterusnyauntuk di

devisilain,haliniditerpakan di PT.Keong Nusantara Abadi agar proses

produksi terus berjalan dari bahan baku hingga pengemasan dan

penyimpanan.

Jika produksi sedang banyak maka jam berkerja bertambah atau lembur

hingga jumlah produksi penuh target di hari itu. Perusahhan memberikan

uang lembur dan konsumsi untuk karyawan yang lembur. Di PT. Keong

60
Nusantara Abadi terdapat beberapa status karyawan seperti tenaga kerja

harian atau borongan tidak setiap hari masuk, karyawan ini berkerja sesuai

tinggi rendahnya produksi dihari atau periode tersebut dengan sistem gaji

perhari.

Adapun tenaga kerja bulanan yang di kontrak selama satu bulan. Untuk

tenaga kerja bulanan akan mendapat pertimbangan untuk perpanjang kontrak

atau tidak disetiap bulannya dan ila hasil kerjanya dianggap baik maka

kontrak akan di perpanjang menjadi tiga bulan dengan sistem gaji perbulan.

Tenaga kerja tetap atau karyawan tetap di PT. Keong Nusantara Abadi

akan terus bekerja untuk perusahaan sampai masa pension diumur 55 tahun.

Perusahaan juga memiliki program penyesuian (pengang kata jamban) untuk

tenaga kerja bulanan maupun tenaga kerja tetap dengan paji sesuai jabatan.

5. Sarana dan Prasarana

a. Sarana

Sarana adalah peralatan yang harus tersedia saat berlangsungnya kegi

produksi nata de coco. Sarana yang dimiliki oleh PT.Koong Nusantara

Abadi yaitu :

1) Refort

Adalah alat yang digunakan untuk sterilisasi maul herbentisk

tabung dengan rakk untuk wadah produk yang akan di steril.

Produk yang diterilisans denagn tepon adalah produk-produk yang

menggunakan kaleng sebagai pengemasnya. Diruang produksi,

terdapat tiga jenis tank atau bak yang masing-masing tank herfangs

61
untuk boiling tank sterilization tank cooling tank Boiling tank

adalah bok, yang digunakan untuk merebus bahan baku air kelapa

yang telah disimpan, sterilization an adalah bak yang difungsikan

untuk sterilisasi semua produk-produk wong coco yang sudah jadi,

Produk-produk yang sudah disteril kemudian akan di masukan ke

cooling tank untuk menurunkan suhu produk sebelum kelar dari

ruang produksi.

2) Tank

Terdapat empat jenis mesin produksi yang masing-masing jenis

mesin mempunyai bahan produksi yang berbeda-beda. Mesin

pertama adalah mesin yang khusus untuk produksi nata de coco dan

lidah buaya.kemudian ada mesin yang khusus produksi jelly. ice

bon-bon.

3) Konveyor

Adalah alat yang biasa digunakan untuk memindahkan produk dari

satu tempat ke tempat lain.

4) Control table

Sebelum produk-produk dipindahkan ke ruang karantina atau ruang

inkubasi, semua produk akan di cek segala sesuatunya di meja

control produksi akhir ini.

5) Packing Machine

Setelah melewati proses produksi,semua produksi akan dikemas

dengan mesin packing. Di PT.Keong Nusantara Abadi memiliki 3

jenis mesin packing untuk mengemas jelly, ice bon-bon dan produk

62
lainnya.

6) Metal Detector

Digunakan untuk mengindentifikasi adanya kandungan logam pada

produk yang telah di kemas agar terhindar dari cemaran logam

sebelum diedarkan maka semua produk harus dilewatkan di metal

detector.

7) Can Code Machine

Setelah memenuhi persyaratan kelayakan, produk yang dikemas

dengan kalengakan di beri label tanggal kadaluarsa dengan can

code mechine.

8) Cold Storage

Berada tepat di samping ruang karangtina, hal ini dikarenakan agar

memudahkan jalur pendistribusian dan sistem keluar masuk produk

yang di simpandi cold storage yaitu FIFO atau Fist In First Out.

Produk yang pertama kali masuk adalah produk yang pertama kali

kelar.

9) Gudang

Gudang yang terdapat di PT. Keong Nusantara Abadi tergolong

jenis gudang kering yang aman digunakan utnuk menyimpan bahan

baku dan produk yang siap edar.

10) Laboratorium

Terdapat tiga laboratorium diperusahaan ini. Satu laboratorium

digunakan sebagai laboratorium pusat atau utama untuk melakukan

beberapa uji fisik dan mikrobiologis. Sedangkan dua laboratorium

63
lainnya berada satu atap dengan ruang produksi yang digunakan

untuk formulasi.

11) Peralatan Penunjang Produksi

Peralatan penunjang yang digunakan dalam produksi yaitu

keranjang, wadah, pisau, sarung tangan, timbangan, trolly, meja

stainless steel dan baskom stainless steel.

12) Ruang Produksi Kemasan

PT, Keong Nusantara Abadi memilih untuk produksi sendiri semua

kemasan yang di gunakan untuk pengemas primer produk-produk

lainnya. Seperti kemasan cup jelly, cup gelas, plastic ice bon-bon,

ember dan kaleng.

13) Ruang Kantor Adminitrasi

berada di luar ruang produksi yang merupakan tempat dimana

semua aktifitas para karyawan, staff dan manager perusahaan untuk

adminitrasi kantor.

b. Prasarana

Prasarana yang dimiliki PT, Keong Nusantara Abadi yaitu :

1) Transportasi

Terdapat truk yang di gunakan untuk mengangkut aloe vera dari

kebun ke area penerimaan bahan baku.dan dua bus untuk karyawan

yang beroprasi mulai pukul 05.00 07.00 untuk menjemput para

karyawan dan beroprasi kembali saat kepulangan karyawan. Kedua

bus tersebut memiliki penumpang yang berbeda Bus pertama

64
digunakan untuk tenaga kerja harian atau borongan dan bus kedua

untuk staff, manager dan kepala bagian ada juga transportasi motor

untuk para manager di perusahaan tersebut Tempat Tinggal Mes.

Semua karyawan dapat di tinggal di mess yang telah di sediakan

oleh PT. Keong Nusantara Abadi. Namun khusus karyawan tetap di

perbolehkan membawa keluarga untuk tinggal di mess perusahaan.

Terdapat 12 mess perusahaan yang berada di dalam lingkungan

pabrik.

6. Program Corporature Social Responcibility (CSR)

PT. Keong Nusantara Abadi mempunyai salah satu program CSR yaitu

"tanam sejuta bakau" bergabung dengan CSR se-Lampung di hotel Krakatao

Kalianda.

Gambar 4.2 Penghargaan PT. Keong Nusantara Abadi

Dan PT. Keong Nusantara Abadi mendapatkan penghargaan atas

65
pelaksanaan Corporature Social Responcibility (CSR) sebagai wujud

kepedulian untuk pembangunan berkelanjutan di Provinsi Lampung serta

berpartisipasi dalam Lampung Corporate Social Responcibility Award 2016

oleh Gubernur Lampung Bapak M. Ridho Ficardo, M.Si.

66
7. Proses Produksi Keong Kalengan

67
Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi makanan siput

kalengan adalah Jengan menggunakan proses canning secara vakum pada

kaleng kemasan Bahan baku yang diperoleh perusahaan didapatkan dari dalam

negeri dan dilakukan pemeriksaan terhadap kualitas bahan baku yang dibeli,

proses produksi ini dilangsungkan pada saat bahan haku dalam kondisi hidup

dan tidak mati sehingga tetap menjaga kesegaran dan kualitas produk.

Mesin yang digunakan untuk melakukan proses canning adalah mesin

semi-automated dimana dalam proses yang dilakukan secara otomatis mesin ini

beroperasi namun tetap dalam pengawasan operator yang memiliki pengalaman

mengoperasikan mesin ini. Secara umum proses produksi yang dilakukan oleh

bagian produksi adalah sebagai berikut:

a. Proses Tahap I

Menyiapkan bahan baku Bekicot Hidup setelah itu dilakukan proses

memindahkan bahan baku Bekicot Hidup ke lantai produksi serta dilakukan

penimbangan berkaitan dengan pencucian dengan air bersih serta dilakukan

nya perendaman.

b. Proses Tahap II

Proses perebusan daging dan cangkang menjadi setengah matang, biarkan

dingin terlebih dahulu agar mudah dicungkil dari cangkangnya lalu lakukan

pencungkilan cangkang. kemudian dilanjutkan dengan pencucian dengan

air bersih setelah itu dilakukannya penimbangan. Perebusan daging

cangkang setelah dilakukan penimbangan tunggu hingga matang, biarkan

pendinginan dilakukan dan kemudian dilakukan pencucian

68
c. Proses Tahap III

Sortasi Ukuran yaitu dengan memeriksa ukuran agar bahan baku memiliki

ukuran yang sama untuk melakukan pengisian dalam kaleng. Pengontrolan

dan penimbang dilakukan hingga dengan II tahap kemudian dilakukan

pencucian kembali serta pengontrolan bahan baku.

d. Proses Tahap IV

Proses pengisian larutan garam itu adalah salah satu tahap dalam mengelola

produksi keong, setelah itu kemudian melakukan Exhausting persiapan

penutupan kalen dilanjutkan dengan penutupan kaleng scamer. Sterilisasi

serta lakukan pendinginan, kemudian masukan dalam karantina serta

pelabelan dan pengepakan.

69
8. Proses Produksi Nata De Coco

70
Proses pembuatan Nata De Coco terdiri dari beberapa Tahap yaitu tahap

I. Tahap II, dan Tahap II. Secara rinci tahapan proses diuraikan pada bagian

berikut :

a. Proses Tahap I

Persiapkan bahan baku natade coco yaitu Air Kelapa dalam seharinya

memerlukan 10 ton/hari. Penyaringan I dengan Mess SS kotora 0,2 ton/hari

kemudian lakukan pengendapan setelah itu penyaringan II dengan mess SS

dan dilakukan penampungan.

b. Proses Tahap II

Pemberian gula pasir 0,2 ton/hari, (NH)2SO, 0,7 ton/hari serta As asetat

glacial 0,1 ton/hari kemudian dilakukan pasteurisasi 95°C, 15°C dan

penambahan nutrisi, lanjut dengan pengisian pada loyang plastik steril dan

penutupan dengan kertas. Pemberian penambahan bibit bakteri dilakukan

dan mendiamkan dalam inkubasi 8 hari pada suhu kamar.

c. Proses Tahap III

Setelah selesai inkubasi selama 8 hari kemudian panen dengan penapisan

Natade Coco. Setelah itu pemotongan Natade Coco dan kemudian

melakukan perendaman Natade Coco pada tahap awal dan perebusan

Natade Coco pada tahap awal pula. Kembali lagi perendaman II dan III

Natade Coco dan juga perebusan Natade Coco II dilakukan sampai pada

penyotringan Natade Coco.

d. Proses Tahap IV

Penyotringan Natade Coco selesai dilakukan penambahan syrup serta

71
penimbangan dan pengisian Natade Coco dilakukan bersamaan tetapi

proses tempat produksi dibedakan Setelah itu penghampaan udara

dilakukan sampai dengan produksi Natade Coco dikarantina dan dilakukan

pelabelan serta packing.

B. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri

1. System Manajemen K3

Sistem manajemen K3 di PT. Keong Nusantara Abadi sudah mencapai

zero accident yaitu tidak ada kejadian kecelakaan kerja selama proses

produksi karena setiap 3 bulan sekali pabrik mengadakan pelatihan K3

untuk semua karyawan dan setiap minggu dilakukan penyidakan.

2. Alat Pelindung Diri

Semua karyawan yang bekerja di PT. Keong Nusantara Abadi

mendapatkan APD lengkap dari masker, sarung tangan, helm, sepatu

boot, kacamata pelindung. Penggantian APD dilakukan setiap setahun

sekali tetapi jika ada kerusakan/ sudah tidak layak pakai karyawan boleh

melapor ke divisi masing-masing.

3. Penyakit Akibat Kerja

Dalam proses produksi tidak ada kejadian kecelakan yang fatal atau yang

dapat merugikan karyawan (zero accident).

72
C. Hasil Pengukuran Lingkungan Kerja

1. Pengukuran Kebisingan

Tabel 4.1
Pengukuran Kebisingan Berdasarkan Data PT. Keong Nusantara
Abadi Tahun 2022

Tingkat Kebisingan
No Lokasi Keterangan
Ls Lm Lsm
Area 49,7 dB 48,0
46,8 Memenuhi
1 Produksi/Dalam (A) dB
dB (A) Syarat
Pabrik (A)
46,2 dB 45,2
Area Halaman 44,7 Memenuhi
2 (A) dB
Depan Pabrik dB (A) Syarat
(A)

Pemeriksaan kebisingan dilakukan selama periode 24 jam dibagi kedalam

7 segment pengukuran (L1-L7) untuk kemudian diperhitungkan menjadi Ls

(kebisingan equivalent selama siang hari), Lm (kebisingan equivalent selama

malam hari), Lsm (kebisingan equivalent selama siang hari dan malam hari).

Baku mutu kebisingan lingkungan untuk kawasan industri berdasarkan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MenLH/11/1996

Tentang Baku Muku Tingkat Kebisingan.

Menurut hasil uji parameter diatas, PT. Keong Nusantara Abadi pada

variabel kebisingan telah memenuhi syarat baik lokasi dalam pabrik maupun luar

pabrik.

73
2. Pengukuran Kebauan

Tabel 4.2
Pengukuran Kebauan Area Produksi / Dalam Pabrik Berdasarkan
Data PT. Keong Nusantara Abadi Tahun 2022

No Parameter Hasil Kebauan Satuan Keterangan


Memenuhi
1 Amoniak (NH3) 0,94 ppm
Syarat
Hidrogen Sulfida Memenuhi
2 0,0016 ppm
(H2S) Syarat

1. Inspeksi dilaksanakan sesuai kondisi tempat pekerjaan dilakukan, dengan

parameter fisika sebagai berikut :

- Suhu : 31oC

- Kelembaban : 80% RH

- Kecepatan Angin : 0,2 m/s

2. Kegiatan inspeksi dilaksanakan pada pukul : 10.30 – 11.30 WIB

3. Parameter inspeksi mengacu pada lampiran KepMen LH No. 50 Tahun

1996 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan

Tabel 4.3
Pengukuran Kebauan Area Halaman Depan Pabrik Berdasarkan Data
PT. Keong Nusantara Abadi Tahun 2022

No Parameter Hasil Kebauan Satuan Keterangan


Memenuhi
1 Amoniak (NH3) 0,98 ppm
Syarat
Hidrogen Sulfida Memenuhi
2 0,0052 ppm
(H2S) Syarat

1. Inspeksi dilaksanakan sesuai kondisi tempat pekerjaan dilakukan, dengan

parameter fisika sebagai berikut :

- Suhu : 30oC

74
- Kelembaban : 75% RH

- Kecepatan Angin : 0,5 m/s

2. Kegiatan inspeksi dilaksanakan pada pukul : 13.05 – 14.05 WIB

3. Parameter inspeksi mengacu pada lampiran KepMen LH No. 50 Tahun

1996 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan

4. Menurut hasil uji parameter diatas, PT. Keong Nusantara Abadi pada

variabel kebauan telah memenuhi syarat baik lokasi dalam pabrik

maupun luar pabrik.

3. Pengukuran Udara Ambien

Tabel 4.4
Pengukuran Udara Ambien Area Halaman Depan Pabrik Berdasarkan
Data PT. Keong Nusantara Abadi Tahun 2022

No Parameter Hasil Satuan Keterangan


Sulfur Dioksida Memenuhi
1 <3 µg/Nm2
(SO2) Syarat
Karbon Memenuhi
2 825 µg/Nm3
Monoksida (CO) Syarat
Nitrogen µg/Nm3 Memenuhi
3 8,6
Dioksida (NO2) Syarat
µg/Nm3 Memenuhi
4 Oksidan (O3) 0,9
Syarat
µg/Nm3 Memenuhi
5 Debu (TSP) 77
Syarat

1. Inspeksi dilaksanakan sesuai kondisi tempat pekerjaan dilakukan,

dengan parameter fisika sebagai berikut :

- Suhu : 30oC

- Kelembaban : 75% RH

- Kecepatan Angin : 1,1 m/s

- Arah Angin : Barat ke Timur

75
2. Parameter inspeksi mengacu pada lampiran VII PP RI No. 22 Tahun

2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengolahan

Lingkungan Hidup.

Tabel 4.5
Pengukuran Udara Ambien Area Produksi/Dalam Pabrik Berdasarkan
Data PT. Keong Nusantara Abadi Tahun 2022

No Parameter Hasil Satuan Keterangan

1. I 1 Sulfur Dioksida Memenuhi


<3 µg/Nm2
(SO2) Syarat
n2 Karbon Memenuhi
946 µg/Nm3
Monoksida (CO) Syarat
s 3 Nitrogen µg/Nm3 Memenuhi
13,6
Dioksida (NO2) Syarat
p4 µg/Nm3 Memenuhi
Oksidan (O3) 28,8
Syarat
e5 µg/Nm3 Memenuhi
Debu (TSP) 71
Syarat

1. Inpeksi dilaksanakan sesuai kondisi tempat pekerjaan dilakukan,

dengan parameter fisika sebagai berikut :

- Suhu : 31,5oC

- Kelembaban : 80% RH

- Kecepatan Angin : 1,2 m/s

- Arah Angin : Utara ke Selatan

2. Parameter inspeksi mengacu pada lampiran VII PP RI No. 22 Tahun

2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengolahan

Lingkungan Hidup.

3. Menurut hasil uji parameter diatas, PT. Keong Nusantara Abadi pada

variabel Udara Ambient telah memenuhi syarat baik lokasi dalam

pabrik maupun luar pabri

76
D. Hasil Kuisioner

1. Deskripsi Data

Data dalam laporan ini berasal dari data primer yaitu kuesioner.
Jumlah kuesioner yang di sebar sebanyak 3 kuesioner. Semua kuesioner
dapat diolah, sehingga tingkat pengambilan kuesioner sebesar 100%.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam Tabel 4.6

Tabel 4.6
Deskipsi Data
Keterangan Jumlah Persentase

Kesioner yang disebaran 3 100%

Kesioner yang dapat diolah 3 100%

Kesioner yang tidak dapat diolah 0 0%

2. Deskripsi Responden

Responden terdiri dari 3 orang pekerja, yakni pekerja yang bekerja


di 1. Fermentasi, 1 rebusan, 1 utility. Deskripsi responden secara umum
dapat dilihat pada Tabel 4.7

77
Tabel 4.7
Deskripsi Responden Secara Umum

Profil Responden Jumlah Persentase


Umur
1. 20-30 3 100 %

Jumlah 3 100%
Jenis kelamin
1. Laki-laki 1 30 %
2. Perempuan 2 70 %
Jumlah 3 100%
Pendidikan
1. SD 0 0%
2. SMP 0 0%
3. SMA/SMK 3 100%
Jumlah 3 100%
Lama bekerja
1. 0-10 Tahun 2 70%
2. 11-20 Tahun 1 30%
Jumlah 3 100%

Deskripsi responden dalam laporan ini di sajikan dalam Tabel 4.7


dari Tabel dapat dilihat dari umur responden 20-30 dengan jumlah 3
orang (100%). Berdasarkan jenis kelamin di ketahui bahwa mayoritas
responden adalah perempuan dengan jumlah 2 orang (70%). Diketahui
bahwa semua pekerja dengan pendidikan SMA/SMK dengan jumlah 3
orang (100%). Selanjutnya lama responden bekerja 0-10 Tahun dengan
jumlah 2 orang (70%) dan 11-20 dengan jumlah 1 orang (30%).

3. Deskriptf Variabel

Semua kuesioner yang sudah terkumpul di analisa. Pertanyan-


pertanyaan di kuesioner berkaitan dengan variabel Iklim Kerja, Intensitas
Pencahyaan dan Kebisingan di ruangan rebusan 1, utility 1 dan fermentasi
1. Data hasil yang dianalisis sehingga menghasilakan deskripsi variabel
penelitian seperti yang terlihat pada Tabel 4.8 Dari Tabel 4.8 tersebut
dapat diketahui informasi tentang yang di rasakan responden dari masing-
masing petanyaan. Secara rinci Tabel akan dijelaskan sebagai berikut :

78
Tabel 4.8
Deskiptif Variabel
Variabel Fermentasi Rebusan Utility N Ruang Persentase
ISBB Fermentasi (1 orang), rebusan (1 orang),
1. Udara panas di tempat kerja 0 (0%) 1 (100%) 0 (0%) 3 utility (1 orang).
2. Merasakan dehidrasi 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 3
3. Merasakan panas di sertai gatal-gatal 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 3
4. Kelelahan dan tidak fokus di sebabkan panas 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 3

Jumlah Rata-Rata Persentase 0% 25% 0% Jumlah Rata-Rata Persentase ISBB 75%

Pencahayaan Fermentasi (1 orang), rebusan (1 orang),


1. Pencahayan cukup baik 1 (100%) 1 (100%) 1 (100%) 3 utility (1 orang).
2. Perlu penambahan cahaya buatan 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 3
3. Sering merasa kelelahan mata 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 3
4. Pernah merasakan sakit mata 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 3

Jumlah Rata-Rata Persentase 25% 25% 25% Jumlah Rata-Rata Persentase 100%
Pencahayaan
Kebisingan Fermentasi (1 orang), rebusan (1 orang),
1. Tempat kerja bising 0 (0%) 0 (0%) 1 (100%) 3 utility (1 orang).
2. Merasa terganggu dengan kebisingan 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 3
3. Sering merasa sakit/ berdengung setelah terpapar 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 3
bising
4. Merasa pendengaran berkurang setelah terpapar 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 3
bising
5. Perlu di kurangi kebisingan 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 3

Jumlah Rata-Rata Persentase 0% 0% 20% Jumlah Rata-Rata Persentase 80%


Kebisingan

79
a. ISBB

Variabel ISBB diukur dengan menggunakan instrument yang terdiri dari 4


pertanyaan. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.8, dari 3 responden terdapat 1 orang
yang orang yang merasa udara panas di lingkungan tempat kerja, pada ruangan
rebusan dari 1 orang terdapat 1 orang dengan persentase 100% yang setuju merasa
panas di lingkungan tempat kerja dan pada ruang fermentasi dan ruang utility dari
2 orang terdapat 2 orang dengan persentase 0% yang tidak setuju merasa panas di
lingkungan tempat kerja. Dari 3 responden mereka tidak merasa dehidrasi, tidak
merasa gatal-gatal yang disebabkan karena panas, dan tidak merasa kelelahan dan
tidak fokus bekerja yang disebabkan udara panas ditempat kerja sehingga
persentasi yang didapatkan 0%.
Hasil analisis kuesioner variabel ISBB dengan persentase 75 % di atas
50%. Hal ini terjadi karena sesuai dengan pekerjaan dan tempat kerja maka tidak
menjadi masalah serius karena mendapat persentase diatas 50%.
Berdasarkan hasil analisis kuesioner variabel ISBB dengan persentase 75 %
sudah di atas 50%, untuk hasil pengukuran langsung melalui kuisioner di PT.
Keong Nusantara Abadi memenuhi syarat berdasarkan PERATURAN MENTERI
KETENAGAKERJAAN RI NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN KERJA. Untuk
PT. Keong Nusantara Abadi dapat melakukan hal berikut untuk mempertahankan
variabel ISBB ini :
1 Periode aklimatisasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja yang
penuh.
2 Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek
tetapi sering dan rotasi tenaga kerja yang memadai.
3 Penyediaan air minum yang cukup.
b. Pencahayaan
Variabel pencahayaan diukur dengan menggunakan instrument yang terdiri
dari 4 pertanyaan. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.8, dari 3 responden terdapat
3 orang yang merasa pencahayaan cukup baik di lingkungan tempat kerja, pada
ruangan fermentasi dari 1 orang terdapat 1 orang dengan persentase 100% yang
merasa pencahayaan cukup baik, ruang rebusan dari 1 orang terdapat 1 orang
dengan persentase 100% yang merasa pencahayaan cukup baik, dan ruang utility
dari 1 orang terdapat 1 orang dengan persentase 100% yang merasa pencahayaan
cukup baik. Dari 3 responden terdapat 1 orang yang merasa tidak perlu
menambahkan cahaya buatan di lingkungan tempat kerja, pada ruangan rebusan 1
orang dari 1 orang terdapat 1 orang dengan persentase 100% yang merasa tidak
perlu penambahan cahaya buatan dan ruang fermentasi dari 1 orang terdapat 1
orang dengan persentase 100% yang merasa tidak perlu penambahan cahaya
buatan. Dari 3 responden terdapat 3 orang yang tidak merasa kelelahan pada mata
yang disebabkan kurangnya pencahayaan di lingkungan kerja, pada ruangan
fermentasi 1 orang dari 1 terdapat 1 orang dengan persentase 100% tidak
merasakan kelelahan pada mata dan ruang rebusan 1 dari 1 orang terdapat 1 orang
dengan persentase 100% merasakan tidak kelelahan pada mata. Selanjutnya dari 3
orang responden terdapat 0 orang dengan persentase 0% merasa sakit mata yang
disebabkan kurang lebihnya pencahayaan di lingkungan tempat kerja, pada ruang
fermentasi, rebusan, dan utility.
Hasil analisis kuesioner variabel pencahayaan dengan persentase 100%
menggambarkan bahwa pencahayaan di PT. Keong Nusantara Abadi telah baik.
Berdasarkan hasil analisis kuesioner variabel pencahayaan dengan persentase
100%. untuk hasil pengukuran langsung melalui kuisioner pencahayaan
memenuhi syarat berdasarkan PERATURAN MENTERI
KETENAGAKERJAAN RI NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN KERJA. Untuk
PT. Keong Nusantara Abadi dapat melakukan hal berikut untuk mempertahankan
variabel pencahayaan ini :
1. Pengendalian substitusi dengan cara menganti lampu yang tidak berfungsi.
2. Engenering Control dengan cara menambahkan titik lampu.

81
3. Isolasi dengan cara menyediakan senter atau alat penerangan sejenisnya.
4. Administratif dengan cara pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi
kerja untuk mengurangi kelelahan mata.

c. Kebisingan
Variabel kebisingan diukur dengan menggunakan instrument yang terdiri dari
5 pertanyaan. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.8, dari 3 responden terdapat 1
orang yang merasa kebisingan di tempat kerja dari ruangan utility, dari 3
responden terdapat 0 orang dengan persentase 0% merasa terganggu dengan
kebisingan di tempat kerja pada ruang fermentasi, rebusan, dan utility. dari 3
responden terdapat 0 orang dengan persentase 0% merasa sakit atau berdengung
setelah terpapar bising di tempat kerja pada ruang fermentasi, rebusan, dan utility.
dari 3 responden terdapat 0 orang dengan persentase 0% merasa pendengaran
berkurang setelah terpapar bising di tempat kerja pada ruang fermentasi, rebusan,
dan utility. dari 3 responden terdapat 0 orang dengan persentase 0% merasa perlu
dikurangi kebisingan di tempat kerja pada ruang fermentasi, rebusan, dan utility.
Hasil analisis kuesioner variabel kebisingan dengan persentase 80 %
menggambarkan bahwa kebisingan di PT. Keong Nusantara Abadi telah baik.
Berdasarkan hasil analisis kuesioner variabel kebisingan dengan persentase
80% untuk hasil pengukuran langsung melalui kuisioner kebisingan memenuhi
syarat berdasarkan PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN RI
NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA LINGKUNGAN KERJA. Untuk PT. Keong Nusantara Abadi dapat
melakukan hal berikut untuk mempertahankan variabel pencahayaan ini :
1. Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan objek kerja atau sistem kerja
yang berhubungan dengan tempat kerja yang kehadirannya pada batas yang
tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan dan standart baku K3 atau
kadarnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB).
2. Subtitusi menggantikan bahan bahan dan peralatan yang berbahaya dengan
bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau yang lebih aman,
sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih bias ditoleransi atau
dapat diterima.

82
3. Engenering Control pengendalian dan rekayasa tehnik termasuk merubah
struktur objek kerja untuk menceganh seseorang terpapar kepada potensi
bahaya, seperti pemberian pengaman pada mesin.
4. Isolasi pengendalian risiko dengan cara memisahkan seseorang dari objek
kerja. Pengendalian kebisingan pada media propagasi dengan tujuan
menghalangi paparan kebisingan suatu sumber agar tidak mencapai penerima,
contohnya : pemasangan barier, enclosure sumber kebisingan dan tehnik
pengendalian aktif (active noise control) menggunakan prinsip dasar dimana
gelombang kebisingan yang menjalar dalam media penghantar dikonselasi
dengan gelombang suara identik tetapi mempunyai perbedaan fase 1800 pada
gelombang kebisingan tersebut dengan menggunakan peralatan control.
Pengendalian Administratif meliputi pengaturan waktu kerja dan waktu
istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kelelahan dan kejenuhan.

83
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan di PT. Keong Nusantara Abai


dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Variabel ISBB diukur dengan menggunakan instrument yang terdiri dari 4
pertanyaan. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.8, dari 3 responden terdapat
1 orang yang orang yang merasa udara panas di lingkungan tempat kerja,
pada ruangan rebusan dari 1 orang terdapat 1 orang dengan persentase
100% yang setuju merasa panas di lingkungan tempat kerja dan pada
ruang fermentasi dan ruang utility dari 2 orang terdapat 2 orang dengan
persentase 0% yang tidak setuju merasa panas di lingkungan tempat kerja.
Dari 3 responden mereka tidak merasa dehidrasi, tidak merasa gatal-gatal
yang disebabkan karena panas, dan tidak merasa kelelahan dan tidak fokus
bekerja yang disebabkan udara panas ditempat kerja sehingga persentasi
yang didapatkan 0%.
2. Hasil analisis kuesioner variabel ISBB dengan persentase 75 % di atas
50%. Hal ini terjadi karena sesuai dengan pekerjaan dan tempat kerja maka
tidak menjadi masalah serius karena mendapat persentase diatas 50%.
3. Variabel pencahayaan diukur dengan menggunakan instrument yang
terdiri dari 4 pertanyaan. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.8, dari 3
responden terdapat 3 orang yang merasa pencahayaan cukup baik di
lingkungan tempat kerja, pada ruangan fermentasi dari 1 orang terdapat 1
orang dengan persentase 100% yang merasa pencahayaan cukup baik,
ruang rebusan dari 1 orang terdapat 1 orang dengan persentase 100% yang
merasa pencahayaan cukup baik, dan ruang utility dari 1 orang terdapat 1
orang dengan persentase 100% yang merasa pencahayaan cukup baik. Dari
3 responden terdapat 1 orang yang merasa tidak perlu menambahkan
cahaya buatan di lingkungan tempat kerja, pada ruangan rebusan 1 orang
dari 1 orang terdapat 1 orang dengan persentase 100% yang merasa tidak

84
perlu penambahan cahaya buatan dan ruang fermentasi dari 1 orang
terdapat 1 orang dengan persentase 100% yang merasa tidak perlu
penambahan cahaya buatan. Dari 3 responden terdapat 3 orang yang tidak
merasa kelelahan pada mata yang disebabkan kurangnya pencahayaan di
lingkungan kerja, pada ruangan fermentasi 1 orang dari 1 terdapat 1 orang
dengan persentase 100% tidak merasakan kelelahan pada mata dan ruang
rebusan 1 dari 1 orang terdapat 1 orang dengan persentase 100%
merasakan tidak kelelahan pada mata. Selanjutnya dari 3 orang responden
terdapat 0 orang dengan persentase 0% merasa sakit mata yang
disebabkan kurang lebihnya pencahayaan di lingkungan tempat kerja,
pada ruang fermentasi, rebusan, dan utility.
4. Hasil analisis kuesioner variabel pencahayaan dengan persentase 100%
menggambarkan bahwa pencahayaan di PT. Keong Nusantara Abadi telah
baik.
5. Variabel kebisingan diukur dengan menggunakan instrument yang terdiri
dari 5 pertanyaan. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.8, dari 3 responden
terdapat 1 orang yang merasa kebisingan di tempat kerja dari ruangan
utility, dari 3 responden terdapat 0 orang dengan persentase 0% merasa
terganggu dengan kebisingan di tempat kerja pada ruang fermentasi,
rebusan, dan utility. dari 3 responden terdapat 0 orang dengan persentase
0% merasa sakit atau berdengung setelah terpapar bising di tempat kerja
pada ruang fermentasi, rebusan, dan utility. dari 3 responden terdapat 0
orang dengan persentase 0% merasa pendengaran berkurang setelah
terpapar bising di tempat kerja pada ruang fermentasi, rebusan, dan utility.
dari 3 responden terdapat 0 orang dengan persentase 0% merasa perlu
dikurangi kebisingan di tempat kerja pada ruang fermentasi, rebusan, dan
utility.
6. Hasil analisis kuesioner variabel kebisingan dengan persentase 80 %
menggambarkan bahwa kebisingan di PT. Keong Nusantara Abadi telah
baik.

85
B. Saran

Untuk PT. Keong Nusantara Abadi dapat melakukan hal berikut demi

mempertahankan kualitas lingkungan kerja:

1. Periode aklimatisasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja yang

penuh.

2. Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek

tetapi sering dan rotasi tenaga kerja yang memadai.

3. Penyediaan air minum yang cukup.

4. Pengendalian substitusi dengan cara menganti lampu yang tidak berfungsi.

5. Engenering Control dengan cara menambahkan titik lampu.

6. Isolasi dengan cara menyediakan senter atau alat penerangan sejenisnya.

7. Administratif dengan cara pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat,

rotasi kerja untuk mengurangi kelelahan mata.

8. Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan objek kerja atau sistem

kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang kehadirannya pada

batas yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan dan standart

baku K3 atau kadarnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB).

9. Subtitusi menggantikan bahan bahan dan peralatan yang berbahaya dengan

bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau yang lebih aman,

sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih bias ditoleransi

atau dapat diterima.

10. Engenering Control pengendalian dan rekayasa tehnik termasuk merubah

struktur objek kerja untuk menceganh seseorang terpapar kepada potensi

bahaya, seperti pemberian pengaman pada mesin.

86
11. Isolasi pengendalian risiko dengan cara memisahkan seseorang dari objek

kerja. Pengendalian kebisingan pada media propagasi dengan tujuan

menghalangi paparan kebisingan suatu sumber agar tidak mencapai

penerima, contohnya : pemasangan barier, enclosure sumber kebisingan

dan tehnik pengendalian aktif (active noise control) menggunakan prinsip

dasar dimana gelombang kebisingan yang menjalar dalam media

penghantar dikonselasi dengan gelombang suara identik tetapi mempunyai

perbedaan fase 1800 pada gelombang kebisingan tersebut dengan

menggunakan peralatan control. Pengendalian Administratif meliputi

pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi

kelelahan dan kejenuhan.

87
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Teknik Mineral dan Batubara, 2016. Keputusan Materi Pertambangan dan
energy Nomor: 555. K/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pertambangan Umum. Jakarta.
Evan, A., Sejati, K., dan Arya, D., 2018. Analisis Posrtur Kerja Pada Pekerja Konveksi
Menggunakan Metode RULA. Prosiding Seminar Ergonomi. 487-494.
Guntur, B., dan Putro, G. M. 2017. Analisis Intensitas Cahaya Pada Area Produksi
Terhadap Keselamatan dan Kenyamanan Kerja Sesuai Dengan Standar
Pencahayaan.
Ketenagakerjaan, M., R., dan Undang-Undang. 2018. REPUBLIK INDONESIA.
Kunto, I. 2018. Mengatasi Kebisingan di Lingkungan Kerja. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang. Semarang.
Nugrahaeni S., 2018. Analisis Faktor Risiko Kadar Debu Organik di Udara Terhadap
Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Penggilingan Padi di Demak,
Tesis, Universitas Dipenogoro, Semarang.
Tarwaka, 2018. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja “Manajemen Dan Implementasi K3
Di Tempat Kerja”. Surakarta: Harapan Press.
Tawaddud, B. I. 2020. JURNAL NASIONAL ILMU KESEHATAN (JNIK), 2.
Permenaker No 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan
Kerja.
Pengukuran intensitas pencahayaan di tempat kerja. SNI 7062:2019.
Pengukuran Iklim Kerja (panas) dengan parameter indeks suhu basah dan bola. SNI 16-
7061-2004

88
LAMPIRAN

89
LAMPIRAN

KUISIONER dan CHEKLIST

1. Pengantar
a) Terima kasih atas waktu yang telah diluangkan saudara/i untuk mengisi
kuisioner ini.
b) Kuisioner ini diberikan dalam rangka untuk menganalisis risiko penyakit
akibat kerja dan tentang manajamen sistem K3 di PT. Bukit Asam (Persero),
Tbk.
c) Hasil kuisioner tidak akan mempengaruhi penilaian karya saudara/ i
d) Saya sangat berterimakasih apabila jawaban yang diberikan sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya.
2. Petunjuk pengisian kuisioner
a) Jawab dan isilah pertanyaan dan pernyataan dengan benar dan jujur.
b) Berilah tanda silang (X) pada setiap jawaban yang menurut anda paling
sesuai Data responden
Hari, Tanggal :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Lama Bekerja : ......... Tahun .......... Bulan
Satuan Kerja :
KUISIONER

Petunjuk : Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang anda anggap paling sesuai
dengan pilihan sebagai berikut
K3
1. Menurut saudara apakah yang disebut dengan Keselematan kerja ?
a. Sarana utama untuk pencegahan kecelakaan seperti cacat dan kematian
akibat kecelakaan kerja.
b. Keselamatan kerja merupakan hal yang penting dari perlindungan tenaga
kerja.
c. Semuanya benar.
2. Tujuan dari Keselamatan kerja adalah
a. Menghindari penyakit akibat kerja
b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja
c. menjamin kesehatan pekerja
3. Apakah yang disebut dengan kecelakaan kerja?
a. Kecelakaan adalah peristiwa yang tidak diduga dan tidak dikendaki
b. Kecelakaan adalah peristiwa yang di harapkan terjadi dalam suatu kejadian

90
c. Kecelakaan adalah peristiwa yang terjadi dalam setiap kegiatan di tempat
kerja
4. Apakah yang menjadi penyebab kecelakaan kerja adalah ?
a. Faktor lingkungan kerja yang aman
b. Menggunakan Alat Pelindung diri (APD) secara lengkap
c. Faktor manusia yaitu prilaku tidak aman
ISBB
1. Apakah anda merasa udara di tempat anda bekerja cukup panas?
a. Iya b. Tidak
2. Apakah anda merasakan dehidrasi yang di sebabkan udara panas di tempat
kerja?
a. Iya b. Tidak
3. Apakah anda pernah merasa udara panas di sertai gatal-gatal yang disebabkan
panas di tempat kerja?
a. Iya b. Tidak
4. Apakah anda pernah merasakan kelelahan dan tidak fokus dalam bekerja yang
di sebabkan udara panas di tempat kerja
a. Iya b. Tidak
Pencahayaan
1. Apakah pencahayan di tempat anda bekerja cukup baik?
a. Iya b. Tidak
2. Apakah perlu penambahan cahaya buatan di tempat anda bekerja?
a. Iya b. Tidak
3. Apakah anda sering merasa kelelahan mata yang disebabkan kurangnya
pencahayaan di tempat kerja?
a. Iya b. Tidak
4. Apakah anda pernah merasakan sakit mata yang disebabakan
kelebihan/kekurangan pencahayaan di tempat kerja?
a. Iya b. Tidak
Kebisingan
1. Apakah anda merasa di tempat anda bekerja bising?
a. Iya b. Tidak
2. Apakah anda merasa terganggu dengan kebisingan di tempat anda bekerja?
a. Iya b. Tidak
3. Apakah anda sering merasa sakit/ berdengung setelah terpapar bising di
tempat kerja?
a. Iya b. Tidak
4. Apakah anda merasa pendengaran berkurang setelah terpapar bising di tempat
kerja?
a. Iya b. Tidak
5. Apakah perlu di kurangi kebisingan di tempat anda bekerja?
Iya b. Tidak

91
CHEKLIST
Daftar Pertanyaan
Petunjuk : Berilah tanda silang ( √) pada jawaban yang anda anggap paling sesuai
dengan pilihan sebagai berikut :

No Pertanyaan Keterangan
Ya Tidak
A. Alat Pelindung Diri yang digunakan Pekerja
1 Pekerja menggunakan safety helmet (Untuk melindungi
kepala dari benturan benda tajam dan berat yang dapat
melukai kepala di area tempat bekerja)
2 Pekerja menggunakan sepatu safety (Untuk melindungi kaki
dari tusukan benda tajam/ besi dll di area tempat bekerja)
3 Pekerja menggunakan Ear Muffs (Untuk melindungi
telinga dari paparan bising suara 40 hingga 50 dB dan 100–
8000Hz yang berasal dari alat di area tempat bekerja)
4 Pekerja menggunakan Ear Plug (Untuk melindungi telinga
dari suara bising yang dapat merusak organ dalam telinga
hingga kurang lebih 30 dB yang berasal dari alat di area
tempat bekerja)
5 Pekerja menggunakan Safety spectacles (Untuk melindungi
mata dari partikel debu PM 10 dan PM 2,5 yang beterbangan
di area tempat bekerja)
6 Pekerja menggunakan masker/respirator (Untuk menyaring
agar debu PM 10 dan PM 2,5 yang beterbangan di area
tempat bekerja tidak masuk ke dalam tubuh melalui
inhalasi)
7 Pekerja menggunakan Rompi Safety (digunakan supaya
pekerja dapat terlihat dengan jelas pada waktu malam hari
atau ketika penerangan tak terlalu memadai di area tempat
bekerja)
8 Dilakukan pengecekan rutin dalam penggunaan APD di
tempat kerja

92
B. ISBB
1 Melakukan pengukuran rutin iklim kerja ditempat kerja yang
di sebabkan udara panas
2 Udara panas di tempat bekerja yang di sebabkan udara panas
3 Terdapat pekerja yang mengalami dehidrasi yang di
sebabkan udara panas
4 Terdapat pekerja mengalami gatal-gatal yang di sebabkan
udara panas
5 Terdapat pekerja mengalami kelelahan dan tidak fokus yang
di sebabkan udara panas
C. Kebisingan
1 Terdapat sumber bising ditempat kerja (Appron feeder dan
RCD)
2 Melakukan pengukuran rutin kebisingan ditempat kerja
3 Terdapat pekerja merasa terganggu yang di sebabkan
kebisingan
4 Terdapat pekerja mengalami sakit/dengung pada telingga
yang di sebabkan kebisingan
5 Terdapat pekerja merasa pendengaran berkurang yang di
sebabkan kebisingan
D. Pencahayaan
1 Terdapat sumber cahaya ditempat kerja
2 Melakukan pengukuran rutin pencahayaan ditempat kerja
3 Pencahayaan di tempat kerja cukup baik
4 Perlu penambahan pencahayaan di tempat kerja
5 Terdapat pekerja merasa kelelahan pada mata yang
disebabkan kurangnya pencahayaan ditempat kerja
6 Terdapat pekerja mengalami sakit mata yang disebabkan
kurangnya pencahayaan ditempat kerja

93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103

Anda mungkin juga menyukai