Anda di halaman 1dari 28

MODUL PEMBELAJARAN MATA KULIAH

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA RUMAH SAKIT

PENYUSUN

Ns. HERIVIYATNO JULIKA SIAGIAN, S.Kep., MN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA TIGA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mata Kuliah : Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit


Nomor Kode/SKS : 2 SKS
Bidang Ilmu : Ilmu Keperawatan
Status Mata Kuliah : Wajib
Program Studi : Diploma Tiga Keperawatan
Fakultas : Sains dan Teknologi
Universitas : Universitas Sembilanbelas November Kolaka
Penyusun : Ns. Heriviyatno Julika Siagian, S.Kep., MN

Kolaka, 31 Mei 2020

Menyetujui Penyusun
Ka. Program Studi D III Keperawatan

Ns. Rosani Naim, S.Kep., M.Kep Ns. Heriviyatno J. Siagian, S.Kep., MN


NIP. 19800308 200212 2 005 NIDN. 0905078401

Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Fachryano, ST., MT
NIDN 0919127802
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Halaman Pengesahan ii
Daftar Isi iii
Kata Pengantar iv
Visi dan misi program studi D-III keperawatan v
Tinjauan Mata Kuliah vii
TOPIK I: Keselamatan Kerja 1
a. Definisi 1
b. Tujuan Keselamatan Kerja 2
c. Fungsi Keselamatan Kerja 2
d. Syarat Keselamatan Kerja 2
e. Objek Keselamatan Kerja 3
f. Manajemen Keselamatan Kerja 3
g. Keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan 4
h. Alat pelindung diri 5
TOPIK II: Kondisi Kerja 8
a. Definisi 8
b. Indikator Kondisi Kerja 8
c. Jenis-jenis Kondisi Kerja 9
TOPIK III: Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Ditempat Kerja 14
a. Definisi 14
b. Tujuan 14
c. Prinsip dasar P3K ditempat kerja 14
d. Pelaksanaan P3K di Tempat Kerja 15
e. Petugas dan Fasilitas 15
TOPIK IV: Jenis-jenis kecelakaan yang terjadi dilaboratorium 20
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
terselesaikannya modul pembelajaran Kesehatan dan keselamatan kerja ini.
Modul ini diperuntukkan bagi mahasiswa Diploma Tiga Keperawatan Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Sembilanbelas November Kolaka dan
merupakan panduan belajar bagi mahasiswa selama mengikuti mata kuliah ini.
Modul ini berisi tentang topik-topik pembahasan K3 Rumah Sakit yang
dibebankan kepada saya sebagai salah satu dosen pengampu mata kuliah ini
berdasarkan kurikulum KKNI update tahun 2018 dan diambil dari berbagai
sumber literature baik dari buku maupun dari hasil-hasil penelitian yang
bertujuan untuk membantu dan mempermudah mahasiswa dalam menjalani
proses pembelajaran. Namun saya menyadari bahwa modul ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saran dan kritikan yang membangun demi
kesempurnaan buku ini sangat kami harapkan dari pembaca.
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya modul
pembelajaran ini, kami menyampaikan banyak terimakasih. Semoga modul ini
dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang
keperawatan.

Kolaka, Februari 2020

Penulis

VISI DAN MISI PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


A. VISI
“Pada tahun 2025 menjadi program studi Diploma Tiga Keperawataan yang
menghasilkan lulusan profesional di bidang keperawatan luka”

B. MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan keperawatan dengan berpedoman pada kurikulum
berbasis KKNI untuk menghasilkan sumber daya keperawatan yang terampil dan
beretika
2. Mengembangkan riset guna meningkatkan mutu pengetahuan terkait keperawatan
luka
3. Meningkatkan pengabdian kepada masyarakat sebagai aplikasi pengetahuan terkait
keperawatan luka
4. Menciptakan suasana akademik yang kondusif untuk mengembangkan sumber daya
manusia yang kreatif, inovatif dan produktif dalam proses pelaksanaan Tri Dharma
perguruan tinggi di Bidang Keperawatan
5. Menjalin kerjasama dengan berbagai sektor baik lokal, nasional maupun
internasional

C. TUJUAN
1. Menghasilkan lulusan yang berahlak, memiliki kompetensi vokasi bidang
keperawatan dengan keunggulan dibidang perawatan luka berpedoman pada
kurikulum berbasis KKNI yang berlandaskan nilai moralitas, intelektual, berjiwa
entrepreneur
2. Menghasilkan produk penelitian dan publikasi yang berkontribusi pada IPTEK dan
inovasi bidang vokasi Keperawatan khususnya keperawatan Luka
3. Menghasilkan produk pengabdian kepada mayarakat yang berbasis riset dan inovasi
bidang vokasi keperawatan Khususnya Keperawatan Luka.
4. Menciptakansuasana akademik yang kondusif untuk mengembangkan sumber daya
manusia yang kreatif, inovatif, dan produktif dalam proses pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi di bidang keperawatan.
5. Mewujudkan kerja sama dan pengelolaan program studi vokasi keperawatan yang
terencana, terorganisasi, produktif dan berkelanjutan

D. SASARAN
1. Tercapainya mutu pembelajaran, dan lulusan vokasi keperawatan yang memiliki
kompetensi tinggi dalam Keperawatan luka, beriman, berahlak, inovatif dan berjiwa
entrepreneur.
2. Tercapainya mutu penelitian, dan publikasi ilmiah yang berkontribusi pada IPTEK
dan inovasi bidang vokasi Keperawatan khususnya keperawatan luka
3. Tercapainya mutu pengabdian kepada masyarakat yang berbasis riset dan inovasi
bidang vokasi keperawatan khususnya Keperawatan luka
4. Tercapainya mutu sarana prasarana Peningkatan kualitas manajemen dan organisasi
Program Studi serta sistem keuangan yang akuntabel dalam pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi di bidang keperawatan luka.
5. Peningkatan kualitas dan kuantitas kerjasama dengan berbagai pihak untuk
kemajuan akademik.

TINJAUAN MATA KULIAH


A. Deskripsi mata kuliah
Mata kuliah wajib bagi mahasiswa D-III Keperawatan. Setelah mengikuti
perkuliahan ini mahasiswa diharapkan memahami kebijakan pemerintah
mengenai perlindungan terhadap keselamatan kerja, standar kesehatan dan
keselamatan kerja, pencegahan kecelakaan kerja, resiko kecelakaan kerja,
manajemen keselamatan kerja, alat-alat pengaman, peraturan
ketenagakerjaan, metode dan jenis metode kerja.
B. Mata Kuliah Prasyarat : Tidak ada
C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Kompetensi Dasar mata kuliah keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja
adalah mahasiswa mampu mendefinisikan dan menerapkan tentang
Keselamatan kerja, standar kesehatan dan keselamatan kerja, pencegahan
kecelakaan kerja, resiko kecelakaan kerja, manajemen keselamatan
kerja, alat-alat pengaman, peraturan ketenagakerjaan, metode dan jenis
metode kerja.
D. Capaian Pembelajaran Khusus (berdasarkan pembahasan dosen masing-
masing)
1. Keselamatan Kerja
2. Kondisi Kerja
3. Pertolongan pertama pada kecelakaan
4. Jenis-jenis kecelakaan yang dapat terjadi di labotoratorium

TOPIK I:
KESELAMATAN KERJA
A. Definisi
Keselamatan kerja secara umum memiliki arti selamat dalam melakukan pekerjaan apa
saja dan selamat dari bahaya kecelakaan kerja yang mengakibatkan cidera dan
kecacatan permanen pada pekerja yang menyebabkan kerugian bagi pekerja dan
perusahaan, sedangkan menurut Mangkunegara Keselamatan kerja menunjukan pada
kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat
kerja.
“Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan peralatan, tempat
bekerja dan lingkungan, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Arti dan tujuan
keselamatan kerja untuk menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah dan rohaniah manusia serta hasil karya dan budayanya, tertuju pada
kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia pada khusunya”.
“Keselamatan kerja adalah suatu keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan
pekerjaan. Keselamatan kerja adalah salah satu faktor yang harus dilakukan selama
bekerja. Tidak ada seorang pun di dunia yang menginginkan terjadinya kecelakaan.
Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk dan lingkungan di mana
pekerjaan itu dilaksanakan” (Buntarto, 2015: 1).
“Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat alat
kerja, bahan dan proses pengelolaannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta
cara-cara melakukan pekerjaan. Sasaran keselamatan kerja adalah segala tempat kerja,
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, maupun di udara” (Suwardi dan
Daryanto, 2018: 1).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keselamatan kerja merupakan
keselamatan yang berhubungan dengan peralatan, tempat bekerja dan lingkungan serta
terhindar dari bahaya yang menyebabkan penderitaan, kerusakaan atau kerugian selama
berada di dalam lingkungan kerja.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan peralatan, tempat
kerja, lingkungan kerja serta tata cara dalam melakukan pekerjaan yang bertujuan untuk
menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah
manusia tertuju pada pekerjanya.

B. Tujuan Keselamatan Kerja


1. Sebuah promosi dan pemeliharaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial tingkat
tinggi pekerja di semua pekerjaan
2. Pencegahan gangguan kesehatan pekerja yang dapat diakibatkan oleh kondisi kerja
3. perlindungan pekerja dalam pekerjaan mereka dari risiko gangguan kesehatan
4. Menempatkan pekerja dalam lingkungan kerja sesuai kemampuan fisiologis dan
psikologisnya.

C. Fungsi Keselamatan Kerja


1. Identifikasi dan melakukan penilaian terhadap risiko dari bahaya kesehatan di
tempat kerja
2. Memberikan saran terhadap perencanaan, pengorganisasian dan praktek kerja
termasuk desain tempat kerja
3. Memberi saran, informasi, pelatihan dan edukasi tentang kesehatan kerja dan APD
4. Melaksanakan surveilans terhadap kesehatan kerja
5. Terlibat dalam proses rehabilitasi
6. Mengelola tindakan P3K dan tindakan darurat
7. Antisipasi, identifikasi dan evaluasi kondisi praktek yang berbahaya
8. Membuat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur dan program
9. Menerapkan pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya
10. Mengukur dan memeriksa kembali keefektifan pengendalian bahaya dan program
pengendalian bahaya.

D. Syarat Keselamatan Kerja


Syarat-syarat keselamatan kerja seperti pada Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 yaitu :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
4. Memberi kesempatan atau jalan penyelamatan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang membahayakan
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi alat-alat pelindungan diri pada pekerja
7. Mencegah atau mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan udara, cuaca, sinar radiasi, kebisingan dan
getaran
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun
psikis, keracunan, infeksi, dan penularan
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
10. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang cukup
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman dan
barang
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan, dan
penyimpanan barang
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi

E. Objek Keselamatan Kerja


Objek keselamatan kerja yang dimaksud adalah seluruh lokasi atau tempat atau
lingkungan dimana sebuah pekerjaan itu dilakukan baik itu di darat, didalam tanah, di
permukaan air, didalam air, maupun di udara.

F. Manajemen keselamatan kerja


Penjelasan pasal 87 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (UU 13/2003), mendefinisikan Sistem Manajemen K3 (SMK3)
sebagai bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian
dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif.
Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 (PP 50/2012)
menyebut tujuan penerapan SMK3 di perusahaan, untuk: 
1. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh,
dan
3. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.

G. Keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan


Suatu proses pelayanan pasien yang aman terdiri dari:
1. Asesmen risiko
2. Identifikasi dan manajemen risiko
3. Pelaporan dan analisis insiden
4. Tindak lanjut dan solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

Identifikasi potensi bahaya yang dapat dilakukan antara lain:


H. Alat Perlindungan Diri
Alat pelindung diri adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai
bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerjaan itu sendiri dan orang di
sekelilingnya.
Alat pelindung diri adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang dalam bekerja yang fungsinya untuk mengisolasi tubuh tenaga kerja dari
bahaya di tempat kerja. Alat pelindung yang dipakai oleh tenaga kerja secara langsung
untuk mencegah sebuah kecelakaan yang di sebabkan oleh berbagai faktor yang ada
atau timbul di lingkungan kerja.
Maka alat pelindung diri dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:
1. Alat pelindung diri yang digunakan untuk upaya pencegahan terhadap kecelakaan
kerja, kelompok ini disebut Alat pelindung keselamatan industri. Alat pelindung
diri yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah alat yang digunakan untuk
melindungi seluru tubuh.
2. Alat pelindung diri yang di gunakan untuk mencegah terhadap gangguan
keselamatan timbulnya suatu penyakit, kelompok ini disebut alat pelindung
kesehatan Industri.
Kriteria alat pelindung diri agar dapat dipakai dan efektif dalam penggunaan dan
pemeliharaan.
1. Alat pelindung diri harus mampu memberikan pelindungan yang efektif pada
pekerjaan atas potensi bahaya yang kita hadapin.
2. Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman di pakai dan
tidak merupakan suatu beban bagi pemakaiannya.
3. Tidak menimbulkan gangguan terhadap pemakainya.
4. Mudah untuk dipakai dan tidak lepas kembali.
5. Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernapasan serta gangguan
kesehatan lainnya pada waktu dipakai.
6. Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda bahwa ada
peringatan.
7. Suku cabang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia di beberapa
pasaran.
8. Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.
9. Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan.
 
Jenis-jenis dan fungsi alat pelindungan diri dalam menteri tenaga kerja dan
transmigrasi.
1. Alat pelindung kepala
Alat pelindung kepala adalah alat pelindungan yang berfungsi untuk melindungi kepala
dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang
melayang atau juga benda yang melunjur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api,
percikan bahan-bahan kima, jasad renik dan suhu yang ekstrim.
2. Alat pelindung muka dan mata.
Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
pada mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikel-partikel
yang melayang di udara dan di badan air.
3. Alat pelindung telinga
Alat pelindung telinga adalah merupakan alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi alat pendengar terhadap kebisingan atau tekanan.
4. Alat pelindung pernapasan  
Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan udara bersih
dan sehat atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-organisme, pertikel yang berupa
debu, kabut, uap, gas, dan sebagainya.
5. Alat pelindungan tangan.
Pelindungan tangan seperti sarung tangan adalah merupakan alat pelindungan yang
berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas,
suhu dingin, radiasi elektronik, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan dan
goresan.
6. Alat pelindung kaki
Alat pelindungan kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau benturan
dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, cairan panas dan dingin.
7. Pakaian pelidung
Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau seluruh bagian
badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim, pajanan api dan benda-
benda panas.
8. Pelampung
Pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau di permukaan
air agar terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur keterapungan pengguna
agar dapat berada pada posisi tenggelam atau melayang di dalam air
TOPIK II:
KONDISI KERJA

A. Definisi
Menurut Newstrom (1996:469) dalam bukunya menyatakan bahwa “work condition
relates to the scheduling of work-the length of work days and the time of day (or night)
during which people work”, yang kurang lebih berarti bahwa kondisi kerja
berhubungan dengan penjadwalan dari pekerjaan, lamanya bekerja dalam hari dan
dalam waktu sehari atau malam selama orang-orang bekerja. Sedangkan menurut
Nitisemito (1992:183) kondisi kerja adalah keadaan lingkungan atau tempat seseorang
karyawan dalam bekerja yang dapat mempengaruhi dalam semangat kerja. Kondisi
kerja sebagai serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan
yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja didalam lingkungan
tersebut. Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan
mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Meliputi segala
sesuatu yang ada di lingkungan karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja, serta
keselamatan dan keamanan kerja, temperatur, kelembaban, ventilasi, penerangan,
kebersihan (Stewart and Stewart, 1983: 53 dalam http://jurnal-sdm.blogspot.com).

B. Indikator Kondisi Kerja


Menurut Wibisono (2007:6-7) indikator kondisi kerja adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan Kerja
Dimana lingkungan kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah
jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja.
Kondisi-kondisi kerja yang dapat menimbulkan stres kerja antara lain: bising, vibrasi
(getaran), dan Hygiene (kesehatan lingkungan). Jika ruangan kerja tidak nyaman,
panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan kerja
kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada kenyamanan kerja karyawan.
2. Tantangan Pekerjaan
Tantangan pekerjaan merupakan kondisi pekerjaan dimana suatu pekerjaan menarik
atau tidak bagi karyawan. Terdapat istilah deprivational stress untuk menjelaskan
kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang, atau tidak lagi menarik bagi pekerja.
Biasanya keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan
tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial).
3. Resiko pekerjaan
Ada jenis pekerjaan yang beresiko tinggi, atau berbahaya bagi keselamatan, seperti
pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai, tentara, pemadam kebakaran, pekerja
tambang, bahkan pekerja cleaning service yang biasa menggunakan gondola untuk
membersihkan gedung-gedung bertingkat. Pekerjaan-pekerjaan ini sangat berpotensi
menimbulkan stres kerja karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan
terjadinya kecelakaan. Ada pula pekerjaan yang tidak beresiko tinggi seperti
pekerjaan tata usaha, pengajar dan pedagang. Apabila pegawai merasa aman dalam
bekerja maka mereka akan merasa nyaman dalam melaksanakan pekerjaan yang
ditekuninya tersebut.

C. Jenis-jenis Kondisi Kerja


1. Kondisi Fisik dari lingkungan kerja
Kondisi fisik dari lingkungan kerja di sekitar karyawan sangat perlu diperhatikan oleh
pihak badan usaha, sebab hal tersebut merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh
untuk menjamin agar karuyawan dapat melaksanakan tugas tanpa mengalami
gangguan. Memperhatikan kondisi fisik dari lingkungan kerja karyawan dalam hal ini
berarti berusaha menciptakan kondisi lingkungan kerja yang sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan para karyawan sebagai pelaksanan kerja pada tempat kerja tersebut.
Kondisi fisik dari lingkungan kerja menurut Newstrom (1996:469) adalah among the
more obvious factors that can affect the behavior of workers are the physical
conditions of the work environment, including the level of lighting, the usual
temperature, the level of noise, the amounts and the types of airbone chemicals and
pollutans, and aesthetic features such as the colors of walls and flors, and the
presence (or absence) of art work, music, plants decorative items. yang kira- kira
berarti bahwa faktor yang lebih nyata dari faktor-faktor yang lainnya dapat
mempengaruhi perilaku para pekerja adalah kondisi fisik, dimana yang termasuk
didalamnya adalah tingkat pencahayaan, suhu udara, tingkat kebisingan, jumlah dan
macam-macam radiasi udara yang berasal dari zat kimia dan polusi-polusi, cirri-ciri
estetis seperti warna dinding dan lantai dan tingkat ada (atau tidaknya) seni didalam
bekerja, musik, tumbuh-tumbuhan atau hal-hal yang menghiasi tempat kerja.
Menurut Handoko (1995:84), lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang
terdapat di sekitar tempat kerja, yang meliputi temperatur, kelembaban udara,
sirkulasi juadara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan
lain-lain yang dalam hal ini berpengaruh terhadap hasil kerja manusia tersebut.

Faktor-faktor lingkungan kerja meliputi :


a. Illumination
Menurut Newstrom (1996:469-478), cahaya atau penerangan sangat besar
manfaatnya bagi para karyawan guna menbdapat keselamatan dan kelancaran
kerja. Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: cahaya
yang berasal dari sinar matahari dan cahaya buatan berupa lampu. Oleh sebab itu
perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetpai tidak
menyilaukan. Dengan penerangan yang baik para karyawan akan dapat bekerja
dengan cermat dan teliti sehingga hasil kerjanya mempunyai kualitas yang
memuaskan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan
penglihatan kurang jelas, sehingga pekerjaan menjadi lambat, banyak mengalami
kesalajhan, dan pada akhirtnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanbkan
pekerjaan, sehingga tujuan dari badan usaha sulit dicapai.
b. Temperature
Menurut Newstrom (1996:469-478), bekerja pada suhu yang panas atau dingin
dapat menimbulkan penurunan kinerja. Secara umum, kondisi yang panas dan
lembab cenderung meningkatkan penggunaan tenaga fisik yang lebih berat,
sehingga pekerja akan merasa sangat letih dan kinerjanya akan menurun.
c. Noise
Menurut newstrom (1996:469-478) bising dapat didefinisikan sebagai bunyi yang
tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan suara
bising adalah suatu hal yang dihindari oleh siapapun, lebih-lebih dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, karena
konsentrasi perusahaan akan dapat terganggu. Dengan terganggunya konsentrasi
ini maka pekerjaan yang dilakukkan akan banyak timbul kesalahan ataupun
kerusakan sehingga akan menimbulkan kerugian.
d. Motion
Menurut Newstrom (1996:469-478) kondisi gerakan secara umum adalah getaran.
Getaran-getaran dapat menyebabkan pengaruh yang buruk bagi kinerja, terutama
untuk aktivitas yang melibatkan penggunaan mata dan gerakan tangan secara
terus-menerus.
e. Pollution
Menurut Newstrom (1996:469-478) pencemaran ini dapat disebabkan karena
tingkat pemakaian bahan-bahan kimia di tempat kerja dan keaneksragaman zat
yang dipakai pada berbagai bagian yang ada di tempat kerja dan pekerjaan yang
menghasilkan perabot atau perkakas. Bahan baku-bahan baku bangunan yang
digunakan di beberapa kantor dapat dipastikan mengandung bahan kimia yang
beracun. Situasi tersebut akan sangat berbahaya jika di tempat tersebut tidak
terdapat ventilasi yang memadai.
f. Aesthetic Factors
Menurut newstrom (1996:469-478) faktor keindahan ini meliputi: musik, warna
dan bau-bauan. Musik, warna dan bau-bauan yang menyenangkan dapat
meningkatkan kepuasan kerja dalam melaksankan pekerjaanya.
2. Kondisi psikologis dari lingkungan kerja
Rancangan fisik dan desain dari pekerjaan, sejumlah ruangan kerja yang tersedia dan
jenis-jenis dari perlengkapan dapat mempengaruhi perilaku pekerja dalam
menciptakan macam-macam kondisi psikologi.
Menurut newstrom (1996:494) Psychological conditions of the work environment
that can affect work performance include feelings of privacy or crowding, the status
associated with the amount or location of workspace, and the amount of control over
the work environment.
Kondisi psikologis dari lingkungan kerja dapat mempengaruhi kinerja yang meliputi
perasaan yang bersifat pribadi atau kelompok, status dihubungkan dengan sejumlah
lokasi ruang kerja dan sejumlah pengawasan atau lingkungan kerja.
Faktor-faktor dari kondisi psikologis meliputi:
a. Feeling of privacy
Menurut Newstrom (1996:478), privasi dari pekerja dapat dirasakan dari desain
ruang kerja. Ada ruang kerja yang didesain untuk seorang pekerja, adapula yang
didesain untuk beberapa orang, sehingga penyelia untuk mengawasi interaksi
antar karyawan.
b. Sense of status and impotance
Menurut Newstrom (1996: 478), para karywan tingkat bawah senang dengan
desain ruang yang terbuka karena memberi kesempatan kepada karyawan untuk
berkomunikasi secara informal. Sebaliknya para manajer merasa tidak puas
dengan desain ruang yang terbuka karena banyak gangguan suara dan privasi
yang dimiliki terbatas.
c. Kondisi sementara dari lingkungan kerja
Menurut Newstrom (1996:480), “The temporal condition-the time structure of the
work day. Some of the more flexible work schedules have developed in an effort
to give workers a greater sense of control over the planning and timing of their
work days”. Kondisi sementara meliputi stuktur waktu pada hari kerja.
Mayoritas dari pekerja bekerja dengan jadwal 5-9 jam dimana pekerja akan diberi
waktu 1 jam untuk istirahat dan makan siang.
Faktor-faktor dari kondisi sementara meliputi:
1) Shift
Menurut Newstrom (1996:481) dalam satu hari sistem kerja shift dapat dibagi
menjadi 3 yaitu shift pagi, shift psore, dan shift malam. Dan berdasarkan
banyak penelitian bahwa shift malam dianggap banyak menimbulkan masalah
seperti stres yang tinggi, ketidakpuasan kerja dan kinerja yang jelek.
2) Compressed work weeks
Menurut Newstrom (1996:481), maksudnya adalah mengurangi jumlah hari
kerja dalam seminggu, tetapi menambah jumlah jam kerja perhari. Mengurangi
hari kerja dalam seminggu mempunyai dampak yang positif dari karyawan
yaitu karyawan akan merasa segar kembali pada waktu bekerja karena masa
liburnya lebih lama dan juga dapat mengurangi tingkat absensi dari karyawan.
3) Flextime
Menurut Newstrom (1996:481) adalah suatu jadwal kerja dimana karywan
dapat memutuskan kapan mulai bkerja dan kapan mengakhiri pekerjaannya
selama karywan dapat memenuhi jumlah jam kerja yang ditetapkan oleh
badan usaha.
Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan
buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Kondisi
kerja dipandang mempunyai peranan yang cukup penting terhadap
kenyamanan, ketenangan, dan keamanan kerja. Terciptanya kondisi kerja
yang nyaman akan membantu para karyawan untuk bekerja dengan lebih giat
sehingga produktivitas dan kepuasan kerja bisa lebih meningkat. Kondisi
kerja yang baik merupakan kondisi kerja yang bebas dari gangguan fisik
seperti kebisingan, kurangnya penerangan, maupun polusi seta bebas dari
gangguan yang bersifat psikologis maupun temporary seperti privasi yang
dimiliki karyawan tersebut maupunpengaturan jam kerja.
TOPIK III:
PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DITEMPAT
KERJA

A. Definisi
Pertolongan pertama pada kecelakaan merupakan pertolongan pertama yang harus segera
diberikan kepada korban yang mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendadak dengan
cepat dan tepat sebelum korban dibawa ke fasilitas kesehatan (Amarudin et al., 2016).
Pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat kerja adalah upaya memberikan
pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada pekerja atau orang lain yang berada
di tempat kerja, yang mengalami sakit atau cedera di tempat kerja (Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2008).
B. Tujuan
Tujuan pertolongan pertama (Amarudin et al., 2016) adalah:
1. Menyelamatkan jiwa penderita;
2. Mencegah cacat, atau menjadi parah;
3. Memberi rasa nyaman;
4. Menunjang proses penyembuhan;
5. Mencarikan pertolongan lebih lanjut.
C. Prinsip dasar P3K ditempat kerja
Ada tiga prinsip dasar yang harus dilakukan oleh petugas P3K. Pertama pedoman
tindakan yang berhubungan dengan situasi lingkungan dan kondisi penderita. Kedua
gangguan umum pada penderita yang harus ditolong. Ketiga kesiapan penolongan berupa
penolong, sarana, dan peralatan yang diperlukan (Amarudin et al., 2016). Pedoman
tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan (Amarudin et al., 2016).
1. Menjaga keselamatan diri sendiri, anggota, tim, korban, dan orang sekitar;
2. Dapat menjangkau penderita;
3. Dapat mengenali masalah yang dapat mengancam nyawa;
4. Meminta bantuan atau rujukan;
5. Memberikan pertolongan dengan cepat, tepat berdasarkan keadaan penderita;
6. Membantu petugas pertolongan pertama yang lain;
7. Mempersiapkan penderita untuk dipindahkan (transportasi).
Untuk memberikan pertolongan pertama yang tepat, petugas harus mengenali ciri
gangguan pada penderita. Gangguan dibagi menjadi dua yaitu umum dan lokal.
Gangguan umum merupakan kondisi yang dapat menyebabkan keadaan darurat.
Gangguan lokal merupakan kondisi yang mempengaruhi cedara lebih lanjut (Amarudin
et al., 2016).
Gangguan umum berupa: 1. Gangguan pernapasan. 2. Gangguan kesadaran 3. Gangguan
peredaran darah yang disebabkan oleh perdarahan hebat, kekurangan cairan, rasa nyeri
yang habat, alergi.
Ganguan lokal berupa: 1. Perdarahan atau luka ringan akibat jaringan terputus atau
robek. 2. Patah tulang. 3. Luka bakar.
Kesiapan pertolongan yang pertlu dipertimbangkan adalah petugas P3K di tempat kerja
dan fasilitas P3K di tempat kerja.
D. Pelaksanaan P3K di Tempat Kerja
P3K di tempat kerja yang paling tepat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Orang terdekat
dengan penderita terpanggil untuk memberikan pertolongan, maka dia harus dibekali
dengan pengetahuan dan keterampilan P3K. IFRC (2016) menjelaskan dalam melakukan
pertolongan pertama, yang harus dilakukan adalah:
1. Menilai situasi atau assessment.
Penilaian ini harus dilakukan dengan singkat untuk menilai lokasi (keamanan, alat
pelindung diri, mekanisme kejadian), dan menilai penderita (jalan napas, pernapasan,
peredaran darah atau sirkulasi, status mental, paparkan penderita untuk penilaian
lebih lanjut dan perawatan).
2. Memposisikan Penderita.
3. Menghubungi bantuan berupa layanan kegawatdaruratan.
4. Melakukan penilaian lanjutan: menilai kembali jalan napas, pernapasan, perdarahan,
status mental, perawatan luka. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan tanda vital,
menanyakan keluhan umum, obat, makanan terakhir, riwayat penyakit, alergi, dan
kejadian.
5. Pertolongan pertama tambahan dari keadaan yang diperlukan.
E. Petugas dan Fasilitas P3K ditempat Kerja
Pertimbangan penyedian petugas dan fasilitas P3K di tempat kerja sangat penting karena
berkaitan dangan kesiapan dan kelancaran palaksanaan P3K. 2.8.5.1 Petugas P3K di
Tempat Kerja Berikut ketentuan petugas P3K di tempat kerja yang diatur
Permanakertrans (2008) : 1. Tempat kerja dengan potensi bahaya rendah dengan jumlah
pekerja 25-150, jumlah petugas P3K 1 orang. Jumlah pekerja >150, jumlah petugas P3K
1 orang untuk setiap 150 orang atau kurang. 2. Tempat kerja dengan potensi bahaya
tinggi dengan jumlah pekerja ≤100, jumlah petugas P3K 1 orang. Jumlah pekerja >100,
jumlah petugas P3K 1 orang untuk setiap 100 orang atau lebih.
Pengurus memiliki kewajiban untuk menyediakan petugas P3K pada tempat kerja
dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih sesuai dengan jumlah pekerja dan potensi
bahaya di tempat kerja. Tempat kerja di setiap lantai yang berbeda di gedung bertingkat
harus menyediakan petugas P3K sesuai dengan jumlah pekerja, dan potensi bahaya di
tempat kerja tersebut. Tempat kerja dengan jadwal shift harus menyediakan petugas P3K
sesuai jumlah pekerja dan potensi bahaya di tempat kerja.
Seleksi atau pemilihan petugas P3K di tempat kerja dengan kriteria:
1. Dewasa, dapat dipercaya dan bertanggung jawab.
2. Tetap tenang dalam keadaan darurat.
3. Dapat meninggalkan pekerjaan bila ada panggilan darurat.
4. Menyukai tugas P3K.
5. Sehat jasmani dan rohani.
6. Mampu mengatasi banyak orang.
Tanggung jawab yang dilakukan oleh petugas P3K di tempat kerja adalah:
1. Melaksanakan tindakan P3K di tempat kerja.
2. Merawat fasilitas P3K di tempat kerja.
3. Mencatat setiap kegiatan P3K dalam bentuk buku kegiatan.
4. Melaporkan kegiatan P3K kepada pengurus.
Pengurus wajib memasang pemberitahuan tentang nama, tanda khusus dan lokasi
petugas P3K di tempat kerja pada tempat yang mudah dilihat (Amarudin et al., 2016).
Fasilitas P3K di tempat kerja meliputi ruang P3K, kotak P3K dan isi, alat evakuasi, dan
alat transportasi. Fasilitas tambahan berupa alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus
di tempat kerja yang disesuaikan dengan potensi bahaya yang bersifat khusus
(Pemanakertrans, 2008).
Ruang P3K wajib disediakan oleh pengusaha jika mempekerjakan pekerja/buruh 100
orang atau lebih. Pengusaha juga wajib menyediakan jika mempekerjakan pekerja/buruh
kurang dari 100 orang dengan potensi bahaya tinggi. Ruang P3K juga memiliki syarat
seperti dijelaskan pada pasal 9 ayat 2, meliputi:
1. Lokasi ruang P3K dengan kriteria dekat dengan toilet/kamar mandi, dekat jalan keluar,
mudah dijangkau dari area kerja, dan dekat dengan tempat parkir kendaraan;
2. Mempunyai luas minimal cukup untuk menampung satu tempat tidur pasien dan masih
terdapat ruang gerak bagi seorang petugas P3K serta penempatan fasilitas P3K lainnya;
3. Bersih dan terang, ventilasi baik, memiliki pintu dan jalan yang cukup lebar untuk
memindahkan korban;
4. Diberi tanda dengan papan nama yang jelas dan mudah dilihat;
5. Ruang P3K sekurang-kurangnya dilengkapi dengan wastafel dengan air mengalir,
kertas tisu, tandu, bidai/spalk, kotak P3K dan isi, tempat tidur dengan bantal dan selimut,
tempat untuk menyimpan alat (tandu, kursi roda), sabun dan sikat, pakaian bersih untuk
penolong, tempat sampah, dan kursi tunggu jika diperlukan.
TOPIK IV

JENIS-JENIS KECELAKAAN YANG TERJADI DILABORATORIUM

Terjadinya kecelakaan dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi dari analisis
terjadinya kecelakan menunjukkan bahwa hal-hal berikut adalah sebab-sebab terjadinya
kecelakan kerja di laboratorium :
1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahan-bahan kimia dan proses-
proses serta perlengkapan atau peralatan yang digunakan dalam melakukan
kegiatan laboratorium.
2. Kurangnya kejelasan petunjuk kegiatan laboratorium dan juga kurangnya
pengawasan yang dilakukan selama melakukan kegiatan laboratorium.
3. Kurangnya bimbingan terhadap siswa atau mahasiswa yang sedang melakukan
kegitan laboratorium.
4. Kurangnya atau tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan perlengkapan
perlindungan kegiatan laboratorium.
5. Kurang atau tidak mengikuti petunjuk atau aturan-aturan yang semestinya harus
ditaati.
6. Tidak menggunakan perlengkapan pelindung yang seharusnya digunakan atau
menggunakan peralatan atau bahan yang tidak sesuai.
7. Tidak bersikap hati-hati di dalam melakukan kegiatan.

Risiko bahaya, sekecil apapun kadarnya, dapat muncul di saat kapanpun, di manapun,
dan dapat menimpa siapapun yang sedang melakukan pekerjaan. Bahaya kerja di
laboratorium dapat berupa bahaya fisik, seperti infeksi, terluka, cedera atau bahkan cacat,
serta bahaya kesehatan mental seperti stres, syok, ketakutan, yang bila intensitasnya
meningkat dapat menjadi hilangnya kesadaran (pingsan) bahkan kematian.

Sumber bahaya dapat dibedakan menjadi sumber dari :


1. perangkat/alat-alat laboratorium, seperti pecahan kaca, pisau bedah, korek api,
atau alat-alat logam.
2. bahan-bahan fisik, kimia dan biologis, seperti suhu (panas-dingin), suara,
gelombang elektromagnet, larutan asam, basa, alkohol, kloroform, jamur,
bakteri, serbuksari, atau racun gigitan serangga.
3. proses kerja laboratorium, seperti kesalahan prosedur, penggunaan alat yang
tidak tepat, atau faktor psikologik kerja (terburu-buru, takut, dll).

Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :


1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban adalah pasien.
2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban adalah petugas laboratorium itu sendiri.

 Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :


A. Terpeleset, biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk
kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium. Akibatnya :
 Ringan: memar
 Berat: fraktura, dislokasi, memar otak, dll.

Pencegahannya :
 Pakai sepatu anti slip.
 Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar.
 Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau
tidak rata konstruksinya.
 Pemeliharaan lantai dan tangga.

B. Risiko terjadi kebakaran (sumber: bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang
mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3
unsur bersama sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.
Akibatnya :
a. Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat
bahkan kematian.
b. Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.
Pencegahannya :
a. Konstruksi bangunan yang tahan api.
b. Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar.
c. Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
• Sistem tanda kebakaran :
 Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya
dengan segera
 Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara
otomatis

Terjadinya kecelakan dilaboratorium dapat dikurangi sampai tingkat paling minimal jika
setiap orang yang menggunakan laboratorium mengetahui tanggung jawabnya. Berikut
adalah orang yang seharusnya bertanggug jawab terhadap keamanan laboratorium :
1. Lembaga atau staf laboratorium bertanggung jawab atas fasilitas laboratorium
yaitu kelengkapannya, pemeliharaan, dan keamanan laboratorium.
2. Dosen atau guru bertanggung jawab didalam memberikan semua petunjuk yang
diperlukan kepada mahasiswa atau siswa termasuk didalamnya aspek keamanan.
Mahasiswa atau siswa yang bertanggung jawab untuk mempelajari aspek kesehatan dan
keselamatan dari bahan-bahan kimia yang berbahaya, baik yang digunakan maupun yang
dihasilakan dari suatu reaksi, dan keselamatan dari teknik dan prosedur yang akan
dilakukannya. Dengan demikian mahasiswa atau siswa dapat menyusun peralatan dan
mengikuti prosedur yang seharusnya, sehingga bahaya kecelakaan dapat dihindari atau
dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA

Benjamin O. Alli. Fundamental Principles of Occupational Health And Safety. 2 nd Edition. 2008.
International Labour Office – Geneva: ILO. ISBN 978-92-2-120454-1
Reese, C. D. (2018). Occupational health and safety management: a practical approach. CRC press.
LESO, Veruscka; FONTANA, Luca; IAVICOLI, Ivo. The occupational health and safety dimension
of Industry 4.0. La Medicina del lavoro, 2018, 109.5: 327.
Burke, R. J., Clarke, S., & Cooper, C. L. (Eds.). (2011). Occupational health and safety. Gower
Publishing, Ltd..
Saputra, F., & M. Rizky Mahaputra. (2022). Building Occupational Safety and Health (K3): Analysis
of the Work Environment and Work Discipline. Journal of Law, Politic and
Humanities, 2(3), 105-114. https://doi.org/10.38035/jlph.v2i3.91
Widodo, I. D. S. (2021). Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan Implementasi K3 di
Tempat Kerja. Sibuku.
Suhardi, I. B., Agustina Citrawati, S. T., & Astuti, I. R. D. (2021). Ergonomi Partisipatori
Implementasi Bidang Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. Deepublish.
Simarmata, J., Makbul, R., Mansida, A., Rachim, F., Dharmawan, V., Bachtiar, E., ... & Della, R. H.
(2022). Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yayasan Kita Menulis.
Vail, D. D. (2019). A History of Occupational Health and Safety: From 1905 to the Present. The
Wilbur S. Shepperson Series in Nevada History. By Michelle Follette Turk.

Anda mungkin juga menyukai