OLEH :
INDRI LELYNA ANAMEVIA
1913. 13251. 368
OLEH :
INDRI LELYNA ANAMEVIA
1913. 13251. 368
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkah berupa kesehatan serta kesempatan kepada penulis dalam
menyelesaikan laporan Praktik Kerja Lapangan yang berjudul “Identifikasi
Tingkat Kepadatan Lalat dan Kecoa di TPS Kawasan Kantor Kesehatan
Pelabuhan Kelas I Surabaya Wilayah Kerja Gresik”. Laporan ini ditulis
berdasarkan kegiatan praktik kerja lapangan yang telah penulis laksanakan di
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya Wilayah Kerja Gresik.
Dalam penyusunan laporan praktik kerja lapangan ini, penulis memperoleh
banyak bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Rudi Joegijantoro, MMRS, selaku Ketua STIKES Widyagama Husada
Malang.
2. Bapak Slamet Mulsiswanto, selaku Kepala Induk Kantor Kesehatan
Pelabuhan Kelas I Surabaya.
3. Ibu Irfany Rupiwardani, SE., MMRS, selaku Ketua Program Studi S1
Kesehatan Lingkungan.
4. Bapak Akhmad Imron, SKM, M.KKK, selaku Kepala Wilker Gresik
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya.
5. Misbahul Subhi, SKM., M.KL, selaku Dosen Pembimbing
6. Nellis Eka Risnita, AMd. KL, selaku pembimbing lapangan
7. Seluruh karyawan dan staff Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I
Surabaya Wilayah Kerja Gresik
8. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan doa; serta
9. Teman-teman yang telah membantu memberikan kritik dan saran.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, diharapkan adanya kritik dan saran yang membangun sehingga
dalam penyusunan laporan kedepannya dapat dilakukan dengan lebih baik
lagi.
Malang, 07 Juli 2022
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3 Tujuan .......................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi TPS ................................................................................. 4
2.2 Definisi Lalat ................................................................................ 5
2.3 Siklus Hidup Lalat........................................................................ 6
2.4 Jenis-Jenis Lalat ........................................................................... 7
2.5 Definisi Kecoa ............................................................................. 12
2.6 Siklus Hidup Kecoa..................................................................... 13
2.7 Jenis-Jenis Kecoa ........................................................................ 14
2.8 Flygrill......................................................................................... 18
2.9 Trapping ...................................................................................... 19
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Profil Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya Wilayah Kerja
Gresik ........................................................................................... 21
3.2 Metode Pengukuran Kepadatan Lalat .......................................... 24
3.3 Hasil Pengukuran Kepadatan Lalat .............................................. 24
3.4 Hasil Pengukuran Kepadatan Kecoa ............................................ 27
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengukuran Tingkat Kepadatan Lalat ................................ 29
iii
4.2 Hasil Pengukuran Tingkat Kepadata Kecoa ................................ 32
4.3 Pengendalian Lalat dan Kecoa ..................................................... 37
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 40
5.2 Saran............................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 41
LAMPIRAN .................................................................................................. 45
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui cara identifikasi tingkat kepadatan lalat dan kecoa di TPS
kawasan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya Wilayah Kerja
Gresik.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
vektor mekanik penyebaran berbagai mikroorganisme patogen. Kemampuan
lalat untuk terbang dan hinggap di berbagai permukaan, memudahkan lalat
mengkontaminasi makanan dan minuman. Lalat mengambil berbagai
organisme patogen dari sampah, limbah dan berbagai sumber kotoran
lainnya, dan kemudian dipindahkan melalui mulut, muntahan, feses, dan
tubuhnya yang telah terkontaminasi ke makanan manusia dan hewan
(Sanchez-Arroyo & Capinera, 2013).
6
Lamanya stadium ini 2-8 hari bergantung pada temperature setempat.
Bentuk bulat lonjong dengan warna coklat hitam panjang 8-10 mm. Pada
stadium ini jarang ada pergerakan, mempunyai selaput luar yang keras
disebut chitine, dibagian depan terdapat spiracle (lubang napas) disebut
posterior spiracle.
c. Lalat Dewasa
Dari pupa ini akhirnya terwujud lalat dewasa.Dari stadium telur sampai
menjadi dewasa memerlukan waktu selama 7-14 hari. Bentuk dewasa lalat
berukuran panjang 6-7 mm, dan biasanya bentuk betina lebih besar dari
jantan dan dapat hidup sampai 25 hari. Lalat dewasa mengisap cairan yang
mengandung gula atau bahan-bahan yang telah membusuk. Mereka hanya
aktif pada siang hari (Imelda, 2021).
7
Gambar 1. Musca domestica
Lalat rumah mempunyai tingkat perkembangan telur, larva pupa dan
dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai dewas memerlukan waktu 12 – 14
hari di daerah tropis. Pupa aka berubah menjadi lalat dewasa 4 hari
kemudian. Umur lalat rumah ini ditaksir sekitar 1-2 bulan. Ukuran lalat
rumah ini relatif kecil, dengan panjang tubuh berkisar antara 6 mm – 9
mm, berwarna abu-abu kehitaman. Kepalanya besar berwarna coklat
gelap. Matanya besar menonjol. Sepasang sungut terletak di depan mata
dan tiap sungut terdiri atas ruas dasar berbentuk gada dengan sehelai
rambut yang bercabang-cabang tumbuh diatasnya. Lidah pengisapnya
melebar di bagian ujung dan berbentuk seperti parut. Dengan alat ini lalat
mengisap makanan. Bagian toraks dorsal (atas) bertanda 4 garis
membujur. Abdomennya berwarna kekuning-kuningan, sedangkan ruas
terakhir berwarna coklat kehitaman. Tiga pasang kakinya ditutupi oleh
rambut lebat dan bercakar 2 buah. Sayapnya sepasang, tipis serta tembus
cahaya, berwarna kelabu pucat dan pangkalnya kekuningan. Urat-urat
sayap ini tampak jelas. Larvanya disebut belatung, berbentuk bulat
memanjang seperti ulat, berwarna putih cream, tidak berkaki, yang makin
kebelakang, makin membesar. Kepalanya pipih, kecil dilengkapi dengan
mulut yang bercakar guna menggerek (Kemenkes RI, 2014).
8
daging dan phage yang berarti makan). Lalat betina bersifat larvipara yang
meletakkan larvanya pada bangkai, daging segar atau yang telah dimasak
atau kotoran hewan dan bahkan pada luka terbuka. Larva mempunyai
spirakel posterior yang khas dan tinggal serta makan jaringan daging sampai
dengan instar terakhir, setelah itu akan meninggalkan tempat tersebut
menuju daerah yang terlindung untuk melanjutkan stadium berikutnya yaitu
pupa. Pupa biasanya ditemukan pada tanah atau pasir yang terlindung oleh
gangguan predator atau lingkungan. Larva lalat ini tidak hanya suka pada
jaringan segar yang hidup tetapi juga bangkai, karena itu tergolong sebagai
lalat penyebab myasis yang fakultatif. Ciri-ciri tubuh berwarna hitam
dengan strip pada thorax berwarna abu-abu. Mempunyai tiga garis gelap
pada bagian thorax, perutnya mempunyai corak seperti papan catur (Putri,
2015). Daur hidup lalat daging (Sarcophaga sp) Umumnya waktu yang
diperlukan sejak dari telur hingga menjadi lalat dewasa adalah 14-18 hari,
tergantung pada suhu, kelembaban dan jenisnya (Kemenkes RI, 2014).
Gambar 2. Shacophaga sp
9
rumah. Lalat ini memiliki tubuh yang berwarna hijau metalik, dan
memiliki kepala besar dengan mata yang berwarna merah. Chrysomya
megacephala meletakan telurnya dalam daging yang sudah membusuk,
ikan , tempat pembuangan kotoran/sampah dan hewan yang sudah mati.
Kebiasaan lalat hijau (Chrysomya megacephala) yang mudah berpindah
dan hinggap dari kotoran seperti sampah ataupun tinja ke berbagai jenis
makanan, membuat lalat ini berperan penting dalam penularan berbagai
penyakit. Dengan banyaknya bakteri patogen yang disebarkan oleh lalat
hijau (Chrysomya megacephala) penulis tertarik untuk meneliti gambaran
bakteri Salmonella sp pada lalat hijau (Chrysomya megacephala) (Femila,
2018).
Morfologi Chrysomya megacephala yaitu warna tubuh hijau kebiruan
metalik, panjang tubuh 9,5 mm, panjang venasi sayap 5 mm, thorax
berwarna hijau metalik kecokelatan, permukaan tubuh tertutupdengan
bulu-bulu pendek keras dan jarang letaknya. Abdomen berwarna hijau
metalik mempunyai garis-garis transversal. Pada bagian mulutnya bewarna
kuning. Mata berukuran besar dan berwarna merah gelap. Sayap jernih
dengan guratan urat-urat yang jelas. Ciri-ciri menurut, tubuh berwarna
hijau metalik, mempunyai arista sungut plumosa pada ujungnya. Thoraks
berwarna hijau metalik kecokelatan. (Kemenkes, 2014)
10
Lalat kandang merupakan subfamili Stomoxyinae dari famili
Muscidae (Diptera). Diantara 18 spesies Stomoxys yang ada, enam spesies
tercatat dari Thailand, dan salah satunya adalah S. Calcitrans yang
berdistribusi kosmopolit. Lalat ini merupakan serangga pengganggu yang
menyerang ternak, satwa liar, dan kadang-kadang juga manusia. Lalat ini,
baik jantan dan betina yang dewasa, sama-sama pengisap darah dan
menyebabkan gigitan yang menyakitkan serta menyebabkan kehilangan
darah yang signifikan pada beberapa hewan (Afriliyanti, 2020). Lalat
Stomoxys sp memiliki bentuk tubuh yang mirip dengan lalat rumah Musca
domestica yang membedakan hanyalah tipe mulut lalat tersebut. S.
Calcitrans mempunyai ciri-ciri titik bulat pada tergit dan 4 abdomen pada
bagian lateral, toraks terdapat 4 vittae longitudinal, bentuk proboscis
merupakan tipe penghisap darah, venasi sayap m1+2 berbentuk
melengkung ke atas, kaki memiliki warna hitam pucat, pada bagian basal
kaki 1/3 tibia berwarna kuning pucat, dan pada bagian kaki ke-3 terdapat
bristle dekat bagian tengah dari anteroventral.
11
Gambar 5. Drosophila melanogaster
12
umum kita temukan di berbagai tempat. Kecoa juga disebut vektor mekanik
karena mampu mentransmisikan bakteri patogen (Salmonellla spp., Shigella
spp. Staphylococcus spp., Streptococcus spp.) dan menyebabkan keracunan
makanan, diare, tipus, disentri dan kolera. Kecoa juga bisa merusak barang-
barang rumah tangga, dengan memakan buku dan furnitur (Ekarini, 2018).
Kecoa merupakan vektor mekanik beberapa mikroorganisme seperti
Streptococcus sp, Salmonella sp, Shigella sp, Campylobacter sp,
Pseudomonas aeruginosa, Mycobacterium sp, Klebsiella pneumonia dan di
tubuhnya terdapat ektoparasit dan endoparasit yang didominasi oleh
nematoda. Sehingga kecoa mampu menyebarkan penyakit disentri, diare,
cholera. Tubuh kecoa terdapat Angka Lempeng Total (ALT) sejumlah 3,7 x
106 koloni/gr. Dan sebanyak 3,3 % kecoa domestik telah terkontaminasi
Salmonella enteritidis. (Fitriana, dkk, 2017). Selain mikroba patogen, pada
tubuh kecoa juga terdapat parasit. Parasit tersebut berada di dalam dan bagian
luar tubuh kecoa, ditemukan dalam stadium telur dan larva. Adapun spesies
nematoda yang ditemukan pada tubuh kecoa antala lain; Ascaris lumbricoides,
Oxyuris vermicularis Trichuris trichiura, cacing tambang.
13
spesies. Tergantung pada spesies, suhu dan kelembaban, telur menetas setelah
1-3 bulan.
Kecoa muda (nimfa), tidak bersayap, panjang hanya beberapa
milimeter; warna putih saat penetasan tapi menjadi kehitaman beberapa jam
sesudahnya. Kecoa tumbuh secara bertahap dengan berulang kali ganti
kutikula/kulit. Kecoa tumbuh sepenuhnya setelah beberapa bulan sampai lebih
dari satu tahun, tergantung pada spesies. Kecoa dewasa mungkin tidak
memiliki sayap, yang terdiri dari satu bagian luar pasangan bawahnya dilipat
sepasang membran (Ishak, 2018).
14
Gambar 6. Blatta orientalis
15
dapat menjadi perhatian yang signifikan untuk tenaga kesehatan (Ishak,
2018).
16
4. Kecoa Jerman (Blattella germanica)
Kecoa Blattella germanica berwarna coklat terang, terdapat dua pita
vertikal berwarna hitam pada pronotumnya (Cahyani dkk, 2018). Kecoa
Jerman adalah kecoa yang paling umum. Meskipun memiliki sayap, tidak
mampu untuk terbang. Panjang tubuh 1 – 1,5 cm, berwarna coklat muda
sampai coklat tua. Pada kecoa betina biasanya warnanya lebih gelap dan
perut mereka lebih bulat. Kecoa jantan memiliki perut yang lentik
(Wirayati dkk, 2013). Kecoa Jerman ditemukan di sebagian besar belahan
dunia. Hal ini diyakini berasal dari Afrika di utara atau timur, atau Asia.
Kecoa Jerman dianggap spesies hama domestik yang paling penting di
seluruh dunia berkembang. Salah satu kecoa terkecil domestic, panjang
kecoa dewasa sekitar 16 mm, dengan dua gelap, band memanjang pada
pronotum. Hal ini membutuhkan kehangatan (optimal 30-33 °C), kondisi
lembab dekat sumber makanan yang cukup. Kecoa ini terutama mendiami
dapur dan pantries, dengan fokus sekunder di kamar mandi, kamar tidur,
dan ruang hidup lainnya dalam struktur sangat penuh. Meskipun spesies
ini aktif malam (nocturnal), seperti kebanyakan kecoa lainnya, beberapa
individu dapat dilihat bergerak di dinding dan di lemari selama siang hari
di mana infestasi berat. Sayap otot mereka vestigial, membuat tidak bisa
terbang kecuali untuk jangka pendek, meluncur, gerakan ke bawah. B.
germanica tidak mudah bergerak di antara bangunan ditemukan dalam
wadah pengumpulan sampah dan bangunan luar dekat sangat penuh
struktur (Ishak, 2018).
17
Gambar 9. Blatta germanica
2.8 Flygrill
Flygrill atau yang sering disebut blok grill oleh sebagian orang ini,
adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat di suatu
tempat (Imelda, 2021). Alat ini dipergunakan di dunia kesehatan khususnya
kesehatan lingkungan. Alat ini sering dipergunakan untuk mengukur
kepadatan lalat di tempat umum, misalnya pasar, tempat sampah umum,
warung makan, terminal, stasiun15. Cara membuat flygrill sangat mudah dan
tidak diperlukan keahlian khusus untuk membuatnya, bahan untuk membuat
flygrill mudah untuk didapatkan, flygrill kuat dan mudah disimpan, tidak
menganggu aktifitas produksi terasi, permukaan flygrill luas sehingga dapak
menangkap lalat lebih banyak dan dapat digunakan untuk jangka panjang.
Flygrill diletakkan pada titik yang akan diukur dan jumlah lalat yang hinggap
dihitung selama 30 menit, tiap titik diadakan 10 kali perhitungan, kemudian
diambil 5 angka perhitungan tertinggi dan dibuat rata-rata. Angka ini
merupakan indek populasi lalat pada satu titik perhitungan (Kumala,2016).
Pengukuran terhadap populasi lalat dewasa lebih tepat dan bisa diandalkan
dari pada pengukuran populasi larva lalat. Sebagai interpretasi hasil
pengukuran indek populasi lalat juga berguna untuk menentukan tindakan
pengendalian yang akan dilakukan. Indek populasi lalat terbagi menjadi:
a. 0-2 ekor : rendah atau tidak menjadi masalah.
b. 3-5 ekor : sedang atau perlu tindakan pengendalian terhadap tempat
perkembang biakan lalat.
18
c. 6-20 ekor : tinggi atau populasi cukup padat, perlu pengamanan
terhadap tempat-tempat perindukan lalat dan bila mungkin
direncanakan upaya pengendalian.
d. ≥ 21 ekor : sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengamanan
terhadap tempat-tempat perkembangbiakan lalat dan pengendalian lalat
(Imelda, 2021).
19
2.9 Trapping
Perangkap kecoak yang sudah dijual secara komersil dapat membantu
untuk menangkap kecoak dan dapat digunakan untuk alat monitoring.
Penempatan perangkap kecoak yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan,
di bawah washtafel dan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam basement
dan pada lantai di bawah pipa saluran air (Taha & Nurawalia, 2017)
21
Arah kebijakan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya
yang tertuang dalam Rencana Aksi Kegiatan (RAK) Tahun 2020-2024
adalah sebagai berikut :
22
h. Pelaksanaan jejaring, koordinasi, dan kerja sama di bidang
kekarantinaan Kesehatan
i. Pelaksanaan bimbingan teknis di bidang kekarantinaan
Kesehatan
j. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang
kekarantinaan Kesehatan
k. Pelaksanaan urusan administrasi KKP
3. Visi dan Misi
1) Visi
Terwujudnya KKP Surabaya yang Tangguh, professional serta
amanah dalam pencegahan dan pengendalian penyakit di pintu
masuk negara Indonesia.
2) Misi
a. Melaksanakan kegiatan cegah tangkal penyakit potensial wabah,
new emerging dan re-emerging disease di bandara dan
pelabuhan.
b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas surveilans epidemiologi
dan kekarantinaan kesehatan sesuai dengan perundangan yang
berlaku dan perkembangan kesehatan dunia.
c. Meningkatkan kualitas dan aksesbilitas pelayanan kesehatan,
respons kegawat daruratan dan system rujukan serta mengikuti
perkembangan IPTEK dalam pelayanan kepada masyarakat.
d. Mewujudkan lingkungan bandara dan pelabuhan yang sehat
dengan pengendalian risiko lingkungan sesuai
peraturan/perundangan yang berlaku.
e. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik menuju “good
government”.
B. Letak Biografis
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya Wilayah Kerja
Gresik mempunyai luas bangunan seluas 1.102 m 3 yang merupakan
milik sendiri. Lokasi Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya
23
Wilayah Kerja Gresik di Jl. Harun Tohir Nomor. 37, Kabupaten Gresik.
Memiliki koordinat : Latitude : -7,156847 Longtitude : 112,659277.
24
D. SDM di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya Wilker Gresik
Sumber Daya Manusia di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya
Wilker Gresik terdiri dari 12 orang, antarai lain:
25
3.2 Metode Pengukuran Kepadatan Lalat dan Kecoa
Identifikasi tingkat kepadatan lalat dan kecoa di TPS kawasan Kantor
Kesehatan Pelabuhan Kelas I Surabaya Wilayah Kerja Gresik dilakukan pada
5 TPS dengan mengunakan alat flygrill untuk mengukur tingkat kepadatan
lalat dan metode trapping untuk mengukur tingkat kepadatan kecoa. Berikut
data masing-masing TPS kawasan Kantor Kesehatan Pelabuhan :
Tabel 2. Luas dan Kondisi TPS
No TPS Luas Jam Temp Kelembaban Jenis Sampah
1 TPS 1 30 m³ 08.18 31 °C 79 % Basah
2 TPS 2 10 m³ 08.32 30 °C 92 % Basah
3 TPS 3 9 m³ 08.39 28 °C 84 % Basah
4 TPS 4 8 m³ 08.53 29 °C 83 % Basah
5 TPS 5 8 m³ 09.05 28 °C 77 % Basah
26
Lalat
27
= TOTAL (N) = 46 = 9,2
5 5
28
3.4 Hasil Pengukuran Kepadatan Kecoa
Pengukuran kepadatan kecoa dilakukan pada hari Selasa, 14 Juni 2022 dengan memasang 1 perangkap kecoa yang diletakkan di
masing-masing TPS pada titik aman agar tidak ikut serta terangkut oleh sampah di TPS. Trap akan di cek ketika sudah dibiarkan
selama 1 x 24 jam. Sehingga pengeceka trap dilakukan pada hari Rabu, 15 Juni 2022. Hasil yang di dapatkan dicatat pada lembar
formulir yang telah di sediakan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Gresik. Berikut formulir hasil identifikasi tingkat kepadatan kecoa:
31
4.2 Hasil Pengukuran Tingkat kepadatan Kecoa
Pengukuran tingkat kepadatan kecoa dilakukan pada hari Selasa, 14
Juni 2022 dengan mengunakan metode trapping. Trap yang digunakan dalam
pengukuran adalah perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil yang
dapat membantu untuk menangkap kecoa atau dapat digunakan untuk alat
monitoring. Penempatan perangkap kecoa yang efektif adalah pada sudut-
sudut bangunan. Pada masing-masing TPS pemasangan trap kecoa diletakkan
pada titik-titik yang tidak terlihat dan tidak dekat dengan bak sampah agar
trap yang telah dipasang tidak terangkut dan ikut terbuang oleh petugas
pembersih atau pengangkut sampah di TPS. Pengecekan trap dilakukan
setelah 1 x 24 jam.
Tabel 10. Indeks (Keterangan) Kecoa
Kategori P. P.Branca B. B.
Americana Germanica Orientalis
Rendah 0-1 0-3 0-5 0-1
Sedang 2-10 4-10 6-20 2-10
Tinggi/padat 11-25 11-50 21-100 11-25
Sangat tinggi 25+ 50+ 100+ 25+
32
kecoa sebagai vektor patogen manusia yang sangat efisien (Khairiyati dkk,
2021). Kondisi pada 5 TPS yang dilakukan pengukuran tingkat kepadatan
kecoa termasuk tempat yang disukai kecoa karena terdapat sumber makanan
dan tempat persembuyian bagi kecoa pada cela-cela tumpukan sampah dan
barang-barang yang ada di pojok bagunan pembatas tempat sampah.
33
Anopheles sp di dalam dan di luar ruangan tidak di lingkungan perairan.
Dalam tanah ICON 25 EC cepat terdegradasi dengan waktu paruh berkisar
antara 4-12 minggu. Hasil proses degradasi tersebut akhirnya terurai menjadi
CO2. Lamda sihalotrin tidak tercuci melalui tanah, tetapi teradsorbsi oleh
bahan organik tanah dan sangat sedikit larut dalam air tanah. Dalam
lingkungan perairan yang alami, ICON 25 EC dengan cepat hilang dari air
karena teradsorbsi kedalam lumpur dan endapan (sedimen) yang terdapat di
dasar perairan. Dengan demikian ICON 25 EC relatif kurang berbahaya.
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pengukuran dilakukan mengunakan flygrill dan trapping. Flygrill
diletakkan pada titik-titik yang telah ditentukan. Jumlah lalat yang
hinggap setiap 30 detik, dihitung sedikitnya pada setiap lokasi dilakukan
10 kali penghitungan, 5 penghitungan tertinggi dibuat rata-ratanya.
Sedangkan pengukuran tingkat kepadatan kecoa mengunakan metode
trapping yang di letakkan 1 trap di setiap TPS di biarkan dalam waktu 1 x
24 jam. Hasil yang didapatkan dari pengukuran tingkat kepadatan lalat
yaitu TPS 1 adalah 36,4. TPS 2 adalah 46,8. TPS 3 adalah 9,2. TPS 4
adalah 13,8. TPS 5 adalah 18,4. Hasil pengukuran tingkat kepadatan
kecoa adalah tidak mendapatkan hasil atau tidak adanya kecoa yang
terperangkap pada trap yang telah dipasang.
2. Pengendalian lalat dan kecoa yang dilakukan oleh Kantor Kesehatan
Pelabuhan Kelas I Surabaya Wilayah Kerja Gresik adalah spraying
mengunakan insektisida ICON 25EC dengan bahan aktif Lamda
Sihalotrin 25 g/L.
5.2 Saran
1. Bagi pihak pelabuhan
Pihak pelabuhan sebaiknya lebih memperhatikan, kebersihan lingkungan,
dan bau yang bersumber dari TPS yang dapat mengundang lalat untuk
hinggap di kontainer atau bak sampah dan lebih baik untuk kontainer
memiliki tutup supaya higienis dan lalat tidak bisa masuk.
2. Bagi praktikan
Untuk mahasiswa praktek kerja lapangan (PKL) diharapkan untuk lebih
memahami proses atau langkah-langkah dalam melakukan pengukuran
atau pemeriksaan kepadatan lalat dan kecoa sehingga bisa mendapatkan
hasil maksimal dan akurat.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
Musca Domestica L (Diptera, Muscidae). Bioeksperimen. Vol 6(2) :
101-105.
Imelda, R. 2021. Tinjauan Sanitasi dan Tingkat Kepadatan Lalat di Pasar Terpadu
Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2021. Karya Tulis Ilmiah.
Poltekes. Medan.
Ishak, H. 2018. Pengendalian Vektor. Masagena Press. Makassar.
Iqbal, W., Malik, M. F., Sarwar, M. K., Azam, I., Iram, N., & Rashda, A. (2014).
Role of Housefly (Musca domestica, Diptera; Muscidae) as A Disease
Vector; A Review. Journal of Entomology and Zoology Studies. Vol
2(2), 159–163.
Kemenkes. 2014. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kementerian Kesehatan RI : Jakarta.
Kemenkes. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 70 Tahun 2016 tentang
Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan dan Kerja Industri.
Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Kumala, Y, S, N. 2016. Gambaran Kondisi Sanitasi Kantin dan Tingkat
Kepadatan Lalat Pada Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedungmundu Tembalang Semarang. Skripsi. UNNES.
Kusumaningrum, B., Ginanjar, P., & Yuliawati, S. 2018. Hubungan Sanitasi TPM
Terhadap Kepadatan Kecoa di Pelabuhan Pemenang KKP Kelas II
Mataram. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 6(4) : 151-156.
Meliala, J, S. 2017. Efektivitas Serbuk Daun Spearmint (Mentha Spicata) Sebagai
Repellent Terhadap Kecoa Rumah (Periplaneta Americana). Karya
Tulis Ilmiah. Poltekes. Medan.
Permenkes Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang
Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya.
Poluakan, M., Rumajar, P. D., & Pakasi, F. G. 2016.Tingkat Kepadatan Lalat di
Pasar Motoling Kecamatan Motoling Kabupaten Minahasa Selatan.
Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol 6(1) : 28–35.
Purnama, S, G. 2015. Buku Ajar: Pengendalian Vektor. Universitas Udayana.
37
Putri, Y, P. 2015. Keanekaragaman Spesies Lalat (Diptera) dan Bakteri Pada
Tubuh Lalat di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) dan Pasar.
Jurnal Teknik Lingkungan UNAND. Vol 12 (2) : 79-89.
Puspitarani, F., Sukendra, D. M., & Siwiendrayanti, A. 2017. “Penerapan Lampu
Ultraviolet Pada Alat Perangkap Lalat Terhadap Jumlah Lalat Rumah
Terperangkap”, Higeia Journal of Public Health Research and
Development, (online). Vol 1(3) : 151–160.
Rahmadana, S., & Taha, L. 2020. Studi Sanitasi Lingkungan dengan Kepadatan
Lalat pada Pelelangan Ikan Beba di Desa Tamasaju Kecamatan
Galesong Utara Kabupaten Takalar. Jurnal Sulolipu: Media
Komunikasi Sivitas Akademika Dan Masyarakat. Vol 20(1)
Sanchez-Arroyo, H., & Capinera, J. L. 2013. House fly, Musca domestica
Linnaeus (Insecta: Diptera: Muscidae). IFA Extension, University of
Florida. Vol 28 : 124–230.
Shetapy, B., Uluputty, M, R., & Naibu, L. 2019. Identifikasi Lalat Buah
(Bactrocera spp.) Asal Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) dan
Belimbing (Averrhoa carambola L.) Di Kecamatan Salahutu
Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Agrikultura. Vol 30 (2) : 63-74.
Suyono & Budiman. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Dalam Konteks
Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC
Taha, L & Nurawalia. 2017. Kemampuan Daun Pandanwangi (Pandanus
amaryllifolius) Dalam Mengusir Kecoak. Jurnal Sulolipu : Media
Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat. Vol 17(1) : 44-50.
Wirayati, M, A., Ayu, E, S., & Riyadi, A. 2013. Pedoman Teknis Pembasmian
Serangga & Biota di Perpustakaan. Perpustakaan Nasional RI.
Yolanda, O, E. 2018. Hubungan Jarak Tempat Penampungan Sementara (TPS)
Sampah dan Kontruksi Bangunan Sumur Dengan Kualitas Fisik Air
Sumur di Kabupaten Ponorogo. Skripsi. Stikes Bhakti Husada Mulia.
Madiun.
Zhang, Y., et al. 2018. “Multiple mutations and overexpression of the MdaE7
carboxylesterase gene associated with male-linked malathion
38
resistance in housefly, Musca domestica (Diptera: Muscidae)”,
Scientific Reports. Springer US, (onlie). Vol 8(1) : 1–11.
39
LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir hasil pegukuran tingkat kepadatan lalat
40
41
Lampiran 2, Formulir hasil pengukuran tingkat kepadatan kecoa
42
Lampiran 3. Pengukuran tingkat kepadatan lalat dan kecoa
43
Kondisi TPS 5 Pencatatan Hasil Pengukuran
44
Lampiran 4. Spraying
45