Anda di halaman 1dari 5

Banyak orang yang tidak tahu bahwa Bung Karno adalah salah satu Presiden yang amat mengerti

tata ruang kota dan tata ruang wilayah geopolitik. Sebagai seorang Insinyur arsitek dia sendiri
sudah mendesain seluruh wilayah Indonesia dengan bagian-bagian pembangunannya, suatu hal
yang kemudian menjadi satu bagian dari dokumen Deklarasi Ekonomi Djuanda 1960.
Padahal Soekarno adalah pemikir besar, dia mendesain bukan saja patung-patung yang banyak
meniru model Eropa Barat dan Timur, dia mendesain pula kota-kota besar masa depan Indonesia.
Pada 1958 setelah pengusiran warga Belanda dan pengambilalihan modal-modal Belanda
sebagai bagian pernyataan siap perang Indonesia. Ketahuilah bahwa Soekarno sebenarnya sudah
merancang Jakarta menjadi sebuah kota tempur.
Sebagaimana kota Singapura di mana seluruh bujur jalannya lurus-lurus dan lebar sekali,
sebenarnya itu disiapkan untuk menjadi markas besar atas penguasaan wilayah Asia Tenggara.
Bagi Bung Karno stabilitas Asia Tenggara adalah segala-galanya untuk melepaskan Indonesia
dari politik ketergantungan modal dan politik invasi wilayah-wilayah produksi di Asia.
Wilayah-wilayah yang jadi prioritas Sukarno setelah siap perang dengan Belanda adalah Irian
Barat, merebut Irian Barat dan menjadi satu bagian NKRI adalah satu syarat agar bangsa ini
menjadi paling kuat di Asia.
Selain Irian Barat yang menjadi perhatian penting Bung Karno adalah Kalimantan. Awalnya
Semaun dari Fraksi PKI di Parlemen sementara (KNIP) yang membawa saran tentang
perpindahan ibukota negara. Semaun adalah konseptor atas tatanan ruang kota-kota satelit Sovjet
Uni di wilayah Asia Tengah. Gagasan ini kemudian disambut antusias oleh Bung Karno, dan
selama satu tahun penuh Bung Karno mempelajari soal Pulau Kalimantan ini.
Dia lantas berkesimpulan "masa depan dunia adalah pangan, sumber minyak dan air. Pertahanan
militer bertumpu pada kekuatan Angkatan Udara" ; Suatu hal yang kini menjadi kenyataan di
abad 21 saat invasi-invasi besar sekutu barat banyak didukung oleh kekuatan-kekuatan udara
baik di Perang Irak, perang Israel-Palestina maupun perang Afghanistan.
Bung Karno membagi dua kekuatan itu besar pertahanan nasional dalam dua garis besar :
Pertahanan Laut di Indonesia Timur dengan Biak menjadi pusat armada-nya, suatu hal yang
sesuai benar dengan garis geopolitik Jenderal Douglas MacArthur, panglima sekutu pada masa
Perang Dunia II ; dan kemudian Pertahanan Udara di Kalimantan. Lalu Bung Karno mencari
kota yang tepat untuk menjadi 'Pusat pertahanan Kalimantan' itu.
Lalu pada suatu malam di hadapan beberapa orang anggota Kabinet, Bung Karno dengan
intuisinya mengambil mangkok putih di depan peta besar Kalimantan, dia menaruh mangkok itu
ke tengah-tengah peta, kemudian Sukarno berkata dengan sorot mata tajam ke arah yang

mendengarnya. "Itu Ibukota RI" ujar Bung Karno sembari menunjuk satu peta di tepi sungai
Kahayan.

Lalu Bung Karno menunjuk peta di tepi Sungai Kahayan dan melihat sebuah pasar yang bernama
Pasar Pahandut, dan dari Pasar inilah Bung Karno mengatakan "Ibukota RI dimulai dari sini".
Salah satu hadirin yang mendengar ucapan Bung Karno itu lantas teringat satu sejarah lama
jaman kolonial dulu saat Gubernur Jenderal Daendels di depan Asisten Bupati Sumedang mulai
membangun jalan darat Pos Selatan untuk gudang arsenal Hindia-Prancis. Ketika itu Daendels
menunjuk satu tempat yang kita kenal sekarang sebagai Bandung. Daendels berkata : "Bandung
jadi titik nol wilayah pertahanan Jawa". Dan itu terbukti kemudian.
Lalu Bung Karno menyusun dasar-dasar kota administrasi provinsi dengan dibantu eks Gubernur
Jawa Timur RTA Milono, pada saat penyusunan birokrasi itu Bung Karno sedang menyiapkan
cetak biru besar tentang rancangan tata ruang negara dari Sabang di Aceh sampai Merauke di
Papua. Bung Karno merancang bahwa antara Pulau Sumatera-Jawa dan Jawa-Bali akan dibangun
terowongan bawah tanah, karena rawan gempa Bung Karno meningkatkan armada pelabuhan
antar pulau yang kapalnya dipesan dari Gdanks-Polandia.
Tetapi rencana membuat channel seperti di selat Inggris tetap diprioritaskan bahkan menjelang
kejatuhannya di tahun 1966 dia bercerita tentang channel bawah tanah yang menghubungkan
Pulau Sumatera-Jawa dan Jawa-Bali.
Pusat pelabuhan dagang bukan diletakkan di Jawa, tapi di sepanjang pesisir Sumatera UtaraKalimantan-Sulawesi, Sukarno mempersiapkan rangkaian pelabuhan yang ia sebut sebagai
"Zona Tapal Kuda". Wilayah Jawa dan Bali dijadikan pusat lumbung pangan.
Kota-kota baru dibangun, pilot project-nya adalah Palangkaraya dan Sampit, setelah itu Jakarta
juga dibangun untuk display ruang atau model kota modern, Jakarta tetap dijadikan pusat kota
jasa Internasional sementara Palangkaraya menjadi pusat pemerintahan dan pertahanam militer
udara, Biak di Irian Barat jadi pertahanan militer laut dan Bandung jadi Pusat Pertahanan militer
darat.
Ketahuilah, sebagai kota baru yang dirancang Bung Karno, seluruh jalan Palangkaraya dibuat
lurus-lurus dan menuju satu bundaran besar. Bila perang dengan Inggris beneran terjadi maka
jalan-jalan itu diperlebar sampai empat belas jalur untuk pendaratan pesawat Mig-21 yang
diborong dari Sovjet Uni. Rencana tata kota sampai dengan tahun 1975.
Rafinerij atau tambang-tambang minyak milik asing akan diambil alih dan dikuasai negara dan
uangnya untuk pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan umum. Pembangunan tata ruang kota

Palangkaraya diatur amat teliti, sampai sekarang tata ruang kota Palangkaraya paling rapi di
Indonesia.
Visi Sukarno, di tahun 1975 Indonesia akan jadi bangsa terkuat di Asia dan menjadi salah satu
negara adikuasa dunia dalam konteks the big five : Amerika Serikat, Inggris, Sovjet Uni dan
Jepang.Jepang dan Cina menurut Sukarno masih bisa dibawah Indonesia. Dan Indonesia jadi
negara terkuat di Asia dan memimpin tiga zona wilayah bekerjasama dengan India dan Mesir.

Setelah Bung Karno kalah duluan sama Soeharto dalam penguasaan keadaan saat Gestapu 1965,
Bung Karno diinternir, Soeharto amat takut dengan bentuk persebaran kekuatan wilayah, dia
lantas bertindak seperti Sunan Amangkurat I yang paranoid terhadap kekuatan pesisir, dia tarik
seluruh kekuatan modal dan manusia ke satu pusat yaitu : Jawa. Dan hanya Jawa.
Padahal Jawa tadinya disiapkan Soekarno sebagai pulau yang khusus menjadi pusat lumbung
pangan negara dan pariwisata nasional, pulau peristirahatan, namun yang terjadi sekarang adalah
Jawa menjadi pusat segala-galanya, menjadi pulau paling padat sedunia dan tidak memiliki
kenyamanan sebagai sebuah 'surga khatulistiwa' sementara Kalimantan, Sulawesi dan Papua
dibiarkan kosong melompong. Dan sama sekali tak terjaga dengan baik. Angkatan Udara dan
Armada Laut kita lemah.
Andai saja akademisi kita tidak ikut-ikutan mengotori dirinya seperti comberan mulut para
politikus, ada baiknya menggali "rencana-rencana Sukarno" ini ketimbang mengomentari dan
mengamati 'para maling main politik' di ibukota politik Jakarta yang kian lama kian sumpek.
Mari sejenak menengok ke utara. Ke Palangkaraya. Ke Kalimantan, ibukota Republik masa
depan !
TATA RUANG
Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya Land use adalah wujud struktur ruang dan pola
ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota (RTRWK).
Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain
hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang adalah wujud
struktur ruang dan pola ruang.
Soekarno dan Tata ruang
Sejarah kota Jakarta yang bernilai tinggi menjadikannya terpilih sebagai ibukota meskipun
keberadaannya merupakan warisan kolonial. Sementara Soekarno sangat membenci hal-hal yang

berbau kolonialisme. Untuk alasan itu Soekarno lebih memilih untuk mengubah wajah Jakarta
dan menghilangkan unsur-unsur kolonial. Berdasarkan Penetapan Presiden No. 6 tahun 1959,
projek-projek mercusuar Soekarno segera dilaksanakan.
Dalam menyusun rancangannya untuk kota Jakarta Soekarno selalu menengok kota Berlin,
Roma, dan Washington DC. Soekarno sangat mengagumi kemegahan Piazza Del Popolo di
Roma, dan Mall of Washington DC serta Albert Speer (arsitek Jerman). Pada tahun 1956
Soekarno berkunjung ke India, USA, Kanada, Rusia, Itali, Jerman, Swiss, dan Cina. Soekarno
merasa kagum, karena negara-negara itu memiliki bangunan-bangunan yang jauh lebih modern
bila dibandingkan dengan bangunan-bangunan di Indonesia khususnya di kota Jakarta.
Setiap kali melakukan kunjungan Soekarno selalu menyempatkan diri melihat karya-karya
arsitektur dan membeli buku tentang arsitektur. Diduga hal ini berkaitan dengan keinginannya
untuk membangun kota Jakarta yang awal pembangunannya dimulai pada tahun 1957. Dan alas
an lain kenapa soekarno menginginkan Jakarta jadi ibukota Negara adalah :
1. Keberadaan kota Jakarta yang memiliki nilai-nilai sejarah yang sangat tinggi.
2. Desakan dari para duta besar negara-negara sahabat.
3. Agenda Indonesia yang padat untuk segera menyelenggarakan event-event internasional.
Selepas lulus HBS tahun 1920, Soekarno berangkat ke Bandung untuk melanjutkan di THS
(Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Pada tahun
1926 atau ketika berumur 25 tahun, Soekarno berhasil menyelesaikan kuliahnya dan berhak
menggunakan gelar Civile Ingeniuer (Insinyur Sipil).
Setelah lulus kuliah, Soekarno dan rekannya, Anwari, mendirikan Biro Insinyur Soekarno
dan Anwari pada tahun 1928. Kemudian pada Agustus 1932, Ia mendirikan Biro Insinyur
Soekarno & Roosseno. Biro itu memberikan jasa perencanaan dan juga menjadi pemborong.
Mula-mula biro itu berkantor di Jalan Banceuy Nomor 18, Bandung. Kemudian pindah ke
gedung di Jalan Dalem Kaum, Bandung.
Soekarno yang merupakan sarjana lulusan teknik sipil, mendapatkan kemampuan merancang
secara otodidak. Semasa kuliah, ia mendapat bimbingan dari Profesor CP Wolff Schoemaker
dalam mata kuliah Menggambar Arsitektur. Ia juga sempat magang sebagai juru gambar di biro
arsitek milik sang profesor. Pada masa magang inilah, Soekarno diberikan kesempatan
mengembangkan desain paviliun Hotel Preanger yang sedang direnovasi.
Pada tahun 1926-1945, selain paviliun Grand Hotel Preanger, karya arsitektur Soekarno
dapat dijumpai pada beberapa rumah di sekitar Jl. Gatot Subroto, Jl Palasari, dan Jl. Dewi
Sartika, Bandung. Sedangkan salah satu rancangan tata ruang kota karya Soekarno pada tahun
1945-1950 adalah rancangan skema Kota Palangkaraya yang digagas tahun 1957. Pada periode
ini ditemukan juga tugu monumental sebagai bagian tata ruang kota seperti Tugu Proklamasi
Jakarta, Tugu Muda Semarang, Tugu Alun Alun Bunder Malang, Tugu Pahlawan Surabaya
serta gagasan Tugu Monumen Nasional Jakarta.
Pada 27 Januari 1962, Soekarno dianugerahi gelar doktor oleh almamaternya (ITB). Ada
enam jasa Soekarno yang dianggap membuat dia layak diberi gelar doctor honoris causa.
Pertama, pembangunan Gedung Pola, tempat mempertontonkan Cetak Biru Pembangunan
Semesta Berencana kepada masyarakat. Garis besar fungsi bangunan itu dirancang oleh
Soekarno dan diwujudkan oleh arsitek Friedrich Silaban.
Kedua, pembangunan kompleks Asian Games, kompleks olahraga terbagus di Asia pada
masa itu. Kemudian pembangunan Hotel Indonesia, pembuatan Jalan Jakarta Bypass, serta
pembangunan Masjid Istiqlal dan Monumen Nasional. Lalu dibangunlah Hotel Indonesia di

Jakarta, Hotel Ambarukmo di Yogyakarta, Samudera Beach Hotel di Pelabuhan Ratu, dan Bali
Beach Hotel di Pantai Sanur, Bali. Juga Tugu Selamat Datang dan Monumen Nasional. Untuk
menyongsong Asian Games, dibangun kompleks Gelanggang Olahraga Senayan, yang juga
dinamakan Gelora Bung Karno.
Presiden Soekarno memberlakukan Perpres No. 13/1963 tentang Penertiban Pembangunan
Bangunan di Sepanjang Jalan antara Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjur di Luar Batas-batas DKI
Jakarta Raya, Daerah Swatantra Tingkat II Bogor dan Daerah Swatantra Tingkat II Cianjur;
Presiden Soeharto menerbitkan Keppres No. 48/1983 tentang Penanganan Khusus Penataan
Ruang dan Penertiban serta Pengendalian Pembangunan Pada Kawasan Pariwisata Puncak dan
Wilayah Jalur Jalan Jakarta -Bogor- Puncak-Cianjur di Luar Wilayah DKI Jakarta, Kotamadya
Bogor, Kota Administratif Depok, Kota Cianjur dan Kota Cibinong (Keppres ini kerap disebut
Keppres Penataan Ruang Kawasan Puncak);
Presiden B.J Habibie dengan Keppres No. 114 tentang Penataan Ruang Kawasan JakartaBogor-Puncak-Cianjur.

Anda mungkin juga menyukai