Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lempung
Lempung bentonit adalah jenis mineral smektit yang tersusun oleh
kerangka alumino silikat dan membentuk struktur lapis, mempunyai muatan
negatif merata dipermukaannya dan merupakan penukar kation yang baik.
Bentonit mempunyai ciri khas kalau diraba seperti lilin dan teksturnya seperti
sabun. Bagian yang dekat permukaan tanah berwarna hijau kekuningan atau abuabu dan menjadi terang pada saat dikeringkan (Foth, 1988).
Bentonit mempunyai kandungan mineral montmorillonite lebih dari 85 %
dengan rumus kimianya Al2O3.4SiO2.xH2O (Ohtsuka, 1997). Kandungan lain
dalam bentonit merupakan pengotor beberapa jenis mineral seperti kuarsa, ilit,
kalsit, mika, dan klorit. Struktur montmorillonite terdiri dari 3 lapisan yang terdiri
dari 1 lapisan alumina (AlO6) berbentuk oktahedral pada bagian tengah diapit oleh
2 lapisan silika (SiO4) berbentuk tetrahedral seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1
(Grimm, 1968).

Gambar 2.1. Struktur kristal montmorillonite, mineral major dalam


bentonit
5

Bentonit mempunyai sifat plastis dan koloidal yang tinggi serta dapat
mengalami perluasan kisi. Munculnya sifat adsorben karena pada kisi bentonit
disubstitusi oleh muatan yang tidak setimbang, contoh : Mg 2+ menggantikan Al3+
dan Al3+ menggantikan Si4-. Ketidakseimbangan ini muncul karena subsititusi ion
dengan valensi yang berbeda pada tetrahedral, oktahedral atau keduanya.
Bentonit dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan kandungan
alumina silikat hidrous, yaitu activated clay dan fullers earth. Sedangkan
berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Tipe Wyoming (Na-bentonitswelling bentonite)
Na-bentonit memiliki daya mengembang, hingga delapan kali dari
semula apabila dimasukkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu
dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih, pada keadaan basah dan terkena
sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi,
suspensi koloidal mempunyai pH 8,6-9,8, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion
sodium. Na-bentonit biasanya digunakan sebagai pengisi (filler), lumpur bor,
penyumbat kebocoran bendungan, bahan pencampur pembuat cat, bahan baku
farmasi, dan perekat pasir cetak pada industri pengecoran logam (Herlina, 1999).
b. Mg (Ca-bentonite-nonswelling bentonite)
Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan dalam air, dan
tetap terdispersi dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai
sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi
koloidal memiliki pH 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ionion kalsium dan magnesium, karena sifat daya tukar ion yang tinggi dan bersifat
menyerap, sehingga montmorillonit dipergunakan sebagai bahan pemucat warna
dan perekat pasir cetak. Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian minyak
goreng perlu aktivasi lebih dahulu. Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan
penyerap selain itu juga dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor setelah petukaran
ion, sehingga terjadi perubahan menjadi Na-bentonit (Herlina, 1999).
Peningkatan efektivitas penyerapan pada bentonit dapat dilakukan
dengan aktivasi. Proses aktivasi dibedakan menjadi dua cara, yaitu :

a. Aktivasi secara fisika


Aktivasi secara fisika adalah pemakaian panas hampir di semua reaksi
yang ada tanpa pemberian zat aditif. Pemanasan pada suhu 100-200 oC
menyebabkan bentonit kehilangan molekul air yang mengisi ruang antar lapis.
Pemanasan di atas suhu 500-700oC menyebabkan proses pengeluaran molekul air
dari rangkaian kristal sehingga dua gugus OH yang berdekatan saling melepaskan
satu molekul air (Prasetya, 2004).
b. Aktivasi secara kimia
Aktivasi secara kimia dilakukan dengan menggunakan asam mineral
akan meningkatkan daya serap karena asam mineral melarutkan pengotorpengotor yang menutupi pori-pori adsorben (Supeno, 2007).
Keunggulan lempung sebagai adsorben ditunjang pula oleh sifat-sifat
yang dimilikinya antara lain luas permukaan spesifik yang tinggi, stabil secara
kimia dan mekanik, struktur permukaan yang bervariasi, kapasitas pertukaran ion
yang tinggi serta adanya asam-asam Bronsted dan Lewis (Bhattacharyya & Gupta,
2006). Kelemahan lempung alam dapat dilihat dari rusaknya struktur lapis dan
hilangnya porositas karena pemanasan pada suhu tinggi (Sukamta dkk, 2009).
Banyak peneliti yang sudah menggunakan lempung sebagai adsorban
untuk berbagai adsorpsi, misalnya Sari dkk, (2014) menggunakan lempung untuk
adsorpsi kation Pb (II) hasilnya lempung dapat menyerap sebesar 0,7586 (0,2M),
0,798 (0,4M) dan 0,827 (0,6M). Kemudian Suarya, (2008) menggunakan lempung
untuk adsorpsi pengotor minyak daun cengkeh, hasilnya dapat menjernihkan
37,93 (0,4M), 40,20 (0,8M) dan 50,96 (1,2M)

2.2 Timbal
Timbal (Plumbum) merupakan unsur logam dalam sistem periodik VI
golongan VI A, dengan lambang Pb, bernomor atom 82, bilangan massa 207,19,
berbentuk padat (pada suhu kamar), berat jenis 11,4 gr/cm 3, titik lebur lebur
327,4oC dan titik didik 1749oC. Pada suhu 550600C timbal menguap dan

bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Timbal dapat
larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat. Bentuk oksidasi yang
paling umum adalah timbal (II) dan senyawa organometalik yang terpenting
adalah timbal tetra etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML : tetra
methyl lead) dan timbal stearat. (Palar, 2004).
Timbal terdapat dalam 2 bentuk yaitu bentuk inorganik dan organik.
Dalam bentuk inorganik timbal dipakai dalam industri baterai (digunakan
persenyawaan Pb-Bi); untuk kabel telepon digunakan persenyawaan timbal yang
mengandung 1% stibium (Sb); untuk kabel listrik digunakan persenyawan timbal
dengan As, Sn dan Bi: percetakan, gelas, polivinil, plastik dan mainan anak-anak.
Disamping itu bentuk-bentuk lain dari persenyawaan timbal juga banyak
digunakan dalam konstruksi pabrik-pabrik kimia, kontainer dan alat-alat lainnya.
Persenyawaan timbal dengan atom N (nitrogen) digunakan sebagai detonator
(bahan peledak). Selain itu timbal juga digunakan untuk industri cat (PbCrO4),
pengkilap keramik (Pb-Silikat), insektisida (Pb-arsenat), pembangkit tenaga listrik
(Pb-telurium). Penggunaan persenyawaan timbal ini karena kemampuannya yang
sangat tinggi untuk tidak mengalami korosi (Palar, 2004).
Penggunaan logam timbal sebagai bahan baku berbagai jenis industri
untuk memenuhi kebutuhan manusia akan mempengaruhi kesehatan manusia
melalui 2 jalur, yaitu :
1.

Kegiatan industri akan menambah polutan logam dalam lingkungan

2.

udara, air, tanah, dan makanan.


Perusahaan biokimia logam sebagai bahan baku berbagai jenis
industri bisa mempengaruhi kesehatan manusia.
Pesatnya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku logam bisa

berdampak negatif, yaitu munculnya kasus pencemaran yang melebihi batas


sehingga mengakibatkan kerugian dan meresahkan masyarakat yang tinggal
disekitar daerah perindustrian maupun masyarakat pengguna produk industry
tersebut. Hal ini terjadi karena sangat besarnya resiko terpapar logam berat
maupun logam transisi yang bersifat toksik dalam dosis atau konsentrasi tertentu
didalam perairan (Widowati, 2008). Menurut Waldichuk (1974) kadar normal Pb

dalam yang masuk ke perairan harus 3x10-5ppm, dan menurut Hutagalung (1991),
kadar maksimum Pb yang masuk ke perairan harus 0,01 ppm.
Keracunan yang ditimbulkan oleh senyawa logam Pb dapat terjadi karena
masuknya senyawa logam Pb ke dalam tubuh, melalui jalur makanan, minuman,
udara dan lapisan kulit. Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui
makanan dan minuman akan diikuti oleh proses metabolisme tubuh. Logam Pb
yang terkandung dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia hanya
10% dari timbal yang masuk ke dalam usus dapat dibuang keluar tubuh. Sisanya
akan teteap berada dalam tubuh dan selanjutnya akan berakibat buruk bagi
kesehatan. Namun demikian jumlah Pb yang masuk bersama makanan dan
minuman masih bisa ditoleransi oleh lambung (HCl) karena asam lambung
mempunyai kemampuan untuk mengikat logam Pb.
Pb(s) +2HCl(aq) PbCl2(s) + H2(g)

Reaksi:

PbCl2(s) + 2HCl(aq) H2PbCl4(aq)


Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini
ternyata menjadi sangt berbahaya. Hal itu disebabkan senyawasenyawa Pb dapat
memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat didalam
tubuh. (Palar, 2008).
Menurut palar (2008), timbal (Pb) bersifat akumulatif. Mekanisme
toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah :
1.

Sistem

haemopoeietik:

dimana

Pb

menghambat

sistem

2.

pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia.


Sistem syaraf: dimana Pb dapat menimbulkan kerusakan otak
dengan gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar dan

3.

delirium.
Sistem urunaria: dimana Pb bisa menyebabkan lesi tublus

4.

proksinalis, loop of Henle, serta menyebabkan aminosiduria.


Sistem gastro-intestinal: dimana Pb menyebabkan kolik dan

5.

konstipasi.
Sistem kardiovaskuler:

dimana

Pb

bisa

menyebabkan

penghambatan permeabilitas pembuluh darah.

6.

Sistem

reproduksi

berpengaruh

terutama

terhadap

gametotoksisitas/janin belum lahir menjadi peka terhadap Pb, ibu


hamil yang terkontaminasi Pb bisa mengalami keguguran, tidak
berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta
7.

hipospermia dan teratospermia pada pria.


Sistem endokrin: dimana Pb mengakibatkan gangguan fungsi tiroid

8.

dan fungsi adrenal.


Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.

2.3 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada
permukaan adsorben. Mekanisme penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi
dua yaitu, jerapan secara fisika (fisisorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi).
Pada proses fisisorpsi gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gayagaya van der Waals. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan
pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol (Castellan 1982). Sedangkan
pada proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui
pembentukan ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu
partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya van der
Waals atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang
terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada
permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan
cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan
substrat (Atkins 1999).
Menurut Reynold (1982) adsorpsi adalah terjadi dalam proses reaksi
eksoterm. Maka dari itu tingkat adsorpsi umumnya meningkat seiring dengan
menurunnya suhu. Waktu kontak merupakan hal yang menentukan dalam proses
adsorpsi. Gaya adsorpsi molekul dari suatu zat terlarut akan meningkat apabila
waktu kontaknya dengan karbon aktif makin lama. Waktu kontak yang lama
memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul zat terlarut yang
teradsorpsi berlangsung lebih baik.

10

Menurut Weber (1972), secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi


proses adsorpsi adalah sebagai berikut:
1. Luas permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat
yang teradsorpsi. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran
partikel dan jumlah dari adsorben.
2. Jenis adsorbat
Peningkatan

polarisabilitas

adsor-bat

akan

meningkatkan

kemampu-an adsorpsi molekul yang mempunyai polarisabilitas yang


tinggi (polar) memiliki kemampuan tarik menarik terhadap molekul lain
dibdaningkan molekul yang tidak dapat membentuk dipol (non polar).
Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan
kemampuan adsorpsi. Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya
lebih mudah diadsorbsi dibandingkan rantai yang lurus.
3. Struktur molekul adsorbat
Hidroksil dan amino mengakibatkan mengurangi kemampuan
penyisihan sedangkan Nitrogen meningkatkan kemampuan penyisihan.
4. Konsentrasi Adsorbat
Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka
semakin banyak jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan
adsorben.
5. Temperatur
Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya
serap adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih
terbuka, pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben
sehingga kemampuan penyerapannya menurun.
6. pH

11

pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus


fungsi pada biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi.
7. Kecepatan pengadukan
Menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat.
Bila pengadukan terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat
pula, tetapi bila pengadukan terlalu cepat kemungkinan struktur adsorben
cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal.
8. Waktu Kontak
Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi
maksimum terjadi pada waktu kesetimbangan.
9. Waktu kesetimbangan dipengaruhi oleh:

tipe

pengikatan),
ukuran dan fisiologi biomasa (aktif atau tidak

aktif),
ion yang terlibat dalam sistem biosorpsi
konsentrasi ion logam.

biomasa

(jumlah

dan

jenis

ruang

2.4 Aktivasi Lempung Dengan Asam Sulfat


Asam sulfat (H2SO4) adalah cairan yang tidak berwarna dan bersifat
higroskopis dengan berat jenis 1,838 g/mL. Asam pekatnya yang murni
mempunyai titik didih sekitar 338oC dan kadarnya sekitar 98%. Cairan ini dapat
bercampur dengan air dalam suatu perbandingan dengan melepaskan panas yang
banyak, sehingga ketika mencampurkan keduanya H 2SO4 harus selalu dituang
dalam aliran tipis ke dalam air (Vogel, 1990: 369).
Sebelum lempung digunakan dalam proses adsorpsi, lempung terlebih
dahulu diaktivasi menggunakan asam sulfat. Asam dalam proses aktivasi akan
menyebabkan penggantian ion-ion seperti K+, Na+, dan Ca2+ dalam ruang
intemelar, dengan H+ dari asam serta akan melepaskan ion-ion Al 3+, Fe3+, Mg2+

12

dari kisi strukturnya sehingga pori-porinya menjadi bersih. Keberadaan ion-ion


pengotor ini dapat mengurangi efektivitas pori-pori lempung dalam proses
adsorpsi dan pertukaran kation. (Kurniawan, 2008)
Selama proses aktivasi pengotor yang terdapat pada permukaan adsorben
dan menutupi situs aktif dari adsorben, dapat dihilangkan dengan cara dilarutkan
dengan asam sulfat sehingga rangkaian struktur adsorben mempunyai area yang
lebih luas, serta situs aktifnya juga mengalami peningkatan karena situs yang
tersembunyi dapat terbuka dan kemungkinan juga akan memunculkan situs aktif
baru akibat reaksi pelarutan. Peningkatan luas permukaan spesifik pori dan situs
aktifnya akan dapat meningkatkan kemampuan adsorpsinya (Widiharti, 2008)
Hal ini telah didukung oleh beberapa hasil penelitian, yakni Kumar
(1995), telah melakukan modifikasi (aktivasi) lempung dengan asam mineral
(H2SO4). Hasilnya, dapat meningkatkan beberapa sifat fisik dan kimianya seperti
keasaman permukaan dan porositasnya sehingga lebih efektif sebagai adsorben
ataupun katalis daripada lempung tanpa aktivasi. Selain itu, pada penelitian
sebelumnyaoleh Nurpiyenti (2013), juga ditunjukkan, lempung Cengar teraktivasi
H2SO4 (0,2; 0,4 dan 0,6 mol) telah mampu meningkatkan nilai kapasitas tukar
kation (KTK) secara bertahap dibandingkan lempung tanpa aktivasi yakni sebesar
295,14 mg/L (LC0,2); 362,48 mg/L (LC0,4) dan 362,48 mg/L (LC0,6). Semakin
tinggi konsentrasi mol H2SO4 maka semakin besar nilai KTK yang didapatkan.

2.5 Pelapisan Lempung Dengan Ferri Oksida


Batu pasir merupakan salah satu mineral yang dapat digunakan sebagai
adsorben dan kelimpahannya di alam juga cukup besar begitupun dengan lempung
yang hampir mempunyai struktur yang sama.
Menurut Satpathy & Chaudhuri (1995) Batu pasir yang sudah diayak
dengan ukuran tertentu, kering dan bersih ditambahkan Fe(NO 3)3.9H2O
dipanaskan dengan suhu 110oC, maka feri nitrat akan menjadi Fe2O3 dengan reaksi
sebagai berikut:

13

2Fe(NO3)3.9H2O Fe2O3 + 2NO2 + 2N2O5 + 18H2O


Fe2O3 yang terbentuk berwarna coklat kemerahan. Hasilnya batu pasir yang sudah
dilapisi Fe2O3 mempunyai luas permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan
yang tidak dilapisi. Batu pasir yang dilapisi Fe 2O3 ini dapat digunakan sebagai
adsorben untuk menurunkan berbagai logam berat dalam limbah seperti Cr dan
Cd. Dari penelitian ini peneliti akan mencoba menggunakan lempung untuk
mengadsorpsi logam Pb

2.6 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)


Spektrofotometri serapan atom merupakan salah satu metode analisis
berdasarkan pada pengukuran banyaknya intensitas sinar yang diserap oleh atomatom bebas dari logam yang dianalisis. Pada umumnya analisis Spektrofotometri
Serapan Atom digunakan untuk menetapkan unsur-unsur logam dalam batubatuan, tanah, tanaman, makanan, minuman, termasuk daging serta bahan-bahan
lainnya.
Atom-atom yang menyerap energi radiasi pada SSA adalah atom-atom
yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan energi oleh
atom-atom bebas menyebabkan terjadinya elektron tereksitasi. Intensitas sinar
yang digunakan untuk eksitasi adalah sebanding dengan jumlah atom pada tingkat
dasar yang menyerap tenaga sinar tersebut. Dengan demikian konsentrasi unsur
dalam sampel dapat ditentukan dengan mengukur intensitas sinar yang diserap
(absorbansi) atau mengukur intensitas sinar yang diteruskan (transmitansi)
(Pecsok dkk, 1976).
Spektrum serapan yang dihasilkan dalam spektrofotometri serapan atom
(SSA) adalah terdiri atas garis-garis yang jauh lebih tajam pada pita-pita yang
diamati dalam spektroskopi molekul seperti UV-Vis (Sugiharto : 1992). Spektrum
serapan yang dihasilkan sebagai akibat adanya interaksi antara sinar dengan
materi. Sinar ini berupa radiasi elektromagnetik yang mempunyai dua karakter
yaitu sebagai gelombang dan partikel.

14

Komponen utama dalam setiap peralatan spektrofotometri serapan atom yaitu:


1. Sumber Cahaya
Sumber cahaya yang dapat dipakai pada SSA adalah yang dapat
menghasilkan cahaya garis (spektrum garis) jadi berbeda dengan sumber
cahaya pada spektrofotometri UV-Vis. Agar diperoleh cahaya garis maka
pada SSA digunakan lampu katode sebagai sumber cahaya Sumber
Cahaya
Sumber cahaya yang dapat dipakai pada SSA adalah yang dapat
menghasilkan cahaya garis (spektrum garis) jadi berbeda dengan sumber
cahaya pada spektrofotometri UV-Vis. Agar diperoleh cahaya garis maka
pada SSA digunakan lampu katode sebagai sumber cahaya.
2. Sistem Atomisasi
Sistem pengatoman untuk menghasilkan atom-atom bebas sebagai media
absorbsi atau sel serapan.
3. Sistem Optik
Sistem optik pada SSA berfungsi sebagai pengumpul cahaya dari
sumbernya, mengarahkannya kedalam atom-atom serta ke monokromator.
Sistem optik terdiri dari susunan beberapa lensa yang terbuat dari gelas
silikat dan dapat menstransmisikan cahaya pada panjang gelombang 190
nm-900 nm.
4. Monokromator
Monokromator pada SSA berfungsi untuk mengisolasi sinar yang
diperlukan dengan panjang gelombang tertentu dari sinar yang dihasilkan
oleh lampu katoda.
5. Amplifier
Amplifier (penguat sinyal) berfungsi sebagai penguat sinyal listrik yang
dihasilkan oleh detektor.
6. Detektor
Detektor berfungsi sebagai bentuk energi cahaya menjadi menjadi arus
listrik.
7. Sistem Pembacaan (recorder)
Merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau gambar yang
dapat dibaca (Sugiharto : 1992).

15

Gambar 2.2. Skema Kerja Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)


Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada
suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian
cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus
dengan banyaknya atom bebas logam yang berada dalam sel.
Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
1. Hukum Lambert : Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium
transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan
bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorpsi.
2. Hukum Beer : Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial
dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Pada analisis kuantitatif secara spektrofotometri serapan atom hubungan
antara absorbansi dengan konsentrasi dapat dinyatakan dengan persamaan
Lambert-Beer dibawah ini :
A = log (1/T) = .b.c

16

A adalah absorbansi, absorpsivitas molar dalam 1 cm-1 mol-1, b adalah tebal


medium serapan (cm) dan c adalah konsentrasi atom (mol/liter).
Prinsip Dasar Analisis SSA adalah:
1. Atomisasi
Yaitu pengubahan bentuk unsur yang akan dianalisis dari bentuk ion
menjadi atom bebas dalam keadaan dasar. Untuk memperoleh atom bebas dalam
keadaan dasar, diperlukan energi yang cukup besar. Pada SSA energi tersebut
diperoleh dari energi panas nyala api, yang dihasilkan oleh pembakaran campuran
antara gas pembakar dengan oksidan, tergantung dari temperatur nyala yang
dikehendaki. Sistem pengatoman dengan nyala api sering disebut dengan istilah
Burner Nebulezer yang terdiri atas sistem pengabut (nebulezer) dan sistem
pembakar (burner).
Dalam metode SSA, sebagaimana dalam metode spektrometri atomik
yang lain, sampel harus diubah ke dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini
dikenal dengan istilah atomisasi, pada proses ini contoh diuapkan dan
didekomposisi untuk membentuk atom dalam bentuk uap. Secara umum
pembentukan atom bebas dalam keadaan gas melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut :
a. Penguapan pelarut, pada tahap ini pelarut akan teruapkan dan
meninggalkan residu padat.
b. Penguapan zat padat, zat padat ini terdisosiasi menjadi atom-atom
penyusunnya yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar.
c. Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang lebih
tinggi dan akan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut mampu
memancarkan energi.
2. Interaksi antara bahan dengan materi
Interaksi antara bahan dengan radiasi yaitu bila sejumlah sinar radiasi
dengan panjang gelombang tertentu yang berasal dari lampu katoda cekung
dilewatkan melalui sistem yang mengandung populasi atom dari unsur-unsur yang
berada pada tingkat energi dasar yang sama atau yang sesuai akan terjadi interaksi

17

antara sinar dengan atom-atom. Transisi elektron dari suatu tingkat energi yang
rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi hanya bisa terjadi apabila ada
penyerapan sejumlah energi tertentu pada proses interaksi antara materi dengan
berbagai energi. Keadaan pada tingkat energi yang lebih tinggi disebut atom
berada pada keadaan tereksitasi, yang sifatnya tidak stabil dan akan kembali ke
keadaan dasar (Sugiharto, 1992).
Pada analisis unsur menggunakan spektrofotometer serapan atom,
keberadaan unsur-unsur lain bersama dengan analit di dalam sampel dapat
menyebabkan terjadinya interferensi. Interferensi dimaksud menyebabkan
absorbansi dari analit yang ditentukan menjadi lebih besar atau lebih kecil
daripada absorbansi yang seharusnya. Interferensi yang sering terjadi di dalam
pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer serapan atom antara lain
interferensi spektral, interferensi matriks, interferensi ionisasi dan interferensi
kimia (Manual Perkin Elmer, 1982). Interferensi spektra dapat terjadi apabila garis
resonansi dari unsur-unsur dalam sampel yang akan dianalisis tumpang-tindih
dengan garis resonansi dari analit. Adanya tumpang-tindih tersebut menyebabkan
kadar analit yang diperoleh lebih tinggi dari sesungguhnya karena kontribusi
unsur penginterferensi pada signal absorbansi atom analit. Penggunaan celah yang
lebih sempit atau memilih panjang gelombang alternatif dapat mengatasi
interferensi spektra atom analit. Interferensi matriks dapat menurunkan atau
meningkatkan signal absorbansi unsur yang akan ditentukan. Interferensi
dimaksud terjadi apabila sifat-sifat fisika (viskositas, tegangan permukaan) dari
sampel berbeda dengan standar. Untuk mengatasi interferensi tersebut maka
komposisi matriks dalam sampel dan standar harus dibuat semirip mungkin, atau
dengan menggunakan metode adisi standar untuk analisis.
Adanya interferensi ionisasi terjadi jika suhu nyala dalam proses
atomisasi terlalu tinggi sehingga memiliki cukup energi untuk menyebabkan
ionisasi dari analit. Berkurangnya jumlah atom bebas dalam keadaan dasar akan
menyebabkan berkurangnya serapan atomik. Penambahan unsur lain yang lebih
mudah terionisasi seperti Na dan K ke dalam standar dan sampel dapat
mengurangi interferensi yang dimaksud. Jenis interferensi pada spektrofotometri
serapan atom yang paling dikenal adalah interferensi kimia. Menurut Slavin
18

(1978) interferensi kimia merupakan suatu permasalahan yang sering dijumpai


pada penentuan berbagai unsur yang pengatomannya menggunakan nyala. Jika
sampel yang dianalisis mengandung senyawa kimia yang sukar terdisosiasi oleh
energi nyala menjadi atom-atom bebasnya (bersifat refraktori) atau dapat
membentuk senyawa kimia yang bersifat refraktori dengan komponen-komponen
yang ada di dalam sampel, maka jumlah atom analit yang dapat mengabsorpsi
sinar akan lebih sedikit dari yang seharusnya.
Keuntungan Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) :
1. Mempunyai kepekaan yang tinggi dan batas limit deteksi yang rendah
2. Dari larutan yang sama, beberapa unsur yang berlainan dapat diukur.
3. Output data (Absorbansi) dapat dibaca langsung
4. Cukup ekonomis
5. Batas kadar yang dapat ditentukan adalah amat luas (ppm hingga %)
6. Sistemnya relatif mudah.

19

Anda mungkin juga menyukai