Adsorpsi
Adsorpsi
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lempung
Lempung bentonit adalah jenis mineral smektit yang tersusun oleh
kerangka alumino silikat dan membentuk struktur lapis, mempunyai muatan
negatif merata dipermukaannya dan merupakan penukar kation yang baik.
Bentonit mempunyai ciri khas kalau diraba seperti lilin dan teksturnya seperti
sabun. Bagian yang dekat permukaan tanah berwarna hijau kekuningan atau abuabu dan menjadi terang pada saat dikeringkan (Foth, 1988).
Bentonit mempunyai kandungan mineral montmorillonite lebih dari 85 %
dengan rumus kimianya Al2O3.4SiO2.xH2O (Ohtsuka, 1997). Kandungan lain
dalam bentonit merupakan pengotor beberapa jenis mineral seperti kuarsa, ilit,
kalsit, mika, dan klorit. Struktur montmorillonite terdiri dari 3 lapisan yang terdiri
dari 1 lapisan alumina (AlO6) berbentuk oktahedral pada bagian tengah diapit oleh
2 lapisan silika (SiO4) berbentuk tetrahedral seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1
(Grimm, 1968).
Bentonit mempunyai sifat plastis dan koloidal yang tinggi serta dapat
mengalami perluasan kisi. Munculnya sifat adsorben karena pada kisi bentonit
disubstitusi oleh muatan yang tidak setimbang, contoh : Mg 2+ menggantikan Al3+
dan Al3+ menggantikan Si4-. Ketidakseimbangan ini muncul karena subsititusi ion
dengan valensi yang berbeda pada tetrahedral, oktahedral atau keduanya.
Bentonit dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan kandungan
alumina silikat hidrous, yaitu activated clay dan fullers earth. Sedangkan
berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Tipe Wyoming (Na-bentonitswelling bentonite)
Na-bentonit memiliki daya mengembang, hingga delapan kali dari
semula apabila dimasukkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu
dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih, pada keadaan basah dan terkena
sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi,
suspensi koloidal mempunyai pH 8,6-9,8, posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion
sodium. Na-bentonit biasanya digunakan sebagai pengisi (filler), lumpur bor,
penyumbat kebocoran bendungan, bahan pencampur pembuat cat, bahan baku
farmasi, dan perekat pasir cetak pada industri pengecoran logam (Herlina, 1999).
b. Mg (Ca-bentonite-nonswelling bentonite)
Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan dalam air, dan
tetap terdispersi dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai
sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi
koloidal memiliki pH 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ionion kalsium dan magnesium, karena sifat daya tukar ion yang tinggi dan bersifat
menyerap, sehingga montmorillonit dipergunakan sebagai bahan pemucat warna
dan perekat pasir cetak. Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian minyak
goreng perlu aktivasi lebih dahulu. Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan
penyerap selain itu juga dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor setelah petukaran
ion, sehingga terjadi perubahan menjadi Na-bentonit (Herlina, 1999).
Peningkatan efektivitas penyerapan pada bentonit dapat dilakukan
dengan aktivasi. Proses aktivasi dibedakan menjadi dua cara, yaitu :
2.2 Timbal
Timbal (Plumbum) merupakan unsur logam dalam sistem periodik VI
golongan VI A, dengan lambang Pb, bernomor atom 82, bilangan massa 207,19,
berbentuk padat (pada suhu kamar), berat jenis 11,4 gr/cm 3, titik lebur lebur
327,4oC dan titik didik 1749oC. Pada suhu 550600C timbal menguap dan
bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Timbal dapat
larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat. Bentuk oksidasi yang
paling umum adalah timbal (II) dan senyawa organometalik yang terpenting
adalah timbal tetra etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML : tetra
methyl lead) dan timbal stearat. (Palar, 2004).
Timbal terdapat dalam 2 bentuk yaitu bentuk inorganik dan organik.
Dalam bentuk inorganik timbal dipakai dalam industri baterai (digunakan
persenyawaan Pb-Bi); untuk kabel telepon digunakan persenyawaan timbal yang
mengandung 1% stibium (Sb); untuk kabel listrik digunakan persenyawan timbal
dengan As, Sn dan Bi: percetakan, gelas, polivinil, plastik dan mainan anak-anak.
Disamping itu bentuk-bentuk lain dari persenyawaan timbal juga banyak
digunakan dalam konstruksi pabrik-pabrik kimia, kontainer dan alat-alat lainnya.
Persenyawaan timbal dengan atom N (nitrogen) digunakan sebagai detonator
(bahan peledak). Selain itu timbal juga digunakan untuk industri cat (PbCrO4),
pengkilap keramik (Pb-Silikat), insektisida (Pb-arsenat), pembangkit tenaga listrik
(Pb-telurium). Penggunaan persenyawaan timbal ini karena kemampuannya yang
sangat tinggi untuk tidak mengalami korosi (Palar, 2004).
Penggunaan logam timbal sebagai bahan baku berbagai jenis industri
untuk memenuhi kebutuhan manusia akan mempengaruhi kesehatan manusia
melalui 2 jalur, yaitu :
1.
2.
dalam yang masuk ke perairan harus 3x10-5ppm, dan menurut Hutagalung (1991),
kadar maksimum Pb yang masuk ke perairan harus 0,01 ppm.
Keracunan yang ditimbulkan oleh senyawa logam Pb dapat terjadi karena
masuknya senyawa logam Pb ke dalam tubuh, melalui jalur makanan, minuman,
udara dan lapisan kulit. Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui
makanan dan minuman akan diikuti oleh proses metabolisme tubuh. Logam Pb
yang terkandung dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia hanya
10% dari timbal yang masuk ke dalam usus dapat dibuang keluar tubuh. Sisanya
akan teteap berada dalam tubuh dan selanjutnya akan berakibat buruk bagi
kesehatan. Namun demikian jumlah Pb yang masuk bersama makanan dan
minuman masih bisa ditoleransi oleh lambung (HCl) karena asam lambung
mempunyai kemampuan untuk mengikat logam Pb.
Pb(s) +2HCl(aq) PbCl2(s) + H2(g)
Reaksi:
Sistem
haemopoeietik:
dimana
Pb
menghambat
sistem
2.
3.
delirium.
Sistem urunaria: dimana Pb bisa menyebabkan lesi tublus
4.
5.
konstipasi.
Sistem kardiovaskuler:
dimana
Pb
bisa
menyebabkan
6.
Sistem
reproduksi
berpengaruh
terutama
terhadap
8.
2.3 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada
permukaan adsorben. Mekanisme penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi
dua yaitu, jerapan secara fisika (fisisorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi).
Pada proses fisisorpsi gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gayagaya van der Waals. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan
pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kJ/mol (Castellan 1982). Sedangkan
pada proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui
pembentukan ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu
partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya van der
Waals atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang
terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada
permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan
cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan
substrat (Atkins 1999).
Menurut Reynold (1982) adsorpsi adalah terjadi dalam proses reaksi
eksoterm. Maka dari itu tingkat adsorpsi umumnya meningkat seiring dengan
menurunnya suhu. Waktu kontak merupakan hal yang menentukan dalam proses
adsorpsi. Gaya adsorpsi molekul dari suatu zat terlarut akan meningkat apabila
waktu kontaknya dengan karbon aktif makin lama. Waktu kontak yang lama
memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul zat terlarut yang
teradsorpsi berlangsung lebih baik.
10
polarisabilitas
adsor-bat
akan
meningkatkan
11
tipe
pengikatan),
ukuran dan fisiologi biomasa (aktif atau tidak
aktif),
ion yang terlibat dalam sistem biosorpsi
konsentrasi ion logam.
biomasa
(jumlah
dan
jenis
ruang
12
13
14
15
16
17
antara sinar dengan atom-atom. Transisi elektron dari suatu tingkat energi yang
rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi hanya bisa terjadi apabila ada
penyerapan sejumlah energi tertentu pada proses interaksi antara materi dengan
berbagai energi. Keadaan pada tingkat energi yang lebih tinggi disebut atom
berada pada keadaan tereksitasi, yang sifatnya tidak stabil dan akan kembali ke
keadaan dasar (Sugiharto, 1992).
Pada analisis unsur menggunakan spektrofotometer serapan atom,
keberadaan unsur-unsur lain bersama dengan analit di dalam sampel dapat
menyebabkan terjadinya interferensi. Interferensi dimaksud menyebabkan
absorbansi dari analit yang ditentukan menjadi lebih besar atau lebih kecil
daripada absorbansi yang seharusnya. Interferensi yang sering terjadi di dalam
pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer serapan atom antara lain
interferensi spektral, interferensi matriks, interferensi ionisasi dan interferensi
kimia (Manual Perkin Elmer, 1982). Interferensi spektra dapat terjadi apabila garis
resonansi dari unsur-unsur dalam sampel yang akan dianalisis tumpang-tindih
dengan garis resonansi dari analit. Adanya tumpang-tindih tersebut menyebabkan
kadar analit yang diperoleh lebih tinggi dari sesungguhnya karena kontribusi
unsur penginterferensi pada signal absorbansi atom analit. Penggunaan celah yang
lebih sempit atau memilih panjang gelombang alternatif dapat mengatasi
interferensi spektra atom analit. Interferensi matriks dapat menurunkan atau
meningkatkan signal absorbansi unsur yang akan ditentukan. Interferensi
dimaksud terjadi apabila sifat-sifat fisika (viskositas, tegangan permukaan) dari
sampel berbeda dengan standar. Untuk mengatasi interferensi tersebut maka
komposisi matriks dalam sampel dan standar harus dibuat semirip mungkin, atau
dengan menggunakan metode adisi standar untuk analisis.
Adanya interferensi ionisasi terjadi jika suhu nyala dalam proses
atomisasi terlalu tinggi sehingga memiliki cukup energi untuk menyebabkan
ionisasi dari analit. Berkurangnya jumlah atom bebas dalam keadaan dasar akan
menyebabkan berkurangnya serapan atomik. Penambahan unsur lain yang lebih
mudah terionisasi seperti Na dan K ke dalam standar dan sampel dapat
mengurangi interferensi yang dimaksud. Jenis interferensi pada spektrofotometri
serapan atom yang paling dikenal adalah interferensi kimia. Menurut Slavin
18
19