Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

OMA DAN OMSK


Mata Kuliah : Sistem Sensori Persepsi

DISUSUN OLEH:
DENNY KURNIAWAN
ADRIATI
IRFAN HIDAYAT
YERLIN RAMANDA PUTRI
WISNU PRABOWO
MARIANI
DIAH SUTANTRY
SYAFIRRA BELLA NABILA
ANGGA KURNIAWAN
ASTIN BIYANSI
CORNELITA D.S
ARIEF ZUMANTARA
RENDRA TRI SAPUTRA
FAJAR SUHARYANTO

I31112006
I31112007
I31112008
I31112009
I31112024
I31112045
I31112047
I31112051
I31112057
I31112058
I31112059
I31112060
I31112061
I31110

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2014
1

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan OMA dan OMSK.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami lebih jauh tentang asuhan
keperawatan pada penderita Otitis Media Akut & Otitis Media Supuratif Kronik, serta
sebagai salah satu bentuk tugas pada Mata Kuliah Sistem Sensori Persepsi.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut membantu, memberikan bimbingan, serta memberikan motivasi kepada kami
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, maka pada kesempatan ini penulis
dengan rasa hormat menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Djoko Priyono, S.Kep, selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Sistem Sensori
Persepsi yang

memberikan masukan-masukan dan membimbing kami, sehingga

makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.


2. Teman-teman mahasiswa/mahasiswi Fakultas Kedokteran UNTAN Program Studi
Ilmu Keperawatan yang ikut membantu serta mendukung, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan sangat baik.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar makalah ini lebih baik lagi. Semoga
makalah ini dapat menjadi sarana belajar dan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya
dan khususnya bagi pembaca.

Pontianak, November 2014

Penulis

DAFTAR ISI
2

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................2
C. TUJUAN BELAJAR..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................3
OMA.......................................................................................................................................3
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

DEFINISI...................................................................................................................3
ETIOLOGI.................................................................................................................3
PATOLOGI.................................................................................................................4
STADIUM..................................................................................................................4
MANIFESTASI KLINIS............................................................................................6
KOMPLIKASI...........................................................................................................6
PENCEGAHAN.........................................................................................................6
PENATALAKSANAAN............................................................................................7
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK..............................................................................9

OMSK...................................................................................................................................11
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

DEFINISI.................................................................................................................11
ETIOLOGI...............................................................................................................11
MANIFESTASI KLINIS..........................................................................................12
PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY OMA & OMSK.............................................13
KOMPLIKASI.........................................................................................................17
PENATALAKSANAAN..........................................................................................17
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK............................................................................19
PENGKAJIAN KEPERAWATAN...........................................................................22
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN OMA DAN OMSK....................................23

BAB III PENUTUP..............................................................................................................29


A. Kesimpulan...............................................................................................................29
B. Saran.........................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otitis media akut (OMA) adalah suatu radang mukoperiosteum dari rongga telinga
tengah yang disebabkan oleh kuman. Pada umumnya merupakan komplikasi dari
infeksi atau radang saluran nafas atas, misalnya common cold, influenza, sinusitis,
morbili, dan sebagainya. Infeksi kebanyakan melaui tuba Eustachii, selanjutnya
masuk ke telinga tengah.Adapun infeksi saluran nafas bagian atas akan menyebabkan
invasi kuman ke telinga tengah bahkan sampai ke mastoid. Kuman penyebab utama
adalah bakteri piogenik seperti Streptococcus hemolitikus, Staphylococcus aereus,
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influeza. OMA lebih sering terjadi pada
anak oleh karena infekasi saluran nafas atas sangat sering terjadi pada anak anak
dan bentuk anatomi tuba Eustachii pada anak lebih pendek, lebar dan agak horisontal
letaknya dibanding orang dewasa.
Proses peradangan akut pada telinga tengah berjalan cepat dan sebagian dapat
menimbulkan proses destruktif, tidak hanya mengenai mukoperiostium saja tetapi
juga mengenai tulang-tulang sekitarnya karena telinga tengah hanya dibatasi tulangtulang yang tipis. Adapun penjalaran penyakit ke daerah sekitarnya tergantung pada
keadaan penyakitnya sendiri dan terapi yang diberikan.Otitis media akut atau OMA
dapat memberikan komplikasi seperti abses subperiosteal sampai komplikasi yang
berat (meningitis dan abses otak).
Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terusmenerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga
merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali
atau tidak pernah terjadi resolusi spontan.
Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena
terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik. Penyakit
OMSK ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan gejala-gejala
penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah kronis ini dapat
berganda, gangguan pertama berhubungan dengan infeksi telinga tengah yang terus
dan gangguan kedua adalah kehilangan fungsi pendengaran yang disebabkan

kerusakan mekanisme hantaran suara dan kerusakan konka karena toksisitas atau
perluasan infeksi langsung.
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya
(39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum,
prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari
pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Oleh karena itu kemampuan dalam mendiagnosis OMA dan OMSK secara tepat
dan akurat haruslah di miliki tenaga kesehatan terutama oleh perawat
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari OMA & OMSK
2. Apa etiologi dari OMA & OMSK
3. Bagaimana stadium/ klasifikasi dari OMA & OMSK
4. Bagaimana patofisiologi dari OMA & OMSK
5. Apa saja manifestasi klinis dari OMA & OMSK
6. Pemeriksaan diagnostik apa saja pada OMA & OMSK
7. Penatalaksanaan apa yang diberikan pada penderita OMA & OMSK
8. Apa saja komplikasi dari OMA & OMSK
9. Asuhan keperawatan pada penderita OMA & OMSK
C. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui definisi dari OMA & OMSK
2. Mahasiswa mengerti etiologi dari OMA & OMSK
3. Mahasiswa mengetahui stadium/ klasifikasi dari OMA & OMSK
4. Mahasiswa memahami patofisiologi dari OMA & OMSK
5. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis dari OMA & OMSK
6. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostik apa saja pada OMA & OMSK
7. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan apa yang diberikan pada penderita OMA
& OMSK
8. Mahasiswa mengetahui komplikasi dari OMA & OMSK
9. Mahasiswa memahami Asuhan keperawatan pada penderita OMA & OMSK.

BAB II
PEMBAHASAN
OTITIS MEDIA AKUT
A. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Otitis media akut (OMA) terjadi dikarenakan mekanisme pencegahan masuknya
mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan
antibodi terganggu. Sehingga kuman dapat menginvasi ke dalam telinga tengah dan
terjadi peradangan.
Infeksi saluran napas atas (ISPA) merupakan faktor pencetus terjadinya OMA. Pada
bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba eustachiusnya pendek, lebar dan
letaknya agak horizontal. Pada anak, semakin sering terserang infeksi saluran napas,
semakin besar kemungkinan terjadinya OMA.

B. Etiologi
a Oma umumnya disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang umum ditemukan sebagai
organisme penyebab adalah:
Streptococus pneumoniae
Staphylococcus aereus
Hemopylus influenzae
Morellacatarrhalis
hemofilus influenza,
Escheria coli.
Streptokokus anhemolitikus.
Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba
eustachii akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk
telinga tengah bila ada perforasi membran timpani. Eksudat purulen biasanya
ada dalam telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran
konduktif.

Proses peradangan akut pada telinga tengah berjalan cepat dan sebagian dapat
menimbulkan proses destruktif, tidak hanya mengenai mukoperiostium saja
tetapi juga mengenai tulang-tulang sekitarnya karena telinga tengah hanya
dibatasi tulang-tulang yang tipis. Adapun penjalaran penyakit ke daerah
sekitarnya tergantung pada keadaan penyakitnya sendiri dan terapi yang
diberikan.
b

Faktor predisposisi:
infeksi kronis adenoid
Tonsilitis
Rhinitis
Sinusitis
Batuk rejan
Morbili
Pada anak : kondisi tuba yang pendek, lebar, horizontal

C. Patologi
Kuman penyebab utama pada OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptokokus
Hemolitikus, Stafilokokus Aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang
ditemukan juga Hemofilus Infuenza (sering ditemukan pada anak < 5 tahun),
Escherichia Colli, Streptokokus Anhemolitikus, Proteus Vulgaris dan Pseudomonas
Aurugenosa.
D. Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium
berdasarkan pada gambaran membSran timpani yang diamati dari liang telinga luar;
1) Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba Eustachius adalah gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara.
Kadang-kadang membran timpani tampak normal atau bewarna keruh pucat.
Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit
dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2) Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang
telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sulit
terlihat.
3) Stadium Supurasi

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada stadium ini klien akan merasa sangat nyeri, nadi dan suhu meningkat.
Apabila tekanan eksudat di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia,
akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena
kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani
terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan . di daerah
ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini,
maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan eksudat keluar ke
liang telinga luar.
Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan
apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah
menutup kembali.
4) Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapa terjadi ruptur membran timpani dan eksudat keluar
mengalir ke liang telinga luar. Pada stadium ini suhu tubuh sudah turun.
5) Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahanlahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan
berkuran dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman
rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah
menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus
atau hilang-timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis
media serosa bila sekret menetap dikavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur klien.
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah:
Rasa nyeri di dalam telinga,
Hipertermi
Biasanya terdapat riwayat batuk pilek.
Pada orang dewasa ;
Rasa nyeri
Gangguan pendengaran berupa rasa penuh di dalam telinga atau penurunan
pendengaran.

Pada bayi gejala khas OMA adalah ;


Suhu tubuh tinggi sampai 39,5C (pada stadium supurasi),
Bayi sulit tidur dan gelisah,
Tiba-tiba menjerit saat tidur,
Diare,
Kejang dan memegangi telinga yang sakit.
Bila ruptur membran timpani terjadi, maka sekret mengalir ke liang
telinga, suhu tubuh turun dan anak menjadi lebih tenang.
F. Komplikasi
Otitis Media Supuratif Kronik
Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis).
Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
Tuli.
Peradangan pada selaput otak (meningitis).
Abses otak Tanda-tanda terjadinya komplikasi yang parah.
Sakit kepala.
Vertigo (perasaan berputar).
G. Pencegahan
1 Mengurangi Faktor Resiko
a) Bayi yang diberi ASI minimal selama 3 bulan akan mengurangi insiden OMA
sebanyak 13% dan bayi yang diberi ASI minimal 6 bulan akan mengurangi
insiden OMA sebanyak 50%.
b) Cuci tangan secara benar pada usia pra-sekolah akan mengurangi insiden
OMA sebanyak 27%.
c) Penggunaan dot secara berkelanjutan pada bayi akan meningkatkan insiden
OMA sebanyak 30%. Sedangkan pada bayi yang dibatasi penggunaan dotnya,
terutama saat akan tidur, akan menurunkan insiden OMA sebanyak 29%.
d) Jauhkan anak dari asap rokok.
2

Vaksin Influenza
Vaksin influenza dianjurkan diberikan karena, selain memberikan manfaat lainnya,
vaksin influenza juga bermanfaat untuk mencegah insiden OMA pertama kali pada
anak. Vaksin influenza terutama diberikan pada anak usia kurang dari 18 bulan,
karena akan mengurangi insiden OMA sebanyak 90%.

Vaksin Pneumococcal
Vaksin Pneumococcal dapat mengurangi insiden OMA secara signifikan. Vaksin
dengan jenis PCV-7 dapat mencegah insiden semua insiden OMA sebanyak 6-7%,
lebih dari 30% OMA akibat pneumococcal, dan 50% OMA akibat serotipe
pneumococcal. Penggunaan PCV-7 ini telah dilakukan di Amerika Serikat sejak

tahun 2000. Setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa pasien dengan OMA
yang datang ke rumah sakit di Amerika Serikat berkurang rata-rata sebanyak 20%.
Sedangkan untuk penggunaan PCV-13 masih kekurangan data yang cukup, akan
tetapi berdasarkan data yang telah ada, mengindikasikan pengurangan insiden
semua kejadian AOM sebanyak 33,6%, mengurangi sebanyak 57,6% kejadian
akibat serotipe pneumococcal, dan mengurangi insiden sebanyak 35,3% akibat
nontipe H. influenza.
H. Penatalaksanaan
a) Farmakologi
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya ;

Stadium oklusi
Pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius,
sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk itu diberikan obat
tetes HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik (anak < 12 tahun) atau
HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologik untuk anak > 12 tahun dan orang
dewasa.
Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotik diberikan apabila
penyebab OMA adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.

Stadium Pre-Supurasi
Antibiotik yang dianjurkan adalah dari golongan penisilin atau ampisilin.
Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi
yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan.
Pemberian antibiotik dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila klien alergi
terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB per hari,
dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB per hari dibagi dalam
3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB per hari.

Stadium Supurasi
Selain diberikan antibiotik, idealnya disertai dengan miringotomi, bila
membran timpani msih utuh. Dengan miringitomi gejala-gejala klinis
lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.

Stadium Perforasi
Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga HO 3 % selama 3-5
hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.

Stadium Resolusi
Jika resolusi tidak terjadi pada stadium ini maka pemberian antibiotik
dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret
masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari
3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.
Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari 1,5-2 bulan, maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).

b) Nonfarmakologi
Miringotomi
Miringotomi adalah tindakan insisis pada pars tensa membran timpani, agar
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan
syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), bila
klien anak usahakan untuk membuat anak tetap tenang, sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi adalah di kuadran
posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang
mempunya pencahayaan yang cukup terang, memakai corong telinga yang
sesuai dengan luasnya liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang
digunakan.
Komplikasi miringotomi yang mungkin terjadi adalah perdarahan akibat
trauma liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada
fenestra rotundum, trauma pada nervus fasialis, trauma pada bulbus
jugulare (bila ada anomali letak).
Bila terapi farmakologi sudah adekuat (antibiotik yang tepat dan dosis yang
cukup), miringotomi tidak perlu dilakukan.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK OMA
a. Pemeriksaan otoskopi memberikan informasi tentang gendang telinga yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis otitis media. Otitis media akut ditandai dengan
penonjolan gendang telinga yang merah pada pemeriksaan otoskopi.

b. Timpanogram suatu pemeriksaan yang mencakup pemasangan sonde kecil pada


telinga luar dan pengukuran gerakan membran timpani setelah adanya tonus yang
terfiksasi, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi mobilitas membran timpani.
c. uji sensitifitas dan kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme pada
sekret telinga.
d. Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap
kehilangan pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK


A. Definisi
Otitis media adalah suatu peradangan telinga tengah, otitis media dapat terjadi akibat
infeksi bakteri, biasanya oleh bakteri strepcoccus, pneumonia, haemophillus
influenza, atau staphylococcus aureus, (Elizabeth J. Corwin. 2002: 220)
Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan
ireversible dan biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut.
(Brunner and Suddarth, 2002: 2052)
Otitis media superatif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik telinga tengah dengan
perforasi membran tympani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus
menerus atau hilang timbul. Secret mungkin encer atau kental, bning, atau nanah yang
bisanya disertai dengan gangguan pendengaran. (Mansjoer, Arief. 2001: 82)

B. Etiologi
1. OMSK merupakan kelanjutan Otitis Media Akut (OMA)
2. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang lambat
3. Terapi tidak adekuat virulensi kuman tinggi
4. Daya tahan tubuh rendah
5. Kebersihan buruk
6. Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut
7. Perforasi membran timpani
8. Kuman gram positif aerob
9. Infeksi kronis dari kuman gram negatif dan anaerob.
(Arsyad soepardi, Efiati. 2001)
C. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda klinis OMSK:
Adanya abses atau fistel retroaurikular
Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani
Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom
Gejala klinis OMSK:
a. Telinga berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan:
1) Pada OMSK tipe jinak

Cairan yang keluar mukopus tidak terlalu busuk


Reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan
infeksi
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul
Pada OMSK stadium inaktif tidak ada sekret telinga
2) Pada OMSK tipe ganas
Mukoid atau sekrret telinga tengah berkurang/hilang
Rusakny lapisan mukosa yang luas
Sekret bercampur darah
Jaringan granulasi dan polip telinga
Adanya kolesteatom yang mendasari
Bila sekret berair tanpa nyeri kemungkinan tuberkolosis
b. Gangguan pendengaran
1. Tuli konduktif dapat pula bersifat campuran
2. Perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran
suara ketelinga tengah
3. OMSK tipe maligna biasanya pada tuli konduktif berat
c. Otalgia (nyeri telinga)
1. Nyeri akibat terbendungnya drainase pus
2. Nyeri berarti adanya komplikasi
3. Hambatan pengaliran sekret
4. Terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis
5. Pembentukan abses otak
6. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK (Petrositis,
subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis)
d. Vertigo
1. Fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom
2. Perubahan tekanan udara yang mendadak
3. Perforasi membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu
4. Penyebaran infeksi ke dalam labiriin (keluhan vertigo)
5. Komplikasi serebelum (keluhan labirin).
D. Patofisiologi
Dua jenis OMSK yaitu Benigna dan Maligna. Berdasarkan sekret yang keluar dari
kavum tympani secara aktif dan tenang;
1. OMSK Benigna atau tipe mukosa adalah:
Peradangan terbatas pada mukosa saja
Tidak mengenai tulang
Perforasi terletak disentral
Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya, dan
Tidak terdapat kolesteatom

2. OMSK Maligna disertai dengan:


Kolesteatom
Perforasi terletak marginal subtotal atau diatik
Dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (fatal)
(Arsyd soepardi, Efiati. 2001)
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas (ISPA) yang
disebabkan oleh bakteri, kemudian menyebar ke telinga tengah melewati
tubaeustachius. Ketika bakteri memasuki tuba eustachius maka dapat menyebabkan
infeksi dan terjadi pembengkakan, peradangan pada saluran tersebut.
Proses peradangan yang terjadi pada tuba eustachius menyebabkan stimulasi kelenjar
minyak untuk menghasilkan sekret yang terkumpul di belakang membran timpani.
Jika sekret bertambah banyak maka akan menyumbat saluran eustachius, sehingga
pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang osikel(maleus,
incus, stapes) yang menghubungkan telinga bagian dalam tidak dapat bergerak bebas.
Apabila factor hygiene tidak diperhatikan, terapi yang terlambat, pengobatan tidak
adekuat dan daya tahan tubuh lemah dapat menyebabkan berkembangnya OMA
menjadi Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau tipe
tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal
tipe aktif dan tipe tenang. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai tulang.
Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya dan tidak
terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal, subtotal,
atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal. (Arif
Mansjoer, 2001 : 82).
Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus, lalu menumpuk. Sehingga kolesteotoma bertambah
besar.

Pathway OMA & OMSK

Etiologi : alergi,infeksi,trauma telinga,ISPA


Edema pada mukosa saluran nafas,
mukosa tuba eustakius dan nasofaring
tempat muara tuba.

oklusi

Gangguan fungsi tuba eustakius

Fungsi ventilasi

Fungsi drainase

Fungsi proteksi

Udara tidak masuk


Penumpukan sekret

Fungsi silia tidak efektif

Tekanan negatif
Proses supurasi
transudasi

Akumulasi cairan
meningkat

Peningkatan jumlah
sekret purulen

Penekanan pada
membran timpani

iskemik

nekrosis
Sekret mukopurulen akan
keluar dari telinga tengah ke
liang telinga

OMA

Proses
peradangan

perporasi

Proses peradangan
tidak mengalami
resolusi

penutupan membran
timpani

Nyeri

OMSK

Suhu Tubuh
Meningkat

Peningkatan
produksi cairan
serosa

Akumulasi
cairan mukus
dan serosa

Hantaran udara
dan suara yang
diterima
menurun

Gangguan
persepsi sensori

Hipertermi
a
Inflamasi
berlanjut

Respon
tubuh

Pengobatan tak
tuntas/episode
berulang

Infeksi berlanjut
ketelinga dalam

Tindakan
pembedahan

Resiko tinggi
infeksi

Menghasilka
n jarinan
granulasi

Edema
mukosa
Polip dalam
rongga
telinga
tengah

Ulserasi
mukosa
(benigna)

Kerusakan epitel

berulang

Kerusakan
tulang
(maligna)

E. Komplikasi
Paralysis nervus fasialis
Fistula labirin
Labirinitis
Labirinitis supuratif
Petrositis
Trombroplebitis sinus lateral
Abses ekstradular
Abses subdural
Meningitis
Abses otak dan hidrosefalus otitis
(Mansjoer, arief. 2001: 82)
F. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu
pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi
kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis
kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat obatan dapat
digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung
dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi
1) Pengobatan OMSK Tipe Tubatimpani
OMSK Tipe Tubatimpani Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek
telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera
berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

OMSK Tipe Tubatimpani Aktif


Keadaan ini harus dilakukan pembersihan liang telinga dan kavum timpani ( toilet
telinga). Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme (Fairbank, 1981).

2) Pengobatan OMSK Tipe Atikoantral


Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe tubatimpani atau tipe atikoantral, antara
lain; (Soepardi, 2001)
Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang tidak sembuh dengan pengobatan
konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan
patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMSK tipe atikoantral dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah
meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua
jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan
rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu
ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial.
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak
kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang
telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
Miringoplasti
Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang sudah tenang dengan ketulian ringan
yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan jenis
timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1.
Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk
mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada OMSK tipe tubatimpani dengan
perforasi yang menetap.
Timpanoplasti

Dikerjakan pada OMSK tipe tubatimpani dengan kerusakan yang lebih berat atau
OMSK tipe tubatimpani yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada
operasi ini selain rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga
rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang
dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
Timpanoplasti

dengan

pendekatan

ganda

(Combined

Approach

Tympanoplasty)
Dikerjakan pada kasus OMSK tipe atikoantral atau OMSK tipe tubatimpani dengan
jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan combined
approach di sini adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum
timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan
timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada OMSK tipe atikoantral belum
disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali kolesteatoma (Soepardi EA,
2007).
G. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif.Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar
danletak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran
suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita
OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin
ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan
penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal
terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea.
Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan
ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik).
Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas
pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen
dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut
ISO 1964 dan ANSI 1969.

Derajat ketulian nilai ambang pendengaran :


Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Untuk melakukan evaluasi ini, observasi yang bisa dilakukan :
1
2

Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB.
Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-

50 dB apabila disertai perforasi.


Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih

utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.


Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan


menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah
dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.
2) Pemeriksaaan Radiologi
Pemeriksaan

radiografi

daerah

mastoid

pada

penyakit

telinga

kronis

nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.


Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik,
lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya
atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan
kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah:

Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen.
Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu
ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.

Proyeksi Mayer atau Owen,


Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulangtulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang
telahmengenai struktur-struktur

Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.

Proyeksi Chause III


Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulangtulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis
horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan
hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak
lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.

3) Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMK adalah :
a

Bakteri spesifik
Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari 1%
menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru
yanglanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media
tuberkulosa dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu
yang tidak dipateurisasi.

Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob.


Bakteri

aerob

yang

sering

dijumpai

adalah

Pseudomonas

aeruginosa,

stafilokokusaureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas


aeruginosa adalahceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin,
sefalosporin dan makrolid.Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik

kecuali

makrolid.

Stafilokokusaureus

resisten

terhadap

sulfonamid

dan

trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan gentamisin.


4) Pemeriksaan otoskopi
Pada pemeriksaan otoskopi dapat dibedakan jenis OMSK berdasarkan perforasi pada
membran timpani, yang terdiri dari perforasi sentral,marginal dan atik. Gambaran
yang terlihat dengan otoskopi pada perforasi sentral adalah tampak perforasi yang
letaknya sentral pada pars tensa, dapat berbentuk bundar, oval, bentuk ginjal atau
hati.Perforasinya dapat subtotal atau total, masih terlihat pinggir membran timpani
(annulus timpanikus), melalui perforasi tampak mukosa kavum timpani bewarna
pucat, bila ada eksaserbasi akut maka warna mukosamenjadi merah dan jarang
terdapat granulasi atau polip. Gambaran otoskopi pada perforasi marginal adalah
tampak perforasi yang letaknya marginal, pada pars tensa belakang atas biasanya
besar, atau pada pars flaksida muka atau belakang (kecil), prosesnya bukan hanya
pada mukosa kavum timpani dan tulang-tulang pendengaran ikut rusak,sering terdapat
granulasi atau polip, annulus timpanikus tidak terlihat lagi dan terlihat gambaran
nekrosis tulang. Sedangkan gambaran pada perforasi atik adalah perforasi yang
letaknya di pars flaksida
H. Pengkajian keperawatan
Riwayat kesehatan meliputi:
Gambaran lengkap masalah telinga, termasuk infeksi, otalgia, otorea, kehilangan
pendengaran.
Data dikumpulkan mengenai durasi dan intensitas otore, kehilangan pendengan,
otalgia.
Penyebab dan penanganan masalah sebelumnya:
Informasi perlu diperoleh mengenai masalah kesehatan laiin dan semua obat dan
riwayat keluarga tentang penyakit telinga.
Pengkajian fisik meliputi observasi adanya aritema, edema, otorea, lesi, dan bau
cairan yang keluar. Hasil audiogram harus dikaji.
(Suddart, Brunner. 2002)
I. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d proses peradangan
Tujuan:
Selama perawatan, nyeri dapat beerkurang atau hilang setelah melakukan
aktivitas
Kriteria Hasil:
a) Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
b) Wajah rileks

c) tidak merintih
d) Tanda tanda radang tidak ada
INTERVENSI
Ukur dan pantau TTV

RASIONAL
Perubahan pada TTV menunjukkan tingkat
nyeri pada pasien

Observasi skala nyeri

Peningkatan atau penuruunan skala nyeri dapat


menentukan terapi

Berikan tindakan yang nyaman (pijat

Dapat meningkatkan relaksasi (ini tidak

punggung, perubahan posisi) bantu aktivitas

langsung) dan menurunkan

perawatan diri, dan dorong aktivitas senggang

frekuensi/kebutuhan dosis analgesik

sesuai indikasi
Identifikasi/dorong penggunaan perilaku

Dapat meningkatkan relaksasi/perhatian tak

seperti bimbingan imajinasi, visualisasi, nafas

langsung dan menurunkan

dalam

frekuensi/kebutuhan dosis analgesik

Observasi cemas, mudah terangsang,

Petunjuk nonverbal dapat mengidentifikasikan

menangis, gelisah, gangguan tidur

adanya/derajat nyeri yang alami


Diberikan untuk memperbaiki kanyamanan

Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik

pasien dan meningkatkan penyembuhan

sesuai indikasi
b. Perubahan persepsi dan sensori b/d Infeksi di telinga tengah, obstruksi oleh cairan
telinga, kerusakan di organ pendengaran
Tujuan:
a) Mempertahankan kebersihan dan kemampuan mendengar klien
Kriteria Hasil:
a) Kemampuan mendengar klien dapat dipertahankan
b)Telinga klien bersih
Intervensi:
INTERVENSI
RASIONAL
Ajarkan klien untuk menggunakan dan Keefektifan
alat
pendengaran
merawat

alat

pendengaran

secara tergantung pada tipe gangguan/ketulian,

tepat.

pemakaian serta perawatannya yang


tepat.

Instruksikan klien untuk menggunakan Apabila penyebab pokok ketulian tidak


teknik-teknik yang aman sehingga progresif,

maka

pendengaran

yang

dapat mencegah terjadinya ketulian tersisa sensitif terhadap trauma dan


lebih jauh.
Observasi

infeksi sehingga harus dilindungi.


tanda-tanda

awal Diagnosa dini terhadap keadaan telinga

kehilangan pendengaran yang lanjut.

atau

terhadap

masalah-masalah

pendengaran rusak secara permanen.


Instruksikan

klien

untuk Penghentian terapi antibiotika sebelum

menghabiskan seluruh dosis antibiotik waktunya


yang diresepkan (baik itu antibiotik organisme
sistemik maupun lokal).

dapat
sisa

menyebabkan

berkembang

biak

sehingga infeksi akan berlanjut.

c. Hipertermi b/d proses peradangan penyakit dan proses infeksi virus.


Tujuan:
a) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan suhu
tubuh pasien kembali normal
Kriteria Hasil:
a) Suhu tubuh pasien normal ( 36,50 C 37,50 C)
b) Kulit pasien tidak teraba hangat
c) Kulit pasien tidak tampak kemerahan
Intervensi:
INTERVENSI
Monitor suhu minimal tiap 2 jam.

RASIONAL
Untuk mengetahui perubahan suhu yang
terjadi.

Monitor warna dan suhu kulit

Untuk mengetahui ada tidaknya tandatanda infeksi

Lakukan kompres hangat pada lipat


paha dan aksila

Dapat membantu mengurangi demam

Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Dapat membantu mengganti cairan


tubuh yang hilang

Kolaborasi pemberian antipiretik


Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentral nya di
hypothalamus.

d. Resiko tinggi infeksi b/d invasi pathogen, tindakan pembedahan.


Tujuan:
a) Mengkaji tanda dan gejala infeksi
b) Mengatasi tanda-tanda dan gejala infeksi yang mungkin timbul
Kriteria Hasil:
a) Klien bebas dari tanda-tanda dan gejala infeksi
b) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c) Jumlah leukosit dalm batas normal
Intervensi :
INTERVENSI
Monitor vital sign, terutama selama

RASIONAL
Selama periode ini, potensial

proses terapi

berkembang menjadi komplikasi yang


lebih fatal (hipotensi/syok)

Demonstrasikan teknik mencuci yang

Sangat efektif untuk mengurangi

benar

penyebaran infeksi

Batasi pengunjung atas indikasi

Mengurangi paparans dengan


organisme pathogen lain

Lakukan isolasi sesuai dengan

Isolasi mungkin dapat mencegah

kebutuhan individual

penyebaran/memproteksi klien dari


proses infeksi lainnya

Anjurkan untuk istirahat secara

Memfasilitasi proses penyembuhan dan

adekuat sebanding dengan aktivitas.

meningkatkan pertahanan tubuh alami

Tingkatkan intake nutrisi secara

Tanda dari perbaikan kondisi

adekuat

seharusnya timbul antara 24-48 jam

Kolaborasi

Obat-obat ini digunakan untuk

Berikan obat antimikroba atas indikasi

membunu mikroba penyebab

sebagai hasil dari pemeriksaan kultur

pneumonia. Kombinasi dari antiviral

sputum/darah, misalnya penicillin,

dan antifungal mungkin digunakan

erithmycin, tetracycline, amikacine,

ketika pneumonia diakibatkan oelh

cephalosporins

organisme campuran

e. Ansietas b.d prosedur pembedahan, potensial kehilangan pendengaran, potensial


gangguan pengecap, dan potensial kehilangan gerakan fasial.
Tujuan:
Masalah ansietas dapat teratasi selama proses perawatan
Kriteria hasil:
a) Mengungkapkan dan mempelihatkan pengurangan stress, ketegangan dan
peka rangsang, peningkatan kenyamanan.
b) TTV normal (TD: 120/80 mmHg, N: 60-80 x/menit, SL 36-36,5 C, RR:
16-20 x/menit)
c) Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
INTERVENSI
Pantau tanda dan gejala ansietas; (nafsu

RASIONAL
Mengetahui tingkat ansietas ringan,

makan, pola tidur)

sedang, berat

Ukur dan pantau TTV

Perubahan pada TTV dapat


menunjukkan tingkat ansietas yang
dialami pasien

Libatkan orang terdekat sebagai


petunjuk dalam pengambilan keputusan

Menjamin adanya sistem pendukung


bagi pasien dan memberikan
kesempatan orang terdekat untuk

Beri informasi lengkap dengan bahasa


yang dimengerti dan akurat berdasarkan
kebutuhan pasien sehingga pasien dapat
menjawab pertanyaan dengan jujur
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian diazepam (valium),
klorazepat dipotassium (tranxene);
klordiazepooxida (librium); alpazolam
(xanax)

berpartisipasi dalam kehidupa pasien


Informasi dengan bahasa yang
dimengerti dapat mengurangi
kecemasan sehingga pasien dapat
tenang
Zat-zat antiansietas dapat membantu
pasien dan orang terdekat dapat
mengurangi ansietas serta memberi
kesempatan bagi untuk memuulai

Beri dukungan spiritual

kemampuan koping pasien


Dengan adanya dukungan spiritual

Gunakan keterampilan teraupetik


Dorong pasien untuk mengekspresikan
perasaan pada orang yang penting

pasien dapat dapat tenang


Dapat menimbulkan hubungan saling
percaya
Dapat membantu pasien agar tenang
dalam menghadapi pembedahan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terusmenerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga
merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali
atau tidak pernah terjadi resolusi spontan.
Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna
karena terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik.
Penyakit OMSK ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan
gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah
kronis ini dapat berganda, gangguan pertama berhubungan dengan infeksi telinga
tengah yang terus dan gangguan kedua adalah kehilangan fungsi pendengaran yang
disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara dan kerusakan konka karena
toksisitas atau perluasan infeksi langsung.
B. SARAN
Untuk mencegah komplikasi terjadi pada OMSK, pasien
disarankan untuk lebih menjaga kebersihan telinga, dan patuh
menjalani pengobatan yang telah diatur oleh tim kesehatan. Apabila
sekret sudah kering tetapi perforasi masih ada, maka, pasien
disarankan untuk mempertimbangkan dilakukannya pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku Ed. 3. Jakarta: EGC.


Djaafar ZA. Kelainan Telinga Tengah, Dalam: Soepardi. EA, Iskandar N, Ed. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI, 2001. hal. 49-62.

Hetharia rospa, Sri mulyani. 2011. Asuhan Keperawatan Telinga Hidung Tenggorokan.
Jakarta: TIM.
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed. 3. Jakarta: EGC.
Pracy. R,dkk. 1989 . PELAJARAN RINGKAS TELINGA, HIDUNG, DAN
TENGGOROKAN . Jakarta : PT Gramedia.
Utama, Hendra. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala
dan Leher Ed. 6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
American Academy of Pediatrics Subcommittee on Management of Acute Otitis Media.
Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics. 2004 May;
113(5):1451-65. PubMed (Diakses pada tanggal 13 November 2014).
http://www.guideline.gov/content.aspx?id=43892
Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. PEDIATRICS Vol. 113 No. 5 May
2004, pp. 1451-1465. (Diakses pada tanggal 13 November 2014).
http://m.pediatrics.aappublications.org/content/113/5/1451.full
International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology 74 (2010) 12091216.
Little P, et al. Predictors of poor outcome and benefits from antibiotics in children with
acute otitis media: pragmatic randomised trial. BMJ 2002;325:22 ( Diakses pada
tanggal 13 November 2014 ).

Anda mungkin juga menyukai