Anda di halaman 1dari 41

Shinta Sari Dewi 091501110

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM FARMAKOLOGI FARMASI
CARA PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN ,RUTE PEMBERIAN
OBAT,PENGARUH VARIASI BIOLOGI TERHADAP DOSIS OBAT, DAN
DOSIS OBAT, RESPON DAN INDEKS TERAPI

Nama

: SHINTA SARI DEWI

NIM

: 091501110

Program

: S-1 FARMASI

Kelompok / Hari

: IV (Empat) / Selasa

Asisten

: Fanny Alvianti

Tanggal Percobaan

: 08 Febuari 2011

LABORATORIUM FARMAKOLOGI FARMASI


DEPARTEMEN FARMAKOLOGI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Shinta Sari Dewi 091501110

Lembar Persetujuan dan Nilai Laporan Praktikum


Judul Percobaan : Cara Penanganan Hewan Percobaan , Rute Pemberian
Obat,Pengaruh Variasi Biologi Terhadap Dosis Obat, dan Dosis
Obat,Respon,dan Indeks Terapi

Medan ,08 Februari 2011


Tanggal ACC : __________________
Asisten ,

( Fanny Alvianti )

Praktikan ,

( Shinta Sari Dewi )

Perbaikan :
1. Perbaikan I , Tanggal
Telah diperbaiki
2. Perbaikan II , Tanggal
Telah diperbaiki
3. Perbaikan III, Tanggal
Telah diperbaiki
4. Perbaikan IV , Tanggal
Telah diperbaiki
5. Pergantian Jurnal

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Nilai :

Shinta Sari Dewi 091501110

CARA PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN ,RUTE PEMBERIAN


OBAT,PENGARUH VARIASI BIOLOGI TERHADAP DOSIS OBAT, DAN
DOSIS OBAT, RESPON DAN INDEKS TERAPI
I.

PENDAHULUAN
Kebanyakan obat diberikan lewat mulut ( peroral ) sehingga obat harus

melalui dinding usus sebelum mencapai aliran darah. Proses penyerapan absorbsi ini
disebabkan oleh berbagai hal, tapi biasanya sesuai dengan kelarutan obat terhadap
lemak ( lipid solubility ). Dengan demikian molekul molekul tak terionisasi lebih
gampang larut dibandingkan molekul yang terionisasi, karena ia lebih larut terhadap
lemak serta molekulnya dikelilingi oleh mantel yang terdiri dari molekul molekul
air. Obat obat yang diserap dari saluran pencernaan akan mencapai sirkulasi portal
dan beberapa dia antaranya akan mengalami metabolisme begitu memasuki hati
( metabolisme lintas pertama, first pass metabolism ).
Obat obat yang cukup kelarutannya dalam lemak akan mudah diserap
pada pemberian oral dan cepat didistribusikan melalui cairan tubuh ( sirkulasi ).
Beberapa obat akan berikatan dengan albumin plasma, lalu di dalam plasma akan
terbentuk keseimbangan anatar obat yang berikatan dengan albumin dan obat bebas.
Obat yang berikatan dengan protein plasma akan tertahan di dalam sistemik vaskuler
sehingga tak mampu melakukan aksi farmakologik.
Bila obat diberikan dengan jalan injeksi intravena, obat akan langsung
mencapai aliran darah dan dengan cepat pula disebarkan mencapai jaringan
jaringan dalam tubuh. Dengan melakukan pengambilan contoh darah ulang,
penurunan konsentrasi obat dalam plasma dari waktu ke waktu dapat diukur
(misalnya pengukuran kecepatan eliminasi ). Sering konsentrasi akan menurun
secara permulaan. Pada keadaan ini akan didapatkan kurva yang dikenal dengan
eksponensial yang bermakna pada saat pemberian obat, fraksi konstan dari obat yang
beredar segera mengalami eliminasi.Banyak obat menunjukkan penurunan
konsentrasi plasma secara eksponensial, karena kecepatan ( laju ) dimana obat
menjalani proses eliminasi biasanya sebanding dengan konsentrasi obat dalam
plasma.

( Yahya dan Rizali, 1994 )

Shinta Sari Dewi 091501110

Hubungan dan intensitas efek dalam keadaan sesungguhnya tidaklah


sederhana karena banyak obat bekerja secara kompleks dalam menghasilkan efek .
Efek antihiperensi misalnya; merupakan suatu kombinasi efek terhadap jantung ,
vaskuler dan sistem saraf. Walaupun demikian, suatu kurva efek kompleks dapat
diuraikan kedalam kurva kurva sederhana untuk masing-masing komonennya .
Kurva sederhana ini, bagaimanapun bentuknya, selalu mempunyai empat variabel
yaitu

potensi,

kecuraman

(slope),

efek

maksimal,

dan

variasi

biologik.

(Ganiswara,1995)
Variabel ini relatif tidak penting karena dalam kinil digunakan dosis yang
sesuai dengan potensinya. Hanya, potensi yang terlalu rendah akan merugikan karena
dosis yang diperlukan terlalu besar. Potensi yang terlalu tinggi justru merugikan atau
membahayakan bila obatnya mudah menguap atau mudah diserap melalui kulit.
(Ganiswara,1995)
Efek maksimal adalah respon maksimal yang ditimbulkan oleh obat bila
diberikan pada dosis yang tinggi. Ini ditentukan oleh aktivitas intrinsik obat dan
ditunjukkan dataran( plateu) pada DEC. Tetapi dalam klinik dosis obat dibatasi oleh
timbulnya efek samping, dalam hal ini efek maksimal yang dacapai dalam klinik
mungkin kurang dari efek maksimal yang sesungguhnya . Ini merupaka variabel
yang penting.Misalnya morfin dan aspirin. Berbeda dalam efektifitasnya sebagai
analgetik ; morfin dapat menghilangkan rasa nyeri yang hebat , sedangkan aspirin
tidak Efek maksimal obat tidak selalu berhubungan dengan potensinya .
(Ganiswara,1995)
Efek umunya timbul karena interkasi obat dengan reseptor pada sel sutau
organisme. Interaksi obat dengan resepornya ini mencetuskan perubahan boikomia
dan fisiologi yang merupakan respon khas untuk obat tersebut . Reseptor merupakan
komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting. Pertama
bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh .Kedua bahwa obat tidak
menimbulkan suatu efek baru , tetapi hanya memodulasi efek yang ada.Walau tidak
berarti bagi terapi gen secara umum konsep ini masih berlaku sampai sekarang .
(Ganiswara,1995)

Shinta Sari Dewi 091501110

II.

TUJUAN PERCOBAAN

Untuk mengetahui teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute


pemberian obat

Untuk melihat berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efek yang

ditimbulkan
Untuk menyatakan akibat-akibat praktis pengaruh rute pemberian obat

terhadap efek yang ditimbulkan


Untuk mengenal berbagai efek obat yang diberikan
Untuk menyatakan onset of action berdasarkan rute pemberian obat
Untuk mengetahui pengaruh berat badan terhadap dosis obat yang

diberikan kepada hewan percobaan


Untuk mengetahui pengaruh variasi jenis kelamin terhadap dosis obat

yang diberikan kepada hewan percobaan


Untuk mengetahui pengaruh puasa dan tanpa puasa terhadap respon obat

dengan dosis yang sama


Untuk mengetahui pengaruh dosis obat terhadap respon yang dihasilkan
pada hewan percobaan
Untuk mengetahui nilai LD50 yang diperoleh dari percobaan
Untuk mengetahui nilai ED50 yang diperoleh dari percobaan
Untuk mengetahui nilai indeks terapi yang diperoleh dari percobaan

III.

PRINSIP PERCOBAAN

Shinta Sari Dewi 091501110

Penandaan hewan percobaan dengan memberi tanda berupa garis pada bagian
ekor. Penentuan berbagai rute pemberian obat kepada pasien dilakukan
berdasarkan kondisi dan kemampuan pasien untuk menerima suatu cara
pemberian obat serta bagaimana sifat suatu bahan obat apabila telah masuk ke
dalam tubuh. Pemberian obat melalui intraperitoneal dan per oral dengan dosis
yang berbeda untuk melihat onset of action serta duration of action dari luminal
natrium 0,7 %. Pemberian Luminal Na 0,7 % terhadap mencit dengan
memperhatikan kondisi / variasi biologis seperti jenis kelamin jantan dan betina,
puasa dan tidak puasa, dan berat badan. Pemberian Luminal Natrium 3% dengan
variasi dosis(100,200,400,dan 800 mg/kg BB) secara intraperitonial berdasarkan
berat badan hewan percobaan untuk mengetahui respon obat dan menentukan
indeks terapi dengan selang waktu 90 menit.

IV.

TINJAUAN PUSTAKA

Shinta Sari Dewi 091501110

Keanekaragaman jenis hayati (hewan percobaan) yang dimiliki ataupun


yang dipakai sebagai Animal model oleh suatu laboratorium medis baik itu dibidang
farmasi, phisiologi, ekologi, mikrobiologi, virologi, radiobiologi, kanker, biologi dan
sebagainya di negara manapun merupakan suatu "modal dasar" dan "model hidup"
yang mutlak dalam berbagai kegiatan penelitian (riset). Secara definitip hewan
percobaan adalah yang digunakan sebagai alat penilai atau merupakan "model
hidup"dalam suatu kegiatan penelitian atau pemeriksaan laboratorium baik
medis maupun non medis secara in vivo.
1. Setiap praktikan maupun peneliti yang bekerja dilaboratorium yang
menggunakan hewan percobaan hendaknya (a) mengetahui petunjuk
memelihara dan menggunakan hewan percobaan (b) memahami dasar-dasar
pemeliharaan hewan percobaan.
2. Cara memperlakukan hewan percobaan.Untuk kelinci dan marmut , jangan
sekali kali memegang telinga karena saraf dan pembuluh darah dapat
terganggu. Untuk tikus dan mencit, peganglah pada ekornya tetapi hati-hati
jangan sampai hewan tersebut membalikkan tubuhnya dan mengigit Anda.
Karena itu selain ekornya, pegang juga bagian leher belakang (tengkuk)
dengan ibu jari dan jari telunjuk.
3. Menggunakan kembali hewan yang telah digunakan Untuk menghemat biaya,
bila mungkin diperbolehkan menggunakan hewan percobaan lebih dari sekali.
Walaupun demikian, jika hewan tersebut telah digunakan dalam satu periode
dan obat yang digunakan pada percobaan sebelumnya masih berada dalam
tubuh hewan kemungkinan hasil percobaan berikutnya akan memberikan data
yang tidak benar. Contohnya pemberian barbiturate yang menyebabkan
induksi enzim. Maka dari itu hewan percobaan yang akan digunakan pada
percobaan berikutnya sebaiknya berselang waktu minimal 14 hari.

Memberi kode/ tanda hewan percobaan

Seringkali digunakan untuk mengidentifikasi hewan yang terdapat dalam satu


kelompok/ kandang, sehingga memudahkan membedakannya. Gunakan larutan asam
pikrat 10 % dalam air dan sebuah sikat atau kuas.

Memberi makan hewan percobaan

Shinta Sari Dewi 091501110

1.

Hewan percobaan biasanya memberikan hasil dengan deviasi yang besar


dibandingkan dengan percobaan in vitro karena adanya variasi biologis. Untuk
menjaga agar variasi tersebut minimal, hewan-hewan yang mempunyai spesies yang
sama atau strain yang sama, usia yang sama dan jenis kelamin yang sama, dipelihara
pada kondisi yang sama pula.

2. Hewan percobaan harus diberi makan sesuai dengan makanan standar untuknyadan
diberi minum.
3.

Untuk mengurangi variasi biologis, hewan harus dipuasakan semalam sebelum


percobaan dimulai. Dalam hal ini hanya diperbolehkan untuk diberi minum.

1.

Memusnahkan hewan percobaan

Cara terbaik untuk membunuh hewan dengan memberikan suatu anastetik over dosis.
Injeksi barbiturat (Na.pentobarbital 300 mg/ml) secara I.V untuk kelinci dan anjing.
Secara I.P untuk marmut, tikus dan mencit atau dengan inhalasi menggunakan
kloroform, CO2, nitrogen dll dalam wadah tertutup untuk semua jenis hewan.

2. Hewan disembelih, kemudian dimasukkan dalam kantong plastic dan dibungkus lagi
dengan kertas diletakkan didalam tas plastic, ditutup dan disimpan dalam lemari
pendingin atau langsung diabukan.

1.

Pemberian obat pada hewan percobaan

Pemberian Per Oral


Hal ini dilakukan dengan bantuan jarum suntik yang ujungnya tumpul atau berbentuk
bola (spoit oral). Spoit oral dimasukkan kedalam mulut , secara pelan-pelan melalui
langit-langit kearah belakang esophagus, kemudian cairan dimasukkan. Jika terasa
ada hambatan mungkin melukai saluran nafas. Maka dari itu jarum di tarik dan
dimasukkan kembali hingga tak ada hambatan.

2.

Pemberian Intra Peritoneal


Penyuntikan pada bagian perut dimana jarum disuntikkan dengan kemiringan 30-45
derajat dengan abdomen agak kegaris tengah.
Volume maksimum larutan obat yang diberikan pada hewan

Shinta Sari Dewi 091501110

Jenis hewan dan BB


Mencit (20-30 g)
Tikus (100 g)
Hamster (50 g)
Marmut (250 g)
Merpati (300 g)
Kelinci (2,5 kg)
Kucing (3 kg)
Anjing (5 kg)

Cara pemberian dan volume maksimum dalam mililiter


i.v
i.m
i.p
s.c
p.o
0,5
0,05
1,0
0,5-1,0
1,0
1,0
0,1
2,0-5,0
2,0-5,0
5,0
0,1
1,0-5,0
2,5
2,5
0,25
2,0-5,0
5,0
10,0
2,0
0,5
2,0
2,0
10,0
5,0-10,0
0,5
10,0-20,0 5,0-10,0 20,0
5,0-10,0
1,0
10,0-20,0 5,0-10,0 50,0
10,0-20,0 5,0
20,0-50,00 10,0
100,0

Keterangan : didistribusikan kedaerah yang lebih luas


BB

bobot badab

i.v

Intra Vena

i.m

Intra Muscular

i.p

Intra Peritoneal

s.c

Sub Kutan

p.o

Per Oral

Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan


(Untuk Konversi Dosis)
Hewan

Mencit Tikus

Marmut Kelinci Kucing

Kera

Anjing

Manusia

dan BB 20 g

200 g

400 g

1,5 kg

2 kg

4 kg

12 kg

70 kg

rata-rata
Mencit 1,0

7,0

12,29

27,8

28,7

64,1

124,2

387,9

20 g
Mencit

1,0

1,74

3,9

4,2

9,2

17,8

60,5

20 g
Marmut 0,08

0,57

1,0

2,25

2,4

5,2

10,2

31,5

400 g
Kelinci 0,04

0,25

0,44

1,0

1,06

2,4

4,5

14,2

1,5 kg
Kucing 0,03

0,23

0,41

0,92

1,0

2,2

4,1

13,0

2 kg
Kera

0,11

0,19

0,42

0,45

1,0

1,9

6,1

0,14

0,016

4 kg

Shinta Sari Dewi 091501110

Anjing

0,008

0,06

12 kg
Manusi 0,0026 0,018

0,10

0,22

0,24

0,52

1,0

3,1

0,031

0,07

0,76

0,16

0,32

1,0

a 70 kg
Cara mempergunakan tabel :
Bila diinginkan dosis absolute pada manusia dengan BB 70 kg dari data dosis pada
anjing 10 mg/kg (untuk anjing dengan bobot 12 kg), maka lebih dahulu dihitung
dosis absolute pada anjing, yaitu (10 12) mg = 120 mg.
Dengan mengambil factor konversi 3,1 dari table diperoleh dosis untuk manusia =
(120 3,1) mg = 372 mg.
Dengan demikian dapat diramalkan efek farmakologis suatu obat yang timbul pada
manusia dengan dosis 382 mg / 70 kg BB adalah sama dengan yang timbul pada
anjing dengan dosis 120 mg/ 12 kg BB, dari obat yang sama.
Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang
khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan laboratorium
tersebut digunakan sebagai model untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat
pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana ke
ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian ini,
yaitu: mencit, tikus, kelinci, dan kera.
Untuk memegang mencit yang akan diperlakukan (baik pemberian obat
maupun pengambilan darah) maka diperlukan cara-cara yang khusus sehingga
mempermudah cara perlakuannya. Secara alamiah mencit cenderung menggigit bila
mendapat sedikit perlakuan kasar. Pengambilan mencit dari kandang dilakukan
dengan mengambil ekornya kemudian mencit ditaruh pada kawat kasa dan ekornya
sedikit ditarik. Cubit kulit bagian belakang kepala dan jepit ekornya (Lihat gambar 1)

10

Shinta Sari Dewi 091501110

(Anonim, 2007)
Untuk pemberian obat atau senyawa lain pada mencit:
1. Secara oral: (a) dicampur dengan makanan atau minuman dan
biasanya dilakukan kalau perlakuan untuk jangka waktu lama. Namun cara ini paling
tidak teliti dan kalau senyawa yang diberikan berbau atau menyebabkan rasa tidak
enak pada makanan atau minuman sehingga konsumsi makanan dan minuman sangat
berkurang hingga dosis obat juga berkurang. (b) dengan jarum khusus, ukuran 20 dan
panjang kira-kira 5 cm untuk memasukkan senyawa lansung ke dalam lambung
melalui esofagus. Jarum ini ujungnya bulat dan berlubang ke samping. Akan tetapi
memakia jarum seperti perlu hati-hati agar dinding esofagus tidak tembus. (c) Cara
paling aman ialah memakai pipa lambung dibuat dari karet atau plastik agak kaku.
Garis tengah pipa itu harus cukup kecil sehingga dapat masuk ke dalam esofagus
mencit. Panjang pipa dapat ditentukan dengan menaksir jarak antara hidung dan
tulang rusuk terakhir. Tetapi masih perlu hati-hati jangan sampai tembus ke esofagus
atau trakea mencit. Kalau pipa semacam ini dipakai dengan spet, dapat diperoleh
dosis pasti dan mudah di ukur.
2. Secara Intravena (IV): dengan cara ini, mencit harus dipegang
sehingga tidak dapat bergerak. Mencit dapat dikuasai dengan meletakkan mencit
dalam tabung plastik cukup besar supaya mencit tidat berputar ke belakang dan
supaya ekornya keluar dari tabung. Sumbat dari kapas diletakkan di belakang mencit
untuk mencegah mencit

bergerak ke belakang. Jarum kecil yang digunakan

berukuran 28 gauge, panjang 0,5 cm dan di suntikkan dilakukan pada vena lateralis
ekor. Cara ini sukar tetapi sedikit lebih mudah kalau mencit dihangatkan terlebih
dahulu. Tetapi kalau kulit mencit berpigmen cara ini hampir tidak mungkin karena

11

Shinta Sari Dewi 091501110

venanya kecil dan sukar dilihat meskipun mencit berwarna putih. Pemakaian cara ini
perlu banyak latihan agar berhasil baik.
3. Secara Intraperitoneal (IP): cara memegang mencit untuk
menyuntik dengan car ini sama dengan cara IM, jadi dinding abdomen ditegangkan.
Teknik penyuntikan dan jarum yang dipakai juga sama dengan cara mengambil
cairan asites. Suntikan di lakukan di daerah abdomen di antara cartilago xiphoidea
dan symphysis pubis. Perlu hati-hati agar jarum tidak masuk ke dalam kandung
kencing atau usus. Kalau sampai terjadi demikian, sering menyebabkan respon yang
sangat bervariasi dalam satu kelompok hewan lebih-lebih dengan anestetika.
( John B.Smith, 1988)
Pemberian obat peroral merupakan cara pemberian obat yang paling
umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Kerugiannya adalah banyak
faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya, obat dapat mengiritasi saluran
pencernaan, dan perlu kerja sam dengan penderita, tidak bisa dilakukan bila pasien
koma. Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif,
karena itu absorpsi mudah terjadi bila obat dalam bentuk non ion dan mudah larut
dalam lemak. Absorpsi obat di usus halus selalu jauh lebih cepat dibandingkan di
lambung karena permukaan epitel usus halus jauh lebih luas di bandingkan dengan
epitel lambung. Selain itu epitel lambung tertutup lapisan mukus yang tebal dan
mempunyai tahanan listrik yang tinggi. Oleh karena itu, peningkatan kecepatan
pengosongan lambung biasanya akan meningkatkan kecepatan absorpsi obat dan
sebaliknya. Akan tetapi, perubahan dalam kecepatan pengosongan lambung atau
motilitas saluran cerna biasnya tidak mempengaruhi jumlah obat yang diabsorpsi
atau yang mencapai sirkulasi sistemik, kecuali pada 3 hal berikut:
1. Obat yang diabsorpsinya lambat karena sukar larut dalam cairan usus
( misalnya digoksin, difenihidantoin, prednison ) memerlukan waktu transit dalam
saluran cerna yang cukup panjang untuk kelengkapan absorpsinya.
2. Sediaan salut enterik atau sediaan lepas lambat yang absorpsinya
iasany kurang baik atau inkonsisten akibat perbedaan penglepasan obat di
lingkunagn berbeda, memerlukan waktu transit yang lama dalam usus untuk
meningkatkan jumlah yang diserap.

12

Shinta Sari Dewi 091501110

3. Pada obat-obat yang mengalami metabolisme di saluran cerna,


misalnya Penicillin G dan eritromisin oleh asam lambung, levodopa dan
klorpromazin oleh enzim dinding saluran cerna, pengosongan lambung dan transit
gastrointestinal yang lambat akan mengurangi jumlah obat yang diserap untuk
mencapai sirkulasi sistemik.
Keuntungan pemberian obat secara suntikan (parenteral) ialah :
1. Efeknya timbul lebih cepat dan teratur di bandingkan dengan
pemberian oral.
2. Dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar,
atau muntah-muntah
3. Sangat berguna dalam kedaan darurat.
Kerugian nya ialah dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, ada
bahaya penularan hepatitis serum, sukar dilakukan sendiri oleh penderita, dan tidak
ekonomis.
Pemberian intravena (IV) tidak mengalami tahap absorpsi, maka kadar
obat dalam darah diperoleh secara cepat dan tepat dan dapat disesuaikan lansung
dengan respons penderita. Suntikan intrapeitoneal tidak dilakukan pada manusia
karena bahaya infeksi dan adesi terlalu besar.

( Ian Tanu, 1995 )

Respons individu-individu terhadap suatu obat bisa sangat bervariasi;


sesungguhnya, seorang individu dapat memberikan respons yang berlainan terhadap
obat yang sama pada saat-saat yang berbeda selama masa pengobatan. Kadangkala,
penderita menunjukkan respons yang bersifat idiosinkrasi, yaitu suatu respons yang
jarang terlihat pada kebanyakan penderita. Respon idiosinkrasi tersebut biasanya
disebabkan oleh perbedaan genetik dalam metabolisme obat atau mekanisme obat
imonologik, termasuk reaksi-reaksi alergi.
Variasi kuantitatif dalam respons obat bisanya lebih sering dan lebih
penting dalam klinik: Seorang individu disebut hiporeaktif atau

hiperreaktif

terhadap suatu obat di mana intensitas efek suatu obat dengan dosis tertentu
berkurang atau bertambah bila dibandingkan dengan efek yang terlihat pada
kebanyakan individu.
(Catatan: Istilah hipersensitivitas dimaksudkan dengan respons alargik
atau imonologik terhadap obat-obat). Dengan beberapa obat, intensitas respons dari

13

Shinta Sari Dewi 091501110

pemberian obat bisa berubah selama masa terapi; dalam hal ini, respons biasanya
menurun sebagai akibat pemberian obat yang terus-menerus, menghasilkan suatu
keadaan yang relatif toleransi pada efek obat. Apabila respons obat berkurang secara
cepat setelah pemberian suatu obat, respons tersebut dikatakan sebagai takifilaksis.
Pengaruh klinis umum dari keanekaragaman individu dalam respons obat
adalah jelas: Si dokter harus siap untuk mengubah dosis obatnya atau mengubah
pilihan obatnya, tergantung pada respons yang terlihat pada penderita tersebut.
Bahkan sebelum memberikan dosis pertama dari suatu obat, dokter harus
mempertimbangkan faktor-faktor yang mungkin membantu dalam meramalkan
tujuan dan tingkat variasi-variasi yang mingkin dalam respons obat. Ini meliputi
kecenderungan suatu obat tertentu untuk menghasilkan toleran atau takifilaksis,
demikian pula efek dari umur, seks, ukuran tubuh, keadaan penyakit, dan pemberian
obat-obat lain secara stimultan.

( Katzung, 2001 )

Percobaan dengan kelompok hewan yang homogen (jenis kelamin, berat,


dll) memungkinkan pengamatan reaksi semua bentuk sediaan (fisik, kimia) pada
setiap individu. Hal yang sama juga terjadi pada manusia, yang mena efek suatu obat
tidak selalu tetap. Pemberian suatu sediaan obat pada seorang individu dan dengan
posologi yang sama kadang-kadang memberikan kadar obat dalam darah yang
beragam.
Perbedaan tersebut dapat terjadi karena; (1) penyebab endogen yang
sangat erat berhubungan dengan genetik, atau keadaan fisiologik, yamg berkaitan
dengan fungsi dari berbagai organ tubuh, misalnya sistem persarafan, peredaran
darah, endokrin dan pencernaan; dan (2) Penyebab eksogen yang tergantung pada
lingkungannya. Jumlah zat aktif yang mencapai reseptor spesifik ternyata sangat
sedikit dibandingkan dosis pemberian.

Dengan demikian dapat dimengerti bila

faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai fase farmakokinetik, penyerapan, difusi,


perubahan dan peniadaan juga dapat mempengaruhi aksi farmakologik yang
diharapkan. Berbagai variasi efek yang timbul mengalami perubahan. Semua faktor
genetik, fisiologik, patologik dan lingkungan merupakan faktor penting yang tidak
dapat diabaikan pada pengambilan keputusan aturan terapeutik.

14

Shinta Sari Dewi 091501110

Setelah memeriksa penderita dan menetapkan terapi, pada waktu


menyerahkan resep seorang dokter itu hendaknya menerangkan dengan jelas kepada
penderita;
(1) Garis besar uraian penyakit yang dideritanya;
(2) Apa yang diharapkan oleh penderita dari pengobatannya itu;
(3) Bagaimana obat yang diberikan mempengaruhi proses penyakitnya;
(4) Mengapa penyakit itu membutuhkan pengobatan yang kontinu; dan
(5) Kepatuhan penderita dalam menggunakan obat.
Pengaruh faktor fisiologik seperti perbedaan spesies terhadap obat
pembius atau senyawa toksik, spesies hewan mempunyai perilaku yang sangat
beragam.

(Joenoes, 2002)
Hubungan dan intensitas efek dalam keadaan sesungguhnya tidaklah

sederhana karena banyak obat bekerja secara kompleks dalam menghasilkan efek .
Efek antihiperensi misalnya; merupakan suatu kombinasi efek terhadap jantung ,
vaskuler dan sistem saraf. Walaupun demikian, suatu kurva efek kompleks dapat
diuraikan kedalam kurva kurva sederhana untuk masing-masing komonennya .
Kurva sederhana ini, bagaimanapun bentuknya, selalu mempunyai empat variabel
yaitu potensi, kecuraman (slope), efek maksimal, dan variasi biologik.
Potensi menunjukkan rentang dosis obat yang menimbulkan efek.
Besarnya ditentukan oleh :
1. Kadar obat yang mencapai reseptor, yang tergantung dari sifat
farmakokinetik obat
2. Afinitas obat terhadap reseptornya.
Variabel ini relatif tidak penting karena dalam kinil digunakan dosis yang
sesuai dengan potensinya. Hanya, potensi yang terlalu rendah akan merugikan karena
dosis yang diperlukan terlalu besar. Potensi yang terlalu tinggi justru merugikan atau
membahayakan bila obatnya mudah menguap atau mudah diserap melalui kulit
Efek maksimal adalah renponmaksimal yang ditimbulkan oleh obat bila
diberikan pada dosis yang tinggi. Ini ditentukan oleh aktivitas intrinsik obat dan
ditunjukkan dataran( plateu) pada DEC. Tetapi dalam klinik dosis obat dibatasi oleh
timbulnya efek samping, dalam hal ini efek maksimal yang dacapai dalam klinik
mungkin kurang dari efek maksimal yang sesungguhnya . Ini merupaka variabel

15

Shinta Sari Dewi 091501110

yang penting.Misalnya morfin dan aspirin. Berbeda dalam efektifitasnya sebagai


analgetik ; morfin dapat menghilangkan rasa nyeri yang hebat , sedangkan aspirin
tidak . Efek maksimal obat tidak selalu berhubungan dengan potensinya.
Efek umunya timbul karena interkasi obat dengan reseptor pada sel sutau
organisme. Interaksi obat dengan resepornya ini mencetuskan perubahan boikomia
dan fisiologi yang merupakan renpon khas untuk obat tersebut . Reseptor merupakan
komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep penting. Pertama
bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh .Kedua bahwa obat tidak
menimbulkan suatu efek baru , tetapi hanya memodulasi efek yang ada.Walau tidak
berarti bagi terapi gen secara umum konsep ini masih berlaku sampai sekarang
.Setiap komponen makromolekul komponen dapat berperan sebagai reseptor
obat.Tetapi sekelompok reseptor obat tertentu , juga berperan sebagai reseptor untuk
ligand endogen (hormon,neutransmitor,).Substansi yang efeknya mempunyai
senyawa endogen disebut agonis.Sebaliknya senyawa yang tidak mempunyai
aktivitas intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis ditempat
ikatan agonis disebut antagonis.
(Ganiswara, 1995)
Suatu agonis didefenisikan sebagai suatu bat yang dapat mengikat suatu
reseptor dan menimbulkan respons. Besarnya efek obat tersebut tergantung kepada
konsentrasinya pada tempat reseptor yang ditentukan oleh dosis obat yang diberikan
dan oleh faktor-faktor khusus dari obat tersebut, seperti kecepatan absorbsi distribusi
dan metabolisme.Efek dari suatu obat palig mudah dianalisis dengn membuat grafik
besarnya respons versus log dosis obat tersebut, sehingga didapatkan suatu kurva
respons-dosis bertingkat.
1. Efikasi : Efikasi adalah respons maksimal yang dihasilkan oleh suatu
obat. Efikasi tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang terbentuk dan
efisiensi reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan suatu kerja selular. Efikasi
analog dengan kecepatan maksimal suatu reaksi yang dikatalisis enzim [ Catatan :
Suatu persenyawaan bisa reseptor tanpa menghasilkan suatu respons. Persenyawaan
ini disebut mempunyai efikasi nol dan bisa bekerja sebagai suatu antagonis ].
2. Potensi : Potensi, juga disebut konsentrasi dosis efektif adalah suatu
ukuran berapa banyak obat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respons tertentu.

16

Shinta Sari Dewi 091501110

Makin rendah dosis

yang dibutuhkan untuk suatu respons yang diberikan, makin

poten obat tersebut. Potensi paling sering dinyatakan sebagai dosis obat yang
memberikan 50 % dari respons maksimal ED 50 . Obat dengan suatu ED

50

yang

rendah lebiuh poten daripada obat dengan ED 50 yang lebih besar. Afinitas ( K d )
suatu reseptor untuk obat merupakan suatu faktor yang penting dalam menentukan
potensi. Tetapi, efikasi lebih penting daripada potensi karena terpusat pada efektivitas
obat. (Misalnya , suatu obat yang lebih poten tidak bisa mencapai reseptornya dalam
konsentrasi yang cukup akibat beberapa keadaan patologik).
3. Slope kurva dosis-respons : Slope daripada bagian tengah suatu kurva
dosis-respons bervariasi dari satu obat ke obat lainnya. Suatu slope yang curam
menunjukkan bahwa suatu peningkatan dosis yang kecil menghasilkan suatu
perubahan besar dalam respons.
Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan
toksisitas dengan dosis yang menghasilkan suatu respons yang efektif dan diinginkan
secara klinik dalam suatu populasi individu.
Indeks terapeutik = dosis toksis / dosis efektif
Jadi, indeks terapeutik merupakan suatu ukuran keamanan obat karena
nilai yang besar menunjukkan bahwa terdapat suatu batas yang luas / lebar di antara
dosis-dosis yang efektif dan dosis-dosis yang toksik.

(Mycek, 2001)

Dosis obat harus diberikan pada pasien untuk menghasilkan efek yang
diharapkan tergantung dari banyak faktor, antara lain usia, bobot badan, kelamin,
besarnya permukaan badan, beratnya penyakit dan keadaan daya tangkis penderita.
Takaran pemakaian yang dibuat dalam Farmakope Indonesia dan
farmakope negara-negara lain hanya dimaksudkan sebagai pedoman saja. Begitu
pula dosis maksimal (MD), yang bila dilampaui dapat mengakibatkan efek toksis,
bukan merupakan batas yang harus mutlek ditaati. Dosis maksimal dari banyak obat
dimuat di semua farmakope, tetapi kebiasaan ini sudah ditinggalkan oleh Farmakope
Eropa dan negara-negara Barat, karena kurang adanya kepastian mengenai
ketepatannya, antar lain berhubung dengan variasi biologi dan faktor-faktor tersebut
di atas. Sebagai gantinya, kini digunakan dosis lazim, yaitu dosis rata-rata yang
biasanya lazim memberikan efek yang diionginkan.

17

Shinta Sari Dewi 091501110

Hampir semua obat pada dosis yang cukup besar menimbulkan efek
toksis (=dosis toksis, TD) dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian (=dosis
letal, LD). Dosis terapeutis adalah takaran di mana obat menghasilkan efek yang
diiginkan.
Untuk menilai keamanan dan eg\fek suatu obat, di dalam laboratorium
farmakologi dilakukan penelitian menggunakan binatang percobaa. Yang ditentukan
adalah khusus ED50 dan LD50, yaitu dosis yang masing-masing memberiakan efek
atau yang mematikan 50% dari jumlah binatang.
Indek terapi meruipakan perbandingan antara kedua dosis itu, yang
merupakan suatu ukuran keamanan obat. Semakin besar indeks terapi, semakin aman
penggunaan penggunaan obat tersebut. Tetapi, hendaknya diperhatikan bahwa indeks
terapi ini tidak dengan begitu saja dapat dikolerasikan terhadap manusia, seperti
sen\mua hasil percobaan dengan binatang, karena adanya perbedaan metabolisme.
Luas terapi adalah jarak antara LD50 dan ED50, juga dinamakan jarak
keamanan (safety margin). Seperti indeks terapi, luas terapi berguna pula sebagai
indikasi untuk keamanan obat., terutama untuk obat yang digunakan secara kronis.
Obat dengan luas terapi kecil, yaitu dengan selisih kecil antara dosis terapi dan dosis
toksisnya, mudah sekali menimbulkan keracunan bila dosis normalnya dilampaui
misalnya antikoagulansi kumarin, fenitoin, teofilin, litium karbonat dan tolbutamid.
(Tjay & Rahardja, 2002)
Pada skema terapeutik, efek farmakologik suatu obat hanya tergantung
pada bentuk bebasnya. Suatu senyawa dengan ikatan plasmatik yang kuat semula
menjenuhkan tempat ikatan sambil melepaskan dosis awal, dan selanjutnya
menjamin dosis-rawat sesuai dengan fraksi bebas yang dilepaskan. Hal ini yang
diterapkan untuk pengobatan dengan fenilbutazon, atau antikoagulan.
Interaksi obat sebagai akibat terjadinya ikatan plasmatic pada obat
tertentu dapat menyulitkan langkah berikutnya. Ikatan plasmatic tersebut tidak
spesifik, beberapa molekul dapat memiliki suatu afinitas pada protein yang sama
dengan titik tangkap protein yang sama. Hal tersebut menimbulkan terjadinya
persaingan antara molekul-molekul untuk menduduki titik tangkap. Molekul yang
mempunyai ikatan protein yang paling stabil akan menyingkirkan molekul lain dari
tempat ikatannya dan hal ini meningkatkan jumlah bentuk bebasnya.

18

Shinta Sari Dewi 091501110

Penyebaran dan peniadaan suatu zat aktif baik karena metabolisme dan
atau pengeluaran serta reaksi farmakologik in vivo, dipengaruhi oleh keadaan fisiopatologik organ penerima pada respon yang teramati, dan oleh parameter aktivitas
teraupetik yang sulit atau bahkan tidak mungkin ditetapkan. Pada penderita yang
sama, parameter yang sejenis relative tepat namun penggunaan suatu obat secara
terus menerus dapat perubahan karakteristik kimia atau farmasetik. Dengan kata lain
bila zat aktif masuk ked al;am tubuh maka efek teraupetiknya terutama tergantung
pada organ penerima.
Sebaliknya, perbedaan dalam cara pemberian, sifat fisiko-kimia zat dan
teknologi pembuatan sediaan obat dapat memberikan efek yangt berbeda. Perbedaan
tersebut tergantung pada merek dagang obat dan hal tersebut terutama mempengaruhi
kesetaraan kimia dan kesetaraan farmasetik. Walaupun pengaruhnya pada kesetaraan
biologic tidak nyata, namun dapat mengakibatkan efek terapeutik yang berbeda.
Sedangkan kesetaraan kimia adalah kesetaraan dari dua obat yang diberikan dengan
cara dan dosis zat aktif yang sama, sedangkan kesetaraan farmasetimk adalah
kesetaraan antara dua bentuk sediaan yang sama dengan zat aktif dan dosis lazim
yang sama.

(Aiache, 1993)
Ikatan obat dengan reseptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan lemah

(ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, Van der Waals, mirip ikatan antara substrat dengan
enzim, jarang terjadi ikatan kovalen. Ini hanya berlaku untuk satu efek. Jika efek
yang diamati merupakan gabungan beberapa efek, maka log DEC nya dapat
bermacam-macam bentuknya. Tetapi untuk masing-masing efek tersebut, log DEC
umumnya berbentuk sigmoid.
Potensi menunjukkan kisaran dosis obat yang menimbulkan efek.
Besarnya ditentukan oleh:
1. Kadar obat yang mencapai reseptor, yang tergantung dari sifat-sifat
farmakokinetik obat.
2. Afinitas obat terhadap reseptornya.
Variabel ini relatif tidak penting karena dalam klinik digunakan dosis
yang sesuai dengan potensinya. Hanya, jika potensi yang diperlukan terlalu rendah,
akan merugikan karena dosis yang diperlukan terlalu besar. Potensi yang terlalu

19

Shinta Sari Dewi 091501110

tinggi justru merugikan atau membahayakan jika obatnya mudah menguap atau
mudah diserap melalui kulit.
Hubungan antara kadar atau dosis obat dengan besarnya efek terlihat
sebagai kurva dosis-intensitas efek yang berbentuk hiperbola. Jika dosis dalam log,
maka hubungan antara log dosis dengan besarnya efek terlihat sebagai kuva log
dosis-intensitas efek yang berbentuk sigmoid.
Untuk menimbulkan efek obat dengan intensitas tertentu pada populasi
diperlukan satu kisaran dosis. Jika dibuat distribusi frekuensi dari individu yang
responsif (dalam %) pada kisaran dosis tersebut (dalam log dosis), maka akan
diperolaeh kurva distribusi normal. Jika distribusi frekuensi tersebut dibuat kumulatif
maka akan diperoleh kurva berbentuk sigmoid yang disebut kurva log dosis-persen
responsif (log dose-percent curve = log DPC). Oleh karena respons pasien di sini
bersifat kuantal (all or none), maka kurva sigmoid ini disebut juga kurva log dosisefek kuantal (quantal log dose-effect curve = loq DEC kuantal). Jadi log DPC
menunjukkan variasi individual dari dosis yang diperlukan untuk menimbulkan suatu
efek tertentu.
Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50 % individu disebut dosis
terapi median atau dosis efektif median ( ED50 ). Dosis letal median ( LD50 ) ialah
dosis yang menimbulkan kematian pada 50 % individu, sedangkan TD50 ialah dosis
toksik 50 %.
Dalam studi farmakodinamik di laboratorium, indeks terapi suatu obat
dinyatakan dalam rasio berikut :
Indek terapi = TD50/ED50 atau LD50/ED50
Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua tanpa menimbulkan efek
toksik pada seorangpun pasien. Oleh karena itu,
Indeks terapi = TD1/ED99 adalah lebih tepat dan untuk
obat ideal = TD1/ED99 1
Akan tetapi, nilai-nilai ekstrim tersebut tidak dapat ditentukan dengan
teliti karena letaknya di bagian kurva yang melengkung dan bahkan hampir
mendatar.

V.

(Setiawati dkk, 2007)

METODE PERCOBAAN

20

Shinta Sari Dewi 091501110

5.1 ALAT DAN BAHAN


5.1.1. ALAT
-

Timbangan elektrik

Oral sonde

Spuit 1 ml

Alat suntik 1 ml

Stopwatch

Beaker glass 25 ml

Erlenmeyer 10 ml

Spidol permanen

5.1.2. BAHAN
-

Mencit 5 ekor

Aquadest

Luminal Na konsentrasi 0.7%

Luminal Na kosentrasi 3 %

5.2 PROSEDUR PERCOBAAN


1. Penandaan Hewan
-

dipegang ujung ekor mencit dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki
depan berpaut pada kawat kasa dari kandang

ditandai ekor mencit dengan spidol permanent

diletakkan di atas timbangan elektrik

dicatat berat mencit

2. Persiapan Hewan
-

dipegang ujung ekor dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki depan
terpaut pada kawat kasa dari kandang

dipegang kulit kepala sejajar dengan telinga mencit dengan


menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri

ditukarkan pegangan ekor dari tangan ke jari kelingking kiri supaya


mencit itu dapat dipegang dengan sempurna.mencit siap untuk
disuntik.

21

Shinta Sari Dewi 091501110

3. Per Oral
- Ditimbang berat mencit.
- Ditandai mencit dengan menggunakan spidol pada ekornya.
- Dihitung dosis pemberian.
- Dipegang tengkuk mencit.
- Diselipkan jarum oral yang telah berisi obat dengan dosis 90mg/kgBB
berdekatan dengan langit-langit dan didorong hingga masuk ke
esofagus.
- Didesak larutan obat keluar dari alat suntik.
- Diamati efek obat yang terjadi selama 90 menit.
- Diulangi perlakuan yang sama dengan dosis obat 80 mg/kgBB.
4. Intraperitoneal
- Ditimbang berat mencit.
- Ditandai mencit dengan menggunakan spidol pada ekornya.
- Dihitung dosis pemberian.
- Dipegang tengkuk mencit dengan tangan kiri sehingga ibu jari
melingkar dibawah rahang hingga posisi abdomen lebih tinggi dari
-

kepala.
Disuntikkan larutan obat dengan dosis 90 mg/kgBB pada bagian

bawah abdomen dengan cepat.


- Dilakukan percobaan kontrol dengan pemberian aquadest.
- Diamati efek obat yang terjadi selama 90 menit.
- Diulangi perlakuan yang sama dengan dosis obat 80 mg/kgBB.
5. Pengaruh Variasi Biologi
1.Hewan ditimbang dan ditandai
2.Dihitung dosis dengan pemberian
Mencit I

: berat badan 25,8 g luminal 0,7 % dosis 50 mg / kg BB (I.P)

Mencit II : berat badan 35,6 g luminal 0,7 % dosis 50 mg / kg BB


(I.P)
Mencit III : puasa, luminal 0,7 % dosis 50 mg / kg BB (I.P)
Mencit IV : tanpa puasa, luminal 0,7 % dosis 50 mg / kg BB (I.P)
Mencit V : jantan, luminal 0,7 % dosis 50 mg / kg BB (I.P)
Mencit VI : betina, luminal 0,7 % dosis 50 mg / kg BB (I.P)
3.

Diamati dan dicatat respon yang terjadi selang waktu 10 menit


selama 90 menit.

4. Dibuat grafik jumlah geliat vs waktu.


6.

Dosis,Respon, dan Indeks Terapi

22

Shinta Sari Dewi 091501110

- dipegang tengkuk mencit sedemikian rupa dengan tangan kiri sehingga


ibu jari melingkar di bawah rahang sehingga posisi abdomen lebih
tinggi dari kepala
- disuntikkan Luminal Na 3 % dosis 100,200,400,dan 800 mg/kg BB
pada bagian bawah tengah abdomen dengan cepat diamati efek obat
yang terjadi selang waktu 10 menit selama 90 menit dan dibuat grafik
respon vs waktu.

VI . PERHITUNGAN, DATA, GRAFIK DAN PEMBAHASAN


6.1 PERHITUNGAN DOSIS
Rute Pemberian Obat
- Mencit I (intraperitoneal)
Berat mencit = 26 g
Kontrol aquadest 1% BB
Jumlah larutan yang disuntikkan = 1

x 26 g = 0.26 ml

100

23

Shinta Sari Dewi 091501110

- Mencit II (intraperitoneal)
Berat mencit = 34 g
Dosis luminal Na = 80 mg/kg BB
konsentrasi obat = 0.7%
Jumlah obat yang diberikan = 80 mg/kgBB x 34 g = 2,72mg
1000
Konsentrasi obat dalam 0.7%, berarti = 0.7 g
100 ml

= 700 mg = 7 mg/ml
100 ml

Jumlah larutan yang disuntikkan = 2.72 mg = 0.388 ml


7 mg/ml
Jika dipakai syringe 1 ml = 80 skala, maka
1 skala = 1 : 80 = 0.0125
Jumlah larutan yang disuntikkan = 0.388= 31.04 skala=31 skala
0.0125
- Mencit III (Per Oral)
Berat mencit = 26 g
Dosis luminal Na = 80 mg/kg BB
konsentrasi obat = 0.7%
Jumlah obat yang diberikan = 80 mg/kgBB x 26 g = 2.08 mg
1000
Konsentrasi obat dalam 0.7%, berarti = 0.7 g
100 ml

= 700 mg = 7 mg/ml
100 ml

Jumlah larutan yang disuntikkan = 2.08 mg = 0.297 ml


7 mg/ml
Jika dipakai syringe 1 ml = 80 skala, maka
1 skala = 1 : 80 = 0.0125
Jumlah larutan yang disuntikkan = 0.297 = 23,76 skala= 24 skala

24

Shinta Sari Dewi 091501110

0.0125
- Mencit IV (Intraperitoneal)
Berat mencit = 25,4 g
Dosis luminal Na = 90 mg/kg BB
konsentrasi obat = 0.7%
Jumlah obat yang diberikan = 90 mg/kgBB x 25,4 g = 2.286 mg
1000
Konsentrasi obat dalam 0.7%, berarti = 0.7 g
100 ml

= 700 mg = 7 mg/ml
100 ml

Jumlah larutan yang disuntikkan = 2.286 mg = 0.326 ml


7 mg/ml
Jika dipakai syringe 1 ml = 80 skala, maka
1 skala = 1 : 80 = 0.0125
Jumlah larutan yang disuntikkan = 0.326 = 26,08 skala= 26 skala
0.0125

- Mencit V (oral)
Berat mencit = 25,9 g
Dosis luminal Na = 90 mg/kg BB
konsentrasi obat = 0.7%
Jumlah obat yang diberikan = 90 mg/kgBB x 25,9 g = 2.331 mg
1000
Konsentrasi obat dalam 0.7%, berarti = 0.7 g
100 ml

= 700 mg = 7 mg/ml
100 ml

Jumlah larutan yang disuntikkan = 2.331 mg = 0.333 ml


7 mg/ml

Jika dipakai syringe 1 ml = 80 skala, maka

25

Shinta Sari Dewi 091501110

1 skala = 1 : 80 = 0.0125
Jumlah larutan yang disuntikkan = 0.333= 26,64 skala= 27 skala
0.0125
Pengaruh Variasi Biologi Terhadap Dosis Obat
Mencit I
Berat badan

= 25,8 g

Dosis Luminal Na = 50 mg /kg BB (Intraperitoneal)


Konsentrasi
Dosis (mg)

= 0,7 %
50 mg
=
x berat mencit (g)
1000 g

Konsentrasi 0.7% =

50 mg
1000 g

x 25,8 g = 1,294 mg

0,7 g
100 ml

700 ml
= 7 mg/ml
100 ml

dosis (mg) 1,29


Volume larutan yang disuntikan = 7 mg/ml = 7 = 0.18 ml
7
Mencit II
Berat badan

= 35,6 g

Dosis Luminal Na = 50 mg /kg BB (Intraperitoneal)


Konsentrasi

= 0,7 %
50 mg
Dosis (mg)
=
x berat mencit (g)
1000 g
x 35,6 g = 1,78 mg
0,7mg
g
700 ml
50
Konsentrasi 0.7% =
=
= 7 mg/ml
100
100 ml
1000ml
g
dosis (mg) 1,78
Volume larutan yang disuntikan = 7 mg/ml = 7 = 0.25 ml

Mencit III (tidak puasa)


Berat badan

= 29,4 g

Dosis Luminal Na = 50 mg /kg BB (oral)


Konsentrasi

= 0,7 %
50 mg
1000 g
50 mg
1000 g

26

Shinta Sari Dewi 091501110

Dosis (mg)

x berat mencit (g)


x 29,4 g = 1,47 mg

Konsentrasi 0.7% =

0,7 g
100 ml

700 ml
= 7 mg/ml
100 ml

dosis (mg) 1,47


Volume larutan yang disuntikan = 7 mg/ml = 7 = 0.21 ml
Mencit IV (puasa)
Berat badan

= 28,3 g

Dosis Luminal Na = 50 mg /kg BB (oral)


Konsentrasi
Dosis (mg)

= 0,7 %
=

Konsentrasi 0.7% =

50 mg
1000 g

x berat mencit (g)

50 mg
1000 g

x 28,3 g = 1,415 mg

0,7 g
100 ml

700 ml
= 7 mg/ml
100 ml

dosis (mg) 1,41


Volume larutan yang disuntikan = 7 mg/ml = 7 = 0.20 ml

Mencit V (jantan)
Berat badan

= 25,9 g

Dosis Luminal Na = 50 mg /kg BB (Intraperitoneal)


Konsentrasi
Dosis (mg)

= 0,7 %
50 mg
=
x berat mencit (g)
1000 g

Konsentrasi 0.7% =

50 mg
1000 g

x 25,9 g = 1,295 mg

0,7 g
100 ml

700 ml
= 7 mg/ml
100 ml

27

Shinta Sari Dewi 091501110

dosis (mg) 1,29


Volume larutan yang disuntikan = 7 mg/ml = 7 = 0.18 ml
Mencit VI (betina)
Berat badan

= 25,7 g

Dosis Luminal Na = 50 mg /kg BB (Intraperitoneal)


Konsentrasi
Dosis (mg)

= 0,7 %
50 mg
=
x berat mencit (g)
1000 g

Konsentrasi 0.7% =

50 mg
1000 g

x 25,7 g = 1.285 mg

0,7 g
100 ml

Volume larutan yang disuntikan

700 ml
= 7 mg/ml
100 ml
dosis (mg) 1,28
=
7 mg/ml
7 = 0.18 ml

Dosis,Respon,dan Indeks Terapi


Mencit I
Berat badan

= 23,4 g

Dosis Luminal Na = 100 mg /kg BB (Intraperitoneal)


Konsentrasi

=3 %

Dosis (mg)

100 mg
x berat mencit (g)
1000 g
100 mg
x 23,4 g =2,34 mg
1000 g

Konsentrasi 3%

3g
100 ml

3000 ml
= 30 mg/ml
100 ml

dosis (mg)
Volume larutan yang disuntikan = 30 mg/ml =

2,34
30

= 0,078 ml

Mencit II
Berat badan

= 23,2 g

Dosis Luminal Na = 100 mg /kg BB (Intraperitoneal)


Konsentrasi

=3 %
100 mg
1000 g
100 mg
1000 g

28

Shinta Sari Dewi 091501110

Dosis (mg)

x berat mencit (g)


x 23,2 g =2,32 mg

Konsentrasi 3%

3g
100 ml

3000 ml
= 30 mg/ml
100 ml

dosis (mg)
Volume larutan yang disuntikan = 30 mg/ml =

2,32
30

= 0,077 ml

Mencit III
Berat badan

= 22,9 g

Dosis Luminal Na = 200 mg /kg BB (Intraperitoneal)


Konsentrasi

=3 %

Dosis (mg)

200 mg
x berat mencit (g)
1000 g
200 mg
x 22,9 g = 4,58 mg
1000 g

Konsentrasi 3%

3g
100 ml

3000 ml
= 30 mg/ml
100 ml

dosis (mg)
Volume larutan yang disuntikan = 30 mg/ml =

4,58
30

= 0,15 ml

Mencit IV
Berat badan

= 24,4 g

Dosis Luminal Na = 200 mg /kg BB (Intraperitoneal)


Konsentrasi

=3 %

Dosis (mg)

200 mg
x berat mencit (g)
1000 g
200 mg
x 24,4 g = 4,88 mg
1000 g

Konsentrasi 3%

3g
100 ml

3000 ml
= 30 mg/ml
100 ml

29

Shinta Sari Dewi 091501110

dosis (mg)
Volume larutan yang disuntikan = 30 mg/ml =

4,88
30

= 0,16 ml

Mencit V
Berat badan

= 25,9 g

Dosis Luminal Na = 400 mg /kg BB (Intraperitoneal)


Konsentrasi

=3 %

Dosis (mg)

400 mg
x berat mencit (g)
1000 g
400 mg
x 25,9 g = 10,36 mg
1000 g

Konsentrasi 3%

3g
100 ml

3000 ml
= 30 mg/ml
100 ml

dosis (mg)
Volume larutan yang disuntikan = 30 mg/ml =

10,36
= 0,34 ml
30

Mencit VI
Berat badan

= 27 g

Dosis Luminal Na = 400 mg /kg BB (Intraperitoneal)


Konsentrasi

=3 %

Dosis (mg)

400 mg
x berat mencit (g)
1000 g
400 mg
x 27 g = 10,8 mg
1000 g

Konsentrasi 3%

3g
100 ml

3000 ml
= 30 mg/ml
100 ml

dosis (mg)
Volume larutan yang disuntikan = 30 mg/ml =

10,8
30

= 0,36 ml

Mencit VII
Berat badan

= 25,9 g

Dosis Luminal Na = 800 mg /kg BB (Intraperitoneal)


Konsentrasi
Dosis (mg)

=3 %
=

800 mg
x berat mencit (g)
1000 g
800 mg
1000 g
30

Shinta Sari Dewi 091501110

x 25,9 g = 20,72 mg
Konsentrasi 3%

3g
100 ml

3000 ml
= 30 mg/ml
100 ml

dosis (mg)
Volume larutan yang disuntikan = 30 mg/ml =

20,72
= 0,69 ml
30

Mencit VIII
Berat badan

= 22,7 g

Dosis Luminal Na = 800 mg /kg BB (Intraperitoneal)


Konsentrasi

=3 %

Dosis (mg)

800 mg
x berat mencit (g)
1000 g

800 mg
x 22,7 g = 18,16 mg
1000 g
Konsentrasi 3%

3g
100 ml

3000 ml
= 30 mg/ml
100 ml

dosis (mg)
Volume larutan yang disuntikan = 30 mg/ml =

Diketahui :

18,16
= 0,60 ml
30

a untuk ED50 = 2
a untuk LD50 = 2,6
b

= 0,3

pi

ED50

=1

pi

LD50 = 0,75

*ED50
m

= a-b (pi 0,5)


= log 100 0,30 (1-0,5)

31

Shinta Sari Dewi 091501110

= 2 0,3 (0,5)
Log ED50 = 1,85
ED50

= 70,79 mg/kgBB

* LD50
m = a-b (pi 0,5)
= log 400 0,30 (0,75-0,5)
= 2,6 0,30 (0,25)
Log LD50 = 2,525
LD50

= 334,97 mg/kg BB

LD50
Indeks Terapi = ED50

334,97 mg / kgBB
70,79mg / kgBB

= 4,73

6.2 DATA PERCOBAAN


Rute Pemberian Obat
No. PERLAKUAN
1.

Kontrol

10
1.2

20
1.1

30
1.1

WAKTU (MENIT)
40
50
60
1.1
1.1
1.1

1.2

1.1

1.4

1.2

70
1.1

80
1.1

90
1.1

1.1

1.1

1.1

aquadest 1%,
2.

intraperitonial
Luminal Na []

1.4

1.1

0,7%, dosis 80

32

Shinta Sari Dewi 091501110

mg/kgBB,
3.

Intraperitonial
Luminal Na []

1.2

1.1

1.4

1.1

1.1

1.1

1.4

1.3

1.1

1.4

1.4

1.1

1.1

1.2

1.2

1.2

1.2

1.2

1.1

1.1

1.1

1.1

1.1

1.3

1.1

1.1

1.1

0,7%, dosis 90
mg/kgBB,
4.

Intraperitonial
Luminal Na []
0,7%, dosis 80

5.

mg/kgBB, oral
Luminal Na []
0,7%, dosis 90
mg/kgBB, oral

Keterangan :
- 1.1 : Normal
- 1.2 : Reaktif
- 1.3 : Gerak Lambat
- 1.4 : Tidur

Pengaruh Variasi Biologi Terhadap Dosis Obat


No. PERLAKUAN
20
1.3
1.3
1.2

30
1.3
1.4
1.3

WAKTU (MENIT)
40
50
60
1.3
1.3
1.3
1.4
1.3
1.3
1.4
1.2
1.1

70
1.3
1.3
1.1

80
1.3
1.3
1.3

90
1.3
1.3
1.3

1.
2.
3.

Mencit 1 BB
Mencit 2 BB
Mencit 3

10
1.2
1.2
1.2

4.

puasa
Mencit 4 tidak

1.1

1.1

1.3

1.3

1.3

1.3

1.4

1.4

1.4

5.

puasa
Mencit 5

1.2

1.2

1.2

1.2

1.3

1.4

1.4

1.4

1.4

6.

jantan
Mencit 6

1.2

1.2

1.1

1.1

1.1

1.1

1.1

1.1

1.1

betina

33

Shinta Sari Dewi 091501110

Keterangan :
- 1.1 : Normal
- 1.2 : Reaktif
- 1.3 : Gerak Lambat
- 1.4 : Tidur
Dosis,Respon,dan Indeks Terapi
DOSIS
Mg/kg
BB

Jumlah
Hewan

100

200

3
4

NO

Jumlah yang
memberikan
respon

Jumlah hewan yang


memberi respon

pi

efek

mati

ED50

LD50

400

0,5

800

6.3 GRAFIK PERCOBAAN

34

Shinta Sari Dewi 091501110

35

Shinta Sari Dewi 091501110

6.4 PEMBAHASAN
Rute Pemberian Obat
Dari data percobaan diperoleh hasil bahwa mencit 1 tetap pada keadaan
normal setelah di beri aquadest secara intraperitoneal. Pada mencit dosis 80 dan dosis
90 baik secara oral maupun peritoneal diperoleh hasil yaitu pada dosis pemberian
luminal Na yang lebih besar diperoleh respon yang lebih cepat dari dosis yang lebih
kecil.
Dari data hasil percobaan juga diperoleh kesimpulan bahwa pemberian secara
intraperitoneal menghasilkan respon yang lebih cepat dari pemberian per oral. Hal ini
sesuai dengan keterangan yang diperoleh dari buku yaitu keuntungan pemberian
obat secara suntikan salah satunya adalah efeknya dapat timbul lebih cepat dan
teratur dibandingkan dengan pemberian secara per oral.

( Ian Tanu,1995)

36

Shinta Sari Dewi 091501110

Pengaruh Variasi Biologi Terhadap Dosis Obat


Dari hasil percobaan diperoleh bahwa mencit dengan berat badan yang lebih
kecil akan mengalami efek yang lebih cepat, hal ini sesuai dengan teori dimana
seharusnya mencit dengan berat badan yang lebih kecil yang akan mengalami efek
obat yang lebih cepat. Berdasarkan penentuan dosis yang sering digunakan, menurut
Ganiwarna (1995), dimana menurut teori kebanyakan dosis dewasa dikalkulasikan
sekitar berat dewasa, yaitu 150 pon antara umur 16 sampai 65 tahun. Namun,
kebanyakan orang dewasa beratnya tidak mencapai 150 pons. Pada individu kecil
(100 pons), dosisnya harus dikurangi. Pada individu yang lebih besar (200 pon
sampai 300 pons), dosis nya harus ditingkatkan. Bagaimanapun juga pendekatan
dosis seperti ini tidak selalu dapat dijadikan pedoman dikarenakan masih banyaknya
faktor lain yang menentukan.
Pada kondisi puasa, dari percobaan diperoleh bahwa mencit yang tidak diberi
makan selama 18 jam mengalami efek obat . Menurut teori , kebanyakan efek obat
akan bekerja lebih cepat tanpa makanan, karena apabila disertai dengan makanan,
obat akan berinteraksi dengan makanan dan menyebabkan absorpsi dari obat menjadi
lambat. Jenis makanan tipe tertentu dapat membalikkan efek terapi dari suatu obat
dengan meningkatkan absorbsi, menunda absorbsi, dan bahkan dapat mencegah
absorbsi pada pengobatan. Lebih jauh, makanan dapat menyebabkan pasien
merasakan reaksi yang berlawanan. (menurut Mary Kamienski dan Jim Keogh,
2005)
Berdasarkan jenis kelamin, dari hasil percobaan diperoleh bahwa mencit
betina akan mengalami efek obat yang lebih cepat dibandingkan dengan mencit
jantan. Menurut Bertram Katuzung (2001), hal ini disebabkan karena mencit betina
yang memiliki kadar lemak tubuh banyak dan cairan tubuh yang lebih sedikit
dibandingkan dengan mencit jantan sehingga obat obat yang larut dalam air (cairan
tubuh) contohnya luminal Na akan lebih cepat berefek.
Dosis,Respon,dan Indeks Terapi

37

Shinta Sari Dewi 091501110

Pada percobaan, respon dan penentuan indeks terapi Luminal Natrium 3%


yang diujikan pada hewan mencit diperoleh dosis terendah yang memberikan efek
tidur ataupun gerak lambat yaitu 100 mg/kg BB, dosis ini digunakan untuk
menentukan ED 50. Pada peningkatan dosis dengan log interval tertentu yaitu 400
mg/kg BB menunjukkan efek toksik yang dapat dilihat dengan depresi pernafasan
dan pingsannya mencit. Sedangkan peningkatan dosis yang dilakukan sampai 800
mg/kg BB akan memberikan efek letal yang ditandai dengan timbulnya kematian
dari semua hewan percobaan yang diuji. Dari data yang diperoleh indeks terapi
sebesar 4,73 dan ini menunjukkan Luminal Natrium mempunyai range terapi yang
agak lebar.
Menurt Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja (2002) dalam buku Obat-Obat
Penting, senyawa turunan barbiturat seperti Luminal bila digunakan sebagai sedativhipnotika memiliki range terapi yang relatif agak lebar (15-30 mg memberi efek
sedativ dan 100 mg atau lebih memberi efek hipnotik) walaupun tidak seluas range
terapi obat-obat bebas.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 KESIMPULAN
-

Rute pemberian obat yang dilakukan pada percobaan ini antara


lain

per oral dan intraperitoneal . Per oral adalah rute pemberian

melalui mulut masuk ke saluran cerna kemudian diabsorpsi dulu ke


hati sebelum disebarkan ke sirkulasi sistemik. Intraperitoneal
pemberian

obat langsung

ke dalam rongga perut

adalah

dengan posisi

45o dan penyerapan cepat terjadi karena langsung ke pembuluh darah


usus yang memiliki luas

permukaan besar. Pada percobaan yang

dilakukan, pengaruh dari berbagai rute pemberian obat yang diberikan


secara intraperitoneal dan per oral dapat mempengaruhi onset of
action,duration of action-nya.

38

Shinta Sari Dewi 091501110

Pemberian obat secara oral tidak dapat diaplikasikan untuk pasien yang
tidak sadarkan

diri , bioavaibilitasnya

rendah , serta

memerlukan

lag time , sedangkan pada intraperitoneal dapat terjadi bahaya infeksi.


-

Luminal natrium dapat memberikan efek sedatif, hipnosis ,


anastesi, antikonvulsi serta relaksasi otot.

Pada percobaan onset of action yang paling cepat memberikan efek adalah
intraperitoneal lalu per oral.

Untuk mencit dengan variasi biologis :


1) Berat badan : diperoleh hasil bahwa mencit dengan berat badan yang
lebih besar akan mengalami efek obat yang lebih lambat dibandingkan
dengan mencit yang lebih kecil berat badannya
2) Puasa : diperoleh hasil bahwa mencit dengan kondisi puasa tidak
mengalami efek sedaif obat, kemungkinan disebabkan oleh kesalahan
penyuntikan atau pengaturan regime puasa yang tidak ketat
3) Jenis Kelamin : diperoleh hasil bahwa mencit dengan jenis betina akan
mengalami efek obat yang lebih cepat dibandingkan mencit jantan

Pemberian Luminal Na 3 % pada hewan percobaan dengan dosis 400


mg/kg BB efek depresan pada hewan percobaan dengan ditandai gerakan
yang lambat dan tidur selama waktu 90 menit dengan selang waktu 10
menit sedangkan pada dosis 800 mg/kg BB memberikan efek letal pada

mencit.
Dari percobaan didapat bahwa semakin besar dosis obat yang diberikan
kepada hewan percobaan maka akan semakin cepat pengaruh atau

semakin cepat efek farmakologi yang ditimbulkan.


Diperoleh LD50 dalam percobaan sebesar 334,97 mg/kgBB
Diperoleh ED50 dalam percobaan sebesar 70,79 mg/kg BB
Diperoleh Indeks terapi dalam percobaan sebesar 4,73

7.2 SARAN
-

Sebaiknya digunakan obat lain selain luminal natrium agar dapat


dibandingkan efek obat yang satu dengan yang lainnya pada dosis yang
sama

39

Shinta Sari Dewi 091501110

Sebaiknya dalam percobaan juga dilakukan pemberian obat dengan cara


yang lain, misalnya secara intravena

Sebaiknya dalam percobaan juga diujikan pada hewan yang lain, misalnya
tikus atau kelinci sehingga dapat dibandingkan hasilnya

DAFTAR PUSTAKA
Aiache, J. M., (1993), Farmasetika 2 : Biofarmasi, Edisi Kedua, Airlangga
University Press, Surabaya, halaman 89-92
Anonim,(2007), http://medicafarma.blogspot.com/2010/04/penanganan-hewanpercobaan_24.html
Ganiswarna, Sulistia Gan., (1995), Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5, Gaya Baru;
Jakarta, halaman 5-6
Tanu, I., (1995), Farmakologi dan Terapi, Edisi Keempat, Fakutas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, halaman 16-18
Smith, John. B dan Soesanto, M., (1988), Pemeliharaan, Pembiakan, Dan
Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis, UI-Press, Jakarta,
halaman 33-34.

40

Shinta Sari Dewi 091501110

Katzung, Bertram G., (2001), Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi Pertama,
Salemba Medika, Jakarta, halaman 31, 61-62, 54
Mycek, M. J., Harvey, R. A., Champe, P. C., (2001), Farmakologi Ulasan
Bergambar, Edisi Kedua, Widya Medika, Jakarta, halaman 26
Setiawati, A., dkk., (2007), Farmakologi dan Terapi, Edisi Kelima, Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK UI, Jakarta, halaman 17 19
Tjay, T.H. & Rahardja, K., (2002), Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Kedua, Penerbit P.T Elex
Medika Komputindo, Jakarta, halaman 43, 46-47
Yahya dan Rizali. (1994). Pengantar Farmakologi. Jakarta : PT Pustaka
Widyasarana. Hal 28 30

41

Anda mungkin juga menyukai