adalah 0,566 ppb. Konsentrasi di sampel air lebih rendah dibandingkan konsentrasi di sampel
tanah juga dapat disebabkan karena kemampuan menguap heptaklor di air lebih tinggi
dibandingkan kemampuan menguapnya di tanah. Selain melalui proses penguapan, heptaklor
dapat hilang dari tanah dan air dengan proses hidrolisis. Heptaklor dapat terhidrolisis menjadi
1-hidroksilklordan dan heptaklor epoksida. Untuk sampel air sawah kering pada ketinggian
1120 m dpl (titik 15), didapat konsentrasi yang cukup signifikan dibanding titik yang lain,
yaitu 1,67 ppb. Sama halnya seperti konsentrasi endosulfan pada titik yang sama, akumulasi
konsentrasi dari lokasi yang lebih tinggi dapat terjadi mengingat adanya run-off akibat hujan.
Heptaklor adalah bahan kimia yang dibuat untuk membunuh serangga dirumah,
bangunan, dan beberapa lahan pertanian. Heptaklor tidak pernah digunakan lagi untuk tujuan
ini semenjak tahun 1988, dan tidak ada sumber alami dari heptaklor dan heptaklor epoksida.
Nama penjualan heptaklor adalah Heptagran, Heptamul, Heptagranox, Heptamak,
Basaklor, Drinox, Soleptax, Gold Crest H-60, Termide, and Velsicol 104.
Heptaklor yang murni adalah serbuk putih, heptaklor teknis adalah bubuk coklat dan memiliki
tingkat kemurnian yang lebih rendah dari heptaklor murni. Heptaklor teknis adalah bentuk
heptaklor paling sering digunakan sebagai pestisida. Aroma heptaklor agak seperti kamper,
tidak mudah terbakar dan tidak meledak, dan tidak mudah larut dalam air.
Fungsi Heptaklor:
1. Membasmi hama, terutama rayap dan serangga dalam tanah, di sekitar tahun 1960-1970-an.
Tetapi akhir-akhir ini, heptaklor sudah tidak dapat digunakan untuk membasmi hama tersebut,
tetapi digunakan untuk membasmi semut api.
2. Heptaklor teknis yang lebih aman dari heptaklor murni, masih digunakan sebagai pembasmi
hama / digunakan sebagai pestisida.
3. Heptaklor epoksida produk samping dari heptaklor, digunakan sebagi insektisida, tidak ada
sumbernya dari alam, semua sintesis
Karena baik heptaklor dan heptaklor epoksida dapat tersebar jauh melalui angin dari
satu tempat dimana dia disemprotkan, misalnya pada lahan yang berhama dan area-area
dimana digunakan heptaklor. Pada tanah dan air, heptaklor dirubah oleh bakteria menjadi zat
yang lebih berbahaya, yaitu heptaklor epoksida, atau menjadi zat yang kurang berbahaya.
Tanaman dapat menyerap heptaklor melalui akar yang menancap pada tanah. Heptaklor pada
udara dapat tersimpan pada daun-daun tanaman dan memasuki tanaman dari tanah yang
terkontaminasi.
Kelemahan Heptaklor:
1. Karena hewan dapat memakan tanaman yang mengandung heptaklor, maka mereka
pun menyerap heptaklor tersebut. Sehingga heptaklor dapat dirubah menjadi
heptaklor epoksida yang jauh lebih berbahaya didalam tubuh mereka, heptaklor
epoksida terurai sangat lama di lingkungan. Heptaklor epoksida dapat tinggal sangat
lama di lingkungan, sampai bertahun-tahun. Baik heptaklor dan heptaklor epoksida
dapat ditemukan pada peternakan ikan
2. Semakin menumpuk konsentrasi heptaklor/heptaklor epoksida dalam tubuh manusia/
hewan, akan semakin beracun dan mematikan
3. Bersifat karsinogenik bagi manusia yang tidak sengaja mengkonsumsinya
4. Untuk hewan, berbahaya bagi kerja hati
5. Untuk hewan, berbahaya bagi fertilitasnya (menurun), dan eksitabilitas
6. Menyebabkan tumor liver bagi hewan yang memakan tumbuhan yang mengandung
heptaklor
7. Sangat susah terdegradasi di dalam tanah, maupun di air
8. Kemampuan heptaklor untuk menguap cukup tinggi dan dapat menjadi bagian dari
atmosfer saat terjadi penguapan
9. Kelarutan dalam air rendah, mengakibatkan heptaklor maupun heptaklor epoksida
dapat bertahan lama didalam air dan diminum oleh ikan, terutama dalam skala
peternakan, dan mengakibatkan bahaya bagi manusia yang mengkonsumsi ikan yang
telah meminum air mengandung heptaklor
10. Kelebihan pemakaian heptaklor akan menyebabkan terbunuhnya tanaman-tanaman
lain dan hewan-hewan kecil di sekitarnya
Kelebihan Heptaklor:
1. Sangat persisten terhadap hama, sehingga dapat membasmi berbagai hama terutama
rayap, serangga, dan semut api
2. Dapat didegradasi dan menghasilkan beberapa metabolit produk yang lebih aman,
dan bisa juga menyebabkan metabolit produk yang lebih berbahaya; yaitu heptaklor
epoksida
3. Dapat di degradasi oleh bakteri dan mikroorganisme, walaupun memerlukan waktu
yang lama
4. Tidak tersedia di alam, sehingga tidak mudah menyebar dengan konsentrasi yang
tinggi
5. Mudah larut dalam lemak
6. Dapat didegradasi oleh jamur pelapuk putih, dan menghasilkan metabolit produk
seperti chlordene, chlordene epoksida, 1-hydroksichlordene, dan 1-hidroksi-2,3epoksichlordene yang lebih aman daripada heptaklor dan heptaklor epoksida
Heptaklor dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara yang mengandung
heptaklor, atau heptaklor epoksida, yang kemudian masuk kedalam aliran darah melalui paru-paru.
Tidak diketahui berapa cepat senyawa ini akan masuk dan diam dalam aliran darah. Baik heptaklor
dan heptaklor epoksida dapat masuk dalam tubuh melalui perut setelah memakan
makanan/minuman yang mengandung heptaklor. Heptaklor juga dapat masuk melalui kulit, dan bisa
diturunkan secara langsung dari darah seorang ibu hamil pada janin anaknya melalui plasenta, juga
dapat melalui air susu ibu. Sekali berada didalam tubuh, heptaklor akan berubah menjadi heptaklor
epoksida dan senyawa senyawa kimia lain yang berhubungan. Sebagian besar heptaklor, heptaklor
epoksida, dan metabolit produk lain yang telah masuk didalam tubuh dapat keluar melalui feces dan
urine beberapa hari setelah terkontaminasi. Beberapa heptachlor dan heptachlor epoksida juga dapat
tersimpan didalam tubuh atau lemak setelah waktu yang lama. Heptaklor dan heptaklor epoksida
yang telah tersimpan di dalam lemak akan meninggalkan tubuh lebih lambat.
Daftar Pustaka
Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). Public Health Statement
for Heptachlor and Heptachlor Epoxide. Atlanta, GA: U.S. Department of Health
and Human Services, 1989.
Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). Toxicological Profile for
Heptachlor and Heptachlor Epoxide. Atlanta, GA: U.S. Department of Health and
Human Services, 1993.
Mississippi State University Extension Service, Farm Chemical Safety Series,
Recognizing Pesticide Poisoning. http://msucares.com/pubs/pub1933.htm
Reigart, Routt J. and Roberts, James R. Medical University of South Carolina.
Recognition and Management of Pesticide Poisonings. Fifth ed. Washington,
D.C.: U.S. Environmental Protection Agency, Office of Pesticide Programs, 1999.
Arisoy, M., 1998. Biodegradation of chlorinated organic compounds by white-rot fungi.
Bulletin of Environmental Contamination & Toxicology 60, 872e876.
Bezalel, L., Hadar, Y., Fu, P.P., Freeman, J.P., Cerniglia, C.E., 1996. Initial oxidation
products in the metabolism of pyrene, anthracene, fluorene, and dibenzothiophene
by the white rot fungus Pleurotus ostreatus. Applied & Environmental
Microbiology 62, 2554e2559.
Bumpus, J.A., Aust, S.D., 1987. Biodegradation of DDT [1,1,1-Trichloro-2,2-Bis (4Chlorophenyl) ethane] by the white rot fungus Phanerochaete chrysosporium.
Applied & Environmental Microbiology 53, 2001e2008.
Byss, M., Elhottov, D., Trska, J., Baldrian, P., 2008. Fungal bioremediation of the
creosote-contaminated soil: influence of Pleurotus ostreatus and Irpex lacteus on
polycyclic aromatic hydrocarbons removal and soil microbial community
composition in the laboratory-scale study. Chemosphere 73, 1518e1523.
Carter, F.L., Stringer, C.A., Heinzelman, D., 1971. 1-Hydroxy-2,3-epoxychlordene in
Oregon soil previously treated with technical heptachlor. The Bulletin of
Environmental Contamination & Toxicology 6, 249e254.
Chiu, S.W., Ching, M.L., Fong, K.L., Moore, D., 1998. Spent oyster mushroom
substrate performs better than many mushroom mycelia in removing the biocide
pentachlorophenol. Mycological Research 102, 1553e1562.
Eggen, T., 1999. Application of fungal substrate from commercial mushroom
production e Pleorotus ostreatus e for bioremediation of creosote contaminated
soil. International Biodeterioration & Biodegradation 44, 117e126.
Fahr, K., Wetztein, H.G., Grey, R., Schlosser, D., 1999. Degradation of 2,4dichlorophenol and pentachlorophenol by two brown rot fungi. FEMS
Microbiology Letters 175, 127e132.
Feroz, M., Podowski, A.A., Khan, M.A.Q., 1990. Oxidative dehydrochlorination of
heptachlor by Daphnia magna. Pesticide Biochemistry & Physiology 36, 101e105.
Hidayat, A., Tachibana, S., 2012. Characterization of polylactic acid (PLA)/kenaf
composite degradation by immobilized mycelia of Pleurotus ostreatus.
International Biodeterioration & Biodegradation 71, 50e54.