Anda di halaman 1dari 8

Rotenon

a. Struktur

Rotenon diperoleh dari akar tuba, rotenon juga diketemukan pada tumbuhan
Hoary Pea, Goats Rue, Jicama plant (Tephrosia virginiana), Corkwood Tree
(Duboisia myoporoides), Great Mullein (Verbascum thapsus), dan biji bengkuang,
(Jcama, hee-kah-mah, Mexican Potato, Mexican Turnip, Pachyrhizus erosus)
dengan cara ekstraksi. Kandungan rotenon pada akar tuba paling tinggi dibanding
dengan tumbuhan-tumbuhan tersebut. Rotenoid ini mempunyai rumus molekul
C23H22O6. Kristal rotenon mencair pada 163oC dan bersifat tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam aseton, alkohol, kloroform, karbon tetraklorida, eter dan banyak
pelarut organik lain. Rotenon digunakan dalam bentuk debu dan kabut. Jika
terbuka terhadap cahaya dan udara mengalami perubahan warna kuning terang
menjadi kuning pekat, orange dan terakhir menjadi hijau tua dan akan diperoleh
kristal yang mengandung racun serangga (WHO, 1992). Larutan rotenon dalam
pelarut organik tidak berwarna.

Gambar
Sumber. id.wikipedia.org
b. Komposisi

Ahli-ahli kimia melakukan rangkaian penelitian untuk melihat senyawa-


senyawa yang terkandung di dalam ekstrak akar tuba yang mengandung racun
sehingga diketahui bahwa komposisi senyawa-senyawa kimia yang terkandung
pada ekstrak akar tuba, yaitu: rotenone, dehydrorotenone, dequelin dan elliptone
WHO, 1992). Harborne (1987) mengidentifikasi bahwa senyawa rotenone adalah
senyawa flavanoida yang bersifat racun.
Rotenon merupakan senyawa yang dihasilkan dari ekstrak tanaman seperti
dari akar tuba, biji bengkoang dan tanaman lain. Cara pembuatannya adalah akar
tuba yang telah dikeringkan di udara ditumbuk dan kemudian diekstraksi dengan
kloroform dingin sebanyak tiga kali, ekstrak ini digabungkan dan dipekatkan di
bawah penurunan tekanan. Ekstrak pekat ditambahkan eter, akan terbentuk
endapan yang berupa gel yang dapat dipisahkan dari filtratnya. Endapan yang
diperoleh ini selanjutnya dicuci berulang-ulang hingga diperoleh endapan yang
bebas dari senyawa pengotor lainnya. Hasil kristalisasi ini diperoleh kristal
berbentuk lempengan hexagonal yang mempunyai titik lebur 163-1640C dan
berwarna putih mengkilap (Sitepu, 1995).

c. Alasan Mengapa Di Masukkan Sebagai Senyawa Yang Bisa Digunakan


Sebagai Pestisida Alami

Senyawa yang telah ditemukan dalam akar tuba antara lain adalah retenon.
Retenon dapat diekstrak menggunakan eter/aseton menghasilkan 2-4 % resin
rotenone, dibuat menjadi konsentrat air. Rotenon bekerja sebagai racun sel yang
sangat kuat (insektisida) dan sebagai antifeedant yang menyebabkan serangga
berhenti makan. Kematian serangga terjadi beberapa jam sampai beberapa hari
setelah terkenal rotenone. Rotenon merupakan racun penghambat metabolisme
dan sistem syaraf yang bekerja perlahan. Serangga hama yang teracuni akan mati
karena kelaparan yang disebabkan oleh kelumpuhan alat alat mulut. Rotenon
merupakan insektisida penghambat metabolisme. Aktivitas kerja rotenon sebagai
inhibitor kuat pada oksidasi asam glutamat. Pada otot yang teracuni rotenon
menunjukkan penurunan kemampuan dalam mensintesis ATP melalui fosforilasi
oksidatif. Koenzim Q dan NAD+ berperan penting dalam pertukaran elektron
pada reaksi fosforilasi oksidatif. Penghambatan rotenon terjadi pada titik oksidasi
ganda NADH2 dan flavoprotein.
Penghambatan ini terjadi pada substrat yang dioksidasi melalui sistem NAD
seperti glutamat, -ketoglutarat dan piruvat tapi tidak terjadi penghambatan pada
oksidasi suksinat (Hadi, 1981,dan Kerkut dan Gilbert, 1985). Rotenon dapat
digunakan sebagai moluskisida (untuk moluska), insektisida (untuk serangga) dan
akarisida (tungau).
Rotenon bekerja sebagai penghambat transport elektron pada respirasi serangga
sasaran. Bersifat non-sistemik, racun lambung dan racun kontak.
1. Insektisida non sistemik tidak dapat diserap oleh jaringan tanaman, tetapi
hanya menempel pada bagian luar tanaman. Lamanya residu insektisida
yang menempel pada permukaan tanaman tergantung jenis bahan aktif
(berhubungan dengan presistensinya), teknologi bahan dan aplikasi.
Serangga akan mati apabila memakan bagian tanaman yang permukaannya
terkena insektisida. Residu insektisida pada permukaan tanaman akan
mudah tercuci oleh hujan dan siraman, oleh karena itu dalam aplikasinya
harus memperhatikan cuaca dan jadwal penyiraman.
2. Racun lambung atau perut adalah insektisida yang membunuh serangga
sasaran dengan cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka
makan. Insektisida akan masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap
oleh dinding usus kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang
mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida. Misalkan menuju
ke pusat syaraf serangga, menuju ke organ-organ respirasi, meracuni sel-
sel lambung dan sebagainya. Oleh karena itu, serangga harus memakan
tanaman yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu dalam
jumlah yang cukup untuk membunuh.
3. Racun Kontak. Racun kontak adalah insektisida yang masuk kedalam
tubuh serangga melalui kulit, celah/lubang alami pada tubuh (trachea) atau
langsung mengenai mulut si serangga. Serangga akan mati apabila
bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan
racun kontak juga berperan sebagai racun perut.
d. Kelegalan

Syarat untuk aplikasi rotenon :


Sebaiknya konsentrasi efektif cukup rendah yaitu 0,5 % untuk ekstrak dg
pelarut organik atau 5-10% untuk ekstrak air
Tidak fitotoksik (merusak tanaman)
Aman thd musuh alami hama & organisme bukan sasaran lainnya
Tumbuhan sumber insektisida nabati mudah didapatkan/ dibudidayakan
utk kesinambungan
Untuk produksi komersial, mutu harus terjamin

Kelegalan mengenai bahan pestisida alam terdapat pada PERATURAN


MENTERI PERTANIAN NOMOR 64/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG
SISTEM PERTANIAN ORGANIK.

e. Dampak
Dampak positif penggunaan rotenon sudah jelas sebagai insektisida alami,
yaitu dapat meracuni serangga dengan sifat racun perut yang meracuni ke organ-
Serangga akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida
tersebut. organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan sebagainya. Dan juga
sebagai racun kontak yang membunuh serangga dengan masuk kedalam tubuh
serangga melalui kulit, celah/lubang alami pada tubuh (trachea) atau langsung
mengenai mulut si serangga. Hama sasaran dari rotenon adalah Aphis, Ulat grayak
(Spodoptera litura), ulat jengkal kobis (Trichoplusia ni), ulat kobis (Crocidolomia
binotalis), ngengat punggung berlian (Plutella xylostella), lalat buah, kutu sisik
hijau (Coccus viridis), wereng mangga (Idiocerus niveosparus, I. atkinsoni, I.
clypealis), lalat buah laut tengah (Ceratitis capitata), Kepik hijau (Nezara
viridula), Thrips (Thrips tabaci).

Sedangkan dampak negatif dari penggunaan rotenon adalah menyebabkan


kulit menjadi ruam bintil-bintil merah. Bila semprotan rotenon terhisap pernafasan
dalam waktu lama menimbulkan kaku bibir, lidah, dan kerongkongan. Untuk
mamalia akan keracunan bila termakan dan tidak berefek pada kulit. Rotenone
tergolong sangat beracun karena nilai LD50 (Nilai LD50 adalah suatu dosis
insektisida yang diperlukan untuk membunuh 50% dari individu-individu spesies
binatang uji dalam kondisi percobaan yang telah ditetapkan ) pada mamalia = 10-
30 mg/kg (Tarumingkeng, 2004) akan tetapi rotenone relatif aman bagi kesehatan
manusia (Kardinan, 2001). Hal ini berarti bahwa rotenone memiliki efek racun
yang berbeda terhadap manusia dan jenis mamalia lainnya. Tuba beracun pada
ikan. Tuba tidak beracun bagi lebah.

Isobutil Amida Tak Jenuh (piperin)

a. Struktur
Senyawa isobutilamida tak jenuh atau sering disebut piperin terkandung
dalam famili Piperaceae. Piperin (1piperilpiperidin ) C17H19O3N merupakan
alkaloid dengan inti piperidin. Piperin berbentuk kristal berwarna kuning dengan
titik leleh 127-129,50C, merupakan basa yang tidak optis aktif, dapat larut dalam
alkohol, benzena, eter, dan sedikit larut dalam air (Anwar,dkk.1994).
Piperin terdapat dalam beberapa spesies piper dan dapat dipisahkan baik
dari lada hitam maupun lada putih perdagangan piperin juga dapat ditemukan
pada cabe jawa. Kandungan piperin biasanya berkisar antara 5-92%
(Anwar,dkk.1994).
Struktur piperin adalah sebagai berikut :

N
CO CH O CH2
HC CH
HC O

Gambar
Sumber.
alchemist08.files.wordpress.com
b. Komposisi

Piperin (isobutil amida tak jenuh) didapat dari ekstraksi dari lada dan cabe
jawa. Dalam biji lada, piperine dapat dimurnikan hingga kemurnian tinggi (hingga
98%). Senyawa aktif yang berhasil diperoleh dari lada hitam adalah senyawa-
senyawa golongan amida, yang juga sering disebut dengan nama piperamida
(Scott et al. 2008). Jenis dari senyawa ini tidak kurang dari dua puluh senyawa,
antara lain piperin, filfilin, guininsin, pelitorin, piperikosalidin, piperisida,
piperlonguminin, piperoktadekalidin, piplartin, retrofraktamida A, retrofraktamida
C, retrofraktamida D, silvatin, dan lain sebagainya.

c. Alasan Mengapa Di Masukkan Sebagai Senyawa Yang Bisa Digunakan


Sebagai Pestisida Alami

Piperin (isobutilamida tak jenuh) ialah suatu komponen dari lada hitam (Piper
nigrum) telah digunakan dalam pengobatan tradisional dan juga digunakan
sebagai insektisida telah lama diketahui mengandung dengan aktifitas insektisida
yang cukup tinggi. Piperin pada konsentrasi 0,5% memberikan efek insektisida
yang sangat tinggi yaitu kematian 100% serangga uji (Prijono et al. 2004).
Menurut Dadang (1999), sifat insektisida yang ditunjukkan oleh ekstrak lada
hitam adalah efek knock down (efek langsung jatuh pada serangga) yang cepat
muncul dan aktifitas mematikan pada serangga yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan anggota famili Meliaceae. Piperin mempunyai daya
antipiretik, analgesik, antiinflamasi, dan menekan susunan saraf pusat. Miyakado
et al. (1989) mengemukakan bahwa senyawa piperamida yang memiliki gugus
isobutil amida dan metilendioksifenil, seperti guininsin dan piperisida, memiliki
aktifitas insektisida yang kuat bekerja sebagai racun saraf dengan menghambat
aliran impuls saraf pada akson.
d. Kelegalan
Sama halnya denga rotenon, karena piperin (isobutil amida tak jenuh) terbuat dari
bahan alami, memiliki syarat penggunaan sebagai berikut :
Sebaiknya konsentrasi efektif cukup rendah yaitu 0,5 % untuk ekstrak dg
pelarut organik atau 5-10% untuk ekstrak air
Tidak fitotoksik (merusak tanaman)
Aman thd musuh alami hama & organisme bukan sasaran lainnya
Tumbuhan sumber insektisida nabati mudah didapatkan/ dibudidayakan
utk kesinambungan
Untuk produksi komersial, mutu harus terjamin

Dibawah ketentuan Undang-undang Makanan, Minuman dan Kosmetik


Federal (FFDCA), maka EPA menetapkan batas toleransi terhadap pestisida yang
didaftarkan untuk dipakai pada makanan berdasarkan dua prinsip dasar: batas
toleransi harus melindungi kesehatan masyarakat dan harus ditetapkan pada aras
yang tidak lebih tinggi dari pengendalian hama yang diperlukan. Batas toleransi
adalah jumlah maksimal dari residu pestisida (dalam part per million ppm atau
miligram per kilogram (mg/kg) yang diijinkan terdapat pada makanan pada saat
dijual. Dalam penentuan batas toleransi, EPA membandingkan potensi pemaparan
terhadap pestisida dengan pemaparan maksimal diijinkan secara toksikologi
terhadap substansi; potensi pemaparan harus tidak melebihi batas maksimal yang
diijinkan, atau pemaparan yang aman. EPA dapat pula memberikan
pengecualian dari batas toleransi untuk pestisida yang digunakan pada makanan
bila tidak ada aras pestisida yang mungkin muncul pada makanan, atau bila EPA
memutuskan bahwa tidak ada resiko yang berhubungan dengan pemaparan
manusia terhadap residu.
EPA memperhitungkan pemaparan maskimal yang diijinkan bagi pestisida
dari data toksikologi yang diberikan oleh perusahaan kimia. Dari data ini,
didapatkan Aras Pengaruh yang Tidak Dapat Diteliti (No Observable Effect Level,
NOEL) atau jumlah yang diberikan kepada hewan percobaan yang tidak
menyebabkan pengaruh yang merugikan (seperti tumor, cacat lahir atau kerusakan
syaraf) yang diteliti pada dosis tertinggi.

e. Dampak

Dampak positif dari piperin (isobutil amida tak jenuh) adalah mematikan
hama langsung pada sasaran atau yang disebut efek knock down dan aktifitasnya
mematikan serangga lebih cepat karena bekerja sebagai racun saraf dengan
menghambat aliran impuls saraf pada akson.
Piperin (isobutil amida tak jenuh) tidak terlalu berdampak bagi kesehatan
manusia, karena piperin yang terkandung dalam lada dan cabe hanya memberikan
rasa panas jika terkena kulit. Jika termakan kandungan piperine dapat merangsang
cairan lambung dan air ludah.

Dapus

Anwar, C., 1994, Pengantar Praktikum Kimia Organik, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Frank C. Lu. 1995, Toksikologi Dasar (Azas, Organ Sasaran dan Penilaian
Resiko) Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
http://www.chemspider.com/Chemical-Structure.25942887.html

http://isroi.com/2010/08/01/tanaman-pestisida-nabati-tuba-alis-jenu-derris-
elliptica-bth/
http://foragri.wordpress.com/2011/12/20/produksi-pestisida-organik/

Anda mungkin juga menyukai