0107
0107
BADAN POM RI
ISSN 1829-9334
MENGGUNAKAN
BUPRENORPHINE GUIDELINE DALAM
TERAPI KETERGANTUNGAN OPIOIDA
INTRODUKSI
Adiksi atau ketergantungan opioida di Indonesia merupakan fenomena yang
sudah berlangsung berfluktuatif selama lebih dari 4 abad yang lalu. Adiksi
opioida khususnya dalam bentuk opium (candu, madat) telah diketemukan di
Indonesia sejak masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, pemberian jatah
opium dalam jumlah tertentu kepada pemadat dilindungi berdasarkan peraturan
perundang undangan (Ordonansi Obat Bius).
Terapi ketergantungan opioida yang efektif menurut WHO (2003) adalah terapi
abstinensia dan terapi substitusi. Ada 3 bentuk terapi substitusi, yaitu : agonis
opioida (metadon), antagonis opioida (naltrekson) dan parsial agonis opioida
(buprenorfin). Buprenorfin adalah salah satu semi-sintetik opioida yang telah
diketemukan sejak tahun 1965 dengan melalui berbagai penelitian telah diapproved oleh FDA pada tahun 2002 dan mendapat izin edar di Indonesia
pada akhir tahun yang sama.
Seorang dokter dapat membuat resep buprenorfin setelah mendapatkan
pelatihan Buprenorphine Certification Training selama 7 jam, yang dipersyaratkan
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Buprenorphine Guideline adalah
buku pedoman bagi praktisi medis dalam menjalankan terapi subtitusi dengan
buprenorfin. Buku tersebut merupakan hasil kerja dari beberapa disiplin ilmu
kedokteran yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Seminat Kedokteran
Adiksi (INDOSAM atau Indonesian Society of Addiction Medicine) dan
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJ).
Tentang Buprenorfin
Buprenorfin adalah suatu derivate semisintetik dari morfin alkaloid, thebaine,
dengan derajat lipofilik yang tinggi, dan merupakan agonis opioida parsial pada
reseptor opioida dalam sistem saraf, dan juga antagonis reseptor opioida
k (kappa). Aktivitas agonis intrinsiknya rendah, hanya mengaktifkan sebagian
reseptor opioida , oleh sebab itu efek maksimal yang dapat dihasilkan
buprenorfin akan selalu lebih ringan dibandingkan agonis opioida penuh seperti
heroin, morfin dan metadon.
Buprenorfin memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor opioida , berikatan
dengan reseptor ini lebih kuat daripada agonis opioida penuh. Buprenorfin juga
memiliki afinitas tinggi dan memiliki sifat antagonis pada reseptor k, sehingga
pada keadaan tertentu buprenorfin dosis tinggi dapat menimbulkan sindrom
putus obat opioida (opioida withdrawal syndrome) dengan gejala dan tanda
yang serupa secara kualitatif tetapi tidak sama secara kuantitatif dibandingkan
akibat antagonis penuh seperti nalokson atau naltrekson. Profil farmakologis
yang unik ini membuat buprenorfin memberikan beberapa keuntungan
Edisi Januari 2007
Editorial
Di awal tahun ini kembali kami
mengunjungi pembaca
Infopom. Semoga semangat
kerja pembaca dapat menjadi
awal yang baik bagi
pelaksanaan berbagai
kegiatan di tahun 2007 ini.
Pada edisi kali ini kami
turunkan berbagai artikel yang
menarik, dengan artikel
pertama Menggunakan
Buprenorphine Guideline
dalam Terapi Ketergantungan
Opioida. Buprenorfin adalah
parsial antagonis opioida yang
disetujui sebagai terapi
subtitusi pada ketergantungan
opioida oleh Badan POM pada
tahun 2002. Seorang dokter
dapat
meresepkan
buprenorfin, setelah mendapat
pelatihan Buprenorphine
Certification Training selama
7 jam sebagaimana
dipersyaratkan Badan POM.
Buprenorphine Guideline
adalah buku pedoman bagi
praktisi medis dalam
menjalankan terapi subtitusi
dengan buprenorfin.
Kejadian Luar Biasa (KLB)
keracunan pangan seringkali
terjadi, namun penyelidikan
dan penanggulangannya
umumnya belum maksimal.
Pada umumnya investigasi
KLB keracunan pangan di
Indonesia belum mengikuti
tahapan yang telah dianjurkan,
dimana implementasi masih
belum sesuai harapan.
Tahapan penting dalam
investigasi KLB keracunan
adalah peran epidemiologi
dalam analisis dan intepretasi
data keracunan pangan.
Informasi mengenai hal
tersebut dapat anda simak
dengan membaca artikel
Sistem Investigasi dan
Penanggulangan KLB
Keracunan Pangan.
Jangan lewatkan juga dua
artikel lain dengan judul Obatobat yang Dapat Menginduksi
Pankreatitis dan artikel Sekilas
WTO : Kesepakatan tentang
Hambatan Teknis dalam
Perdagangan dan .
Selamat membaca.
Halaman 1
InfoPOM
Daftar Isi
1
Menggunakan
Bupre-
3.
4.
heroin sendiri.
Executive summary of
recommendations
Rekomendasi lengkap dapat
dilihat pada buku Buprenorphine
Guidelines (Pedoman Klinis :
Penatalaksanaan Ketergantungan Heroin dengan Buprenorfin)
Level of evidence and grades of
recomendation dapat dilihat
pada tabel 1 dan tabel 2.
Memulai terapi buprenorfin
Terapi buprenorfin hanya diindikasikan untuk detoksifikasi dan
terapi rumatan pasien dengan
ketergantungan opioida.
Grade A, Level Ib
Kontraindikasi penggunaan
buprenorfin :
1. Siapa saja yang diketahui
hipersensitif dan / atau
mengalami efek samping
berat dari paparan
buprenorfin sebelumnya
tidak dapat diobati dengan
buprenorfin
2. Insufisiensi pernapasan atau
hepatik berat
3. Pasien berusia kurang dari
18 tahun
4. Alkoholisme akut atau
delirium tremens
Grade C, Level IV
Perhatian khusus harus diberikan ketika menilai kesesuaian
terapi buprenorfin bagi siapa
Type of evidence
Level
Ia
Ib
IIa
IIb
III
IV
Halaman 2
InfoPOM
Tabel 2 : GRADES OF RECOMMENDATION
Grade
Recommendation
Evidence levels
Ia, Ib
B
Evidence levels
IIa, IIb, III
C
Evidence levels
IV
GPP
Good Practice
Points
berhati-hati dalam
mempertimbangkan terapi
buprenorfin bagi pasien
dengan gagal hati yang
bermakna secara klinis.
Penyakit hati berat dapat
mengubah metabolisme
hepatik dari obat. Akan
tetapi, terjadinya peningkatan kadar enzim pada
uji fungsi hati, tanpa bukti
klinis terjadinya gagal hati, tidak menghalangi seseorang untuk diobati
dengan buprenorfin.
Pasien dengan risiko
khusus. Opioida hanya
diberikan dengan berhatihati, dan pemberian obat
dosis inisial dikurangi
pada pasien dengan
berbagai kondisi berikut
ini :
- Usia lanjut atau debilitasi
- Hipertrofi prostate atau
striktur uretra
- Mengidap diabetes
mellitus atau memiliki
pre disposisi terhadapnya, dengan
kemungkinan peningkatan glukosa serum
pada pemberian
buprenorfin.
- Penyakit ginjal berat.
(Studi farmakokinetik
Edisi Januari 2007
InfoPOM
GC (GAS CROMATOGRAPHY )
SEBAGAI ALAT IDENTIFIKASI
ZAT KIMIA BERBAHAYA
DALAM PANGAN
InfoPOM
SISTEM INVESTIGASI
DAN PENANGGULANGAN
KLB KERACUNAN PANGAN
PENDAHULUAN
Menurut WHO, definisi Kejadian
Luar Biasa (KLB) penyakit akibat
pangan (Foodborne disease
outbreak) adalah kejadian
dimana terdapat dua orang atau
lebih yang menderita sakit
dengan gejala-gejala yang sama
atau hampir sama setelah
mengkonsumsi suatu pangan
dan berdasarkan analisis
epidemiologi, pangan tersebut
terbukti sebagai penyebabnya.
KLB semacam ini diketahui
sumber cemarannya (Point
Source Outbreak), misalnya
KLB pada pesta dan acara sosial
lainnya. Selain itu juga ada KLB
yang tersebar pada masyarakat
atau suatu tempat secara
sporadis (Protracted Outbreak)
misalnya KLB yang disebabkan
oleh air/pangan terkontaminasi
yang tersebar dalam masyarakat/
suatu tempat. Kejadian Luar
Biasa (KLB) keracunan pangan
seringkali terjadi, namun
penyelidikan dan penanggulangannya umumnya belum
maksimal karena buruknya
manajemen investigasi dan
penanggulangan, seperti
penanganan sampel pangan
yang salah, lemahnya koordinasi
dan kerjasama dengan
stakeholder, prosedur pelaporan
maupun penanganannya yang
belum difahami sepenuhnya oleh
petugas di lapangan dan
ketidakjelasan mekanisme dan
kewenangan dalam investigasi
dan penanggulangannya.
Sebelum
membenahi
InfoPOM
Selain dengan kedua metode
di atas pangan yang diduga
sebagai penyebab KLB
keracunan pangan dapat
ditentukan melalui kajian risiko
yaitu dengan memperhatikan
karakteristik komponen pangan
penyusunnya, faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pertumbuhan patogen dan
praktek penanganan pangan
(suhu, waktu, keadaan higiene
dan sanitasi, dan kemungkinan
kontaminasi silang).
PROGRAM INVESTIGASI
DAN PENANGGULANGAN
KLB KERACUNAN PANGAN
DI BADAN POM RI
Dalam rangka untuk
mengetahui pangan dan agent
penyebab KLB keracunan
pangan, Badan POM RI
dengan bantuan dana WHO
Indonesia telah melakukan pilot
project dalam surveilan KLB
Keracunan Pangan (Foodborne
disease outbreak surveillance)
di wilayah kerja DKI Jakarta
pada tahun 2003. Keluaran dari
proyek ini adalah mekanisme
investigasi dan penanggulangan KLB Keracunan Pangan
serta format pelaporan dalam
investigasi. Pada Tahun 2004,
program ini dilanjutkan dengan
mengujicobakan efektivitas
mekanisme dan format
pelaporan serta ujicoba
p r o s e d u r t e ta p ( p r o ta p )
investigasi dan penanggulangan keracunan untuk setiap
tahap penanganan di wilayah
kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota Bekasi dan
Tangerang. Mekanisme dan
Protap ini telah disosialisasikan
ke hampir seluruh provinsi di
Indonesia hingga tahun 2006.
Protap tersebut memuat
instruksi spesifik yang jelas dan
dapat dilaksanakan secara
baku bagi petugas di lapangan,
laboratorium dan pedoman
tindaklanjutnya.
(Dra. Endang Susigandhawati.
MM)
InfoPOM
Tidak diperbolehkan memberikan obat dengan cara takehome dalam terapi satu bulan
pertama. Pada bulan kedua,
dokter bersertifikat diperbolehkan untuk memberikan obat
take-home dalam keadaan
khusus hingga dua kali
seminggu, memungkinkan
hingga 72 jam penggunaan
obat tanpa pemantauan. Pada
bulan ketiga dan seterusnya,
dapat diberikan dosis takehome buprenorfin maksimal
untuk satu minggu. Dalam
keadaan pasien melakukan
perjalanan, dimana pelayanan
buprenorfin tidak tersedia,
pasien diperkenankan untuk
membawa dosis buprenorfin
sesuai dengan kebutuhannya
sebanyak maksimal kebutuhan
1 (satu) bulan.
Good Practice Points
Intervensi Psikososial
Terapi buprenorfin bukan
merupakan terapi tunggal untuk
ketergantungan heroin. Tetap
diperlukan intervensi psikososial. Pendekatan konseling,
seperti motivational interviewing, pencegahan relaps
dan pelatihan ketrampilan
sosial, terapi perilaku kognitif
(CBT), banyak digunakan dan
cukup efektif. Keterlibatan
keluarga (Family Support
Group/FSG) sangat membantu
kepatuhan pasien untuk
mengikuti program terapi.
Good Practice Points
Missed Dose
Pada pasien dengan rejimen
berselang sehari atau tiga kali
seminggu kadang-kadang
terjadi satu kali pemberian obat
terlewat. Jika pasien tersebut
datang ke terapis pada hari
berikutnya (bukan hari pemberian obat), maka diberikan
buprenorfin dengan dosis yang
lebih rendah untuk membantu
kesulitan pasien hingga jadwal
Edisi Januari 2007
Halaman 7
InfoPOM
TUJUAN
DARI
AGREEMENT
SEKILAS WTO
KESEPAKATAN TENTANG HAMBATAN
TEKNIS DALAM PERDAGANGAN
(Agreements on Technical Barriers to Trade)
PENDAHULUAN
Pada dasarnya Kesepakatan
tentang Hambatan Teknis Dalam
Perdagangan (Agreements on
Technical Barriers to Trade/TBTWTO) adalah merupakan bagian
dari struktur persetujuanpersetujuan di dalam WTO (World
Tr a d e O r g a n i z a t i o n ) y a n g
mencakup 4 (empat) bagian berupa
3 persetujuan dan 1 sistem untuk
penyelesaian sengketa yaitu :
a. General Agreement on Tariffs
and Trade (GATT)
b. General Agreement on Trade
in Services (GATS)
c. Agreement on Trade-Related
Apects of Intellectual Property
Rights (TRIPS)
d. D i s p u t e
Settlement
Understanding
Khusus pada GATT terdiri dari 12
persetujuan yang menyangkut
sektor-sektor sebagai berikut :
Pertanian (Agriculture)
Peraturan Sanitary and
Phytosanitary
(SPS
Measures)
Technical Barriers to Trade
(TBT)
Tekstil dan pakaian jadi (Textile
and Clothing)
Tindakan Investasi yang
berkaitan
dengan
Perdagangan (Trade Related
Investment Measures)
Edisi Januari 2007
TBT
DARI
TBT
InfoPOM
c. Lampiran
Lampiran 1 :
Istilah dan definisi untuk keperluan
persetujuan ini ( Terms and their
definitions for the
purpose of this agreement)
Lampiran 2 :
Kelompok Ahli Teknis (Technical
expert groups)
Lampiran 3 :
Petunjuk pelaksanaan yang baik
untuk penyusunan, penetapan dan
penerapan standar (Code of good
practice for preparation, adoption
and aplication of standards)
PRINSIP - PRINSIP DARI TBT
AGREEMENT
Dalam batang tubuh mempunyai
prinsip-prinsip antara lain:
Persetujuan ini ini tidak
berlaku untuk Government
Procurement
Aturan persetujuan ini tidak
diterapkan untuk pengaturan
SPS
(Sanitary
and
Phytosanitary)
Semua aturan dalam
persetujuan ini yang terkait
dengan standar, penilaian
kesesuaian dan peraturan
teknis harus mengikuti pula
aturan-aturan perbaikan atau
tambahan
Non diskriminasi mostfavoured-nation treatment yaitu
Edisi Januari 2007
treatment
Technical Assisstance
Kesiapan pelaksanaan
persetujuan
NOTIFIKASI
Jenis - Jenis Notifikasi :
a. Notifikasi Persyaratan Teknis
Pemberitahuan dari suatu
negara anggota kepada negara
anggota lainnya melalui
Sekretariat WTO tentang
rencana pemberlakuan
peraturan teknis, standar dan
penilaian kesesuaian, yang
diperkirakan dapat berpengaruh
nyata dalam perdagangan.
Notifikasi ini terkait dengan
pelaksanaan pasal 2.9.2,
2.10.1, 5.6.2 dan 5.7.1 dari
Persetujuan TBT WTO untuk
memenuhi prinsip transparansi.
b. Notifikasi program kerja
Pengembangan Standar
Pemberitahuan dari suatu
negara anggota kepada Pusat
Informasi ISO/IEC di Jenewa
tentang program nasional
pengembangan standar yang
mencakup nama dan alamat
badan standardisasi nasional,
standar yang sedang disiapkan
dan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya. Atas
permintaan negara anggota
lain, judul-judul dari rancangan
s ta n d a r t e r t e n t u , h a r u s
disediakan dalam bahasa
Inggris, Perancis atau Spanyol.
Notifikasi ini terkait dengan
pelaksanaan Lampiran 3 dari
P e r s e t u j u a n T B T- W T O .
c.
N o t i f i k a s i p e r n y a ta a n
administrasi dan penerapan
P e r s e t u j u a n T B T- W T O
Pemberitahuan dari suatu
negara anggota kepada negara
anggota lainnya melalui
Sekretariat WTO tentang upaya
atau ketentuan yang dilakukan
oleh suatu negara anggota
untuk menjamin pelaksanaan,
Halaman 9
InfoPOM
penerapan dan administrasi
dari Persetujuan TBT-WTO,
termasuk perubahanperubahan yang dilakukan
kemudian. Notifikasi ini terkait
dengan pelaksanaan pasal
15.2 dari Persetujuan TBTWTO.
d. Notifikasi Saling Pengakuan
Pemberitahuan dari suatu
negara anggota kepada negara
anggota lainnya melalui
Sekretariat WTO tentang
persetujuan saling pengakuan
antara dua negara atau lebih,
berkenaan dengan peraturan
teknis, standar dan penilaian
kesesuaian, yang diperkirakan
dapat berpengaruh nyata
dalam perdagangan. Notifikasi
ini meliputi produk yang
dicakup, uraian singkat tentang
persetujuan tersebut dan
negara yang terlibat.
Setidaknya salah satu negara
yang terlibat harus
menotifikasikan persetujuan ini.
Notifikasi ini terkait dengan
pelaksanaan pasal 10.7 dari
Persetujuan TBT-WTO untuk
pelaksanaan prinsip
transparansi.
PROSEDUR NOTIFIKASI
a. Pra Notifikasi
Dalam menyiapkan rancangan
peraturan teknis, regulator harus
melakukan kajian dengan
berkoordinasi dengan stakeholder
mengenai kesiapan produsen,
infrastruktur penilaian kesesuaian
dan keabsahan serta kemutakhiran
standar. Rancangan peraturan
teknis disiapkan oleh regulator
dengan mengacu kepada APEC
Good Regulatory Practice serta
Pedoman Standardisasi Nasional
(PSN) 301 tentang pemberlakuan
SNI wajib.
Regulator menginformasikan
kepada BSN (Badan Standardisasi
Nasional) tentang rencana
Edisi Januari 2007
Halaman 10
InfoPOM
Gallstone dan alkohol adalah
dua hal yang paling sering
menyebabkan terjadinya
pankreatitis, namun demikian,
pankreatitis yang terjadi akibat
konsumsi obat hanya sekitar
2 5% kasus.
OBAT - OBAT
YANG DAPAT MENGINDUKSI
PANKREATITIS
Azathioprine
33
Lamivudin
10
Didanosin
27
Ezetimibe
10
Valproat
28
Prednisolon
Stavudin
17
Olanzapin
Simvastatin
22
Celecoxib
Clozapin
13
Mercaptopurine
Halaman 11
771829 933428
Redaksi menerima naskah yang berisi informasi yang terkait dengan obat, makanan, kosmetika, obat
tradisonal, komplemen makanan, additif dan bahan berbahaya. Kirimkan melalui alamat redaksi dengan
format MS. Word 97 spasi ganda maksimal 2 halaman kuarto. Redaksi berhak mengubah sebagian isi
Alamat Redaksi : Pusat Informasi Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, Telp. 021-4259945, Fax. 021-42889117, e-mail :
informasi@pom.go.id
ISSN
Penasehat : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan; Penanggung Jawab: Sekretaris Utama Badan
Pengawas Obat dan Makanan; Pimpinan Redaksi : Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan; Sekretaris
Redaksi : Kepala Bidang Informasi Obat; Tim Editor : Dra. Sri Hariyati, MSc, Dra. Darmawati Malik,
Dra. Endang Susigandhawati, MM, Dra. Endang Setyawati Daoed, Dra. Yunida Nugrahanti, Dra. Hermini
Tetrasari, MSi, Dra. Dyah Nugraheni, Tofa Apriansyah, SFarm, Dra. T. Asti Isnariani M.Pharm, Drs.
Mohd. Faisal, Arief Dwi Putranto, SSi; Redaksi Pelaksana : Yulinar, SKM, Dra. Yuniar Marpaung, Dra.
Helmi Fauziah, Wardhono Tirtosudarmo, SSi, Indah Widiyaningrum, SSi, Eriana Kartika Asri, SSi, Denik
Prasetiawati, SFarm; Sirkulasi : Surtiningsih, Netty Sirait
1829-9334
InfoPOM