Diktat MPC 2005 Edisi 1 Publik
Diktat MPC 2005 Edisi 1 Publik
Sinclair (2005)
Disusun Oleh:
KATA PENGANTAR
Diktat
ini
adalah
mempermudah
sebuah
mahasiswa
pengantar
dalam
dalam
memahami
bahasa
metode
Indonesia
atau
untuk
cara-cara
melakukan perhitungan cadangan. Dalam diktat ini metode yang dibahas lebih
menekankan pada metode konvensional
dari
Sangat diharapkan bahwa mahasiswa tidak hanya mengacu pada diktat ini
tetapi juga harus membaca dan mempelajari buku pegangan (text book) lain
yang banyak tersedia untuk memperkaya pengetahuan dan pemahamannya.
Diktat ini merupakan edisi pertama yang disusun dengan mengacu pada buku
Applied Mineral Inventory Estimation (Sinclair and Blackwell, 2005). Disamping
itu materi juga diambil dari buku-buku pilihan lainnya seperti tercantum dalam
bagian Daftar Pustaka, maupun dari pengalaman dan pemahaman pribadi para
penyusunnya.
Penyusun:
Prof. Sudarto Notosiswoyo, Dr.Ir.M.Eng.
Syafrizal Lilah, ST.MT.
Mohamad Nur Heriawan, ST.MT.
Agus Haris Widayat, ST.MT.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
halaman
i
ii
iv
vii
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN
1.2 PENTUNGNYA PERHITUNGAN CADANGAN .........
I-1
I-1
I-3
II-1
II-1
II-1
II-4
II-5
II-6
II-7
II-8
II-9
II-10
III-1
III-1
III-9
IV-1
IV-1
IV-5
IV-7
IV-11
V-1
V-1
V-2
V-2
V-4
ii
SOAL TUGAS
iii
halaman
V-6
V-6
V-7
V-9
V-10
V-10
V-11
V-13
V-14
V-15
V-17
V-18
V-21
V-23
V-25
V-27
VI-1
VI-1
VI-1
VI-2
VI-5
VI-5
VI-8
VI-9
VI-9
VI-12
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
3.1
3.2
4.1
4.2
4.3
4.4
iv
halaman
II-2
II-3
II-5
II-7
II-8
II-10
III-8
III-9
IV-2
IV-3
IV-4
IV-6
Gambar
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
5.1
5.2
5.3
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
5.10
5.11
5.12
5.13
halaman
tambahan data geologi dan penambangan ......
Penampang utara-selatan endapan sulfida masif
Woodlawn- Australia, menunjukkan pernedaan hasil
interpretasi data bor dengan hasil penambangan ..
Beberapa variasi model batas antara bijih dan
waste. Dari kiri ke kanan batas bijih berubah menjadi
semakin gradasi, sedangkan dari atas ke bawah
batas bijih berubah dari bidang sederhana menjadi
lebih kompleks (tidak teratur) ...........................
Pasangan data dengan jarak yang sama (dalam
kasus ini 2 m) ditentukan baik untuk bijih maupun
waste dari garis batas
Hasil plot antara kadar bijih terhadap waste untuk
berbagai jarak yang sama dari batas bijih-waste .
Variasi mineralogi pada tambang sulfida masif
Woodlawn (Australia).......................................
Histogram data hipotetik, dengan memperlihatkan
modus, median dan rata-ratanya .
Tiga contoh hasil analisis lubang bor yang
digambarkan dengan histogram. Skewness negatif
(a), simetris (b) dan skewness positif (c). Pada
gambar (b) disertai dengan kurva normalnya
Ilustrasi data yang dikelompokkan secara spasial
(a). Ukuran sel paling optimal diperoleh ketika kurva
mean terbobot mencapai titik terendah jika data
terkonsentrasi pada daerah kadar tinggi (b),
demikian pula sebaliknya ..........................................
Kurva fungsi kepadatan peluang distribusi normal.
Simetris pada nilai mean xm = 0,76 dan dispersi
diukur oleh standar deviasi s = 0,28 .
Kurva distribusi normal baku ...........
Kurva distribusi lognormal dari analisis lubang bor
pada endapan tembaga Bougenville (Sinclair, 2005).
Parameter data mentahnya m = 0,45% Cu dan s =
0,218 ..................................................
Contoh bentuk distribusi binomial ....
Contoh bentuk distribusi poisoon ..
Histogram kumulatif .....................................
Grafik Peluang dari histogram pada gambar 5.2.c .
Grafik peluang dari histogram pada Gambar 5.2c
dengan absis dalam skala logaritmik ..........
Bentuk grafik peluang dari dua populasi
v
IV-7
IV-8
IV-9
IV-10
IV-12
V-4
V-6
V-8
V-10
V-11
V-13
V-15
V-17
V-18
V-20
V-20
V-21
Gambar
5.14
5.15
5.16
5.17
5.18
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
6.7
6.8
6.9
6.10
vi
halaman
V-22
V-22
V-23
V-27
V-29
VI-4
VI-6
VI-6
VI-7
VI-7
VI-8
VI-10
VI-11
VI-12
VI-13
DAFTAR TABEL
Tabel
II.1
III.1
IV.1
V.1
V.2
VI-1
vii
halaman
II-5
III-12
IV-11
V-17
V-28
VI-4
BAB I
PENDAHULUAN
The life of a mine does not start the day that production begins, but many years before, when the company sets out
to explore for a mineral deposit. A good deal of time and money is spent simply looking for, locating and quantifying a
promising mineral occurrence. Not many will be found and not many of the ones found will have the potential to
become mines. It is not unusual to spend five to ten years searching for a mineable deposit.(anonymous).
1.1 PENDAHULUAN
menguntungkan
maka
komoditas
endapan
mineral
yang
Perhitungan
cadangan
merupakan
sebuah
langkah
kuantifikasi
formal
dengan
berbagai
metode/prosedur
yang
didasarkan
pada
merupakan
atribut-atribut
(variabel/parameter)
umum
yang
I-1
Perhitungan secara lokal dilakukan baik pada tahapan studi kelayakan maupun
pada saat kegiatan penambangan sedang dilakukan. Hasil perhitungan
umumnya dipakai untuk perencanaan jangka pendek atau menengah dan
diklasifikasikan sebagai cadangan. Pengertian tentang sumberdaya dan
cadangan selanjutnya akan dijelaskan lebih rinci pada Bab III.
Dalam diktat kuliah ini akan disampaikan tahapan dan beberapa metode yang
digunakan dalam proses perhitungan cadangan bahan galian. Metode yang
digunakan dalam perhitungan cadangan mencakup metode konvensioanl atau
klasik dan metode non-konvensional. Metode konvensional menggunakan
penaksiran 1 variabel dan perhitungan cadangan 2 yang sederhana, sedangkan
metode non-konvensional menggunakan pendekatan geostatistik dalam proses
penaksiran variabel maupun perhitungan cadangan. Dalam mata kuliah ini
hanya
akan
dibahas
metode
konvensional,
sedangkan
metode
non-
konvensional akan dibahas pada mata kuliah lain yaitu Geostatistik serta
Pemodelan dan Evaluasi Cadangan.
ketidakpastian.
Tugas
seorang
ahli
eksplorasi
adalah
Istilah penaksiran berhubungan dengan proses memperkirakan suatu nilai variabel yang
belum diketahui (misalnya kadar atau ketebalan) di suatu titik berdasarkan informasi dari titiktitik di sekitarnya yang sudah diketahui nilai variabelnya.
2
Istilah perhitungan cadangan berhubungan dengan proses menghitung untuk memperoleh
kuantitas (misalnya tonase atau volume bijih) dengan menggunakan data dimensi (kuantitas)
dan data kualitas baik yang primer (diperoleh dari sampel) atau sekunder (diperoleh dari hasil
penaksiran).
I-3
dengan
perancangan
pabrik
pengolahan
dan
kebutuhan
I-4
BAB II
KONSEP DASAR PERHITUNGAN CADANGAN
2.1 BIJIH
untuk
komunitas
masyarakat.
Sedangkan
menurut
Kamus
Istilah bijih diaplikasikan pada mineralisasi batuan dalam tiga pemahaman yaitu
pemahaman geologi dan keilmuan (sains), kontrol kualitas pada cadangan bijih,
dan bagian termineralisasi pada front tambang. Dalam perhitungan cadangan,
pemahaman kedua sangat penting dalam menunjukkan perbedaan yang jelas
antara bijih dan waste (overburden).
Pengertian dasar dari cutoff grade (cog) adalah kadar batas dimana kadar di
bawahnya mempunyai kandungan logam atau mineral dalam batuan yang tidak
memenuhi syarat-syarat keekonomian. Cog digunakan untuk membedakan
blok-blok bijih dengan blok-blok waste dalam perhitungan cadangan. Dalam
membedakan antara bijih dan waste tersebut didasarkan pada kadar taksiran
yang masih mengandung beberapa kesalahan, sedangkan kadar sebenarnya
belum diketahui kecuali jika sudah dilakukan penambangan.
II-1
Pada Gambar 2.1 ditunjukkan hasil plot antara kadar taksiran dan kadar
sebenarnya dari blok-blok operasi penambangan tembaga. Untuk kadar
taksiran maupun kadar sebenarnya ditentukan nilai cog sebesar 0,2% sehingga
menghasilkan empat kuadran. Kuadran I menunjukkan blok bijih yang
diklasifikasikan sebagai bijih dengan benar, Kuadran II blok bijih yang
diklasifikasikan sebagai waste dengan tidak benar, Kuadran III blok waste yang
diklasifikasikan sebagai waste dengan benar, sedangkan Kuadran IV
menunjukkan blok waste yang diklasifikasikan sebagai bijih dengan tidak benar.
Garis regresi (R) mengindikasikan overestimasi pada kadar tinggi dan
underestimasi pada kadar rendah. Sehingga dalam hal ini perhitungan
cadangan yang menggunakan data kadar taksiran tidak pernah tepat terhadap
hasil operasi penambangan (kadar sebenarnya).
Gambar 2.1: Grafik antara kadar taksiran (absis) dengan kadar sebenarnya (ordinat)
pada beberapa blok (selective mining), cog (Xc) ditentukan untuk
absis maupun ordinat sebesar 0,2%.
II-2
cog naik maka juga akan menaikkan harga stripping ratio (SR, volume waste
yang harus digali untuk mendapatkan 1 ton bijih). Oleh karena itu dalam
perhitungan cadangan sebaiknya dibuat dengan memperhatikan kisaran harga
cog untuk memudahkan optimasi dalam membuat skenario penambangan.
Gambar 2.2: Konsep konektivitas sebagai fungsi perubahan harga cog. Blok-blok
rencana penambangan emas yang dibuat berdasar 1.033 sampel di wilayah northern
British Columbia (Sinclair & Blackwell, 2005, h. 6).
Meskipun cog merupakan nilai yang diperoleh dari banyak faktor yang
kompleks, secara sederhana cog juga dapat diperoleh dengan formula yang
II-3
(1.1)
dimana:
FC
SR
= stripping ratio
MC
(1.2)
dimana:
OC
2.3 KONTINUITAS
Istilah kontinuitas dalam endapan mineral diartikan menjadi dua yaitu untuk
mendeskripsikan bentuk fisik dari komponen geologi yang mengontrol proses
mineralisasi. Disamping itu istilah kontinuitas juga dapat diartikan sebagai
kemenerusan nilai kadar endapan. Tabel II.1 memberikan definisi dan contoh
dari dua makna kontinuitas dalam pengertian endapan mineral. Kontinuitas
geologi selanjutnya akan dibahas secara detil dalam Bab IV, sedangkan
kontinuitas nilai akan diperdalam pada mata kuliah Geostatistik.
II-4
Kontinuitas nilai
Distribusi spasial ukuran kualitas atau
kondisi fisik endapan seperti kualitas,
ketebalan dalam zona kontinuitas geologi.
Dalam hal ini besaran yang ditentukan
adalah nugget effect dan jarak pengaruh
yang
ditunjukkan
dalam
variogram
berbagai arah.
2.4 DILUSI
Dilusi adalah hasil pencampuran dari material bukan bijih (waste) ke dalam
material bijih dalam rangkaian kegiatan pertambangan yang akan menaikkan
tonase dan menurunkan secara relatif rata-rata kadar. Dilusi tidak hanya terjadi
pada tahap eksplorasi saja melainkan terjadi hingga proses pengolahan
mineral. Ilustrasi mengenai dilusi pada tiap tahapan pertambangan dapat dilihat
pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3: Dilusi yang terjadi pada setiap tahapan proses pertambangan.
Dilusi dapat dibedakan menjadi dua yaitu dilusi internal dan eksternal. Dilusi
internal adalah apabila material kadar rendah terletak di dalam material kadar
tinggi, sedangkan dilusi eksternal adalah apabila material kadar rendah terpisah
dengan material kadar tinggi. Lebih jauh lagi, dilusi internal dapat dibagi
menjadi dua, pertama material kadar rendah mempunyai batas yang jelas
dengan material kadar tinggi (dilusi geometri) dan kedua material kadar rendah
II-5
tidak mempunyai batas yang jelas dengan kadar tinggi (dilusi inheren). Dilusi
internal geometri hadir sebagai waste yang dibedakan dengan jelas di dalam
endapan bijih, misalnya barren dike yang menerobos zona bijih. Dilusi internal
inheren dapat terjadi karena bertambahnya ukuran blok yang digunakan untuk
memisahkan bijih terhadap waste.
Secara umum variabel teregional setidaknya terdiri dari dua komponen yaitu
komponen acak dan komponen terstruktur. Komponen acak umumnya
menyertai komponen terstruktur dengan semakin jauhnya jarak antar titik
informasi.
Fungsi
mengkarakterisasi
matematis
autokorelasi
dapat
dipergunakan
untuk
efek
spasial
korelasi
sehingga
tidak
akan
sepenuhnya
Autokorelasi adalah hubungan korelasi yang terjadi pada satu variabel dimana nilai-nilai dalam
variabel tersebut tidak saling bebas.
II-6
Gambar 2.4: Ilustrasi numerik dari efek smoothing kombinasi kadar dari support kecil
sampai besar (atas), hubungan umum dari dispersi kadar yang diilustrasikan dalam
histogram antara sampel volume kecil dan besar.
Selective mining unit (SMU) adalah blok terkecil dimana penentuan bijih dan
waste umumnya dibuat. Ukuran dari SMU ditentukan berdasarkan metode
penambangan dan juga skala operasi yang akan dilakukan. Untuk tujuan
perencanaan, endapan mineral dapat dibuat menjadi blok-blok 3 dimensi
seperti pada Gambar 2.5. Masing-masing blok ditentukan harga kadar logam
atau parameter yang lain. Penentuan SMU merupakan hal yang sangat kritis
II-7
Gambar 2.5: Blok-blok yang dipergunakan untuk mengestimasi geometri badan bijih,
blok tersebut umumnya akan dipergunakan sebagai selective mining unit (SMU).
yang
berulang.
Dalam
suatu
hal
mungkin
mempunyai
reproduksibilitas yang baik tetapi akurasi yang kurang bagus, dengan demikian
keduanya harus diperhatikan dengan detil.
II-8
Secara umum pola dasar eksplorasi adalah bekerja dari lokasi yang sudah
diketahui menuju lokasi yang belum diketahui. Akibat adanya faktor mineralisasi
dan kondisi topografi, maka bentuk pola-pola eksplorasi dapat berbeda sesuai
dengan kondisinya, antara lain:
1. Pola bujursangkar, digunakan untuk jenis endapan yang mempunyai
penyebaran isotrop (mineralisasi homogen) dan topografi landai.
II-9
Derajat kerapatan antar titik observasi di dalam pola eksplorasi disebut dengan
grid density. Terdapat dua hal dalam pembahasan grid density yaitu:
II-10
2.10
Metode perhitungan yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat diuji
ulang atau diverifikasi. Tahap pertama setelah perhitungan sumberdaya
selesai, adalah memeriksa atau mengecek taksiran kualitas blok (unit
penambangan terkecil). Hal ini dilakukan dengan menggunakan data pemboran
yang ada di sekitarnya. Setelah penambangan dimulai, taksiran kadar dari
II-11
model sumberdaya harus dicek ulang dengan kualitas dan tonase hasil
penambangan yang sesungguhnya.
II-12
BAB III
KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN
III-1
3.1
III-2
penyelidikan
geologi
ini
adalah
untuk
mengidentifikasi
Survei
Tinjau
(Reconnaissance)
adalah
tahap
eksplorasi
untuk
Prospeksi
(Prospecting)
adalah
tahap
eksplorasi
dengan
jalan
bisa
dilakukan
secara
terbatas
berdasarkan
metode
geologi
suatu
endapan
mineral
berdasarkan
indikasi
laporan
eksplorasi
dan
faktor-faktor
ekonomi,
Layak
Tambang
adalah
keadaan
yang
menunjukkan
bahwa
mineral
yang
kuantitas
dan
kualitasnya
diperoleh
mineral
yang
kuantitas
dan
kualitasnya
diperoleh
III-5
mineral
yang
kuantitas
dan
kualitasnya
diperoleh
mineral
yang
kuantitas
dan
kualitasnya
diperoleh
Angka pertama adalah menunjukkan Sumbu Ekonomis terdiri dari tiga angka:
Angka 1 menyatakan Ekonomis
Angka 2 menyatakan Berpotensi Ekonomis
Angka 3 menyatakan Berintrinsik Ekonomis
Angka kedua adalah menunjukkan Sumbu Kelayakan terdiri dari tiga angka:
Angka 1 menyatakan Studi Kelayakan atau Laporan Penambangan
Angka 2 menyatakan Studi Pra Kelayakan
Angka 3 menyatakan Studi Geologi
Angka ketiga adalah menunjukkan Sumbu Geologi terdiri dari empat angka:
Angka 1 menyatakan Eksplorasi Rinci
Angka 2 menyatakan Eksplorasi Umum
Angka 3 menyatakan Prospeksi
Angka 4 menyatakan Survei Tinjau
III-7
Eksplorasi Umum
(General Exploration)
tinggi
2. Sumberdaya Mineral
Kelayakan (Feasibility
Mineral Resource)
{211}
1. Cadangan Mineral
Terbukti (Proved Mineral
Reserve)
{111}
Eksplorasi Rinci
(Detailed Exploration)
Survei Tinjau
(Reconnaissance)
?. Sumberdaya Mineral
Hipotetik (Reconnaissance
Mineral Resource)
{334}
rendah
Prospeksi
(Prospecting)
Gambar 3.1: Sistem klasifikasi sumberdaya mineral dan cadangan SNI 1998.
Kategori Ekonomis :
1 = Ekonomis
1-2 = Ekonomis ke berpotensi ekonomis (berintrinsik ekonomis)
2 = Berpotensi ekonomis
? = Tidak ditentukan
Kelayakan didasarkan pada kajian faktor-faktor: ekonomi, pemasaran, penambangan, pengolahan, lingkungan
sosial, hukum/perundang-undangan, dan kebijakan pemerintah
Studi Geologi
Tahap Eksplorasi
III-8
Gambar 3.2: Sistem kodifikasi sumberdaya mineral dan cadangan SNI 1998.
3.2
III-9
Total resources
Identified
Undiscovered
Demonstrated
Measured
indicated
Inferred
Hypothetical
(known distict)
Speculative
(undiscovered
distict)
Reserves
Paramarginal
resources
Submarginal
Increasing geological confidance
Klasifikasi untuk mengidentifikasi mineral resources dan reserve US Bereau
of Mines (USBM) & US Geological Survey (USGS), 1980
III-10
III-11
Measured
Indicated
Inferred
Proven
Probable
Possible
Kondisi Data
Saat Development:
Mineralisasi/bijih tersingkap dan telah dilakukan
sampling dengan volume & intensitas yang cukup
melalui pemboran detil
Pada Program Pemboran Detil:
Kondisi dan kemenerusan Bijih & Mineralisasi
pada semua tempat telah diidentifikasikan dengan
pemboran
Class I :
Kondisi dan kemenerusan Bijih & Mineralisasi
regular menerus telah diidentifikasikan dengan
pemboran, namun dengan jarak yang relatif masih
jauh
Class II :
Kondisi dan kemenerusan Bijih & Mineralisasi
irregular fluktuatif telah diidentifikasikan dengan
pemboran, namun dengan jarak yang relatif masih
jauh
Mineralisasi diinterpretasikan berdasarkan sifat
kemenerusan dari titik-titk yang telah diketahui,
pemboran masih acak
Perkiraan
Error
0 - 10 %
5-20 %
20-40 %
40-70 %
70-100 %
III-12
BAB IV
KONTROL GEOLOGI
. . . computation formed only part, and perhaps not the most important part, of ore reserve estimation; . . . the
estimate in situ should be seen primarily as a facet of ore geology.
(King et al., 1985)
geokimia,
hidrogeologi,
dll.
Pengaruh
aspek
geologi
pada
Informasi fakta geologi merupakan dasar untuk membuat model 3 dimensi dari
endapan mineral. Informasi geologi diperoleh dari batuan yang tersingkap di
permukaan, paritan, sumur, dan pengeboran serta kegiatan bawah tanah.
Sumber-sumber
informasi
tersebut
memberikan
pengamatan
langsung
IV-1
litologi.
Umur
patahan
sangat
penting
dalam
melakukan
mineral,
dikontrol
oleh
struktur
(misalnya
rekahan)
dan
IV-2
Gambar 4.3: Penampang model endapan molibdenit utara-selatan (A) dan timur-barat
(B) central British Columbia menunjukkan tiga fase mineralisasi pada breksi, stringer
zone, dan high-grade vein (Sinclair & Blackwell, 2005).
di
antara
penampang-penampang
lubang
bor.
Penampang
Pengertian dinamis pada perhitungan cadangan tidak hanya menyangkut aspek geologi, tetapi juga
dalam aspek ekonomi yang dinyakan dengan nilai cog yang berubah sesuai dengan kondisi
perekonomian, teknologi, lingkungan, dan politik.
IV-5
Pemodelan geometri endapan juga dapat dilakukan secara tiga dimensi dengan
bantuan komputer. Pemodelan dengan cara ini akan memudahkan dalam
berbagai hal diantaranya manajemen data, visualisasi, perhitungan cadangan,
perencanaan
tambang,
dll.
Disamping
kemudahan-kemudahan
tersebut
pemodelan ini juga dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dan lebih
fleksibel apabila ada perubahan atau penambahan data.
IV-6
permasalahan
pada
tahapan
produksi.
Ketidakpastian
IV-7
Gambar 4.6: Beberapa variasi model batas antara bijih dan waste. Dari kiri ke kanan
batas bijih berubah menjadi semakin gradasi, sedangkan dari atas ke bawah batas
bijih berubah dari bidang sederhana menjadi lebih kompleks (tidak teratur). Kedua
fenomena tersebut (tajam/gradasi dan sederhana/tidak teratur) merupakan fungsi
skala. Batas bijih semakin kompleks apabila besaran d semakin tebal relatif terhadap
tebal bijih (Sinclair & Blackwell, 2005).
IV-8
batas antara bijih dan waste baik dari pengamatan permukaan maupun
underground.
Sinclair
&
Blackwell
(2005)
memperkenalkan
sebuah
metode
untuk
Gambar 4.6: Pasangan data dengan jarak yang sama (dalam kasus ini 2 m) ditentukan
baik untuk bijih maupun waste dari garis batas.
Sebagai studi kasus dipergunakan data untuk endapan emas epitermal yang
mempunyai dimensi cukup besar dan batas bijih yang bergradasi. Hasil plot
pasangan data dapat dilihat pada diagram pencar Gambar 4.7. Dari diagram ini
akan diperoleh parameter kuantitatif misalnya koefisien korelasi (r) seperti
terlihat dalam Tabel IV.1. Metode yang hampir sama juga diperkenalkan oleh
IV-9
(4.1)
dimana:
Cg
= kontras geokimia
mo(h)
mw(h)
Gambar 4.7: Hasil plot antara kadar bijih terhadap waste untuk berbagai jarak yang
sama dari batas bijih-waste (Sinclair & Blackwell, 2005).
Harga kontras geokimia dapat diperlihatkan dalam Tabel IV.1. Dalam kasus ini
tebal zona gradasi dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi dan kontras
geokimia. Diinterpretasikan zona gradasi pada daerah batas adalah 4 m yaitu 2
m ke arah bijih dan 2 m ke arah waste. Dengan demikian data yang terdapat
IV-10
4.4 MINERALOGI
selama
perhitungan
cadangan
kaitannya
dengan
proses
IV-11
Gambar 4.8: Variasi mineralogi pada tambang sulfida masif Woodlawn (Australia)
(Sinclair & Blackwell, 2005).
Keuntungan lain yang dapat diperoleh dari studi mineralogi pada endapan
emas diantaranya:
1. Mengenali kehadiran mineral sianida seperti pirotit yang bereaksi dengan
larutan sianida sehingga menambah kebutuhan zat kimia dalam proses
konsentrasi.
2. Mengenali mineral Au yang sulit larut dalam larutan sianida (misalnya Au
teluride, elektrum kaya Ag) sehingga tidak dapat diperoleh dengan
perlakuan sianidasi.
3. Mengenali kehadiran mineral karbon yang mengabsorbsi larutan sianida
dalam jumlah yang signifikan.
IV-12
BAB V
KONSEP STATISTIK
Statistics should not be involved in ore reserve estimation until all other factor such as geological continuity and
contact, loss core, representativeness, sampling and assay error have been identified, examined and assessed.
(King et al., 1982)
5.1
PENDAHULUAN
Para ahli statistik berbicara mengenai populasi (yaitu seluruh objek yang
dipelajari, contohnya endapan). Populasi atau deposit ini dikarakterisasi
menjadi variabel, contohnya kadar, dengan parameter-parameter yang unik
(seperti mean, standar deviasi), dan pola penyebaran nilai-nilai terhadap meannya (probability density function) yang unik pula.
V-1
(5.1)
Jika n nilai diambil secara acak dari populasi maka rata-rata sampel adalah
taksiran takbias dari mean populasi. Nilai mean ini juga diartikan sebagai
ekspektasi pengambilan secara acak dari populasi.
mw = wi xi
dengan
=1
(5.2)
Dimana xi adalah nilai-nilai yang akan dirata-ratakan dan wi adalah bobotbobotnya. Persamaan
(l i d i xi )
(l d )
i
(5.3)
V-2
Dalam analisis statistik data kadar biasanya dibuat beberapa subgrup kadar,
misalnya grup kadar yang di atas cog dan di bawahnya. Selain itu setiap
sampel umumnya juga dianalisis oleh dua laboratorium yang berbeda. Apabila
akan memperbandingkan grup kadar di atas cog untuk dua hasil analisis dari
laboratorium yang berbeda maka kedua hasil analisis tersebut harus dipisahkan
terhadap kadar di bawah cog. Jika kadar di bawah cog tersebut tidak
dipisahkan maka akan menyebabkan analisis statistik akan bias. Misalnya akan
memperbandingkan nilai rata-rata dari dua populasi tersebut maka terdapat dua
cara yaitu:
1. Dengan mencari kadar rata-rata (di atas cog) untuk Populasi 1 dan Populasi
2.
2. Dengan mencari kadar rata-rata populasi dengan formula sebagai berikut:
m w = p m1 + (1 p ) m2
(5.4)
Median, salah satu ukuran tendensi sentral (biasanya digunakan untuk data
yang terdistribusi tidak normal). Median yaitu nilai pertengahan data yang telah
disusun dari yang besar ke yang kecil atau sebaliknya. Dengan kata lain 50%
data bernilai di bawah median dan 50% lagi bernilai di atas median. Untuk
jumlah data yang kecil, median menjadi taksiran yang baik untuk tendensi
sentral dibandingkan dengan mean.
Modus adalah (interval) data yang lebih sering terjadi dibandingkan dengan
(interval) data lainnya (dengan kata lain modus adalah puncak dari sebuah
histogram). Walaupun nilai modus juga bisa menjadi mean atau median, tetapi
V-3
ketiga ukuran tendensi sentral ini berbeda (Gambar 5.1). Untuk kasus distribusi
normal, modus, mean, dan median akan bernilai sama.
Modus sangat berperan untuk mengetahui distribusi kompleks dari dua atau
lebih sub-populasi (Sinclair, 1976) dan juga dalam pemahaman tentang
pencilan (outliers), khususnya nilai yang ekstrim tinggi.
Dispersi adalah ukuran penyebaran nilai data. Ukuran yang sering digunakan
adalah jangkauan (range) yaitu perbedaan antara nilai maksimum dan
minimum. Jangkauan tidak cocok untuk menjelaskan penyebaran data karena
sangat sensitif terhadap adanya nilai yang ekstrim.
(x
=
m)
(n 1)
(5.5)
dimana xi adalah nilai data, m adalah mean data dan n adalah jumlah data. Nilai
n-1 sering disebut dengan derajat kebebasan. Variansi sampel (s2) digunakan
untuk menaksir variansi populasi (2). Pembagi (n-1) digunakan agar s2 takbias
jika digunakan untuk menaksir 2 pada jumlah data yang kecil (n<30).
V-4
Akar dari variansi sering disebut standar deviasi, merupakan ukuran dispersi
yang lebih sering digunakan karena satuannya sama dengan variabel,
dibandingkan dengan variansi yang satuannya kuadrat.
Jika nilai mean, m, dan nilai dispersi, s, telah diperoleh dari n buah data, maka
variansi error (disebut juga standar error of mean, se) dihitung dengan
persamaan:
se = s 2 n
12
= s n1 2
(5.6)
artinya jika mean populasi dihitung dari beberapa sampel berukuran n, maka
mean tersebut akan mempunyai dispersi (s) yang ditaksir oleh se.
Pada perhitungan cadangan, sulit membedakan antara variansi dengan variansi
error. Variansi (atau standar deviasi) adalah ukuran penyebaran nilai
sedangkan variansi error (standard error of mean) adalah taksiran rata-rata
error yang dibuat ketika menaksir mean populasi dengan menggunakan ratarata sampel.
2
w
[w (x
=
i
mw )
(5.7)
w2 = p 12 + (1 p ) 22 + p(1 p )(m1 m2 )2
(5.8)
Persentil (atau kuantil) adalah nilai di bawah batas proporsi tertentu dari sebuah
data set. Median adalah persenti ke-50. Pada beberapa kasus, persentil juga
digunakan untuk mengukur penyebaran data. Persentil yang sering digunakan
adalah:
P10, P90
P25, P75
P50
V-5
5.2.3 Kovariansi
Kovariansi (sxy) adalah ukuran variasi yang terjadi antara dua variabel (x dan y).
Kovariansi dihitung dengan persamaan:
s xy = ( xi m x )( yi m y ) n
(5.9)
(a)
(b)
(c)
Gambar 5.2: Tiga contoh hasil analisis lubang bor yang digambarkan dengan
histogram. Skewness negatif (a), simetris (b) dan skewness positif (c). Pada gambar
(b) disertai dengan kurva normalnya.
V-6
CV = s / m
(5.10)
Jika CV kurang dari 0,5 umumnya lebih mendekati distribusi normal sedangkan
jika lebih dari 0,5 umumnya data terdistribusi dengan skewness.
5.3 HISTOGRAM
Interval nilai pada histogram harus dibuat seragam (1/4 atau 1/2 standar
deviasi) dan frekuensi data tidak ditampilkan dalam bentuk angka tetapi dalam
bentuk persentase (dengan tujuan untuk pembandingan histogram jika jumlah
data berbeda). Setiap histogram harus dilengkapi dengan informasi mengenai
jumlah data, interval kelas, mean dan standar deviasi.
Histogram
juga
dapat
menunjukkan
pembiasan
spasial
(lokasi)
pada
Gambar 5.3: Ilustrasi data yang dikelompokkan secara spasial (a). Ukuran sel paling
optimal diperoleh ketika kurva mean terbobot mencapai titik terendah jika data
terkonsentrasi pada daerah kadar tinggi (b), demikian pula sebaliknya.
(Sinclair & Blackwell, 2005).
Salah satu cara lain untuk menghindari bias spasial ini adalah dengan
memberikan proporsi bobot nilai-nilai kadar sampel terhadap daerah poligon.
Metode yang sering digunakan adalah membuat sel yang seragam (2 dimensi
atau 3 dimensi sesuai kebutuhan) pada seluruh daerah sedemikian rupa
sehingga tiap-tiap sel memuat satu atau lebih data (Gambar 5.3). Sampel diberi
proporsi bobot relatif terhadap jumlah total sampel yang terdapat di dalam sel
(dengan kata lain tiap-tiap sel mempunyai bobot yang sama berapa pun jumlah
data yang terdapat di dalamnya, tetapi bobot masing-masing sampel bervariasi
tergantung berapa banyak data sampel dalam selnya). Prosedur ini tidak
dianjurkan karena akan menghasilkan histogram dari data sekunder yang
mewakili tiap-tiap sel atau akan mereduksi bobot apabila dalam satu sel
terdapat beberapa sampel.
V-8
V-9
y=
1
e
s 2
( xi m )2
2 s 2
(5.11)
normal
dapat
digabungkan
dengan
histogram
takbias
untuk
Gambar 5.5: Kurva fungsi kepadatan peluang distribusi normal. Simetris pada nilai
mean xm = 0,76 dan dispersi diukur oleh standar deviasi s = 0,28.
Distribusi normal sering digunakan untuk mengatasi beberapa tipe error, seperti
error analisis dan error sampling.
Semua variabel yang terdistribusi normal dapat diubah menjadi normal baku
dengan transformasi sebagai berikut:
zi =
( x i m)
s
(5.12)
y=
1
e
2
z2
(5.13)
V-10
Bentuk distribusi normal baku seperti tampak pada Gambar 5.6. Tabel-tabel
statistik yang sering digunakan menggunakan distribusi normal baku. Distribusi
normal baku merupakan basis pada konsep peluang dan batas kepercayaan.
P< z = 0,5 1 +
{1 exp( 2 z
)}
(5.14)
atau
P> z = 1 P< z
dimana P<z adalah proporsi populasi di bawah nilai z positif dan P>z adalah
proporsi populasi di atas nilai z positif. Untuk z negatif, nilai P<z menjadi proporsi
populasi di atas nilai z. Formula ini dapat digunakan untuk distribusi lognormal
jika datanya ditransformasikan menjadi logaritma yang terdistribusi normal.
V-11
Selain mengetahui proporsi di atas cog, sangat berguna juga jika mengetahui
kadar rata-rata material di atas (atau di bawah) cog. Kadar rata-rata material
antara A dan B dihitung dengan persamaan:
E[ x A B ] = m +
Z [( A m ) s ] Z [(B m ) s ]
s
[(B m ) s ] [( A m ) s ]
(5.15)
dimana:
A adalah nilai pemotongan bawah
B adalah nilai pemotongan atas
m adalah mean dari distribusi normal
s adalah standar deviasi dari distribusi normal
Z[z] = (2)-1/2 exp(-z2 / 2)
[z] adalah proporsi daerah di bawah kurva normal baku dari - sampai
z.
Untuk pemotongan bawah A dan tidak ada pemotongan atas, maka persamaan
di atas menjadi:
E [x > A ] = m +
Z [( A m ) s ]
s
1 [( A m ) s ]
(5.16)
V-12
Contoh selanjutnya adalah jika cog = 0,90% (lebih besar dari mean), diperoleh
Z[(0,9 0,76) / 0,28] = Z[0,5] = 0,35 dan [0,5] = 0,69. Substitusikan nilai-nilai
ini pada persamaan di atas maka E[x>0,9]= 0,76 + 0,28(0,35/0,31) = 1,075%.
Perhitungan-perhitungan ini sangat diperlukan dalam konsep perhitungan
cadangan.
Gambar 5.7: Kurva distribusi lognormal dari analisis lubang bor pada endapan
tembaga Bougenville (Sinclair, 2005). Parameter data mentahnya
m = 0,45% Cu dan s = 0,218 (Sinclair & Blackwell, 2005).
Pada beberapa kasus, data yang skewness positif yang tidak terdistribusi
lognormal dapat diubah menjadi terdistribusi lognormal, yaitu ditransformasikan
dengan menambahkan konstanta, persamaan transformasinya:
t i = ln( xi + k )
(5.17)
Taksiran nilai k akan dibahas pada sub bab berikutnya. Ketika transformasi di
atas
digunakan
pada
perhitungan
cadangan,
taksiran
awal
harus
V-13
(5.18)
dimana d adalah standar deviasi dari data yang telah ditranformasi menjadi log,
xc adalah cog (data awal) dan m adalah mean distribusi (data awal) dan [z]
adalah fungsi distribusi kumulatif normal baku dari - sampai z. Logam
terperoleh, R>c (proporsi metal yang terkandung dalam tonase di atas cog)
dihitung dengan persamaan:
R>c = 1 {ln ( xc m ) d d 2}
(5.19)
(5.20)
V-14
Uji ketakbiasan suatu koin dapat dilakukan sebagai berikut: dengan pelemparan
sebanyak 100 kali dan untuk = 0,05 (selang kepercayaan 95%), jumlah
kepala yang muncul harus berada pada selang np+2(npq)1/2 yaitu 5010. Jika
kemunculan kepala di luar selang tersebut maka koin tersebut bias.
Contoh bentuk distribusi binomial seperti pada Gambar 5.8 yang menunjukkan
frekuensi (dalam %) terhadap jumlah butir mineral berat dimana setiap sampel
terdiri dari 1.000 butir. Dalam gambar tersebut terlihat mean adalah 15% dan
menunjukkan, sebagai contoh, terdapat peluang lebih dari 7% sampel
mempunyai butir mineral berat kurang dari 10 sedangkan yang diharapkan
adalah 15.
V-15
1. Jumlah sukses yang terjadi dalam suatu selang waktu atau daerah tertentu
tidak terpengaruh oleh (bebas dari) apa yang terjadi pada selang waktu atau
daerah lain.
2. Peluang terjadinya suatu sukses (tunggal) dalam selang waktu yang amat
pendek atau dalam daerah yang kecil sebanding (proporsional terhadap)
dengan panjang waktu atau besarnya daerah, dan tidak bergantung pada
banyaknya sukses yang terjadi di luar selang atau daerah tersebut.
3. Peluang terjadinya lebih dari satu sukses dalam selang waktu yang pendek
atau daerah yang sempit tersebut dapat diabaikan.
Peluang terjadinya x kali sukses pada percobaan poisson, dihitung dengan
persamaan:
e x
P ( x; ) =
untuk x = 0,1,2,3,....
x!
(5.21)
Mean dan variansi distribusi poisson sama yaitu . Distibusi poisson adalah
bentuk khusus dari distribusi binomial ketika n menuju tak hingga dan np
konstan. Oleh sebab itu, distribusi poisson dapat digunakan untuk menaksir
distribusi binomial ketika p sangat kecil dan n sangat besar.
CV % = 100
(5.22)
Jika presisi (P) didefinisikan sebagai dua kali koefisien variasi, maka:
P = 2CV % = 200 = 200 1 2
(5.23)
dimana adalah rata-rata jumlah butir dalam sampel. Presisi ini digunakan
untuk mengetahui jumlah butir yang berukuran seragam yang terdapat dalam
sampel.
Dalam Gambar 5.9 ditunjukkan contoh bentuk distribusi poisson dimana setiap
sampel mempunyai jumlah butir emas rata-rata dua. Diagram tersebut dibuat
dengan menggunakan Persamaan 5.21, rangkuman perhitungan seperti terlihat
pada Tabel V.1. Sebagai contoh terdapat peluang 13% dimana sampel dengan
jumlah butir 1.000 tidak mempunyai butir emas.
Histogram dapat dibuat kumulatif dari rendah ke tinggi (Gambar 5.10) maupun
sebaliknya. Walaupun histogram kumulatif mudah dipahami dan sering
dipergunakan, jenis distribusi ini masih mengandung ambigu jika dievaluasi
hanya dengan melihat tampilan. Grafik lain yang banyak digunakan untuk
melihat persentase kumulatif data adalah grafik peluang (probability graphs).
V-18
Pada Gambar 5.12 ordinatnya berupa skala logaritma, titik-titik kumulatif yang
membentuk garis lurus juga terdistribusi lognormal. Histogram Cu yang
mempunyai skewness positif tinggi ditampilkan sebagai plot kumulatif dengan
ordinat berupa skala logaritmik. Dengan demikian kurva konkaf pada Gambar
5.10 akan menjadi garis lurus seperti pada Gambar 5.11. Nilai mean yang
dapat ditaksir dengan persentil ke-50 pada garis lurus merupakan mean
geometri
dan
merupakan
taksiran
yang
underestimasi
terhadap
data
mentahnya.
Jika data terdiri dari gabungan dua variabel terdistribusi normal (atau
lognormal) dengan mean berbeda dan jangkauan yang beririsan, maka plot
kumulatif data akan berbentuk sigmoidal (Gambar 5.13). Kurva pada gambar
tersebut menunjukkan campuran 20% populasi lognormal A dengan 80%
populasi lognormal B. Setiap titik pada garis lengkung kurva ditentukan oleh
persamaan:
Pm = f A PA + f B PB
(5.24)
dimana:
Pm
PA
PB
fA
fB
V-19
V-20
r = s xy (s x s y )
(5.25)
dimana
sxy
sx
sy
V-21
Adanya pencilan atau trend nonlinier akan menyebabkan nilai korelasi menjadi
salah (Gambar 5.15).
Gambar 5.15: Pengaruh pencilan dan trend nonlinier pada koefisien korelasi (r).
(ii)
(iii)
(iv)
(v)
V-22
5.7 AUTOKORELASI
r = Cov( xi , xi + h ) s x2
(5.26)
Dalam Gambar 5.16 ditunjukkan beberapa contoh korelogram yaitu plot antara
koefisien korelasi (r) dengan jarak lag (h) masing-masing. Gambar (A)
merupakan contoh korelogram teoritis, gambar (B) adalah korelogram untuk
118 titik kadar Zn yang dibawa oleh mineralisasi sfalerit (Pulacayo, Bolivia), dan
gambar (C) menunjukkan korelogram untuk 129 titik kadar Ti dari mineralisasi
V-23
anortosit komplek (Black Cargo, California). Pola umum dari ketiga korelogram
tersebut mengindikasikan sampel yang lebih dekat akan lebih mirip
(berkorelasi) daripada sampel yang terpisah lebih jauh.
Pada berbagai endapan mineral, pasangan sampel yang diperoleh dari jarak
yang dekat hampir mirip, sedangkan semakin jauh jaraknya semakin jelas
perbedaannya. Akibatnya bentuk umum dari korelogram akan mempunyai nilai
r yang tinggi pada bagian sampel yang berjarak dekat dan nilai r akan kecil
untuk sampel dari jarak yang berjauhan. Semua nilai r yang dihitung dapat diuji
secara statistik apakah tidak sama dengan nol. Jika suatu sampel yang terpisah
mempunyai autokorelasi tidak sama dengan nol (setelah diuji), maka sampel
tersebut masih terletak dalam range (atau jarak pengaruh dari sampel). Oleh
sebab itu autokorelasi adalah atribut kadar yang penting dalam mengetahui
rata-rata jarak pengaruh sampel.
(5.27)
V-24
Pada beberapa kasus diperlukan sekali suatu garis lurus pada kelompok
pasangan data.
tampilan geometri dari koefisien korelasi adalah ukuran relatif sebaik mana
variabel mendekati garis lurus pada grafik x-y. Model liniernya dapat dilihat dari
persamaan:
y = b0 + b1 x e
(5.28)
dimana x variabel bebas dan y adalah variabel tak bebas, b1 adalah kemiringan
garis (gradien), b0 adalah perpotongannya pada sumbu y, dan e adalah dispersi
acak titik-titik di sekitar garis lurus.
y nb b x = 0
y x b x b x
i
2
i
(5.29)
=0
b1 =
x y ( y )( x ) n
x ( x ) n
i
2
i
(5.30)
b0 = y b1 x
Sebaran garis paralel terhadap sumbu y dapat dihitung dengan persamaan:
[ y b y
= (1 r )
s d2 =
s d2
2
i
2
y
b1 xi y i n
(5.31)
V-25
hubungan linier antara kadar panel taksiran dengan rata-rata kadar dalam
sampel adalah sebagai berikut:
y b = m + b1 ( x b m )
(5.32)
dimana yb adalah kadar blok khusus, m adalah mean blok dan sampel, dan xb
adalah kadar rata-rata sampel di dalam blok. Hasil dari penelitian Krige
menyimpulkan bahwa penentuan hubungan secara empiris akan menghasilkan
hasil yang berbeda dari garis y = x (hasil yang diharapkan). Perbedaan inilah
yang disebut conditional bias. Krige membuktikan bahwa taksiran kadar tinggi
rata-rata akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi dari kadar sebenarnya,
sedangkan taksiran kadar rendah akan menghasilkan taksiran yang lebih
rendah dari kadar sebenarnya.
b1 = r ( y x )
b1 = y2 x2 < 1
Gambar 5.14 menunjukkan karakter linier yang inheren dari pasangan variabel
yang dicirikan oleh nilai koefisien korelasi absolut yang tinggi. Gambar 5.17
menunjukkan contoh penggunaan hubungan least square, baik yang linier dan
kuadratik, yang menghubungkan densitas bijih (D) dengan kadar nikel (Ni).
Persamaan least square yang diperoleh adalah D = 2,839 + 0,297Ni dan D =
2,88 + 0,238Ni + 0,013Ni2. Model least square tradisional ini menempatkan
semua error pada variabel D karena diasumsikan Ni diketahui secara pasti
untuk mencari taksiran densitas. Pada kasus ini penggunaan persamaan
kuadrat pada data tidak akan mempengaruhi hubungan linier secara signifikan.
V-26
Model least square ini digunakan pada kasus-kasus dimana satu variabel
digunakan untuk menaksir variabel lainnya.
Regresi RMA digunakan apabila ingin melihat hubungan antara dua variabel
dengan mempertimbangkan error yang terjadi pada dua variabel tersebut.
y = b0 + b1 x e
dengan x dan y adalah pasangan nilai, b0 adalah perpotongan sumbu y dengan
model linier RMA, b1 adalah kemiringan (gradien) model, dan e adalah
pemencaran di sekitar garis. Taksiran nilai b adalah:
b1 = s y s x
dimana sy dan sx adalah standar deviasi x dan y, dan b0 ditaksir dengan
persamaan:
b0 = y b1 x
dimana y dan x adalah nilai mean y dan x. Jika garis tidak melewati titik pusat
(0,0) maka pasti terjadi bias.
V-27
)}
s 0 = s y ([1 r ] n ) 2 + [x s x ] [1 + r ]
2
12
([
] )
s sl = (s y s x ) 1 r 2 n
12
s rma = 2(1 r ) s x2 + s y2
)}
12
(2)
Tabel V.2: Rangkuman parameter model seperti ditunjukkan pada Gambar 5.18.
V-28
Gambar 5.18: Tiga model linier untuk merepresentasikan pasangan data Au AuD.
Dalam Gambar 5.18 menunjukkan plot hasil analisis untuk sampel emas (Au)
terhadap analisis untuk sampel emas duplikatnya (AuD). Tiga model linier
diaplikasikan untuk merepresentasikan hasil plot tersebut: (1) semua error
diasumsikan pada Au, (2) RMA, dan (3) semua error diasumsikan pada AuD.
Parameter ketiga model ditunjukkan pada Tabel V.2.
V-29
BAB VI
METODE PENAKSIRAN PARAMETER
DAN PERHITUNGAN CADANGAN
6.1
PENAKSIRAN PARAMETER
61.1
Perlunya Penaksiran
Dalam merencanakan kegiatan eksplorasi tak lepas dari pola dan kerapatan
titik informasi yang akan dilakukan atau lebih dikenal dengan desain eksplorasi.
Pola pengambilan sampel telah dijelaskan pada Bab 2 yang meliputi pola
bujursangkar, persegi panjang, segitiga, dan rombohedron. Pelaksanaan di
lapangan pada kenyataannya sulit melaksanakan eksplorasi sesuai dengan
desain yang telah direncanakan. Hal ini bisa terjadi karena batasan kondisi
alam di lapangan seperti bentuk lahan (gunung, lembah, lereng, dll), jenis tanah
(gambut, tanah lapuk, batuan keras, dll). Disamping itu juga terdapat batasan
lain seperti administrasi (batas konsesi, batas wilayah, dll), lingkungan, sosial
budaya (keberadaan situs purbakala, daerah larangan, dll), politik, dll.
Dengan kondisi seperti tersebut di atas maka sangat mungkin beberapa titik
informasi yang telah direncanakan tidak bisa diambil sampelnya sehingga
mendapatkan daerah yang tidak diketahui kisaran besaran paramaternya.
Parameter yang dimaksud dalam hal ini seperti kadar, ketebalan, densitas, dll.
VI-1
Metode NNP menggunakan nilai titik terdekat sebagai nilai pada titik yang
ditaksir, dengan kata lain lebih mempercayai titik yang terdekat daripada titik
yang lebih jauh. Umumnya metode panaksiran ini dipergunakan untuk tipe
parameter yang mempunyai kemenerusan tinggi seperti ketebalan dan
kandungan abu batubara, endapan plaser pantai, dll.
Metoda inverse distance weighting (IDW, jarak terbalik) merupakan suatu cara
penaksiran dengan telah memperhitungkan adanya hubungan letak ruang
(jarak), merupakan kombinasi linier atau harga rata-rata terbobot (weighted
average) dari titik-titik data yang ada di sekitarnya.
Suatu cara penaksiran di mana harga rata-rata suatu titik yang ditaksir
merupakan kombinasi linier atau harga rata-rata terbobot (weighted
average) dari data-data lubang bor di sekitar titik tersebut. Data di dekat titik
VI-2
yang ditaksir memperoleh bobot lebih besar, sedangkan data yang jauh dari
titik yang ditaksir bobotnya lebih kecil. Bobot ini berbanding terbalik dengan
jarak data dari titik yang ditaksir.
Jika d adalah jarak antara titik yang ditaksir, z, dengan titik data, maka faktor
pembobotan w adalah:
Untuk ID pangkat satu
1
dj
wj =
j
d1
i=1 i
1
d j2
wj =
12
i=1 di
Untuk ID pangkat n
wj =
1
d jn
j
1
n
i=1 di
Z * = w i .zi
i=1
VI-3
Penaksiran
dengan
menggunakan
metode
NNP
untuk
Gambar
6.1
menghasilkan nilai kadar 0,90% (titik G4), sedangkan jika menggunakan ratarata kadar 5 titik terdekat menghasilkan nilai kadar 0,72%. Dalam Tabel VII.1
terlihat dengan semakin bertambahnya bilangan pangkat dalam penaksiran
IDW akan semakin mendekati hasil penaksiran NNP. Apabila pangkat IDW
sangat besar atau tak hingga maka hasil penaksiran tersebut akan sama
dengan hasil penaksiran NNP.
VI-4
Metode segitiga digunakan untuk menaksir sebuah titik di tengah (atau daerah
segitiga) dengan menggunakan tiga titik data yang melingkupinya. Metode ini
lebih baik dari pada metode NNP dalam hal jumlah titik penaksirnya. Metode
segitiga memperhatikan tiga titik untuk dirata-ratakan sedangkan NNP hanya
memperhatikan satu titik terdekatnya. Beberapa kelemahan metode ini seperti
tidak diperhatikannya sifat anisotropisme, unit yang diestimasi tidak berbentuk
blok yang teratur, dan metode pembobotan kurang optimal.
kipas).
Kadar
rata-rata
terbobot
pada
penampang
akan
Keuntungan dari metode ini adalah proses perhitungannya tidak rumit dan
sekaligus dapat dipergunakan untuk menyajikan hasil interpretasi model dalam
sebuah penampang atau irisan horisontal. Sedangkan kekurangan metode
penampang adalah tidak bisa dipergunakan untuk tipe endapan dengan
mineralisasi
yang
kompleks.
Disamping
itu
hasil
perhitungan
secara
konvensional ini dapat dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil
perhitungan yang lebih canggih misalnya dengan sistem blok.
VI-5
V =L
S2
S1
( S1 + S2 )
2
T = V x BJ
dimana :
BJ
Rumus prismoida
V
S1,S2
M
L
V
S2
= ( S1 + 4M + S2 )
L
6
S1
1/2 L
VI-6
V=
S1
S2
L
V
S2
L
S +S + S S
2
1 2
3 1
=
=
=
=
Rumus obelisk
Rumus obelisk dipakai untuk bentuk endapan yang membaji, merupakan suatu
modifikasi dari rumus prismoida dengan mensubstitusi:
M=
( a1 + a 2 ) ( b1 + b 2 )
2
a2
S2
b2
S1
Gambar
6.5:
Sketsa
perhitungan volume bijih
dengan rumus obelisk.
b1
a1
V =
L
S + 4M + S2
6 1
L
6
)(
a +a
b +b
2
1
2 + S
S1 + 4 1
2
4
VI-7
L
3
)(
a +b
a +b
2
2
1
S +S + 1
1
2
24
Metoda ini umum diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen dan
mempunyai geometri yang sederhana. Kadar pada suatu luasan di dalam
poligon ditaksir dengan nilai data yang berada di tengah-tengah poligon
sehingga metoda ini sering disebut dengan metoda poligon daerah pengaruh
(area of influence). Daerah pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara
dua titik conto dengan satu garis sumbu (lihat Gambar 6.6).
3
2
5
1
10
= DAERAH PENGARUH
Andaikan ketebalan bijih pada titik 1 adalah t1 dan luas daerah pengaruhnya
adalah S1 maka volume (V) = S1 x t1 (volume pengaruh). Bila specific gravity dari
bijih = , maka tonase bijih = S1 x t1 x ton.
Untuk data yang sedikit metoda poligon ini mempunyai kelemahan, antara lain :
Belum memperhitungkan tata letak (ruang) nilai data di sekitar poligon,
Tidak ada batasan yang pasti sejauh mana nilai conto mempengaruhi
distribusi ruang.
VI-8
Sistem
United
States
Geological
Survey
(USGS,
1983)
merupakan
pengembangan dari sistem blok dan perhitungan volume biasa. Sistem USGS
ini dianggap sesuai untuk diterapkan dalam perhitungan sumberdaya batubara,
karena sistem ini ditujukan pada pengukuran bahan galian yang berbentuk
perlapisan (tabular) yang memiliki ketebalan dan kemiringan lapisan yang relatif
konsisten. Sumberdaya yang dihitung terdiri dari sumberdaya terukur
(measured coal) dan sumberdaya terunjuk (indicated coal), yang keduanya
termasuk ke dalam jenis sumberdaya demonstrated coal. Prosedur atau teknik
perhitungan dalam sistem USGS adalah dengan membuat lingkaran-lingkaran
(setengah lingkaran) pada setiap titik informasi endapan batubara, yaitu
singkapan batubara dan lokasi titik pengeboran.
Teknik perhitungan seperti di atas hanya berlaku untuk kemiringan lapisan lebih
kecil atau sama dengan 300 (300). Sedangkan untuk batubara dengan
kemiringan lapisan lebih besar dari 300 (>300) caranya adalah mencari harga
proyeksi radius lingkaran-lingkaran tersebut ke permukaan terlebih dahulu (lihat
Gambar 6.8).
digunakan
untuk
menghitung
sumberdaya/cadangan.
Rumus
perhitungan hampir sama dengan metode poligon hanya saja dalam metode
segitiga tiga titik data digunakan untuk mewakili parameter seluruh area
VI-9
VI-10
Gambar 6.8: Cara perhitungan sumberdaya batubara dengan kemiringan 300 (atas)
dan kemiringan >300 (bawah), (USGS, 1983).
VI-11
Gambar 6.9: Kontrol struktur pada batas sumberdaya batubara (USGS, 1983).
Dalam kerangka model blok, dikenal jenis penaksiran poligon dengan jarak titik
terdekat (rule of nearest point), yaitu nilai hasil penaksiran hanya dipengaruhi
VI-12
oleh nilai conto yang terdekat atau dengan kata lain titik (blok) terdekat
memberikan nilai pembobotan satu untuk titik yang ditaksir, sedangkan titik
(blok) yang lebih jauh memberikan nilai pembobotan nol (tidak mempunyai
pengaruh).
VI-13
DAFTAR PUSTAKA
Annels EA. Mineral Deposit Evaluation, a Practical Approach. Chapman & Hall.
1991.
TUGAS I
Dikumpulkan paling lambat minggu ke-5.
1. Suatu eksplorasi endapan nikel laterit dengan test pit menghasilkan data
sebagai berikut :
No.
Test pit
T-01
X
260
Koordinat (m)
Y
Z
140
58
T-02
220
140
60
T-03
180
140
62
T-04
140
140
62
T-05
100
140
60
T-06
140
180
58
T-07
220
180
60
Kedalaman
(m)
0,0 2,0
2,0 4,0
4,0 5,5
5,5 7,5
0,0 1,5
1,5 3,0
3,0 5,0
5,0 7,5
0,0 2,0
2,0 3,5
3,5 5,0
5,0 7,0
7,0 8,0
0,0 1,5
1,5 4,0
4,0 6,5
6,5 8,0
0,0 2,0
2,0 4,0
4,0 5,5
5,5 7,5
0,0 2,0
2,0 4,0
4,0 5,5
5,5 7,5
0,0 1,5
1,5 3,5
3,5 5,5
5,5 7,5
Kadar Ni
(%)
0,70
1,20
1,70
1,00
1,20
2,40
2,80
1,50
1,00
2,30
2,75
2,00
1,50
1,20
2,20
2,80
1,80
0,70
1,40
1,90
1,00
0,90
1,50
1,80
2,05
1,50
2,20
2,80
1,80
2. Diketahui suatu area endapan pasir besi dengan 6 titik bor Banka (lihat
gambar).
U
DH-06
150 m
DH-05
DH-03
DH-04
DH-02
DH-01
700 m
garis pantai
LAUT
Elevasi
(m)
Titik bor
DH-01
DH-02
DH-03
DH-04
DH-05
DH-06
30
25
20
22
28
23
Total
Kedalaman
(m)
14
12,5
15
11
10
13
Kedalaman endapan
(m)
Top
Bottom
9,5
8
9
7,5
4
11
13
11,7
14,2
10,3
9
12,8
BB-02
BB-07
BB-04
BB-09
BB-03
BB-10
BB-06
BB-08
BB-01
100
BB-05
200 m
Elevasi
(m)
Titik bor
BB-01
BB-02
BB-03
BB-04
BB-05
BB-06
BB-07
BB-08
BB-09
BB-10
165
200
150
132
110
105
170
145
115
190
Total
Kedalaman
(m)
15
10,5
14
12
13,8
11
14,5
10
12,6
13
Kadar rata-
Top
Bottom
rata (ppm)
13
9
12
9
12
9,5
13
8
10
11
14,8
10,2
13,7
11,1
12,9
10,6
13,8
9,9
12
12,5
1,35
1,52
1,12
1,36
1,26
0,98
1,08
1,45
0,87
1,14
a. Lakukan penaksiran kadar dan ketebalan untuk lokasi lain yang masih
kosong menggunakan metode NNP (titik terdekat) dan ID (jarak kebalikan)
secara extended sampai batas daerah KP.
b. Bagaimana analisis Anda mengenai distribusi data (kadar dan ketebalan) di
daerah tersebut.
c. Hitunglah tonase endapan emas aluvial tersebut bila B.J. yang digunakan
2,15 ton/m3.
4. Gambar berikut adalah peta cropline batubara dengan 5 lubang bor (BH-01
s/d BH-05).
U
70
90
80
BH-01
BH-02
BH-03
70
co
BH-04
s
al
m
ea
60
BH-05
50
50
100 m
Elevasi
(m)
80
68
58
68
59
Total
Kedalaman
(m)
20
15
8
18
15
Kedalaman batubara
(m)
Top
Bottom
15
8
3
13
9
18
10,5
4,3
15
10,5
6.
Dari hasil korelasi 2 (dua) titik bor dangkal dengan jarak 50 m, dihasilkan 3
(tiga) zone endapan, yaitu (dari atas ke bawah) :
- low grade zone (upper)
- high grade zone
- low grade zone (lower)
Bor DH-#1
(elevasi = 100 m)
Dari
Ke
Kadar
(m)
(m)
(%)
0
2
0.55
2
4
4.35
4
6
3.75
6
8
6.55
8
10
5.45
10
12
4.45
12
14
3.85
14
16
4.10
16
18
3.25
Bor DH-#2
(elevasi = 95 m)
Dari
Ke
Kadar
(m)
(m)
(%)
0
2
0.50
2
4
0.55
4
6
3.95
6
8
4.45
8
10
3.85
10
12
0.60
12
14
0.50
a.
b.
c.
7.
Hasil
perhitungan
luas
masing-masing
penampang
pada
metoda
No
Penamp.
P-50
P-51
P-52
P-53
P-54
Luas
Waste Material
(m2)
5,198.37
7,527.19
11,821.84
17,167.30
15,679.94
Jarak
Penampang
(m)
50
50
50
50
50
SG
1.3
1.3
1.3
1.3
1.3
b.
Dan jika mining losses = 10%, maka tentukan berapa jumlah cadangan
yang dapat ditambang (mineable reserve) dan stripping ratio yang
dihasilkan.
Dari hasil eksplorasi suatu tambang bawah tanah dihasilkan blok daerah
pengaruh (blok cadangan) seperti terlihat pada Gambar di bawah ini.
Level 1
Winze 2
Blok - 2
Blok - 4
Blok - 1
Winze 1
8.
Blok - 3
Level 2
Areal (luasan) Blok-1 s/d Blok-4 merupakan areal cadangan terukur yang
dibatasi oleh level 1, level 2, winze 1, dan winze 2.
Dari hasil eksplorasi tersebut diperoleh data sebagai berikut :
Level 1
Level 2
Winze 1
Winze 2
Panjang
(m)
60
60
50
50
True Thickness
(m)
3.22
3.20
3.00
2.80
Hitunglah :
a. Tebal rata-rata blok cadangan
b. Kadar rata-rata blok cadangan
Kadar
(%) Zn
2.94
3.00
1.91
4.00
TUGAS 2
Kasus: Bijih Besi Placer
Laporan Kemajuan dikumpulkan paling lambat minggu ke-8.
Laporan Akhir dikumpulkan paling lambat minggu ke-13.
Data eksplorasi lubang bor yang menunjukkan tubuh bijih besi seperti dalam
tabel berikut:
Lubang
Bor
DH-1
Koordinat
Easting Northing
21
11
Elevasi
Collar
105
DH-2
15
81
103
DH-3
59
76
100
Kedalaman
Dari
Ke
7
7.5
7.5
9
9
10
10
10.75
4
5
5
6.5
6.5
7
7
8
2
3.5
3.5
4.5
4.5
5
Kadar
Fe (%)
43
45
46
47
65
68
69
69
60
58
61
Keterangan
DH-4
19
170
102
DH-5
78
129
104
DH-6
86
36
101
DH-7
152
96
102
DH-8
137
171
99
DH-9
197
146
103
DH-10
231
90
104
DH-11
211
38
103
DH-12
137
62
100
5
4.5
5
6
6.75
6.25
7
8.5
9.5
3
3.9
4.5
6
4
6
7
1.5
2
3
4
5.5
6.25
7
8
7
8
8.5
9.5
5
5.75
7
8
4.5
5.75
5
6
6.75
8.5
7
8.5
9.5
10.5
3.9
4.5
6
7
6
7
8
2
3
4
5.5
6.25
7
8
9
8
8.5
9.5
11
5.75
7
8
9
5.5
62
45
46
45
46
46
52
47
49
50
51
55
54
65
69
70
52
47
49
50
64
70
73
69
70
74
71
70
63
67
70
70
73
Sample loss
Northing
188
188
214
214
22
22
-12
-12
188
Bidang sesar geser ditemui pada lokasi A(166, 22) dan di lokasi B(-3, 136).
a.
Buat analisis statistik dari data kadar bijih besi tersebut kemudian lakukan
verifikasi data berdasarkan parameter statistik!
b. Buat peta kontur topografi dan kontur kadar bijih besi kemudian berikan
analisanya!
c. Buat peta kontur ketebalan overburden kemudian berikan analisanya!
d. Hitung sumberdaya bijih besi di daerah ini dengan asumsi jarak maksimum
titik informasi untuk sumberdaya terukur 50 m, sumberdaya terindikasi 50-75
m, dan sumberdaya tereka 75-100 m. Gunakan metode poligon!
e. Jika cog bijih besi adalah 60% Fe, tentukan batas pit potensial!
f. Jika diambil asumsi kestabilan lereng paling optimum dicapai untuk open pit
dengan single slope 45o, hitung cadangan insitu bijih besi jika SG bijih besi
3,5 ton/bcm! Gunakan metode penampang dengan jarak antar penampang
50 m.
Catatan: toe dari slope merupakan batas pit potensial dimana crest tidak
melebihi batas KP. Apabila crest melebihi batas KP maka gunakan batas KP
sebagai crest. Geological losses sebesar 10%.
g. Hitung cadangan tertambang dan stripping ratio dimana mining losses 5%!
h. Buatlah peta pit limit!
apabila
ada
hal-hal
yang
ingin
dikonsultasikan.
Laporan
TUGAS 2
Kasus: Bijih Nikel Laterit
Laporan Kemajuan dikumpulkan paling lambat minggu ke-8.
Laporan Akhir dikumpulkan paling lambat minggu ke-13.
Data eksplorasi lubang bor yang menunjukkan tubuh bijih nikel (komposit
limonit dan saprolit) seperti dalam tabel berikut:
Lubang
Bor
DH-1
DH-2
DH-3
DH-4
DH-5
DH-6
DH-7
DH-8
DH-9
DH-10
DH-11
DH-12
DH-13
DH-14
Koordinat
Easting Northing
5
-4
3
24
29
25
4
60
28
44
31
5
57
30
12
44
63
48
89
28
81
7
52
17
96
46
102
8
Elevasi
Collar
254
250
251
252
254
253
250
251
252
250
251
251
249
250
Kedalaman
Dari
Ke
4
9
1
5
1
6
3
7
5
10
2
7
0.5
5
2
6
1
5.5
1
6
1
5.5
0.25
5
0.25
4.5
0.25
4.75
Kadar Ni
(%)
2.4
2.2
2.3
1.6
2.1
2.3
2.0
2.3
2.2
2.4
1.5
2.1
2.2
1.3
Keterangan
Easting
-5
37
37
105
105
53
53
-5
-5
Northing
67
67
53
53
1
1
-13
-13
67
Bidang sesar geser ditemui pada lokasi A(67, 1) dan di lokasi B(83, 53).
d. Buat analisis statistik dari data kadar bijih nikel, ketebalan bijih, dan
ketebalan overburden, kemudian lakukan verifikasi data berdasarkan
parameter statistik!
e. Buat peta kontur topografi dan kontur kadar bijih nikel kemudian berikan
analisanya!
f. Buat peta kontur ketebalan overburden kemudian berikan analisanya!
g. Hitung
sumberdaya
bijih
nikel
di
wilayah
KP
(extended)
dengan
apabila
ada
hal-hal
yang
ingin
dikonsultasikan.
Laporan
TUGAS 2
Kasus: Bijih Emas Porfiri
Laporan Kemajuan dikumpulkan paling lambat minggu ke-8.
Laporan Akhir dikumpulkan paling lambat minggu ke-13.
Data eksplorasi lubang bor yang menunjukkan tubuh bijih emas porfiri pada
elevasi tertentu seperti dalam tabel berikut:
Lubang
Bor
DH-1
Koordinat
Easting Northing
39
17
Elevasi
Collar
1710
DH-2
36
43
1700
DH-3
36
69
1694
DH-4
38
95
1691
DH-5
79
106
1685
DH-6
66
88
1689
DH-7
61
59
1698
Kedalaman
Dari
Ke
475
490
490
505
460
475
475
490
461
476
476
491
464
479
479
494
459
474
474
489
444
459
459
474
466
481
481
496
Kadar Au
(ppm)
15
5
13
4
10
5
11
2
8
4
11
10
12
9
Ket.
DH-8
56
31
1706
DH-9
80
14
1699
DH-10
79
37
1695
DH-11
92
55
1690
DH-12
83
73
1689
DH-13
102
82
1679
DH-14
117
102
1675
DH-15
149
100
1665
DH-16
129
76
1670
DH-17
124
48
1668
DH-18
105
32
1697
DH-19
131
15
1664
DH-20
151
23
1655
DH-21
158
67
1650
472
487
463
478
458
473
465
480
451
466
435
450
442
457
427
442
435
450
441
456
463
478
427
442
419
434
408
423
487
502
478
493
473
488
480
495
466
481
450
465
457
472
442
457
450
465
456
471
478
493
442
457
434
449
423
438
12
8
10
6
11
11
10
12
11
13
8
11
7
6
3
4
6
9
7
10
10
10
9
3
5
2
4
2
Northing
6
119
119
6
a. Buat analisis statistik dari data kadar bijih emas tersebut kemudian lakukan
verifikasi data berdasarkan parameter statistik!
b. Buat peta kontur topografi kemudian berikan analisanya!
c. Buat peta kontur ketebalan overburden kemudian berikan analisanya!
d. Bijih emas akan ditambang dengan metode underground mine (room and
pillar), hitung jumlah sumberdaya bijih emas dengan metode model blok
pada level 1200 dan 1230 dimana:
-
tinggi front 10 m
kadar emas pada tiap blok ditaksir dengan menggunakan metode inverse
distance weighting (derajat 1) dengan radius pencarian 30 m
e. Buat peta kontur kadar emas pada masing-masing level dan berikan
analisanya!
f. Jika cog bijih emas adalah 10 ppm Au, tentukan batas pit potensial pada
masing-masing level!
g. Jika asumsi dari kajian geoteknik direkomendasikan untuk bukaan room 0,25
Ha harus membuat 2 pillar dengan dimensi 10x10 m maka:
-
Hitung cadangan insitu bijih emas bila geological losses sebesar 15%!
apabila
ada
hal-hal
yang
ingin
dikonsultasikan.
Laporan
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Bab III
Bab IV
Data Olahan (berisi peta topografi, kontur kadar, kontur ketebalan, dll.
beserta analisanya)
Bab V
Bab VI
Daftar Pustaka