Anda di halaman 1dari 4

KONDISI FAKTUAL & KONTROVENSIONAL

MULTIKULTURAL DI INDONESIA
KELOMPOK 1
UAJ 180 MULTIKULTURALISME
SEKSI J

OLEH :

Gilbert Moniaga 2015-070-116


Kennedy Chris Sulianto 2015-070-118
Lidwina 2015-070-130
Mohammad Faiz 2015-070-131
Catherine Anggraeni 2015-070-146
Yoas Agung Purnaputra 2015-070-260
Rayendra Timotius 2015-070-279
Faustina Merryl Adeboi 2015-070-280
Beby Chaesara Anadilla 2015-070-281

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA


SEMESTER GANJIL 2015/2016

Kondisi Faktual dan Kontrovensional Multikulturalisme dalam konteks Etnis :


Masyarakat Indonesia memiliki beranekaragam budaya yang sangat kompleks.
Masyarakat dengan beranekaragam budaya biasa dikenal dengan masyarakat
multikulturalisme. Indonesia kerap direpresentasikan sebagai suatu mosaik budaya. Mosaik
budaya itupun terdiri dari potongan-potongan budaya yang ada yang direkatkan menjadi
suatu lukisan yang indah dan diasumsikan dengan Kebudayaan Nasional. Di Indonesia yang
terdiri dari beribu-ribu pulau, beratus-ratus bahasa dan suku bangsa, serta mencakup lima
agama besar menjadikan Indonesia dikenal sebagai masyarakat multikultural. Pada dasarnya,
multikulturalisme di Indonesia ini terbentuk karena adanya berbagai macam faktor, seperti
kondisi sosial-ekonomi, sosial-politik, sosial-budaya, sosial-religions, moral, dan geografi
yang beranekaragam dan luas. Dari berbagai macam faktor tersebut membentuk masyarakat
yang mempunyai suatu kebudayaan yang banyak dan beranekaragam. Setiap daerah pun
memiliki corak dan budaya yang mencerminkan suatu ciri khas sesuai dengan latar belakang
masing-masing daerah. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam bentuk kegiatan
sehari-hari seperti upacara ritual, pakaian adat, kesenian, bahasa, dan tradisi lainnya. Dengan
adanya ciri khas tersebut membuat setiap daerah memiliki etnis yang berbeda-beda pula.
Indonesia sebagai Negara Kesatuan yang berdaulat, telah memiliki sejarah budaya yang
cukup panjang dan membanggakan, sejak proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,
bangsa Indonesia dikenal di masyarakat dunia sebagai bangsa yang memiliki peradaban dan
budaya luhur. Dan dalam konsep multikulturalisme ini terdapat kaitan yang erat bagi
pembentukan masyarakat yang berlandaskan pada Bhinneka Tunggal Ika, dimana yang
dimaksud adalah walaupun berbeda-beda suku dan bangsa tetapi tetap satu. Dan yang
menjadi landasan bagi bangsa Indonesia adalah Pancasila, yang merupakan satu upaya untuk
membangun dan menata Indonesia yang pluralistik menjadi multikulturalistik.
Menurut pengalaman pribadi yang saya alami yang dilihat dari kondisi faktualnya
adalah Dimulai dari asal usul etnis kedua orangtua saya, dimana keduanya berasal dari Etnis
Tionghoa yang tentunya memiliki tradisi dan budaya yang sama yang menjadikan saya beretnis Tionghoa. Saat merayakan tahun baru China yang biasa dikenal dengan Tahun Baru
Imlek ini, saya dan keluarga saya melakukan tradisi seperti biasanya dimana saya dan
keluarga mengunjungi rumah-rumah saudara untuk saling bertemu dan menjaga kekerabatan
antar keluarga besar. Tidak hanya itu, tradisi yang dilakukan adalah acara makan bersama

dengan sajian makanan mulai dari yang manis sampai yang gurih, semua pun dihidangkan.
Lalu ada juga tradisi memakai baju berwarna merah dan baru sebagai simbol bahwa di tahun
yang baru semua merayakannya dengan penuh sukacita serta tampil baru. Dan tradisi lainnya
yaitu memberikan angpao kepada generasi muda(yang belum menikah) dengan harapan agar
yang menerima angpao bisa mendapatkan keberuntungan dan nasib baik di sepanjang tahun
baru. Tradisi-tradisi ini sudah saya terima sejak kecil, terutama saat saya berada di bangku
Sekolah Dasar, dimana saya mulai menceritakan kepada teman-teman sepantara saya yang
ternyata beberapa dari mereka pun ada yang memiliki tradisi yang sama, namun ada juga
yang tidak sama bahkan ada juga yang tidak merayakannya. Hal tersebut menjadikan
pengalaman dalam hidup saya dimana saya bisa mulai belajar mengenai perbedaan etnis dan
budaya antar sesama teman sekolah saya. Dari pencermatan dan penilaian yang berdasarkan
pada pengalaman saya adalah bahwa di Indonesia ini, masyarakat Indonesia termasuk
masyarakat yang majemuk yang memiliki berbagai macam suku dan budaya yang berbeda.
Saya pun menjadi belajar untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan etnis ini
karena saya diajarkan untuk tidak membeda-bedakan etnis dalam lingkup pergaulan. Tentu
saja saya juga belajar dalam konsep multikultural ini bahwa saya harus bisa menyikapi
dengan baik keanekaragaman yang ada ini agar bisa menjadi masyarakat yang bisa bersamasama membentuk suatu mosaik budaya negara yang rukun dan sejahtera.
Dengan berbagai kebudayaan ini menjadikan ciri bangsa Indonesia yang majemuk
(pluralistik) yang terdiri dari berbagai macam budaya membuat suatu budaya menjadi ada
yang dominan dan ada yang kurang dominan. Walaupun suku-suku dan kelompok etnis ini
hidup dalam wilayah sosio-politik yang sama dan berbaur dalam wilayah publik yang sama
tetapi tetap hidup dalam sekat budaya nya masing-masing. Hal tersebut membuat kelompok
etnis tertentu menjadi berbeda-beda pendapat yang kerap kali menimbulkan berbagai macam
argument dan konflik. Mengapa masih saja sering terjadi konflik antar etnis? Hal tersebut
dikarenakan konflik-konflik terjadi bukan karena perbedaan saja, melainkan adanya faktorfaktor lain yang membuat perbedaan itu menjadi suatu alat untuk menimbulkan konflik
kekerasan, padahal perbedaan itu tidak selalu menimbulkan konflik kekerasan. Namun salah
pengertian dan upaya penyeragaman antar budaya dan etnis masing-masing.
Kiranya diperlukan juga gerakan multikulturalisme yang bukan hanya dilakukan secara
individu, tetapi didalamnya menyangkut gerakan dalam segala aspek kemanusiaan. Hal
tersebut kiranya dapat membawa dampak yang positif bagi seluruh masyarakat agar tidak
terjadi kesenjangan-kesenjangan baik dari segi ekonomi-sosial-politik-pendidikan-budaya.

Daftar Pustaka
http://www.academia.edu/1153090/Jatidiri_Budaya_dalam_Masyarakat_Multikultur
Molan, Benyamin, dkk. 2015. Multikulturalisme. Jakarta: Indeks.

Anda mungkin juga menyukai