Luka Bakar
Luka Bakar
PENDAHULUAN
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis
yang berasal dari internal maupun eksternal. Luka bakar merupakan salah satu klasifikasi
jenis luka yang diakibatkan oleh sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber
listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam dan
memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat
keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar dapat merusak
jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan kerusakan
yang
berada
di
tempat
yang
lebih
dalam
dari
akhir
sistem
persarafan.1,8
Kerusakan kulit yang terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Suhu minimal
untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44 C dengan kontak sekurangkurangnya 5 6 jam. Suhu 65 C dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan
luka bakar. Kontak kulit dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada
kedalaman 1 mm dapat mencapai suhu 47 Celsius, air panas yang mempunyai suhu 60 C
yang kontak dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan partial thickness skin loss
dan diatas 70C akan menyebabkan full thickness skin loss. Temperatur air yang digunakan
untuk mandi adalah berkisar 36 C 42 C. Pelebaran kapiler dibawah kulit mulai terjadi
pada saat suhu mencapai 35 C selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53C 57C
selama kontak 30120 detik.1,2,3
Seorang korban luka bakar dapat mengalami berbagai macam komplikasi yang fatal termasuk
diantaranya kondisi shock, infeksi, ketidak seimbangan elektrolit (inbalance elektrolit) dan
masalah distress pernapasan. Selain komplikasi yang berbentuk fisik, luka bakar dapat juga
menyebabkan distress emosional (trauma) dan psikologis yang berat dikarenakan cacat akibat
luka bakar dan bekas luka. Luka bakar dangkal dan ringan (superficial) dapat sembuh dengan
cepat dan tidak menimbulkan jaringan parut. Namun apabila luka bakarnya dalam dan luas,
maka penanganan memerlukan perawatan di fasilitas yang lengkap dan komplikasi semakin
besar serta kecacatan dapat terjadi. 1,2,3
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang
mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka
bakar telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari
berbagai disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan
keluarganya.1,2,3
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Defenisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,
air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan kerusakkan jaringan.
Cadera lain yang termasuk luka bakar adalah sambaran petir, sengatan listrik, sinar X dan
bahan korosif. Kerusakan kulit yang terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak.
Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44 C dengan kontak
sekurang-kurangnya 5 6 jam. Suhu 65 C dengan kontak selama 2 detik sudah cukup
menghasilkan luka bakar. Kontak kulit dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan
suhu kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai suhu 47 Celsius, air panas yang
mempunyai suhu 60 C yang kontak dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan
partial thickness skin loss dan diatas 70C akan menyebabkan full thickness skin loss.
Temperatur air yang digunakan untuk mandi adalah berkisar 36 C 42 C. Pelebaran kapiler
dibawah kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35 C selama 120 detik, vesikel terjadi
pada suhu 53 C 57 C selama kontak 30 120 detik.1,2,3
2.2. Klasifikasi
Luka bakar dapat diklasifikasi menurut1 :
1. Dalamnya.
2. Luasnya.
3. Dalam dan luasnya.
4. Penyebabnya.
1. Berdasarkan dalamnya luka1,2,3,4
a) Menurut Dupuytren
Klasifikasi derajad luka bakar berbeda-beda untuk masing-masing negara oleh karena
ini sangat bergantung terhadap management pengobatan yang digunakan oleh negara
tersebut. Klasifikasi lama yang diperkenalkan oleh Dupuytren adalah pembagian
derajad luka bakar dalam 6 derajat :
2) Berdasarkan Luas1,2
Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus kasus
dimana kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajad luka bakar sangat
penting pengaruhnya terhadap prognosis dan managemen pengobatannya. Untuk
perhitunngan luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan menggunakan `Rule
of Nines` dari Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang terjadi dapat diindikasikan
sebagai presentasi dari total permukaan yang terlibat oleh karena termal injury. Bila
permukaan tubuh dihitung sebagai 100 %, maka kepala adalah 9 %, tiap tiap
ekstremitas bagian atas adalah 9 %, dada bagian depan adalah 18 %, bagian belakang
adalah 18 5, tiap-tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18 % dan leher 1 %. Lihat
gambar Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena relatif luas
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk bayi dan `Rule of 10-15-20` dari Lund
and Browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus tersebut
adalah luas telapak tangan dianggap seluas 1 %.
Derajad dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak korban
dengan api, lamanya eksposure ,bahkan pakaian yang digunakan korban pada waktu
terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajad keparahan dan
luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih banyak energi thermal
ke kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih cepat
dan dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai
kandungan poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang relatif
ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah luka bakar yang
relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan pintalan. Sehingga dapat dikatakan
bahwa bila bahan yang dipakai bertambah berat maka daerah yang terbakar akan
berkurang. Selain itu derajad luka bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai
korban ketat dan mengelilingi tubuh.
ii.
iii.
Luka bakar tingkat III meliputi hanya 2% dari luas permukaan tubuh.
b. Sedang
i.
ii.
iii.
Luka bakar tingkat III 5-10% mengenai wajah, tangan atau kaki.
c. Berat
i.
Luka
bakar
tingkat
meliputi
wajah,
tangan,
kaki
dan
daerah
perineum/kelamin.
ii.
iii.
Luka bakar tingkat III meliputi 20%, mengenai saluran nafas, luka bakar
dengan kompikasi fraktur.
7
4) Berdasarkan penyebabnya.5,6
Berdasarkan Penyebabnya, Luka Bakar Secara Kasar Dapat Dibagi Dalam Enam
Kategori :
A. Flame Burns
Terjadi bila kulit mengalami kontak langsung dengan api
1. Keparahan tergantung lamanya waktu kulit terpajan dengan api
2. Bentuk lain dari flame burns adalah flash burns
a.
b.
Menyebabkan luka bakar derajat dua dan tiga pada seluruh daerah
kulit yang terkena, termasuk rambut
B. Contact Burns
Terjadi bila kulit mengalami kontak langsung dengan objek yang panas, misalnya besi
panas, setrika, dll. Jenis luka bakar ini, dapat memberikan gambaran mengenai bentuk
benda panas yang menyebabkan luka bakar tersebut
C. Radiant Burns
Terjadi apabila kulit terpajan dengan gelombang panas
1. Tidak selalu diperlukan kontak langsung dengan benda yang menghasilkan
gelombang panas untuk menimbulkan luka bakar
2. Dapat menimbulkan lepuh dan eritema
3. Bila pajanan terjadi dalam jangka waktu lama dapat meimbulkan karbonisasi
D. Luka terbakar terjadi bila kulit berhubungan dengan cairan panas
( biasanya air ).
1.
Air pada 158F ( 70C ) akan menghasilkan suatu luka derajat tiga pada kulit
orang dewasa, kira-kira dalam satu detik dari kontak ; pada 131F ( 55C ),
hampir 25 detik dibutuhkan untuk menghsilkan luka bakar yangsama.
2.
3.
sering terjadi karena anak kecil ditempatkan di dalam kolam atau di bak
mandi yang di penuhi dengan air panas membara, dengan tujuan untuk
mendisplinkan atau menghukum si anak. Bentuk khas luka bakar dapat
terlihat, sebagai anak yang terrefleksi tenggelam di dalam air. Disekeliling
area dari kulit yang melingkari tiap-tiap daerah lutut tidak terkena karena
anak tersebut dipaksa berjongkok di dalam air. ( gambar 13.4 ).
Gambar 13.4 Penyiksaan anak dengan luka bakar. Anak biasanya dipegang
diantara tangannya, dan ke bawah pada air membara ( gambar bagian
atas ). Hasil luka bakar menunjukkan bentuk khas dengan tidak terdapat
luka di bagian lututnya, fossa poplitea, dan daerah inguinal ( gambar
bagian bawah ).
b.
c.
E.
microwave terrefleksi.
b.
microwave diabsorbsi.
9
c.
2.
Surell et al, pada 1987 melaporkan pada suatu studi yang mana piglet
anestesi terekspos pada radiasi microwave dari sebuah 750 watt microwave
rumah tangga, pada energi penuh, dalam waktu berkisar 90-120 detik. Studi
itu menunjukkan :
a.
b.
c.
d.
3.
4.
Bentuk tidak biasa dari penyiksaan anak pernah dilaporkan pada tahun 1987
oleh Alexander et el yang mana berhubungan dengan dua kasus terpisah
yang mana seorang bayi perempuan umur 5 minggu, dan seorang anak laki-laki
umur 14 bulan yang terbakar karena diletakkan di oven microwave yang sedang
dinyalakan.
F.
Luka bakar kimia adalah diproduksi oleh agent kimia seperti asam kuat dan alkali, sama
seperti agent lain seperti fosfor dan fenol. Luka bakar menghasilkan perubahan yang lebih
lambat daripada luka bakar akibat agent panas.
1.
Agent kimianya.
b.
c.
2. Agent alkalin :
a.
b.
c.
d.
Menghasilkan luka yang menimbulkan nyeri; dan menusuk kulit dan licin.
3. Agen asam biasanya menghasilkan hanya sebagian dari ketebalan luka, yang mana
diikuti dengan eritema dan erosi yang superficial saja.
2.3. Penilaian Terhadap Luka Bakar
Berat ringannya suatu luka bakar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu1,7,8 :
i.
Luas luka lebih menentukan, karena pada luka bakar tingkat I yang meliputi 1/3
luas permukaan tubuh bisa menimbulkan syok, jika melebihi 50% bisa berakibat
fatal.
ii.
Lokasi. Kepala, leher, badan, bagian depan abdomen lebih berbahaya dari pada
tungkai. Misalnya luka bakar tingkat III dari tungkai bisa menyebabkan gangguan
fungsi tetapi tidak sampai berakibat fatal.
iii.
Umur. Pada anak-anak dan orang tua lebih berbahaya karena mudah terjadi syok.
iv.
v.
Derajat kepanasan. Prognosa lebih jelek pada panas yang lebih tinggi.
vi.
Lamanya kontak. Bila kontak lebih lama, maka prognosanya lebih jelek.
dalam menentukan penyebab dari kematian, maka luas dan derajat luka bakar serta saturasi
darah yang mengandung CO harus dinilai secara hati hati. Gas CO ini dibentuk dari
pembakaran yang tidak sempurna misalnya kayu yang terbakar, kertas, kain katun, batu bara
yang terbakar akan menghasilkan gas CO.7,8
CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat menunjukkan bahwa
korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini hanya dapat masuk
melalui absorbsi pada paru-paru. Pada perokok dapat dijumpai saturasi CO dalam darah
hanya lebih dari 5%, dan ini dapat menunjukan bahwa korban masih bernafas pada waktu
terjadinya kabakaran, demikian juga pada korban atherosclerosis coroner yang berat dapat
meninggal dengan kadar COHB yang lebih rendah dari pada individu yang sehat. Bila CO
merupakan penyebab mati yang utama maka saturasi dalam darah paling sedikitnya
dibutuhkan 40% COHB, kecuali pada orang tua, anak-anak dan debilitas dimana pernah
dilaporkan mati dengan kadar 25 %. Sebenarnya kadar COHB pada korban yang sekarat
selama kebakaran, sering tidak cukup tinggi untuk menyebabkan kematian. Banyak kasuskasus fatal menunjukan 50- 60 % saturasi, walaupun kadarnya secara umum kurang dari
kadar yang terdapat dalam darah pada keracunan CO murni, seperti pembunuhan dengan gas
mobil atau industrial exposure, dimana konsentrasinya dapat mencapai 80 %. Selain itu
adanya gas-gas toksik dan pengurangan oksigen dalam atmosfer dapat menyebabkan
kematian dengan kadar CO yang rendah.7,8
b. Menghirup asap pembakaran (Smoke Inhalation)
Pada banyak kasus kematian, dimana cedera panas pada badan tidak sesuai dengan penyebab
kematian maka dikatakan penyebab kematian adalah smoke inhalation. Asap yang berasal
dari kebakaran terutama alat-alat rumah tangga seperti furniture, cat , kayu, pernis, karpet dan
komponen-komponen yang secara struktural terdiri polystyrene, polyurethane, polyvinyl dan
material-material plastik lainnya dikatakan merupakan gas yang sangat toksik bila dihisap
dan potensial dalam menyebabkan kematian.7,8
c. Trauma Mekanik
Kematian oleh karena trauma mekanik biasanya disebabkan karena runtuhnya bangunan
disekitar korban, atau merupakan bukti bahwa korban mencoba untuk melarikan diri seperti
memecahkan kaca jendela dengan tangan. Luka-luka ini harus dicari pada waktu melakukan
12
pemeriksaan luar jenasah untuk memastikan apakah luka-luka tersebut signifikan dalam
menyebabkan kematian. Trauma tumpul yang mematikan tanpa keterangan antemortem
sebaiknya harus dicurigai sebagai suatu pembunuhan.7,8
d. Anoksia dan hipoksia
Kekurangan oksigen dengan akibat hipoksia dan anoksia sangat jarang sebagai penyebab
kematian. Bila oksigen masih cukup untuk menyalakan api maka masih cukup untuk
mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh tikus dan lilin yang diletakkan dalam tabung
yang terbatas kadar oksigennya ternyata walaupun lilin padam lebih dahulu tikus masih aktif
berlari disekitarnya. Radikal bebeas dapat diajukan sebagai salah satu kemungkinan dari
penyebab kematian, oleh karena radikal bebas ini dapat menyebabkan surfaktan menjadi
inaktif, jadi mencegah pertukaran oksigen dari alveoli masuk kedalam darah.7,8
e. Luka bakar itu sendiri
Secara general dapat dikatakan bahwa luka bakar seluas 30 50 % dapat menyebabkan
kematian. Pada orang tua dapat meninggal dengan presentasi yang jauh lebih rendah dari ini,
sedangkan pada anak-anak biasanya lebih resisten. Selain oleh derajat dan luas luka bakar
prognosis juga dipengaruhi oleh lokasi daerah yang terbakar, keadaan kesehatan korban pada
waktu terbakar. Luka bakar pada daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan dikatakan sulit
dalam perawatannya, oleh karena mudah mengalami kontraktur.7,8
f. Paparan panas yang berlebih
Environmental hypertermia dapat menjadi sangat fatal dan bisa menyebabkan kematian. Bila
tubuh terpapar gas panas, air panas atau ledakan panas dapat menyebabkan syok yang disertai
kolaps kardiovaskuler yang mematikan.7,8
partikel karbon dalam asap yang berwarna hitam. Sebagai tanda dari inhalasi aktif
antemortem, maka partikel-partikel jelaga ini dapat masuk kedalam saluran nafas melalui
mulut yang terbuka, mewarnai lidah, dan faring, glottis , vocal cord , trachea bahkan
bronchiolus terminalis. Sehingga, secara histologi ditemukan jelaga yang terletak pada
bronchiolus terminalis merupakan bukti yang absolut dari fungsi respirasi. Sering pula
dijumpai adanya jelaga dalam mukosa lambung, ini juga merupakan bukti bahwa korban
masih hidup pada wakrtu terdapat asap pada peristiwa kebakaran. Karbon ini biasanya
bercampur dengan mukus yang melekat pada trachea dan dinding bronchus oleh karena iritasi
panas pada mukosa. Ditekankan sekali lagi bahwa ini lebih nyata bila kebakaran terjadi
didalam gedung dari pada di dalam rumah.
b. Saturasi COHB dalam darah
CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat menunjukkan bahwa
korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini hanya dapat masuk
melalui absorbsi pada paru-paru. Akan tetapi bila pada darah korban tidak ditemukan adanya
saturasi COHB maka tidak berarti korban mati sebelum terjadi kebakaran. Pada nyala api
yang terjadi secara cepat, terutama kerosene dan benzene, maka level karbonmonoksida lebih
rendah atau bahkan negative dari pada kebakaran yang terjadi secara perlahan-lahan dengan
akses oksigen yang terbatas seperti pada kebakaran gedung.
Satu lagi yang harus disadari bahwa kadar saturasi CO dalam darah tergantung beberapa
faktor termasuk konsentrasi CO yang terinhalasi dari udara, lamanya eksposure, rata-rata dan
kedalaman respiration rate dan kandungan Hb dalam darah. Kondisi-kondisi ini akan
mempengaruhi peningkatan atau penurunan rata-rata absorbsi CO. sebagai contoh api
yangmenyala dalam ruangan tertutup, akumulasi CO dalam udara akan cepat meningkat
sampai konsentrasi yang tinggi, sehingga diharapkan absorbsi CO dari korban akan
meningkan secra bermakna.
Pada otopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan korban yang meninggal pada keracuan
CO dengan melihat warna lebam mayat yang berupa cherry red pada kulit, otot, darah dan
organ-organ interna, akan tetapi pada orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah
warna cherry red ini menjadi sulit dikenali. Warna cherry red ini juga dapat disebabkan oleh
keracuan sianida atau bila tubuh terpapar pada suhu dingin untuk waktu yang lama.
c. Reaksi jaringan
14
Tidak mudah untuk membedakan luka bakar yang akut yang terjadi antemortem dan
postmortem. Pemeriksaan mikroskopik luka bakar tidak banyak menolong kecuali bila
korban dapat bertahan hidup cukup lama sampai terjadi respon respon radang. Kurangnya
respon tidak merupakan indikasi bahwa luka bakar terjadi postmortem. Pemeriksaan slide
secara mikroskopis dari korban luka bakar derajat tiga yang meninggal tiga hari kemudian
tidak ditemukan reaksi radang, ini diperkirakan oleh karena panas menyebabkan trombosis
dari pembuluh darah pada lapisan dermis sehinggga sel-sel radang tidak dapat mencapai area
luka bakar dan tidak menyebabkan reaksi radang. Blister juga bukan merupakan indikasi
bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran, oleh karena blister ini dapat terjadi
secara postmortem. Blister yang terjadi postmortem berwarna kuning pucat, kecuali pada
kulit yang hangus terbakar. Agak jarang dengan dasar merah atau areola yang erythematous,
walaupun ini bukan merupakan tanda pasti. Secara tradisionil banyak penulis mengatakan
bahwa untuk dapat membedakan blister yang terjadi antemortem dengan blister yang terjadi
postmortem adalah dengan menganalisa protein dan chlorida dari cairan itu. Blister yang
dibentuk pada antemortem dikatakan mengandung lebih banyak protein dan chloride, tetapi
inipun tidak merupakan angka yang absolute.
d. Pendarahan subendokardial ventrikel kiri jantung
Perdarahan subendokardial pada ventrikel kiri dapat terjadi oleh karena efek panas. Akan
tetapi perdarahan ini bukan sesuatu yang spesifik karena dapat disebabkan oleh berbagai
mekanisme kematian. Pada korban kebakaran perdarahan ini merupakan indikasi bahwa
sirkulasi aktif sedang berjalan ketika tereksposure oleh panas tinggi yang tidak dapat
ditolerasi oleh tubuh dan ini merupakan bukti bahwa korban masih hidup saat terjadi
kebakaran.
2.6. Keadaan Umum yang Ditemukan pada Mayat dengan Luka Bakar
Pada kebakaran yang hebat, apakah di dalam gedung atau yang terjadi pada kecelakaan mobil
yang terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh korban yang terbakar sering tidak
mencerminkan kondisi saat matinya. Berikut keadaan umum yang ditemukan pada mayat
dengan luka bakar.1,5,6,7,8
15
a. Skin split
Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya kulit dari epidermis dan
korium yang sering menyebabkan artefak yang menyerupai luka sayat dan sering disalah
artikan sebagai kekerasan tajam. Artefak postmortem ini dapat mudah dibedakan dengan
kekerasan tajam antemortem oleh karena tidak adanya perdarahan dan lokasinya yang
bervariasi disembarang tempat. Kadang-kadang dapat terlihat pembuluh darah yang intak
yang menyilang pada kulit yang terbelah.
b. Abdominal wall destruction
Kebakaran partial dari dinding abdomen bagian depan akan menyebabkan keluarnya sebagian
dari jaringan usus melalui defek yang terjadi ini. Biasanya ini terjadi tanpa perdarahan,
apakah perdarahan yang terletak diluar atau didalam rongga abdomen.
c. Skull fractures
Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan pembentukan uap
didalam rongga kepala yang lama kelamaan akan mengakibatkan kenaikan tekanan
intrakranial yang dapat menyebabkan terpisahnya sutura-sutura dari tulang tengkorak. Pada
luka bakar yang hebat dan kepala sudah menjadi arang atau hangus terbakar dapat terlihat
artefak fraktur tulang tengkorak yang berupa fraktur linear. Disini tidak penah diikuti oleh
kontusio serebri, subdural atau subarachnoid.
d. Pseudo epidural hemorrhage
Keadaan umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus terbakar dan kepala yang
sudah menjadi arang adalah pseudo epidural hemorrhage atau epidural hematom postmortem.
Untuk membedakan dengan epidural hematom antemortem tidak sulit oleh karena pseudo
epidural hematom biasanya berwarna coklat, mempunyai bentukan seperti honey comb
appearance, rapuh tipis dan secara tipikal terletak pada daerah frontal, parietal, temporal dan
beberapa kasus dapat meluas sampai ke oksipital.
e. Non-cranial fractures
Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering ditemukan pada korban
yang mengalami karbonisasi oleh karena tereksposure terlalu lama dengan api dan asap.
Tulang tulang yangterbakar mempunyai warna abu-abu keputihan dan sering menunjukan
fraktur kortikal pada permukaannya. Tulang ini biasanya hancur bila dipegang sehingga
memudahkan trauma postmortem pada waktu transportasi ke kamar mayatatau selama usaha
16
memadamkan api. Mayat sering dibawa tanpa tangan dan kaki, dan mereka sudah tidak
dikenali lagi di TKP karena sudah mengalami fragmentasi.
f. Pugilistic Posture
Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi pugilistic. Koagulasi dari
otot-otot oleh karena panas akan menyebabkan kontraksi serabut otot otot fleksor dan
mengakibatkan ekstremitas atas mengambil sikap seperti posisi seorang boxer dengan tangan
terangkat didepannya, paha dan lutut yang juga fleksi sebagian atau seluruhnya. Posisi
pugilistic ini tidak berhubungan apakah individu itu terbakar pada waktu hidup atau
sesudah kematian. pugilistic attitude atau heat rigor ini akan hilang bersama dengan
timbulnya pembusukan.
2.7. Aspek Medikolegal
Akhirnya dalam pemeriksaan sedapat mungkin dokter bisa menentukan cara kematian
yang dapat berupa1 :
1. Kecelakaan
Sering dijumpai pada kebakaran rumah dan gedung. Banyak pada wanita dan
anak karena sering bekerja di dapur. Pada anak-anak luka bakar terjadi karena
mereka tidak menyadari bahwa ada kebakaran di sekelilingnya. Pada penderita
epilepsy mendapat serangan sewaktu dekat dengan api.
2. Pembunuhan
Sering didapati sebagai upaya untuk menghilangkan jejak pembunuhan atau
agar sulit dilakukan penyelidikan.
3. Bunuh diri
Jarang terjadi, tetapi bisa karena patah hati atau sebagai ungkapan protes.
BAB III
KESIMPULAN
Luka bakar merupakan salah satu klasifikasi jenis luka yang diakibatkan oleh sumber
panas ataupun suhu dingin yang ting1i, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan
friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung
jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat
17
luka tersebut. Dalam aspek kedokteran klinis forensik, dapat dilihat faktor - faktor yang
mempengaruhi berat-ringannya luka bakar antara lain kedalaman luka bakar, luas luka bakar,
lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme injuri dan usia. Selain itu, luka bakar juga
dibagi dalam berbagai kategori yang disesuaikan dengan derajatnya. Ini membantu dalam
aspek medikolegal luka yang diatur dalam pasal 352 KUHP yang menjelaskan tentang luka
ringan yang diasosiasikan dengan penganiyaan ringan. Sedangkan bila ia mengalami luka
sedang akan diasosiasikan dengan pasal 351 (1) atau 353 (1) KUHP tergantung pada ada atau
tidaknya rencana. Korban dengan luka berat dapat diasosiasikan dengan pasal 351 (1), 353
(2), 354 (1), atau 355 (1) KUHP tergantung pada niat dan ada atau tidaknya rencana.1,2
Pada korban yang sudah meninggal, aspek patologi forensik sangat berperan untuk
menentukan penyebab dan mekanisme kematian korban. Kematian akibat luka bakar ini
dapat terjadi akibat ketidaksengajaan atau memang ada unsure kesengajaan. Ada beberapa
cara yang digunakan untuk membedakan apakah pasien meninggal sebelum atau sesudah
luka bakar terjadi seperti jelaga pada saluran nafas, saturasi COHB dalam darah, pendarahan
subendokardial ventrikel kiri jantung, dan lainnya yang telah dijelaskan dalam bab
pembahasan.
Identifikasi korban tidak mudah dilakukan dan memerlukan ketelitian. Metode yang
terbanyak dan paling dipercaya adalah dental identification karena gigi relatif tahan terhadap
api. Metode lain yang dapat dipercaya tetapi kurang umum penggunaannya adalah
membandingkan x-ray yang diambil antemortem dan postmortem dari korban. Bila
identifikasi tidak dapat dibuat melalui finger prints, dental charts, dental x-rays atau
antemortem x-ray maka hanya satu harapan yang dapat digunakan dalam menegakan
identifikasi yaitu melalui pemeriksaan DNA. Selain itu, keadaan umum seperti skin split,
kerusakan dinding abdomen, fraktur kepala, pseudo epidural hemorrhage juga bisa membantu
dalam identifikasi korban.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. Amri Amir. Ilmu Kedokteran Forensik. Dalam: Luka Bakar. Ed.2. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2005. 104 116.
18
2. Guy N.Rotty. Essentials of Autopsy Practice : Burn Injury. First Edition. United
Kingdom. Springer. 2006. 215 221.
3. Joseph Prahlow. Forensic Pathology : Burn and Fire-Related Deaths. USA. Springer.
2010. 481 488.
4. Andrew C. Peiwsten, Timothy C. Fabian. Trauma Manual : Burns/Inhalation. USA.
Lippincots Williams & Wilkins. 2002. 434 439.
http://deathduetofire.blogspot.com/
8. Rahman G. Aspek Medikolegal Luka Bakar (Diakses tanggal 15 Juli 2011). Diunduh
dari:
http://yougodira.blogspot.com/2011/01/aspek-kedokteran-klinis-danpatologi.html
19