Anda di halaman 1dari 2

1.

1 Toxocara vitulorum
Helminthiasis akibat Toxocara vitulorum disebut toxocariasis. Toxocara
vitulorum merupakan salah satu cacing jenis nematoda yang menyerang
ruminansia sebagai hospes definitifnya. Toxocara vitulorum dewasa ditemukan
pada duodenum sapi yang berusia 3-10 minggu. Telur yang berembrio ikut keluar
bersama feses, kemudian berubah menjadi infektif setelah 7-12 hari pada suhu
optimal yaitu 28-300C. Telur tidak dapat berubah menjadi infektif pada suhu
rendah dibawah 120C. Namun telur yang bembrio dapat bertahan beberapa
bulan bahkan mencapai dua tahun, kemudian akan berkembang apabila suhu
lingkungan berubah optimal. Namun telur sensitif terhadap sinar matahari
(Dvorak et al., 2008).
Sapi bunting akan terinfeksi saat menelan telur yang berembrio dari
lingkungan sekitarnya. Larva Toxocara vitulorum yang infektif dapat bermigrasi
ke organ visceral seperti paru-paru, otot, otak, ginjal, limfonodul, kelenjar
mammae, dan organ lain. Bentuk dewasa tidak ditemukan pada intestinum sapi
dewasa, namun bentuk larva dapat mengalami dormansi dan bertahan hingga
dua periode kebuntingan. Pedet dapat terinfeksi melalui air susu. Larva infektif
yang berada di kelenjar mammae akan ikut ke dalam air susu selama satu
minggu post partus, termasuk saat fase kolostrum namun tidak ditemukan di atas
18 hari post partus. Selain itu, larva Toxocara vitulorum dapat menembus
placenta, sehingga dapat menginfeksi pedet selama masa kebuntingan (Dvorak
et al., 2008).
Periode prepaten (masa antara infeksi dan menetasnya telur pertama) pada
pedet lebih lama dibandingkan pada sapi dewasa, tergantung periode migrasi
dan dormansi. Pedet sapi perah yang terinfeksi akan mengeluarkan telur pada
fesesnya saat berusia 16-23 hari. Telur yang terdapat pada feses mengandung
Larva 1 (L1). Larva 1 akan berkembang menjadi Larva 2 (L2). Fase L2 adalah
fase dormansi pada tubuh sapi dewasa. Larva 2 berdormansi pada otot polos.
Pada sapi bunting, L2 akan terbawa melalui aliran air susu ke kelenjar mammae.
Kemudian L2 akan berkembang menjadi Larva 3 (L3). Perkembangan L1 hingga
L3 membutuhkan waktu 2-4 minggu Larva 3 akan menetas menjadi cacing
dewasa dalam waktu 3-4 minggu saat kondisi lingkungan mendukung. Kemudian
siklus berulang (Raza et al., 2013).
Telur Toxocara vitulorum dapat ditemukan di feses pedet setelah hari ke 1821 pascainfeksi (Sumarwanta dan Ari, 2013). Telur Toxocara vitulorum berbentuk
bulat dan berdinding tebal berukuran 68-101 x 60-86 m (Levine, 1994) serta
berwarna coklat muda berselubung tebal dan kasar, mengandung lapisan
albumin dengan membrane vitelin yang kurang jelas (Gambar 2.1). Selubung
yang tebal akan melindungi telur dari pengaruh kimia maupun fisik dari
lingkungan, sehingga akan tetap utuh sampai lingkungan mendukung untuk
menetas (Raza et al., 2013).

Gambar 1. Telur Toxocara vitulorum (Sumarwanta dan Ari, 2013).


Tahapan infeksi Toxocara vitulorum dapat menyebabkan diare kolik,
pembusukan usus, enteritis, penurunan berat badan, atrofi dan bahkan
kematian. Kerusakan paru-paru yang disebabkan oleh larva juga dapat
mengakibatkan pneumonia. telur khas ditemukan dalam kotoran sapi setelah 5
minggu melahirkan. Khas anak ternak yang terinfeksi nafasnya berbau aseton.
Toxocara vitulorum, seperti parasit internal lainnya, dapat didiagnosis dengan
tanda-tanda klinis, nekropsi, pemeriksaan feses untuk telur dan tes serologis.
Tanda-tanda klinis Toxocara vitulorum dapat digolongkan ke dalam tanda-tanda
ringan, sedang dan berat. Infeksi sedang ditandai dengan sembelit, tinja
berdarah dan tinja dicampur dengan lendir. Infeksi berat ditandai dengan sering
diare, tulang rusuk menonjol dan kematian.
Toxocara tidak hanya menimbulkan kerugiaan pada hewan saja akan tetapi,
toxocara juga sangat berbahaya bagi manusia dan digolongkan sebagai penyakit
zoonosis.T.vitulorum dalam bentuk larva yang ditemukan dalam air susu apabila
saat dikonsumsi tidak dilakukan proses pemasakan terlebih dahulu dapat
menyebabkan visceral larva migran pada anak-anak. Mengingat bahaya yang
ditimbulkan cukup besar baik pada hewan dan manusia diperlukan tindakan
pencegahan dan penanganan yang tepat sehingga dapat menekan angka
kejadian toxocariasis.
Pencegahan dapat dilakukan pada proses pemeliharaan bisa dilakukan
dengan pengobatan pada anak sapi yang berumur 10-16 hari, menjaga
kebersihan kandang dikarenakan dapat mengurangi angka kejadian apabila
feces yang mengandung telur segera ditangani atau dibersihkan sebelum telur
menjadi infektif. Pemeriksaan feces secara rutin diselenggarakan pada anak
sapi. anak sapi yang menunjukkan hasil positif harus segera diberin pengobatan
untuk mencegah keterlambatan penanganan. Terapi terhadap Toxocara
Vvitulorum dapat diberikan benzimidazoles (misalnya Albendazole dan
fenbendazole) atau levamisol, piperazina, pyrantel atau ivermectin untuk
mengendalikan infeksi.

Anda mungkin juga menyukai